Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
Pada apex vesicae terdapat jaringan ikat yg merupakan sisa embryologis dari
Urachus yg menuju umbilicus disebut Ligamentum Vesico umbilicalis
medianum
- Mempunyai lapisan Fibrosa, Serosa & Tunica Musculare (stratum
longitudinalis & stratum circulare) m.detrusor vesicae (merangsang urine)
& m.sphincter vesicae (mempertahankan urine dlm vesicae)
Vaskularisasi VU
1. a.vesicalis superior
2. a.vesicalis inferior
masing-masing cabang dari a.hypogastrica
Persarafan VU
1. Saraf otonom parasymphatis berasal dari n.splanchnicus pelvicus (Sacral 2-34)
2. Saraf otonom symphatis dari ganglion symphatis (Lumbal 1-2-3)
URETRA
Mikroskopis
Ginjal merupakan organ
ekskresi utama tubuh
manusia. Unit struktural
dan fungsional ginjal
disebut nefron. Setiap
ginjal memiliki 1 hingga
1,4
juta
nefron
fungsional.
Nefron
tersusun atas bagianbagian yang berfungsi
langsung
dalam
pembentukan
urin.
Adapun bagian-bagian nefron, yaitu: korpus renalis, tubulus kontortus proksimal,
ansa henle segmen tebal dan tipis, tubulus kontortus distal, dan duktus koligens.
Ginjal dibungkus oleh kapsul jaringan lemak dan jaringan ikat padat kolagen
(kapsula fibrosa). Struktur tersebut disebut sebagai kapsula ginjal. Di sebelah
dalam kapsula ginjal, terdapat bagian korteks dan di sebelah dalam korteks
terdapat medulla. Korteks berisi korpus renalis atau korpus malphigi yang
merupakan kesatuan dari glomerulus dan kapsula Bowman. Selain itu juga
terdapat tubulus kontortus dan arteri atau vena yang mendarahinya. Di medulla,
dapat ditemukan struktur duktus namun tidak terdapat jaringan glomerulus.
Dengan adanya perbedaan khas tersebut, secara mikroskopis, ginjal dapat
dibedakan dengan jelas mana bagian korteks dan mana bagian medullanya.
Korteks ginjal mengandung korpus renalis yang merupakan permulaan dari setiap
nefron. Korpus renalis mengandung kapiler glomerulus yang diselubungi oleh dua
lapis epitel yang disebut kapsula Bowman. Lapisan dalam kapsul atau lapisan
visceral kapsula Bowman menyelimuti kapiler glomerulus. Pada lapisan ini
terdapat podosit, yaitu sel yang memiliki prosesus primer dan sekunder yang
menyelimuti kapiler glomerulus dengan saling bersilangan. Sementara itu, lapisan
parietal di sebelah luarnya, yang tersusun dari epitel selapis skuamosa, membulat
dan membentuk rongga di antara keduanya yang disebut rongga urin atau rongga
kapsular. Di sinilah hasil ultrafiltrat ditampung untuk selanjutnya diteruskan ke
tubulus kontortus proksimal.
Korpus renalis memiliki dua kutub yaitu kutub vaskular dan kutub tubular. Kutub
vaskular berarti kutub tempat masuknya arteriol aferen dan keluarnya arteriol
eferen. Daerah ini ditandai dengan adanya struktur makula densa, yaitu sel
reseptor berbentuk palisade di dinding tubulus kontortus distal yang dekat dengan
glomerulus. Di daerah ini juga dapat ditemukan sel jukstaglomerular atau sel
granular yang merupakan modifikasi dari otot polos dinding arteriol aferen.
Makula densa, sel jukstaglomerular, dan kumpulan sel mesangial
ekstraglomerular membentuk aparatus jukstaglomerular.1,2,3 Struktur ini
berfungsi dalam pengaturan volume dan tekanan darah.
Tubulus
proximalis
contortus
epitel
batas
selapis kubis
-
selapis kubis
epitel
Inti
bulat, letak berjauhan
Sitopl
batas2
sel lebih jelas
bulat,
Inti
letak
agak
Ductus colligens
-
Saluran
pengumpul,
menampung
beberapa
tubulus
distal,
bermuara
sebagai
ductus
5
berdekatan
-
Sitopla
sma basofil (biru)
Tdk
mempunyai brush border
Absorb
si ion Na dalam pengaruh
aldosteron. Sekresi ion K
papillaris Bellini di
papilla renis
Mirip
tub.kont.distal
Batas2
sel epitel jelas
Sel lbh
tinggi dan lbh pucat
Mirip
tub.kont.prox,
ttp
diameternya lbh kecil dan
dindingnya lbh tipis
selalu
terpotong dlm berbagai
potongan
Mi
rip
tub.kont.distal,
ttp diameternya lbh
ke
cil dan dindingnya
lbh tipis
sel
alu terpotong dlm
berbagai potongan
Tubulus kontortus proksimal : Epitel selapis kuboid dengan brush border sehingga
batas sel dengan lumen tampak tidak jelas, Batas antar sel juga tidak jelas karena
membran sel lateral berinterdigitasi dengan sel tetangga, Sitoplasma asidofilik dan
granular, Jarak antar inti sel jauh, Ditemukan di jaringan korteks.
Ansa henle segmen tebal pars desendens : Epitel selapis kuboid dengan brush
border sehingga batas sel dengan lumen tampak tidak jelas, Batas antar sel juga
tidak jelas karena membran sel lateral berinterdigitasi dengan sel
tetangga, Sitoplasma asidofilik dan granular, Jarak antar inti sel jauh, Ditemukan
di jaringan medulla. Ansa henle segmen tipis : Epitel selapis skuamosa, mirip
dengan kapiler namun tidak memiliki sel darah pada lumennya, Tidak dapat
dibedakan antara asendens dan desendens.
Ansa henle segmen tebal pars asendens : Epitel selapis kuboid tanpa brush border
sehingga batas sel dengan lumen tampak cukup jelas dibanding tubulus kontortus
proksimal , Batas antar sel juga tidak jelas karena membran sel lateral
berinterdigitasi dengan sel tetangga, Sitoplasma terlihat lebih pucat, Jarak antar
inti sel lebih rapat dibanding tubulus kontortus proksimal, Ditemukan di jaringan
medulla.
Tubulus kontortus distal : Epitel selapis kuboid tanpa brush border sehingga batas
sel dengan lumen tampak cukup jelas dibanding tubulus kontortus
proksimal, Batas antar sel juga tidak jelas karena membran sel lateral
berinterdigitasi dengan sel tetangga, Sitoplasma terlihat lebih pucat, Jarak antar
inti sel lebih rapat dibanding tubulus kontortus proksimal, Ditemukan di jaringan
korteks.
Duktus koligen : Duktus ekskretorius/ koligen bukan merupakan bagian dari
nefron. Setiap tubulus kontortus distal berhubungan dengan duktus koligens
melalui sebuah cabang sampai duktus koligen yang pendek yang terdapat dalam
berkas medular; terdapat beberapa cabang seperti itu. Duktus koligen berjalan
dalam berkas medula menuju medula. Di bagian medula yang lebih ke tengah,
beberapa duktus koligens bersatu untuk membentuk duktus yang besar yang
bermuara ke apeks papila. Saluran ini disebut duktus papilaris (Bellini) dengan
diameter 100-200 m atau lebih. Muara ke permukaan papila sangat besar, sangat
banyak dan sangat rapat, sehingga papila tampak seperti sebuah tapisan (area
cribrosa).
Sel-sel yang yang melapisi saluran ekskretorius ini bervariasi ukurannya, mulai
dari kuboid rendah di bagian proximal sampai silindris tinggi di duktus papilaris
utama. Batas sel teratur dengan sedikit interdigitasi dan umumnya sel tampak
pucat dengan beberapa organel. Duktus koligen menyalurkan kemih dari nefron
ke pelvis ureter dengan sedikit absorpsi air yang dipengaruhi oleh hormon antidiuretik (ADH).
Setelah melalui serangkaian traktus pada nefron, urin akan bermuara pada duktus
papilaris Bellini di bagian apeks dari piramid medula. Adapun struktur dari duktus
papilaris Bellini ini adalah dindingnya merupakan epitel selapis silindris dengan
batas cukup jelas. Urin yang melewati traktus tersebut kemudian akan ditampung
di calyx minor untuk selanjutnya dialirkan ke calyx mayor, pelvis renalis, dan
ureter. Ketiga struktur ini disusun oleh sel epitel transisional yang khas dengan sel
payungnya.
2. Memahami dan Menjelaskan Fisiologi dan Biokimia Ginjal
2.1.
