Вы находитесь на странице: 1из 10

BAB III

GROUTING
3.1 Grouting
Grouting merupakan salah satu metode perbaikan tanah dimana bahan
grouting diinjeksikan ke dalam rongga, rekahan, celah pada tanah atau batuan
agar meningkatkan sifat sifatnya, secara khusus menurunkan permeabilitas,
meningkatkan kekuatan atau menurunkan tingkat deformasi pada formasi.
Menurut Dwijanto (2005), grouting adalah penyuntikan bahan semi
kental (slurry material) ke dalam tanah / batuan dengan bertekanan melalui
lubang bor, dengan tujuan menutup diskontinuitas terbuka, rongga rongga dan lubang - lubang pada lapisan yang dituju untuk meningkatkan
kekuatan tanah. Sedangkan Suharyadi (2004), menyebut grouting sebagai
penginjeksian material perekat ke dalam tanah atau batuan yang lulus air
dengan tujuan untuk menutup pori dan rekahan.
Menurut Suharyadi (2004), fungsi grouting di dalam tanah atau batuan
dapat dibagi menjadi tiga, yaitu:
a. Penetrasi atau Penembusan (permeation/penetration)
Grouting mengalir ke dalam rongga tanah dan lapisan tipis batuan dengan
pengaruh minimum terhadap struktur asli.
b. Kompaksi atau Pemadatan (compaction/controlled displacement)
Material grouting dengan konsistensi sangat kental dipompakan ke dalam
tanah sehingga mendorong dan memadatkan.
c. Rekah Hidrolik (hydraulic fracturing)
Apabila tekanan grouting lebih besar dari kuat tarik batuan atau tanah yang
di grouting, akhirnya material pecah dan grouting dengan cepat menembus
zona rekahan

11

Gambar 3.1 Berbagai Fungsi Sementasi Pada Tanah Dan Batuan (Suharyadi, 2004)

Manfaat dari suatu pekerjaan grouting antara lain adalah sebagai berikut
(Dwiyanto, 2005):
a. Menahan aliran air dan mengurangi rembesan
b. Menguatkan tanah dan batuan
c. Mengisi rongga dan celah pada tanah dan batuan sehingga menjadi padat
d. Memperbaiki kerusakan struktur
e. Meningkatkan kemampuan anchor dan tiang pancang
f. Menghindarkan dari material fluida yang dapat merusak tanah atau batuan
3.2 Pelaksanaan Grouting
Pelaksanaan grouting meliputi penentuan titik grouting, uji
permebilitas, pemboran dan grouting (Dwiyanto, 2005). Berikut ini adalah
uraian secara singkat mengenai tahap pelaksanaan grouting:
1. Penentuan titik grouting
Penentuan titik grouting berpatokan pada stasiun-stasiun yang
ditentukan di lapangan melalui penyelidikan oleh tenaga ahli. Jarak tiaptiap titik grouting disesuaikan dengan kebutuhan.
2. Pemboran
Pelubangan titik grouting dilakukan dengan cara di bor. Dalam
grouting ada 2 macam pemboran, yaitu pemboran dengan pengambilan
core dan pemboran tanpa core. Diameter lubang bor adalah 76 cm untuk
pemboran coring dan 46 mm untuk pemboran non coring. Khusus untuk
12

permboran dengan coring diperlukan mesin dengan penggerak hidrolik


agar kualitas core yang dihasilkan lebih bagus.
3. Uji Permeabilitas atau Test Lugeon
Uji permeabilitas pertama kali diperkenalkan oleh Lugeon pada
tahun 1933, yang bertujuan untuk mengetahui nilai lugeon (Lu) dari
deformasi batuan. Nilai lugeon adalah suatu angka yang menunjukkan
berapa liter air yang bisa merembes ke dalam formasi batuan sepanjang
satu meter selama periode satu menit, dengan menggunakan tekanan
standar 10 Bars atau sekitar 10 kg/cm2. Angka ini hampir sama dengan
koefisien kelulusan air sebesar 1 x 10-5 cm/detik. Nilai lugeon dapat
memberikan informasi mengenai sifat aliran dalam batuan dan sifat batuan
itu sendiri terhadap aliran air yang melaluinya.
Metode pengujiannya adalah dengan cara memasukkan air
bertekanan ke dalam lubang bor, menggunakan peralatan yang disebut
rubber packer, yang digunakan untuk menyumbat lubang bor. Peralatan
lain yang digunakan dalam uji permeabilitas antara lain:
Waterflow Meter untuk mengetahui debit air
Stop Watch untuk menentukan waktu rembesan
Pressure Gauge untuk mengetahui tekanan air
Water Pump untuk memompa air
Untuk pengujian dengan tekanan kurang dari 10 kg/cm2, dibuat
ekstrapolasi sehingga bentuk persamaannya menjadi:

Lu= 10Q/PL
Keterangan:
Lu = Lugeon unit (l/mnt/m)
Q = debit aliran yang masuk (l/mnt)
P = tekanan total (Po+Pi) (kg/cm2)
L = panjang lubang yang di uji (m)
4. Grouting
Tahap pekerjaan grouting dilakukan dengan cara menyuntikkan
bahan semi kental (slurry material) ke dalam tanah atau batuan melalui
lubang bor. Komponen utama peralatan grouting adalah grout mixer dan
grout pump.
a. Grout Mixer

13

Grout mixer adalah mesin pencampur material yang akan disuntikkan


ke dalam tanah atau batuan. Umumnya grout mixer mempunyai
kapasitas mencampur (batching) sebesar 200 liter/batch.
b. Grouting Pump
Grouting pump berperan untuk memompa air maupun campuran
grouting. Kapasitas pemompaan minimum 100 liter/menit pada tekanan
pompa 6 kg/cm2 dan mampu mencapai tekanan hingga 20 kg/cm2.

