Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
2. Klasifikasi
The U.S Nional Kidney Foundations Kidney Disease Outcomes Quality Initiative
telah mengalami revisi dan menjelaskan stadium penyakit ginjal kronis. Stadium dibuat
berdasarkan ada tidaknya gejala dan prgresivitas penurunan GFR, yang dikoreksi per
ukuran tubuh (per 1,73 m2). GFR normal pada dewasa sehat kira-kira 120 sampai 130 ml
per menit. Stadium penyakit ginjal adalah sebagai berikut :
a. Stadium I
Kerusakan ginjal (kelainan atau gejala dari patologi kerusakan, mencakup kelainan
dalam pemeriksaan darah atau urine atau dalam pemeriksaan pencitraan) dengan
laju filtrasi glomerulus (GFR) normal atau hampir normal, tepat atau diatas 90
ml/menit ( 75% dari nilai normal).
b. Stadium II
Laju filtrasi glomerulus antara 60-89 ml per menit (kira-kira 50% dari nilai normal)
dengan tanda-tanda kerusakan ginjal. Stadium ini dianggap sebagai salah satu tanda
penurunan cadangan ginjal. Nefron yang tersisa dengan sendirinya sangat rentan
mengalami kegagalan fungsi saat terjadi kelebihan beban. Gangguan ginjal lainnya
mempercepat penurunan ginjal.
c. Stadium III
Laju filtrasi glomerulus antara 30-59 ml per menit (25%-50% dari normal). Insufisiensi
ginjal dianggap terjadi pada stadium ini. Nefron terus menerus mengalami kematian.
d. Stadium IV
Laju filtrasi glomerulus antara 15-29 ml per menit (12%-24% dari nilai normal)
dengan hanya sedikit nefron yang tersisa.
e. Stadium V
Gagal ginjal stadium lanjut ; laju filtrasi glomelurus kurang dari 15 ml per menit (<12
% dari nilai normal). Nefron yang masih berfungsi tinggal beberapa. Terbentuk
jaringan parut dan atrofi tubulus ginjal.
Klasifikasi atas dasar diagnosis dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu
a.
penyakit ginjal diabetis seperti penyakit diabetes tipe 1 dan tipe 2,
b.
penyakit ginjal nondiabetis seperti penyakit glomerular, penyakit vascular
(penyakit
pembuluh
darah
besar,
hipertensi
dan
mikroangiopati),
penyakit
tubulointerstitial (infeksi saluran kemih, batu obstruksi dan toksisitas obat), penyakit
kistik
c.
Penyebab dengan frekuensi paling tinggi pada usia dewasa serta anak-anak
adalah glomerulonefritis dan nefritis interstitial.
Infeksi kronik dari traktus urinarius (menjadi penyebab pada semua golongan
usia).
Gagal ginjal kronik dapat pula dialami ana-anak yang menderita kelainan
kongenital seperti hidronefrosis kronik yang mengakibatkan bendungan pada
aliran air kemih atau air kemih mengalir kembali dari kandung kemih.
Nefropati herediter.
Pada beberapa daerah, gangguan ginjal terkait dengan HIV menjadi penyebab
yang lebih sering.
Klasifikasi sesuai dengan test kreatinin klien,maka GGK dapat terbagi menjadi:
100 76 ml/mnt disebut insufiensi ginjal berkurang
75 26 ml/mnt disebut insufiensi ginjal kronik
25 5 ml/mnt disebut GGK
<5ml/mnt disebut gagal ginjal terminal
Sesuai dengan tes kreatinin klirens maka gagal ginjal kronik dapat diklasifikasikan
derajat penurunan faal ginjal sebagai berikut:
Derajat
Normal
Normal
50-80
Normal-2,4
20-50
2,5-4,9
10-20
5-7,9
5-10
8-12
<5
>12
Keterangan
90
60-89
Insufisien ginjal
30-59
Gagal ginjal
15-29
<15
Glomerulonefritis
Istilah glomerulonefritis digunakan untuk berbagai penyakit ginjal yang
etiologinya tidak jelas, akan tetapi secara umum memberikan gambaran histopatologi
tertentu pada glomerulus (Markum, 1998). Berdasarkan sumber terjadinya kelainan,
glomerulonefritis dibedakan primer dan sekunder. Glomerulonefritis primer apabila
penyakit dasarnya berasal dari ginjal sendiri sedangkan glomerulonefritis sekunder
apabila kelainan ginjal terjadi akibat penyakit sistemik lain seperti diabetes melitus,
lupus
eritematosus
(Prodjosudjadi, 2006).
