Вы находитесь на странице: 1из 43

1.

Memahami dan Menjelaskan Anatomi Tractus Urinarius


1.1.
Makroskopis

Ginjal merupakan organ ganda yang terletak di daerah retroperitoneal. Berbentuk


seperti kacang tanah dengan warna coklat kemerahan, yang terbungkus oleh
fascia renalis. Pada neonatus terkadang dapat teraba. Ginjal terdiri atas korteks
(bagian luar) dan medulla (bagian dalam). Setiap ginjal terdiri atas 8-12 lobus
yang nantinya akan membentuk piramid (pyramides renales). Dasar dari piramid
(basis renalis) terletak diperbatasan antara korteks dengan medulla. Puncak dari
piramid disebut papilla (papillae renales) yang berfungsi untuk meneteskan urine.
Papillae renales akan bermuara pada calyx minor. 2-3 Calyx minor akan
membentuk calyx major. Calyx major ini akan bermuara di pelvis ureter yang
mana terletak pada hillus renalis. Alat-alat yang masuk ke hillus renalis adalah
A.renalis, N.vagus, plexus symphaticus. Sedangkan alat-alat yang keluar adalah
V.renalis, Nn.lymphaticus, ureter.
Panjang dan beratnya bervariasi yaitu 6 cm dan 24 gram pada bayi lahir cukup
bulan, sampai 12 cm atau lebih dari 150 gram. Pada janin permukaan ginjal tidak
rata, berlobus-lobus yang kemudian akan menghilang dengan bertambahnya
umur.
Pada bagian korteks terdiri atas 2 selubung, pertama adalah capsula fibrosa
(dalam) dan capsula adiposa (luar). Capsula adiposa merupakan selubung yang
dilapisi oleh lemak. Korteks merupakan bagian terpenting pada ginjal. Hal ini
dikarenakan pada korteks terdapat glomerolus (filtrasi), tubulus kontortus
proksimal (reabsorpsi) serta tubulus kontortus distal.
Panjang dan berat ginjal bervariasi yaitu 6 cm dan 24 gram pada bayi lahir
cukup bulan, sampai 12 cm atau lebih dari 150 gram. Pada janin permukaan ginjal
tidak rata, berlobus-lobus yang kemudian akan menghilang dengan bertambahnya
umur. (Price et.al, 1995)
Setiap ginjal mengandung 1 juta nefron. Pada manusia, pembentukan nefron
berakhir pada janin usia 35 minggu. Nefron baru tidak dibentuk lagi setelah lahir.
Perkembangan selanjutnya adalah hipertrofi dan hiperplasia struktur yang sudah
ada disertai maturasi fungsional. Nefron terdiri atas glomerulus dan kapsula
bowman, tubulus kontortus proksimal, ansa Henle, tubulus kontortus distal serta
duktus koligens. Glomerulus bersama dengan kapsula bowman disebut juga badan
malphigi. Meskipun ultrafiltrasi plasma terjadi di glomerulus tetapi peranan
tubulus dalam pembentukan urine tidak kalah pentingnya
Vaskularisasi pada ginjal berasal dari aorta abdominalis yang bercabang menjadi
A.renalis. A.renalis akan bercabang menjadi A.segmentalis, lalu menjadi
1

A.lobaris, setelah itu menjadi A.interlobaris. Dari A.interlobaris akan bercabang


lagi menjadi A.arcuata, setelah itu menjadi A.interlobularis dan berakhir pada
A.afferent yang akan bermuara pada glomerolus.
Keluar dari glomerolus akan masuk ke A.efferent, dari A.efferent darah menuju ke
V.interlobularis, lalu ke V.arcuata, setelah itu ke V.interlobaris, dari V.interlobaris
masuk ke V.lobaris, lalu ke V.segmentalis, dan keluar dari ginjal melalui V.renalis.
Darah yang berasal dari V.renalis ini akan masuk ke atrium dextra melalui V.cava
inferior, yang akan menuju ke atrium dextra. Dari atrium dextra akan berakhir di
paru-paru untuk mengalami difusi dengan O2 bebas (sirkulasi pulmonal).
Persarafan ginjal yang utama adalah plexus symphaticus renalis. Plexus
symphaticus ini dibantu juga oleh serabut afferent yang melalui plexus renalis dan
menuju ke medulla spinalis N.thoracalis X, XI, XII. Pembuluh lymph pada ginjal
mengikuti A.renalis menuju nodus lymphaticus aorta lateral (sekitar pangkal
A.renalis).
PELVIS RENALIS
Berbentuk corong yang menerima urin yang diproduksi ginjal.Terbagi menjadi
dua atau tiga kaliks renalis majores yang masing-masing akan bercabang menjadi
dua atau tiga kaliks renalis minores.
Vaskularisasi Pelvis
a. a.renalis cabang aorta abdominalis
b. a.testicularis / ovarica cabang aorta abdominalis
c. a.vesicalis superior cabang dari a.hypogastrica / a.iliaca interna
Pembuluh Lymphe
Mengalir melalui nl.aortae lateralis & nl.iliacus
URETER
Adalah saluran tractus urinarius yang mengalirkan urin dari ginjal ke vesica
urinarius. Mempunyai panjang + 25 cm. terbagi menjadi 2 :
1. Ureter pars abdominalis
2. Ureter pars pelvica
VESICA URINARIA
-

Tempat muara ureter dextra & sinistra dalam rongga pelvis


Berbentuk piramid 3 sisi
Apex menuju ventral atas
Basis (fundus) menuju dorso caudal
Corpus terletak antara apex & fundus
Kanan & kiri fundus vesicae ada muara kedua ureter disebut : Orificium
Uretericum Vesicae
Daerah berbentuk segitiga dibentuk plica interureterica dan ostium urethra
internum disebut Trigonum vesicae
Pada basis caudal terdapat jalan keluar urine menuju urethra disebut Orifisium
Urethra Internum Vesicae
2

Pada apex vesicae terdapat jaringan ikat yg merupakan sisa embryologis dari
Urachus yg menuju umbilicus disebut Ligamentum Vesico umbilicalis
medianum
- Mempunyai lapisan Fibrosa, Serosa & Tunica Musculare (stratum
longitudinalis & stratum circulare) m.detrusor vesicae (merangsang urine)
& m.sphincter vesicae (mempertahankan urine dlm vesicae)
Vaskularisasi VU
1. a.vesicalis superior
2. a.vesicalis inferior
masing-masing cabang dari a.hypogastrica
Persarafan VU
1. Saraf otonom parasymphatis berasal dari n.splanchnicus pelvicus (Sacral 2-34)
2. Saraf otonom symphatis dari ganglion symphatis (Lumbal 1-2-3)
URETRA

Saluran terakhir dari sistem urinarius


Mulai dari orificium urethra internum sampai orificium urethra externum
Pada laki-laki lebih panjang dari perempuan (L=18-20 cm, P=3-4 cm)
Pada laki-laki, urethra terbagi atas 3 daerah :
1. 1
Urethra pars prostatica
1. 2
Urethra pars membranacea
1. 3
Urethra pars cavernosa

Uretra Pria dibagi atas:


1. Urethra Pars Prostatica
Mulai dari orifisium urethra internum sampai urethra yang ditutupi oleh
Glandula prostat & berada di rongga pelvis.
2. Uretra Pars Membranacea
Mulai dari urethra pars prostatica sampai bulbus penis pars cavernosa (paling
pendek= 1-2 cm)
3. Uretra Pars Cavernosa
Mulai dari daerah bulbus penis sampai orifisium urethra externum, berjalan
dalam corpus cavernosa urethra (penis) 12-15 cm.
3

Pada urethra bermuara 2 macam kelenjar, yaitu :


1. Kelenjar para urethralis
2. Kelenjar bulbo urethralis
Vaskularisasi
1. a.dorsalis penis
2. a.bulbo urethralis
Persarafan
Cabang-cabang n.pudendus
1.2.

Mikroskopis
Ginjal merupakan organ
ekskresi utama tubuh
manusia. Unit struktural
dan fungsional ginjal
disebut nefron. Setiap
ginjal memiliki 1 hingga
1,4
juta
nefron
fungsional.
Nefron
tersusun atas bagianbagian yang berfungsi
langsung
dalam
pembentukan
urin.
Adapun bagian-bagian nefron, yaitu: korpus renalis, tubulus kontortus proksimal,
ansa henle segmen tebal dan tipis, tubulus kontortus distal, dan duktus koligens.
Ginjal dibungkus oleh kapsul jaringan lemak dan jaringan ikat padat kolagen
(kapsula fibrosa). Struktur tersebut disebut sebagai kapsula ginjal. Di sebelah
dalam kapsula ginjal, terdapat bagian korteks dan di sebelah dalam korteks
terdapat medulla. Korteks berisi korpus renalis atau korpus malphigi yang
merupakan kesatuan dari glomerulus dan kapsula Bowman. Selain itu juga
terdapat tubulus kontortus dan arteri atau vena yang mendarahinya. Di medulla,
dapat ditemukan struktur duktus namun tidak terdapat jaringan glomerulus.
Dengan adanya perbedaan khas tersebut, secara mikroskopis, ginjal dapat
dibedakan dengan jelas mana bagian korteks dan mana bagian medullanya.

Korteks ginjal mengandung korpus renalis yang merupakan permulaan dari setiap
nefron. Korpus renalis mengandung kapiler glomerulus yang diselubungi oleh dua
lapis epitel yang disebut kapsula Bowman. Lapisan dalam kapsul atau lapisan
visceral kapsula Bowman menyelimuti kapiler glomerulus. Pada lapisan ini
terdapat podosit, yaitu sel yang memiliki prosesus primer dan sekunder yang
menyelimuti kapiler glomerulus dengan saling bersilangan. Sementara itu, lapisan
parietal di sebelah luarnya, yang tersusun dari epitel selapis skuamosa, membulat
dan membentuk rongga di antara keduanya yang disebut rongga urin atau rongga
kapsular. Di sinilah hasil ultrafiltrat ditampung untuk selanjutnya diteruskan ke
tubulus kontortus proksimal.
Korpus renalis memiliki dua kutub yaitu kutub vaskular dan kutub tubular. Kutub
vaskular berarti kutub tempat masuknya arteriol aferen dan keluarnya arteriol
eferen. Daerah ini ditandai dengan adanya struktur makula densa, yaitu sel
reseptor berbentuk palisade di dinding tubulus kontortus distal yang dekat dengan
glomerulus. Di daerah ini juga dapat ditemukan sel jukstaglomerular atau sel
granular yang merupakan modifikasi dari otot polos dinding arteriol aferen.
Makula densa, sel jukstaglomerular, dan kumpulan sel mesangial
ekstraglomerular membentuk aparatus jukstaglomerular.1,2,3 Struktur ini
berfungsi dalam pengaturan volume dan tekanan darah.
Tubulus
proximalis

contortus

Tubulus contortus distalis

epitel

batas

selapis kubis
-

selapis kubis

2 sel sukar dilihat


-

epitel

Inti
bulat, letak berjauhan
Sitopl

batas2
sel lebih jelas

bulat,

Inti
letak
agak

Ductus colligens
-

Saluran
pengumpul,
menampung
beberapa
tubulus
distal,
bermuara
sebagai
ductus
5

asma asidofil (merah)


Mem
punyai brush border
Fungs
i: reabsorbsi glukosa, ion
Na, Cl dan H2O

Ansa Henle Segmen Tipis

berdekatan
-

Sitopla
sma basofil (biru)

Tdk
mempunyai brush border
Absorb
si ion Na dalam pengaruh
aldosteron. Sekresi ion K

papillaris Bellini di
papilla renis
Mirip
tub.kont.distal
Batas2
sel epitel jelas
Sel lbh
tinggi dan lbh pucat

Ansa Henle Segmen Tebal Ansa Henle Segmen


Pars Desendens
Tebal Pars Asenden

Mirip pembuluh kapiler darah,


ttp
epitel
nya lbh tebal, shg sitoplasma lbh jelas
terlihat
Dlm
lumennya tdk tdp sel2
darah

Mirip
tub.kont.prox,
ttp
diameternya lbh kecil dan
dindingnya lbh tipis
selalu
terpotong dlm berbagai
potongan

Mi
rip
tub.kont.distal,
ttp diameternya lbh
ke
cil dan dindingnya
lbh tipis
sel
alu terpotong dlm
berbagai potongan

