Вы находитесь на странице: 1из 27

BAB I

PENDAHULUAN

Adenomiosis, dikenal pula dengan nama endometriosis interna, merupakan


kelainan jinak uterus yang ditandai oleh adanya komponen epitel dan stroma jaringan
endometrium fungsional di miometrium.1,2 Adenomiosis terdiri dari adeno (kelenjar),
mio (otot) dan osis (suatu kondisi) yang secara tidak jelas didefinisikan sebagai
adanya atau tumbuhnya kelenjar (endometrium) di lapisan otot (miometrium).2
Pada keadaan normal, terdapat lapisan pembatas antara endometrium dan
miometrium yang berfungsi sebagai pertahanan terhadap invasi dari jaringan
endometrium. Adenomiosis adalah suatu keadaan dimana jaringan endometrium yang
merupakan lapisan rahim, ada dan tumbuh di dalam dinding (otot) rahim.2,3
Adenomiosis sebagai invasi jinak jaringan endometrium ke dalam lapisan
miometrium yang menyebabkan pembesaran uterus difus dengan gambaran
mikroskopis kelenjar dan stroma endometrium ektopik non neoplastik dikelilingi oleh
jaringan miometrium hipertrofik dan hiperplastik.2,3,4
Adenomiosis merupakan kelainan patologis yang sering ditemukan pada
wanita multipara usia 40 50 tahun, wanita premenopause dengan diagnosis
adenomiosis yaitu 70%. Adenomiosis berperan sebagai salah satu penyebab
subfertilitas bahkan infertilitas pada populasi wanita. Hanya saja diagnosis
adenomiosis saat itu masih berdasarkan spesimen histerektomi sehingga sangat sulit
mengevaluasi pengaruhnya terhadap fertilitas.4
Dalam berbagai penelitian, prevalensinya berkisar antara 5 hingga 70%.
Besarnya rentang ini mungkin di karenakan oleh banyak faktor termasuk klasifikasi
diagnostik yang beragam, perbedaan jumlah jaringan yang diambil sebagai sample
biopsy dan biasa yang mungkin timbul dari hal patologinya sendiri karena
mempertimbangkan perjalanan penyakit pasien. Secara umum, rata rata frekuensi
kejadian adenomiosis pada histerektomi adalah sekitar 20-30%.4,5

Diagnosis adenomiosis secara klinis sulit ditegakan karena disebabkan oleh


gejala adenomiosis yang tidak khas, dimana gejala tersebut juga ditemukan pada
fibroid uterus, perdarahan uterus disfungsional (PUD) maupun endometriosis.
Beberapa pencitraan yang digunakan pada pasien yang dicurigai adenomiosis yaitu
histerosalpingografi (HSG), USG transabdominal, USG transvaginal dan MRI.5
Berikut ini akan disampaikan laporan kasus tentang diagnosis dan penatalaksanaan
adenomiosis.

BAB II
LAPORAN KASUS
IDENTITAS
Nama

: Ny. M.S.

Umur

: 50 tahun

Tempat, tanggal lahir

: Tondano , 12 Desember 1966

Alamat

: Roong Lingkungan IV, Tondano Barat

Pekerjaan

: IRT

Pendidikan

: SMA

Status

: Menikah

Bangsa

: Indonesia

Agama

: Kristen Protestan

Suami

: Tn. S. B.

Umur Suami

: 55 tahun

Pekerjaan Suami

: Swasta

Pendidikan Suami

: SMA

MRS tanggal/jam

: 19 Juli 2016 / 21.00 WITA

ANAMNESIS
Anamnesis diberikan oleh penderita (autoanamnesa).

Keluhan utama : Perdarahan bergumpal-gumpal

Riwayat penyakit sekarang


Pasien masuk rumah sakit pada tanggal 19 Juli 2016, jam 21.00 WITA dengan

keluhan perdarahan bergumpal - gumpal sejak 3 hari, perdarahan banyak,


perdarahan terjadi berulang-ulang, perut membesar sejak 1 bulan SMRS, riwayat
bersenggama nyeri, koitus lancar, riwayat abortus (-), merah segar, ganti pembalut 5
pembalut/hari, haid lancar, lama dan banyak, dan nyeri perut hilang timbul sejak 1
bulan yang lalu sebelum masuk rumah sakit, nyeri menghebat 3 hari terakhir. Nyeri

dirasakan seperti ditusuk-tusuk. Buang air besar (BAB) dan buang air kecil (BAK)
normal.
Riwayat penyakit dahulu
Penyakit darah tinggi, jantung, paru, hati, dan ginjal disangkal oleh penderita.
Riwayat DM 1 tahun yang lalu telah diobati. Riwayat operasi daerah perut
disangkal.
ANAMNESA GINEKOLOGI
Riwayat perkawinan
Menikah 1 kali.
o Perkawinan pertama pada usia 24 tahun, dengan usia pernikahan 26 tahun,
memiliki 1 orang anak.
o Hamil anak pertama berumur 24 tahun, anak berjenis kelamin laki-laki umur
26 tahun.