sistemik
(LES),
mieloma
multipel,
atau
amiloidosis
Faktor risiko gagal ginjal kronik, yaitu pada pasien dengan diabetes melitus
atau hipertensi, obesitas atau perokok, berumur lebih dari 50 tahun, dan individu
dengan riwayat penyakit diabetes melitus, hipertensi, dan penyakit ginjal dalam
keluarga (National Kidney Foundation, 2009).
5. Patofisiologi
Hampir 1 juta unit nefron ada pada setiap ginjal yang menyumbang kepada jumlah
akhir laju filtrasi glomerulus (LFG). Tanpa mengambil kira penyebab kerusakan jaringan
ginjal, yang progresif dan menahun, ginjal mempunyai keupayaan untuk terus
mempertahankan LFG menerusi hiperfiltrasi dan mekanisme kompensasi kerja yaitu
hipertrofi pada nefron yang masih berfungsi. Keupayaan ginjal ini dapat meneruskan
fungsi normal ginjal untuk mensekresi bahan buangan seperti urea dan kreatinin
sehingga bahan tersebut meningkat dalam plasma darah hanya setelah LFG menurun
pada tahap 50% dari yang normal. Kadar kretinin plasma akan mengganda pada
penurunan LFG 50%. Walaupun kadar normalnya adalah 0,6 mg/dL menjadi 1,2 mg/dL,
ia menunjukkan penurunan fungsi nefron telah menurun sebanyak 50% (Arora, 2010).
Bagian nefron yang masih berfungsi yang mengalami hiperfiltrasi dan hipertrofi, walaupun
amat berguna, tetapi telah menyebabkan kerusakan ginjal yang progresif. Ini dipercayai
terjadi karena berlaku peningkatan tekanan pada kapilari glomerulus, yang seterusnya
bisa mengakibatkan kerusakan kapilari tersebut dan menjadi faktor predisposisi terhadap
kejadian glomerulosklerosis segmental dan fokal (Arora, 2010).
Antara faktor-faktor lain yang menyebabkan kerusakan jaringan ginjal yang bersifat
progresif adalah :
1. Hipertensi sistemik
2.Nefrotoksin dan hipoperfusi ginjal
3. Proteinuria
4. Hiperlipidemia
Pada gagal ginjal kronik fungsi normal ginjal menurun, produk akhir metabolisme
protein yang normalnya diekskresi melalui urin tertimbun dalam darah. Ini menyebabkan
uremia dan mempengaruhi setiap sistem tubuh penderita. Semakin banyak timbunan
produk bahan buangan, semakin berat gejala yang terjadi. Penurunan jumlah glomerulus
yang normal menyebabkan penurunan kadar pembersihan substansi darah yang
seharusnya dibersihkan oleh ginjal. Dengan menurunnya LFG, ia mengakibatkan
penurunan pembersihan kreatinin dan peningkatan kadar kreatinin serum terjadi. Hal ini
menimbulkan gangguan metabolisme protein dalam usus yang menyebabkan anoreksia,
nausea dan vomitus yang menimbulkan perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh.
Peningkatan ureum kreatinin yang sampai ke otak bisa mempengaruhi fungsi kerja,
mengakibatkan gangguan pada saraf, terutama pada neurosensori. Selain itu blood urea
nitrogen (BUN) biasanya juga meningkat.
Pada penyakit ginjal tahap akhir urin tidak dapat dikonsentrasikan atau diencerkan
secara normal sehingga terjadi ketidakseimbangan cairan elektrolit. Natrium dan cairan
tertahan meningkatkan risiko terjadinya gagal jantung kongestif. Penderita akan menjadi
sesak nafas, akibat ketidakseimbangan asupan zat oksigen dengan kebutuhan tubuh.
