Вы находитесь на странице: 1из 28

17

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Anatomi Paru
Paru merupakan organ pernapasan yang terletak di dalam rongga dada, tepatnya di dalam
rongga pleura, di samping kanan dan kiri mediastinum. Paru berbentuk konus dengan apeks
yang tumpul pada bagian superior dan basal paru di bagian inferior. Apeks paru terletak
sekitar 1 inci (2,5 cm) di atas os. clavicula pada bagian anterior dan sejajar dengan vertebra
torasika pertama pada sisi posterior. Bagian basalnya terletak tepat di atas diafragma, yaitu
sekitar level vertebra torasika VIII atau IX pada inspirasi maksimal. Bagian anterior, lateral
dan posterior paru berbatasan dengan dinding toraks. Bagian paru yang menghadap ke
dinding thoraks ini berbentuk konveks dan disebut sebagai facies costalis. Bagian medial
paru yang berbatasan dengan mediastinum berbentuk konkaf dan disebut sebagai facies
mediastinalis.1

Gambar 1. Topografi Paru2


Sumber : Martini, Timmons dan Tallitsch. 2008. Van De Graaff: Human Anatomy sixth ed. Pearson Education.
Hal 612.

Paru terbagi menjadi paru kanan dan kiri. Paru kanan berukuran sedikit lebih besar
daripada paru kiri. Batas anterior paru kanan di mulai di belakang sendi sternoklavikular dan
mencapai linea mediana pada ketinggian angulus sterni. Batas paru ini terus ke bawah
melalui belakang sternum hingga level sternokondralis ke enam. Paru kanan kemudian mulai
melengkung ke lateral dan sedikit inferior, memotong iga ke enam di linea midklavikularis
dan memotong iga ke delapan di linea midaksilaris. Batas ini kemudian menuju ke posterior
dan medial pada ketinggian prosesus spinosus vertebra torasik ke sepuluh. Batas anterior paru
kiri hampir sama dengan batas anterior paru kanan, tetapi pada level kartilago iga ke empat,

18

paru kiri berdeviasi ke lateral karena terdapat jantung pada bagian tersebut. Batas bawah paru
kiri lebih inferior bila dibandingkan dengan paru kanan karena di sisi kanan tubuh terdapat
hepar.1
Pada facies mediastinalis, terdapat struktur yang disebut sebagai hilum pulmonis, yaitu
suatu tempat masuknya bronkus, pembuluh darah, dan saraf serta tempat keluarnya vena
pulmonaris yang membentuk radix pulmonis. Di sekitar hilum, terdapat cekungan-cekungan
yang merupakan cetakan organ tubuh yang berada di sekitar paru. Pada facies mediastinalis
paru kanan terdapat gambaran vena brachiocephalica, vena cava superior, vena cava inferior,
jantung, vena azygos, dan esofagus. Pada facies mediastinalis paru kiri terdapat gambaran
arkus aorta, aorta descenden, arteri subklavia, jantung (cardial notch), dan esofagus.1

Gambar 2. Facies Mediastinalis dan Hilus pada Paru Kanan3


Sumber : Moore, L. K., Agur, A. M. R., dan Dalley, A. F. 2014. Moore Clinicaly Oriented Anatomy 7th Ed.
Elsevier.

Gambar 3. Facies Mediastinalis dan Hilus pada Paru Kiri 3


Sumber : Moore, L. K., Agur, A. M. R., dan Dalley, A. F. 2014. Moore Clinicaly Oriented Anatomy 7th Ed.
Elsevier.

Paru dilapisi oleh lapisan membran serosa yang disebut pleura. Pleura terdiri atas lapisan
visceral dan parietal. Pleura parietalis adalah lapisan pleura yang menempel pada dinding

19

dada, meliputi permukaan torakal diafragma, permukaan lateral mediastinum serta meluas
sampai ke pangkal leher untuk membatasi permukaan bawah membrana suprapleura pada
apertura torakis. Pleura visceralis adalah lapisan pleura yang meliputi seluruh permukaan luar
paru dan meluas ke dalam fissura interlobaris. Antara pleura parietalis dan pleura visceralis
terdapat celah yang dikenal sebagai rongga pleura yang berisi sedikit cairan pleura yang
memungkinkan pleura bergerak satu dengan yang lainnya dengan gesekan minimal. Rongga
yang dibentuk oleh pleura kanan dan pleura kiri merupakan sebuah kompartemen yang
terpisah. Hal ini bertujuan untuk membatasi agar kelainan atau penyakit pada salah sisi
rongga pleura tidak meluas ke sisi lainnya. Lapisan pleura di inferior hilus membentuk suatu
struktur yang menyokong paru yang dikenal sebagai ligamentum pulmonale. Lapisan pleura
parietalis dan pleura visceralis di inferior paru berhimpitan dan membentuk suatu struktur
yang dikenal sebagai sulcus costofrenikus.1

Gambar 4. Lapisan Pleura4


Sumber : Seeley, dkk. 2004. Seeley-Stephen-Tate: Anatomy and Physiology Sixth Edition. McGraw Hill
Companies. Hal 820.

Paru kanan terbagi menjadi tiga lobus, yaitu lobus superior, lobus medial dan lobus
inferior. Antara lobus yang satu dengan lobus yang lain dipisahkan oleh fissura. Antara lobus
superior dan lobus inferior, terdapat fissura obliqus yang berjalan dari pinggir inferior ke arah
posteroseuperior menyilang facies costalis dan facies mediastinalis hingga sekitar 2,5 inci
dari apeks paru. Antara lobus medial dan lobus superior terdapat fissura horizontalis yang
berjalan horizontal setinggi kartilago costa IV dan bertemu dengan fissura obliqus di linea
midaxilaris. Paru kiri terbagi menjadi 2 lobus, yaitu lobus superior dan lobus inferior. Lobus
superior dan lobus inferior dipisahkan oleh fissura obliqus.1

20

Paru dapat dibagi lebih lanjut menjadi beberapa segmen yang berbentuk piramid dengan
lobus menghadap ke arah radix pulmonis. Pembagian ini dilakukan berdasarkan bronkus
tersier (bronkus segmentalis) yang mensuplai bagian tersebut. Bronkus tersier selalu disertai
oleh satu arteri segmentalis yang merupakan cabang dari arteri pulmonalis, pembuluh limfe
dan saraf otonom. Antara segmen yang satu dan segmen yang lain dibatasi oleh jaringan ikat
dan di dalam jaringan ikat tersebut terdapat vena segmentalis yang merupakan pembuluh
darah balik dari paru. Paru kanan dan paru kiri dapat dibagi menjadi 10 segmen.1

Gambar 5. Segmen Paru Kanan dan Paru Kiri4


Sumber : Seeley, dkk. 2004. Seeley-Stephen-Tate: Anatomy and Physiology Sixth Edition. McGraw Hill
Companies. Hal 824.