1. Riwayat haid

o Menarche umur 13 tahun


o Siklus teratur
o Lamanya haid 6-7 hari
2. Riwayat Kehamilan
Banyaknya kehamilan 1 kali.
3. Riwayat KB : (-)
4. Riwayat Seksual dan Sosial
Pasien melakukan hubungan seksual pertama kali pada umur 24 tahun. Merokok
(-), minum alkohol (-).
5. Penyakit Operasi dan Pemeriksaan Dahulu
Keputihan

: (-)
4

Riwayat penyakit kehamilan

: (-)

Riwayat operasi

: (-)

Riwayat kuretase

: (-)

RIWAYAT PEMERIKSAAN FISIK


Keadaan Umum

: Cukup

Kesadaran

: Compos Mentis

Tanda Vital

: Tekanan Darah

: 120/80 mmHg

Nadi

: 92 x /menit

Respirasi

: 20 x /menit

Suhu Badan

: 36,7 0c

Warna Kulit

: Sawo matang

Kepala

: Simetris

Mata

: Pupil isokor kiri = kanan, conjungtiva anemis -/-, sclera


Ikterik -/-

Lidah

: Beslag (-)

Gigi

: Caries (-)

Tenggorokan

: Hiperemis (-)

Leher

: Pembesaran kelenjar getah bening (-)

Toraks
Paru

:
: Inspeksi

: Pergerakan simetris kiri = kanan

Jantung

Abdomen

Palpasi

: Stem fremitus kiri = kanan

Perkusi

: Sonor pada kedua lapangan baru

Auskultasi

: Sp.Vesikuler, ronchi -/-, wheezing -/-

: Inspeksi

: Ictus cordis tidak tampak

Palpasi

: Ictus cordis tidak teraba

Perkusi

: Batas jantung normal

Auskultasi

: SI-II normal, bising (-)

: Inspeksi

: Cembung

Palpasi

: Nyeri tekan (+)

Perkusi

: WD (-)

Auskultasi

: Peristalik usus (+) normal.

Ekstremitas

: Edema -/-

Refleks fisiologis

: (+) normal

Refleks patologis

: (-)

PEMERIKSAAN GINEKOLOGI

Status Lokalis (Abdomen)

Inspeksi

: Cembung

Palpasi

: Teraba massa kenyal, setinggi pusat simfisis, tidak berbenjol-

benjol, batas tegas, mobile (-), permukaan licin


Perkusi

: WD (-)

Auskultasi

: Peristaltik usus (+) normal.


6

Status Ginekologi

Inspeksi

: Fluksus (+),vulva tidak ada kelainan.

Inspekulo

: Fluksus (+), vagina tidak ada kelainan, portio licin, retraksi ke


anterior erosi (-), OUE tertutup.

PD

: Fluksus (+), portio licin, nyeri goyang (-), OUE tertutup ,


CUT 16-18 minggu.

A/P bilateral

: Tegang, nyeri (+), tidak teraba pool bawah massa.

Cavum douglasi

: Tidak menonjol

RT

: TSA cekat, mukosa licin

Resume masuk
P1Ao 50 tahun MRS tanggal 19-07-2016 dengan keluhan :
Pasien masuk rumah sakit pada tanggal 19 Juli 2016, jam 21.00 WITA dengan
keluhan perdarahan bergumpal - gumpal sejak 3 hari, perdarahan banyak,
perdarahan terjadi berulang-ulang, perut membesar sejak 1 bulan SMRS, riwayat
bersenggama nyeri, koitus lancer, riwayat abortus (-), merah segar, ganti pembalut 5
pembalut/hari, haid lancar, lama dan banyak, dan nyeri perut hilang timbul sejak 1
bulan yang lalu sebelum masuk rumah sakit, nyeri menghebat 3 hari terakhir. Nyeri
dirasakan seperti ditusuk-tusuk. Buang air besar (BAB) dan buang air kecil (BAK)
normal.
Pemeriksaan Fisisk
Keadaan Umum

: Cukup

Kesadaran

: Compos Mentis

Tanda Vital

: Tekanan Darah

: 120/80 mmHg

Nadi

: 92 x /menit

Respirasi

: 20 x /menit

Suhu Badan

: 36,7 0c

Warna Kulit

: Sawo matang

Kepala

: Simetris

Mata

: Pupil isokor kiri = kanan, conjungtiva anemis -/-, sclera


Ikterik -/-

Jantung Paru

: Tidak ada kelainan

Abdomen

: Abdomen :

Inspeksi

: Cembung

Palpasi

: Teraba massa kenyal, setinggi pusat simfisis, tidak

berbenjol-benjol, batas tegas, mobile (-), permukaan licin


Perkusi
Auskultasi

: WD (-)
: Peristaltik usus (+) normal.

Status Ginekologi

Inspeksi

: Fluksus (+),vulva tidak ada kelainan.

Inspekulo

: Fluksus (+), vagina tidak ada kelainan, portio licin, retraksi ke


anterior erosi (-), OUE tertutup.

PD

: Fluksus (+), portio licin, nyeri goyang (-), OUE tertutup ,


CUT 16-18 minggu.

A/P bilateral

: Tegang, nyeri (+), tidak teraba pool bawah massa .

Cavum douglasi

: Tidak menonjol

RT

: TSA cekat, mukosa licin

Hasil Pemeriksaan
USG : Teradapat jaringan didalam rahim dan kistanya sudah membesar.
Laboratorium
Hematologi
Lekosit

: 6100/uL

Hemoglobin

: 10,1 g/dL

Trombosit

: 459.000

SGOT

: 17 U/L

SGPT

: 10 U/L

Ureum

: 14 mg/dL

Creatinin

: 0,8 mg/dL

Kalium
Natrium
EKG

: 5,04 mEq/L
: 139 mEq/L

: Dalam batas normal

Foto thorax : Cor dan pulmo dalam batas normal


9

Diagnosis : P1A0 50 tahun dengan mioma uteri


Sikap/tindakan
Cairan RL
Asam tranexamat 3X1 IV
Asam mefenamat 3X1 IV
R/ HTSOB (21-7-2016)
Konsultasi Informed consent

FOLLOW UP
20/07-2016
S

: Keluhan : perdarahan (+)

: KU : cukup Kesadaran : cm
T : 120/70 mmHg, N : 92 x/m, R : 20 x/m, Sb: 36,2C
Mata

: Conjungtiva. Anemis -/-, sclera ikterik -/-,.

