Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Menua (menjadi tua) adalah suatu proses secara perlahanlahan
kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan
mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap
infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita. Proses menua
merupakan proses yang terus menerus berlanjut secara alamiah. Dimulai
sejak lahir dan umumnya dialami pada semua makhluk hidup.
Menua bukanlah suatu penyakit tetapi merupakan proses
berkurangnya daya tahan tubuh dalam menghadapi rangsangan dari dalam
maupun luar tubuh. Walaupun demikian, memang harus diakui bahwa ada
berbagai penyakit yang sering terjadi pada kaum lanjut usia. Proses menua
sudah mulai berlangsung sejak seseorang mencapai usia dewasa, misalnya
dengan terjadinya kehilangan jaringan pada otot, susunan saraf, dan
jaringan lain sehingga tubuh mati sedikit demi sedikit, dan terjadi juga
pada sistem pencernaan.
Inkontinensia urin merupakan salah satu manifestasi penyakit yang
sering
ditemukan
pada
pasien
geriatri.
Diperkirakan
prevalensi
1.3 Tujuan
1. Mengetahui dan memahami mengenai definisi inkontinensia urin pada
lanjut usia.
2. Mengetahui dan memahami mengenai etiologi inkontinensia urin pada
lanjut usia.
3. Mengetahui dan memahami mengenai faktor predisposisi atau faktor
pencetus inkontinensia urin pada lanjut usia.
4. Mengetahui dan memahami mengenai patofisiologi inkontinensia urin
pada lanjut usia.
5. Mengetahui dan memahami mengenai tanda dan gejala inkontinensia
urin pada lanjut usia.
6. Mengetahui dan memahami mengenai pemeriksaan penunjang pada
lanjut usia.
dan
memahami
mengenai
asuhan
keperawatan
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Inkontinensia Urine
Inkontinensia urin merupakan eliminasi urin dari kandung kemih
yang tidak terkendali atau terjadi diluar keinginan. Jika inkontinensia urin
terjadi akibat kelainan inflamasi (sistitis), mungkin sifatnya hanya
sementara. Namun, jika kejadian ini timbul karena kelainan neurologi
yang serius (paraplegia), kemungkinan besar sifatnya akan permanen.
Lebih dari 10 juta penduduk dewasa di Amerika serikat menderita
inkontinensia urin (AHCPR, 1992). Keadaan ini mengenai individu
dengan segala usia meskipun paling sering dijumpai diantara para lansia.
Dilaporkan bahwa lebih dari separuh penghuni panti lansia menderita
inkontinensia urin. Meskipun inkontinensia urin bukan konsekuensi
normal dari proses penuaan, namun perubahan traktus urinarius yang
berkaitan dengan usia merupakan predisposisi bagi lansia untuk
mengalami inkontinensia urin.
Usia, jenis kelamin serta jumlah persalinan pervaginam yang
pernah dialami sebelumnya merupakan faktor resiko yang sudah
dipastikan dan secara parsial menyebabkan peningkatan insidensnya pada
wanita. Faktor resiko lain yang diperkirakan merupakan penyebab
gangguan ini adalah infeksi saluran kemih , menopause, pembedahan
urogenital, penyakit kronis dan penggunaan berbagai obat. Gejala ruam,
dekubitus, infeksi kulit serta saluran kemih dan pembatasan aktivitas
merupakan konsekuensi dari inkontinensia urin.
terus dipantau. Sebab lain adalah asupan cairan yang berlebihan yang bisa
diatasi dengan mengurangi asupan cairan yang bersifat diuretika seperti
kafein.
Gagal jantung kongestif juga bisa menjadi faktor penyebab
produksi urin meningkat dan harus dilakukan terapi medis yang sesuai.
Gangguan kemampuan ke toilet bisa disebabkan oleh penyakit kronik,
trauma, atau gangguan mobilitas. Untuk mengatasinya penderita harus
diupayakan ke toilet secara teratur atau menggunakan substitusi toilet.
Apabila penyebabnya adalah masalah psikologis, maka hal itu harus
disingkirkan dengan terapi non farmakologik atau farmakologik yang
tepat.
Pasien lansia, kerap mengonsumsi obat-obatan tertentu karena
penyakit yang dideritanya. Jika kondisi ini yang terjadi, maka penghentian
atau penggantian obat jika memungkinkan, penurunan dosis atau
modifikasi jadwal pemberian obat. Golongan obat yang berkontribusi pada
IU, yaitu diuretika, antikolinergik, analgesik, narkotik, antagonis
adrenergic alfa, agonic adrenergic alfa, ACE inhibitor, dan kalsium
antagonik.
