Вы находитесь на странице: 1из 14

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kelopak mata mempunyai fungsi melindungi bola mata, serta
mengeluarkan sekresei kelenjarnya yang membentuk film air mata di depan
kornea. Palpebra merupakan alat menutup mata yang berguna untuk proteksi
mekanik bola mata terhadap trauma, trauma sinar, dan pengeringan bola mata
Selama fase mengedip, kelopak mata mendorong air mata ke kantus medial dan
masuk ke dalam system drainase pungtum lakrimal. Bulu mata yang ada di
sepanjang tepi kelopak mata membersihkan partikel-partikel dari depan mata,
dan pergerakan gerakan konstan serta reflex kelopak mata mencegah kornea dari
trauma ataupun cahaya yang menyilaukan (Ilyas, 2010)
Trikiasis adalah suatu kelainan dimana silia bulu mata melengkung
ke arah bola mata. Trikiasis biasanya akibat inflamasi atau parut pada palpebra
setelah operasi palpebra, trauma, kalazion, atau blefaris berat. Trikiasis sering
dikaitkan dengan penyakit sikatriks kronik seperti pemphigoid ocular, trakoma,
dan sindrom Steven Johnson (Bruce, 2011)
Symptom yang terjadi pada penderita trikiasis dapat berupa pasien
mengeluhkan sensasi benda asing dan iritasi permukaan bola mata kronik. Pada
trikiasis biasanya terjadi penggesekan bulu mata yang melengkung ke dalam
yang dapat menyebabkan erosi pada kornea, abrasi kornea, terbentuk ulkus pada
kornea, perforasi, yang kemudian dapat terjadi infeksi pada bola mata. Apabila
tidak ditangani dengan baik dapat menyebabkan kebutaan (Manners, 2011).

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mengetahui tentang penyakit trikiasis sebagai penyakit yang termasuk dalam
kompetensi 4 yang harus dikuasai hingga pemberian tatalaksana sebagai
dokter umum.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui definisi trikiasis
b. Mengetahui etiologi dan patomekanisme trikiasis
c. Mengetahui gejala trikiasis
d. Mengetahui diagnosis banding trikiasis
e. Mengetahui tatalaksana trikiasis
f. Mengetahui komplikasi trikiasis
g. Mengetahui Prognosis trikiasis

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Trikiasis adalah suatu keadaan dimana bulu mata tumbuh mengarah pada
bola mata yang akan menggosok kornea atau konjungtiva. Bulu mata dapat
tumbuh dalam posisi yang abnormal sementara palpebra tetap pada posisi
normal. Apabila terjadi pertumbuhan bulu mata ke arah bola mata yang disertai
dengan keadaan melipatnya margo palpebra ke arah dalam (entropion) disebut
pseudotrikiasis (Bruce, 2011)
B. Anatomi
1. Palpebra
Palpebra adalah lipatan tipis kulit, otot, dan jaringan fibrosa yang
berfungsi melindungi struktur-struktur mata yang rentan. Palpebra superior
dan inferior adalah modifikasi lipatan kulit yang dapat menutup dan
melindungi bola mata bagian inferior. Pada pelpebra terdapat rambut halus,
yang hanya tampak dengan pembesaran (Vaughan, 2009).
Kelopak mata atas lebih lebar dan mobile dibandingkan dengan
kelopak mata bawah, dan mempunyai otot penggerak yaitu otot levator
palpebra. Fisura palpebra, terletak pada tepi bebas kelopak mata dan
bergabung pada kantus lateral dan medial. Kantus lateral relatif tidak
mempunyai keistimewaan khusus. Kantus medial sekitar 2 mm di bawah
kantus lateral (jarak ini relatif lebih lebar pada orang Asia). Kantus medial
yang merupakan area kecil berbentuk segitiga yang memisahkan kedua bola
mata, dimana lacrimal caruncle terletak (Standring, 2008).
Papila lakrimal, terletak pada margin palpebra jaraknya sekitar 1/6
dari kantus medial mata. Punctum lakrimal, terletak di tengah papila yang
3