Tubulus kontortus proksimal : Epitel selapis kuboid dengan brush border sehingga
batas sel dengan lumen tampak tidak jelas, Batas antar sel juga tidak jelas karena
membran sel lateral berinterdigitasi dengan sel tetangga, Sitoplasma asidofilik dan
granular, Jarak antar inti sel jauh, Ditemukan di jaringan korteks.
Ansa henle segmen tebal pars desendens : Epitel selapis kuboid dengan brush
border sehingga batas sel dengan lumen tampak tidak jelas, Batas antar sel juga
tidak jelas karena membran sel lateral berinterdigitasi dengan sel
tetangga, Sitoplasma asidofilik dan granular, Jarak antar inti sel jauh, Ditemukan
di jaringan medulla. Ansa henle segmen tipis : Epitel selapis skuamosa, mirip
dengan kapiler namun tidak memiliki sel darah pada lumennya, Tidak dapat
dibedakan antara asendens dan desendens.
Ansa henle segmen tebal pars asendens : Epitel selapis kuboid tanpa brush border
sehingga batas sel dengan lumen tampak cukup jelas dibanding tubulus kontortus
proksimal , Batas antar sel juga tidak jelas karena membran sel lateral
berinterdigitasi dengan sel tetangga, Sitoplasma terlihat lebih pucat, Jarak antar
inti sel lebih rapat dibanding tubulus kontortus proksimal, Ditemukan di jaringan
medulla.
Tubulus kontortus distal : Epitel selapis kuboid tanpa brush border sehingga batas
sel dengan lumen tampak cukup jelas dibanding tubulus kontortus
proksimal, Batas antar sel juga tidak jelas karena membran sel lateral
berinterdigitasi dengan sel tetangga, Sitoplasma terlihat lebih pucat, Jarak antar
inti sel lebih rapat dibanding tubulus kontortus proksimal, Ditemukan di jaringan
korteks.
Duktus koligen : Duktus ekskretorius/ koligen bukan merupakan bagian dari
nefron. Setiap tubulus kontortus distal berhubungan dengan duktus koligens
melalui sebuah cabang sampai duktus koligen yang pendek yang terdapat dalam
berkas medular; terdapat beberapa cabang seperti itu. Duktus koligen berjalan
dalam berkas medula menuju medula. Di bagian medula yang lebih ke tengah,
beberapa duktus koligens bersatu untuk membentuk duktus yang besar yang
bermuara ke apeks papila. Saluran ini disebut duktus papilaris (Bellini) dengan
diameter 100-200 m atau lebih. Muara ke permukaan papila sangat besar, sangat

banyak dan sangat rapat, sehingga papila tampak seperti sebuah tapisan (area
cribrosa).
Sel-sel yang yang melapisi saluran ekskretorius ini bervariasi ukurannya, mulai
dari kuboid rendah di bagian proximal sampai silindris tinggi di duktus papilaris
utama. Batas sel teratur dengan sedikit interdigitasi dan umumnya sel tampak
pucat dengan beberapa organel. Duktus koligen menyalurkan kemih dari nefron
ke pelvis ureter dengan sedikit absorpsi air yang dipengaruhi oleh hormon antidiuretik (ADH).
Setelah melalui serangkaian traktus pada nefron, urin akan bermuara pada duktus
papilaris Bellini di bagian apeks dari piramid medula. Adapun struktur dari duktus
papilaris Bellini ini adalah dindingnya merupakan epitel selapis silindris dengan
batas cukup jelas. Urin yang melewati traktus tersebut kemudian akan ditampung
di calyx minor untuk selanjutnya dialirkan ke calyx mayor, pelvis renalis, dan
ureter. Ketiga struktur ini disusun oleh sel epitel transisional yang khas dengan sel
payungnya.
2. Memahami dan Menjelaskan Fisiologi dan Biokimia Ginjal
2.1.
Pembentukan Urin dan Faktor Pengaruh
Fungsi trraktus urinarius :
1. Menyaring dan membersihkan darah dari produk akhir zat-zat sisa
metabolisme tubuh
2. Mengeksresikan zat yang jumlahnya berlebihan dan senyawa asing
3. Reabsorbsi (penyerapan kembali) elektrolit tertentu yang dilakukan oleh
bagian tubulus ginjal
4. Menjaga keseimbanganan asam basa dalam tubuh
5. Menghasilkan zat hormon yang berperan membentuk dan mematangkan selsel darah merah (SDM) di sumsum tulang, yaitu eritropoetin
6. Homeostasis Ginjal, mengatur pH, konsentrasi ion mineral
7. Mempertahankan keseimbangan H2O di tubuh
8. mempertahankan volume plasma yang tepat
9. Mempertahankan keseimbangan asam-basa
10. menghasilkan renin untuk penghematan garam oleh ginjal
11. Mengubah vit.D menjadi bentuk aktifnya
Sifat-sifat urine normal:
a. Volume: 800-2500 ml/hari
b. Berat jenis: 1.003-1.030
c. Ph: asam dengan Ph rata-rata 6 (4,7-8)
Urine dibiarkan dalam ruangan maka akan menjadi basis karena perubahan
urea menjadi ammonia
d. Warnakuning pucat s/d kuning. Zat warna yang terkandung di dalamnya
adalah urokrom, urobilin, dan hematoporfirin.
Zat normal dalam urine:
a. Urea: hasil akhir utama dari katabolisme protein. Sehari diekskresikan 25
gr, tergantung intake proteinnya. Ekskresi naik pada saat demam, penyakit
kencing manis, aktivitas hormon adrenokortikoid yang berlebihan. Di hepar,
8

urea dibentuk dari siklus urea (ornitin dari CO2 dan NH3. Pembentukan
urea menurun pada penyakit hepar dan asidosis.
b. Ammonia: dikeluarkan dari sel tubulus ginjal, pada asidosis pembentukan
amonia akan naik.
c. Kreatinin: hasil katabolisme kreatin. Koefisien kreatinin adalah jumlah mg
kreatinin yang diekskresikan dalam 24 jam/kg BB. Nilai normal pada lakilaki adl 20-26 mg/kg BB. Sedang pada wanita adl 14-22 mg/kg BB.
Ekskresi kreatinin meningkat pada penyakit otot.
d. Asam urat: hasil oksidasi purin di dalam tubuh. Kelarutannya dalam air
kecil tetapi larut dalam garam alkali. Ekskresinya meningkat pada leukimia,
penyakit hepar dan gout. Dengan arsenofosfotungstat dan natrium sianida,
memberi warna biru. Ini merupakan dasar penetapan asam urat secara
kolometri oleh Folin. Dengan enzim urikase akan menjadi allantoin.
e. Asam amino: pada dewasa kira2 diekskresikan 150-200 mg N per hari
f. Allantoin: hasil oksidasi asam urat
g. Cl: dikeluarkan dlm bentuk NaCl, tergantung intakenya. Ekskresi 9-16
g/hari
h. Sulfat: hasil metabolisme protein yang mengandung AA dg atom S, ex:
sistein, sistin, metionin. Sulfat ada 3 bentuk: seulfat anorganik, sulfat ester
(konjugasi) dan sulfat netral
i. Fosfat: di urin berikatan dg Na, K, Mg, Ca. Garam Mg dan Ca fosfat
mengendap pada urin alkalis. Ekskresinya dipengaruhi pemasukan protein,
kerusakan sel, kerusakan tulang pada osteomalasia dan hiperparatiroidisme
ekskresinya naik dan menurun pada penyakit infeksi dan
hipoparatiroidisme.
j. Oksalat: pd metab herediter ttt, ekskresinya naik.
k. Mineral: Kationnya (Na, K, Ca, Mg). Ekskresi K naik pada kerusakan sel,
pemasukan yang berlebih dan alkalosis. Ekskresi ion K dan Na dikontrol
korteks adrenal
l. Vitamin, hormon dan enzim: pada pankreatitis amilase dan disakaridase
meningkat. Hormon Choriogonadotropin (HCG) terdpt pd urine wanita
hamil
Zat abnormal dalam urin:
a. Protein: tidak boleh lebih dari 200 mg/hari. Ekskresinya naik berarti terjadi
proteinuria misal terjd glomeluronefritis sehingga ginjalnya bocor.
b. Glukosa: bila dengan Benedict positif berarti glikosuria, indikasi DM
c. Lain2: fruktosuria, galaktosuria, laktosuria, pentosuria.
d. Benda-benda keton (as. Asetoasetat, -hodroksi butirat, aseton): normal
ekskresinya hanya 3-15 mg/hari. Ekskresi naik pada kelaparan, gangguan
metabolisme karbohidrat (DM), kehamilan, pemberian anestesi dg eter,
asidosis ttt. Ada benda keton baunya khas yaitu aseton, diuji dg reagen
Rhotera.
e. Bilirubin dan garam-garam kolat: ada di dalam urine berarti terjadi
sumbatan pada saluran empedu, empedu banyak masuk ke darah
diekskresi di urin warna urin seperti air teh. Jika tertimbun di jaringan

subkutan menyebabkan ikterus. Ada bilirubin dibuktikan dengan reaksi


Gmelin, ada garam2 kolat dibuktikn dg percobaan Hay.
f. Darah: d di dalam urine hematuria, misal pada penyakit radang ginjal
atau saluran kencing di bawahnya. Eritrosit pecah, Hb keluar dan da di urin
hemoglobinuria. Pigmen darah (Hb) dpt dibuktikan dg percobaan
benzidin
g. Porfirin; Koproporfitin diekskresi 60-200 g/hari. Ekskresi naik porfiria.
h. Indikan adl k-indoksil sulfat, da di urin orang obstipasi/abses sehingga
triptofan indol indikan. Indikan dpt dibuktikan dg reaksi obermeyer,
indikanindigo biru, lrt dlm kloroform
1. FILTRASI
Filtrasi merupakan proses awal dari terbntuknya urin, dimana semua zat yang
masuk lewat pembuluh afferent disaring melalui glomerulus.Pada proses ini
cairan melwati tiga lapisan, yaitu
(1) dinding kapiler glomerulus, yaitu berupa pori-pori (fenestra) antar sel endotel
kapiler glomerulus
(2) lapisan gelatinosa aselular yang dikenal sebagai membran basal (yang
mengandung glikoprotein dan kolagen) dan
(3) lapisan dalam kapsula bowman, ketiga lapisan ini membentuk membrane
glomerulus. Secara kolektif lapisan ini dapat menahan eritrosit dan juga protein
untuk tidak ikut masuk kedalam tubulus, secara fisiologis kita tidak dapat
menemukan protein dan eritrosit dalam urin.
Glomerulus bukan sebuah system yang
mandiri layaknya sebuah saringan glomerulus
butuh bantuan untuk dapat berfungs
imenyaring zat-zat yang masuk. Terdapat tiga
mekanisme fisika yang berperan, yaitu :
(1) Tekanan darah kapiler glomerulus.
Tekanan kapiler glomerulus meningkat karena
terbendungnya darah di kapiler glomerulus
(darah lebih mudah masuk dari pada keluar
karena arteriol afferent lebih lebar dari pada
arteriol efferen)
(2) tekanan hidostatik kapsula bowman. Cairan di dalam kapsula Bowman
menimbulkan tekanan hidrostatik (cairan) yang cenderung mendorong cairan
keluar dari kapsula Bowman melawan filtrasi cairan dari glomerulus ke dalam
kapsula Bowman.
(3)Tekanan osmotic koloid plasma.Tekanan ini tidak bergerak searah, melainkan
berlawanan, sehingga tekanan filtrasi yang masuk (filtrasi netto) meruapakan
selisih dari tekanan darah glomerolus dengan tekanan osmotic koloid plasma dan
tekanan hidrostatik kapsul bowman.
Laju filtrasi glomerulus (GFR) tidak sepenuhnya bergantung pada netto
filtrasi, tetapi juga pada seberapa luas permukaan glomerulus yang tersedia dan
besar permeabilitas membran, sifat-sifat ini secara selektif disebut koefisien
filtrasi (kf). Maka:
10

GFR= kf x (Tekanan filtrasi netto)


Dalam keadaan normal, sekitar 20% plasma yang masuk keglomerulus
difiltrasi dengan tekanan filtrasi netto 10 mmHg. Menghasilkan secara kolektif
melalui semua glomerulus 180 liter filtrasi setiap hari untuk GFR rata-rata 125
ml/menit pada pria dan 160 liter filtrat per hari untuk GFR 115 ml/menit pada
wanita.
Tekanan osmotic koloid plasma dan tekanan hidrostatik kapsul bowman
meruapakan tekanan tidak berada di bawah kontrol dan pada kondisi normal
relatif stabil.Perubahan terjadi pada kondisi patologis seperti pada pasien luka
bakar berat dan luas yang kehilangan banyak plasma kaya protein, pada kasus
initerjadi peningkatan GFR.Sedangkan pada kasus dehidrasi terjadi penurunan
GFR akibat kenaikan tekanan osmotic koloid plasma.Tekanan hidrostatik kapsul
bowman dapat meningkat secara tidak terkontrol dan filtrasi dapat berkurang pada
keadaan pbstruksi saluran kemih.
Berbeda dengan kedua tekanan diatas, tekanan kapiler glomerulus berada
dibawah kontrol dengan menyesuaikan GFR untuk memenuhi kebutuhan
tubuh.Jika semua tekanan di anggap konstan maka besar tekanan glomerulus
bergantung pada laju filtrasi darah di setiap glomerulus, besar aliran ini ditentukan
oelh tekanan areri sistemik dan resistensi arteriol aferen.GFR diatur oleh dua
mekanisme yang bertujuan menyesuaikan aliran darah glomerulus, yaitu
otoregulasi dan kontrol simpatis ekstirnsik.
Otoregulasi
GFR akan meningkat setara dengan peningkatan tekanan arteri jika hal-hal
lain konstan. Sebaliknya penurunan tekanan darah arteri akan diikuti oleh
penurunan GFR, perubahan spontan ini dapat dicegah dengan adanya mekanisme
otoregulasi sehingga tekanan darah kapiler glomerulus konstan dan GFR stabil,
walupun terjadi perubahan tekanan arteri. Ginjal melakukannya dengan
mengubah-ubah caliber arteriol aferen sehingga resistensi terhadap aliran darah
melalui pembuluh ini dapat disesuaikan. Ada 2 mekanisme internal dalam
otoregulasi:
1. Mekanisme Miogenik. Berespon terhadap perubahan tekanan didalam
komponen vaskuler nefron.
2. Mekanisme Feedback Tululoglomerulus. Mendeteksi perubahan aliran
melalui
komponen
tubulus
nefron.
Melibatkan
apparatus
jukstaglomerulus, yaitu sel jukstaglomerulus/ sel granuler yang
mengandung banyak granula sekretorik, dan macula densa yang
mendeteksi perubahan kecepatan aliran cairan didalam tubulus yang
melewatinya.
Kontrol simpatis ekstrinsik
Selain melewati mekanisme otoregulasi, GFR dapat diubah secara
sengaja.Kontrol ekstrinsik atas GFR yang diperantarai oleh masukan system saraf
simpatis ke arteriol aferen, ditujukan untuk mengatur tekanan darah arteri.
GFR berkurang akibat adanya respon reflex baroreseptor terhadar
penurunan tekanan darah. Selama reflex ini, terjadi vasokontriksi yang diinduksi

