Вы находитесь на странице: 1из 11

TEORI AKUNTANSI

ASET

Disusun Oleh:
Ririn

A31114018

Irma Suryani

A31114032

Bilqis Ratu Zhabrina

A31114326

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS


UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2016

DEFINISI ASET
The IASB (AASB) Framework for the Preparation and Presentation of FInancial
Statements (para49) mendefinisikan asset sebagai berikut:
aset adalah sumber daya yang dikendalikan oleh entitas sebagai akibat peristiwa masa lalu dan
memberikan manfaat ekonomi di masa yang akan datang.
Manfaat Ekonomik di Masa yang Akan Datang (Future Economic Benefits)
Untuk dapat disebut sebagai aset, suatu objek harus mengandung manfaat ekonomi di
masa mendatang yang cukup pasti. FASB menyatakan bahwa aset adalah sumber ekonomi
karena potensi jasa atau utilitas yang melekat di dalamnya yaitu suatu daya atau kapasitas langka
yang dapat dimanfaatkan kesatuan usaha dalam upayanya untuk mendatangkan pendapatan
melalui kegiatan ekonomi yaitu konsumsi, produksi, dan pertukaran.
Peirson memberikan contoh konsep dari jasa masa depan. Kendaraan bermotor yang dimiliki
oleh perusahaan adalah aset, bukan karena kendaraan bermotor adalah benda fisik, tetapi karena
dapat memberikan manfaat di masa depan dalam bentuk transportasi. Persediaan adalah
aset,karena dapat memberikan manfaat ekonomi di masa depan dari penjualan.
Dikendalikan Oleh Entitas (Control by an Entity)
Manfaat ekonomi harus dikendalikan oleh badan yang bersangkutan untuk memenuhi
syarat sebagai aset. Kepemilikan mempunyai makna yuridis atau legal, yaitu untuk memiliki
suatu objek diperlukan proses yang disebut transfer hak milik. Kontrol pemilik memiliki harta
tidak mutlak. Sebagai contoh, pemerintah bisa melarang kepemilikan atau pembuatan produk
tertentu. Melalui kekuatan, ia dapat membatalkan kontrol seseorang atas harta. Hal ini juga dapat
menyita properti untuk pajak, mendikte metode operasi dan permintaan bahwa produk dan aset
sesuai dengan standar tertentu atau bahwa mereka digunakan untuk tujuan tertentu saja.
Kepemilikan rumah Anda, misalnya, tidak memberikan Anda hal untuk menggunakannya untuk
tujuan komersial seperti butik atau kafe kecuali diizinkan oleh peraturan pemerintah setempat.
Bahkan dalam kasus dimana ada peraturan tertentu atau patung ada, opini publik dapat
memberikan suatu pengekangan kuat sehingga, pada dasarnya, mengendalikan entitas atas aset
adalah terbatas. Oleh karena itu, hak suatu entitas untuk menggunakan atau mengendalikan aset
tidak pernah mutlak. Hak untuk menggunakan atau mengendalikan aset sebagaimana tercantum
2

