Вы находитесь на странице: 1из 13

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A.Nursing Mouth Caries (NMC)


Nursing Mouth Caries merupakan karies dengan pola lesi yang unik pada bayi,
balita, dan anak prasekolah yang disebabkan oleh pemberian susu botol, ASI ataupun
cairan manis lainnya dalam jangka waktu yang panjang selama beberapa jam sampai
anak tertidur dan kadang dapat diberikan sepanjang malam. Definisi Nursing Mouth
Caries bervariasi dalam berbagai literatur, oleh karena itu pada tahun 2003 The
American Academy of Pediatric Dentistry (AAPD) menetapkan definisi dari Nursing
Mouth Caries adalah adanya satu atau lebih karies (kavitas atau non kavitas), adanya gigi
yang hilang karena karies atau adanya gigi desidui anak usia 0-71 bulan (4,10).
Nursing Mouth Caries terjadi sejak usia dini, setelah erupsi gigi. Ciri khas karies
ini berupa bintik kecoklatan pada permukaan labial servikal enamel insisivus maksila
bintik ini berkembang karena adanya bakteri melanogenik yang merupakan tanda awal
ketidakseimbangan flora mulut (8).
B.

Prevalensi Terjadinya Nursing Mouth Caries


Nursing Mouth Caries merupakan salah satu masalah kesehatan yang dialami balita
dan anak-anak di seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Menurut data Studi Kesehatan
Rumah Tangga (SKRT) tahun 2001 diperoleh hasil sebanyak 81,3% anak usia 5 tahun
memiliki gigi yang berlubang. Berdasarkan beberapa penelitian di Indonesia didapatkan
prevalensi karies pada gigi sulung bervariasi antara 61%-85% (13). Di negara maju,
frekuensi rata-rata Nursing Mouth Caries berkisar 1-12% sedangkan di negara
berkembang frekuensi rata-rata Nursing Mouth Caries berkisar 70% dari populasi anak
pra-sekolah (12).

Penelitian sejenis juga pernah dilakukan pada tahun 2004 di Posyandu Desa
Cileunyi Wetan Kecamatan Cileunyi Kabupaten Bandung. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa 180 anak (56,78%) dari 317 anak mengalami Nursing Mouth Caries, hanya saja
pada penelitian tersebut penulis mengelompokkan angka kejadian Nursing Mouth Caries
hanya berdasarkan frekuensi penyikatan gigi anak. Sedangkan pada penelitian ini tingkat
kejadian Nursing Mouth Caries tidak hanya dilihat dari frekuensi penyikatan gigi anak,
tetapi juga dilihat dari usia anak, tingkat pendidikan dan pengetahuan ibu, dan kebiasaan
meminum susu pada anak. Selain itu lokasi pada penelitian ini dilakukan di daerah
Banjarmasin.
C.

Penyebab Nursing Mouth Caries


Nursing Mouth Caries merupakan multi faktorial disease. Faktor-faktor penyebab
Nursing Mouth Caries termasuk faktor host yang rentan, plak gigi, tingginya angka
kariogenik dari mikro-organisme seperti Streptococcus mutans dan Lactobacillus, dan
waktu. Nursing Mouth Caries merupakan masalah kesehatan masyarakat yang serius
pada anak yang masih berusia sangat muda, meskipun tidak mengancam terhadap
kehidupan anak Nursing Mouth Caries

yang dibiarkan dan tidak diobati dapat

menyebabkan rasa sakit pada anak, bakteremia, berkuranganya kemampuan mengunyah


anak, maloklusi pada gigi permanen, masalah fonetik, dan kurangnya rasa percaya diri
pada anak. Selain itu karies gigi juga dilaporkan dapat mengurangi kemampuan seorang
anak untuk menambah berat badan (10).
Proses karies secara umumnya dapat terjadi karena kombinasi dan interaksi dari
faktor-faktor di bawah ini, apabila satu saja dari faktor ini tidak berinteraksi dengan
faktor lainnya maka proses karies tidak akan terjadi. Faktor-faktor tersebut adalah:
a. Faktor Host
Gigi terdiri dari lapisan luar yaitu enamel dan dentin. Pada umumnya,karies akan
bermula pada enamel gigi, oleh karena itu struktur enamel sangat berperan penting
dalam terjadinya karies. Struktur enamel terdiri dari struktur kimia kompleks