Adapun pembagian segmen paru kanan dan paru kiri adalah sebagai berikut1:
a. Paru kanan
Lobus Superior : - Segmentum apicale
- Segmentum posterior
- Segmentum anterior
Lobus Medial

: - Segmentum laterale
- Segmentum mediale

Lobus Inferior

: - Segmentum superior
- Segmentum basal medial
- Segmentum basal anterior
- Segmentum basal lateral
- Segmentum basal posterior

21

b. Paru kiri
Lobus Superior

Lobus Inferior

: - Segmentum apicale
- Segmentum posterior
- Segmentum anterior
- Segmentum lingulare superior
- Segmentum lingulare inferior
: - Segmentum superior
- Segmentum basal medial
- Segmentum basal anterior
- Segmentum basal lateral
- Segmentum basal posterior

Segmen segmen paru terdiri atas lobulus lobulus yang dipisahkan oleh jaringan ikat.
Setiap lobulus berhubungan dengan bronkiolus yang berasal dari percabangan bronkus
tersier. Di dalam lobulus tersebut terdapat unit unit yang lebih kecil yang disebut sebagai
sacus alveolus yang terdiri dari beberapa alveolus. Sacus alveolus sendiri merupakan
kelanjutan dari duktus alveolus yang berasal dari bronkiolus terminal dan bronkiolus
resporatorius. Duktus alveolus tersusun atas selapis epitel pipih, sedangkan bronkiolus
respiratorius tersusun atas selapis epitel kuboid.1
Di dalam paru kanan dan kiri terdapat kurang lebih 300 juta alveolus dengan diameter
tiap alveoli sekitar 250 m. Dinding alveolus dibentuk oleh 2 tipe sel pneumosit. Pneumosit
tipe I merupakan sel epitel ipih yang menyusun 90% dari permukaan alveoli dan menjadi
tempat difusi oksigen. Pneumosit tipe II merupakan sel epitel kuboid yang memproduksi
surfaktan yang berfungsi menjaga agar alveolus tidak kolaps. Di sekitar alveoli terdapat
pembuluh kapiler. Alveoli bersama dengan pembuluh kapiler membentuk suatu struktur yang
disebut sebagai membran respiratorius. Sistem pertahanan tubuh yang utama pada alveolus
adalah makrofag yang berada di permukaan sel epitel. Makrofag sendiri bersirkulasi ke
limfonodus terdekat atau bercampur bersama mukus ke bronkiolus terminal untuk kemudian
dikeluarkan melalui faring.1

22

Gambar 6. Bronkiolus dan Alveolus2


Sumber : Martini, Timmons dan Tallitsch. 2008. Van De Graaff: Human Anatomy sixth ed. Pearson Education.
Hal 613.

Bronkus, jaringan ikat paru dan pleura visceralis mendapat suplai darah dari arteri
bronchiales yang merupakan cabang dari aorta descendens. Pembuluh darah balik dari paru
adalah vena segmentalis yang bermuara ke vena pulmonales. Terdapat 2 vena pulmonales
pada setiap hilus yang kemudian bermuara ke atrium kiri jantung.1,2,3,4
Pembuluh limfe paru berasal dari plexus superficialis dan plexus profundus. Pembuluh
limfe ini tidak ditemui pada alveoli. Plexus superficialis terletak di bawah pleura visceral
sepanjang permukaan paru dan mengalirkan cairannya ke arah hilum pulmonalis melalui nodi
bronkopulmonalis. Plexus profunfus berjalan sepanjang bronki dan arteri pulmonalis untuk
kemudian bermuara di nodi intrapulmonalis yang terletak di dalam substansi paru kemudian
masuk ke dalam nodi bronkopulmonalis sebelum akhirnya mengalir ke hilum pulmonalis.
Semua cairan limfe paru meninggalkan hilum pulmonalis mengalir ke nodi trakeobronkiales
dan kemudian masuk ke dalam trunkus limfatikus bronkomediastinalis.1
3.2 Tuberculosis
3.2.1 Definisi
Tuberkulosis (Tb) adalah infeksi bakteri Mycobaterium tuberculosis. Kuman Tb
merupakan kuman gram negatif berbentuk batang. Kuman tersebut masuk tubuh
melalui udara pernafasan yang masuk ke dalam paru, kemudian menyebar dari paru
ke bagian tubuh lainnya melalui sistem peredaran darah, sistem saluran limfe, saluran
nafas atau penyebaran langsung ke tubuh lainnya23.

23

Gambar 7. Mycobacterium tuberculosis


Sumber :

Kuman Tb sangat mudah menular dan dapat bertahan di udara selama


beberapa jam. Namun, kuman Tb cepat mati apabila terkena sinar matahari. Tb tidak
menular melalui makanan, air, berhubungan seksual, transfusi darah ataupun gigitan
nyamuk/serangga. Orang yang terinfeksi Tb belum tentu sakit Tb. Kuman Tb sangat
sering menyebabkan infeksi pada paru-paru, namun pada orang dengan sistem
kekebalan tubuh yang lemah, terutama bila jumlah CD4 + dibawah 200, Tb dapat
menyebabkan penyakit pada beberapa bagian tubuh lain, misalnya kelenjar getah
bening, tulang, dan sistem saraf.

3.2.2

Epidemiologi
Tuberkulosis (Tb) hingga saat ini masih menjadi masalah kesehatan masyarakat

dunia walaupun upaya pengendalian dengan strategi DOTS telah diterapkan sejak tahun
1995 di banyak negara.5
Menurut laporan WHO dalam Global Tuberculosis Control 2013, pada tahun 2012
terdapat 8,6 juta kasus Tb. Indonesia berada pada peringkat ke lima negara dengan beban
Tb tertinggi di dunia.6 Pada tahun 2012 tercatat sejumlah 450.000 kasus Tb telah
ditemukan dan lebih dari 170.000 diantaranya terdeteksi BTA positif. Dengan demikian,
Case Detection Rate untuk Tb BTA+ adalah 70 per 100.0007.