11

oleh system simpatis. Maka jika aktivitas simpatis tinggi akan terjadi penurunan
GFR yang kemudian menyebabkan pengurangan volume urine.
2. REABSORBSI
Setelah filtrasi zat-zat yang masih terbawa bersama plasma tidak langsung
dibuang menjadi urine, melainkan terjadi mekanisme penyerapan ulang yang
disebut reabsorbsi disepanjang tubulus proximal sampai ke distal. Proses
reabsorbsi ini terjadi secara transport pasif dan mekanisme transport aktif. Setiap
zat-zat memiliki presentase yang berbeda.
Reabsorbsi tubulus melibatkan transportasi transepitel. Untuk dapat di
reabsorbsi suatu zat harus melewati 5 sawar terpisah , yaitu:

1. Bahan tersebut harus meninggalkan cairan tubulus dengan melintasi


membran laminal sel tubulus.
2. Bahan tersebut harus berjalan melwati sitosol dari satu sisi sel tubulus ke
sisi lainya.
3. Bahan tersebut harus menyebrangi membran basolateral sel tubulus untuk
masuk ke cairan intersisium
4. Bahan tersbut harus berdifusi melintasi cairan intersisium
5. Bahan tersebut harus menembus dinding kapiler untuk masuk ke plasma
darah.
Ginjal memliki transport maksimal (TM) dimana apabila kadar suatu zat
melebihi kemampuan ginjal mereabsorbi atau melebih batas dari nilai transport
maksimal maka sisa zat tersebut akan di eksresikan bersama urin.
Transport maksimal maka sisa zat tersebut akan dieksresikan bersama urin.
Na+ tidak memperlihatkan adanya Tm karena aldosteron mendorong sintesin
pembawa Na+ K+ ATPase disel tubulus distal dan pengumpul sesuai dengan
kebutuhan.
Reabsorpsi bersifat sangat
selektif sehingga komposisi
urine
yang dihasilkan
akan
nerbeda dengan komposisi
filtrate glomerulus. 60-80%
proses reabsorpsi terjadi di
tubulus proksimal. Semua
proses reabsorpsi zat-zat ultrafiltrat ini berlangsung secara transport aktif kecuali
untuk air dan klorida yaitu secara difusi pasif.
Kecepatan Reabsorpsi air di Tubulus proksimal bersifat tetap, artinya tidak
bergantung GFR ataupun kebutuhan tubuh, hal ini disebut reabsorpsi obligatorik.
12

Pada Ansa Henle terjadi reabsorpsi Air, Na+ dan Cl-. Dinding Ansa Henle pars
descendens bersifat semipermeabel terhadap air sehingga filtar yang dihasilkan
bersifat hipertonik. Sedangkan pada dinding Ansa Henle pars Ascendens bersifat
impermeable terhadap air dan berlangsung reabsorpsi Na dan Cl sehingga filtrate
yang semula hipertonik menjadi hipoosmotik. Reabsorpsi air di tubulus distal
bergantung pada kebutuhan tubuh hal ini disebut dengan reabsorpsi fakultatif atau
selektif.Hal ini dimungkinkan dengan adanya sekresi ADH yang terjadi karena
perubahan tekanan osmotic darah.Reabsorpsi air juga terjadi di duktus koligens
dibawah pengaruh ADH.

3.
1.

SEKRESI
Sekresi
ion

Hidrogen
Ion H+ dapat ditambahkan ke cairan filtrasi melalui proses sekresi di tubulus
proksimal, distal, dan koligens. Tingkat sekresi H+ bergantung pada keasaman
cairan tubuh.Sekresi H+ berkurang
apabila konsentrasi H+ di dalam
cairan terlalu rendah.

2. Sekresi K+
K+ adalah zat yang secara selektif
berpindah dengan arah yang
berlawanan diberbagai tubulus.K+
aktif direabsorpsi ditubulus proksimal berlangsung konstan dan tidak diatur.Aktif
di sekresi di tubulus distal dan pengumpul dan berlangsung dibawah
control.Normalnya jumlah K+ yang di ekskresi dalam urine adalah 10-15 % dari
jumlah yang difiltrasi. Tapi K+ yang difiltasi hamper seluruhnya direabsorpsi,
sehingga sebagian K+ yang muncul di urine berasal dari sekresi K+ yang
dikontrol dan bukan dari filtrasi.
2.2.
Peran Ginjal dalam Keseimbangan Cairan Tubuh
Fungsi Ginjal :
Fungsi spesifik ginjal bertujuan mempertahankan cairan ekstrasel (CES) yang
konstan.
1. Fungsi regulasi:
Mempertahankan imbangan air seluruh tubuh;mempertahankan volume
plasma yg tepat melalui pengaturan ekskresi garam dan air pengaturan
tekanan darah jangka panjang.
13

Mengatur jumlah & kadar berbagai ion dalam CES, spt: ion Na+, Cl-, K+,
HCO3-, Ca2+, Mg2+, SO42-, PO43-,dan H+ mengatur osmolalitas
cairan tubuh.
Membantu mempertahankan imbangan asam-basadengan mengatur kadar
ion H+dan HCO32. Fungsi ekskresi:
Mengekskresikan berbagai senyawa asing, spt: obat,pestisida, toksin, &
bbg zat eksogen yg msk ke dlm tubuh.
Membuang hasil akhir dari proses metabolisme, spt: ureum, kreatinin, dan
asam urat yg bila kadarnya meningkat dalam tubuh dapat bersifat toksik
3. Fungsi hormonal:
eritropoietin: hormon perangsang kecepatan pembentukan,pematangan &
penglepasan eritrosit
renin: enzim proteolitik yg berperan dlm pengaturan volume CES &
tekanan darah untuk mengawali jalur RAAS yang berdampak pada
reabsorbsi Na+ oleh tubulus.
kalikrein: enzim proteolitik dlm pembentukan kinin, suatu vasodilator
beberapa macam prostaglandin & tromboksan: derivat asam lemak yg
bekerja sbg hormon lokal; prostaglandin E2 & I1 di ginjal menimbulkan
vasodilatasi, ekskresi garam & air, & merangsang penglepasan renin;
tromboksan bersifat vasokonstriktor
4. Fungsi metaboisme:
mengubah vitamin D inaktif menjadi bentuk aktif (1,25-dihidroksi-vitamin
D3), suatu hormon yg merangsang absorpsi kalsium di usus
sintesis amonia dari asam amino untuk pengaturan imbangan asambasa
sintesis glukosa dari sumber non-glukosa(glukoneogenesis) saat puasa
berkepanjangan
menghancurkan/menginaktivasi berbagai hormon, spt: angiotensin II,
glukoagon, insulin, & hormon paratiroid
3. Memahami dan Menjelaskan Sindrom Nefrotik
3.1.
Definisi
Sindrom nefrotik, adalah salah satu penyakit ginjal yang sering dijumpai pada
anak, merupakan suatu kumpulan gejala-gejala klinis yang terdiri dari proteinuria
masif, hipoalbuminemia, hiperkolesteronemia serta edema. Yang dimaksud
proteinuria masif adalah apabila didapatkan proteinuria sebesar 50-100 mg/kg
berat badan/hari atau lebih. Albumin dalam darah biasanya menurun hingga
kurang dari 2,5 gram/dl. Selain gejala-gejala klinis di atas, kadang-kadang
dijumpai pula hipertensi, hematuri, bahkan kadang-kadang azotemia.
Pada anak kausa SN tidak jelas sehingga disebut Sindrom Nefrotik Idiopatik
( SNI ). Kelainan histologis SNI menunjukkan kelainan-kelainan yang tidak jelas
atau sangat sedikit perubahan yang terjadi sehingga disebut Minimal Change
Nephrotic Syndrome atau Sindrom Nefrotik Kelainan Minimal (SNKM). Sarjana
lain menyebut NIL (Nothing In Light Microscopy).
14

3.2.

Epidemiologi
Insidens dapat mengenai semua umur tetapi sebagian besar ( 74% ) dijumpai pada
usia 2-7 tahun dengan perbandingan wanita dan pria 1:2. Pada remaja dan dewasa
rasio ini berkisar 1:1.

3.3.

Etiologi
Secara klinis sindrom nefrotik dibagi menjadi 2 golongan, yaitu :
Sindrom nefrotik primer, faktor etiologinya tidak diketahui. Dikatakan
sindrom nefrotik primer oleh karena sindrom nefrotik ini secara primer terjadi
akibat kelainan pada glomerulus itu sendiri tanpa ada penyebab lain.
Golongan ini paling sering dijumpai pada anak. Termasuk dalam sindrom
nefrotik primer adalah sindrom nefrotik kongenital, yaitu salah satu jenis
sindrom nefrotik yang ditemukan sejak anak itu lahir atau usia di bawah 1
tahun.
Kelainan histopatologik glomerulus pada sindrom nefrotik primer
dikelompokkan menurut rekomendasi dari ISKDC (International Study of
Kidney Disease in Children). Kelainan glomerulus ini sebagian besar
ditegakkan melalui pemeriksaan mikroskop cahaya, dan apabila diperlukan,
disempurnakan
dengan
pemeriksaan
mikroskop
elektron
dan
imunofluoresensi. Tabel di bawah ini menggambarkan klasifikasi
histopatologik sindrom nefrotik pada anak berdasarkan istilah dan terminologi
menurut rekomendasi ISKDC (International Study of Kidney Diseases in
Children, 1970) serta Habib dan Kleinknecht (1971).1,5
Sindrom nefrotik sekunder, timbul sebagai akibat dari suatu penyakit sistemik
atau sebagai akibat dari berbagai sebab yang nyata seperti misalnya efek
samping obat. Penyebab yang sering dijumpai adalah :
1. Penyakit metabolik atau kongenital: diabetes mellitus, amiloidosis,
sindrom Alport, miksedema.
2. Infeksi : hepatitis B, malaria, Schistosomiasis mansoni, Lues, Subacute
Bacterial Endocarditis, Cytomegalic Inclusion Disease, lepra, sifilis,
streptokokus, AIDS.
3. Toksin dan alergen: logam berat (Hg), Trimethadion, paramethadion,
probenecid, penisillamin, vaksin polio, tepung sari, racun serangga, bisa
ular.
4. Penyakit sistemik bermediasi imunologik: Lupus Eritematosus Sistemik,
purpura Henoch-Schonlein, sarkoidosis.
5. Neoplasma : tumor paru, penyakit Hodgkin, Leukemia, tumor
gastrointestinal.
Penyakit perdarahan : Hemolytic Uremic Syndrome

3.4.

Klasifikasi
Klasifikasi kelainan glomerulus pada sindrom nefrotik primer
1. Kelainan minimal (KM)
2. Glomerulopati membranosa (GM)
3. Glomerulosklerosis fokal segmental (GSFS)
15

4. Glomerulonefritis membrano-proliferatif (GNMP)


Sindrom nefrotik primer yang banyak menyerang anak biasanya berupa sindrom
nefrotik tipe kelainan minimal. Pada dewasa prevalensi sindrom nefrotik tipe
kelainan minimal jauh lebih sedikit dibandingkan pada anak-anak.
Di Indonesia gambaran histopatologik sindrom nefrotik primer agak berbeda
dengan data-data di luar negeri. Wila Wirya menemukan hanya 44.2% tipe
kelainan minimal dari 364 anak dengan sindrom nefrotik primer yang dibiopsi,
sedangkan Noer di Surabaya mendapatkan 39.7% tipe kelainan minimal dari 401
anak dengan sindrom nefrotik primer yang dibiopsi.
3.5.

Patofisiologi
PROTEINURIA
Proteinuria (albuminuria) masif merupakan penyebab utama
terjadinya sindrom nefrotik, namun penyebab terjadinya proteinuria
belum diketahui benar. Salah satu teori yang dapat menjelaskan
adalah hilangnya muatan negatif yang biasanya terdapat di sepanjang
endotel kapiler glomerulus dan membran basal. Hilangnya muatan
negatif tersebut menyebabkan albumin yang bermuatan negatif
tertarik keluar menembus sawar kapiler glomerulus. Hipoalbuminemia
merupakan akibat utama dari proteinuria yang hebat. Edema muncul
akibat rendahnya kadar albumin serum yang menyebabkan turunnya
tekanan onkotik plasma dengan konsekuensi terjadi ekstravasasi
cairan plasma ke ruang interstitial.1,3,5
Pada SN, proteinuria umumnya bersifat masif yang berarti eksresi
protein > 50 mg/kgBB/hari atau >40 mg/m2/jam atau secara kualitatif
proteinuria +++ sampai ++++. Oleh karena proteinuria paralel
dengan kerusakan mbg , maka proteinuria dapat dipakai sebagai
petunjuk sederhana untuk menentukan derajat kerusakan glomerulus.
Jadi yang diukur adalah Index Selectivity of Proteinuria (ISP). ISP dapat
ditentukan dengan cara mengukur ratio antara Clearance IgG dan
Clearence Transferin.