Pembentukan Urin dan Faktor Pengaruh
Fungsi trraktus urinarius :
1. Menyaring dan membersihkan darah dari produk akhir zat-zat sisa
metabolisme tubuh
2. Mengeksresikan zat yang jumlahnya berlebihan dan senyawa asing
3. Reabsorbsi (penyerapan kembali) elektrolit tertentu yang dilakukan oleh
bagian tubulus ginjal
4. Menjaga keseimbanganan asam basa dalam tubuh
5. Menghasilkan zat hormon yang berperan membentuk dan mematangkan selsel darah merah (SDM) di sumsum tulang, yaitu eritropoetin
6. Homeostasis Ginjal, mengatur pH, konsentrasi ion mineral
7. Mempertahankan keseimbangan H2O di tubuh
8. mempertahankan volume plasma yang tepat
9. Mempertahankan keseimbangan asam-basa
10. menghasilkan renin untuk penghematan garam oleh ginjal
11. Mengubah vit.D menjadi bentuk aktifnya
Sifat-sifat urine normal:
a. Volume: 800-2500 ml/hari
b. Berat jenis: 1.003-1.030
c. Ph: asam dengan Ph rata-rata 6 (4,7-8)
Urine dibiarkan dalam ruangan maka akan menjadi basis karena perubahan
urea menjadi ammonia
d. Warnakuning pucat s/d kuning. Zat warna yang terkandung di dalamnya
adalah urokrom, urobilin, dan hematoporfirin.
Zat normal dalam urine:
a. Urea: hasil akhir utama dari katabolisme protein. Sehari diekskresikan 25
gr, tergantung intake proteinnya. Ekskresi naik pada saat demam, penyakit
kencing manis, aktivitas hormon adrenokortikoid yang berlebihan. Di hepar,
8
urea dibentuk dari siklus urea (ornitin dari CO2 dan NH3. Pembentukan
urea menurun pada penyakit hepar dan asidosis.
b. Ammonia: dikeluarkan dari sel tubulus ginjal, pada asidosis pembentukan
amonia akan naik.
c. Kreatinin: hasil katabolisme kreatin. Koefisien kreatinin adalah jumlah mg
kreatinin yang diekskresikan dalam 24 jam/kg BB. Nilai normal pada lakilaki adl 20-26 mg/kg BB. Sedang pada wanita adl 14-22 mg/kg BB.
Ekskresi kreatinin meningkat pada penyakit otot.
d. Asam urat: hasil oksidasi purin di dalam tubuh. Kelarutannya dalam air
kecil tetapi larut dalam garam alkali. Ekskresinya meningkat pada leukimia,
penyakit hepar dan gout. Dengan arsenofosfotungstat dan natrium sianida,
memberi warna biru. Ini merupakan dasar penetapan asam urat secara
kolometri oleh Folin. Dengan enzim urikase akan menjadi allantoin.
e. Asam amino: pada dewasa kira2 diekskresikan 150-200 mg N per hari
f. Allantoin: hasil oksidasi asam urat
g. Cl: dikeluarkan dlm bentuk NaCl, tergantung intakenya. Ekskresi 9-16
g/hari
h. Sulfat: hasil metabolisme protein yang mengandung AA dg atom S, ex:
sistein, sistin, metionin. Sulfat ada 3 bentuk: seulfat anorganik, sulfat ester
(konjugasi) dan sulfat netral
i. Fosfat: di urin berikatan dg Na, K, Mg, Ca. Garam Mg dan Ca fosfat
mengendap pada urin alkalis. Ekskresinya dipengaruhi pemasukan protein,
kerusakan sel, kerusakan tulang pada osteomalasia dan hiperparatiroidisme
ekskresinya naik dan menurun pada penyakit infeksi dan
hipoparatiroidisme.
j. Oksalat: pd metab herediter ttt, ekskresinya naik.
k. Mineral: Kationnya (Na, K, Ca, Mg). Ekskresi K naik pada kerusakan sel,
pemasukan yang berlebih dan alkalosis. Ekskresi ion K dan Na dikontrol
korteks adrenal
l. Vitamin, hormon dan enzim: pada pankreatitis amilase dan disakaridase
meningkat. Hormon Choriogonadotropin (HCG) terdpt pd urine wanita
hamil
Zat abnormal dalam urin:
a. Protein: tidak boleh lebih dari 200 mg/hari. Ekskresinya naik berarti terjadi
proteinuria misal terjd glomeluronefritis sehingga ginjalnya bocor.
b. Glukosa: bila dengan Benedict positif berarti glikosuria, indikasi DM
c. Lain2: fruktosuria, galaktosuria, laktosuria, pentosuria.
d. Benda-benda keton (as. Asetoasetat, -hodroksi butirat, aseton): normal
ekskresinya hanya 3-15 mg/hari. Ekskresi naik pada kelaparan, gangguan
metabolisme karbohidrat (DM), kehamilan, pemberian anestesi dg eter,
asidosis ttt. Ada benda keton baunya khas yaitu aseton, diuji dg reagen
Rhotera.
e. Bilirubin dan garam-garam kolat: ada di dalam urine berarti terjadi
sumbatan pada saluran empedu, empedu banyak masuk ke darah
diekskresi di urin warna urin seperti air teh. Jika tertimbun di jaringan
11
oleh system simpatis. Maka jika aktivitas simpatis tinggi akan terjadi penurunan
GFR yang kemudian menyebabkan pengurangan volume urine.
2. REABSORBSI
Setelah filtrasi zat-zat yang masih terbawa bersama plasma tidak langsung
dibuang menjadi urine, melainkan terjadi mekanisme penyerapan ulang yang
disebut reabsorbsi disepanjang tubulus proximal sampai ke distal. Proses
reabsorbsi ini terjadi secara transport pasif dan mekanisme transport aktif. Setiap
zat-zat memiliki presentase yang berbeda.
Reabsorbsi tubulus melibatkan transportasi transepitel. Untuk dapat di
reabsorbsi suatu zat harus melewati 5 sawar terpisah , yaitu:
Pada Ansa Henle terjadi reabsorpsi Air, Na+ dan Cl-. Dinding Ansa Henle pars
descendens bersifat semipermeabel terhadap air sehingga filtar yang dihasilkan
bersifat hipertonik. Sedangkan pada dinding Ansa Henle pars Ascendens bersifat
impermeable terhadap air dan berlangsung reabsorpsi Na dan Cl sehingga filtrate
yang semula hipertonik menjadi hipoosmotik. Reabsorpsi air di tubulus distal
bergantung pada kebutuhan tubuh hal ini disebut dengan reabsorpsi fakultatif atau
selektif.Hal ini dimungkinkan dengan adanya sekresi ADH yang terjadi karena
perubahan tekanan osmotic darah.Reabsorpsi air juga terjadi di duktus koligens
dibawah pengaruh ADH.
3.
1.
SEKRESI
Sekresi
ion
Hidrogen
Ion H+ dapat ditambahkan ke cairan filtrasi melalui proses sekresi di tubulus
proksimal, distal, dan koligens. Tingkat sekresi H+ bergantung pada keasaman
cairan tubuh.Sekresi H+ berkurang
apabila konsentrasi H+ di dalam
cairan terlalu rendah.
2. Sekresi K+
K+ adalah zat yang secara selektif
berpindah dengan arah yang
berlawanan diberbagai tubulus.K+
aktif direabsorpsi ditubulus proksimal berlangsung konstan dan tidak diatur.Aktif
di sekresi di tubulus distal dan pengumpul dan berlangsung dibawah
control.Normalnya jumlah K+ yang di ekskresi dalam urine adalah 10-15 % dari
jumlah yang difiltrasi. Tapi K+ yang difiltasi hamper seluruhnya direabsorpsi,
sehingga sebagian K+ yang muncul di urine berasal dari sekresi K+ yang
dikontrol dan bukan dari filtrasi.
2.2.
Peran Ginjal dalam Keseimbangan Cairan Tubuh
Fungsi Ginjal :
Fungsi spesifik ginjal bertujuan mempertahankan cairan ekstrasel (CES) yang
konstan.
1. Fungsi regulasi:
Mempertahankan imbangan air seluruh tubuh;mempertahankan volume
plasma yg tepat melalui pengaturan ekskresi garam dan air pengaturan
tekanan darah jangka panjang.
13
Mengatur jumlah & kadar berbagai ion dalam CES, spt: ion Na+, Cl-, K+,
HCO3-, Ca2+, Mg2+, SO42-, PO43-,dan H+ mengatur osmolalitas
cairan tubuh.
Membantu mempertahankan imbangan asam-basadengan mengatur kadar
ion H+dan HCO32. Fungsi ekskresi:
Mengekskresikan berbagai senyawa asing, spt: obat,pestisida, toksin, &
bbg zat eksogen yg msk ke dlm tubuh.