Dengan tertahannya natrium dan cairan bisa terjadi edema dan ascites. Hal ini
menimbulkan risiko kelebihan volume cairan dalam tubuh, sehingga perlu diperhatikan
keseimbangan cairannya. Semakin menurunnya fungsi ginjal, terjadi asidosis metabolik
akibat ginjal mengekskresikan muatan asam (H+) yang berlebihan. Juga terjadi
penurunan produksi hormon eritropoetin yang mengakibatkan anemia. Dengan
menurunnya filtrasi melalui glomerulus ginjal terjadi peningkatan kadar fosfat serum dan
penurunan kadar serum kalsium. Penurunan kadar kalsium serum menyebabkan sekresi
parathormon dari kelenjar paratiroid. Laju penurunan fungsi ginjal dan perkembangan
gagal ginjal kronis berkaitan dengan gangguan yang mendasari, ekskresi protein dalam
urin, dan adanya hipertensi (Smeltzer, 2001).
6. Manifestasi klinis Gagal Ginjal Kronik
Menurut William & Hopper (2007), manifestasi CKD adalah sebagai berikut:
a. Sistem Kardiovakuler
Tanda dan gejala : Hipertensi, pitting edema (kaki, tangan, sacrum). Edema
periorbital, fiction rub pericardial, dan pembesaran vena jugularis, gagal jantung,
b.
c.
d.
Kelainan hemopoeisis
Anemia normokrom normositer dan normositer (MCV 78-94 CU), sering
ditemukan pada pasien gagal ginjal kronik. Anemia yang terjadi sangat bervariasi
bila ureum darah lebih dari 100 mg% atau bersihan kreatinin kurang dari 25 ml
per menit.
j.
k. Kelainan mata
Visus hilang (azotemia amaurosis) hanya dijumpai pada sebagian kecil pasien
gagal ginjal kronik. Gangguan visus cepat hilang setelah beberapa hari
mendapat pengobatan gagal ginjal kronik yang adekuat, misalnya hemodialisis.
Kelainan saraf mata menimbulkan gejala nistagmus, miosis dan pupil asimetris.
Kelainan retina (retinopati) mungkin disebabkan hipertensi maupun anemia yang
sering dijumpai pada pasien gagal ginjal kronik. Penimbunan atau deposit garam
kalsium pada conjunctiva menyebabkan gejala red eye syndrome akibat iritasi
dan hipervaskularisasi. Keratopati mungkin juga dijumpai pada beberapa pasien
gagal ginjal kronik akibat penyulit hiperparatiroidisme sekunder atau tersier.
l.
Kelainan kulit
Gatal sering mengganggu pasien, patogenesisnya masih belum jelas dan diduga
berhubungan dengan hiperparatiroidisme sekunder. Keluhan gatal ini akan
segera hilang setelah tindakan paratiroidektomi. Kulit biasanya kering dan
bersisik, tidak jarang dijumpai timbunan kristal urea pada kulit muka dan
dinamakan urea frost
m. Kelainan kardiovaskular
Patogenesis gagal jantung kongestif (GJK) pada gagal ginjal kronik sangat
kompleks. Beberapa faktor seperti anemia, hipertensi, aterosklerosis, kalsifikasi
sistem vaskular, sering dijumpai pada pasien gagal ginjal kronik terutama pada
stadium terminal dan dapat menyebabkan kegagalan faal jantung.
7. Pemeriksaan Diagnostik Gagal Ginjal Kronis
a. Pemeriksaan laboratorium Urin
Volume: biasanya berkurang dari 400ml/24jam (oliguria) atau urin tak ada
(anuria).
Warna: secara abnormal urin keruh mungkin disebabkan oleh pus,
bakteri, lemak, partikel koloid, fosfat, atau urat. Sedimen kotor,
mereabsorpsi natrium.
Protein: derajat tinggi proteinuria (3-4 +) secara kuat menunjukkan
350
mOsm/kg
menunjukkan
kerusakan
sindrom uremik.
Hitung darah lengkap: Ht menurun pada adanya anemia, Hb biasanya
azotemia.
GDA: menunjukkan asidosis metabolic (pH < 7,2) terjadi karena
kehilangan kemampuan ginjal untuk mengekskresi hydrogen dan
ammonia atau hasil akhir katabolisme protein. Bikarbonat menurun.
PCO2 menurun.