dengan gugusan kristal terpenting yaitu hidroksil apatit. Gigi desidui lebih mudah
terserang karies dibandingkan dengan gigi permanen, hal ini disebabkan karena
enamel gigi desidui mengandung lebih banyak bahan organik dan air sedangkan
jumlah mineralnya lebih sedikit dibandingkan dengan gigi permanen. Selain itu,
kristal-kristal gigi desidui masih belum sepadat gigi permanen (22).
Faktor gigi berupa morfologi dan anatomi gigi juga berpengaruh pada
pembentukan karies. Pit dan fissure yang dalam pada gigi dapat menjadi lokasi
perkembangan karies. Plak juga lebih mudah melekat pada gigi yang memiliki
permukaan kasar dan mempercepat perkembangan karies (22).
b.Bakteri
Rongga mulut merupakan tempat pertumbuhan banyak bakteri. Secara normal
bakteri diperlukan di rongga mulut, tetapi apabila terdapat sisa makanan yang
menempel terus pada permukaan gigi maka akan menyebabkan timbulnya plak
pada gigi. Salah satu bakteri yang berpengaruh terhadap terjadinya karies adalah
Streptococcus mutans. Streptococcus mutans tidak melekat secara pada kuat pada
gigi, sehingga plak yang telah terbentuk sebelumnya menjadi awal pembentukan
kolonisasi bakteri ini (13).
Banyak penelitian yang menghubungkan bakteri Streptococcus mutans dengan
terjadinya karies, dan beberapa penelitian laboratorium menunjukan kemampuan
bakteri Stretpococcus mutans untuk memproduksi asam yang menyebabkan karies.
Selain itu, bakteri penghasil asam lainnya yaitu Streptococcus sobrinus juga
dihubungkan dengan penyebab terjadinya karies, walaupun presentasinya lebih
kecil dibandingkan Streptococcus mutans. Lactobacillus juga dihubungkan dengan
proses terjadinya karies dan dianggap berperan dalam patogenesis sekunder dalam
dental karies. Bakteri Actnomyces juga diperkirakan memiliki hubungan dengan
terjadinya karies terutama karies pada permukaan akar gigi (13).
Pembentukan karies dimulai dari akumulasi protein saliva dan
adhesive glukan pada permukaan enamel untuk membentuk biofilm

oral,sehingga memungkinan Streptococcus mutans menempel pada permukaan


gigi. Produksi asam laktat selama metabolisme karbohidrat oleh Streptococcus mutans
dapat menyebabkan demineralisasi enamel dan akhirnya menimbulkan dekalsifikasi,
rusaknya struktur gigi,

dan

berpotensi

terjadinya

kehilangan

gigi.

Akumulasi

Streptococcus mutans dapat meningkatkan pH biofilm oral, yang kemudian dapat


meningkatkan jumlah
mikroorganisme acidogenic (23).
c. Substrat
Menurut The American Academy of Pediatric Dentistry (AAPD) frekuensi
mengonsumsi minuman seperti soda, jus, dan susu dapat meningkatkan
kemungkinan terjadinya karies. Sisa makanan terutama golongan karbohidrat
apabila melekat terus pada gigi akan dapat diubah oleh bakteri menjadi asam
melalui proses glikolisis, bila suasana di sekitar gigi menjadi asam maka mineral
kalsium dan fosfor akan lepas dari permukaan gigi sehingga gigi menjadi rapuh
dan akhirnya terbentuk karies (13).
Anak yang menderita Nursing Mouth Caries biasanya mengonsumsi gula dalam
bentuk cairan dalam jangka waktu yang lama. Sukrosa, glukosa, dan fruktosa
yang terkandung dalam minuman manis dimetabolisme oleh Streptococcus
mutans dan Lactobacillus sp dengan sangat cepat menjadi asam organik yang
akan menyebabkan terjadinya demineralisasi struktur enamel dan dentin (13).
Streptococcus mutans berperan dalam permulaan terjadinya karies, sedangkan
Lactobacillus sp berperan pada proses perkembangan dan kelanjutan karies.
Pertama kali akan terlihat white spot pada permukaan enamel dan kemudian
proses ini berjalan secara perlahan sehingga lesi kecil tersebut berkembang, dan
dengan adanya destruksi bahan organik kerusakan berlanjut pada dentin disertai
kematian odontoblast (14).
Penggunaan botol susu pada anak dapat menambah frekuensi terpaparnya
permukaan gigi anak dengan glukosa. Kebiasaan pemberian nutrisi pada anak