Golongan psikotropika seperti antidepresi, antipsikotik, dan sedatif
hipnotik juga memiliki andil dalam IU. Kafein dan alcohol juga berperan
dalam terjadinya mengompol. Selain hal-hal yang disebutkan diatas
inkontinensia urine juga terjadi akibat kelemahan otot dasar panggul,
karena kehamilan, pasca melahirkan, kegemukan (obesitas), menopause,
usia lanjut, kurang aktivitas dan operasi vagina.
Penambahan
berat
dan
tekanan
selama
kehamilan
dapat
2.
3.
4.
pada pasien dengan gejala lokal iritasi akibat infeksi saluran kemih atau
tumor kandung kemih.
3. Overflow incontinence
Ditandai oleh eliminasi urin yang sering dan kadang-kadang terjadi hampir
terus menerus dari kandung kemih. Kandung kemih tidak dapat
mengosongkan isinya secara normal dan mengalami distensi yang
berlebihan. Meskipun eliminasi urin terjadi dengan sering, kandung kemih
tidak pernah kosong. Overflow inkontinence dapat disebabkan oleh
kelainan neurologi (yaitu, penggunaan obat-obatan, tumor, striktur dan
hiperplasia prostat). Kandung kemih neurogenik dibahas secara terpisah
dalam bagian berikutnya.
4. Inkontinensia fungsional
Merupakan inkontinensia dengan fungsi saluran kemih bagian bawah yang
utuh tetapi ada faktor lain, seperti gangguan kognitif berat yang membuat
pasien sulit untuk mengidentifikasi perlunya urinasi (misalnya, demensia
Alzheimer) atau gangguan fisik yang menyebabkan pasien sulit atau tidak
mungkin menjangkau toilet untuk melakukan urinasi.
5. Bentuk-Bentuk Inkontinensia Urin Campuran, yang mencakup ciri-ciri
inkontinensia seperti yang baru disebutkan, dapat pula terjadi. Selain itu
inkontinensia urin dapat terjadi akibat interaksi banyak faktor.
Dengan pengenalan permasalahan yang tepat, pemeriksaan dan
perujukan untuk evaluasi diagnostik secara terapi, maka prognosis
inkontinensia dapat ditentukan. Semua pasien inkontinensia harus
diperhatikan untuk mendapatkan pemeriksaan evaluasi dan terapi.
2.6Pemeriksaan penunjang
a. Urinalisis
Digunakan untuk melihat apakah ada bakteri, darah dan glukosa dalam
urine.
b. Uroflowmeter
Digunakan untuk mengevaluasi pola berkemih dan menunjukkan
obstruksi pintu bawah kandung kemih dengan mengukur laju aliran
ketika pasien berkemih.
c. Cysometry
mengurangifaktor
homeostasis, mengontrol
resiko,
inkontinensia
mempertahankan
urin,
modifikasi
belum waktunya.
Lansia dianjurkan untuk berkemih pada interval waktu tertentu,
mula-mula setiap jam, selanjutnya diperpanjang secara bertahap
sampai lansia ingin berkemih setiap 2-3 jam.
(berpikir).
3. Terapi farmakologi
Obat-obat yang dapat diberikan pada inkontinensia urine adalah:
Antikolinergik seperti Oxybutinin, Propantteine, Dicylomine
Pada inkontinensia stress diberikan alfa adrenergic agonis, yaitu
2.7 Pathway
Perubahananatomi&f
ungsitubuh
ETIOLOGI
Penyakit kronis,
imobilisasi,
DM, gagal
Obat-obatan
jantung
Tahanan uretra
Kegagalan uretra
Inkontinensia pd lansia
Tekanan abdomen
Toileting
inadequate
MK : Inkontinensia
urinarius dorongan
Output berlebih
Iritasi kulit
Pengeluaran
urin
MK : Resiko
kerusakan
tnp disadari
integritas
kulit
Rembesan urin
involunteer
G3an psikiatrik
MK : Inkontinensia
urinarius stres
MK :
Resikoisolasisosial
2.8Evaluasi Diagnostik
pharmacologic
agents
agens
farmakologi;
preparat
pada
hasil-hasil
evaluasi
mungkin
diperlukan
4) Data penunjang
Urinalisis
Hematuria.