Membuang hasil akhir dari proses metabolisme, spt: ureum, kreatinin, dan
asam urat yg bila kadarnya meningkat dalam tubuh dapat bersifat toksik
3. Fungsi hormonal:
eritropoietin: hormon perangsang kecepatan pembentukan,pematangan &
penglepasan eritrosit
renin: enzim proteolitik yg berperan dlm pengaturan volume CES &
tekanan darah untuk mengawali jalur RAAS yang berdampak pada
reabsorbsi Na+ oleh tubulus.
kalikrein: enzim proteolitik dlm pembentukan kinin, suatu vasodilator
beberapa macam prostaglandin & tromboksan: derivat asam lemak yg
bekerja sbg hormon lokal; prostaglandin E2 & I1 di ginjal menimbulkan
vasodilatasi, ekskresi garam & air, & merangsang penglepasan renin;
tromboksan bersifat vasokonstriktor
4. Fungsi metaboisme:
mengubah vitamin D inaktif menjadi bentuk aktif (1,25-dihidroksi-vitamin
D3), suatu hormon yg merangsang absorpsi kalsium di usus
sintesis amonia dari asam amino untuk pengaturan imbangan asambasa
sintesis glukosa dari sumber non-glukosa(glukoneogenesis) saat puasa
berkepanjangan
menghancurkan/menginaktivasi berbagai hormon, spt: angiotensin II,
glukoagon, insulin, & hormon paratiroid
3. Memahami dan Menjelaskan Sindrom Nefrotik
3.1.
Definisi
Sindrom nefrotik, adalah salah satu penyakit ginjal yang sering dijumpai pada
anak, merupakan suatu kumpulan gejala-gejala klinis yang terdiri dari proteinuria
masif, hipoalbuminemia, hiperkolesteronemia serta edema. Yang dimaksud
proteinuria masif adalah apabila didapatkan proteinuria sebesar 50-100 mg/kg
berat badan/hari atau lebih. Albumin dalam darah biasanya menurun hingga
kurang dari 2,5 gram/dl. Selain gejala-gejala klinis di atas, kadang-kadang
dijumpai pula hipertensi, hematuri, bahkan kadang-kadang azotemia.
Pada anak kausa SN tidak jelas sehingga disebut Sindrom Nefrotik Idiopatik
( SNI ). Kelainan histologis SNI menunjukkan kelainan-kelainan yang tidak jelas
atau sangat sedikit perubahan yang terjadi sehingga disebut Minimal Change
Nephrotic Syndrome atau Sindrom Nefrotik Kelainan Minimal (SNKM). Sarjana
lain menyebut NIL (Nothing In Light Microscopy).
14
3.2.
Epidemiologi
Insidens dapat mengenai semua umur tetapi sebagian besar ( 74% ) dijumpai pada
usia 2-7 tahun dengan perbandingan wanita dan pria 1:2. Pada remaja dan dewasa
rasio ini berkisar 1:1.
3.3.
Etiologi
Secara klinis sindrom nefrotik dibagi menjadi 2 golongan, yaitu :
Sindrom nefrotik primer, faktor etiologinya tidak diketahui. Dikatakan
sindrom nefrotik primer oleh karena sindrom nefrotik ini secara primer terjadi
akibat kelainan pada glomerulus itu sendiri tanpa ada penyebab lain.
Golongan ini paling sering dijumpai pada anak. Termasuk dalam sindrom
nefrotik primer adalah sindrom nefrotik kongenital, yaitu salah satu jenis
sindrom nefrotik yang ditemukan sejak anak itu lahir atau usia di bawah 1
tahun.
Kelainan histopatologik glomerulus pada sindrom nefrotik primer
dikelompokkan menurut rekomendasi dari ISKDC (International Study of
Kidney Disease in Children). Kelainan glomerulus ini sebagian besar
ditegakkan melalui pemeriksaan mikroskop cahaya, dan apabila diperlukan,
disempurnakan
dengan
pemeriksaan
mikroskop
elektron
dan
imunofluoresensi. Tabel di bawah ini menggambarkan klasifikasi
histopatologik sindrom nefrotik pada anak berdasarkan istilah dan terminologi
menurut rekomendasi ISKDC (International Study of Kidney Diseases in
Children, 1970) serta Habib dan Kleinknecht (1971).1,5
Sindrom nefrotik sekunder, timbul sebagai akibat dari suatu penyakit sistemik
atau sebagai akibat dari berbagai sebab yang nyata seperti misalnya efek
samping obat. Penyebab yang sering dijumpai adalah :
1. Penyakit metabolik atau kongenital: diabetes mellitus, amiloidosis,
sindrom Alport, miksedema.
2. Infeksi : hepatitis B, malaria, Schistosomiasis mansoni, Lues, Subacute
Bacterial Endocarditis, Cytomegalic Inclusion Disease, lepra, sifilis,
streptokokus, AIDS.
3. Toksin dan alergen: logam berat (Hg), Trimethadion, paramethadion,
probenecid, penisillamin, vaksin polio, tepung sari, racun serangga, bisa
ular.
4. Penyakit sistemik bermediasi imunologik: Lupus Eritematosus Sistemik,
purpura Henoch-Schonlein, sarkoidosis.
5. Neoplasma : tumor paru, penyakit Hodgkin, Leukemia, tumor
gastrointestinal.
Penyakit perdarahan : Hemolytic Uremic Syndrome
3.4.
Klasifikasi
Klasifikasi kelainan glomerulus pada sindrom nefrotik primer
1. Kelainan minimal (KM)
2. Glomerulopati membranosa (GM)
3. Glomerulosklerosis fokal segmental (GSFS)
15
Patofisiologi
PROTEINURIA
Proteinuria (albuminuria) masif merupakan penyebab utama
terjadinya sindrom nefrotik, namun penyebab terjadinya proteinuria
belum diketahui benar. Salah satu teori yang dapat menjelaskan
adalah hilangnya muatan negatif yang biasanya terdapat di sepanjang
endotel kapiler glomerulus dan membran basal. Hilangnya muatan
negatif tersebut menyebabkan albumin yang bermuatan negatif
tertarik keluar menembus sawar kapiler glomerulus. Hipoalbuminemia
merupakan akibat utama dari proteinuria yang hebat. Edema muncul
akibat rendahnya kadar albumin serum yang menyebabkan turunnya
tekanan onkotik plasma dengan konsekuensi terjadi ekstravasasi
cairan plasma ke ruang interstitial.1,3,5
Pada SN, proteinuria umumnya bersifat masif yang berarti eksresi
protein > 50 mg/kgBB/hari atau >40 mg/m2/jam atau secara kualitatif
proteinuria +++ sampai ++++. Oleh karena proteinuria paralel
dengan kerusakan mbg , maka proteinuria dapat dipakai sebagai
petunjuk sederhana untuk menentukan derajat kerusakan glomerulus.
Jadi yang diukur adalah Index Selectivity of Proteinuria (ISP). ISP dapat
ditentukan dengan cara mengukur ratio antara Clearance IgG dan
Clearence Transferin.
ISP =
Clearance IgG
Clearance Transferin
16
Bila ISP < 0,2 berarti ISP meninggi (Highly Selective Proteinuria)
yang secara klinik menunjukkan kerusakan glomerulus ringan dan
respons terhadap kortikosteroid baik. Bila ISP >
0,2 berarti ISP
menurun (Poorly Selective Proteinuria) yang secara klinik menunjukkan
kerusakan glomerulus berat dan tidak adanya respons terhadap
kortikosteroid.3,5
HIPERLIPIDEMIA
Hiperlipidemia muncul akibat penurunan tekanan onkotik, disertai
pula oleh penurunan aktivitas degradasi lemak karena hilangnya aglikoprotein sebagai perangsang lipase. Apabila kadar albumin serum
kembali normal, baik secara spontan ataupun dengan pemberian infus
albumin, maka umumnya kadar lipid kembali normal. Dikatakan
hiperlipidemia karena bukan hanya kolesterol saja yang meninggi
( kolesterol > 250 mg/100 ml ) tetapi juga beberapa konstituen lemak
meninggi dalam darah. Konstituen lemak itu adalah kolesterol, Low
Density Lipoprotein(LDL), Very Low Density Lipoprotein(VLDL), dan
trigliserida (baru meningkat bila plasma albumin < 1gr/100 mL. Akibat
hipoalbuminemia, sel-sel hepar terpacu untuk membuat albumin
sebanyak-banyaknya. Bersamaan dengan sintesis albumin ini, sel sel
hepar juga akan membuat VLDL. Dalam keadaan normal VLDL diubah
menjadi LDL pleh lipoprotein lipase. Tetapi, pada SN aktivitas enzim ini
terhambat oleh adanya hipoalbuminemia dan tingginya kadar asam
lemak bebas. Disamping itu menurunnya aktivitas lipoprotein lipase ini
disebabkan pula oleh rendahnya kadar apolipoprotein plasma sebagai
akibat keluarnya protein ke dalam urine. Jadi, hiperkolesteronemia ini
tidak hanya disebabkan oleh produksi yang berlebihan , tetapi juga
akibat gangguan katabolisme fosfolipid.
HIPOALBUMINEMIA
Hipoalbuminemia terjadi apabila kadar albumin dalam darah < 2,5 gr/100 ml.
Hipoalbuminemia pada SN dapat disebabkan oleh proteinuria, katabolisme
protein yang berlebihan dan nutrional deficiency. Hipoalbuminemia menyebabkan
penurunan tekanan onkotik koloid plasma intravaskuler. Keadaan ini
menyebabkan terjadi ekstravasasi cairan menembus dinding kapiler dari ruang
intravaskuler ke ruang interstitial yang menyebabkan edema. Penurunan volume
plasma atau volume sirkulasi efektif merupakan stimulasi timbulnya retensi air
dan natrium renal. Retensi natrium dan air ini timbul sebagai usaha kompensasi
tubuh untuk menjaga agar volume dan tekanan intravaskuler tetap normal. Retensi
17
18
3.6.