ISP =

Clearance IgG

Clearance Transferin

16

Bila ISP < 0,2 berarti ISP meninggi (Highly Selective Proteinuria)
yang secara klinik menunjukkan kerusakan glomerulus ringan dan
respons terhadap kortikosteroid baik. Bila ISP >
0,2 berarti ISP
menurun (Poorly Selective Proteinuria) yang secara klinik menunjukkan
kerusakan glomerulus berat dan tidak adanya respons terhadap
kortikosteroid.3,5

HIPERLIPIDEMIA
Hiperlipidemia muncul akibat penurunan tekanan onkotik, disertai
pula oleh penurunan aktivitas degradasi lemak karena hilangnya aglikoprotein sebagai perangsang lipase. Apabila kadar albumin serum
kembali normal, baik secara spontan ataupun dengan pemberian infus
albumin, maka umumnya kadar lipid kembali normal. Dikatakan
hiperlipidemia karena bukan hanya kolesterol saja yang meninggi
( kolesterol > 250 mg/100 ml ) tetapi juga beberapa konstituen lemak
meninggi dalam darah. Konstituen lemak itu adalah kolesterol, Low
Density Lipoprotein(LDL), Very Low Density Lipoprotein(VLDL), dan
trigliserida (baru meningkat bila plasma albumin < 1gr/100 mL. Akibat
hipoalbuminemia, sel-sel hepar terpacu untuk membuat albumin
sebanyak-banyaknya. Bersamaan dengan sintesis albumin ini, sel sel
hepar juga akan membuat VLDL. Dalam keadaan normal VLDL diubah
menjadi LDL pleh lipoprotein lipase. Tetapi, pada SN aktivitas enzim ini
terhambat oleh adanya hipoalbuminemia dan tingginya kadar asam
lemak bebas. Disamping itu menurunnya aktivitas lipoprotein lipase ini
disebabkan pula oleh rendahnya kadar apolipoprotein plasma sebagai
akibat keluarnya protein ke dalam urine. Jadi, hiperkolesteronemia ini
tidak hanya disebabkan oleh produksi yang berlebihan , tetapi juga
akibat gangguan katabolisme fosfolipid.

HIPOALBUMINEMIA
Hipoalbuminemia terjadi apabila kadar albumin dalam darah < 2,5 gr/100 ml.
Hipoalbuminemia pada SN dapat disebabkan oleh proteinuria, katabolisme
protein yang berlebihan dan nutrional deficiency. Hipoalbuminemia menyebabkan
penurunan tekanan onkotik koloid plasma intravaskuler. Keadaan ini
menyebabkan terjadi ekstravasasi cairan menembus dinding kapiler dari ruang
intravaskuler ke ruang interstitial yang menyebabkan edema. Penurunan volume
plasma atau volume sirkulasi efektif merupakan stimulasi timbulnya retensi air
dan natrium renal. Retensi natrium dan air ini timbul sebagai usaha kompensasi
tubuh untuk menjaga agar volume dan tekanan intravaskuler tetap normal. Retensi
17

cairan selanjutnya mengakibatkan pengenceran plasma dan dengan demikian


menurunkan tekanan onkotik plasma yang pada akhirnya mempercepat
ekstravasasi cairan ke ruang interstitial.
Berkurangnya volume intravaskuler merangsang sekresi renin yang memicu
rentetan aktivitas aksis renin-angiotensin-aldosteron dengan akibat retensi natrium
dan air, sehingga produksi urine menjadi berkurang, pekat dan kadar natrium
rendah. Hipotesis ini dikenal dengan teori underfill. Dalam teori ini dijelaskan
bahwa peningkatan kadar renin plasma dan aldosteron adalah sekunder karena
hipovolemia. Tetapi ternyata tidak semua penderita sindrom nefrotik
menunjukkan fenomena tersebut. Beberapa penderita sindrom nefrotik justru
memperlihatkan peningkatan volume plasma dan penurunan aktivitas renin
plasma dan kadar aldosteron, sehingga timbullah konsep baru yang disebut teori
overfill. Menurut teori ini retensi renal natrium dan air terjadi karena mekanisme
intrarenal primer dan tidak tergantung pada stimulasi sistemik perifer. Retensi
natrium renal primer mengakibatkan ekspansi volume plasma dan cairan
ekstraseluler. Pembentukan edema terjadi sebagai akibat overfilling cairan ke
dalam kompartemen interstitial. Teori overfill ini dapat menerangkan volume
plasma yang meningkat dengan kadar renin plasma dan aldosteron rendah sebagai
akibat hipervolemia.
EDEMA
Pembentukan edema pada sindrom nefrotik merupakan suatu proses yang
dinamik dan mungkin saja kedua proses underfill dan overfill berlangsung
bersamaan atau pada waktu berlainan pada individu yang sama, karena
patogenesis penyakit glomerulus mungkin merupakan suatu kombinasi
rangsangan yang lebih dari satu.3Edema mula-mula nampak pada kelopak mata
terutama waktu bangun tidur. Edema yang hebat / anasarca sering disertai edema
genitalia eksterna. Edema anasarca terjadi bila kadar albumin darah < 2 gr/ 100
ml. Selain itu, edema anasarca ini dapat menimbulkan diare dan hilangnya nafsu
makan karena edema mukosa usus. Akibat anoreksia dan proteinuria masif, anak
dapat menderita PEM. Hernia umbilikalis, dilatasi vena, prolaps rekstum dan
sesak nafas dapat pula terjadi akibat edema anasarca ini.
Pada umumnya tipe SNKM mempunyai gejala-gejala klinik
yang disebut diatas tanpa gejala-gejala lain. Oleh karena itu,
secara klinik SNKM ini dapat dibedakan dari SN dengan kelainan
histologis tipe lain yaitu pada SNKM dijumpai hal-hal sebagai
berikut pada umunya :

Anak berumur 1-6 tahun

Tidak ada hipertensi

Tidak ada hematuria makroskopis atau mikroskopis

18

Fungsi ginjal normal

Titer komplemen C3 normal

Respons terhadap kortikosteroid baik sekali.


Oleh karena itulah, bila dijumpai kasus SN dengan gejalagejala diatas dan mengingat bahwa SNKM terdapat pada 7080% kasus, maka pada beberapa penelitian tidak dilakukan
biopsi ginjal.

3.6.

Manifestasi Klinis
Adapun manifesitasi klinik dari sindrom nefrotik adalah :
Apapun tipe sindrom nefrotik, manifestasi klinik utama adalah edema, yang
tampak pada sekitar 95% anak dengan sindrom nefrotik. Seringkali edema
timbul secara lambat sehingga keluarga mengira sang anak bertambah gemuk.
Pada fase awal edema sering bersifat intermiten; biasanya awalnya tampak
pada daerah-daerah yang mempunyai resistensi jaringan yang rendah
(misalnya daerah periorbita, skrotum atau labia). Akhirnya edema menjadi
menyeluruh dan masif (anasarka).
Edema berpindah dengan perubahan posisi, sering tampak sebagai edema
muka pada pagi hari waktu bangun tidur, dan kemudian menjadi bengkak
pada ekstremitas bawah pada siang harinya. Bengkak bersifat lunak,
meninggalkan bekas bila ditekan (pitting edema). Pada penderita dengan
edema hebat, kulit menjadi lebih tipis dan mengalami oozing. Edema biasanya
tampak lebih hebat pada pasien SNKM dibandingkan pasien-pasien GSFS
atau GNMP. Hal tersebut disebabkan karena proteinuria dan hipoproteinemia
lebih hebat pada pasien SNKM.
Edema paling parah biasanya dijumpai pada sindrom nefrotik tipe kelainan
minimal (SNKM). Bila ringan, edema biasanya terbatas pada daerah yang
mempunyai resistensi jaringan yang rendah, misal daerah periorbita, skrotum,
labia. Edema bersifat menyeluruh, dependen dan pitting. Asites umum
dijumpai, dan sering menjadi anasarka. Anak-anak dengan asites akan
mengalami restriksi pernafasan, dengan kompensasi berupa tachypnea. Akibat
edema kulit, anak tampak lebih pucat.
Gangguan gastrointestinal sering timbul dalam perjalanan penyakit sindrom
nefrotik. Diare sering dialami pasien dengan edema masif yang disebabkan
edema mukosa usus. Hepatomegali disebabkan sintesis albumin yang
meningkat, atau edema atau keduanya. Pada beberapa pasien, nyeri perut yang
kadang-kadang berat, dapat terjadi pada sindrom nefrotik yang sedang
kambuh karena edema dinding perut atau pembengkakan hati.
Nafsu makan menurun karena edema. Anoreksia dan terbuangnya protein
mengakibatkan malnutrisi berat terutama pada pasien sindrom nefrotik
resisten-steroid.
19

Asites berat dapat menimbulkan hernia umbilikalis dan prolaps ani.5


Oleh karena adanya distensi abdomen baik disertai efusi pleura atau tidak,
maka pernapasan sering terganggu, bahkan kadang-kadang menjadi gawat.
Keadaan ini dapat diatasi dengan pemberian infus albumin dan diuretik.5
Anak sering mengalami gangguan psikososial, seperti halnya pada penyakit
berat dan kronik umumnya yang merupakan stres nonspesifik terhadap anak
yang sedang berkembang dan keluarganya. Kecemasan dan merasa bersalah
merupakan respons emosional, tidak saja pada orang tua pasien, namun juga
dialami oleh anak sendiri. Kecemasan orang tua serta perawatan yang terlalu
sering dan lama menyebabkan perkembangan dunia sosial anak menjadi
terganggu.5
Hipertensi dapat dijumpai pada semua tipe sindrom nefrotik. Penelitian
International Study of Kidney Disease in Children (SKDC) menunjukkan 30%
pasien SNKM mempunyai tekanan sistolik dan diastolik lebih dari 90th
persentil umur.2
Tanda sindrom nefrotik yaitu :
Tanda utama sindrom nefrotik adalah proteinuria yang masif yaitu > 40
mg/m2/jam atau > 50 mg/kg/24 jam; biasanya berkisar antara 1-10 gram per
hari. Pasien SNKM biasanya mengeluarkan protein yang lebih besar dari
pasien-pasien dengan tipe yang lain.5
Hipoalbuminemia merupakan tanda utama kedua. Kadar albumin serum < 2.5
g/dL. 1,5
Hiperlipidemia merupakan gejala umum pada sindrom nefrotik, dan
umumnya, berkorelasi terbalik dengan kadar albumin serum. Kadar kolesterol
LDL dan VLDL meningkat, sedangkan kadar kolesterol HDL menurun. Kadar
lipid tetap tinggi sampai 1-3 bulan setelah remisi sempurna dari proteinuria. 1,5
Hematuria mikroskopik kadang-kadang terlihat pada sindrom nefrotik, namun
tidak dapat dijadikan petanda untuk membedakan berbagai tipe sindrom
nefrotik.1,5
Fungsi ginjal tetap normal pada sebagian besar pasien pada saat awal
penyakit. Penurunan fungsi ginjal yang tercermin dari peningkatan kreatinin
serum biasanya terjadi pada sindrom nefrotik dari tipe histologik yang bukan
SNKM. 1,5
Tidak perlu dilakukan pencitraan secara rutin pada pasien sindrom nefrotik.
Pada pemeriksaan foto toraks, tidak jarang ditemukan adanya efusi pleura dan
hal tersebut berkorelasi secara langsung dengan derajat sembab dan secara
tidak langsung dengan kadar albumin serum. Sering pula terlihat gambaran
asites. USG ginjal sering terlihat normal meskipun kadang-kadang dijumpai
pembesaran ringan dari kedua ginjal dengan ekogenisitas yang normal. 1,5
3.7.

Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang.
20

1) Anamnesis
Keluhan yang sering ditemukan adalah bengkak di kedua kelopak mata,perut,
tungkai, atau seluruh tubuh dan dapat disertai jumlah urin yang berkurang.
Keluhan lain juga dapat ditemukan seperti urin berwarna kemerahan.5
2) Pemeriksaan fisis
Pada pemeriksaan fisik sindrom nefrotik dapat ditemukan edema di kedua
kelopak mata, tungkai, atau adanya asites dan edema skrotum/labia. Kadangkadang ditemukan hipertensi.5
3) Pemeriksaan penunjang
Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan :
Pada pemeriksaan urinalisis ditemukan albumin secara kualitatif +2
sampai +4. Secara kuantitatif > 50 mg/kgBB/hari ( diperiksa memakai
reagen ESBACH ). Pada sedimen ditemukan oval fat bodies yakni epitel
sel yang mengandung butir-butir lemak, kadang-kadang dijumpai eritrosit,
leukosit, toraks hialin dan toraks eritrosit.2,3,4,5
Pada pemeriksaan darah didapatkan protein total menurun (N:6,2-8,1
gm/100ml), albumin menurun (N: 4-5,8 gm/100ml), 1 globulin normal
(N: 0,1-0,3 gm/100ml), 2 globulin meninggi (N:0,4-1 gm/100ml),
globulin normal (N: 0,5-09 gm/100ml), globulin normal (N:0,3-1
gm/100ml), rasio albumin/globulin <1 (N:3/2), komplemen C3
normal/rendah (N:80-120 mg/100ml), ureum, kreatinin dan klirens
kreatinin normal kecuali ada penurunan fungsi ginjal, hiperkolesterolemia,
dan laju endap darah yang meningkat. 2,3,4
Foto Thorax PA dan LDK dilakukan bila ada sindrom gangguan nafas
untuk mencari penyebabnya apakah pneumonia atau edema paru akut.2
Pemeriksaan histologik yaitu biopsy ginjal. Namun biopsy ginjal secara
perkutan atau pembedahan bersifat invasive, maka biopsy ginjal hanya
dilakukan atas indikasi tertentu dan bila orang tua dan anak setuju.2
3.8.

Diagnosis Banding
GLOMERULO NEFRITIS
Glomerulonefritis merupakan penyakit ginjal dengan suatu inflamasi dan
proliferasi sel glomerulus. Peradangan tersebut terutama disebabkan mekanisme
imunologis yang menimbulkan kelainan patologis glomerulus dengan mekanisme
yang masih belum jelas. Pada anak kebanyakan kasus glomerulonefritis akut
adalah pasca infeksi, paling sering infeksi streptokokus beta hemolitikus grup A.
Dari perkembangan teknik biopsi ginjal per-kutan, pemeriksaan dengan
mikroskop elektron dan imunofluoresen serta pemeriksaan serologis,
glomerulonefritis akut pasca streptokokus telah diketahui sebagai salah satu
contoh dari penyakit kompleks imun. Penyakit ini merupakan contoh klasik
sindroma nefritik akut dengan awitan grosshematuria, edema, hipertensi dan
insufisiensi ginjal akut. Walaupun penyakit ini dapat sembuh sendiri dengan
kesembuhan yang sempurna, pada sebagian kecil kasus dapat terjadi gagal ginjal
akut sehingga memerlukan pemantauan.