24

Gambar 8. Rerata penderita Tb di Seluruh Dunia


Sumber :

Sekitar 75% pasien Tb adalah kelompok usia paling produktif secara ekonomi
(15-50 tahun). Diperkirakan seorang pasien Tb dewasa akan kehilangan waktu kerjanya
sekitar 3-4 bulan, hal tersebut berakibat pada kehilangan pendapatan tahunan rumah
tangganya sekitar 20-30 %. Jika ia meninggal maka akan kehilngan pendapatan sekitar
15 tahun. Selain merugikan secara ekonomis, Tb juga memberikan dampak buruk
lainnya secara sosial, seperti stigma bahkan dikucilkan oleh masyarakat. Perubahan
demografik karena meningkatnya penduduk dunia dan perubahan struktur umur
kependudukan menjadi pengaruh besar terhadap penyebaran kasus Tb, selain itu juga
dipengaruhi oleh masalah kesehatan lain seperti gizi buruk, merokok, diabetes, dan
pandemi HIV/AIDS. Koinfeksi dengan HIV akan meningkatkan resiko kejadian Tb
secara signifikan. Pada saat yang sama, kekebalan ganda kuman Tb terhadap obat anti
Tb (Multi Drug Resistance) semakin menjadi masalah akibat kasus yang tidak berhasil
disembuhkan. Keadaan tersebut pada akhirnya akan menyebabkan terjadinya
epidemiologi Tb yang sulit ditangani.5
3.2.3

Etiologi dan Cara Penularan


Mycobacterium tuberculosis adalah patogen interaseluler yang dapat bertahan
hidup dan berkembang biak di dalam makrofag. Pada dinding sel Mycobacterium
tuberculosis terdapat suatu molekul yang disebut arabinomannan, yaitu molekul yang

25

terlibat dalam interaksi patogen-penjamu dan membantu ketahanan bakteri ini di


dalam makrofag. 8-12
Makrofag bertindak sebagai fagosit profitsional. M. tuberculosis yang sudah
diikat oleh makrofag selanjutnya diendositosis dan digerakkan ke dalam sitoplasma
sehingga terbentuk vesikel intraseluler yang disebut fagosom. Selanjutnya fagosom
(yang berisi M. tuberculosis) berfusi dengan lisosom, yaitu kantong yang berisikan
enzim lipase, proteinase dan karbonik anhidrase, sehingga terbentuk fagolisosom
yang bertujuan membunuh M. tuberculosis. Makrofag juga bertindak sebagai antigen
presenting cells (APC). Di dalam makrofag APC, enzim proteolitik yang berasal dari
lisosom memecah protein M. tuberculosis menjadi peptida, lalu diikat oleh major
histocompatibility complex-II (MHC-II), selanjutnya peptida antigen dieksositosis ke
permukaan sel makrofag. APC bermigrasi ke kelenjar limfoid regional untuk
mempresentaikan peptida antigen kepada sel T helper (Th). Sel Th yang diaktifkan
berdiferensiasi menjadi subset sel Th1 cluster of differentiation 4+ (sel Th1 CD4+)
yang

memfasilitasi

respon imun

delayed-type

hypersensitivity

(DTH) dan

mengaktifkan sel limfosit T sitolitik (Tc, Cytolitic T lymphocytes = CTLs CD8+) untuk
memfasilitasi sitolisis seluler. Sel Th1 CD4+ dan sel TCLs CD8+ berproliferasi
menjadi sel Th1 CD4+ dan TCLs CD 8+ spesifik, yang mempunyai memori
imunologi8-12.
Sitokin yang dikeluarkan sel Th1 CD4 + memacu perubahan edotel sehingga
memudahkan ekstravasasi sel monosit dan neutrofil. Neutrofil dan monosit yang
mengalir dalam sirkulasi menempel pada molekul adhesi sel endotel dan bergerak
keluar dari vaskuler menuju jaringan paru terinfeksi. Monosit yang masuk jaringan
paru berubah menjadi makrofag, bersama dengan neutrofil memfagosit Mtb di tempat
DTH8-12.
IFN- yang diproduksi sel Th1 CD4+ mengaktifkan makrofag yang sudah
mengandung M. tuberculosis agar lebih aktif berperan sebagai sel efektor dengan
mengeluarkan produk toksik (oksigen reaktif intermediet dan oksida nitrat) utnuk
memusnahkan mikroorganisme disertai sedikit kerusakan jaringan yang tidak
berarti.11,12
4

26

Gambar 9. Mekanisme pertahanan ilmiah tubuh terhadap M. tuberculosis


Sumber :

Pada infeksi M. tuberculosis, dimana kuman sulit dieliminasi karena


terlindung oleh dinding sel tahan asam, respon DTH dapat memanjang, sehingga
banyak merusak jaringan sehat di sekitarnya dan menimbulkan granuloma.
Granuloma terbentuk bila makrofag terus menerus diaktifkan, berkumpul di tempat
peradangan, menempel satu dengan yang lainnya, kadang berdifusi membentuk sel
Datia. Sel Datia tersebut mendorong jaringan normal dari tempatnya, dan melepas
sejumlah besar enzim litik yang merusak jaringan sekitar yang berakhir dengan
pengkijuan dan nekrosis. M. tuberculosis di dalam lesi granuloma yang disebut
tuberkel.11,13
3.2.4

Penegakkan Diagnosis
Diagnosis infeksi M.tuberculosis dapat dilakukan dengan pemeriksaan
mikroskopis sputum pasien dan kultur, pemeriksaan radiologi, histopatologis, kultur
sumsum tulang, dan pembesaran limfonodi atau hati. Pemeriksaan dahak mikroskopik
minimal 2 kali dan paling tidak satu spesimen harus berasal dari dahak pagi.
Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan adalah tes tuberkulin 14. Gambaran klinis
terdiri dari gejala seperti batuk berdarah yang berlanjut selama tiga minggu atau lebih,
demam terutama pada sore hari, penurunan berat badan, dan keringat basah kuyup di
malam hari.

27

Tabel 1. Alur diagnosis Tb Paru Dewasa


Suspek Tb

Pemeriksaan Dahak Mikroskopis Sewaktu, Pagi, Sewaktu


Hasil BTA
+ + +
+ + -

Hasil BTA
+ - -

Hasil BTA
+ - -

Antibiotik non-OAT
Foto thoraks dan pertimbangan
dokter

Tidak ada
perbaikan

Ada
perbaikan

Pemeriksaan dahak
mikroskopis
Hasil BTA

TUBERCULOSIS

Hasil BTA
-- -

+++
++-

+--

Foto thoraks &


pertimbangan dokter
BUKAN TB
Sewaktu : Dahak dikumpulkan saat pasien suspek Tb datang berkunjung pertama kali.
Pada saat pulang, pasien membawa pot dahak untuk mengumpulkan dahak pagi pada

hari kedua
Pagi
: Dahak dikumpulkan pada pagi hari kedua, segera setelah bangun tidur, pot

dibawa dan diserahkan sendiri kepada petugas di UPK


Sewaktu : Dahak dikumpulkan di UPK pada hari kedua, saat menyerahkan dahak pagi

Tabel 2. Pemeriksaan Sputum BTA


Apa yang dilihat

Apa yang dilaporkan

Tidak ditemukan BTA minimal dalam


100 lapangan pandang

BTA negatif

1-9 BTA dalam 100 lapang pandang

Tuliskan jumlah BTA yang


ditemukan / 100 lapang pandang

10-99 BTA dalam 100 lapang pandang

1+

28

3.2.5

1-10 BTA dalam 1 lapang pandang,


periksa minimal 50 lapang pandang

2+

Lebih dari 10 BTA dalam 1 lapang


pandang, periksa minimal 20 lapang
pandang

3+

Pemeriksaan Penunjang

Indikasi pemeriksaan Foto Thoraks5:


1) Hanya 1 dari 3 spesimen dahak SPS BTA hasilnya positif. Pada kasus ini pemeriksaan
foto thoraks untuk mendukung diagnosa Tb paru BTA positif
2) Ketiga spesimen dahak hasilnya tetap negatif dan tidak ada perbaikan setelah pemberian
antibiotik non-OAT
3) Pasien tersebut diduga mengalami komplikasi sesak nafas berat yang memerlukan
penangan khusus (seperti: pneumothoraks, pleuritis eksudativa, efusi perikarditis atau
efusi pleura) dan pasien yang mengalami hemoptisis berta (untuk menyingkirkan
bronkiektasis atau asperglioma).
Gambaran radiologi TB paru aktif.
1) Bayangan berawan / nodular di segmen
apikal dan posterior lobus atas paru dan
segmen superior lobus bawah
2) Kaviti, terutama lebih dari satu dikelilingi
oleh bayangan opak berawan atau noduler
3) Bayangan bercak milier
4) Efusi pleura unilateral (umumnya) atau
bilateral
Gambar 10. Rontgen thorax Tb

29

Gambar 11. Rontgen Paru Normal

3.2.6

Diagnosis Banding
1. Asma Bronkiale
2. Efusi Pleura
3. Hemothorax
4. Pneumothorax
5. Bronkiektasis
6. Abses Paru

3.2.7

Pengobatan

Gambar 12. Rontgen Paru Tb positif

Semua pasien Tb yang belum pernah diobati harus diberi panduan obat lini pertama:
1) Fase awal: 2 bulan isoniazid, rifampisin, pirazinamid, dan etambutol
2) Fase lanjutan: 4 bulan isoniazid dan rifampisin, atau
3) Pemberian isoniazid dan etambutol selama 6 bulan untuk fase lanjutan tidak
direkomendasikan untuk pasien Tb dengan HIV/AIDS karena mudah terjadi
kegagalan pengobatan atau kambuh15,16.

Di Indonesia, untuk orang dewasa, digunakan dua macam panduan OAT, yaitu OAT
kategori-1 dan OAT kategori-2. Kategori-1 diberikan kepada semua pasien baru, dan
kategori-2 diberikan untuk pasien BTA positif yang telah diobati sebelumnya, yaitu pada
pasien kambuh, pasien gagal, atau pasien dengan pengobatan setelah terputus (default). Dosis
OAT yang diberikan anjuran untuk mengikuti anjuran internasional dan dalam kombinasi
dosis tetap (KDT)17.

Tabel 3. Dosis untuk panduan OAT KDT Kategori 1


Dosis untuk panduan OAT KDT untuk Kategori 1

30
Berat Badan

Tahap intensif setiap hari selama 56

Tahap lanjutan 3x seminggu selama 16

(kg)

hari RHZE (150/75/400/275)

minggu RH (150/150)

30-37

2 tablet 4 KDT

2 tablet 2 KDT

38-54

3 tablet 4 KDT

3 tablet 2 KDT

55-70

4 tablet 4 KDT

4 tablet 2 KDT

71

5 tablet 4 KDT

5 tablet 2 KDT

Tabel 4. Dosis untuk panduan OAT KDT Kategori 2


Dosis untuk panduan OAT KDT untuk Kategori 2
Berat
Badan (kg)

Tahap intensif setiap hari RHZE


(150/75/400/275)

Tahap lanjutan 3x seminggu


selama 16 minggu RH (150/150)

Selama 56 hari

Selama 28 hari

Selama 20 minggu

30-37

2 tablet 4 KDT + 500


mg inj. Streptomisin

2 tablet 4 KDT

2 tablet 2 KDT + 2 tab etambutol

38-54

3 tablet 4 KDT + 750


mg inj. Streptomisin

3 tablet 4 KDT

3 tablet 2 KDT + 3 tab etambutol

55-70

4 tablet 4 KDT + 1000


mg inj. Streptomisin

4 tablet 4 KDT

4 tablet 2 KDT + 4 tab etambutol

71

5 tablet 4 KDT + 1000


mg inj. Streptomisin

5 tablet 4 KDT

5 tablet 2 KDT + 5 tab etambutol

Pada pengobatan dengan OAT, kasus gagal (failure) adalah pasien yang hasil
pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali menjadi positif pada bulan kelima atau lebih
selama pengobatan. Pada kasus gagal maka pengobatan dilanjutkan dengan menggunaka
OAT Kategori-217.
Pasien Tb yang telah dinyatakan sembuh tetap dievaluasi selama minimal dua tahun
setelah sembuh untuk mengetahui adanya kekambuhan. Evaluasi dilakukan terhadap sputum
BTA dan foto thoraks. Evaluasi foto thoraks dilakukan pada bulan 6,12, dan 24 untuk
membantu menilai kemungkinan terjadinya kekambuhan dan menyingkirkan kemungkinan
penyebab lainnya18.
3.2.8

Indikasi Rawat
Pasien Tb perlu dilihat keadaan klinisnya, bila baik dan tidak ada indikasi
rawat, pasien diperbolehkan pulang. Pasien yng dapat mencukupi kebutuhan makanan
bergizi, dan vitamin (bila perlu) biasanya cukup dengan rawat jalan saja. Selain OAT
diperlukan pula pengobatan simptomatis / suportif untuk meningkatkan daya tahan
tubuh atau gejala17.

31

Indikasi rawat inap pada pasien Tb antara lain apabila disertai gejala seperti
batuk berdarah massif, keadaan umum yang buruk, pneumothoraks, emphyema, efusi
pleura massif/bilateral, sesak nafas berat (bukan karena efusi pleura), dan keadaan
yang mengancam nyawa; seperti Tb paru milier dan meningitis Tb17.
3.2.9

Komplikasi
1.
Perdarahan gastrointestinal masif
2.
Ensepalopati
3.
Edema paru dan efusi pleura
4.
Kematian

3.2.10 Prognosis
Pengobatan awal secara signifikan meningkatkan kemungkinan prognosis
jangka panjang positif. Pasien Tb harus mematuhi regimen obat yang diresepkan,
jadwal pengobatan, dan dosis. Banyak orang merasa lebih baik beberapa minggu
setelah memulai pengobatan, namun bakteri Tb masih sangat aktif dalam tubuh.
Penghentian pengobatan saat ini dapat mengakibatkan resistan terhadap obat Tb.
Resistensi terhadap obat Tb akan jauh lebih sulit untuk mengobati dan membawa
resiko kematian yang lebih tinggi dibandingkan non-resisten terhadap obat Tb. Orang
dengan Tb yang tidak diobati memiliki prognosis yang jauh lebih buruk daripada yang
diobati. Sekitar 50% orang dengan Tb yang tidak diobati meninggal dalam waktu 5
tahun.19