Manifestasi Klinis
Adapun manifesitasi klinik dari sindrom nefrotik adalah :
Apapun tipe sindrom nefrotik, manifestasi klinik utama adalah edema, yang
tampak pada sekitar 95% anak dengan sindrom nefrotik. Seringkali edema
timbul secara lambat sehingga keluarga mengira sang anak bertambah gemuk.
Pada fase awal edema sering bersifat intermiten; biasanya awalnya tampak
pada daerah-daerah yang mempunyai resistensi jaringan yang rendah
(misalnya daerah periorbita, skrotum atau labia). Akhirnya edema menjadi
menyeluruh dan masif (anasarka).
Edema berpindah dengan perubahan posisi, sering tampak sebagai edema
muka pada pagi hari waktu bangun tidur, dan kemudian menjadi bengkak
pada ekstremitas bawah pada siang harinya. Bengkak bersifat lunak,
meninggalkan bekas bila ditekan (pitting edema). Pada penderita dengan
edema hebat, kulit menjadi lebih tipis dan mengalami oozing. Edema biasanya
tampak lebih hebat pada pasien SNKM dibandingkan pasien-pasien GSFS
atau GNMP. Hal tersebut disebabkan karena proteinuria dan hipoproteinemia
lebih hebat pada pasien SNKM.
Edema paling parah biasanya dijumpai pada sindrom nefrotik tipe kelainan
minimal (SNKM). Bila ringan, edema biasanya terbatas pada daerah yang
mempunyai resistensi jaringan yang rendah, misal daerah periorbita, skrotum,
labia. Edema bersifat menyeluruh, dependen dan pitting. Asites umum
dijumpai, dan sering menjadi anasarka. Anak-anak dengan asites akan
mengalami restriksi pernafasan, dengan kompensasi berupa tachypnea. Akibat
edema kulit, anak tampak lebih pucat.
Gangguan gastrointestinal sering timbul dalam perjalanan penyakit sindrom
nefrotik. Diare sering dialami pasien dengan edema masif yang disebabkan
edema mukosa usus. Hepatomegali disebabkan sintesis albumin yang
meningkat, atau edema atau keduanya. Pada beberapa pasien, nyeri perut yang
kadang-kadang berat, dapat terjadi pada sindrom nefrotik yang sedang
kambuh karena edema dinding perut atau pembengkakan hati.
Nafsu makan menurun karena edema. Anoreksia dan terbuangnya protein
mengakibatkan malnutrisi berat terutama pada pasien sindrom nefrotik
resisten-steroid.
19
Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang.
20
1) Anamnesis
Keluhan yang sering ditemukan adalah bengkak di kedua kelopak mata,perut,
tungkai, atau seluruh tubuh dan dapat disertai jumlah urin yang berkurang.
Keluhan lain juga dapat ditemukan seperti urin berwarna kemerahan.5
2) Pemeriksaan fisis
Pada pemeriksaan fisik sindrom nefrotik dapat ditemukan edema di kedua
kelopak mata, tungkai, atau adanya asites dan edema skrotum/labia. Kadangkadang ditemukan hipertensi.5
3) Pemeriksaan penunjang
Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan :
Pada pemeriksaan urinalisis ditemukan albumin secara kualitatif +2
sampai +4. Secara kuantitatif > 50 mg/kgBB/hari ( diperiksa memakai
reagen ESBACH ). Pada sedimen ditemukan oval fat bodies yakni epitel
sel yang mengandung butir-butir lemak, kadang-kadang dijumpai eritrosit,
leukosit, toraks hialin dan toraks eritrosit.2,3,4,5
Pada pemeriksaan darah didapatkan protein total menurun (N:6,2-8,1
gm/100ml), albumin menurun (N: 4-5,8 gm/100ml), 1 globulin normal
(N: 0,1-0,3 gm/100ml), 2 globulin meninggi (N:0,4-1 gm/100ml),
globulin normal (N: 0,5-09 gm/100ml), globulin normal (N:0,3-1
gm/100ml), rasio albumin/globulin <1 (N:3/2), komplemen C3
normal/rendah (N:80-120 mg/100ml), ureum, kreatinin dan klirens
kreatinin normal kecuali ada penurunan fungsi ginjal, hiperkolesterolemia,
dan laju endap darah yang meningkat. 2,3,4
Foto Thorax PA dan LDK dilakukan bila ada sindrom gangguan nafas
untuk mencari penyebabnya apakah pneumonia atau edema paru akut.2
Pemeriksaan histologik yaitu biopsy ginjal. Namun biopsy ginjal secara
perkutan atau pembedahan bersifat invasive, maka biopsy ginjal hanya
dilakukan atas indikasi tertentu dan bila orang tua dan anak setuju.2
3.8.
Diagnosis Banding
GLOMERULO NEFRITIS
Glomerulonefritis merupakan penyakit ginjal dengan suatu inflamasi dan
proliferasi sel glomerulus. Peradangan tersebut terutama disebabkan mekanisme
imunologis yang menimbulkan kelainan patologis glomerulus dengan mekanisme
yang masih belum jelas. Pada anak kebanyakan kasus glomerulonefritis akut
adalah pasca infeksi, paling sering infeksi streptokokus beta hemolitikus grup A.
Dari perkembangan teknik biopsi ginjal per-kutan, pemeriksaan dengan
mikroskop elektron dan imunofluoresen serta pemeriksaan serologis,
glomerulonefritis akut pasca streptokokus telah diketahui sebagai salah satu
contoh dari penyakit kompleks imun. Penyakit ini merupakan contoh klasik
sindroma nefritik akut dengan awitan grosshematuria, edema, hipertensi dan
insufisiensi ginjal akut. Walaupun penyakit ini dapat sembuh sendiri dengan
kesembuhan yang sempurna, pada sebagian kecil kasus dapat terjadi gagal ginjal
akut sehingga memerlukan pemantauan.
3.9.
Penatalaksanaan
21
Bila diagnosis sindrom nefrotik telah ditegakkan, sebaiknya janganlah tergesagesa memulai terapi kortikosteroid, karena remisi spontan dapat terjadi pada 510% kasus. Steroid dimulai apabila gejala menetap atau memburuk dalam waktu
10-14 hari.Untuk menggambarkan respons terapi terhadap steroid pada anak
dengan sindrom nefrotik digunakan istilah-istilah seperti tercantum pada tabel 2
berikut :2,3,4,5
Istilah yang menggambarkan respons terapi steroid pada anak dengan sindrom
nefrotik5
Remisi
Kambuh
Kambuh
sering
tidak
Kambuh sering
Responsif-steroid
Dependen-steroid
Resisten-steroid
Responder lambat
Nonresponder
awal
Nonresponder
lambat
3.10.
Komplikasi
Infeksi sekunder : mungkin karena kadar immunoglobulin yang rendah akibat
hipoalbuminemia
Syok : terjadi terutama pada hipoalbuminemia berat (<1 gm/100 ml) yang
menyebabkan hipovolemi berat sehingga terjadi syok.
Trombosis vaskuler : mungkin akibat gangguan system koagulasi sehingga terjadi
peninggian fibrinogen plasma atau factor V,VII,VIII dan X. Trombus lebih sering
terjadi di system vena apalagi bila disertai pengobatan kortikosteroid.
Komplikasi lain yang bisa timbul ialah malnutrisi atau kegagalan ginjal.
3.11.
Pencegahan
Pencegahan pada nefrotik sindrom adalah untuk mengurangi gejala dan mencegah
pemburukan fungsi ginjal yaitu sebagai berikut :
1. Pengaturan minum
22
Hal ini dilakukan untuk pengobatan penyakit dasar dan pengobatan cairan dan
elektrolit, yaitu pemberian cairan intravena sampai diuresis cukup maksimal.
2. Pengendalian hipertensi
Tekanan darah harus dikendalikan dengan obat-obatan golongan tertentu, tekanan
darah data diturunkan tanpa diturunkan fungsi ginjal, misalnya dengan
betabloker, methyldopa, vasodilator, juga mengatur pemasukan garam.
3. Pengendalian darah
Peningkatan kalium darah dapat mengakibatkan kemaitan mendadak, ini
dapat dihindari dengan hati-hati dalam pemberian obat-obatan dan diit buahbuahan, hiperkalemia dapat diagnosis dengan pemeriksaan EEG dan EKG, bila
hiperkalemia sudah terjadi maka dilakukan pengurangan intake kalium,
pemberian natrium bicarbonate secara intra vena, pemberian cairan parental
(glukosa), dan pemberian insulin.
4. Penanggulangan Asidosis
Pada umumnya asidosis baru timbul pada tahap lanjut dari nefrotik sindrom.