Thorax

:
Cor
Pulmo

: BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-)


:Suara

pernapasan

vesikuler,

ronkhi

-/-,

wheezing (-).
Abdomen

: Inspeksi

: cembung

Palpasi

: Teraba massa kenyal, setinggi pusat simfisis,


tidak berbenjol-benjol, batas tegas, mobile (-),
permukaan licin

10

Perkusi

: WD (-)

Auskultasi

: Bising usus (+) normal

: P1Ao 27 tahun dengan mioma uteri

P:

Cairan RL
Asam tranexamat 3X1 IV
Asam mefenamat 3X1 IV
HTSOB (21-7-2016)

21/07-2016
S

: perdarahan (-)

: KU : cukup Kesadaran : cm
T : 110/70 mmHg, N : 84 x/m, R : 20 x/m, Sb : 36,5 C
Mata

: Conjungtiva. Anemis +/+, sclera ikterik -/-,.

Thorax

:
Cor
Pulmo

Abdomen

: Inspeksi
Palpasi

: dbn
: dbn
: cembung
: Teraba massa kenyal, setinggi pusat simfisis,

tidak berbenjol-benjol, batas tegas, mobile (-), permukaan licin


Perkusi

: WD (-)

11

Auskultasi

: Bising usus (+) normal

: P1Ao 50 tahun dengan mioma uteri

: - Rencana HTSOB

Tanggal pembedahan

: 21 Juli 2016

Jam mulai

: 09.56 WITA

Jam selesai

: 11.30 WITA

Lama pembedahan

: 1,5 jam

Uraian Pembedahan
Pasien dibaringkan terlentang diatas meja operasi dilakukan general anestesi
kemudian dilakukan tindakan aseptik dan antiseptik pada daerah abdomen dan
sekitarnya dengan pavidon iodine lalu ditutup dengan doek steril kecuali
lapangan operasi. Dilakukan insisi linea mediana. Insisi diperdalam lapis demi
lapis sampai vascia. Vascia dijepit dengan dua klem kocher, digunting kecil
dan diperlebar ke atas dan kebawah. Otot disisihkan secara tumpul kelateral.
Peritoneum dijepit dengan dua pingset. Setelah yakin tidak ada usus yang
terjepit dibawahnya, digunting kecil dan diperlebar ke atas dan kebawah.
Setelah peritoneium dibuka tampak uterus membesar kira-kira sebesar
kepalan tangan orang dewasa. Eksplorasi lanjut tampak perlekatan luas
didaerah posterior korpus uteri dengan usus. Tuba dan ovarium kedua sisinya
tampak baik. Diputuskan dilakukan adhesiolisis dilanjutkan dengan
histerektomi totalis salfingo ovorectomi bilateral. Ligamentum rotundum
kanan digunting dan dijahit demikian pula dengan sisi sebelah kanan.
Ligamentum infundibulum pelviculum dijepit klem dan dijahit double ligasi.
Identifikasi arteri uterine ini dijepit dengan dua klem, digunting dan dijahit
double ligasi. Demikian pula pada sisi sebelahnya.
12

Ligamentum kardinale kiri dijepit dan digunting lalu dijahit demikian pula
pada sisi sebelahnya. Ligamentum sacrouterna kiri dijepit dengan gunting dan
dijahit demikian pula pada sisi sebelahnya (ligamentum sacrouterina kanan).
Identifikasi puncak vagina dijepit dengan dua klem bengkok, di gunting,
kemudian pucak vagina dijepit empat klem kocher, dimasukan kassa betadine.
Kemudian pucak vagina dijahit jelujur dengan safil, control perdarahan (-).
Dilakukan retroperitonealisasi kavum abdomen dicuci dengan cairan Nacl
0,9% 1000 ml. control perdarahan (-). Dinding abdomen dijahit lapis demi
lapis. Peritoneum dijahit jelujur dengan chromic catgut. Otot dijahit simpul
dengan chromic cutgut. Vascia dijahit jelujur dengan safil. Lemak dijahit
simpul dengan klem cutgut. Kulit dijahit sub kutikuler dengan chromic cutgut,
luka operasi ditutup dengan kassa betadine. Jaringan dikirim ke PA.
Perdarahan : 1000 ml
Diuresis : 100 ml

KU Post HTSOB
T : 120/80 mmHg, N : 88 x/m, R :24 x/m
Instruksi Post Operasi :
-

IVFD : D5% : RL = 2 : 2; 28 gtt/m


Ceftriaxone 3X1 gr IV
Metronidazole 2X500mg IV
Asam tranexamat 3X1 IV
Asam mefenamat 3X1 IV
Vit C 1X2 ampul
Transfusi
Dexamethasone 1 amp IV