dalam definisi tersebut tidak berarti bahwa suatu entitas harus dapat melakukan apa pun yang
benar-benar menyenangkan dengan aset.
Kepemilikan sering bersamaan dengan kontrol, tetapi bukan merupakan karakteristik penting
dari aset. Misalnya, pertimbangkan agen yang memiliki barang untuk dijual atas nama pelaku.
Barang tersebut bukan milik agen, tetapi agen memiliki kontrol kepemilikan untuk menjual
barang tersebut. Seperti dalam kasus perjanjian sewa menyewa. Konsep hukum yang digunakan
dalam akuntansi hanya sebagai pedoman saja. Tujuan akuntansi tidak tercapai dengan berfokus
pada ketepatan konsep hukum, melainkan, dengan berkonsentrasi pada substansi ekonomi dari
transaksi dan peristiwa yang mempengaruhi kinerja keuangan dan kondisi perusahaan.
Dari Kejadian Dimasa yang Lalu (Past Events)
Aset harus dikontrol oleh entitas pelaporan sebagai akibat peristiwa masa lalu. Sebagai
contoh, mesin yang sudah diakuisisi oleh perusahaan adalah aset, tetapi sebuah mesin yang akan
diperoleh sesuai untuk anggaran bukanlah aset sampai telah diakuisisi, sejak peristiwa, transaksi
pembelian, belum terjadi .
Standar setter, seperti AASB, di masa lalu telah menjelajahi implikasi dari kontrak pelaksana.
Dalam rangka-2005 pra konseptual Australia (Pernyataan Akuntansi Konsep 4) dewan
menganggap bahwa kontrak tersebut sebagai sewa, kontrak pembelian non-dibatalkan dan
kontrak valuta berjangka menimbulkan aktiva dan kewajiban yang harus dilaporkan sebagai
aktiva dan kewajiban dalam laporan keuangan laporan.
Pada th 1970-an FASB Ijiri ditugaskan untuk melakukan proyek penelitian tentang
kontrak pelaksana. Ijiri beralasan bahwa kontrak pelaksana 'tampaknya memenuhi pengakuan
pengujian pertama sebagai aset dalam laporan keuangan'. Dalam contoh konstruksi di atas, kedua
belah pihak memiliki 'hak untuk memperbaiki kinerja masa depan'. Ijiri menyimpulkan bahwa
setelah hak kontraktual memenuhi definisi aktiva), kemudian harus memenuhi kriteria
pengakuan 'sebelum dicatat. satu kriteria adalah kegunaan, kriteria yang lain adalah 'ketegasan'
kontrak.Kontrak yang belum dilaksanakan oleh salah satu pihak mempunyai status yang disebut
kontrak eksekutori, yang berarti belum berlaku. Sebelum berlaku, kontrak semata-mata
merupakan kesepakatan atau janji yang bersifat saling mengimbangi antara hak dan kewajiban.

Sebelum salah satu pihak berprestasi pada saatnya, hak dan kewajiban pihak lain belum terjadi
sehingga nilai kontrak tidak dapat diakui.
Pada saat ini beberapa kontrak pelaksana diakui sebagai aset,sementara yang lain tidak,
hal tersebut tergantung pada persyaratan standar akuntansi. Kerangka IASB memberikan definisi
aktiva dan kewajiban yang diambil bersama-sama, menunjukkan bahwa sewa harus
dikapitalisasi.
Transaksi kejadian di masa lalu merupakan syarat perlu (necessary condition) tetapi tidak
merupakan syarat cukup (sufficient condition) untuk pengakuan aset. Syarat perlu ditetapkan
agar tidak terjadi pengakuan aset yang bersifat historis. Contoh, peganggaran pembelian mesin
yang disetujui dalam RUPS tidak dengan sendirinya menimbulkan aset sebelum ada transaksi
pembelian. Walaupun bencana alam dapat menghilangkan atau menurunkan manfaat ekonomik
di masa yang akan datang, suatu kesatuan usaha tetap dapat menguasai dan melaporkan aset
kalau bencana tersebut belum terjadi. Aset dapat dipengaruhi oleh keadaan di luar kemampuan
kesatuan usaha untuk mengendalikannya, contohnya adalah kenaikan harga, perubahan tingkat
bunga, pertumuhan alamiah (akresi), penyusutan (shrinkage), pencurian,huru-hara, kecelakaan
dan bencana alam.
Dapat Dipertukarkan (Exchangeability)
Beberapa peneliti berpendapat bahwa definisi aset harus mencakup kondisi bahwa aset
dapat dipertukarkan. Dapat dipertukarkan berarti item tersebut dipisah dari perusahaan, dan
bahwa nilai disposalnya terpisah dari nilai perusahaan.Asset yang secara khusus terpegaruh oleh
kondisi tersebut adalah goodwill, karena tidak dapat dijual secara terpisah dengan aset
lainnya.Chambers juga berpendapat bahwa dalam menentukan posisi keuangan melibatkan
pengukuran dari nilai aset dan utang, namun goodwill masuk ke dalam evaluasi bukan
pengukuran. Nilainya hanya bisa dihitung secara antisipatif. Dalam perhitungannya, kinerja
perusahaan di masa lalu dapat digunakan menjadi dasar. Nilai pasti untuk goodwill tidak sama
dengan nilai aset lain dan utang.Bagi pihak yang menentang kondisi dapat dipertukarkan
berpendapat bahwa pertukaran hanyalah salah satu cara untuk memperoleh keuntungan/maanfaat
dari aset. Sebagai contoh, persediaan merupakan tipe aset yang keuntungannya berasal dari
pertukaran. Tetapi keuntungan dari sebagian besar aset seperti pabrik, mesin, dan bangunan
kantor diperoleh dari penggunaannya. Kritik lain mengatakan bahwa nilai ekonomis tergantung
4