sampai anak tertidur dapat meningkatkan resiko terjadinya Nursing Mouth


Caries, hal ini diakibatkan kebersihan rongga mulut yang tidak baik dan
menurunnya laju aliran saliva pada saat anak tertidur (13).
d. Waktu
Waktu sangat berpengaruh terhadap terjadinya karies, dan merupakan faktor
pokok yang berpengaruh terhadap perkembangan karies. Bakteri dan substrat
membutuhkan waktu yang lama untuk demineralisasi dan progresi karies. Ketiga
faktor di atas saling berinteraksi dalam waktu yang bersamaan dan menyebabkan
terjadinya demineralisasi (biasanya terjadi setelah 2 jam) sehingga terbentuk
karies. Lamanya waktu yang diperlukan karies untuk berkembang menjadi suatu
kavitas sangat bervariasi, biasanya kavitas terbentuk setelah 6-48 bulan (13).
D. Gambaran Klinis Nursing Mouth Caries
Nursing Mouth Caries berkembang sangat cepat dan mempengaruhi gigi-gigi di
sekitarnya. Adapun tahap perkembangan Nursing Mouth Caries adalah sebagai berikut
(15):
a. Tahap Awal (Initial Stage)
Tahap awal ditandai dengan lesi yang terlihat pucat, dan terdapat lesi
demineralisasi berwarna opaque pada smooth surfaces pada insisivus sentral
maksila, biasanya terjadi saat anak berusia 10-20 bulan, atau kadang-kadang
bahkan lebih muda. Terdapat garis keputihan yang khas yang dapat terlihat pada
regio servikal dari vestibular dan permukaan palatal dari gigi insisivus rahang
atas.
b. Tahap Kedua (Second Stage)
Tahap kedua terjadi ketika anak berusia 16-24 bulan. Dentin terkena dampak
dari lesi putih pada insisivus yang terbentuk secara cepat dan menyebabkan
rusaknya enamel. Dentin yang terbuka dan lunak berwarna kuning. Muncul lesi
awal pada molar desidui maksila pada daerah servikal, proksimal, dan oklusal.
Pada tahap ini, anak biasanya mulai merasa tidak nyaman terhadap adanya
rangsangan dingin.

10

c. Tahap Ketiga (Third Stage)


Tahap ini terjadi ketika anak berusia 20-36 bulan, yang ditandai dengan lesi yang
besar dan dalam pada gigi insisivus rahang atas, disertai dengan terjadinya iritasi
pulpa. Anak sering mengeluh sakit pada saat mengunyah ataupun menggosok gigi
dan sering terjadi nyeri spontan pada malam hari. Pada tahap ini, molar desidui
rahang atas berada pada tahap kedua (second stage), sementara pada molar
desidui rahang bawah dan kaninus rahang atas terjadi tahap awal (initial stage)
dalam pembentukan karies ini.
d.Tahap Keempat (Fourth Stage)
Tahap ini terjadi ketika anak berusia 30-48 bulan, ditandai dengan fraktur koronal
pada gigi anterior rahang atas yang disebabkan karena kerusakan pada enamel dan
dentin. Pada tahap ini gigi insisivus maksila biasanya mengalami nekrosis,
sedangkan molar desidui maksila berada pada tahap ketiga. Molar dua, kaninus
maksila dan molar satu mandibula berada pada tahap kedua.