Gambar 3.2 Model Peralatan Grouting (Warner, 2005).

3.3 Tipe-Tipe Grouting dan Kegunaannya


Menurut Warner (2005), grouting dapat dibedakan menjadi 6 tipe, yaitu:
a. Sementasi Penembusan (Permeation Grouting)
Grouting penembusan (permeation grouting) disebut juga grouting
penetrasi (penetration grouting), yang meliputi pengisian retakan, rekahan
atau kerusakan pada batuan, rongga pada sistem pori-pori tanah serta
media porous lainnya. Tujuan grouting penembusan adalah untuk mengisi
ruang pori (rongga), tanpa merubah formasi serta konfigurasi maupun
volume rongga. Grouting jenis ini dapat dilakukan untuk tujuan penguatan
formasi, menghentikan aliran air yang melaluinya, maupun kombinasi
keduanya. Grouting penembusan dapat meningkatkan kohesi tanah.
b. Sementasi Pemadatan (Compaction Grouting)
Grouting pemadatan dilakukan dengan cara menginjeksi material
grouting sangat kaku (stiff) pada tekanan tinggi ke dalam tanah. Grouting
pemadatan merupakan

mekanisme perbaikan yang bertujuan untuk

meningkatkan daya dukung tanah. Karena volume struktur pori tanah


14

berkurang, maka permeabilitasnya juga akan berkurang. Meskipun begitu,


grouting pemadatan tidak dapat sepenuhnya mencegah

terjadinya

rembesan. Grouting pemadatan mampu meningkatkan beban tanah untuk


mengompakk an atau memadatkannya.

Gambar 3.3 Grouting pemadatan dengan cara menginjeksi material (Warner, 2005)

c. Sementasi Rekahan (Fracture Grouting)


Grouting rekahan dilakukan pada rekahan hidrolik yang terdapat
pada tanah dengan fluida suspensi atau material grouting slurry, untuk
menghasilkan hubungan antar lensa grouting dan memberikan penguatan
kembali (reinforcement).

Umumnya grouting rekahan digunakan pada

tanah dengan permeabilitas rendah. Grouting rekahan dapat dilakukan


pada beberapa jenis tanah dan kedalam, terutama

sangat baik pada

material lempung.

Gambar 3.4 Grouting rekanan untuk menghasilkan hubungan antar lensa grouting
(Warner, 2005)

d. Sementasi Campuran/ Jet (Mixing/ Jet Grouting)


Grouting jet dilakukan dengan cara mengikis tanah menggunakan jet
bertekanan tinggi dan injeksi serentak ke dalam tanah yang terganggu
dengan jet monitor. Grouting tipe ini juga dapat digunakan untuk
melakukan penyemenan di sekeliling tiang atau pondasi.
e. Sementasi Isi (Fill Grouting)

15

Semua rongga yang dihasilkan secara alami maupun buatan, kadangkadang

membutuhkan suatu pengisian atau penutupan. Pada jaman

dahulu, pengisian dilakukan menggunakan peralatan yang sama dengan


alat grouting tipe lainnya. Saat ini, grouting isi dilakukan menggunakan
peralatan khusus dengan campuran concrete atau mortar.
f. Sementasi Vakum (Vacuum Grouting)
Umumnya pekerjaan grouting dilakukan dengan cara mendorong
material grouting ke dalam formasi dengan tekanan tinggi. Akan tetapi,
pada kondisi tertentu hasilnya tidak memuaskan. Oleh karena itu, vakum
digunakan untuk menyedot material grouting masuk ke dalam bagian yang
mengalami kerusakan. Kerusakan tersebut harus diisolasi dari tekanan
barometrik terlebih dahulu, sehingga dengan kondisi

yang vakum,

material grouting akan tersedot dan tertarik ke dalam kerusakan tersebut.

Gambar 3.5 Metode Grouting Pada Tanah dengan Mekanisme Perbaikan yang Berbeda
(Warner, 2005).