Laboratorium
Post Operasi 21-7-2016
Lekosit

: 15100/uL

13

Eritrosit
Hemoglobin
Hematokrit
Trombosit
MCH
MCHC
MCV

22/07-2016
S
: (-)
O
: KU : cukup Kesadaran : cm
T : 110/70 mmHg, N : 88 x/m, R : 18 x/m, Sb : 36,1C
Mata
: Conjungtiva. Anemis +/+, sclera ikterik -/-,.
Thorax :
Cor
: BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-)
Pulmo
:Suara pernapasan vesikuler, ronkhi -/-, wheezing (-).
Abdomen
: Inspeksi
: datar
Palpasi
: dbn
Perkusi
: WD (-)
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Status lokalis : Inspeksi
: Perdarahan (-)
A
: P1A0 50 tahun post HTSOB ai adenomiosis dengan perlengketan hari

ke 2
P

: 3.860.000/uL
: 8,3 g/dL
: 25,5%
: 355000
: 21,0 pg
: 31,8 g/dL
: 66,1 fL

: IVFD RL: D5% 2:2 = 28gtt/m


Ceftriaxone 3X1 mg IV
Metronidazole 2X500 mg IV
Asam Tranexamat 3X1 amp IV
Vit C 1X1 amp IV
Kaltrofen supp II
Antasida 4XIIC
Transfusi PRC

23/07-2016
S
: Nyeri bekas operasi (-)
O
: KU : cukup Kesadaran : cm
T : 120/70 mmHg, N : 84 x/m, R : 18 x/m, Sb : 36,4C
Mata
: Conjungtiva. Anemis -/-, sclera ikterik -/-,.
Thorax :
14


Cor
: BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-)
Pulmo
:Suara pernapasan vesikuler, ronkhi -/-, wheezing (-).
Abdomen
: Inspeksi
: datar
Palpasi
: (-)
Perkusi
: WD (-)
Auskultasi : Bising usus (+) normal

Status lokalis : Inspeksi


: Perdarahan (-)
A
: P1A0 50 tahun post HTSOB ai adenomiosis dengan perlengketan hari
ke 3
P

: IVFD RL: D5% 2:2 = 28gtt/m


Ceftriaxone 3X1 mg IV
Metronidazole 2X500 mg IV
Asam Tranexamat 3X1 amp IV
Vit C 1X1 amp IV
Antasida 4XIC
Mobilisasi tirah baring
Pro DL

Laboratorium

Leukosit
Eritrosit
Hemoglobin
Hematokrit
Trombosit
MCH
MCHC
MCV

: 12800
: 5,31/uL
: 12,9 g/dL
: 38,2%
: 288000/uL
: 24,3 pg
: 33,8 g/dL
: 71,9 fL

24/07-2016

S
: (-)
O
: KU : cukup Kesadaran : cm
T : 110/70 mmHg, N : 86 x/m, R : 18 x/m, Sb : 36,4C
Mata
: Conjungtiva. Anemis -/-, sclera ikterik -/-,.
Thorax :
Cor
: dbn
15

Pulmo
: dbn
Abdomen
: Inspeksi
: datar
Palpasi
: dbn
Perkusi
: WD (-)
Auskultasi : Bising usus (+) normal

Status lokalis : Inspeksi


: Perdarahan (-)
A
: P1A0 50 tahun post HTSOB ai adenomiosis dengan perlengketan hari
ke 4
P

: Aff infus
Ceftriaxone 3X1 mg tab
Asam Mefenamat 3X500 mg
Vit C 3X1 mg
Aff kateter

25/07-2016

S
: (-)
O
: KU : cukup Kesadaran : cm
T : 120/80 mmHg, N : 86 x/m, R : 18 x/m, Sb : 36,4C
Mata
: Conjungtiva. Anemis -/-, sclera ikterik -/-,.
Thorax :
Cor
: dbn
Pulmo
: dbn
Abdomen
: Inspeksi
: cembung
Palpasi
: Teraba massa kenyal, setinggi pusat simfisis, tidak
berbenjol-benjol, batas tegas, mobile (-), permukaan licin
Perkusi
: WD (-)
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Status lokalis : Inspeksi
: Perdarahan (-)
A
: P1A0 50 tahun post HTSOB ai adenomiosis dengan perlengketan
P
: Ceftriaxone 3X1 mg tab
Asam Mefenamat 3X500 mg
Vit C 3X1 mg

26/07-2016

16

S
: (-)
O
: KU : cukup Kesadaran : cm
T : 120/80 mmHg, N : 86 x/m, R : 18 x/m, Sb : 36,4C
Mata
: Conjungtiva. Anemis -/-, sclera ikterik -/-,.
Thorax :
Cor
: BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-)
Pulmo
:Suara pernapasan vesikuler, ronkhi -/-, wheezing (-).
Abdomen
: Inspeksi
: datar
Palpasi
: dbn
Perkusi
: WD (-)
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Status lokalis : Inspeksi
: Perdarahan (-)
A
: P1A0 50 tahun post HTSOB ai adenomiosis dengan perlengketan
P
: Ceftriaxone 3X1 mg tab
Asam Mefenamat 3X500 mg
Vit C 3X1 mg
Rencana Pulang