Gambar 2.1 Tahap Awal NMC (Initial Stage)

Gambar 2.2 Tahap Kedua NMC (Second Stage)

11

Gambar 2.3 Tahap Ketiga NMC (Third Stage)

Gambar 2.4 Tahap Keempat NMC (Fourth Stage)

Nursing Mouth Caries dibagi menjadi empat tingkat perluasan,yaitu (16):


a. Tipe I. Minimal
Karies terdapat pada dua permukaan gigi anterior rahang atas dan tidak terdapat
pada permukaan gigi posterior.
b. Tipe II. Mild
Karies terdapat pada lebih dari dua permukaan gigi anterior rahang atas dan tidak
terdapat pada gigi posterior.
c. Tipe III. Moderate
Dua atau lebih permukaan gigi anterior rahang atas menderita karies dan
ditemukan satu atau lebih gigi posterior menderita karies.
d. Tipe IV. Severe
Dua atau lebih permukaan gigi anterior rahang atas menderita karies, ditemukan
satu atau lebih gigi dengan pulpa terbuka, dan karies telah terlihat pada gigi
anterior rahang bawah.
Karena gigi insisivus maksila merupakan gigi yang paling awal erupsi pada rahang
atas, maka gigi ini akan menjadi gigi yang pertama dan paling lama terserang Nursing

12

Mouth Caries, sehingga pada pemeriksaan gigi yang paling parah terkena dampak dari
karies ini adalah keempat gigi insisivus maksila.

Gambar 2.5 Mild Nursing Mouth Caries

Gambar 2.6 Moderate Nursing Mouth Caries

Gambar 2.7 Severe Nursing Mouth Caries


E. Diagnosa Nursing Mouth Caries
Diagnosa dari Nursing Mouth Caries dapat ditegakkan melalui visual maupun
pemeriksaan klinis dari anak yang bersangkutan.
Diagnosa yang tepat dan pencatatan lesi karies dapat dicapai apabila gigi anak
dalam keadaan bersih dan kering. Gambaran klinis awal dari Nursing Mouth Caries
adalah adanya spot putih yang biasanya dimulai pada sepertiga servikal gigi anterior
rahang atas. Dalam Nursing Mouth Caries tahap lanjut lesi dapat berkembang dan

13

memasuki jaringan pulpa dan akar. Pemeriksaan visual gigi dengan menggunakan kaca
mulut sangat penting untuk mendiagnosa lesi karies (16).
F. Perawatan Nursing Mouth Caries
Jenis perawatan pada Nursing Mouth Caries tergantung pada anak, motivasi orang
tua untuk dilakukan perawatan, tingkat keparahan karies, dan usia anak. Semakin parah
karies maka semakin kompleks pula perawatan yang dilakukan, oleh karena itu sangat
dibutuhkan diagnosa yang tepat. Perawatan Nursing Mouth Caries dapat dilakukan
antara lain dengan penambalan, mahkota stainless stell atau akrilik, sampai
pulpektomi/pulpotomi (17).
G. Pemberian ASI terhadap Proses Karies
Bayi yang menyusu sepanjang malam dilaporkan mengalami peningkatan resiko
karies. American Academy of Pediatric Dentistry mengidentifikasi pemberian ASI
merupakan nutrisi yang ideal untuk bayi, tetapi pemberian ASI yang berkepanjangan
dapat menjadi resiko potensial terjadinya Nursing Mouth Caries (18). Melekatnya puting
susu ibu sepanjang malam pada mulut bayi yang diikuti oleh penurunan aliran saliva
serta berkurangnya aktivitas penelanan menyebabkan ASI bertahan lama pada
permukaan gigi, yang memungkinkan bakteri melakukan fermentasi terhadap laktosa dan
berjalanlah proses karies. Pada malam hari sekresi saliva hampir berhenti (10ml/8jam)
oleh karena berkurangnya aktivitas penelanan sehingga kelenjar parotis sama sekali tidak
menghasilkan saliva. Derajat keasaman pH dan kapasitas buffer saliva ditentukan oleh
susunan kuantitatif dan kualitatif elektrolit di dalam saliva. Derajat keasaman saliva
dalam keadaan normal antara 5,6-7,0 dengan rata-rata pH 6,7. Beberapa faktor yang
menyebabkan perubahan pada pH saliva antara lain rata-rata kecepatan aliran saliva,
mikroorganisme rongga mulut, dan kapasitas buffer saliva. Derajat keasaman (pH) saliva
optimum untuk pertumbuhan bakteri 6,57,5 dan apabila rongga mulut pH-nya rendah