pada kelangkaan dan kegunaannya, tetapi tidak pada kemampuan dapat dipertukarkannya.
Moonitz mengatakan bahwa pertukaran tidak menghasilkan nilai. Akhirnya pihak yang
menentang mengatakan bahwa penyertaan aset tak berwujud seperti goodwill bukanlah usaha
untuk menilai sebuah bisnis secara keseluruhan, tetapi secara sederhana hal tersebut merupakan
usaha untuk mengidentifikasi dan menilai sumber daya tertentu dari keuntungan perusahaan di
masa depan.
PENGAKUAN ASET
Kriteria Pengakuan Aset
Beberapa peraturan pengakuan dinyatakan secara informal sebagai kebiasaan dan lainnya
secara formal disusun dalam keputusan berwenang. Dua contoh peraturan pengakuan
konvensional adalah:
1. Piutang dicatat sebagai aset ketika terjadi penjualan kredit.
2. Perlengkapan dicatat sebagai aset ketika dibeli.
Banyak kriteria pengakuan yang telah diaplikasikan pada masa lalu untuk membantu akuntan
memutuskan kapan mencatat aset. Tidak semua kriteria tersebut disusun dalam Framework
(kerangka) dan sebagian lagi memiliki sedikit atau tanpa dasar teoritis.
1. Kepercayaan terhadap hukum.
Pengakuan beberapa aset tergantung pada konsep legal dari aset tersebut. Sebagai contoh,
catatan piutang berdasar pada penjualan persediaan dan pembelian aset tetap memberikan
hak yang sah untuk penggunaannya.Kriteria ini berhubungan dengan relevansi dan
keandalan dari informasi akuntansi. Control digunakan untuk menentukan keberadaan
aset. Meskipun demikian hak legal yang terlewatkan secara umum menunjukkan
terlewatkannya pengendalian dan dapat digunakan dalam penentuan kapan mengakui
keberadaan aset. Walaupun hak legal kepemilikan atau pengendalian dari keuntungan
penggunaan property sering digunakan sebagai kriteria pengakuan.
Framework paragraf 35: Jika informasi adalah untuk menyatakan dengan tepat transaksi
dan peristiwa lain yang memiliki tujuan untuk penyajian, perlu bahwa semua dicatat dan
disajikan sesuai dengan substansi dan realitas ekonomi dan bukan hanya bentuk

hukumnya. Keberadaan hak-hak hukum adalah indikator, tetapi bukan kriteria untuk
pengakuan aset.
2. Menetapkan substansi ekonomis dari transaksi atau kejadian. Memastikan substansi
ekonomi dari transaksi berkaitan dengan tujuan informasi yang relevan dan dapat
dipercaya. Materialitas juga faktor: jika peristiwa ini signifikan secara ekonomis, maka
cukup penting untuk mencatat dan melaporkan. Materialitas didefinisikan dalam
Framework paragraf 30: Informasi itu material apabila kelalaian atau salah saji dapat
mempengaruhi keputusan ekonomi pengguna yang diambil atas dasar laporan keuangan.
Ada sisi berbeda dengan substansi ekonomi dan kriteria materialitas dan oleh karena itu
sulit untuk digeneralisasikan. Namun, banyak peraturan didasarkan padanya. Kadangkadang kriteria substansi ekonomi diterapkan bertentangan dengan hukum.
3. Penggunaan konservatisme (prinsip kehati-hatian): mengantisipasi kerugian, tetapi tidak
keuntungan.
Dalam Framework dinyatakan dalam ayat 37: kehati-hatian adalah penyertaan kadar
kehati-hatian dalam pelaksanaan pertimbangan yang diperlukan dalam membuat estimasi
dalam kondisi ketidakpastian, sehingga aktiva atau pendapatan tidak berlebihan dan
kewajiban atau beban tidak dinilai terlalu rendah.
Pendekatan ini tampaknya tidak konsisten dengan konsep netralitas. Netralitas terjadi
ketika informasi bebas dari bias dan tidak dipilih atau disajikan dengan cara yang akan
mempengaruhi penilaian untuk mencapai hasil yang ditetapkan atau hasil. konservatisme
menyiratkan bahwa kewajiban yang dapat direkam awal, tetapi bukan aset.