membentuk muara dari sistem drainase lakrimal. Dari margin lateral kelopak
mata menuju ke papila lakrimal terdapat beberapa bulu mata yang disebut
bagian siliaris kelopak mata. Dari margin medial menuju ke papila yang tidak
memiliki bulu mata membentuk bagian lakrimal bulu mata (Standring, 2008).
Ketika melihat lurus ke depan, kelopak mata atas menutupi bagian
atas dari kornea sekitar 2 sampai 3 mm, dimana kelopak mata bawah hanya
menutupi sampai di limbus. Ketika mata ditutup, kelopak mata atas menutupi
seluruh bagian kornea. Malposisi pada kelopak mata bawah adalah umum,
terutama pada orang tua. Ektropion adalah bergulir keluarnya kelopak mata
bawah sehingga tidak lagi kontak dengan kornea. Sedangkan entropion
menggambarkan inversi kelopak mata yang dapat menyebabkan bulu mata
mengarah ke dalam (trikiasis) yang dapat menyebabkan iritasi kornea
(Standring, 2008).
Setiap margin kelopak mata tebalnya 2 sampai 3 mm. 2/3 anterior
dari kelopak mata merupakan kulit dan 1/3 posterior merupakan mukosa
konjunctiva. Sebuah garis abu-abu yang tajam terletak anterior dari
mucocutaneous junction, berhubungan dengan lokasi dari bagian siliaris dari
orbicularis oculi dan merupakan surgical landmark, karena insisi pada titik ini
menyebabkan kelopak mata terpisah menjadi lamela anterior dan posterior.
Bulu mata terletak di depan garis abu-abu dan muara sirkular kelenjar tarsal
(kelenjar meibom) terletak di belakangnya (Standring, 2008).

Gambar 1. Kelopak mata dan anterior bola mata.


Kelopak mata terdiri atas tujuh lapisan. Dari superficial ke dalam
terdapat lapisan kulit dan jaringan subkutan, lapisan otot orbikularis okuli,
septum orbita, lemak orbita, lapisan otot retraktor, jaringan fibrosa (tarsus),
dan lapisan membrane mukosa (konjungtiva palpebrae) (Standring, 2008)

Gambar 2. Anatomi palpebra

Berikut merupakan ketujuh lapisan dari palpebra :


a. Lapisan kulit dan jaringan subkutan
Lapisan kulit palpebra merupakan lapisan paling tipis pada
tubuh, longgar, elastik dan tanpa jaringan lemak subkutan (AAO,
2007).
b. Lapisan otot orbikularis okuli
Fungsi m. orbicularis oculi adalah menutup palpebra. Seratserat ototnya mengelilingi fissure palpebrae secara konsentris dan
meluas sedikit melewati tepian orbita. Sebagian serat berjalan ke pipi
dan dahi. Bagian otot yang terdapat di dalam palpebra dikenal sebagai
bagian pratarsal,, bagian di atas septum orbital adalah bagian praseptal.
Segmen di luar palpebra disebut bagian orbita. M. orbicularis oculi
dipersarafi oleh nervus facialis (N. VII) (AAO, 2007).

Gambar 3. M. orbicularis oculi dan m. frontalis (a) bagian pretarsal, (b) bagian
preseptal, (c) bagian orbital, (d) m. frontalis
c. Septum orbita
Merupakan lapisan tipis, terdiri dari jaringan fibrosa, muncul
dari periosteum di atas orbital rim bagian superior dan inferior pada
6

arcus marginalis. Pada palpebra superior, septum orbita bergabung


dengan levator aponeurosis 2-5 mm di atas tarsal superior. Pada
palpebra

inferior,

septum

orbita

bergabung

dengan

fascia

kapsulopalpebra di bawah tarsal inferior (AAO, 2007)