Sebelum memberikan pengobatan khusus, faktor lain yang harus diatasi dulu
misalnya rehidrasi. Pemberian asam melalui makanan dan obat-obatan harus
dihindari. Pengobatan natrium bikarbonat dapat diberikan melalui peroral dan
parenteral, pada permulaan diberi 100 mg natrium bicarbonate, diberikan
melalui intravena secara perlahan-lahan.Tetapi lain dengan dilakukan dengan
cara hemodialisis dan dialysis peritoneal.
5. Pengobatan dan pencegahan infeksi
Ginjal yang sedemikian rupa lebih mudah mengalami infeksi, hal ini dapat
memperburuk faal ginjal. Obat-obatan antimikroba diberikan bila ada
bakteriuria dengan memperhatikan efek nefrotoksik, tindakan katetrisasi harus
sedapat mungkin dihindari karena dapat mempermudah terjadinya infeksi.
6. Pengaturan diit dan makanan
Gejala ureum dapat hilang bila protein dapat dibatasi dengan syarat kebutuhan
energi dapat terpenuhi dengan baik, protein yang diberikan sebaiknya
mengandung asam amino yang esensial, diet yang hanya mengandung 20 gram
protein yang dapat menurunkan nitrogen darah, kalori diberikan sekitar 30
kal/kgBB dapat dikurangi apabila didapati obesitas.
3.12.
Prognosis
Prognosis umumnya baik, kecuali pada keadaan-keadaan sebagai berikut :
Menderita untuk pertamakalinya pada umur di bawah 2 tahun atau di atas 6
tahun.
Disertai oleh hipertensi.
Disertai hematuria.
Termasuk jenis sindrom nefrotik sekunder.
Gambaran histopatologik bukan kelainan minimal. Misalnya pada focal
glomerulosklerosis, membranoproliferative glomerulonephritis mempunyai
prognosis yang kurang baik karena sering mengalami kegagalan ginjal.1,3,4,5
Pada umumnya sebagian besar (+ 80%) sindrom nefrotik primer memberi
respons yang baik terhadap pengobatan awal dengan steroid, tetapi kira-kira
23
50% di antaranya akan relapse berulang dan sekitar 10% tidak memberi
respons lagi dengan pengobatan steroid.5
4. Memahami dan Menjelaskan Pemeriksaan Penunjang
4.1.
Tes Fungsi Ginjal
Ginjal normal mempunyai 3 fungsi pokok yaitu: ultrafiltrasi oleh glomerulus,
reabsorbsi air dan padatan yang difiltrasi dalam tubulus, serta sekresi ion-ion
organik dan non-organik tubulus. Dalam menangani penderita penyakit ginjal
diperlukan bantuan pemeriksaan laboratorium. Disamping untuk menetapkan
diagnosis penyakitnya, pemeriksaan laboratorium juga berperan untuk memantau
fungsi ginjal. Pemeriksaan laboratorium fungsi ginjal mempunyai arti penting
agar dokter tidak hanya mampu mengatasi penyakitnya, tetapi juga untuk
mengevaluasi fungsi ginjal penderita tidak bertambah parah.
Fungsi ginjal dapat dievaluasi dengan berbagai uji laboratorium secara mudah.
Langkah awal dimulai dengan pemeriksaan urinalisis lengkap, termasuk
pemeriksaan sedimen urin. Berbagai informasi penting mengenai status fungsi
ginjal dapat diperoleh dari urinalisis. Pengukuran kadar nitrogen urea darah
(BUN) dan kreatinin serum berguna untuk evaluasi gambaran fungsi ginjal secara
umum. Dalam keterbatasannya, kedua uji tersebut mampu membuat estimasi laju
filtrasi glomerulus (LFG) yang akurat. Untuk menetapkan LFG yang lebih tepat
dapat dilakukan pengukuran dengan klirens kreatinin atau klirens inulin atau
penetapan LFG secara kedokteran nuklir. Evaluasi fungsi tubulus diukur melalui
pengukuran metabolisme air dan mineral serta keseimbangan asam basa.
Orang yang mengidap penyakit ginjal kronis mungkin memiliki beberapa atau
semua tes berikut.
1. Kreatinin serum
Kreatinin adalah produk limbah dalam darah yang berasal dari aktivitas otot.
Produk limbah ini biasanya dibuang dari darah melalui ginjal, tapi ketika
fungsi ginjal melambat, tingkat kreatinin akanmeningkat. Biasanya hasil
pemeriksaan serum kreatinin digunakan untuk menghitung GFR.
Jumlah kreatinin yang dikeluarkan seseorang setiap hari lebih bergantung
pada massa otot total daripada aktivitas otot atau tingkat metabolisme protein,
walaupun keduanya juga menimbulkan efek. Pembentukan kreatinin harian
umumnya tetap, kecuali jika terjadi cedera fisik yang berat atau penyakit
degeneratif yang menyebabkan kerusakan masif pada otot.
Prosedur
Jenis sampel untuk uji kreatinin darah adalah serum atau plasma heparin.
Kumpulkan 3-5 ml sampel darah vena dalam tabung bertutup merah (plain
24
tube) atau tabung bertutup hijau (heparin). Lakukan sentrifugasi dan pisahkan
serum/plasma-nya. Catat jenis obat yang dikonsumsi oleh penderita yang
dapat meningkatkan kadar kreatinin serum. Tidak ada pembatasan asupan
makanan atau minuman, namun sebaiknya pada malam sebelum uji dilakukan,
penderita dianjurkan untuk tidak mengkonsumsi daging merah.
Kadar kreatinin diukur dengan metode kolorimetri
spektrofotometer, fotometer atau analyzer kimiawi.
menggunakan
Nilai Rujukan
ANAK : Bayi baru lahir : 0,8-1,4 mg/dl. Bayi : 0,7-1,4 mg/dl. Anak (2-6
tahun) : 0,3-0,6 mg/dl. Anak yang lebih tua : 0,4-1,2 mg/dl. Kadar agak
meningkat seiring dengan bertambahnya usia, akibat pertambahan massa
otot.
Penurunan kadar kreatinin dapat dijumpai pada : distrofi otot (tahap akhir),
myasthenia gravis.
Untuk menilai fungsi ginjal, permintaan pemeriksaan kreatinin dan BUN
hampir selalu disatukan (dengan darah yang sama). Kadar kreatinin dan BUN
sering diperbandingkan. Rasio BUN/kreatinin biasanya berada pada kisaran
12-20. Jika kadar BUN meningkat dan kreatinin serum tetap normal,
kemungkinan terjadi uremia non-renal (prarenal); dan jika keduanya
meningkat, dicurigai terjadi kerusakan ginjal (peningkatan BUN lebih pesat
daripada kreatinin). Pada dialisis atau transplantasi ginjal yang berhasil, urea
turun lebih cepat daripada kreatinin. Pada gangguan ginjal jangka panjang
yang parah, kadar urea terus meningkat, sedangkan kadar kreatinin cenderung
mendatar, mungkin akibat akskresi melalui saluran cerna.
Rasio BUN/kreatinin rendah (<12)>20) dengan kreatinin normal dijumpai
pada uremia prarenal, diet tinggi protein, perdarahan saluran cerna, keadaan
katabolik. Rasio BUN/kreatinin tinggi (>20) dengan kreatinin tinggi dijumpai
pada azotemia prarenal dengan penyakit ginjal, gagal ginjal, azotemia
pascarenal.
Faktor yang Dapat Mempengaruhi Hasil Laboratorium Pemeriksaan
Kreatinin serum
Kehamilan
membersihkan suatu zat dari glomerulus dalam suatu periode waktu. Marker
yang digunakan untuk mengukur LFG dengan prinsip ini haruslah bebas
filtrasi dalam glomerulus dan tidak direabsorbsi maupun disekresi oleh
tubulus renal. GFR ini dapat ditentukan misalnya dengan menyuntikkan inulin
dalam plasma. Inulin tidak diserap atau dikeluarkan oleh ginjal setelah
penyaringan glomerular, hingga laju ekskresi berbanding lurus dengan tingkat
filtrasi air dan zat terlarut di saringan glomerulus. Pada tahap awal penyakit
ginjal, hasil akan tetap normal karena hyperfiltration dalam nefron. Koleksi
lengkap urin merupakan sumber penting kesalahan dalam pengukuran inulin
clearance. Bila marker dengan karakteristik seperti tersebut diatas diberikan,
jumlah marker yang difiltrasi oleh glomerulus dalam 1 menit (LFG x P) harus
sama dengan jumlah marker yang diekskresi dalam kemih dalam 1 menit
(U x V)
Maka rumus tersebut dapat ditulis sebagai berikut:
LFG x P = U V
LFG
=
laju
filtrasi
P
=
kadar
marker
dalam
U
=
kadar
marker
dalam
V
= volume kemih yang dikeluarkan selama masa uji
glomerulus
plasma
kemih
Sehingga, bila volume kemih (V) diukur selama masa uji dan kadar marker
dalam plasma (P) dan kemih (U) diketahui, maka LFG dapat dihitung dengan
mudah.