3.9.

Penatalaksanaan
21

Bila diagnosis sindrom nefrotik telah ditegakkan, sebaiknya janganlah tergesagesa memulai terapi kortikosteroid, karena remisi spontan dapat terjadi pada 510% kasus. Steroid dimulai apabila gejala menetap atau memburuk dalam waktu
10-14 hari.Untuk menggambarkan respons terapi terhadap steroid pada anak
dengan sindrom nefrotik digunakan istilah-istilah seperti tercantum pada tabel 2
berikut :2,3,4,5
Istilah yang menggambarkan respons terapi steroid pada anak dengan sindrom
nefrotik5
Remisi
Kambuh
Kambuh
sering

tidak

Kambuh sering
Responsif-steroid
Dependen-steroid
Resisten-steroid
Responder lambat

Proteinuria negatif atau seangin, atau proteinuria < 4


mg/m2/jam selama 3 hari berturut-turut.
Proteinuria 2 + atau proteinuria > 40 mg/m2/jam selama
3 hari berturut-turut, dimana sebelumnya pernah
mengalami remisi.
Kambuh < 2 kali dalam masa 6 bulan, atau < 4 kali
dalam periode 12 bulan.
Kambuh 2 kali dalam 6 bulan pertama setelah respons
awal atau 4 kali kambuh pada setiap periode 12 bulan.
Remisi tercapai hanya dengan terapi steroid saja.
Terjadi 2 kali kambuh berturut-turut selama masa
tapering terapi steroid, atau dalam waktu 14 hari setelah
terapi steroid dihentikan.
Gagal mencapai remisi meskipun telah diberikan terapi
prednison 60 mg/m2/hari selama 4 minggu.
Remisi terjadi setelah 4 minggu terapi prednison 60
mg/m2/hari tanpa tambahan terapi lain.
Resisten-steroid sejak terapi awal.
Resisten-steroid terjadi pada pasien yang sebelumnya
responsif-steroid.

Nonresponder
awal
Nonresponder
lambat
3.10.
Komplikasi
Infeksi sekunder : mungkin karena kadar immunoglobulin yang rendah akibat
hipoalbuminemia
Syok : terjadi terutama pada hipoalbuminemia berat (<1 gm/100 ml) yang
menyebabkan hipovolemi berat sehingga terjadi syok.
Trombosis vaskuler : mungkin akibat gangguan system koagulasi sehingga terjadi
peninggian fibrinogen plasma atau factor V,VII,VIII dan X. Trombus lebih sering
terjadi di system vena apalagi bila disertai pengobatan kortikosteroid.
Komplikasi lain yang bisa timbul ialah malnutrisi atau kegagalan ginjal.
3.11.
Pencegahan
Pencegahan pada nefrotik sindrom adalah untuk mengurangi gejala dan mencegah
pemburukan fungsi ginjal yaitu sebagai berikut :
1. Pengaturan minum

22

Hal ini dilakukan untuk pengobatan penyakit dasar dan pengobatan cairan dan
elektrolit, yaitu pemberian cairan intravena sampai diuresis cukup maksimal.
2. Pengendalian hipertensi
Tekanan darah harus dikendalikan dengan obat-obatan golongan tertentu, tekanan
darah data diturunkan tanpa diturunkan fungsi ginjal, misalnya dengan
betabloker, methyldopa, vasodilator, juga mengatur pemasukan garam.
3. Pengendalian darah
Peningkatan kalium darah dapat mengakibatkan kemaitan mendadak, ini
dapat dihindari dengan hati-hati dalam pemberian obat-obatan dan diit buahbuahan, hiperkalemia dapat diagnosis dengan pemeriksaan EEG dan EKG, bila
hiperkalemia sudah terjadi maka dilakukan pengurangan intake kalium,
pemberian natrium bicarbonate secara intra vena, pemberian cairan parental
(glukosa), dan pemberian insulin.
4. Penanggulangan Asidosis
Pada umumnya asidosis baru timbul pada tahap lanjut dari nefrotik sindrom.
Sebelum memberikan pengobatan khusus, faktor lain yang harus diatasi dulu
misalnya rehidrasi. Pemberian asam melalui makanan dan obat-obatan harus
dihindari. Pengobatan natrium bikarbonat dapat diberikan melalui peroral dan
parenteral, pada permulaan diberi 100 mg natrium bicarbonate, diberikan
melalui intravena secara perlahan-lahan.Tetapi lain dengan dilakukan dengan
cara hemodialisis dan dialysis peritoneal.
5. Pengobatan dan pencegahan infeksi
Ginjal yang sedemikian rupa lebih mudah mengalami infeksi, hal ini dapat
memperburuk faal ginjal. Obat-obatan antimikroba diberikan bila ada
bakteriuria dengan memperhatikan efek nefrotoksik, tindakan katetrisasi harus
sedapat mungkin dihindari karena dapat mempermudah terjadinya infeksi.
6. Pengaturan diit dan makanan
Gejala ureum dapat hilang bila protein dapat dibatasi dengan syarat kebutuhan
energi dapat terpenuhi dengan baik, protein yang diberikan sebaiknya
mengandung asam amino yang esensial, diet yang hanya mengandung 20 gram
protein yang dapat menurunkan nitrogen darah, kalori diberikan sekitar 30
kal/kgBB dapat dikurangi apabila didapati obesitas.
3.12.

Prognosis
Prognosis umumnya baik, kecuali pada keadaan-keadaan sebagai berikut :
Menderita untuk pertamakalinya pada umur di bawah 2 tahun atau di atas 6
tahun.
Disertai oleh hipertensi.
Disertai hematuria.
Termasuk jenis sindrom nefrotik sekunder.
Gambaran histopatologik bukan kelainan minimal. Misalnya pada focal
glomerulosklerosis, membranoproliferative glomerulonephritis mempunyai
prognosis yang kurang baik karena sering mengalami kegagalan ginjal.1,3,4,5
Pada umumnya sebagian besar (+ 80%) sindrom nefrotik primer memberi
respons yang baik terhadap pengobatan awal dengan steroid, tetapi kira-kira
23

50% di antaranya akan relapse berulang dan sekitar 10% tidak memberi
respons lagi dengan pengobatan steroid.5
4. Memahami dan Menjelaskan Pemeriksaan Penunjang
4.1.
Tes Fungsi Ginjal
Ginjal normal mempunyai 3 fungsi pokok yaitu: ultrafiltrasi oleh glomerulus,
reabsorbsi air dan padatan yang difiltrasi dalam tubulus, serta sekresi ion-ion
organik dan non-organik tubulus. Dalam menangani penderita penyakit ginjal
diperlukan bantuan pemeriksaan laboratorium. Disamping untuk menetapkan
diagnosis penyakitnya, pemeriksaan laboratorium juga berperan untuk memantau
fungsi ginjal. Pemeriksaan laboratorium fungsi ginjal mempunyai arti penting
agar dokter tidak hanya mampu mengatasi penyakitnya, tetapi juga untuk
mengevaluasi fungsi ginjal penderita tidak bertambah parah.
Fungsi ginjal dapat dievaluasi dengan berbagai uji laboratorium secara mudah.
Langkah awal dimulai dengan pemeriksaan urinalisis lengkap, termasuk
pemeriksaan sedimen urin. Berbagai informasi penting mengenai status fungsi
ginjal dapat diperoleh dari urinalisis. Pengukuran kadar nitrogen urea darah
(BUN) dan kreatinin serum berguna untuk evaluasi gambaran fungsi ginjal secara
umum. Dalam keterbatasannya, kedua uji tersebut mampu membuat estimasi laju
filtrasi glomerulus (LFG) yang akurat. Untuk menetapkan LFG yang lebih tepat
dapat dilakukan pengukuran dengan klirens kreatinin atau klirens inulin atau
penetapan LFG secara kedokteran nuklir. Evaluasi fungsi tubulus diukur melalui
pengukuran metabolisme air dan mineral serta keseimbangan asam basa.
Orang yang mengidap penyakit ginjal kronis mungkin memiliki beberapa atau
semua tes berikut.
1. Kreatinin serum
Kreatinin adalah produk limbah dalam darah yang berasal dari aktivitas otot.
Produk limbah ini biasanya dibuang dari darah melalui ginjal, tapi ketika
fungsi ginjal melambat, tingkat kreatinin akanmeningkat. Biasanya hasil
pemeriksaan serum kreatinin digunakan untuk menghitung GFR.
Jumlah kreatinin yang dikeluarkan seseorang setiap hari lebih bergantung
pada massa otot total daripada aktivitas otot atau tingkat metabolisme protein,
walaupun keduanya juga menimbulkan efek. Pembentukan kreatinin harian
umumnya tetap, kecuali jika terjadi cedera fisik yang berat atau penyakit
degeneratif yang menyebabkan kerusakan masif pada otot.
Prosedur
Jenis sampel untuk uji kreatinin darah adalah serum atau plasma heparin.
Kumpulkan 3-5 ml sampel darah vena dalam tabung bertutup merah (plain
24

tube) atau tabung bertutup hijau (heparin). Lakukan sentrifugasi dan pisahkan
serum/plasma-nya. Catat jenis obat yang dikonsumsi oleh penderita yang
dapat meningkatkan kadar kreatinin serum. Tidak ada pembatasan asupan
makanan atau minuman, namun sebaiknya pada malam sebelum uji dilakukan,
penderita dianjurkan untuk tidak mengkonsumsi daging merah.
Kadar kreatinin diukur dengan metode kolorimetri
spektrofotometer, fotometer atau analyzer kimiawi.

menggunakan

Nilai Rujukan

DEWASA : Laki-laki : 0,6-1,3 mg/dl. Perempuan : 0,5-1,0 mg/dl. (Wanita


sedikit lebih rendah karena massa otot yang lebih rendah daripada pria).

ANAK : Bayi baru lahir : 0,8-1,4 mg/dl. Bayi : 0,7-1,4 mg/dl. Anak (2-6
tahun) : 0,3-0,6 mg/dl. Anak yang lebih tua : 0,4-1,2 mg/dl. Kadar agak
meningkat seiring dengan bertambahnya usia, akibat pertambahan massa
otot.

LANSIA : Kadarnya mungkin berkurang akibat penurunan massa otot dan


penurunan produksi kreatinin.
Masalah Klinis
Kreatinin darah meningkat jika fungsi ginjal menurun. Oleh karena itu
kreatinin dianggap lebih sensitif dan merupakan indikator khusus pada
penyakit ginjal dibandingkan uji dengan kadarnitrogen urea darah (BUN).
Sedikit peningkatan kadar BUN dapat menandakan terjadinya hipovolemia
(kekurangan volume cairan), namun kadar kreatinin sebesar 2,5 mg/dl dapat
menjadi indikasi kerusakan ginjal. Kreatinin serum sangat berguna untuk
mengevaluasi fungsi glomerulus.
Keadaan yang berhubungan dengan peningkatan kadar kreatinin adalah :
gagal ginjal akut dan kronis, nekrosis tubular akut, glomerulonefritis,
nefropati diabetik, pielonefritis, eklampsia, pre-eklampsia, hipertensi esensial,
dehidrasi, penurunan aliran darah ke ginjal (syok berkepanjangan, gagal
jantung kongestif), rhabdomiolisis, lupus nefritis, kanker (usus, kandung
kemih, testis, uterus, prostat), leukemia, penyakit Hodgkin, diet tinggi protein
(mis. daging sapi [kadar tinggi], unggas, dan ikan [efek minimal]).
Obat-obatan yang dapat meningkatkan kadar kreatinin adalah : Amfoterisin B,
sefalosporin (sefazolin, sefalotin), aminoglikosid (gentamisin), kanamisin,
metisilin, simetidin, asam askorbat, obat kemoterapi sisplatin, trimetoprim,
barbiturat, litium karbonat, mitramisin, metildopa, triamteren.
25

Penurunan kadar kreatinin dapat dijumpai pada : distrofi otot (tahap akhir),
myasthenia gravis.
Untuk menilai fungsi ginjal, permintaan pemeriksaan kreatinin dan BUN
hampir selalu disatukan (dengan darah yang sama). Kadar kreatinin dan BUN
sering diperbandingkan. Rasio BUN/kreatinin biasanya berada pada kisaran
12-20. Jika kadar BUN meningkat dan kreatinin serum tetap normal,
kemungkinan terjadi uremia non-renal (prarenal); dan jika keduanya
meningkat, dicurigai terjadi kerusakan ginjal (peningkatan BUN lebih pesat
daripada kreatinin). Pada dialisis atau transplantasi ginjal yang berhasil, urea
turun lebih cepat daripada kreatinin. Pada gangguan ginjal jangka panjang
yang parah, kadar urea terus meningkat, sedangkan kadar kreatinin cenderung
mendatar, mungkin akibat akskresi melalui saluran cerna.
Rasio BUN/kreatinin rendah (<12)>20) dengan kreatinin normal dijumpai
pada uremia prarenal, diet tinggi protein, perdarahan saluran cerna, keadaan
katabolik. Rasio BUN/kreatinin tinggi (>20) dengan kreatinin tinggi dijumpai
pada azotemia prarenal dengan penyakit ginjal, gagal ginjal, azotemia
pascarenal.
Faktor yang Dapat Mempengaruhi Hasil Laboratorium Pemeriksaan
Kreatinin serum

Obat tertentu (lihat pengaruh obat) yang dapat meningkatkan kadar


kreatinin serum.

Kehamilan

Aktivitas fisik yang berlebihan

Konsumsi daging merah dalam jumlah besar dapat mempengaruhi temuan


laboratorium.

