Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
TINJAUAN PUSTAKA
Penelitian sejenis juga pernah dilakukan pada tahun 2004 di Posyandu Desa
Cileunyi Wetan Kecamatan Cileunyi Kabupaten Bandung. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa 180 anak (56,78%) dari 317 anak mengalami Nursing Mouth Caries, hanya saja
pada penelitian tersebut penulis mengelompokkan angka kejadian Nursing Mouth Caries
hanya berdasarkan frekuensi penyikatan gigi anak. Sedangkan pada penelitian ini tingkat
kejadian Nursing Mouth Caries tidak hanya dilihat dari frekuensi penyikatan gigi anak,
tetapi juga dilihat dari usia anak, tingkat pendidikan dan pengetahuan ibu, dan kebiasaan
meminum susu pada anak. Selain itu lokasi pada penelitian ini dilakukan di daerah
Banjarmasin.
C.
dengan gugusan kristal terpenting yaitu hidroksil apatit. Gigi desidui lebih mudah
terserang karies dibandingkan dengan gigi permanen, hal ini disebabkan karena
enamel gigi desidui mengandung lebih banyak bahan organik dan air sedangkan
jumlah mineralnya lebih sedikit dibandingkan dengan gigi permanen. Selain itu,
kristal-kristal gigi desidui masih belum sepadat gigi permanen (22).
Faktor gigi berupa morfologi dan anatomi gigi juga berpengaruh pada
pembentukan karies. Pit dan fissure yang dalam pada gigi dapat menjadi lokasi
perkembangan karies. Plak juga lebih mudah melekat pada gigi yang memiliki
permukaan kasar dan mempercepat perkembangan karies (22).
b.Bakteri
Rongga mulut merupakan tempat pertumbuhan banyak bakteri. Secara normal
bakteri diperlukan di rongga mulut, tetapi apabila terdapat sisa makanan yang
menempel terus pada permukaan gigi maka akan menyebabkan timbulnya plak
pada gigi. Salah satu bakteri yang berpengaruh terhadap terjadinya karies adalah
Streptococcus mutans. Streptococcus mutans tidak melekat secara pada kuat pada
gigi, sehingga plak yang telah terbentuk sebelumnya menjadi awal pembentukan
kolonisasi bakteri ini (13).
Banyak penelitian yang menghubungkan bakteri Streptococcus mutans dengan
terjadinya karies, dan beberapa penelitian laboratorium menunjukan kemampuan
bakteri Stretpococcus mutans untuk memproduksi asam yang menyebabkan karies.
Selain itu, bakteri penghasil asam lainnya yaitu Streptococcus sobrinus juga
dihubungkan dengan penyebab terjadinya karies, walaupun presentasinya lebih
kecil dibandingkan Streptococcus mutans. Lactobacillus juga dihubungkan dengan
proses terjadinya karies dan dianggap berperan dalam patogenesis sekunder dalam
dental karies. Bakteri Actnomyces juga diperkirakan memiliki hubungan dengan
terjadinya karies terutama karies pada permukaan akar gigi (13).
Pembentukan karies dimulai dari akumulasi protein saliva dan
adhesive glukan pada permukaan enamel untuk membentuk biofilm
dan
berpotensi
terjadinya
kehilangan
gigi.
Akumulasi
10
11
12
Mouth Caries, sehingga pada pemeriksaan gigi yang paling parah terkena dampak dari
karies ini adalah keempat gigi insisivus maksila.
13
memasuki jaringan pulpa dan akar. Pemeriksaan visual gigi dengan menggunakan kaca
mulut sangat penting untuk mendiagnosa lesi karies (16).
F. Perawatan Nursing Mouth Caries
Jenis perawatan pada Nursing Mouth Caries tergantung pada anak, motivasi orang
tua untuk dilakukan perawatan, tingkat keparahan karies, dan usia anak. Semakin parah
karies maka semakin kompleks pula perawatan yang dilakukan, oleh karena itu sangat
dibutuhkan diagnosa yang tepat. Perawatan Nursing Mouth Caries dapat dilakukan
antara lain dengan penambalan, mahkota stainless stell atau akrilik, sampai
pulpektomi/pulpotomi (17).
G. Pemberian ASI terhadap Proses Karies
Bayi yang menyusu sepanjang malam dilaporkan mengalami peningkatan resiko
karies. American Academy of Pediatric Dentistry mengidentifikasi pemberian ASI
merupakan nutrisi yang ideal untuk bayi, tetapi pemberian ASI yang berkepanjangan
dapat menjadi resiko potensial terjadinya Nursing Mouth Caries (18). Melekatnya puting
susu ibu sepanjang malam pada mulut bayi yang diikuti oleh penurunan aliran saliva
serta berkurangnya aktivitas penelanan menyebabkan ASI bertahan lama pada
permukaan gigi, yang memungkinkan bakteri melakukan fermentasi terhadap laktosa dan
berjalanlah proses karies. Pada malam hari sekresi saliva hampir berhenti (10ml/8jam)
oleh karena berkurangnya aktivitas penelanan sehingga kelenjar parotis sama sekali tidak
menghasilkan saliva. Derajat keasaman pH dan kapasitas buffer saliva ditentukan oleh
susunan kuantitatif dan kualitatif elektrolit di dalam saliva. Derajat keasaman saliva
dalam keadaan normal antara 5,6-7,0 dengan rata-rata pH 6,7. Beberapa faktor yang
menyebabkan perubahan pada pH saliva antara lain rata-rata kecepatan aliran saliva,
mikroorganisme rongga mulut, dan kapasitas buffer saliva. Derajat keasaman (pH) saliva
optimum untuk pertumbuhan bakteri 6,57,5 dan apabila rongga mulut pH-nya rendah
14
15
dari 9 botol per hari. Susu mengandung hampir semua unsur gizi yang dibutuhkan
manusia, seperti protein,
lemak,
gula,
pemberian botol susu perlu diperhatikan sejak awal. Pemberian susu botol untuk
membuat anak tidur tidak dianjurkan, karena cara ini akan sulit sekali dihentikan.
Berikan susu botol pada saat anak terjaga, dalam keadaan dipangku. Kontak yang
berkepanjangan antara permukaan gigi dengan cairan yang mengandung gula akan
menimbulkan pola khas dari gigi berlubang, terutama pada gigi anterior, dimana aliran
air ludah selama tidur sangat berkurang (21).
16
17
Peningkatan usia anak akan meningkatkan risiko kejadian Nursing Mouth Caries.
Pada anak yang diberikan susu botol lebih dini, kemungkinan akumulasi karbohidrat
dalam susu yang diberikan akan lebih tinggi sehingga menyebabkan gigi menjadi lebih
rentan terserang karies. Anak usia 13-18 bulan memiliki risiko untuk menderita Nursing
Mouth Caries 3 kali dibandingkan anak usia 6-12 bulan, sedangkan pada anak usia 19-24
bulan risiko untuk menderita Nursing Mouth Caries 11 kali dibandingkan dengan anak
usia 6-24 bulan. Makin bertambah usia, makin tinggi risiko kejadian Nursing Mouth
Caries. Hal ini disebabkan karena semakin lama gigi terpapar berbagai faktor risiko
karies, semakin besar risiko kejadian Nursing Mouth Caries (20).