d. Lemak orbita
Lemak orbita terletak pada posterior dari septum orbita dan
anterior dari levator aponeurosis (palpebra superior) atau fascia
kapsulopalpebra (palpebra inferior). Pada palpebra superior, terdapat 2
kantong lemak; nasal dan sentral. Pada palpebra inferior, terdapat 3
kantong lemak; nasal, sentral, dan temporal. Kantong-kantong lemak
ini dikelilingi oleh lapisan tipis fibrosa yang merupakan kelanjutan
dari anterior septum orbita (AAO, 2007)
e. Otot-otot retraktor
Otot retraktor palpebra superior adalah otot levator dengan
aponeurosis dan otot tarsal superior (M. Muller). Pada palpebra
inferior adalah fascia kapsulopalpebra dan otot tarsal inferior (AAO,
2007)
f. Tarsus
Struktur penyokong utama dari palpebra adalah lapisan
jaringan fibrosa padat yang bersama sedikit jaringan elastic disebut
tarsus superior dan inferior. Sudut lateral dan medial dan juluran tarsus
tertambat pada tepian orbita oleh ligament palpebra lateralis dan
medialis. Tarsus superior dan inferior juga tertambat oleh fascia tipis
dan padat pada tepi atas dan bawah orbita (AAO, 2007)
g. Konjungtiva

Konjunctiva tersusun oleh epitel squamous non keratin,


membentuk lapisan di posterior dari palpebra dan terdiri dari sel-sel
goblet, kelenjar lakrimal Wolfring dan Krause. Kelenjar lakrimal
terletak di jaringan subkonjunctiva palpebra superior dan inferior.
Kelenjar Wolfring terletak di sepanjang tarsal, sedangkan kelenjar
Krause terletak pada forniks. (AAO, 2007)
2. Bulu Mata
Bulu mata (dalam bahasa Yunani : blepharo) adalah rambutrambut pendek, halus dan melengkung yang terdiri dari 2 sampai 3
lapisan yang tumbuh pada tepi kelopak mata. Bulu mata berfungsi
melindungi bola mata dari debris dan benda asing3,5. Bulu mata kelopak
mata bagian atas lebih panjang, lebih banyak, dan melengkung keatas
dimana bulu mata kelopak mata bagian bawah lebih pendek, lebih sedikit
dan melengkung ke bawah sehingga tidak saling bertemu dan
mengganggu ketika kedua kelopak mata ditutup (Cunningham, 2010).
Pada fase embryo, bulu mata tumbuh dari jaringan ektoderm
pada umur kehamilan 22 sampai 26 minggu. Bulu mata membutuhkan
waktu 7 sampai 8 minggu untuk tumbuh kembali setelah dicabut tetapi
penyabutan bulu mata secara terus-menerus dan konstan dapat
menyebabkan kerusakan permanen. Warna bulu mata dapat berbeda dari
rambut pada umumnya, walaupun mereka dapat berwarna lebih gelap
pada seseorang dengan rambut warna gelap dan berwarna lebih terang
pada orang dengan rambut warna terang (Standring, 2008).
C. Etiologi dan Patofisiologi
Trikiasis dapat disebabkan oleh infeksi pada mata, peradangan pada
palpebra, kondisi autoimun, dan trauma. Proses penuaan juga merupakan
penyebab umum terjadinya trikiasis, karena kulit yang kehilangan elastisitas.

Beberapa kondisi yang dapat meningkatkan resiko terjadinya trikiasis


sebagai berikut (Vaughan, 2009):
1. Idiopatik
2. Blefaritis kronik : Margo palpebra meradang, menebal, berkrusta,
erythem dengan secret ringan dan telangiektasis pembuluh darah
3. Sikatriks : Dapat diakibatkan oleh luka palpebra oleh trauma.
4. Epiblepharon, penyakit kongenital yang terjadi dimana jaringan longgar
di sekitar mata membentuk lipatan yang abnormal kulit dan otot pretarsal,
menyebabkan bulu mata mengarah ke dalam.
5. Trachoma, suatu konjunctivitis folikular kronik yang berkembang hingga
terbentuknya jaringan parut. Pada kasus yang berat, trikiasis dapat terjadi
akibat jaringan parut yang berat.
6. Penyakit-penyakit lainnya yang dapat mengenai kulit dan membran
mukosa seperti Steven Johnson Syndrome dan cicatrical pemphigoid.
Selain dari penyakit-penyakit diatas, pentingnya membedakan tipe-tipe
kelainan