Poliuria
Bakteriuria.
5) Pemeriksaan Radiografi
a. IVP (intravenous pyelographi), memprediksi lokasi ginjal dan
ureter
b. VCUG (Voiding Cystoufetherogram), mengkaji ukuran, bentuk,
dan fungsi VU, melihat adanya obstruksi (terutama obstruksi
prostat), mengkaji PVR (Post Voiding Residual).
6) Kultur Urine
Steril.
Pertumbuhan tak bermakna ( 100.000 koloni / ml).
Organisme.
2. Diagnosa
1) Inkonteninsia stress berhubungan dengan kelemahan otot pelvis
dan struktur dasar penyokongnya, perubahan degenaratif pada
otot-otot pelvis, defisiensi sfingter uretr intrinsik.
2) Resiko Kerusakan Integitas kulit berhubungan dengan irigasi
konstan oleh urine
3) Resiko Isolasi Sosial berhubungan dengan keadaan yang
memalukan akibat mengompol di depan orang lain atau takut bau
urine.
3. Intervensi
a. Inkonteninsia stress berhubungan dengan kelemahan otot pelvis
dan struktur dasar penyokongnya, perubahan degenaratif pada
otot-otot pelvis, defisiensi sfingter ureter intrinsik
Tujuan :Klien akan melaporkan suatu pengurangan
Rasional
1.
Kaji kebiasaan pola berkemih dan Mengetahui perubahan pola berkemih
dan gunakan catatan berkemih sehari.
2.
Pertahankan catatan harian untuk Mengetahui
efektifitasprogram
yang
mengkaji efektifitas program yang direncanakan untuk merubah pola
direncanakan.
berkemih.
3.
Observasi meatus perkemihan
untuk memeriksa kebocoran saat Mengetahui adakah obstruksi atau
kandung kemih.
kerusakan pada organ kemih
4.
Rasional
Pantau
penampilan
kulit
2.
atau
bila
segel
periostomal,
memungkinkan
bocor
menjamin
ketepatan
kulit
periostomal.
kantung
urostomi
apakah
Rasional
konseling Memberikan
informasi
tentang
tingkat
dilakukan dan atau perlu diversi pengetahuan pasien / orang terdekat tentang
urinaria, diskusikan pada saat situasi
pertama.
individu
menerimanya(contoh;
sembuh, infeksi)
dan
inkontinensia
Pasien
tak
mengatakan
Akui
kenormalan
pada
mereka
tidak
perlu
dan
4. Berikan
kesempatan
untuk
dan
menyentuh
gunakan
kesempatan
penampilan,
normal, dsb.
gerakan
stoma
secara
nyata
menerima
keadaannya
partisipasi
perawatan diri.
aktivitas
perawatan,
dalam
hubungan
seksual
setelah
kurang
pengetahuan.
Pembedahan
yang
syaraf
parasimpatis
yang
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Inkontinensia urin merupakan eliminasi urin dari kandung kemih
yang tidak terkendali atau terjadi diluar keinginan. Jika inkontinensia urin
terjadi akibat kelainan inflamasi (sistitis), mungkin sifatnya hanya
sementara. Namun, jika kejadian ini timbul karena kelainan neurologi
yang serius (paraplegia), kemungkinan besar sifatnya akan permanen.
Usia lanjut adalah tahap akhir dari siklus hidup manusia,
merupakan bagian dari proses alamiah kehidupan yang tidak dapat
dihindarkan dan akan dialami oleh setiap individu. Penuaan adalah
normal, dengan perubahan fisik dan tingkah laku yang dapat diramalkan
terjadi pada semua orang pada saat mereka mencapai usia tahap
perkembangan kronologis tertentu. Ini merupakan suatu fenomena yang
kompleks dan multi dimensional yang dapat diobservasi di dalam satu sel
dan berkembang pada keseluruhan sistem. Walaupun hal itu terjadi pada
tingkat kecepatan yang berbeda, di dalam parameter yang cukup sempit,
proses tersebut tidak tertandingi.
3.2 Saran
Dengan dibuatnya makalah ini, diharapkan nantinya akan
memberikan manfaat bagi para pembaca terutama pemahaman yang
DAFTAR PUSTAKA
Alimul,
Aziz.
2006.
PengantarKebutuhanDasarManusia.
:SalembaMedika
Potter, Perry. 2006. Fundamental Keperawatan. Jakarta : EGC
Jakarta