2. Glomerular Filtration Rate (GFR)


GFR menggambarkan fungsi ginjal yang kita miliki dan umumnya
diperkirakan dari tingkat kreatinin darah. GFR atau LFG (laju filtrasi
glomerular) adalah tes terbaik untuk mengukur tingkat fungsi ginjal dan
menentukan stadium penyakit ginjal. Para dokter biasanya dapat menghitung
dari hasil tes darah kreatinin, usia Anda, ras, gender dan faktor
lainnya.Penyakit ginjal lebih awal terdeteksi, semakin baik kesempatan untuk
memperlambat atau menghentikan perkembangannya.
26

GFR merupakanperhitungan yang menandai tingkat efisiensi penyaringan


bahan ampas dari darah oleh ginjal. Perhitungan GFR yang umum
membutuhkan suntikan zat pada aliran darah yang kemudian diukur pada
pengambilan air seni 24 jam. Baru-baru ini, para ilmuwan menemukan bahwa
GFR dapat dihitung tanpa suntikan atau pengambilan air seni. Hitungan baru
ini hanya membutuhkan pengukuran tingkat kreatinin dalam contoh darah.
Kreatinin adalah bahan ampas dalam darah yang dihasilkan oleh penguraian
sel otot secara normal selama kegiatan. Ginjal yang sehat menghilangkan
kreatinin dari darah dan memasukkannya pada air seni untuk dikeluarkan dari
tubuh. Bila ginjal tidak bekerja sebagaimana mestinya, kreatinin bertumpuk
dalam darah.
Dalam laboratorium, darah kita akan dites untuk menentukan ada berapa
miligram kreatinin dalam satu desiliter darah (mg/dL). Tingkat kreatinin
dalam darah dapat berubah-ubah, dan setiap laboratorium mempunyai nilai
normal sendiri, umumnya 0,6-1,2mg/dL. Bila tingkat kreatinin sedikit di atas
batas atas nila normal ini, kita kemungkinan tidak akan merasa sakit, tetapi
tingkat yang lebih tinggi ini adalah tanda bahwa ginjal kita tidak bekerja
dengan kekuatan penuh. Satu rumusan untuk mengestimasikan fungsi ginjal
adalah menyamakan tingkat kreatinin 1,7mg/dL untuk kebanyakan laki-laki
dan 1,4mg/dL untuk kebanyakan perempuan sebagai 50% fungsi ginjal
normal. Tetapi karena tingkat kreatinin begitu berubah-ubah, dan dapat
dipengaruhi oleh makanan, perhitungan GFR adalah lebih tepat untuk
menentukan apakah kita mempunyai fungsi ginjal yang rendah.
Perhitungan GFR baru memakai ukuran kreatinin bersamaan dengan berat
badan, usia, dan nilai ditentukan untuk jenis kelamin dan ras. Beberapa
laboratorium dapat menghitung GFR saat tingkat kreatinin diukur, dan
memasukkannya pada laporan.
Glomerular filtration rate adalah volume cairan yang disaring dari glomerulus
ginjal ke kapsul Bowman per satuan waktu. Laju filtrasi glomerulus (GFR)
dapat dihitung dengan mengukur bahan kimia yang memiliki tingkat mantap
dalam darah dan disaring secara bebas tetapi tidak diserap atau dikeluarkan
oleh ginjal. Tingkat itu diukur adalah jumlah substansi dalam urin yang
berasal dari volume diperhitungkan darah. GFR ini biasanya dicatat dalam
satuan volume per waktu, misalnya, mililiter per menit ml / menit.
Ada beberapa teknik yang berbeda digunakan untuk menghitung atau
memperkirakan laju filtrasi glomerulus. Cara yang paling sering dipakai untuk
menghitung LFG dalam klinik adalah dengan menggunakan prinsip klirens.
Klirens suatu zat adalah volume plasma yang dibutuhkan untuk
27

membersihkan suatu zat dari glomerulus dalam suatu periode waktu. Marker
yang digunakan untuk mengukur LFG dengan prinsip ini haruslah bebas
filtrasi dalam glomerulus dan tidak direabsorbsi maupun disekresi oleh
tubulus renal. GFR ini dapat ditentukan misalnya dengan menyuntikkan inulin
dalam plasma. Inulin tidak diserap atau dikeluarkan oleh ginjal setelah
penyaringan glomerular, hingga laju ekskresi berbanding lurus dengan tingkat
filtrasi air dan zat terlarut di saringan glomerulus. Pada tahap awal penyakit
ginjal, hasil akan tetap normal karena hyperfiltration dalam nefron. Koleksi
lengkap urin merupakan sumber penting kesalahan dalam pengukuran inulin
clearance. Bila marker dengan karakteristik seperti tersebut diatas diberikan,
jumlah marker yang difiltrasi oleh glomerulus dalam 1 menit (LFG x P) harus
sama dengan jumlah marker yang diekskresi dalam kemih dalam 1 menit
(U x V)
Maka rumus tersebut dapat ditulis sebagai berikut:
LFG x P = U V
LFG
=
laju
filtrasi
P
=
kadar
marker
dalam
U
=
kadar
marker
dalam
V
= volume kemih yang dikeluarkan selama masa uji

glomerulus
plasma
kemih

Sehingga, bila volume kemih (V) diukur selama masa uji dan kadar marker
dalam plasma (P) dan kemih (U) diketahui, maka LFG dapat dihitung dengan
mudah.
Normal GFR pada orang dewasa adalah 120-125 ml/menit. GFR berfungsi
untuk mempertahankan homeostasis tubuh. GFR yang terlalu cepat
menyebankan proses reabsorpsi di renal tubule tidak sempurna, sebaliknya
GFR yang lambat menyebabkan tingginya reabsorpsi zat yang seharusnya
dibuang lewat urin. GFR sangat erat kaitannya dengan Tekanan Darah tubuh.
GFR dapat dikatakan normal jika TD 80-180 mmHG. GFR dipertahankan
dengan mekanisme autoregulasi dan miogenik ginjal (renal myogenik
autoregulation) dan umpan balik tubuloglomerular (tubuloglomerular
feedback).
Marker untuk estimasi LFG
Marker yang ideal untuk pengukuran LFG adalah marker yang non-toksik,
dapat mencapai kadar plasma yang stabil dalam keadaan keseimbangan, tidak
terikat pada protein plasma, difiltrasi bebas oleh glomerulus, tidak disekresi
dan direabsorbsi oleh tubulus ginjal.
28

1. Klirens inulin
Inulin merupakan marker yang ideal karena memenuhi semua persyaratan
tersebut, sehingga klirens inulin dipakai sebagai baku emas dalam
penghitungan LFG baik pada dewasa maupun pada anak-anak.
Pengukuran LFG dengan klirens inulin hanya dipakai dalam riset, karena
klirens inulin sulit dilakukan dalam praktek sehari-hari. Prosedur
pemeriksaan adalah dengan cara infus inulin selama 3 jam agar diperoleh
kadar yang stabil dalam cairan ekstraseluler. Dibutuhkan intake cairan
yang banyak.
2. Klirens kreatinin
Kreatinin endogen paling sering dipakai untuk menentukan LFG.
Meskipun kreatinin bebas filtrasi dalam glomerulus, terdapat sejumlah
kecil kreatinin disekresi dalam tubulus. Perlu pengumpulan kemih 24 jam.
LFG berhubungan terbalik dengan kadar kreatinin plasma.
Prosedur pelaksanaan uji klirens kreatinin
Metode klirens kreatinin untuk penentuan LFG membutuhkan
pengumpulan kemih yang akurat. Meskipun pengumpulan kemih 24 jam
dipakai sebagai metode standard dalam pengukuran klirens kreatinin,
pengumpulan kemih jangka pendek (1-2 jam) juga dapat dilakukan.
Prosedur pelaksanaannya adalah sebagai berikut. Anak diminta untuk
miksi dan mengosongkan buli pada pukul 7 pagi Kemih tersebut dibuang,
dan saat itu dicatat sebagai waktu mulainya pengumpulan kemih. Semua
kemih yang dikeluarkan dalam 24 jam berikutnya ditampung dan
disimpan dalam kulkas atau termos dingin. Pada akhir dari 24 jam
pengumpulan (pukul 7 pagi keesokan harinya), anak diminta kencing dan
mengosongkan bulinya dan kemih ditampung. Volume kemih tampung
dicatat dengan seksama lalu kirim ke laoratorium untuk estimasi kadar
kreatinin. Darah untuk estimasi kreatinin sebaiknya diambil pada midpoint
dari pengumpulan kemih (lebih kurang 12 jam); apabila pengambilan
darah tersebut tidak memungkinan, darah dapat diambil pada akhir dari
pengumpulan kemih.
Untuk menyeragamkan satuan pengukuran LFG, hasilnya diinterpolasikan
terhadap luas permukaan tubuh (mL/Min/1.73 m2) sehingga didapatkan
rumus sebagai berikut:
Ucr (mg/dL) x V (mL) x 1.73
Ccr (mL/min/1.73m2)

Pcr (mg/dL) x 1440 x SA (m2)


29

Ccr

= klirens kreatinin

Ucr

= kadar kreatinin

= volume kemih yang dikumpulkan dalam 24 jam

Pcr

= kreatinin plasma

SA

= luas permukaan tubuh

1440 = jumlah waktu dalam menit dimana kemih ditampung (24 jam x 60
menit = 1440 menit)
Penentuan LFG dengan radionuclide scans
Penentuan LFG dengan memakai isotop radioaktif semakin sering digunakan
pada anak-anak. Metode penentuan LFG ini terutama digunakan untuk bayi
baru lahir dan anak-anak kecil, bila mengalami kesulitan dalam melakukan
penampungan kemih yang akurat. Beberapa radioisotop yang dapat dipakai
sebagai marker untuk estimasi LFG dalam klinik, antara lain Tcdiethylenetriaminepentacetic acid (Tc-DTPA), I-iothalate, dan Crethylenediaminetetraacetic acid (Cr-EDTA).
Uji Laju Fitrasi Glomerulus memakai marker cystatin C
Akhir-akhir ini telah dikembangkan sebuah marker baru dalam mengevaluasi
laju fitrasi glomerulus yaitu dengan mengukur kadar cystatin C dalam serum.
Cystatin C adalah protein berbasis nonglycosylate yang diproduksi secara
konstan oleh semua sel berinti. Cystatin C bebas filtrasi dalam glomerulus dan
dikatabolik dalam tubulus renal sehingga tidak disekresi maupun direabsorbsi
sebagai suatu molekul utuh. Oleh karena kadar cystatin C serum tidak
bergantung umur, jenis kelamin dan masa otot maka cystatin C dapat dipakai
sebagai marker yang lebih baik dibandingkan dengan kadar kreatinin serum
dalam mengukur laju fitrasi glomerulus.
3. Asam urat (uric acid)
Asam Urat adalah produk akhir metabolisme purin (adenine dan guanine)
yang merupakan konstituen asam nukleat. Asam urat terutama disintesis
dalam hati yang dikatalisis oleh enzim xantin oksidase. Asam urat diangkut ke
ginjal oleh darah untuk difiltrasi, direabsorbsi sebagain, dan dieksresi
sebagian sebelum akhirnya diekskresikan melalui urin. Peningkatan kadar
asam urat dalam urin dan serum (hiperuresemia) bergantung kepada fungsi
ginjal, kecepatan metabolisme purin, dan asupan diet makanan yang
mengandung purin.
30

Asam urat dapat mengkristal dalam saluran kemih pada kondisi urin yang
bersifat asam dan dapat berpotensi menimbulkan kencing batu; oleh sebab itu
fungsi ginjal yang efektif dan kondisi urin yang alkalis diperlukan bila terjadi
hiperuresemia. Masalah yang banyak terjadi berkaitan dengan hiperuresemia
adalah gout. Kadar asam urat sering berubah dari hari ke hari sehingga
pemeriksaan kadar asam urat perlu diulang kembali setelah beberapa hari atau
beberapa minggu.
Masalah Klinis
Kadar asam urat meningkat dijumpai pada : gout, leukemia (limfositik,
mielositik, monositik), kanker metastatik, mieloma multipel, eklampsia berat,
alkoholisme, hiperlipoproteinemia, diabetes mellitus (berat), gagal ginjal,
glomerulonefritis, gagal jantung kongestif, anemia hemolitik, limfoma,
polisitemia, stress, keracunan timbale, pajanan sinar-X (berlebih), latihan fisik
berlebihan, diet penurunan berat badan-tinggi protein.
Obat-obatan yang berpengaruh pada peningkatan kadar asam urat adalah :
diuretik (tiazid, furosemid, asetazolamid), levodopa, metildopa, asam
askorbat, 6-merkaptopurin, fenotiazin, salisilat (penggunaan dalam jangka
waktu lama), teofilin.
Pada gout, peningkatan produksi asam urat dipengaruhi oleh mekanisme
idiopatik atau belum diketahui, tetapi biasanya karena peningkatan sintesis
asam urat endogen sebagai cacat metabolik bawaan. Pada gout, pangkalan
asam urat dalam tubuh bisa lebih dari 10 kali normal, dan natrium urat
dideposit di dalam jaringan lunak, terutama sendi, sebagai tofi. Adanya
pengkristalan ura menyebabkan sendi membengkak, meradang, dan nyeri.
Alopurinol digunakan dalam pengobatan gout yang bekerja sebagai
penghambat xantin oksidase.
Pada leukemia atau keganasan lain, peningkatan produksi secara bermakna
disebabkan oleh penguraian asam nukleat apabila terjadi lisis sel-sel tumor
akibat nekrosis atau kemoterapi. Peningkatan kadar urat karena peningkatan
lisis sel juga dapat dijumpai pada polisitemia, anemia pernisiosa, dan kadangkadang pada psoriasis. Pengobatan dengan hormon adrenokortikotrofik atau
kortikosteroid, yang kerjanya katabolik protein mempercepat pemecahan inti
sel atau dengan obat-obatan sitotoksika, menyebabkan peningkatan urat
plasma.
Pada kegagalan glomerulus ginjal atau bila ada obstruksi aliran keluar urin,
asam urat serta ureum dan kreatinin terakumulasi. Asam urat tinggi yang dapat
terjadi pada eklampsia tanpa azotemia atau uremia disebabkan oleh lesi ginjal
31

atau perubahan metabolisme asam urat. Asidosis ketotik dan laktat bisa
meningkatkan asam urat dengan mengurangi sekresi tubulus ginjal, seperti
yang terjadi dengan diuretik tiazid dan furosemid, dan aspirin dosis rendah.
Penurunan kadar asam urat dapat dijumpai pada : penyakit Wilson, asidosis
tubulus ginjal proksimal, anemia defisiensi asam folat, luka bakar, kehamilan.
Pengaruh obat : alopurinol, azatioprin, koumadin, probenesid, sulfinpirazon.
Prosedur
Jenis spesimen yang diperlukan adalah serum atu plasma heparin. Diambil 3-5
ml darah vena dimasukkan ke dalam tabung bertutup merah atau tabung
bertutup hijau (heparin) kemudian disentrifus; cegah terjadinya hemolisis.
Serum atau plasma heparin dipisahkan. Kadar asam urat diukur dengan
metode kolorimetri menggunakan fotometer atau analyzer kimiawi.
Sebelum pengambilan sampel darah, pasien diminta puasa 8-10 jam. Tidak
ada pembatasan asupan makanan atau cairan; namun pada banyak kasus,
asupan makanan tinggi purin (mis. daging, jerohan, sarden, otak, roti manis,
dsb) perlu ditunda minimal selama 24 jam sebelum uji dilakukan; demikian
pula dengan obat-obatan yang dapat mempengaruhi hasil laboratorium. Jika
terpaksa harus minum obat, catat jenis obat yang dikonsumsi.
Nilai Rujukan

DEWASA : Laki-laki : 3.5-7.0 mg/dl. Perempuan : 2.5-6.0 mg/dl. Kadar


panik :>12mg/dl.