dari bulu

mata

yang dapat

menyebabkan trikiasis, dimana

penatalaksanaannya dapat berbeda tergantung dari penyebabnya. Pembagian


trikiasis berdasarkan kelainan bulu mata yaitu sebagai berikut (Ruth, 2011) :
1. Acquired metaplastic eyelashes. Biasanya disebabkan peradangan
kelopak mata seperti meibomitis atau trauma akibat pembedahan, dimana
epitel kelenjar meibom mengalami perubahan metaplastik menjadi folikel
rambut. Hal ini menyebabkan pertumbuhan bulu mata lebih posterior
daripada normal dimana dapat mengarah ke belakang.
2. Congenital metaplastic eyelashes. Kelainan kongenital dimana kelenjar
meibom menjadi multipoten berkembang menjadi folikel-folikel rambut.
Barisan kedua dari bulu mata tumbuh dari permukaan kelenjar meibom.
Bulu mata yang tumbuh tersebut mengarah secara vertikel, dan pada
anak-anak dapat ditoleransi dikarenakan oleh adanya tear film yang bagus
dan sedikit mengurangi sensasi kornea.

3. Misdirected eyelashes12. Pertumbuhan bulu mata yang normal, namun


akibat dari sedikit jaringan parut pada margin kelopak mata menyebabkan
perubahan arah dari bulu mata ke dalam.
4. Marginal entropion. Pembalikan dari margin kelopak mata akibat dari
proses parut dari lamela posterior kelopak mata.
D. Gambaran Klinik
Pada trikiasis, posisi tepi palpebra dapat normal, atau jika tidak, dapat
dihubungkan dengan entropion. Bulu mata yang melengkung ke dalam
menyebabkan pasien mengeluhkan sensasi benda asing dan iritasi permukaan bola
mata kronik. Abrasi kornea, injeksi konjungtiva, fotofobia, dan lakrimasi
merupakan gambaran yang sering ditemukan. Pada kasus yang lebih berat dapat
ditemukan ulkus kornea (Manners, 2011).
E. Diagnosis Banding
Trikiasis dapat didiagnosis banding dengan entropion. Entropion adalah
pelipatan kelopak mata ke arah dalam yang dapat disebabkan oleh involusi,
sikatrik, atau congenital. Gangguan ini selalu mengenai kelopak mata bawah dan
merupakan akibat gabungan kelumpuhan otot-otot retractor kelopak mata ,
mikrasi ke atas muskulus orbikularis preseptal, dan melipatnya tarsus ke atas
(Bruce, 2011)
F. Penatalaksanaan (Collin, 2001)
Jika hanya sedikit bulu mata yang terlibat, trikiasis dapat diterapi dengan
mechanical epilation, yaitu membuang bulu mata yang tumbuh ke dalam dengan
forcep pada slit lamp. Karena pertumbuhan kembali dapat terjadi, epilasi
berulang diperlukan setelah 3-8 minggu.
Electrolysis dapat digunakan untuk menatalaksana trikiasis. Akan tetapi
tingkat rekurensinya tinggi, selain itu bulu mata normal yang berdekatan dapat