14

antara 4,55,5 akan memudahkan pertumbuhan kuman asidogenik seperti Streptococcus


mutans dan Lactobacillus (14).
Apabila dalam keadaan tidur ASI masih berada dalam rongga mulut yang disertai
dengan penurunan aliran saliva maka fungsi saliva di dalam rongga mulut tidak akan
berjalan optimal, terutama fungsinya sebagai buffer yang berguna untuk menetralisir
asam yang dihasilkan oleh fermentasi karbohidrat yang dapat menyebabkan karies.

H. Pemberian Susu Botol/Susu Formula terhadap Proses Karies


Pemberian susu botol pada bayi merupakan tindakan yang tidak dapat dihindari
pada masa sekarang, namun pemberian susu botol ini dapat memicu terjadinya Nursing
Mouth Caries apabila tidak dilakukan dengan benar. Karbohidrat dalam susu formula
seperti sukrosa dan laktosa merupakan jenis karbohidrat yang bersifat paling kariogenik,
oleh karena itu kedua jenis karbohidrat yang terkandung dalam susu ini menjadi
penyebab utama terjadinya karies. Cairan yang mengandung karbohidrat akan
mengalami stagnasi cukup lama pada permukaan gigi, terutama apabila anak dibiarkan
mengedot selama anak tertidur. Selama anak tertidur, terjadi penurunan aktifitas
penelanan dan penurunan aliran saliva, hal inilah yang menyebabkan cairan yang
mengandung karbohidrat stagnasi cukup lama pada permukaan gigi (19).
Cairan yang mengandung karbohidrat, seperti diketahui merupakan kultur
medium yang sangat baik untuk bakteri asidogenik. Ini berarti selama tidur, jenis-jenis
bakteri yang terdapat pada plak mempunyai kesempatan untuk melakukan fermentasi dan
memproduksi asam. Sehubungan dengan penurunan aliran saliva yang berfungsi sebagai
buffer, maka produk-produk asam yang dihasilkan akan mengakibatkan rusaknya enamel
gigi, inilah awal terjadinya proses karies.
Frekuensi meminum susu juga merupakan faktor penting dalam perkembangan
Nursing Mouth Caries. Risiko karies meningkat pada anak yang minum susu botol lebih

15

dari 9 botol per hari. Susu mengandung hampir semua unsur gizi yang dibutuhkan
manusia, seperti protein,

lemak,

gula,

mineral dan hampir semua vitamin. Cara

pemberian botol susu perlu diperhatikan sejak awal. Pemberian susu botol untuk
membuat anak tidur tidak dianjurkan, karena cara ini akan sulit sekali dihentikan.
Berikan susu botol pada saat anak terjaga, dalam keadaan dipangku. Kontak yang
berkepanjangan antara permukaan gigi dengan cairan yang mengandung gula akan
menimbulkan pola khas dari gigi berlubang, terutama pada gigi anterior, dimana aliran
air ludah selama tidur sangat berkurang (21).