17

BAB III
PEMBAHASAN
Pada kasus ini didiagnosa dengan seorang wanita P1A0 50 tahun post HTSOB ai
adenomiosis dengan perlengketan. Diagnosa pasien didasarkan oleh anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
Pada anmnesis ditemukan perdarahan bergumpal - gumpal sejak 3 hari,
perdarahan banyak, perdarahan terjadi berulang-ulang, perut membesar sejak 1 bulan
SMRS, riwayat bersenggama nyeri, koitus lancar, riwayat abortus (-), merah segar,
ganti pembalut 5 pembalut/hari, haid lancar, lama dan banyak, dan nyeri perut hilang
timbul sejak 1 bulan yang lalu sebelum masuk rumah sakit, nyeri menghebat 3 hari
terakhir. Nyeri dirasakan seperti ditusuk-tusuk. Buang air besar (BAB) dan buang air
kecil (BAK) normal.
Pada literatur mengatakan menoragia, dismenorea sekunder dan uterus yang
makin membesar. Menoragia makin lama makin banyak karena vaskularitas jaringan
bertambah dan mungkin juga karena otot-otot uterus tidak dapat berkontraksi dengan
sempurna karena adanya jaringan endometrium ditengah-tengah, juga karena
disfungsi ovarium. Disminorea yang makin mengeras disebabkan oleh kontraksi tidak
teratur dari miometrium, karena pembengkakan endometrium yang disebabkan oleh
perdarahan pada waktu haid.1,4
Umumnya gejala dismenorea muncul 1 minggu sebelum menstruasi,
Adenomiosis biasanya pada usia 40 tahun keatas. Rasa sakit sebelum dan pada saat
menstruasi, nyeri pelvis, haid yang lama dan banyak, haid dengan bekuan darah,
nyeri saat bersenggama, nyeri yang dirasakan bersamaan dengan menstruasi.1
18

Pada pemeriksaan fisik ditemukan abdomen cembung, teraba massa kenyal,


setinggi pusat simfisis, tidak berbenjol-benjol, batas tegas, mobile (-), permukaan
licin. Pada literatur mengatakan uterus membesar, perut membesar, konsistensi padat.
Pada pemeriksaan penunjang kasus ini dilakukan pemeriksaan USG. Hasil
dari pemeriksaan USG ditemukan jaringan didalam rahim dan kistanya sudah
membesar. Pada literatur mengatakan pemeriksaan penunjang untuk kasus
adenomiosis yaitu pemeriksaan dengan USG transvaginal. Gambaran USG dari
adenomiosis adalah massa irregular, miometrial, ruangan massa kistik yang sebagian
besar meliputi dinding uterus posterior dengan pembesaran uterus dengan posterior
yang melebar, ruangan endometrial yang nyata dan penurunan ekogenitas uterus
dengan lobus, kontur yang tidak normal atau adanya massa.2,3,6
Penanganan pada kasus ini dilakukan Histerektomi Salfingo Ovulo Bilingual
(HTSOB). Berdasarkan literatur urutan penanganan yaitu terapi medikamentosa dan
non medikamentosa. Terapi medikamentosa yaitu terapi hormonal. Pemberian terapi
hormonal pada adeomiosis tidak memberikan hasil yang memuaskan. Tidak ada bukti
klinis yang menunjukkan adanya manfaat terapi hormonal dapat mengatasi infertilitas
akibat adenomiosis.5
Pemberian obat hormonal hanya mengurangi gejala dan efeknya akan hilang
setelah pemberian obat dihentikan. Obat hormonal yang paling klasik adalah
gonadotrophin releasing hormone agonist(GnRHa), yang dapat dikombinasikan
dengan terapi operatif. Mekanisme kerja GnRHa adalah dengan menekan ekspresi
sitokrom P450, suatu enzim yang mengkatalisis konversi androgen menjadi estrogen.
Pada pasien dengan adenomiosis dan endometriosis enzim ini diekpresikan secara
belebihan.4,5,6
Terapi Non medikamentosa yaitu terapi operatif. Sampai saat ini histerektomi
merupakan terapi definitif untuk adenomiosis. Indikasi operasi antara lain ukuran
adenomioma lebih dari 8 cm, gejala yang progresif seperti perdarahan yang semakin
banyak dan infertilitas lebih dari 1 tahun walaupun telah mendapat terapi hormonal

19

konvensional. Suatu teknik operasi baru telah dipublikasikan oleh Osada pada tahun
2011.
Dengan teknik adenomiomektomi yang baru ini, jaringan adenomiotik
dieksisi secara radikal dan dinding uterus direkonstruksi dengan teknik triple flap.
Teknik ini diklaim dapat mencegah ruptur uterus apabila pasien hamil. Dalam
penelitian tersebut, dari 26 pasien yang mengharapkan kehamilan, 16 di antaranya
berhasil dan 14 dapat mempertahankan kehamilannya hingga aterm dengan bayi sehat
tanpa penyulit selama kehamilan. Akan tetapi teknik ini belum diterima secara luas
karena masih membutuhkan penelitian lebih lanjut.7,8,9
Terapi hormonal di berikan apabila pasien masih memiliki keturunan,
sedangkan terapi operatif dilakukan apabila pasien sudah berumur diatas 40 tahun dan
sudah tidak ingin memiliki keturunan.
Diagnosa awal pada pasien ini mioma uteri dengan dasar diagnosa didapatkan
perut membesar, nyeri perut hilang, nyeri seperti ditusuk-tusuk, menstruasi banyak
dan nyeri. Pada pemeriksaan fisik ditemukan abdomen cembung , TFU setinggi
simfisis pusat, nyeri tekan.
Etiologi mioma uteri belum diketahui pasti. Mioma uteri banyak ditemukan
pada usia reproduktif dan angka kejadiannya rendah pada usia menopause, dan belum
pernah dilaporkan terjadi sebelum menarche. Diduga penyebab timbulnya mioma
uteri paling banyak oleh stimulasi hormone estrogen. Reseptor estrogen pada mioma
uteri lebih banyak didapatkan dibandingkan dengan miometrium normal. Sarang
mioma di uterus dapat berasal dari serviks (1-3%) dan selebihnya adaqlah dari korpus
uteri. Menurut tempatnya di uterus dan menurut arah pertumbuhannya, maka mioma
uteri dibagi 4 jenis antara lain :
1.
2.
3.
4.