Normal GFR pada orang dewasa adalah 120-125 ml/menit. GFR berfungsi
untuk mempertahankan homeostasis tubuh. GFR yang terlalu cepat
menyebankan proses reabsorpsi di renal tubule tidak sempurna, sebaliknya
GFR yang lambat menyebabkan tingginya reabsorpsi zat yang seharusnya
dibuang lewat urin. GFR sangat erat kaitannya dengan Tekanan Darah tubuh.
GFR dapat dikatakan normal jika TD 80-180 mmHG. GFR dipertahankan
dengan mekanisme autoregulasi dan miogenik ginjal (renal myogenik
autoregulation) dan umpan balik tubuloglomerular (tubuloglomerular
feedback).
Marker untuk estimasi LFG
Marker yang ideal untuk pengukuran LFG adalah marker yang non-toksik,
dapat mencapai kadar plasma yang stabil dalam keadaan keseimbangan, tidak
terikat pada protein plasma, difiltrasi bebas oleh glomerulus, tidak disekresi
dan direabsorbsi oleh tubulus ginjal.
28
1. Klirens inulin
Inulin merupakan marker yang ideal karena memenuhi semua persyaratan
tersebut, sehingga klirens inulin dipakai sebagai baku emas dalam
penghitungan LFG baik pada dewasa maupun pada anak-anak.
Pengukuran LFG dengan klirens inulin hanya dipakai dalam riset, karena
klirens inulin sulit dilakukan dalam praktek sehari-hari. Prosedur
pemeriksaan adalah dengan cara infus inulin selama 3 jam agar diperoleh
kadar yang stabil dalam cairan ekstraseluler. Dibutuhkan intake cairan
yang banyak.
2. Klirens kreatinin
Kreatinin endogen paling sering dipakai untuk menentukan LFG.
Meskipun kreatinin bebas filtrasi dalam glomerulus, terdapat sejumlah
kecil kreatinin disekresi dalam tubulus. Perlu pengumpulan kemih 24 jam.
LFG berhubungan terbalik dengan kadar kreatinin plasma.
Prosedur pelaksanaan uji klirens kreatinin
Metode klirens kreatinin untuk penentuan LFG membutuhkan
pengumpulan kemih yang akurat. Meskipun pengumpulan kemih 24 jam
dipakai sebagai metode standard dalam pengukuran klirens kreatinin,
pengumpulan kemih jangka pendek (1-2 jam) juga dapat dilakukan.
Prosedur pelaksanaannya adalah sebagai berikut. Anak diminta untuk
miksi dan mengosongkan buli pada pukul 7 pagi Kemih tersebut dibuang,
dan saat itu dicatat sebagai waktu mulainya pengumpulan kemih. Semua
kemih yang dikeluarkan dalam 24 jam berikutnya ditampung dan
disimpan dalam kulkas atau termos dingin. Pada akhir dari 24 jam
pengumpulan (pukul 7 pagi keesokan harinya), anak diminta kencing dan
mengosongkan bulinya dan kemih ditampung. Volume kemih tampung
dicatat dengan seksama lalu kirim ke laoratorium untuk estimasi kadar
kreatinin. Darah untuk estimasi kreatinin sebaiknya diambil pada midpoint
dari pengumpulan kemih (lebih kurang 12 jam); apabila pengambilan
darah tersebut tidak memungkinan, darah dapat diambil pada akhir dari
pengumpulan kemih.
Untuk menyeragamkan satuan pengukuran LFG, hasilnya diinterpolasikan
terhadap luas permukaan tubuh (mL/Min/1.73 m2) sehingga didapatkan
rumus sebagai berikut:
Ucr (mg/dL) x V (mL) x 1.73
Ccr (mL/min/1.73m2)
Ccr
= klirens kreatinin
Ucr
= kadar kreatinin
Pcr
= kreatinin plasma
SA
1440 = jumlah waktu dalam menit dimana kemih ditampung (24 jam x 60
menit = 1440 menit)
Penentuan LFG dengan radionuclide scans
Penentuan LFG dengan memakai isotop radioaktif semakin sering digunakan
pada anak-anak. Metode penentuan LFG ini terutama digunakan untuk bayi
baru lahir dan anak-anak kecil, bila mengalami kesulitan dalam melakukan
penampungan kemih yang akurat. Beberapa radioisotop yang dapat dipakai
sebagai marker untuk estimasi LFG dalam klinik, antara lain Tcdiethylenetriaminepentacetic acid (Tc-DTPA), I-iothalate, dan Crethylenediaminetetraacetic acid (Cr-EDTA).
Uji Laju Fitrasi Glomerulus memakai marker cystatin C
Akhir-akhir ini telah dikembangkan sebuah marker baru dalam mengevaluasi
laju fitrasi glomerulus yaitu dengan mengukur kadar cystatin C dalam serum.
Cystatin C adalah protein berbasis nonglycosylate yang diproduksi secara
konstan oleh semua sel berinti. Cystatin C bebas filtrasi dalam glomerulus dan
dikatabolik dalam tubulus renal sehingga tidak disekresi maupun direabsorbsi
sebagai suatu molekul utuh. Oleh karena kadar cystatin C serum tidak
bergantung umur, jenis kelamin dan masa otot maka cystatin C dapat dipakai
sebagai marker yang lebih baik dibandingkan dengan kadar kreatinin serum
dalam mengukur laju fitrasi glomerulus.
3. Asam urat (uric acid)
Asam Urat adalah produk akhir metabolisme purin (adenine dan guanine)
yang merupakan konstituen asam nukleat. Asam urat terutama disintesis
dalam hati yang dikatalisis oleh enzim xantin oksidase. Asam urat diangkut ke
ginjal oleh darah untuk difiltrasi, direabsorbsi sebagain, dan dieksresi
sebagian sebelum akhirnya diekskresikan melalui urin. Peningkatan kadar
asam urat dalam urin dan serum (hiperuresemia) bergantung kepada fungsi
ginjal, kecepatan metabolisme purin, dan asupan diet makanan yang
mengandung purin.
30
Asam urat dapat mengkristal dalam saluran kemih pada kondisi urin yang
bersifat asam dan dapat berpotensi menimbulkan kencing batu; oleh sebab itu
fungsi ginjal yang efektif dan kondisi urin yang alkalis diperlukan bila terjadi
hiperuresemia. Masalah yang banyak terjadi berkaitan dengan hiperuresemia
adalah gout. Kadar asam urat sering berubah dari hari ke hari sehingga
pemeriksaan kadar asam urat perlu diulang kembali setelah beberapa hari atau
beberapa minggu.
Masalah Klinis
Kadar asam urat meningkat dijumpai pada : gout, leukemia (limfositik,
mielositik, monositik), kanker metastatik, mieloma multipel, eklampsia berat,
alkoholisme, hiperlipoproteinemia, diabetes mellitus (berat), gagal ginjal,
glomerulonefritis, gagal jantung kongestif, anemia hemolitik, limfoma,
polisitemia, stress, keracunan timbale, pajanan sinar-X (berlebih), latihan fisik
berlebihan, diet penurunan berat badan-tinggi protein.
Obat-obatan yang berpengaruh pada peningkatan kadar asam urat adalah :
diuretik (tiazid, furosemid, asetazolamid), levodopa, metildopa, asam
askorbat, 6-merkaptopurin, fenotiazin, salisilat (penggunaan dalam jangka
waktu lama), teofilin.
Pada gout, peningkatan produksi asam urat dipengaruhi oleh mekanisme
idiopatik atau belum diketahui, tetapi biasanya karena peningkatan sintesis
asam urat endogen sebagai cacat metabolik bawaan. Pada gout, pangkalan
asam urat dalam tubuh bisa lebih dari 10 kali normal, dan natrium urat
dideposit di dalam jaringan lunak, terutama sendi, sebagai tofi. Adanya
pengkristalan ura menyebabkan sendi membengkak, meradang, dan nyeri.
Alopurinol digunakan dalam pengobatan gout yang bekerja sebagai
penghambat xantin oksidase.
Pada leukemia atau keganasan lain, peningkatan produksi secara bermakna
disebabkan oleh penguraian asam nukleat apabila terjadi lisis sel-sel tumor
akibat nekrosis atau kemoterapi. Peningkatan kadar urat karena peningkatan
lisis sel juga dapat dijumpai pada polisitemia, anemia pernisiosa, dan kadangkadang pada psoriasis. Pengobatan dengan hormon adrenokortikotrofik atau
kortikosteroid, yang kerjanya katabolik protein mempercepat pemecahan inti
sel atau dengan obat-obatan sitotoksika, menyebabkan peningkatan urat
plasma.
Pada kegagalan glomerulus ginjal atau bila ada obstruksi aliran keluar urin,
asam urat serta ureum dan kreatinin terakumulasi. Asam urat tinggi yang dapat
terjadi pada eklampsia tanpa azotemia atau uremia disebabkan oleh lesi ginjal
31
atau perubahan metabolisme asam urat. Asidosis ketotik dan laktat bisa
meningkatkan asam urat dengan mengurangi sekresi tubulus ginjal, seperti
yang terjadi dengan diuretik tiazid dan furosemid, dan aspirin dosis rendah.
Penurunan kadar asam urat dapat dijumpai pada : penyakit Wilson, asidosis
tubulus ginjal proksimal, anemia defisiensi asam folat, luka bakar, kehamilan.