3.4 Sondir
Sondir adalah alat berbentuk silinder dengan ujung berupa konus.
Dalam uji sondir, stang alat ini ditekan kedalam tanah sehingga kemudian
akan memberikan nilai terukur dari perlawanan tanah terhadap ujung sondir
dan gesekan pada silimut slinder

16

Metode ini kemudia dikenal dengan berbagai nama seperti : static,


penetretion test atau quassi static penetretion test, duch cone test, dan secara
singkat disebut sounding.
Uji sondir saat ini merupakan salah satu uji lapangan yang telah
diterima oleh praktisi dan pakar geoteknik.
Swedish Sounding
Alat ini dibuat oleh orang swedia. Cara penggunaanya adalah dengan
memutar alat tersebut untuk masuk kedalam tanah dengan diberi beban.
Untuk masuk sedalam 25 cm diperlukan beberapa kali setengah putaran

Nilai Swedish (Nsw) =

M xB
25

dimana :
M = jumlah setengah putaran
B = beban yang digunakan (kg)
3.4.1

Kelebihan dan Kelemahan Sondir


Kelebihan dalam menggunakan alat sondir ini adalah :

Merupakan jenis uji yang cukup ekonomis dan dapat dilakukan

ulang dengan hasil yang relatif sama


Gangguan tanah lunak kecil
Dapat digunakan menentukan daya dukung tanah dengan baik
Adanya korelasi empiris yang semakin handal
Dapat membantu menentukan posisi atau kedalaman pada

pemboran
Kelemahan dalam menggunakan alat sondir ini adalah :
Tidak bisa menembus gravel, pasir padat, batuan
Tidak bisa mengambil sample
Sondir atau Cone Penetration Test memiliki kelebihan dan
kekurangan, antara lain :
Dapat dengan cepat menentukan lapisan keras dan diperkirakan
perbedaan lapisan serta cukup baik untuk digunakan pada lapisan

yang berbutir halus


Dengan rumus empiris hasilnya dapat digunakan untuk menghitung
daya dukung tiang

17

Jika terdapat batuan lepas bisa memberikan indikasi lapisan keras

yang salah dan tidak dapat mengetahui jenis tanah secara langsung
Jika alat tidak lurus dan konus tidak bekerja dengan baik maka
hasil yang diperoleh bisa meragukan

3.4.2

Tujuan Sondir
Uji sondir dimaksudkan untuk mengetahui perlawanan penetrasi
konus / qc dan hambatan lekat / clef friction (F). Perlawanan penetrasi
konus adalah perlawanan tanah

terhadap ujung konus yang

dinyatakan dalam gaya persatuan luas. Hambatan lekat adalah


perlawanan geser tanah terhadap mantel bikonus dalam gaya per
satuan luas.
Pengujian Sondir dilakukan untuk mengetahui pelawanan tanah
yang dilakukan dengan cara menusukkan bikonus/konus ke dalam
tanah. Dari gesekan dan tekanan bikonus yang terjadi di dalam tanah
dihantarkan melalui stang sondir bagian dalam yang kemudian dibaca
pada manometer.
3.4.3

Hubungan Empiris Kekuatan Tanah Berdasarkan Uji Penetrasi


Sondir
Menurut Terzaghi dan Peck (1987), harga perlawanan
hasil

uji

penetrasi sondir

konus

pada lapisan tanah / batuan dapat

dihubungkan secara empiris dengan kekuatannya.


Tabel 3.1 Konsistensi tanah lempung berdasarkan hasil sondir (Terzaghi dan
Peck, 1987)

Konsistensi

Sangat lunak
Lunak
Medium
Kaku
Sangat kaku
Keras

Conus Friction

Friction Ratio (FR)

Resistance (qc)

Kg/cm2

5
5 10
10 35
30 60
60 120
120

3.5
3.5
4.0
4.0
6.0
6.0

18

Tabel 3.2 Kepadatan lapisan tanah berdasarkan hasil sondir (Terzaghi dan Peck, 1987)

Konsistensi
Sangat lepas
Lepas
Setangah Lepas
Padar
Sangat Padat
3.4.4

Conus
20
20 40
40 120
120 200
200
Hubungan

Friction
2.0
2.0
2.0
4.0
4.0
Empiris

Jenis

Tanah

Berdasarkan Uji Penetrasi Sondir


Untuk mengklasifikasikan tanah ada banyak jenis klasifikasi salah
satunya dari Robertson (1990). Pada klasifikasi ini digunakan dengan
cara memplotkan antara nilai qc dengan FR. Hasil pemplotannya itu
menunjukkan jenis tanah pada daerah tersebut. Sebelum memplotkan
nilai qc harus diubah terlebih satuan kg/cm2 dahulu kedalam satuan
Mpa atau Mega pascal. Untuk nilai 1 kg/cm2

= 0,0980665 Mpa

(Robertson,1990).
3.4.5

Rumus Daya Dukung Tanah


Untuk menentukan daya dukungnya dapat menggunakan
rumus dari Schmertmann (1978)
Untuk tanah kohesif
qult = 5 + 0,34 qc
Untuk tanah berbutir-butir
qult = 48 0,009(300-qc)1,5
dimana :
qult
= Daya Dukung Ultimit Tanah
qc
= Nilai Conus
Setelah didapatkan nilai daya dukung Ultimit Tanah (qult),
Langkah selanjutnya menghitung daya dukung ijin tanah yaitu :
qall= qult / Sf
dimana :
qall
= Daya Dukung ijin tanah
qult
= Daya Dukung Tanah Ultimit

19

Sf

= Faktor Keamanan biasanya nilainya diambil 3

20

Вам также может понравиться