Mioma Submukosa
Mioma Intramural
Mioma Subserosa
Mioma Intraligamenter11

Jenis mioma uteri yang paling sering adalah jenis intramural (54%), subserosa 948,2),
submukosa (6,1%), dan jenis intraigamenter (4,4%).

20

Gejala klinis mioma uteri sangat bergantung pada lokasi, arah pertumbuhan,
jenis, besar dan jumlah mioma. Hanya dijumpai pada 20-50% saja mioma uteri
menimbulkan keluhan, sedangkan sisanya tidak mengeluh apapun. Hipermenore,
menometroragia adalah merupakan gejala klasik dari mioma uteri.11,12
Sebelum dilakukan operasi didapatkan diagnosia mioma uteri.

Diagnosa

ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.


Kekeliruan diagnosa awal disebabkan oleh anamnesis yang tidak lengkap
yaitu umur, sejak kapan perut membesar, riwayat bersenggama nyeri atau tidak
riwayat menstruasi, menoragia, nyeri pelvis, dan riwayat memiliki anak pasien
menjadi salah satu faktor penyebab terjadinya adenomiosis. Gejala klinis dari
adenomiosis mirip dengan mioma uteri sehingga menyebabkan kekeliruan diagnose
awal karena anamnesis yang kurang lengkap.
Diagnosa setelah operasi yaitu wanita 50 tahun post HTSOB ai adenomiosis
dengan perlengketan. Diagnosa ditegakkan berdasarkan anamnesis lengkap,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang serta operasi.
Alasan dilakukan HTSOB yaitu pasien sudah tidak ingin memiliki keturunan
dan pra menopause. Histerektomi adalah operasi pengangkatan kandungan (rahim
dan uterus) pada seorang wanita sehingga setelah menjalani operasi ini tidak bisa
hamil dan mempunyai anak. Sedangkan pada Histerektomi dan Sakfingo-ooferektomi
bilateral ini mengangkat uterus, mulut rahim, kedua tuba falopii, dan kedua ovarium.
Pengangkatan ovarium menyebabkan keadaan penderita seperti menopause meskipun
usianya masih muda.
Adenomiosis merupakan kelainan patologis yang sering ditemukan
pada wanita multipara usia 40 50 tahun, wanita premenopause dengan diagnosis
adenomiosis yaitu 70%. Adenomiosis berperan sebagai salah satu penyebab
subfertilitas bahkan infertilitas pada populasi wanita. Hanya saja diagnosis
adenomiosis saat itu masih berdasarkan spesimen histerektomi sehingga sangat sulit
mengevaluasi pengaruhnya terhadap fertilitas.4

21

Berbagai keadaan telah diteliti sebagai faktor resiko adenomiosis antara lain
usia antara 40-50 tahun, nyeri saat bersenggama, perut membesar dalam waktu
beberapa bulan setelah keluhan, riwayat haid, perdarahan dari jalan lahir berualangulang, nyeri bersamaan dengan menstruasi, multipara, riwayat hiperplasia
endometrium, riwayat abortus spontan, dan polimenore.5 Beberapa penelitian
melaporkan rata-rata usis > 50 tahun yang mengalami histerektomi pada penderita
adenomiosis, multiparitas, pembedahan uterus, merokok, kehamilan ektopik, depresi
dan penggunaan antidepresan. Sedangkan usia menarce, usia saat partus pertama kali,
riwayat abortus provokatus, riwayat seksio sesarea, endometriosis, obesitas,
menopause, panjang siklus dan lama haid, penggunaan kontrasepsi oral dan IUD
dilaporkan tidak berkaitan dengan adenomiosis.2,5
Gejala klinik yang ditemukan pada adenomiosis adalah :
1.
2.
3.
4.

Menoragia : perdarahan banyak saat menstruasi


Dismenorea sekunder : rasa sakit sebelum dan pada saat menstruasi
Nyeri pelvis
Pembesaran rahim asimetris walaupun ukuran biasanya kurang dari 14 cm dan
lunak, khususnya saat menstruasi. Pergerakan uterus tidak terbatas dengan
dikaitkan dengan kelainan adnexa.6

PATOFISIOLOGI
Mekanisme yang memicu invasi jaringan endometrium ke dalam miometrium
masih belum jelas. Lapisan fungsional endometrium secara fisiologis berproliferasi
secara lebih aktif dibandingkan lapisan basalis. Hal ini memungkinkan lapisan
fungsional menjadi tempat implantasi blastokista sedangkan lapisan basalis berperan
dalam proses regenerasi setelah degenerasi lapisan fungsional selama menstruasi.
Selama periode regenerasi kelenjar pada lapisan basalis mengadakan hubungan
langsung dengan sel-sel berbentuk gelondong pada stroma endometrium.4
Adenomiosis berkembang dari pertumbuhan ke bawah dan invaginasi dari
stratum basalis endometrium ke dalam miometrium sehingga bisa dilihat adanya