PENGUKURAN ASET
Dasar Pengukuran Tangible Assets

Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan Nomor (PSAK)16 Revisi 2007 adalah standar
akuntansi yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia yang mengatur tentang perlakuan
akuntansi aset tetap.PSAK 16 hampir sepenuhnya mengadopsi IAS 16
Satu asat tetap yang memenuhi kualifikasi untuk diakui sebagai aset tetap pada awalnya
harus diukur sebesar biaya perolehan. Biaya perolehannya diukur dengan jumlah tercatat
dari aset yang diserahkan.
Pengakuan biaya perolehan awal dihentikan ketika aset tersebut berada pada lokasi dan
kondisi yang diinginkan agar aset siap digunakan.
Dasar Pengukuran Intangible Assets
Standar akuntansi mengharuskan mengukur aset tidak berwujud awalnya sebesar harga
perolehan (IAS 38, para. 24). Penggunaan model nilai saat ini untuk aset tidak berwujud jarang
digunakan. IAS 38 paragraf 75 memperbolehkan model revaluasi. Dengan metode ini setelah
aset tetap diakui sebagai aset tetap, suatu aset tetap yang nilai wajarnya dapat diukur secara andal
harus dicatat pada jumlah revaluasian, yaitu nilai wajar pada tanggal revaluasi dikurangi
akumulasi penyusutan dan akumulasi rugi penurunan nilai yang terjadi setelah tanggal revaluasi.
Selain itu, IAS 38 melarang pengakuan aset tidak berwujud internal (paragraf 48, 63). Meskipun
pengeluaran dapat menimbulkan manfaat masa depan, itu dihapuskan atas dasar bahwa ia tidak
menghasilkan aset yang dapat diidentifikasi secara terpisah (ayat 49,64). Salah satu cara internal
aktiva tidak berwujud dapat muncul dalam neraca adalah melalui kapitalisasi pembangunan
biaya, seperti yang dijelaskan sebelumnya.Penilaian aset tidak berwujud adalah kontroversial,
melibatkan seperti halnya estimasi subjektif dari nilai wajar aktiva.
Dasar Pengukuran Financial Instrument
Permasalahan tentang instrumen keuangan (financial instrument) diatur dalam IPSAS 15,
namun IPSAS 15 ini hanya mencakup masalah penyajian dan pengungkapan saja sementara
masalah pengukuran dan pengakuan belum diatur dalam IPSAS sehingga harus merujuk pada
IAS 39 Financial Instrument: Recognition and Measurement.
Sesuai dengan IAS 39 maka aset keuangan dibagi menjadi 4 kategori sebagai berikut:
1. Aset keuangan pada nilai wajar melalui laba rugi (Financial assets at fair value through
profit or loss/FVTPL).
2. Investasi yang ditahan sampai jatuh tempo (Held-to-maturity investments/HTM).
3. Pinjaman dan Piutang (Loans and receivables/L&R).
4. Aset keuangan yang tersedia untuk dijual (Available-for-sale financial assets /AFS).

FVTPL dapat termasuk aset keuangan yang dipegang untuk tujuan diperdagangkan (trading).
Aset keuangan dimasukkan dalam kategori dengan tujuan untuk diperdagangkan jika entitas
memiliki tujuan untuk menjual atau membeli kembali dalam jangka waktu dekat.
Kategori kedua, HTM, mencakup aset keuangan dengan pembayaran yang tetap dan tertentu
serta ada jangka waktu jatuh tempo dimana entitas memiliki keinginan positif dan kemampuan
untuk memegangnya sampai dengan jatuh tempo. Aset keuangan ini mencakup investasi dalam
obligasi dan instrumen utang lainnya dimana entitas tidak akan menjualnya sebelum masa jatuh
tempo.
Kategori ketiga, L&R, termasuk aset keuangan dengan pembayaran yang telah ditentukan
waktunya serta tetap yang tidak memiliki nilai pada pasar aktif. Termasuk di dalam kategori ini
adalah piutang, wesel tagih, pinjaman dll.
Kategori keempat, AFS, termasuk aset keuangan yang tidak termasuk dalam ketiga kategori
tersebut di atas atau entitas yang memilih untuk mengklasifikasikan asetnya ke dalam golongan
ini.
Pengukuran
1. Pengukuran awal (initial measurement)
Ketika aset keuangan diakui dalam neraca maka harus dicatat pertama kali dengan nilai
wajarnya. Nilai wajar merupakan harga transaksi actual atau yang diestimasi pada saat
berlangsungnya transaksi antara pihak-pihak yang tidak memiliki hubungan istimewa yang
memiliki pengetahuan yang cukup atas aset keuangan yang diukur.
2. Pengukuran selanjutnya (subsequent measurement)
Pengukuran selanjutnya dari aset keuangan menggunakan salah satu di antara tiga metode
yaitu metode biaya (cost), biaya teramortisasi (amortized cost) dan nilai wajar (fair value).
Subsequent measurement menggunakan metode cost ketika suatu instrumen tidak dapat diukur
pada nilai wajarnya sehingga laba rugi yang belum terealisasi tidak akan dicatat/diakui namun
laba/rugi akan diakui ketika investasi dalam kategori ini dijual atau dihapus.
Subsequent measurement menggunakan metode amortized cost untuk mendapatkan tingkat
bunga yang konstan selama masa manfaat aset. Aset keuangan yang diukur dengan cara ini
adalah HTM dan L&R. Apabila HTM dan L&R dijual maka keuntungan dan kerugian yang
terealisasi akan dicatat dalam laporan laba rugi. Metode amortisasi yang digunakan dalam
metode ini adalah effective interest rate method.
Subsequent measurement menggunakan metode fair value untuk aset keuangan kategori FVTPL
dan AFS. Investasi yang termasuk dalam kategori ini termasuk investasi dalam instrumen utang
8