32

3.3 Pneumonia
3.3.1 Definisi
Pneumonia adalah penyakit infeksi saluran napas bawah akut (ISNBA), infeksi ini
dapat mengenai parenkim paru, bagian distal dari bronkiolus terminalis yang mencakup
bronkiolus respiratori dan alveoli, serta meimbulkn konsolidasi jaringan paru dan gangguan
pertukaran gas.1 Secara kinis pneumonia didefinisikan sebagai suatu peradangan paru yang
disebabkan oleh mikroorganisme (bakteri, virus, jamur, parasit). Pneumonia yang disebabkan
oleh Mycobacterium tuberculosis tidak termasuk. Sedangkan peradangan paru yang
disebabkan oleh nonmikroorganisme (bahan kimia, radiasi, aspirasi bahan toksik, obat-obatan
dan lain-lain) disebut pneumonitis.21
3.3.2

Epidemiologi
Influenza dan pneumonia merupakan penyebab kematian nomor 6 di Indonesia. Hasil

Survei Kesehatan Rumah Tangga Depkes tahun 2001 menyebutkan bahwa penyakit infeksi
saluran napas bawah menempati urutan ke-2 sebagai penyebab kematian di Indonesia. Di
RSUP H. Adam Malik Medan 53,8% kasus infeksi dan 28,6 % diantaranya infeksi
nontuberkulosis. Di RSUD Dr. Soetomo Surabaya didapatkan data sekitar 180 pneumonia
komuniti dengan angka kematian antara 20-35 %. Pneumonia komuniti menduduki peringkat
keempat dan sepuluh penyakit terbanyak yang dirawat per tahun.21,22
3.3.3

Etiologi
Pneumonia dapat disebabkan oleh berbagai macam mikroorganisme, yaitu bakteri,

virus, dan jamur. Sebagian besar pneumonia disebabkan oleh patogen yang berasal dari
saluran napas atas. Di Indonesia, telah dilakukan beberapa penelitian mengenai etiologi
pneumonia. Berbagai teknik pengambilan sampel dilakukan mulai dari secara noninvasif
yaitu dibatukkan (dahak), atau dengan cara invasif yaitu aspirasi transtorakal, aspirasi
transtrakeal, dan sikatan bronkus. Hasil penelitian-penelitian tersebut, seperti yang dirangkum
dalam Konsesus Pneumonia, menunjukan bahwa penyebab tersering dari pneumonia
komuniti adalah Streptococcus pneumonia, dan Streptococcus viridans. Beberapa bakteri lain
yang sering ditemukan dalam kasus pneumonia komuniti adalah Mycoplasma pneumoniae,
Haemophilus influenzae, Chlamydia pneumoniae, Legionella sp., serta Respiratory Syncytial
Virus (RSV).23,24
Patogen penyebab pneumonia nosokomial (HAP maupun VAP) berbeda dengan
pneumonia komuniti. Pneumonia nosokomial dapat disebabkan oleh kuman yang bukan
MDR seperti Streptococcus pneumonia, Streptococcus sp., Haemophilus influenzae,

33

Methicillin Sensitive Staphylococcus aureus (MSSA), dan Enterobactericeae (Escherichia


coli, Klebsiella pneumoniae, Proteus sp., Enterobacter sp.), serta kuman MDR seperti
Pseudomonas aeruginosa, Methicillin Resistance Staphylococcus aureus (MRSA), Klebsiella
pneumoniae, Acinetobacter sp., dan Legionella pneumophilia. Pneumonia aspirasi sering
disebabkan oleh bakteri-bakteri anaerob. Pneumonia fungal, seperti Aspergillus sp. lebih
sering ditemui pada pasien dengan defisiensi imun dan sering kali merupakan infeksi
sekunder.23,25
Tabel 5. Mikroorganise yang dapat menyebabkan pneumonia

Tabel 6. Mikroorganisme Penyebab Pneumonia berdasarkan epidemiologi

Menurut pedoman diagnosis dan penatalaksanaan pneumonia komunitas di Indonesia,


setelah dilakukan pemeriksaan mikrobiologi dengan pengambilan bahan dan metode yang
berbeda beda di beberapa pusat pelayanan kesehatan paru, seperti di Medan, Jakarta,
Surabaya, Malang, dan Makassar, ditemukan bahwa bakteri golongan gram positif terbanyak
yang menjadi penyebab pneumonia komunitas adalah Streptococcus pneumonia (14,04%)
dan dari golongan gram negatif yaitu Klebsiella pneumonia (45,18%).23

34

3.3.4

Faktor Resiko
Faktor-faktor risiko yang berhubungan dengan peningkatan risiko pneumonia antara

lain, yaitu:
a.
b.
c.
d.

e.
f.
g.
h.
i.

Usia lanjut lebih dari 65 tahun


Merokok
Riwayat penyakit saluran pernapasan
Memiliki penyakit komorbiditas, seperti diabetes mellitus, penyakit jantung, penyakit ginjal,
dan lain sebagainya
Gangguan neurologis, dapat menyebabkan kesulitan menelan atau kesadaran yang menurun
Imunitas yang memburuk
Alkoholisme
Penggunaan antibiotik dan obat suntik intravena
Riwayat pembedahan atau trauma21

3.3.5

Klasifikasi Pneumonia

Berdasarkan klinis dan epideologis :


a.

Pneumonia yang didapat dari komunitas (community acquired pneumonia, CAP):


pneumonia yang didapatkan di masyarakat yaitu terjadinya infeksi di luar lingkungan
rumah sakit. Infeksi LRT yang terjadi dalam 48 jam setelah dirawat di rumah sakit pada
pasien yang belum pernah dirawat di rumah sakit selama lebih dari 14 hari. 21

b.

Pneumonia yang didapat dari rumah sakit (nosokomial): pneumonia yang terjadi selama
atau lebih dari 48 jam setelah masuk rumah sakit. jenis ini didapat selama penderita
dirawat di rumah sakit. Hampir 1% dari penderita yang dirawat di rumah sakit
mendapatkan pneumonia selama dalam perawatannya. Demikian pula halnya dengan
penderita yang dirawat di ICU, lebih dari 60% akan menderita pneumonia. 29

c.

Pneumonia oportunistik: pasien dengan penekanan sistem imun (misalnya steroid,


kemoterapi, HIV) mudah mengalami infeksi oleh virus, jamur, dan mikobakteri, selain
organisme bakteria lain.