22

hubungan langsung antara stratum basalis endometrium dengan adenomiosis di dalam


miometrium. Di daerah ekstra-uteri misalnya pada plika rektovagina, adenomiosis
dapat berkembang secara embriologis dari sisa duktus Muller.4,7,8
Mekanisme terjadinya invasi endometrium ke dalam miometrium pada masih
harus dipelajari lebih lanjut. Perubahan proliferasi seperti aktivitas mitosis
menyebabkan peningkatan secara signifikan dari sintesis DNA & siliogenesis di
lapisan fungsional endometrium daripada di lapisan basalis. Lapisan fungsional
sebagai tempat implantasi blastocyst, sedangkan lapisan basalis sebagai sumber
produksi untuk regenerasi endometrium akibat degenerasi dari lapisan fungsional saat
menstruasi. Pada saat proses regenerasi, sel-sel epitel dari kelenjar basalis
berhubungan langsung dengan sel-sel stroma endometrium yang membentuk sistem
mikrofilamentosa/trabekula intraselular dan gambaran sitoplasma pseudopodia.
Beberapa perubahan morfologi pada epitel kelenjar endometrium adenomiosis tidak
dapat digambarkan. Namun dalam studi invitro menunjukkan sel-sel endometrium
memiliki potensial invasif dimana potensial invasif ini bisa memfasilitasi perluasan
lapisan basalis endometrium ke dalam miometrium.4,9
Dalam studi yang menggunakan hibridisasi & imunohistokimia insitu
menunjukkan

kelenjar-kelenjar

endometrium

pada

adenomiosis

lebih

mengekspresikan reseptor mRNA hCG/LH secara selektif. Pada endometrium yang


normal, kelenjar-kelenjar ini tidak dapat mengekspresikan reseptor hCG/LH. Hal ini
mungkin meskipun belum terbukti bahwa peningkatan ekspresi reseptor epitel
endometrium berkaitan dengan kemampuan untuk menembus miometrium dan
membentuk fokal adenomiosis. Menjadi menarik dimana peningkatan ekspresi
reseptor hCG/LH ditemukan pada karsinoma endometrii dibandingkan kelenjar
endometrium yang normal seperti halnya yang ditemukan pada trofoblas invasif
dibandingkan yang non-invasif pada koriokarsinoma.4,7,9
Studi tentang reseptor steroid menggunakan Cytosol, menunjukkan hasil yang
tidak konsisten. Beberapa menunjukkan tidak ada ekspresi reseptor progesteron pada

23

40% kasus adenomiosis, sedangkan yang lain menunjukkan ekspresi reseptor


progesterone yang lebih tinggi dibandingkan estrogen. Dengan menggunakan tehnik
pelacak imunohistokimia, ditemukan konsentrasi yang tinggi baik reseptor estrogen
dan progesteron pada lapisan basalis endometrium maupun adenomiosis.4,9
Reseptor estrogen merupakan syarat untuk pertumbuhan endometrium yang
menggunakan mediator estrogen. Meskipun masih belum jelas evidensnya,
hiperestrogenemia memiliki peranan dalam proses invaginasi semenjak ditemukan
banyaknya hiperplasia endometrium pada wanita dengan adenomiosis. Konsentrasi
estrogen yang tinggi diperlukan dalam perkembangan adenomiosis sebagaimana
halnya endometriosis. Hal ini didukung bahwa penekanan terhadap lingkungan
estrogen dengan pemberian Danazol menyebabkan involusi dari endometrium
ektopik yang dikaitkan dengan gejala menoragia & dismenorea.4,8,9
Pada penyakit uterus yang estrogen-dependent seperti karsinoma endometri,
endometriosis, adenomiosis & leiomioma, tidak hanya terdapat reseptor Estrogen,
namun juga aromatase, enzim yang mengkatalisasi konversi androgen menjadi
estrogen. Prekursor utama androgen, Andronostenedione, dikonversi oleh aromatase
menjadi Estrone. Sumber estrogen yang lain yaitu Estrogen-3-Sulfat yang dikonversi
oleh enzim Estrogen sulfatase menjadi Estrone, yang hanya terdapat dalam jaringan
adenomiosis. Nantinya Estrone akan dikonversi lagi menjadi 17-estradiol yang
meningkatkan tingkat aktivitas estrogen. Bersama dengan Estrogen dalam sirkulasi,
akan menstimulasi pertumbuhan jaringan yang menggunakan mediator estrogen.
mRNA sitokrom P450 aromatase (P450arom) merupakan komponen utama aromatase
yang terdapat pada jaringan adenomiosis. Protein P450arom terlokalisir secara
imunologis dalam sel-sel kelenjar jaringan adenomiosis.4,9