10

menjadi rusak dan jaringan parut pada jaringan margin palpebra dapat
menyebabkan trikiasis lebih lanjut.
Radiosurgery dapat memperbaiki bulu mata yang abnormal dengan
menggunakan ujung jarum yang dimasukkan dari ujung silia ke basis silia. Sinyal
radiosurgery dikirimkan kurang lebih selama 1 detik dengan tenaga yang lemah
untuk menghancurkan folikel rambut. Ketika ujung jarum dipindahkan, maka
bulu mata dapat diangkat dengan mudah.
Trikiasis segmental dapat diperbaiki dengan cryotherapy. Cryotherapy
hanya membutuhkan anestesia lokal infiltratif. Folikel dari bulu mata sangat
sensitif terhadap dingin dan dapat dihancurkan pada suhu -20 o C. Area yang
terlibat dibekukan kurang lebih selama 25 detik dan kemudian dibiarkan mencair.
Kemudian dibekukan kembali selama 20 detik (double freeze-thaw technique).
Beberapa sumber menyebutkan, membutuhkan 45 detik membekukan dengan 4
menit mencairkan secara lambat untuk double freeze-thaw technique14. Bulu mata
yang abnormal dapat diangkat dengan forcep. Kekurangan dari cryotherapy
adalah edema yang dapat bertahan selama beberapa hari, kehilangan pigmen kulit
melanosit yang dapat hancur pada suhu -10o C sehingga dapat hancur terlebih
dahulu sebelum folikel rambut dihancurkan, penebalan margin palpebra, dan
kemungkinan gangguan fungsi sel goblet. Metode ini dapat dikombinasi dengan
berbagai tehnik pembedahan dan dapat diulangi jika persisten atau berulang.
G. Komplikasi
Apabila tidak ditangani dengan segera trikiasis dapat menyebabkan
komplikasi seperti iritasi pada permukaan bola mata yang kronik, abrasi kornea,
terjadi ulkus kornea, perforasi, sampai terjadinya infeksi bola mata. Komplikasi
lebih lanjut dapat menyebabkan kebutaan.
H. Prognosis

11

Prognosis umumnya baik. Tindak lanjut perawatan berkala dan perhatian


terhadap

komplikasi,

kekambuhan,

atau

komplikasi

meningkatkankan prognosis jangka panjang (Elder, 1997).

BAB III

12

kornea

dapat

KESIMPULAN

Trikiasis merupakan kondisi dimana silia bulu mata melengkung ke arah bola
mata. Trikiasis biasanya terjadi akibat inflamasi atau terbentuknya sikatrik pada
palpebra setelah operasi palpebra, trauma, kalasion, atau blefaris ulseratif. Trikiasis
sering dikaitkan dengan penyakit sikatriks kronik seperti pemphigoid ocular, trakoma,
dan sindrom Steven Johnson. Pasien mengeluhkan sensasi benda asing dan iritasi
permukaan bola mata kronik. Abrasi kornea, injeksi konjungtiva, keluarnya cairan
mucus, dan reflex epifora merupakan gambaran yang sering ditemukan. Pemeriksaan
yang diperlukan untunk menegakkan diagnosis trikiasis yaitu dengan anamnesis
mengenai gejala dan riwayat penyakit penyebab, pemeriksaan fisis dilakukan apabila
dicurigai telah terjadi aberasi atau ulkus kornea. Penanganan trikiasis dapat berupa
epilasi, elektrolisis, radiosurgery atau cryotherapy.

DAFTAR PUSTAKA

13

1. AAO. 2007. Orbit, Eyelid, and Lacrimal System.American Academy of


Ophtalmology.
2. Bruce, Adrian and Michael L. 2011. Anterior Eye Disease and Theurapetics
A-Z. Australia: Elsevier.
3. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, et al. Fetal growth and development.
In: Cunnigham FG, Leveno KL, Bloom SL, et al, eds. Williams Obstetrics.
23rd ed. New York, NY: McGraw-Hill; 2010:chap 4
4. Collin, R dan Rose, G. 2001. Fundamentals of Clinical Ophthamology Plastic
and Orbital Surgery. Malaysia : BMJ group.
5. Elder MJ. Anatomy and physiology of eyelash follicles: relevance to lash
ablation procedures. Ophthalmology Plastic Reconstruction Surgery. 1997;
13(1): 21-5.
6. Ilyas, Sidharta. 2008. Ilmu Penyakit Mata Edisi Ketiga. Jakarta : Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
7. Manners, Ruth. 2011. Information factsheet : ingrowing eyelashes (trichiasis
& distichiasis). [diakses dari : http://www.uhs.nhs.uk/ tanggal 5 Maret 2016]
8. Standring, Susan dan Neil R. Borley. 2008. Gray's Anatomy: the Anatomical
Basis

of

Clinical

Practice

(40th

ed.).

Edinburgh:

Churchill

Livingstone/Elsevier. p. 703.
9. Vaughan dan Asbury., Riordan, Paul-Eva., Whitcher, JP. 2009. Oftalmologi
Umum Edisi 17. Jakarta : EGC.

14

Вам также может понравиться