Вы находитесь на странице: 1из 2

MALAM SERIBU BULAN

Sungguh telah aku tutrunkan dia (Al Qur'an) dalam Lailatul Qodar.
Tahukah kamu apa itu Lailatul Qodar. Lailatul Qodar itu lebih menjadi pilihan
ketimbang seribu bulan. Para malaikat dan (Jibril yang menjadi Ruh), turun di
malam itu atas izin Tuhan mereka (mengurai) segala (belitan) urusan. Mereka
menyapa "salam" (selamat bagi semua, hamba Allah yang teguh). Malam seribu
bulan itu (menebarkan berkahnya) samapai fajar menyingsingkan pijar.
Ketika datang Lailatul Qodar, Nabi sedang sujud. Bersamaan dengan
datangnya, hujan turun dengan derasnya. Air hujan yang pealn-pelan
menggenangi tempat sujud Nabi, yang dengan lembut menyapa kulit muka
beliau, sama sekali tak mengurangi keasyikan beliau menikmati prosesi
malaikat yang dipimpin Jibril turun membelai dan menebar al qadar di muka
bumi. Nabi yang tenggelam dalam keasyikannya.
Keasyikan berbeda yang tak ada seorang perawi pun mengisahkannya
secara imajiner, dilukiskan seorang ulama sebagai yang tiada taranya.
Terbukti dengan sujud Nabi yang sangat panjang, sangat lama dan tidak
mempedulikan bagian gemercik air hujan yang makin lama membahasi pipimulia Nabi. Beliau sama sekali tidak bergeming. Tenggelam dalam keasyikan
mendalam mengikuti prosesi malaikat dalam tabuh merdu segala merdu. Dlaam
kidiung keselamatan membuluh perindu, yang didedangkan tak henti sampai
fajar menyapa semesta. Malaikat pun menorehkan keindahan di mana-mana.
Di hati pemburu Laialtul Qodar. Di hati kita. Wao! Betapa!
Kita telah melakukan ancang-ancang sejak awal Ramadhan dan nafsu
selama sua puluh hari penuh telah kita latih menyabari amal yang paling
membosankan sekalipun. Kita lakukan amal yang di luar Ramadhan tidak
pernah kita kerjakan. Tarawih, tadarrus, dan sedekah.
Kita telah melatih hati dan nafsu kita untuk memiliki ketahanan dan daya
tahan kuat demi pahala yang terhitung kelipatannya. Di antara kita bahkan
ada yang sudah memulai iktikaf sejak tanggal sebelas, lalu meneruskannya
dengan lebih intens hingga Ramadhan berakhir. I'tikaf adalah adalah bagian
dari ibadah yang paling ringan. Hanya thenguk-thenguk, duduk diam di masjid,
tanpa bacaan, tanpa menggerakkan anggota badan, bahkan terkantuk-kantuk,
namun punya nilai dan berpahala.

Nabi menganjurkan kepada kita menangguk datangnya Lailatul Qodar


dengan ber i'tikaf itu, dengan ibadah paling ringan itu. Agar semua kita bisa
melaksanakan dan memperoleh keunggulan malam seribu bulan yang dahsyat
itu, yang setiap mukmin pasti mendambakannya itu. Allah menggambarkan,
Lailatul Qodar (seharusnya) menjadi pilihan ketimbang seribu bulan. Artinya,
dia sangat diikhtiarkan sungguh-sungguh oleh setiap shaim. Dan itu tidaklah
terlalu berat. Dia berada dalam satu malam pada lima malam (saja) yang
dijanjikan pasti datang, yaitu pada malam-malam tanggal 21, 23, 25, 27, dan
29 Ramadhan.
Begitu menurut Nabi. Di antara kita (dari sekian Muslim yang berpuasa)
telah memanjakan nafsu dan keinginan untuk lebih suka bersantai sebelum
malam-malam itu menjelang. Tidur dan merenung. Setelah malam-malam itu
lewat, kita berbuat sesuka nafsu keinginan kita. Sepanjang tahun. Allah dan
Nabi menginginkan agar orang-orang beriman dapat menikmati pemandandan
sangat indah, prosesi malaikat yang dipimpin Jibril turun ke bumi dengan
gebyar warna-warni indah pelangi yang serasi. Sambil menebar janji pahala
tak terhingga kelipatannya, hanya satu malam saja ditangguk oleh shaim yang
berlega hati "thaharri berupaya bersungguh-sungguh "menemukannya".
Sungguh.
Kita semua percaya itu, karena kita mukmin yang beriman pada yang
ghaib. Prosesi malaikat Laialatul Qodar itu ghaib dan hanya bisa disaksikan
dengan mata hati yang tajam, bening, dan bersih dari "roin" (cemar duniawi
yang menyaput nurani karena perbuatan tak bermutu yang dilakukan seharihari). Selama dua puluh hari kita telah mengelap gemerlap hari kita,
membersihkannya dari "roin" sehingga manakala kita berlega hati meneguhkan
konsentrasi penuh mencegat iring-iringan prosesi malaikat dan Ruh di malam
al-qadar itu, dengan mata hati kita yang telah bening itu, niscaya kita akan
dapat menyaksikan keindahan tiada tara itu. Keindahan malam seribu bulan.
Mudah-mudahan di malam itu kita sempat menggumamkan doa : "Rabbana
Inna Ka 'Afuwun Karim, Tuhibbul 'afwa fa'fu anna". "Duh Gusti, Paduka Maha
Pengampun lagi Maha Pemurah, Paduka menyukai pengampunan, ampunkan dosa
kami. " Kembalikan Gusti, perekat kebangsaan kami, perekat keindonesiaan
kami. Amin.

Вам также может понравиться