ANAK : 2.5-5.5 mg/dl

LANSIA : 3.5-8.5 MG/DL


Catatan : nilai normal dapat bervariasi di setiap laboratorium.
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi hasil laboratorium :

Sampel serum/plasma hemolisis,

Stress dan puasa berlebih dapat menyebabkan peningkatan kadar asam


urat serum,

Diet tinggi purin, Pengaruh obat (lihat pengaruh obat).

4. Blood Urea Nitrogen (BUN)


32

Blood Urea Nitrogen (BUN) atau nitrogen Urea adalah produk limbah normal
dalam darah anda yang berasal dari pemecahan protein dari makanan yang
anda makan dan dari metabolisme tubuh. Hal ini biasanya dihapus dari darah
Anda dengan ginjal Anda, tapi ketika fungsi ginjal melambat, tingkat BUN
naik. BUN juga dapat meningkat bila mengkonsumsi lebih banyak protein,
dan dapat turun jika makan sedikit protein.
Hampir seluruh ureum dibentuk di dalam hati, dari metabolisme protein (asam
amino). Urea berdifusi bebas masuk ke dalam cairan intra sel dan ekstrasel. Zat
ini dipekatkan dalam urin untuk diekskresikan. Pada keseimbangan nitrogen
yang stabil, sekitar 25 gram urea diekskresikan setiap hari. Kadar dalam darah
mencerminkan keseimbangan antara produksi dan ekskresi urea.
Ureum berasal dari penguraian protein, terutama yang berasal dari makanan.
Pada orang sehat yang makanannya banyak mengandung protein, ureum
biasanya berada di atas rentang normal. Kadar rendah biasanya tidak dianggap
abnormal karena mencerminkan rendahnya protein dalam makanan atau
ekspansi volume plasma. Namun, bila kadarnya sangat rendah bisa
mengindikasikan penyakit hati berat. Kadar urea bertambah dengan
bertambahnya usia, juga walaupun tanpa penyakit ginjal.
Prosedur
Untuk mengukur kadar ureum diperlukan sampel serum atau plasma heparin.
Kumpulkan 3-5 ml darah vena pada tabung bertutup merah atau bertutup hijau
(heparin), hindari hemolisis. Centrifus darah kemudian pisahkan
serum/plasma-nya untuk diperiksa. Penderita dianjurkan untuk puasa terlebih
dulu selama 8 jam sebelum pengambilan sampel darah untuk mengurangi
pengaruh diet terhadap hasil laboratorium.
Kadar ureum (BUN) diukur dengan metode kolorimetri menggunakan
fotometer atau analyzer kimiawi. Pengukuran berdasarkan atas reaksi
enzimatik dengan diasetil monoksim yang memanfaatkan enzim urease yang
sangat spesifik terhadap urea. Konsentrasi urea umumnya dinyatakan sebagai
kandungan nitrogen molekul, yaitu nitrogen urea darah (blood urea nitrogen,
BUN). Namun di beberapa negara, konsentrasi ureum dinyatakan sebagai
berat urea total. Nitrogen menyumbang 28/60 dari berat total urea, sehingga
konsentrasi urea dapat dihitung dengan mengalikan konsentrasi BUN dengan
60/28 atau 2,14.
Nilai Rujukan

DEWASA : 5 25 mg/dl
33

ANAK : 5 20 mg/dl

BAYI : 5 15 mg/dl

LANSIA : kadar sedikit lebih tinggi daripada dewasa.


Masalah Klinis
1. Peningkatan Kadar
Peningkatan kadar urea disebut uremia. Azotemia mengacu pada
peningkatan semua senyawa nitrogen berberat molekul rendah (urea,
kreatinin, asam urat) pada gagal ginjal. Penyebab uremia dibagi menjadi
tiga, yaitu penyebab prarenal, renal, dan pascarenal. Uremia prarenal
terjadi karena gagalnya mekanisme yang bekerja sebelum filtrasi oleh
glomerulus. Mekanisme tersebut meliputi : 1) penurunan aliran darah ke
ginjal seperti pada syok, kehilangan darah, dan dehidrasi; 2) peningkatan
katabolisme protein seperti pada perdarahan gastrointestinal disertai
pencernaan hemoglobin dan penyerapannya sebagai protein dalam
makanan, perdarahan ke dalam jaringan lunak atau rongga tubuh,
hemolisis, leukemia (pelepasan protein leukosit), cedera fisik berat, luka
bakar, demam.
Uremia renal terjadi akibat gagal ginjal (penyebab tersering) yang
menyebabkan gangguan ekskresi urea. Gagal ginjal akut dapat disebabkan
oleh glomerulonefritis, hipertensi maligna, obat atau logam nefrotoksik,
nekrosis korteks ginjal. Gagal ginjal kronis disebabkan oleh
glomerulonefritis, pielonefritis, diabetes mellitus, arteriosklerosis,
amiloidosis, penyakit tubulus ginjal, penyakit kolagen-vaskular.
Uremia pascarenal terjadi akibat obstruksi saluran kemih di bagian bawah
ureter, kandung kemih, atau urethra yang menghambat ekskresi urin.
Obstruksi ureter bisa oleh batu, tumor, peradangan, atau kesalahan
pembedahan. Obstruksi leher kandung kemih atau uretra bisa oleh prostat,
batu, tumor, atau peradangan. Urea yang tertahan di urin dapat berdifusi
masuk kembali ke dalam darah.
Beberapa jenis obat dapat mempengaruhi peningkatan urea, seperti : obat
nefrotoksik; diuretic (hidroklorotiazid, asam etakrinat, furosemid,
triamteren); antibiotic (basitrasin, sefaloridin (dosis besar), gentamisin,
kanamisin, kloramfenikol, metisilin, neomisin, vankomisin); obat
antihipertensi (metildopa, guanetidin); sulfonamide; propanolol, morfin;
litium karbonat; salisilat. Sedangkan obat yang dapat menurunkan kadar
urea misalnya fenotiazin.

34

2. Penurunan Kadar
Penurunan kadar urea sering dijumpai pada penyakit hati yang berat. Pada
nekrosis hepatik akut, sering urea rendah asam-asam amino tidak dapat
dimetabolisme lebih lanjut. Pada sirosis hepatis, terjadipengurangan
sintesis dan sebagian karena retensi air oleh sekresi hormone antidiuretik
yang tidak semestinya.
Pada karsinoma payudara yang sedang dalam pengobatan dengan
androgen yang intensif, kadar urea rendah karena kecepatan anabolisme
protein yang tinggi. Pada akhir kehamilan, kadar urea kadang-kadang
terlihat menurun, ini bisa karena peningkatan filtrasi glomerulus, diversi
nitrogen ke fetus, atau karena retensi air. Penurunan kadar urea juga
dijumpai pada malnutrisi protein jangka panjang. Penggantian kehilangan
darah jangka panjang, dekstran, glukosa, atu saline intravena, bisa
menurunkan kadar urea akibat pengenceran.
Untuk menilai fungsi ginjal, permintaan pemeriksaan BUN hampir selalu
disatukan dengan kreatinin (dengan darah yang sama). Rasio BUN
terhadap kreatinin merupakan suatu indeks yang baik untuk membedakan
antara berbagai kemungkinan penyebab uremia. Rasio BUN/kreatinin
biasanya berada pada rentang 12-20. Peningkatan kadar BUN dengan
kreatinin yang normal mengindikasikan bahwa penyebab uremia adalah
nonrenal (prarenal). Peningkatan BUN lebih pesat daripada kreatinin
menunjukkan penurunan fungsi ginjal. Pada dialysis atau transplantasi
ginjal yang berhasil, urea turun lebih cepat daripada kreatinin. Pada
gangguan ginjal jangka panjang yang paranh, kadar yrea terus meningkat,
sedangkan kadar kreatinin cenderung mendatar, mungkin akibat akskresi
melalui saluran cerna.
Rasio BUN/kreatinin rendah (<12)>20) dengan kreatinin normal dijumpai
pada uremia prarenal, diet tinggi protein, perdarahan saluran cerna,
keadaan katabolik. Rasio BUN/kreatinin tinggi (>20) dengan kreatinin
tinggi dijumpai pada azotemia prarenal dengan penyakit ginjal, gagal
ginjal, azotemia pascarenal.
Faktor yang Dapat Mempengaruhi Temuan Laboratorium

Status dehidrasi dari penderita harus diketahui. Pemberian cairan yang


berlebihan dapat menyebabkan kadar BUN rendah palsu, dan
sebaliknya, dehidrasi dapat memberikan temuan kadar tinggi palsu.

35

Diet rendah protein dan tinggi karbohidrat dapat menurunkan kadar


ureum. Sebaliknya, diet tinggi protein dapat meningkatkan kadar
ureum, kecuali bila penderita banyak minum.

Pengaruh obat (misal antibiotik, diuretik, antihipertensif) dapat


meningkatkan kadar BUN

5. Protein Urine
Bila ginjal Anda rusak maka dapat terjadi kebocoran protein ke urin.
Adanya protein dalam urin merupakan tanda awal penyakit ginjal kronis.
Biasanya, hanya sebagian kecil protein plasma disaring di glomerulus
yang diserap oleh tubulus ginjal dan diekskresikan ke dalam urin. Dengan
menggunakan spesimen urin acak (random) atau urin sewaktu, protein
dalam urin dapat dideteksi menggunakan strip reagen (dipstick). Normal
ekskresi protein biasanya tidak melebihi 150 mg/24 jam atau 10 mg/dl
urin. Lebih dari 10 mg/dl didefinisikan sebagai proteinuria.
Sejumlah kecil protein dapat dideteksi pada urin orang yang sehat karena
perubahan fisiologis. Selama olah raga, stres atau diet yang tidak
seimbang dengan daging dapat menyebabkan proteinuria transien. Pramenstruasi dan mandi air panas juga dapat menyebabkan proteinuria. Bayi
baru lahir dapat mengalami peningkatan proteinuria selama usia 3 hari
pertama.
Prosedur
1. Spesimen urin acak (random)
Kumpulkan spesimen acak (random)/urin sewaktu. Celupkan strip reagen
(dipstick) ke dalam urin. Tunggu selama 60 detik, amati perubahan warna
yang terjadi dan cocokkan dengan bagan warna. Pembacaan dipstick
dengan instrument otomatis lebih dianjurkan untuk memperkecil
kesalahan dalam pembacaan secara visual.
Dipstick mendeteksi protein dengan indikator warna Bromphenol biru,
yang sensitif terhadap albumin tetapi kurang sensitif terhadap globulin,
protein Bence-Jones, dan mukoprotein.
2. Spesimen urin 24 jam
Kumpulkan urin 24 jam, masukkan dalam wadah besar dan simpan dalam
lemari pendingin. Jika perlu, tambahkan bahan pengawet. Ukur kadar
protein dengan metode kolorimetri menggunakan fotometer atau analyzer
kimiawi otomatis.

36

Nilai Rujukan

Urin acak : negatif (15 mg/dl)

Urin 24 jam : 25 150 mg/24 jam.


Masalah Klinis
Pengukuran proteinuria dapat dipakai untuk membedakan antara penderita
yang memiliki risiko tinggi menderita penyakit ginjal kronik yang
asimptomatik dengan yang sehat. Proteinuria yang persistent (tetap +1,
dievaluasi 2-3x / 3 bulan) biasanya menunjukkan adanya kerusakan ginjal.
Proteinuria persistent juga akan memberi hasil +1 yang terdeteksi baik
pada spesimen urine pagi maupun urine sewaktu setelah melakukan
aktivitas.
Protein terdiri atas fraksi albumin dan globulin. Peningkatan ekskresi
albumin merupakan petanda yang sensitif untuk penyakit ginjal kronik
yang disebabkan karena penyakit glomeruler, diabetes mellitus, dan
hipertensi. Sedangkan peningkatan ekskresi globulin dengan berat molekul
rendah merupakan petanda yang sensitif untuk beberapa tipe penyakit
tubulointerstitiel.
Proteinuria positif perlu dipertimbangkan untuk analisis kuantitatif protein
dengan menggunakan sampel urine tampung 24 jam. Jumlah proteinuria
dalam 24 jam digunakan sebagai indikator untuk menilai tingkat
keparahan ginjal. Proteinuria rendah (kurang dari 500mg/24jam).
Pengaruh obat : penisilin, gentamisin, sulfonamide, sefalosporin, media
kontras, tolbutamid (Orinase), asetazolamid (Diamox), natrium
bikarbonat.
Proteinuria sedang (500-4000 mg/24 jam) dapat berkaitan dengan
glomerulonefritis akut atau kronis, nefropati toksik (toksisitas obat
aminoglikosida, toksisitas bahan kimia), myeloma multiple, penyakit
jantung, penyakit infeksius akut, preeklampsia.
Proteinuria tinggi (lebih dari 4000 mg/24 jam) dapat berkaitan dengan
sindrom nefrotik, glomerulonefritis akut atau kronis, nefritis lupus,
penyakit amiloid.