PENATALAKSANAAN

24

Tatalaksana adenomiosis bergantung pada usia pasien dan fungsi reproduksi


selanjutnya. Dismenorea sekunder yang diakibatkan oleh adenomiosis dapat diatasi
dengan tindakan histerektomi, akan tetapi perlu dilakukan intervensi noninvasif
terlebih dahulu. Obat-obat antiinflamasi nonsteroid (NSAID), obat kontrasepsi oral
dan progestin telah menunjukkan manfaat yang signifikan. Penanganan adenomiosis
pada prinsipnya sesuai dengan protokol penanganan endometriosis.8,9
a. Terapi Hormonal
Pemberian terapi hormonal pada adeomiosis tidak memberikan hasil yang
memuaskan. Tidak ada bukti klinis yang menunjukkan adanya manfaat terapi
hormonal dapat mengatasi infertilitas akibat adenomiosis. Pemberian obat hormonal
hanya mengurangi gejala dan efeknya akan hilang setelah pemberian obat dihentikan.
Obat hormonal yang paling klasik adalah gonadotrophin releasing hormone
agonist(GnRHa), yang dapat dikombinasikan dengan terapi operatif. Mekanisme
kerja GnRHa adalah dengan menekan ekspresi sitokrom P450, suatu enzim yang
mengkatalisis konversi androgen menjadi estrogen. Pada pasien dengan adenomiosis
dan endometriosis enzim ini diekpresikan secara belebihan.4
b. Terapi Operatif
Sampai saat ini histerektomi merupakan terapi definitif untuk adenomiosis.
Indikasi operasi antara lain ukuran adenomioma lebih dari 8 cm, gejala yang progresif
seperti perdarahan yang semakin banyak dan infertilitas lebih dari 1 tahun walaupun
telah mendapat terapi hormonal konvensional. Suatu teknik operasi baru telah
dipublikasikan oleh Osada pada tahun 2011. Dengan teknik adenomiomektomi yang
baru ini, jaringan adenomiotik dieksisi secara radikal dan dinding uterus
direkonstruksi dengan teknik triple flap. Teknik ini diklaim dapat mencegah ruptur
uterus apabila pasien hamil. Dalam penelitian tersebut, dari 26 pasien yang
mengharapkan kehamilan, 16 di antaranya berhasil dan 14 dapat mempertahankan
kehamilannya hingga aterm dengan bayi sehat tanpa penyulit selama kehamilan.
Akan tetapi teknik ini belum diterima secara luas karena masih membutuhkan
penelitian lebih lanjut.4,10

25

BAB IV
KESIMPULAN
Definisi adenomiosis sebagai invasi jinak jaringan endometrium ke dalam
lapisan miometrium yang menyebabkan pembesaran uterus difus dengan gambaran
mikroskopis kelenjar dan stroma endometrium ektopik non neoplastik dikelilingi oleh
jaringan miometrium hipertrofik dan hiperplastik.
Berdasarkan anamnesis didapatkan perdarahan bergumpal - gumpal sejak 3
hari, perdarahan banyak, perdarahan terjadi berulang-ulang, perut membesar sejak 1
bulan SMRS, riwayat bersenggama nyeri, koitus lancar, riwayat abortus (-), merah
segar, ganti pembalut 5 pembalut/hari, haid lancar, lama dan banyak, dan nyeri perut
hilang timbul sejak 1 bulan yang lalu sebelum masuk rumah sakit, nyeri menghebat 3
hari terakhir. Nyeri dirasakan seperti ditusuk-tusuk. Buang air besar (BAB) dan
buang air kecil (BAK) normal. Pada pemeriksaan fisik ditemukan abdomen cembung,
teraba massa kenyal, setinggi pusat simfisis, tidak berbenjol-benjol, batas tegas,
mobile (-), permukaan licin, adnexa tegang, nyeri (+) tidak teraba pool massa.
Pemeriksaan penunjang yaitu USG ditemukan jaringan didalam rahim dan kistanya
sudah membesar.
Penanganan adenomiosis
a. Terapi Hormonal
b. Terapi Operatif
Gold standar adenomiosis yaitu laparatomi.
Prognosis :

Dubia ad bonam
Dubia ad vitam
Dubia ad functionam

DAFTAR PUSTAKA
26

1. Pernol ML. Benson and Pernols Handbook of Obstetrics and Gynecology


10th Ed. 2001. New York : The McGraw-Hill Companies, Inc.
2. Ferenczy A. Pathophysiology of adenomyosis. Human Reproduction
Update 1998; 4: 312-322.
3. History of adenomyosis (Abstract). Best Pract Res Clin Obstet Gynaecol.
2006 Aug;20(4):449-63. Epub 2006 Mar 2.
4. Campo S, Campo V, Benagiano G. Review Article Adenomyosis and
Infertility. Obstetrics and Gynecology International Volume 2012, Article
ID 786132.
5. Shrestha A,Shrestha

R,Sedhai

LB,Pandit

U.

Adenomyosis

at

Hysterectomy: Prevalence, Patient Characteristics, Clinical Profile and


Histopatholgical Findings.Kathmandu Univ Med J 2012;37(1):53-6.
6. Chopra S, Lev-Toaff AS, Ors F, Bergin D. Adenomyosis:Common and
Uncommon Manifestations on Sonography and Magnetic Resonance
Imaging, J Ultrasound Med 2006; 25:617627.
7. Edmonds DK. Dewhursts Handbook of Obstetrics and Gynaecology 7 th
Ed. 2007. London : Blackwell Science, Ltd.
8. Berek, JS, 2007, Berek & Novaks Gynecology, William, L, Wailkins.
9. Taran, FA, et al, 2013, Adenomiosi: epidemiology, Risk Factors, Clinical
Phenotype and Surgical and Interventional Alternative to Hysterectomy,
geburtshilfe Freuenhielkd, Journal: accessed Oktober. 2014.
10. Roservear SK. Handbook of Gynecology Management. 2002. London :
Blackwell Science.
11. Memarzadeh S, Broder MS, Wexler AS, et all. Leiomyoma of the uterus.
In: Current obstetric & Gynecologic diagnostic & treatment, Decherney
AH, Nathan L, editors. Lange Medical Books, New York, 2003.p: 693701.
12. Benda JA. Pathology of smooth muscle tumor of the uterine corpus. Clin

obstet and Gynecol 2002;14:350-63.

27

Вам также может понравиться