Pengaruh obat : alopurinol, azatioprin, koumadin, probenesid, sulfinpirazon.
Prosedur
Jenis spesimen yang diperlukan adalah serum atu plasma heparin. Diambil 3-5
ml darah vena dimasukkan ke dalam tabung bertutup merah atau tabung
bertutup hijau (heparin) kemudian disentrifus; cegah terjadinya hemolisis.
Serum atau plasma heparin dipisahkan. Kadar asam urat diukur dengan
metode kolorimetri menggunakan fotometer atau analyzer kimiawi.
Sebelum pengambilan sampel darah, pasien diminta puasa 8-10 jam. Tidak
ada pembatasan asupan makanan atau cairan; namun pada banyak kasus,
asupan makanan tinggi purin (mis. daging, jerohan, sarden, otak, roti manis,
dsb) perlu ditunda minimal selama 24 jam sebelum uji dilakukan; demikian
pula dengan obat-obatan yang dapat mempengaruhi hasil laboratorium. Jika
terpaksa harus minum obat, catat jenis obat yang dikonsumsi.
Nilai Rujukan
Blood Urea Nitrogen (BUN) atau nitrogen Urea adalah produk limbah normal
dalam darah anda yang berasal dari pemecahan protein dari makanan yang
anda makan dan dari metabolisme tubuh. Hal ini biasanya dihapus dari darah
Anda dengan ginjal Anda, tapi ketika fungsi ginjal melambat, tingkat BUN
naik. BUN juga dapat meningkat bila mengkonsumsi lebih banyak protein,
dan dapat turun jika makan sedikit protein.
Hampir seluruh ureum dibentuk di dalam hati, dari metabolisme protein (asam
amino). Urea berdifusi bebas masuk ke dalam cairan intra sel dan ekstrasel. Zat
ini dipekatkan dalam urin untuk diekskresikan. Pada keseimbangan nitrogen
yang stabil, sekitar 25 gram urea diekskresikan setiap hari. Kadar dalam darah
mencerminkan keseimbangan antara produksi dan ekskresi urea.
Ureum berasal dari penguraian protein, terutama yang berasal dari makanan.
Pada orang sehat yang makanannya banyak mengandung protein, ureum
biasanya berada di atas rentang normal. Kadar rendah biasanya tidak dianggap
abnormal karena mencerminkan rendahnya protein dalam makanan atau
ekspansi volume plasma. Namun, bila kadarnya sangat rendah bisa
mengindikasikan penyakit hati berat. Kadar urea bertambah dengan
bertambahnya usia, juga walaupun tanpa penyakit ginjal.
Prosedur
Untuk mengukur kadar ureum diperlukan sampel serum atau plasma heparin.
Kumpulkan 3-5 ml darah vena pada tabung bertutup merah atau bertutup hijau
(heparin), hindari hemolisis. Centrifus darah kemudian pisahkan
serum/plasma-nya untuk diperiksa. Penderita dianjurkan untuk puasa terlebih
dulu selama 8 jam sebelum pengambilan sampel darah untuk mengurangi
pengaruh diet terhadap hasil laboratorium.
Kadar ureum (BUN) diukur dengan metode kolorimetri menggunakan
fotometer atau analyzer kimiawi. Pengukuran berdasarkan atas reaksi
enzimatik dengan diasetil monoksim yang memanfaatkan enzim urease yang
sangat spesifik terhadap urea. Konsentrasi urea umumnya dinyatakan sebagai
kandungan nitrogen molekul, yaitu nitrogen urea darah (blood urea nitrogen,
BUN). Namun di beberapa negara, konsentrasi ureum dinyatakan sebagai
berat urea total. Nitrogen menyumbang 28/60 dari berat total urea, sehingga
konsentrasi urea dapat dihitung dengan mengalikan konsentrasi BUN dengan
60/28 atau 2,14.
Nilai Rujukan
DEWASA : 5 25 mg/dl
33
ANAK : 5 20 mg/dl
BAYI : 5 15 mg/dl
34
2. Penurunan Kadar
Penurunan kadar urea sering dijumpai pada penyakit hati yang berat. Pada
nekrosis hepatik akut, sering urea rendah asam-asam amino tidak dapat
dimetabolisme lebih lanjut. Pada sirosis hepatis, terjadipengurangan
sintesis dan sebagian karena retensi air oleh sekresi hormone antidiuretik
yang tidak semestinya.
Pada karsinoma payudara yang sedang dalam pengobatan dengan
androgen yang intensif, kadar urea rendah karena kecepatan anabolisme
protein yang tinggi. Pada akhir kehamilan, kadar urea kadang-kadang
terlihat menurun, ini bisa karena peningkatan filtrasi glomerulus, diversi
nitrogen ke fetus, atau karena retensi air. Penurunan kadar urea juga
dijumpai pada malnutrisi protein jangka panjang. Penggantian kehilangan
darah jangka panjang, dekstran, glukosa, atu saline intravena, bisa
menurunkan kadar urea akibat pengenceran.
Untuk menilai fungsi ginjal, permintaan pemeriksaan BUN hampir selalu
disatukan dengan kreatinin (dengan darah yang sama). Rasio BUN
terhadap kreatinin merupakan suatu indeks yang baik untuk membedakan
antara berbagai kemungkinan penyebab uremia. Rasio BUN/kreatinin
biasanya berada pada rentang 12-20. Peningkatan kadar BUN dengan
kreatinin yang normal mengindikasikan bahwa penyebab uremia adalah
nonrenal (prarenal). Peningkatan BUN lebih pesat daripada kreatinin
menunjukkan penurunan fungsi ginjal. Pada dialysis atau transplantasi
ginjal yang berhasil, urea turun lebih cepat daripada kreatinin. Pada
gangguan ginjal jangka panjang yang paranh, kadar yrea terus meningkat,
sedangkan kadar kreatinin cenderung mendatar, mungkin akibat akskresi
melalui saluran cerna.
Rasio BUN/kreatinin rendah (<12)>20) dengan kreatinin normal dijumpai
pada uremia prarenal, diet tinggi protein, perdarahan saluran cerna,
keadaan katabolik. Rasio BUN/kreatinin tinggi (>20) dengan kreatinin
tinggi dijumpai pada azotemia prarenal dengan penyakit ginjal, gagal
ginjal, azotemia pascarenal.
Faktor yang Dapat Mempengaruhi Temuan Laboratorium
35
5. Protein Urine
Bila ginjal Anda rusak maka dapat terjadi kebocoran protein ke urin.
Adanya protein dalam urin merupakan tanda awal penyakit ginjal kronis.
Biasanya, hanya sebagian kecil protein plasma disaring di glomerulus
yang diserap oleh tubulus ginjal dan diekskresikan ke dalam urin. Dengan
menggunakan spesimen urin acak (random) atau urin sewaktu, protein
dalam urin dapat dideteksi menggunakan strip reagen (dipstick). Normal
ekskresi protein biasanya tidak melebihi 150 mg/24 jam atau 10 mg/dl
urin. Lebih dari 10 mg/dl didefinisikan sebagai proteinuria.
Sejumlah kecil protein dapat dideteksi pada urin orang yang sehat karena
perubahan fisiologis. Selama olah raga, stres atau diet yang tidak
seimbang dengan daging dapat menyebabkan proteinuria transien. Pramenstruasi dan mandi air panas juga dapat menyebabkan proteinuria. Bayi
baru lahir dapat mengalami peningkatan proteinuria selama usia 3 hari
pertama.
Prosedur
1. Spesimen urin acak (random)
Kumpulkan spesimen acak (random)/urin sewaktu. Celupkan strip reagen
(dipstick) ke dalam urin. Tunggu selama 60 detik, amati perubahan warna
yang terjadi dan cocokkan dengan bagan warna. Pembacaan dipstick
dengan instrument otomatis lebih dianjurkan untuk memperkecil
kesalahan dalam pembacaan secara visual.
Dipstick mendeteksi protein dengan indikator warna Bromphenol biru,
yang sensitif terhadap albumin tetapi kurang sensitif terhadap globulin,
protein Bence-Jones, dan mukoprotein.
2. Spesimen urin 24 jam
Kumpulkan urin 24 jam, masukkan dalam wadah besar dan simpan dalam
lemari pendingin. Jika perlu, tambahkan bahan pengawet. Ukur kadar
protein dengan metode kolorimetri menggunakan fotometer atau analyzer
kimiawi otomatis.
36
Nilai Rujukan
4.2.