Natrium serum: mungkin rendah (bila ginjal kehabisan natrium) atau
sesuai
dengan
protein
melalui
urin,
perpindahan
cairan,
penurunan
imunodiagnosis.
EKG
Untuk melihat kemungkinan
hipertrofi
ventrikel
kiri,
tanda-tanda
meringankan
keluhan-keluhan
akibat
akumulasi
toksin
azotemia,
(produk susu, telur, daging). Protein tinggi nilai biologis adalah jenis makanan
yang melengkapi protein dan menyediakan asam amino esensial yang diperlukan
untuk pertumbuhan dan perbaikan sel. Kalori dipasok oleh karbohidrat dan lemak
untuk mencegah pemborosan.
Suplemen vitamin diperlukan karena diet pembatasan protein tidak
memberikan pelengkap yang diperlukan vitamin. Selain itu, pasien pada dialisis
mungkin kehilangan vitamin yang larut dalam air selama perawatan dialisis.
Hiperkalemia biasanya dicegah dengan memastikan perawatan dialisis yang
memadai dengan penghapusan kalium secara hati-hati, pemantauan diet, obatobatan,
dan
cairan
untuk
kalium
pasien.
Sodium
polystyrene
sulfonate
dosis
besar
etakrinat)
(2500-1000mg/hari)
diperlukan
untuk
atau
deuretik
mencegah
loop
kelebihan
dan
alopurinol.juga
obat
obatan
yang
meningkatkan
Terapi simtomatik
a. Asidosis metabolic
Asidosis metabolic harus dikoreksi karena meningkat serum kalium
(hiperkalemia). Untuk mencegah dan mengobati asidosis metabolic dapat
diberikan suplemen alkali. Terapi alkali (sodium bicarbonat) harus segera diberikan
intarvena bila pH 7,35 atau serum bikarbonat 20 mEq/L.
b. Anemia
Anemia terkait dengan ESRD diobati dengan rekombinan eritropoietin
manusia (Epogen). Pasien anemia (hematokrit kurang dari 30%) dengan gejala
nonspesifik seperti malaise, kelelahan umum, dan penurunan toleransi aktivitas.
Terapi Erythropoietin dimulai untuk mencapai hematokrit 33% menjadi 38% dan
hemoglobin sasaran ( 12 g / dL), yang umumnya meredakan gejala anemia
(Brattich, 2007). Erythropoietin diberikan secara intravena atau subkutan tiga kali
seminggu pada pasien ESRD. Mungkin butuh 2 sampai 6 minggu untuk hematokrit
meningkat, karena itu, obat tidak diindikasikan untuk pasien yang membutuhkan
segera koreksi anemia berat. Efek samping pada terapi erythropoietin (khususnya
selama tahap awal pengobatan) adalah peningkatan pembekuan akses vaskuler
situs, kejang, dan penipisan penyimpanan besi tubuh (Zonderman & Doyle, 2006).
Manajemen
pemberian
mencegah
pembekuan
erytropoietin
darah
melibatkan
selama
pemberian
perawatan
heparin
hemodialisis,
untuk
frekuensi
pemantauan hemoglobin dan hematokrit, dan penilaian periodik serum besi dan
tingkat transferrin. Karena dibutuhkan simpanan zat besi yang cukup memadai
untuk merespon terapi, besi tambahan mungkin diresepkan. Suplemen zat besi
umum meliputi sukrosa besi (Venofer) dan ferri glukonat (Ferrlecit). Hipertensi yang
tidak
dapat
dikendalikan
adalah
kontraindikasi
untuk
terapi
rekombinan
eritropoietin.
Pasien yang telah menerima terapi eritropoietin melaporkan adanya
penurunan tingkat kelelahan, meningkatkan perasaan kesejahteraan, toleransi
yang lebih baik dari dialisis, tingkat energi yang lebih tinggi, dan meningkatkan
toleransi latihan. Selain itu, terapi ini mengalami penurunan kebutuhan transfusi
dan yang terkait risiko, termasuk penyakit menular darah, pembentukan antibodi,
dan kelebihan zat besi. Selain itu, transfusi darah misalnya Paked Red Cell (PRC)
juga merupakan salah satu pilihan terapi alternatif, murah, dan efektif. Terapi
mendadak.