Berdasarkan penyebab
a. Pneumonia tipikal, dapat terjadi pada semua usia. Beberapa bakteri mempunyai
tendensi menyerang sesorang yang peka, misalnya Klebsiella pada penderita
alkoholik, Staphyllococcus pada penderita pasca infeksi influenza.
b. Pneumonia atipikal, disebabkan Mycoplasma, Legionella dan Chlamydia
c. Pneumonia virus

35

d. Pneumonia jamur sering merupakan infeksi sekunder. Predileksi terutama pada


penderita dengan daya tahan lemah (immunocompromised)
Berdasarkan predileksi infeksi
a. Pneumonia lobaris. Sering pada pneumania bakterial, jarang pada bayi dan orang tua.
Pneumonia yang terjadi pada satu lobus atau segmen kemungkinan sekunder disebabkan
oleh obstruksi bronkus misalnya pada aspirasi benda asing atau proses keganasan.
b. Bronkopneumonia. Ditandai dengan bercak-bercak infiltrat pada lapangan paru. Dapat
disebabkan oleh bakteria maupun virus. Sering pada bayi dan orang tua. Jarang
dihubungkan dengan obstruksi bronkus
c. Pneumonia interstisial, disebabkan oleh virus atau infeksi mycoplasma banyak
menyebabkan inflamasi pada jaringan interstisial paru tanpa eksudat alveolar. Ditandai
dengan edema septum alveoli dan infiltrasi mononuclear.
3.3.6

Patogenesis
Dalam keadaan sehat, tidak terjadi pertumbuhan mikroornagisme di paru. Keadaan ini

disebabkan oleh mekanisme pertahanan paru. Paruparu memiliki mekanisme pertahanan


yang cukup kompleks dan bertahap.Mekanisme pertahanan paru sangat penting dalam
menjelaskan terjadinya infeksi saluran napas. Paru mempunyai mekanisme pertahanan untuk
mencegah bakteri agar tidak masuk kedalam paru. Mekanisme pembersihan tersebut adalah :
1. Mekanisme pembersihan di saluran napas penghantar, meliputi :
Reepitelisasi saluran napas
Aliran lendir pada permukaan epitel
Bakteri alamiah atau ephitelial cell binding site analog
Faktor humoral lokal (IgG dan IgA)
Komponen mikroba setempat
Sistem transpor mukosilier
Reflek bersin dan batuk
Saluran napas atas (nasofaring dan orofaring) merupakan mekanisme
pertahanan

melalui

barrier

anatomi

dan

mekanisme

terhadap

masuknya

mikroorganisme yang patogen. Silia dan mukus mendorong mikroorganisme keluar


dengan cara dibatukkan atau ditelan. Bila terjadi disfungsi silia seperti pada Sindrome
Kartagener's, pemakaian pipa nasogastrik dan pipa nasotrakeal yang lama dapat
mengganggu aliran sekret yang telah terkontaminasi dengan bakteri patogen. Dalam
keadaan ini dapat terjadi infeksi nosokomial atau Hospital Acquired Pneumonia.24,26

36

2. Mekanisme pembersihan di Respiratory exchange airway, meliputi :


Cairan yang melapisi alveolar termasuk surfaktan
Sistem kekebalan humoral lokal (IgG)
Makrofag alveolar dan mediator inflamasi
Penarikan netrofil
Sistem kekebalan humoral sangat berperan dalam mekanisme pertahanan paru
(saluran napas atas). IgA merupakan salah satu bagian dari sekret hidung (10 % dari
total protein sekret hidung). Penderita defisiensi IgA memiliki resiko untuk terjadi
infeksi saluran napas atas yan berulang. Bakteri yang sering mengadakan kolonisasi
pada saluran napas atas sering mengeluarkan enzim proteolitik dan merusak IgA.
Bakteri gram negatif (P.aeroginosa, E.colli, Serratia spp, Proteus spp, dan
K.penumoniae) mempunyai kemampuan untuk merusak IgA. Defisiensi dan
kerusakan setiap komponen pertahan saluran napas atas menyebabkan kolonisasi
bakteri patogen sebagai fasiliti terjadinya infeksi saluran napas bawah.27
3. Mekanisme pembersihan di saluran udara subglotik
Mekanisme pertahanan saluran napas subglotis terdiri dari anatomik, mekanik,
humoral dan komponen seluler. Mekanisme penutupan dan refleks batuk dari glotis
merupakan pertahanan utama terhadap aspirat dari orofaring. Bila terjadi gangguan fungsi
glotis maka hal ini berbahaya bagi saluran napas bagian bawah yang dalam keadaan normal
steril. Tindakan pemasangan pipa Nasogastrik, alat trakeostomi memudahkan masuknya
bakteri patogen secara langsung ke saluran napas bawah. Gangguan fungsi mukosiliar dapat
memudahkan masuknya bakteri patogen ke saluran napas bawah, bahkan infeksi akut oleh
M.pneumoniae, H.Influenzae dan virus dapat merusak gerakan silia.28
4.Mekanisme pembersihan di"respiratory gas exchange airway"
Bronkiolus dan alveoli mempunyai mekanisme pertahanan, berupa surfaktan yaitu
suatu Glikoprotein yang kaya lemak, terdiri dari beberapa komponen SP-A, SP-B, SP-C, SPD yang berfungsi memperkuat fagositosis dan killing terhadap bakteri oleh makrofag.
Aktifiti anti bakteri (non spesifik) : FFA, lisozim, iron binding protein. IgG (IgG1 dan IgG2
subset yang berfungsi sebagai opsonin). Makrofag Alveolar yang berperan sebagai
mekanisme pertahanan pertama berfungsi untuk menarik PMN leukosit ke alveolus (ada
infeksi GNB, P. aeruginosa). Pneumonia disebabkan oleh adanya proliferasi dari
mikroorganisme patogen pada tingkat alveolar dan bagaimana respon individu terhadap

37

patogen yang berproliferasi tersebut. Hal ini erat kaitannya dengan 3 faktor yaitu kondisi
individu, utamanya imunitas (humoral dan seluler), jenis mikroorganisme patogen yang
menyerang pasien, dan lingkungan sekitar yang berinteraksi satu sama lain. Ketiga faktor
tersebut akan menentukan klasifikasi dan bentuk manifestasi dari pneumonia, berat ringannya
penyakit, diagnosis empirik, rencana terapi secara empiris, serta prognosis dari pasien.28,30
Penyebab pneumonia dapat masuk melalui inhalasi, terjadi pada infeksi virus,
mikroorganisme atipikal, mikrobakteria atau jamur. Kebanyakan bakteri dengan ukuran 0,52,0 m melalui udara dapat mencapai bronkus terminal atau alveoli dan selanjutnya terjadi
proses infeksi. Bila terjadi kolonisasi pada saluran napas atas (hidung, orofaring) kemudian
terjadi aspirasi ke saluran napas bawah dan terjadi inokulasi mikroorganisme, hal ini
merupakan permulaan infeksi dari sebagian besar infeksi paru. Aspirasi dari sebagian kecil
sekret orofaring terjadi pada orang normal waktu tidur (50%) juga pada keadaan penurunan
kesadaran, peminum alkohol dan pemakai obat (drug abuse). Sekresi orofaring mengandung
konsentrasi bakteri yang tinggi 10 8-10/ml, sehingga aspirasi dari sebagian kecil sekret
(0,001-1,1 ml) dapat menyebabkan infeksi pada parenkim paru. 30
Basil yang masuk bersama sekret bronkus ke dalam alveoli menyebabkan reaksi
radang berupa edema seluruh alveoli disusul dengan infiltrasi sel-sel PMN dan diapedesis
eritrosit sehingga terjadi permulaan fagositosis sebelum terbentuknya antibodi. Sel-sel PMN
mendesak bakteri ke permukaan alveoli dan dengan bantuan leukosit yang lain melalui
psedopodosis sitoplasmik mengelilingi bakteri tersebut kemudian difagositosis.27,31