Urinalisis
Urinalisis adalah tes awal diagnosis sindromk nefrotik.Proteinuria berkisar 3+
atau 4+ pada pembacaan dipstik, atau melalui tes semikuantitatif dengan asam
37
Abu Dawud (no. 377), Tirmidzi (no. 610), Ibnu Majah (no. 525). Adapun lafazh
di dalam kurung merupakan riwayat Abu Dawud (no.378))
Najis yang mengenai bagian bawah sandal/sepatu
cara membersihkannya adalah dengan mengusap-usapkannya ke tanah,
sebagaimana sabda Nabi shallallahu alaihi wa sallam,
Jika salah seorang di antara kalian menginjak kotoran dengan sandalnya,
sesungguhnya tanah itu dapat menyucikannya. (Shahih, riwayat Abu Dawud
(no. 383) dan Tirmidzi (no. 143))
Najis yang menempel pada ujung pakaian wanita akan disucikan oleh tanah yang
berikutnya, sebagaimana keterangan Nabi shallallahu alaihi wa sallam,
Ia (ujung pakaian wanita) disucikan oleh tanah sesudahnya. (Shahih, riwayat
Ibnu Majah dalam Shahih-nya (no. 430), Malik dalam Muwaththa (no. 44), Abu
Dawud dalam Aunul Mabud (II/44 no. 379), Tirmidzi (no. 143))
Najis yang mengenai lantai atau karpet
Cara membersihkannya adalah dengan membuang kotorannya kemudian
bekasnya disiram dengan air hingga bersih. Sedangkan untuk najis berupa air
kencing, maka cukup dengan memperbanyak siraman air kepada bagian yang
terkena najis tersebut. Sebagaimana perintah Nabi shallallahu alaihi wa sallam
kepada para sahabat ketika ada seorang arab badui yang kencing di dalam masjid,
Biarkanlah orang itu, dan siramkanlah satu timba air atau satu ember air pada
bagian yang terkena kencingnya karena sesungguhnya kalian diutus untuk
memberi kemudahan dan tidak diutus untuk memberikan kesulitan. (Shahih,
riwayat Bukhari (no. 220) dan Muslim (no. 284))
Istinja atau istijmar juga dapat membersihkan kedua najis (air kencing dan
kotoran manusia) tersebut. Istinja adalah bersuci dengan menggunakan air, dan
istijmar adalah bersuci dengan menggunakan benda padat, seperti batu, tissue,
sapu tangan, kayu, dan semacamnya. Istinja terdapat tiga tingkatan, yaitu:
1. Istinja dengan batu kemudian istinja dengan air. Tingkatan ini paling
sempurna tanpa adanya kesulitan dan madharat.
2. Istinja dengan air saja.
3. Istinja dengan batu saja (istijmar), dan harus dilakukan dengan tiga batu,
tidak boleh kurang. Yang lebih afdhal adalah jumlah ganjil jika batu-batu itu
suci. (Ensiklopedi Shalat, I/46)
http://muslimah.or.id
DARAH
Difatwakan oleh Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin -hafizhahullah- :
1. Darah yang mengalir dari hewan yang najis baik dalam keadaan hidup
maupun sudah mati (bangkainya), maka darahnya adalah najis secara mutlak.
Misalnya, darah babi dan anjing. Sedikit ataupun banyak tetap najis dan wajib
dibersihkan.
39
2. Darah yang keluar dari hewan suci baik dalam keadaan hidup dan mati,
seperti ikan dan belalang, maka darahnya adalah suci. Karena apabila
bangkainya suci hal itu menjadi dalil atas sucinya darah. Sesungguhnya
haramnya bangkai adalah karena adanya darah di dalamnya, berdasarkan
sabda Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam :
Sesuatu yang mengalirkan darah dan disebut nama Allah Subhanahu wa
taala atasnya (saat menyembelih) maka makanlah.
Hadits ini juga menjadi dalil atas sucinya darah binatang suci yang mati
karena disembelih dengan menyebut nama Allah atasnya. Misalnya, darah
sapi atau kambing yang mati karena disembelih, jika disembelih dengan
menyebut namaAllah, maka darahnya adalah suci. Apabila pakaian atau
sepatu terciprat darahnya, maka tidaklah membatalkan wudhu dan shalat, akan
tetapi sebaiknya dibersihkan.
Allah Taala berfirman:
Katakanlah, Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan
kepadaku, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya,
kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah yang mengalir, atau daging
babi, karena sesungguhnya semua itu kotor (rijs). (QS. Al-Anam 145)
Begitu juga dengan darah nyamuk, lalat, semut, dll karena bangkainya suci
maka darahnya pun suci.
3. Darah haid dan darah nifas pada wanita adalah najis secara mutlak. Sedikit
ataupun banyak tetap najis dan wajib untuk dibersihkan.
Dari Asma -radhiallahu anha- :
Seorang perempuan datang menemui Nabi -shallallahu alaihi wasallamseraya berkata, Pakaian salah seorang dari kami (wanita) terkena darah
haid, apa yang harus dia lakukan? Beliau menjawab, Keriklah darah itu,
kemudian bilaslah dia dengan air, kemudian cucilah ia. Setelah itu (kamu
boleh) memakainya untuk shalat. (HR. Al-Bukhari no. 330 & Muslim no.
291)
4. Darah yang mengalir dari manusia adalah suci serta tidak membatalkan
wudhu dan shalat menurut sebagian besar Ulama, akan tetapi
membersihkannya adalah yang utama. Misalnya mimisan, darah yang keluar
karena luka, muntah darah, atau darah istihadhah maka sedikit atau banyaknya
tidaklah membatalkan wudhu dan shalat. Dalil sucinya darah istihadhah
adalah dengan adanya perintah untuk tetap mengerjakan shalat dan tidak
40
terhalangnya atas hal-hal yang dibolehkan saat suci ketika seorang wanita
mengalami istihadhah.
5.2.
Thaharah
Pengertian thaharah
Thaharah secara bahasa berarti bersih dan membebaskan diri dari kotoran dan
najis. Sedangkan pengertian thaharah secara istilah (syara) adalah
menghilangkan hukum hadats untuk menunaikan shalat atau (ibadah) yang
selainnya yang disyaratkan di dalamnya untuk bersuci dengan air atau pengganti
air, yaitu tayammum.
Jadi, pengertian thaharah atau bersuci adalah mengangkat kotoran dan najis yang
dapat mencegah sahnya shalat, baik najis atau kotoran yang menempel di badan,
maupun yang ada pada pakaian, atau tempat ibadah seorang muslim.
Pembagian thaharah
Thaharah itu terbagi menjadi dua :
1. Thaharah manawiyah atau thaharah qalbu (hati), yaitu bersuci dari syirik dan
maksiat dengan cara bertauhid dan beramal sholeh, dan thaharah ini lebih
penting dan lebih utama daripada thaharah badan. Karena thaharah badan
tidak mungkin akan terlaksana apabila terdapat syirik. Dalilnya adalah sebagai
berikut :
Mereka itu adalah orang-orang yang Allah tidak hendak mensucikan hati
mereka. Mereka beroleh kehinaan didunia dan diakhirat mereka beroleh
siksaan yang besar. (QS. Al-Maaidah: 41)
Maka wajib bagi seorang muslim yang berakal untuk mensucikan dirinya dari
syirik dan keraguan dengan cara ikhlas, bertauhid, dan yakin. Dan juga wajib
atasnya untuk mensucikan diri dan hatinya dari kotoran-kotoran maksiat,
dengki, benci, dendam, penipuan, kesombongan, ujub, riya, dan sumah.
2. Thaharah hissiyah atau thaharah badan, yaitu mensucikan diri dari hadats dan
najis, dan ini adalah bagian dari iman yang kedua. Allah mensyariatkan
thaharah badan ini dengan wudhu dan mandi, atau pengganti keduanya yaitu
tayammum (bersuci dengan debu). Penghilangan najis dan kotoran ini
meliputi pembersihan pakaian, badan, dan juga tempat shalat. Dalilnya adalah
sebagai berikut :
41
42
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, Sindroma Nefrotik, Behrman, R.E. MD, dkk dalam buku Nelson Ilmu Kesehatan Anak
Vol
3
Edisi
15,
Penerbit
Buku
EGC,
2000.
1828-1831.
Anonim, Nefrologi dan hipertensi, Mansjoer. A. dkk dalam buku Kapita Selekta Kedokteran
edisi
3
Jilid
1.
Fakultas
Kedokteran
UI,
Jakarta
2001,
525-527.
Anonim, Nefrologi, Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak dalam Buku Kuliah II, Ilmu Kesehatan
Anak
FKUI
Jakarta
1985,
832-835.
Ngastiyah, Sindrom Nefrotik, dalam buku Perawatan Anak Sakit, Jakarta, 1997, 304-310.
Singadipoera B.S, Sindrom Nefrotik, dalam buku Nefrologi Anak, Bandung, 1997,17-36.
Sukandar Enday, Sulaeman Rachmat., Sindrom Nefrotik Dalam : Soeparman, Waspadji S (ED).
Ilmu
Penyakit
Dalam.
Jilid
II.
Jakarta,
1990,
282
305.
Wirya I.W, Sindroma Nefrotik, Alatas dkk ed dalam Buku Ajar Nefrologi Anak Jilid 2, Ikatan
Dokter Anak Indonesia Jakarta 1996, 340-394.
Ilmu Penyakit Dalam. 2014. Edisi VI. Jilid II. Interna Publishing
Sherwood, Lauralee. Fisiologi Manusia : dari sel ke sistem Edisi 8. 2014. EGC : Jakarta
43