dan ekuitas. Pengukuran dengan fair value tidak dapat dilakukan ketika instrumen ekuitas tidak
memiliki nilai pada pasar aktif dan tidak dapat diukur secara andal pada nilai wajarnya. Untuk
kategori FVTPL semua perubahan dalam nilai wajarnya dilaporkan dalam laporan laba rugi
namun untuk kategori AFS semua perubahannya dilaporkan sebagai komponen yang terpisah
dari ekuitas sampai terealisasi dimana ketika realisasi itu terjadi (melalui penjualan) maka akan
dicatat dalam laporan laba rugi.

Pengukuran Nilai Wajar


FASBs SFAS 157 Fair Value Measurements, menyediakan beberapa contoh teknik valuasi
yang digunakan untuk mengestimasi nilai wajar (fair value), yaitu:
a. The Market Approach
penggunaan informasi dan harga yang dapat diobservasi dari transaksi aktual untuk
asset atau kewajiban (liabilities) yang identik, mirip atau yang dapat diperbandingkan.
b. Income Approach
konversi atas jumlah di masa yang akan datang (seperti aliran kas atau earnings)
menjadi jumlah tunggal yang didiskontokan pada masa sekarang.
c. Cost Approach
jumlah yang saat ini akan diperlukan untuk menggantikan kapasitas jasa asset tersebut
(kos penggantian saat ini/ current replacement cost)
FASB telah mengusulkan, terlepas mana pendekatan yang digunakan, valuasi/penilaian
tersebut harus memperhatikan input pasar, yaitu asumsi dan data yang digunakan partisipan pasar
untuk mengestimasi nilai wajar.
Hierarki Nilai Wajar (Fair Value Hierarchy)
Tiga kategori atau level untuk input yang digunakan untuk mengestimasi nilai wajar (FASB,
2004, hlm 5, par 14), yaitu:

Level 1 menggunakan harga yang dikutip (quoted price) untuk asset dan kewajiban
yang identik pada referensi pasar aktif di mana informasi tersebut tersedia. Harga yang
dikutip tidak boleh disesuaikan.

Level 2 jika harga yang dikutip untuk asset dan kewajiban pada referensi pasar aktif
tidak tersedia, nilai wajar harus diestimasi berdasarkan harga yang dikutip untuk asset
atau kewajiban yang serupa/mirip pada pasar aktif, disesuaikan sepantasnya sesuai
dengan perbedaannya.

Level 3 jika harga yang dikutip untuk asset dan kewajiban yang sama dan
serupa/mirip pada pasar aktif tidak tersedia, atau jika perbedaan antara asset dan
kewajiban yang mirip tidak secara objektif tersedia, nilai wajar harus diestimasi
menggunakan teknik penilaian berganda bersesuaian dengan pendekatan pasar, income
dan cost.

DAFTAR PUSTAKA
Godfrey, Jayne, Allan Hodgson, Ann Tarca, Jane Hamilton, Scott Holmes (2010),
10

Accounting Theory, 7th ed., John Wiley & Sons, Inc.

11

Вам также может понравиться