4.2.

Urinalisis
Urinalisis adalah tes awal diagnosis sindromk nefrotik.Proteinuria berkisar 3+
atau 4+ pada pembacaan dipstik, atau melalui tes semikuantitatif dengan asam
37

sulfosalisilat.3+ menandakan kandungan protein urin sebesar 300 mg/dL atau


lebih, yang artinya 3g/dL atau lebih yang masuk dalam nephrotic range.2
4.3.
Patologi Anatomi
Pemeriksaan Patologi Anatomi
Glomerulonefritis membranoproliperatif -> memiliki penampakan lobuler
karena proliferasi meningeal dan dinding kapiler menunjukan double
contour/tram-track
Glomerulonefrits
Crescentic
->
Sindrom
goodpasture,pemulasan
penularan(Lumpy Bumpy. Banyak sel berbentuk sabit(crescentik) yang
mengalami sklerosis.
Nefrophati Ig A -> Purpura Henoch Schonlein,sel-sel berbentuk sabit
Makroskopis ginjal tampak agak membesar, pucat dan terdapat titik-titik
perdarahan pada korteks. Mikroskopis tampak hampir semua glomerulus
terkena, sehingga dapat disebut glomerulonefritis difusa.

Gambar diambil dengan menggunakan mikroskop cahaya (hematosylin dan eosin


dengan pembesaran 25). Gambar menunjukkan pembearan glomerular yang
membuat pembesaran ruang urinaria dan hiperseluler. Hiperseluler terjadi karena
proliferasi dari sel endogen dan infiltasi lekosit PMN.
5. Memahami dan Menjelaskan Fiqih Kenajisan Urin & Darah
5.1.
Al-quran & Hadist
URIN dan KOTORAN MANUSIA
Najis berupa air kencing bayi/anak laki-laki yang belum mengkonsumsi makanan
selain ASI, cara membersihkannya adalah dengan memerciki air pada tempat
yang terkena air kencing bayi/anak laki-laki tanpa harus dibasuh dan diperas
dengan tangan. Adapun jika anak tersebut sudah mengkonsumsi makanan lain
disamping ASI, maka bagian yang terkena air kencingnya harus dicuci. Sementara
untuk anak perempuan, maka kewajibannya adalah mencuci bagian yang terkena
air kencingnya, baik dia belum mengkonsumsi makanan ataupun sudah.
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
Kencing anak laki-laki itu dengan diperciki, sedangkan kencing anak
perempuan dengan dicuci. (Hal ini dilakukan selama keduanya belum
mengkonsumsi makanan. Adapun bila sudah mengkonsumsi makanan, maka
harus dibasuh kedua-duanya). (Shahih, riwayat Ahmad dalam Al-Musnad (I/76),
38

Abu Dawud (no. 377), Tirmidzi (no. 610), Ibnu Majah (no. 525). Adapun lafazh
di dalam kurung merupakan riwayat Abu Dawud (no.378))
Najis yang mengenai bagian bawah sandal/sepatu
cara membersihkannya adalah dengan mengusap-usapkannya ke tanah,
sebagaimana sabda Nabi shallallahu alaihi wa sallam,
Jika salah seorang di antara kalian menginjak kotoran dengan sandalnya,
sesungguhnya tanah itu dapat menyucikannya. (Shahih, riwayat Abu Dawud
(no. 383) dan Tirmidzi (no. 143))
Najis yang menempel pada ujung pakaian wanita akan disucikan oleh tanah yang
berikutnya, sebagaimana keterangan Nabi shallallahu alaihi wa sallam,
Ia (ujung pakaian wanita) disucikan oleh tanah sesudahnya. (Shahih, riwayat
Ibnu Majah dalam Shahih-nya (no. 430), Malik dalam Muwaththa (no. 44), Abu
Dawud dalam Aunul Mabud (II/44 no. 379), Tirmidzi (no. 143))
Najis yang mengenai lantai atau karpet
Cara membersihkannya adalah dengan membuang kotorannya kemudian
bekasnya disiram dengan air hingga bersih. Sedangkan untuk najis berupa air
kencing, maka cukup dengan memperbanyak siraman air kepada bagian yang
terkena najis tersebut. Sebagaimana perintah Nabi shallallahu alaihi wa sallam
kepada para sahabat ketika ada seorang arab badui yang kencing di dalam masjid,
Biarkanlah orang itu, dan siramkanlah satu timba air atau satu ember air pada
bagian yang terkena kencingnya karena sesungguhnya kalian diutus untuk
memberi kemudahan dan tidak diutus untuk memberikan kesulitan. (Shahih,
riwayat Bukhari (no. 220) dan Muslim (no. 284))
Istinja atau istijmar juga dapat membersihkan kedua najis (air kencing dan
kotoran manusia) tersebut. Istinja adalah bersuci dengan menggunakan air, dan
istijmar adalah bersuci dengan menggunakan benda padat, seperti batu, tissue,
sapu tangan, kayu, dan semacamnya. Istinja terdapat tiga tingkatan, yaitu:
1. Istinja dengan batu kemudian istinja dengan air. Tingkatan ini paling
sempurna tanpa adanya kesulitan dan madharat.
2. Istinja dengan air saja.
3. Istinja dengan batu saja (istijmar), dan harus dilakukan dengan tiga batu,
tidak boleh kurang. Yang lebih afdhal adalah jumlah ganjil jika batu-batu itu
suci. (Ensiklopedi Shalat, I/46)
http://muslimah.or.id
DARAH
Difatwakan oleh Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin -hafizhahullah- :
1. Darah yang mengalir dari hewan yang najis baik dalam keadaan hidup
maupun sudah mati (bangkainya), maka darahnya adalah najis secara mutlak.
Misalnya, darah babi dan anjing. Sedikit ataupun banyak tetap najis dan wajib
dibersihkan.
39

2. Darah yang keluar dari hewan suci baik dalam keadaan hidup dan mati,
seperti ikan dan belalang, maka darahnya adalah suci. Karena apabila
bangkainya suci hal itu menjadi dalil atas sucinya darah. Sesungguhnya
haramnya bangkai adalah karena adanya darah di dalamnya, berdasarkan
sabda Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam :
Sesuatu yang mengalirkan darah dan disebut nama Allah Subhanahu wa
taala atasnya (saat menyembelih) maka makanlah.
Hadits ini juga menjadi dalil atas sucinya darah binatang suci yang mati
karena disembelih dengan menyebut nama Allah atasnya. Misalnya, darah
sapi atau kambing yang mati karena disembelih, jika disembelih dengan
menyebut namaAllah, maka darahnya adalah suci. Apabila pakaian atau
sepatu terciprat darahnya, maka tidaklah membatalkan wudhu dan shalat, akan
tetapi sebaiknya dibersihkan.
Allah Taala berfirman:
Katakanlah, Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan
kepadaku, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya,
kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah yang mengalir, atau daging
babi, karena sesungguhnya semua itu kotor (rijs). (QS. Al-Anam 145)
Begitu juga dengan darah nyamuk, lalat, semut, dll karena bangkainya suci
maka darahnya pun suci.
3. Darah haid dan darah nifas pada wanita adalah najis secara mutlak. Sedikit
ataupun banyak tetap najis dan wajib untuk dibersihkan.
Dari Asma -radhiallahu anha- :
Seorang perempuan datang menemui Nabi -shallallahu alaihi wasallamseraya berkata, Pakaian salah seorang dari kami (wanita) terkena darah
haid, apa yang harus dia lakukan? Beliau menjawab, Keriklah darah itu,
kemudian bilaslah dia dengan air, kemudian cucilah ia. Setelah itu (kamu
boleh) memakainya untuk shalat. (HR. Al-Bukhari no. 330 & Muslim no.
291)
4. Darah yang mengalir dari manusia adalah suci serta tidak membatalkan
wudhu dan shalat menurut sebagian besar Ulama, akan tetapi
membersihkannya adalah yang utama. Misalnya mimisan, darah yang keluar
karena luka, muntah darah, atau darah istihadhah maka sedikit atau banyaknya
tidaklah membatalkan wudhu dan shalat. Dalil sucinya darah istihadhah
adalah dengan adanya perintah untuk tetap mengerjakan shalat dan tidak
40

terhalangnya atas hal-hal yang dibolehkan saat suci ketika seorang wanita
mengalami istihadhah.
5.2.

Thaharah
Pengertian thaharah
Thaharah secara bahasa berarti bersih dan membebaskan diri dari kotoran dan
najis. Sedangkan pengertian thaharah secara istilah (syara) adalah
menghilangkan hukum hadats untuk menunaikan shalat atau (ibadah) yang
selainnya yang disyaratkan di dalamnya untuk bersuci dengan air atau pengganti
air, yaitu tayammum.
Jadi, pengertian thaharah atau bersuci adalah mengangkat kotoran dan najis yang
dapat mencegah sahnya shalat, baik najis atau kotoran yang menempel di badan,
maupun yang ada pada pakaian, atau tempat ibadah seorang muslim.
Pembagian thaharah
Thaharah itu terbagi menjadi dua :
1. Thaharah manawiyah atau thaharah qalbu (hati), yaitu bersuci dari syirik dan
maksiat dengan cara bertauhid dan beramal sholeh, dan thaharah ini lebih
penting dan lebih utama daripada thaharah badan. Karena thaharah badan
tidak mungkin akan terlaksana apabila terdapat syirik. Dalilnya adalah sebagai
berikut :
Mereka itu adalah orang-orang yang Allah tidak hendak mensucikan hati
mereka. Mereka beroleh kehinaan didunia dan diakhirat mereka beroleh
siksaan yang besar. (QS. Al-Maaidah: 41)
Maka wajib bagi seorang muslim yang berakal untuk mensucikan dirinya dari
syirik dan keraguan dengan cara ikhlas, bertauhid, dan yakin. Dan juga wajib
atasnya untuk mensucikan diri dan hatinya dari kotoran-kotoran maksiat,
dengki, benci, dendam, penipuan, kesombongan, ujub, riya, dan sumah.
2. Thaharah hissiyah atau thaharah badan, yaitu mensucikan diri dari hadats dan
najis, dan ini adalah bagian dari iman yang kedua. Allah mensyariatkan
thaharah badan ini dengan wudhu dan mandi, atau pengganti keduanya yaitu
tayammum (bersuci dengan debu). Penghilangan najis dan kotoran ini
meliputi pembersihan pakaian, badan, dan juga tempat shalat. Dalilnya adalah
sebagai berikut :

41

Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat,


maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai siku, dan sapulah (usaplah)
kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki, dan jika kamu
junub maka mandilah, dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau salah
seorang dari kamu kembali dari tempat buang air (wc/kakus) atau menyentuh
perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, maka bertayamumlah dengan
tanah yang baik (bersih); sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu,
Allah tidak hendak menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu
dan menyempurnakan nikmAt-Nya bagimu, supaya kamu bersyukur. (QS. AlMaaidah: 6)
Sedangkan menurut Imam Ibnu Rusyd, thaharah itu terbagi menjadi dua,
yaitu :
1. Thaharah dari hadats, yaitu membersihkan diri dari hadats kecil (sesuatu
yang diminta -bersucinya dengan- wudhu) dan dari hadats besar (sesuatu
yang diminta -bersucinya dengan mandi).
2. Thaharah dari khubts atau najis, yaitu membersihkan diri, pakaian, dan
tempat ibadah dari sesuatu yang najis dengan air.

42

DAFTAR PUSTAKA
Anonim, Sindroma Nefrotik, Behrman, R.E. MD, dkk dalam buku Nelson Ilmu Kesehatan Anak
Vol
3
Edisi
15,
Penerbit
Buku
EGC,
2000.
1828-1831.
Anonim, Nefrologi dan hipertensi, Mansjoer. A. dkk dalam buku Kapita Selekta Kedokteran
edisi
3
Jilid
1.
Fakultas
Kedokteran
UI,
Jakarta
2001,
525-527.
Anonim, Nefrologi, Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak dalam Buku Kuliah II, Ilmu Kesehatan
Anak
FKUI
Jakarta
1985,
832-835.
Ngastiyah, Sindrom Nefrotik, dalam buku Perawatan Anak Sakit, Jakarta, 1997, 304-310.
Singadipoera B.S, Sindrom Nefrotik, dalam buku Nefrologi Anak, Bandung, 1997,17-36.
Sukandar Enday, Sulaeman Rachmat., Sindrom Nefrotik Dalam : Soeparman, Waspadji S (ED).
Ilmu
Penyakit
Dalam.
Jilid
II.
Jakarta,
1990,
282

305.
Wirya I.W, Sindroma Nefrotik, Alatas dkk ed dalam Buku Ajar Nefrologi Anak Jilid 2, Ikatan
Dokter Anak Indonesia Jakarta 1996, 340-394.
Ilmu Penyakit Dalam. 2014. Edisi VI. Jilid II. Interna Publishing
Sherwood, Lauralee. Fisiologi Manusia : dari sel ke sistem Edisi 8. 2014. EGC : Jakarta

43

Вам также может понравиться