Вы находитесь на странице: 1из 2

Berita:

Kasus Dirnarkoba Bali, Kapolri:


Tangkap Polisi Main Narkoba
TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Jenderal M. Tito
Karnavian mengungkapkan kasus yang menjerat Direktur Reserse Narkoba Kepolisian
Daerah Bali Komisaris Besar Franky Haryadi Parapat diusut setelah ia perintahkan.
Tito menjelaskan, dia mendapatkan informasi dari Divisi Profesi dan Pengamanan Polri
bahwa ada salah satu Direktur Narkoba yang melanggar. "Terkait dengan kasus narkoba dan
beberapa kasus yang kurang ditangani secara profesional," ucap dia di lapangan parkir
Jakarta Convention Center, Jakarta, Kamis, 22 September 2016.
Tito meminta Propam mengevaluasi seluruh kepolisian daerah terkait dengan
pengungkapan perkara narkoba sejak dia menjadi Kapolri. Menurut dia, bagi Polda yang
tidak mengungkap perkara narkoba dalam waktu 100 hari, dia akan memberikan sanksi bagi
direktorat narkoba itu. "Dan akan saya pindahkan," ujarnya. Sebaliknya, kata dia, polisi yang
berprestasi akan diberikan hadiah.
"Sambil mereka (anggota polisi) bekerja, saya sudah diam-diam meminta jajaran Paminal
(Pengamanan Internal Polri) Propam melakukan monitoring direktorat mana yang kira-kira
melakukan kebijakan saya itu," ujarnya. "Kalau ada yang main-main narkotik segala macam,
saya bilang, tangkap saja."
"Kasus di Bali adalah perintah saya kepada Propam untuk mengawasi semua Polda," kata
Tito. Dia meminta semua Polda bergerak untuk berprestasi. "Kalau tidak berprestasi,
minggir," katanya. Dua minggu lalu, Tito juga mengadakan dan memerintahkan jajarannya
untuk berperang terhadap narkoba.
Franky Haryadi Parapat diduga terlibat dalam pemotongan anggaran DIPA 2016. Paminal
Mabes Polri menemukan barang bukti uang sejumlah Rp 50 juta di brankas Bensat, Senin, 19
September 2016.
Franky juga diduga melakukan pemerasan dalam tujuh kasus narkoba yang beratnya di
bawah 0,5 gram. Franky disebut meminta uang Rp 100 juta kepada masing-masing pengedar
narkoba. Selain itu, Franky diduga terlibat dalam satu kasus narkoba WNA Belanda. Ia
meminta satu unit mobil Fortuner pada 2016.

Tanggapan/komentar/saran:
Menurut saya kasus Franky Haryadi Parapat yang termasuk salam korupsi sama seperti
pencurian karena korupsi merupakan pengambilan sejumlah barang atau uang yang bukan
miliknya sendiri tanpa sepengetahuan pemiliknya. Hal ini merupakan salah satu tindakan
yang telah melanggar Hukum Hindu khususnya di Bali. Dalam hukum hindu khususnya
Dharmasastra yang ditulis oleh Manu, telah jelaskan bahwa hukum mengenai pencurian
termasuk kedalam bagian Steya.
Korupsi yang dilakukan Franky sangat merugikan banyak pihak yakni antara lain:
Pemerintahan Daerah di Bali, Pemerintahan Pusat bahkan Negara. Franky telah menyababkan
kerugian yang besar dalam kondisi perekonomian Negara maupun kondisi SosialInternasional Negara karena telah memeras WNA Belanda.
Adapun saran yang dapat saya sampaikan agar kasus korupsi di Bali maupun di Indonesia
ini dapat dicegah maupun ditanggulangi yakni sebagai berikut:
a

Semakin maraknya kasus korupsi yang terjadi didalam pemerintahan ini dapat terjadi
karena kurangnya kecakapan atau rasa nasionalisme para petugas pemerintahan.
Pemerintah yang berwenang seharusnya dapat memilah dan memilih petugas yang
memiliki antusiasme yang tinggi dalam dunia pemerintahan, bukan petugas yang hanya

bekerja untuk mendapat gaji saja.


Sama seperti poin yang pertama, semakin maraknya kasus korupsi yang terjadi didalam
pemerintahan ini dapat terjadi karena kurangnya kecakapan atau kelalaian para petugas
yang bertugas mengawasi pemerintahan. Pemerintah harus memberikan sanksi pada para
pelanggar maupun para petugas yang telah lalai dalam mengawasi pemerintahan. Hal ini
bertujuan agar semua pihak dapat memperbaiki diri dan jera melakukan kesalahan dala
bekerja.

Вам также может понравиться