Tabel 7. Alur pembagian pneumonia

38

3.3.7

Gambaran Klinis
Gejala khas adalah demam tinggi mendadak, menggigil, berkeringat, batuk (baik non

produktif atau produktif atau menghasilkan sputum berlendir, purulen, atau bercak darah),
sakit dada karena pleuritis dan sesak.10 Gejala umum lainnya adalah pasien lebih suka
berbaring pada sisi yang sakit dengan lutut tertekuk karena nyeri dada. Pemeriksaan fisik
didapatkan retraksi atau penarikan dinding dada bagian bawah saat pernafas, takipneu,
kenaikan atau penurunan taktil fremitus, perkusi redup sampai pekak menggambarkan
konsolidasi atau terdapat cairan pleura, ronki, suara pernafasan bronkial, pleural friction rub,
serta gejala sistemik berupa nausea, vomiting, malaise, headache, myalgia.31
3.3.8

Penegakkan Diagnosis

39

Penegakkan diagnosis pneumonia dapatditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan


fisik dan pemeriksaan penunjang.
Anamnesis
Gambaran klinik biasanya ditandai dengan demam, menggigil, suhu tubuh meningkat
dapat melebihi 38 C, demam tinggi mendadak, menggigil, berkeringat, batuk (baik non
produktif atau produktif atau menghasilkan sputum berlendir, purulen, atau bercak darah),
sakit dada karena pleuritic, sesak serta gejala sistemik berupa nausea, vomiting, malaise,
headache, myalgia.31
Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisis bisa didapatkan demam, sesak (suara terpenggal), takipnue
sedangkan temuan pemeriksaan fisis dada tergantung dari luas lesi di paru. Pada inspeksi
dapat terlihat bagian yang sakit tertinggal waktu bernapas, pasa palpasi fremitus dapat
mengeras, pada perkusi redup, pada auskultasi terdengar suara napas bronkovesikuler sampai
bronkial yang mungkin disertai ronki basah halus, yang kemudian menjadi ronki basah kasar
pada stadium resolusi.32,33
Penilaian derajat kerahan penyakit pneumonia kumuniti dapat dilakukan dengan
menggunakan sistem skor menurut hasil penelitian Pneumonia Patient Outcome Research
Team (PORT) seperti tabel di bawah ini. Beberapa factor dapat memengaruhi manifestasi
klinis dan prognosis penderita pneumonia, faktor tersebut meliputi:
Tabel 8. Skor Pneumonia Patient Outcome Research Team (PORT)

40

Tabel 9. Rekomendasi Perawatan sesuai Skor PORT

Pemeriksaan Penunjang
a. Gambaran radiologis
Foto toraks PA atau lateral merupakan pemeriksaan penunjang utama untuk
menegakkan diagnosis. Gambaran radiologis dapat berupa infiltrat sampai konsolidasi
dengan air broncogram, penyebab bronkogenik dan interstisial serta gambaran kaviti. Foto
toraks saja tidak dapat secara khas menentukan penyebab pneumonia, hanya merupakan
petunjuk ke arah diagnosis etiologi, misalnya gambaran pneumonia lobaris tersering
disebabkan oleh Steptococcus pneumoniae, Pseudomonas aeruginosa sering memperlihatkan
infiltrat bilateral atau gambaran bronkopneumonia sedangkan Klebsiela pneumonia sering
menunjukkan konsolidasi yang terjadi pada lobus atas kanan meskipun dapat mengenai
beberapa lobus.21
b. Pemeriksaan labolatorium
Pada pemeriksaan labolatorium terdapat peningkatan jumlah leukosit, biasanya lebih
dari 10.000/ul kadang-kadang mencapai 30.000/ul, dan pada hitungan jenis leukosit terdapat
pergeseran ke kiri serta terjadi peningkatan LED. Untuk menentukan diagnosis etiologi
diperlukan pemeriksaan dahak, kultur darah dan serologi. Kultur darah dapat positif pada 2025% penderita yang tidak diobati. Analisis gas darah menunjukkan hipoksemia dan hikarbia,
pada stadium lanjut dapat terjadi asidosis respiratorik.21,22
3.3.9

Tatalaksana
Dalam hal mengobati penderita pneumonia perlu diperhatikan keadaan klinisnya. Bila

keadaan klinis baik dan tidak ada indikasi rawat dapat diobati di rumah. Juga diperhatikan
ada tidaknya factor modifikasi yaitu keadaan yang dapat meningkatkan risiko infeksi dengan
mikroorganisme pathogen yang spesifik misalnya S. pneumoniae . yang resisten penisilin.
Yang termasuk dalam faktor modifikasis adalah:
a. Pneumokokus resisten terhadap penisilin

41

Umur lebih dari 65 tahun


Memakai obat-obat golongan P laktam selama tiga bulan terakhir
Pecandu alkohol
Penyakit gangguan kekebalan
Penyakit penyerta yang multiple22,23
b. Bakteri enterik Gram negatif
Penghuni rumah jompo
Mempunyai penyakit dasar kelainan jantung paru
Mempunyai kelainan penyakit yang multipel
Riwayat pengobatan antibiotik23,25
c. Pseudomonas aeruginosa
Bronkiektasis
Pengobatan kortikosteroid > 10 mg/hari
Pengobatan antibiotik spektrum luas > 7 hari pada bulan terakhir
Gizi kurang23
Penatalaksanaan pneumionia komuniti dibagi menjadi:
a. Penderita rawat jalan
Pengobatan suportif / simptomatik
- Istirahat di tempat tidur
- Minum secukupnya untuk mengatasi dehidrasi
- Bila panas tinggi perlu dikompres atau minum obat penurun panas
- Bila perlu dapat diberikan mukolitik dan ekspektoran Pemberian antiblotik harus
diberikan (sesuai bagan) kurang dari 8 jam
b. Penderita rawat inap di ruang rawat biasa
Pengobatan suportif / simptomatik
- Pemberian terapi oksigen
- Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi kalori dan elektrolit
- Pemberian obat simptomatik antara lain antipiretik, mukolitik
Pengobatan antibiotik harus diberikan (sesuai bagan) kurang dari 8 jam