I. Pembersihan Rongga Mulut Pada Anak


Pembersihan gigi anak setelah pemberian susu botol ataupun ASI merupakan
preventif yang baik untuk mencegah terjadinya karies karena bakteri dan substrat
membutuhkan waktu yang lama untuk terjadinya demineralisasi dan proses karies. Oleh
karena itu pembersihan rongga mulut anak setelah menyusu sangat penting untuk
dilakukan, pendidikan dasar tentang prosedur kesehatan rongga mulut penting dilakukan
pada anak sejak tahun pertama kelahiran (0-12 bulan). Kegiatan membersihkan plak dari
rongga mulut harus dimulai sejak gigi pertama anak erupsi (1).
Menurut hasil penelitian Stecksen-Blicks dan Holm, anak yang melakukan
penyikatan gigi secara teratur dalam sehari dengan frekuensi dua kali atau lebih (setelah
sarapan dan sebelum tidur) dan dibantu oleh orangtua, lebih rendah terkena risiko karies.
Proses penyikatan gigi pada anak dengan frekuensi yang tidak optimal dapat disebabkan
karena anak tidak dibiasakan melakukan penyikatan gigi sejak dini oleh orang tua,
sehingga anak tidak mempunyai kesadaran dan motivasi untuk memelihara kebersihan
dan kesehatan gigi dan mulutnya (21).

16

J. Tingkat Pendidikan dan Pengetahuan Ibu terhadap Karies


Dari penelitian terdahulu, ditemukan adanya hubungan terbalik antara tingkat
pendidikan ibu dengan Nursing Mouth Caries. 73% dari anak dengan Nursing Mouth
Caries memiliki orangtua yang berpendidikan dibawah sekolah menengah. Orangtua
dengan pendidikan yang cukup dapat diberitahu untuk tidak membiarkan anak tidur
sambil minum dengan botol, mengurangi frekuensi konsumsi gula, dan menggosok gigi
anak setiap malam (20).
Dari penelitian Kerrod B, Hallet & Peter K.ORouke tahun 2006 didapatkan hasil
pendidikan ibu memiliki hubungan bermakna dengan tingkat keparahan Nursing Mouth
Caries. Makin tinggi pendidikan ibu, makin rendah rata-rata skor def-t. Rendahnya
tingkat pendidikan ibu dapat menjadikannya kurang terpapar dengan informasi mengenai
kesehatan, seperti misalnya pemilihan makanan bergizi. Pada penelitian terdahulu di DKI
Jakarta, juga ditemukan adanya hubungan bermakna antara pendidikan ibu dengan
tingkat Nursing Mouth Caries (20).
Oleh karena itu, pendidikan maupun pengetahuan tentang karies gigi sangat
penting dalam pencegahan Nursing Mouth Caries. Chestnut dkk menunjukkan bahwa
banyak ibu tahu bahwa anak-anak tidur dengan botol berisi cairan gula itu berbahaya.
Namun, karena mereka tidak mengerti mengapa hal itu berbahaya, mereka terus
memberikan minuman manis di malam hari. Perilaku ibu dalam memelihara kesehatan
gigi dan mulutnya menunjukkan pengaruh positif yang jelas pada kebiasaan anak
membersihkan gigi dan pada kesehatan gigi mereka. Adanya kebiasaan memelihara
kesehatan gigi berinteraksi dengan sikap positif untuk mendapatkan kesehatan gigi dan
mulut (20).

K. Usia Anak Terhadap Proses Karies

17

Peningkatan usia anak akan meningkatkan risiko kejadian Nursing Mouth Caries.
Pada anak yang diberikan susu botol lebih dini, kemungkinan akumulasi karbohidrat
dalam susu yang diberikan akan lebih tinggi sehingga menyebabkan gigi menjadi lebih
rentan terserang karies. Anak usia 13-18 bulan memiliki risiko untuk menderita Nursing
Mouth Caries 3 kali dibandingkan anak usia 6-12 bulan, sedangkan pada anak usia 19-24
bulan risiko untuk menderita Nursing Mouth Caries 11 kali dibandingkan dengan anak
usia 6-24 bulan. Makin bertambah usia, makin tinggi risiko kejadian Nursing Mouth
Caries. Hal ini disebabkan karena semakin lama gigi terpapar berbagai faktor risiko
karies, semakin besar risiko kejadian Nursing Mouth Caries (20).

Вам также может понравиться