Keluhan gastrointestinal
Anoreksi, cegukan, mual dan muntah, merupakan keluhan yang sering
dijumpai pada GGK. Keluhan gastrointestinal ini merupakan keluhan utama (chief
complaint) dari GGK. Keluhan gastrointestinal yang lain adalah ulserasi mukosa
mulai dari mulut sampai anus. Tindakan yang harus dilakukan yaitu program terapi
pengobatan dengan pembatasan cairan, diet rendah natrium, diuretik agen, agen
inotropik seperti digoxin (Lanoxin) atau dobutamin (Dobutrex), dan dialisis.
Hipertensi dikelola oleh kontrol volume intravaskular dan berbagai obat
antihipertensi. Pada pasien hipertensi dengan penyakit ginjal,keseimbangan garam
dan cairan diatur sendiri tanpa tergantung tekanan darah. Sering diperlukan
diuretik loop,selain obat antihipertensi. Asidosis metabolik ESRD biasanya tidak
menimbulkan gejala dan tidak memerlukan pengobatan, namun suplemen natrium
bikarbonat atau dialisis mungkin diperlukan untuk mengoreksi asidosis jika
menyebabkan gejala (Molzahn & Butera, 2006). Selain itu, Tekanan darah pasien
dan tingkat kalium serum dimonitor untuk mendeteksi hipertensi dan peningkatan
kalium serum tingkat, yang mungkin terjadi dengan terapi dan meningkatnya
massa RBC.
g. Kelainan sistem kardiovaskular
Tindakan yang diberikan tergantung dari kelainan kardiovaskular yang
diderita.
h. Mencegah dan tatalaksana penyakit tulang ginjal
Hiperfosfatemia dikontrol dengan obat yang mengikat fosfat seperti aliminium
hidroksida (300-1800mg) atau kalsium karbonat (500 300 mg) pada setiap
makan. Namun hati hati pada toksititas obat tersebut.diberikan suplemen vitanin
D dan dilakukan paratidektomi atas indikasi.
i.
j.
access
(pembuluh
darah
yang
digunakan
untuk
sarana
Permanen
1. Cimino shunt
2. Graf fistula
2. Hemodializer / dializer
Ginjal buatan / artificial kidney merupakan suatu kotak / tabung
tertutup yang terbagi atas 2 ruang / kompartmen oleh suatu membrane
semipermiabel yaitu komponen darah dan kompartmen dialiser- membran.
Terbuat dari polyakrikomtril (APN). Luas permukaan 0,8- 3 M2, untuk anakanak <1 m2
3. Water Treatment
Selama proses dialisis dibutuhkan air yang sudah dimurnikan dengan
proses osmosis (RO). Tujuannya agar air bebas dari logam, kotoran
mikroorganisme, elektrolit dan benda asing. Air yang dibutuhkan 0,51/ menit.
Satu jam membutuhkan 30 L air RO
4. Dialisat
Cairan konsentrasi tinggi yang digunakan untuk proses hemodialisis
tersedia pada jaringan galaon (5-10 L). Jenis cairan yang dipakai adalah
asetat dan bikarbonat. Saat berlangsung cairan dialisat bercampur dengan air
RO dengan perbandingan 1:34 (1 L air konsentrat : 34 liter air RO)
5. Selang dialysis / blood line
Terdiri dari 2 bagian besar :
1. Saluran arteri / inlet set yaitu saluran sebelum dializer. Warnanya merah
2. Saluran vena / out let yaitu saluran sesudah dializer. Warna biru.
Selan darah sebagian terbuat PVC, dilengkapi injection port / tempat untuk
memasukkan injeksi yang terbuat dari karet / latex
6. Pompa darah / blood pump : sangat penting untuk memasukkan kembali
darah ke dalam tubuh
7. Infus set
Untuk mengisi cairan NaCl ke selang HD dan dializer. Priming yaitu
pengisian pertama cairan pada selang HD
8. Monitoring
a. Blood line
b. Conductivity
c. Temperature
d. Arterial pressure
e. Venous pressure
f.
9. Heparinisasi
Digunakan untuk mencegah terjadinya pembekuan pada slang daran
dan dializer. Ada beberapa maca, pemberian heparin, yaitu :
1. Minimal heparin
2. Intermitten heparin
3. Heparin continous
4. Haparin regional
9.