42

c. Penderita rawat inap di Ruang Rawat Intensif


Pengobatan suportif / simptomatik
- Pemberian terapi oksigen
- Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi kalori dan elektrolit Pemberian obat
simptomatik antara lain antipiretik, mukolitik
Pengobatan antibiotik (sesuai bagan.) kurang dari 8 jam
Bila ada indikasi penderita dipasang ventilator mekanik
Penderita pneumonia berat yang datang ke UGD diobservasi tingkat kegawatannya,
bila dapatdistabilkan maka penderita dirawat map di ruang rawat biasa; bila terjadi
respiratory distress maka penderita dirawat di Ruang Rawat Intensif.
Tabel 10. Tatalaksana Pneumonia

Bila dengan pengobatan secara empiris tidak ada perbaikan/memburuk maka


pengobatan disesuaikan dengan bakteri penyebab dan uji sensitiviti.20,21
Evaluasi pengobatan

43

Jika setelah diberikan pengobatan secara empiris selama 24 - 72 jam tidak ada
perbaikan, kita harus meninjau kernbali diagnosis, faktor-faktor penderita, obat-obat yang
telah diberikan dan bakteri penyebabnya, seperti dapat dilihat pada tabel sebagai berikut.
Tabel 11. Evaluasi pengobatan pneumonia

3.3.10 Komplikasi
a. Pneumonia ekstrapulmoner, pneumonia pneumokokus dengan bakteriemi.
b. Pneumonia ekstrapulmoner non infeksius gagal ginjal, gagal jantung, emboli paru dan
infark miokard akut.
c. ARDS ( Acute Respiratory Distress Syndrom)
d. Komplikasi lanjut berupa pneumonia nosokomial
e. Sepsis
f. Gagal pernafasan, syok, gagal multiorgan
g. Penjalaran infeksi (abses otak, endokarditis)
h. Abses paru
i. Efusi pleura
3.3.11 Prognosis
Pada umumnya prognosis pneumia baik, tergantung dari faktor penderita, bakteri
penyebab dan penggunaan antibiotik yang tepat serta adekuat. Faktor-faktor yang
memengaruhi prognosis antara lain usia, pengggunaan antibiotik dalam waktu yang lama,

44

Extremes of age, mengenai lebih dari 1 lobus, jumlah WBC kurang dari 5000/l, dan
penyakit komorbid yang menyertai. Perawatan yang baik dan intensif sangat mempengaruhi
prognosis penyakit pada penderita yang dirawat. Angka kematian penderita pneumonia
komuniti kurang dari 5% pada penderita rawat jalan , sedangkan penderita yang dirawat di
rumah sakit menjadi 20%. Menurut Infectious Disease Society of America (IDSA) angka
kematian pneumonia komuniti pada rawat jalan berdasarkan kelas yaitu kelas I 0,1% dan
kelas II 0,6% dan pada rawat inap kelas III sebesar 2,8%, kelas IV 8,2% dan kelas V 29,2%.
Hal ini menunjukkan bahwa meningkatnya risiko kematian penderita pneumonia komuniti
dengan peningkatan risiko kelas.21,23

Вам также может понравиться

  • PR Case
    PR Case
    Документ3 страницы
    PR Case
    rizka ramadhiyah
    Оценок пока нет
  • Diskusi Kasus PV
    Diskusi Kasus PV
    Документ11 страниц
    Diskusi Kasus PV
    rizka ramadhiyah
    Оценок пока нет
  • Bab I
    Bab I
    Документ2 страницы
    Bab I
    rizka ramadhiyah
    Оценок пока нет
  • Pemeriksaan Garpu Tala
    Pemeriksaan Garpu Tala
    Документ20 страниц
    Pemeriksaan Garpu Tala
    rizka ramadhiyah
    Оценок пока нет
  • Kondiloma Akuminata: Pendahuluan
    Kondiloma Akuminata: Pendahuluan
    Документ8 страниц
    Kondiloma Akuminata: Pendahuluan
    rizka ramadhiyah
    Оценок пока нет
  • Case Obgyn
    Case Obgyn
    Документ21 страница
    Case Obgyn
    rizka ramadhiyah
    Оценок пока нет
  • Bab 3 Stroke
    Bab 3 Stroke
    Документ30 страниц
    Bab 3 Stroke
    rizka ramadhiyah
    Оценок пока нет
  • Contoh Referrat
    Contoh Referrat
    Документ13 страниц
    Contoh Referrat
    rizka ramadhiyah
    Оценок пока нет
  • Referat Nisa Auliya - Tremor
    Referat Nisa Auliya - Tremor
    Документ16 страниц
    Referat Nisa Auliya - Tremor
    rizka ramadhiyah
    Оценок пока нет
  • Refer at
    Refer at
    Документ4 страницы
    Refer at
    rizka ramadhiyah
    Оценок пока нет
  • Tatalaksana Kelainan Pupil-1
    Tatalaksana Kelainan Pupil-1
    Документ18 страниц
    Tatalaksana Kelainan Pupil-1
    rizka ramadhiyah
    Оценок пока нет
  • Referat - Krisis Miastenia
    Referat - Krisis Miastenia
    Документ22 страницы
    Referat - Krisis Miastenia
    rizka ramadhiyah
    Оценок пока нет
  • Bab III Case Stroke
    Bab III Case Stroke
    Документ43 страницы
    Bab III Case Stroke
    rizka ramadhiyah
    Оценок пока нет
  • Jurnal CKD
    Jurnal CKD
    Документ3 страницы
    Jurnal CKD
    rizka ramadhiyah
    Оценок пока нет
  • Case SOL Medulla Spinalis Gabungan
    Case SOL Medulla Spinalis Gabungan
    Документ37 страниц
    Case SOL Medulla Spinalis Gabungan
    rizka ramadhiyah
    Оценок пока нет
  • Bab I
    Bab I
    Документ1 страница
    Bab I
    rizka ramadhiyah
    Оценок пока нет
  • Portofolio DA Reska
    Portofolio DA Reska
    Документ36 страниц
    Portofolio DA Reska
    rizka ramadhiyah
    Оценок пока нет
  • ISI-Refrat Neurogenik Bladder
    ISI-Refrat Neurogenik Bladder
    Документ20 страниц
    ISI-Refrat Neurogenik Bladder
    rizka ramadhiyah
    Оценок пока нет
  • Case Diare
    Case Diare
    Документ34 страницы
    Case Diare
    rizka ramadhiyah
    Оценок пока нет