Вы находитесь на странице: 1из 18

CHRONIC KIDNEY DISEASE

1. Pengertian Gagal Ginjal Kronik (Chronic Kidney Disease)


Gagal ginjal kronik adalah destruksi struktur ginjal yang progresif dan terus menerus.
Gagal ginjal kronis dapat timbul dari hamper semua penyakit. Pada individu yang rentan,
nefropati analgesic, destruksi papilla ginjal yang terkait dengan pemakaian harian obatobatan oralgesik selama bertahun-tahun dapat menyebabkan gagal ginjal kronis. Apapun
sebabnya, terjadi perburukan fungsi ginjal secara progresif yang ditandai dengan
penurunan GFR yang progresif (Corwin,2008).
Gagal ginjal kronis adalah kerusakan ginjal yang progresif yang berakibat fatal dan
ditandai dengan uremia (urea dan limbah nitrogen lainnya beredar dalam darah serta
komplikasinya jika tidak dilakukan dialysis atau transplantasi ginjal) (Nursalam dan
Fransisca B.B. 2009.
Gagal ginjal terjadi ketika ginjal tidak mampu mengangkut sampah metabolik tubuh
atau melakukan fungsi regulasinya. Suatu bahan yang biasanya dieliminasi di urin
menumpuk dalam cairan tubuh akibat gangguan eksresi renal dan menyebabkan
gangguan fungsi endokrin dan metabolik, cairan, elektrolit serta asam-basa. Gagal ginjal
merupakan penyakit sistemik dan merupakan jalur akhir yang umum dari berbagai
peyakit urinary tract dan ginjal. Gagal ginjal kronik adalah gangguan fungsi renal yang
progresif dan irreversible dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan
metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urea
dan sampah nitrogen lain dalam darah) (Brunner and Suddart, 2002).

2. Klasifikasi
The U.S Nional Kidney Foundations Kidney Disease Outcomes Quality Initiative
telah mengalami revisi dan menjelaskan stadium penyakit ginjal kronis. Stadium dibuat
berdasarkan ada tidaknya gejala dan prgresivitas penurunan GFR, yang dikoreksi per
ukuran tubuh (per 1,73 m2). GFR normal pada dewasa sehat kira-kira 120 sampai 130 ml
per menit. Stadium penyakit ginjal adalah sebagai berikut :
a. Stadium I
Kerusakan ginjal (kelainan atau gejala dari patologi kerusakan, mencakup kelainan
dalam pemeriksaan darah atau urine atau dalam pemeriksaan pencitraan) dengan
laju filtrasi glomerulus (GFR) normal atau hampir normal, tepat atau diatas 90
ml/menit ( 75% dari nilai normal).

b. Stadium II
Laju filtrasi glomerulus antara 60-89 ml per menit (kira-kira 50% dari nilai normal)
dengan tanda-tanda kerusakan ginjal. Stadium ini dianggap sebagai salah satu tanda
penurunan cadangan ginjal. Nefron yang tersisa dengan sendirinya sangat rentan
mengalami kegagalan fungsi saat terjadi kelebihan beban. Gangguan ginjal lainnya
mempercepat penurunan ginjal.
c. Stadium III
Laju filtrasi glomerulus antara 30-59 ml per menit (25%-50% dari normal). Insufisiensi
ginjal dianggap terjadi pada stadium ini. Nefron terus menerus mengalami kematian.
d. Stadium IV
Laju filtrasi glomerulus antara 15-29 ml per menit (12%-24% dari nilai normal)
dengan hanya sedikit nefron yang tersisa.
e. Stadium V
Gagal ginjal stadium lanjut ; laju filtrasi glomelurus kurang dari 15 ml per menit (<12
% dari nilai normal). Nefron yang masih berfungsi tinggal beberapa. Terbentuk
jaringan parut dan atrofi tubulus ginjal.
Klasifikasi atas dasar diagnosis dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu
a.
penyakit ginjal diabetis seperti penyakit diabetes tipe 1 dan tipe 2,
b.
penyakit ginjal nondiabetis seperti penyakit glomerular, penyakit vascular
(penyakit

pembuluh

darah

besar,

hipertensi

dan

mikroangiopati),

penyakit

tubulointerstitial (infeksi saluran kemih, batu obstruksi dan toksisitas obat), penyakit
kistik
c.

penyakit pada transplantasi seperti penyakit rejeksi kronis, keracunan obat,


penyakit recurren, transplantasi glomerulopathy (Suhardjono, 2003 dikutip dari
Susalit). Krause (2009) menambahkan bahwa penyebab dari gagal ginjal kronik
sangat beragam. Pengetahuan akan penyebab yang mendasari penyakit penting
diketahui karena akan menjadi dasar dalam pilihan pengobatan yang diberikan.
Penyebab gagal ginjal tersebut diantaranya meliputi :
-

Penyebab dengan frekuensi paling tinggi pada usia dewasa serta anak-anak
adalah glomerulonefritis dan nefritis interstitial.

Infeksi kronik dari traktus urinarius (menjadi penyebab pada semua golongan
usia).

Gagal ginjal kronik dapat pula dialami ana-anak yang menderita kelainan
kongenital seperti hidronefrosis kronik yang mengakibatkan bendungan pada
aliran air kemih atau air kemih mengalir kembali dari kandung kemih.

Adanya kelainan kongenital pada ginjal.

Nefropati herediter.

Nefropati diabetes dan hipertensi umumnya menjadi penyebab pada usia


dewasa.

Penyakit polisistik, kelainan pembuluh darah ginjal dan nefropati analgesik


tergolong penyebab yang sering pula.

Pada beberapa daerah, gangguan ginjal terkait dengan HIV menjadi penyebab
yang lebih sering.

Penyakit yang tertentu seperti glomerulonefritis pada penderita transplantasi


ginjal. Tindakan dialisis merupakan pilihan yang tepat pada kondisi ini.

Keadaan yang berkaitan dengan individu yang mendapat obat imunosupresif


ringan sampai sedang karena menjalani transplantasi ginjal. Obat imunosupresif
selama periode atau masa transisi setelah transplantasi ginjal yang diberikan
untuk mencegah penolakan tubuh terhadap organ ginjal yang dicangkokkan
menyebabkan pasien beresiko menderita infeksi, termasuk infeksi virus seperti
herpes zoster.

Klasifikasi sesuai dengan test kreatinin klien,maka GGK dapat terbagi menjadi:
100 76 ml/mnt disebut insufiensi ginjal berkurang
75 26 ml/mnt disebut insufiensi ginjal kronik
25 5 ml/mnt disebut GGK
<5ml/mnt disebut gagal ginjal terminal

Sesuai dengan tes kreatinin klirens maka gagal ginjal kronik dapat diklasifikasikan
derajat penurunan faal ginjal sebagai berikut:
Derajat

Primer LFG (%)

Sekunder Kreatinin (mg%)

Normal

Normal

50-80

Normal-2,4

20-50

2,5-4,9

10-20

5-7,9

5-10

8-12

<5

>12

Klasifikasi CKD menurut K. K. Zadeh (2011) dan E. Chang (2010):


Stadium

Keterangan

LFG (ml/mnt/1,73 m2)

Fungsi ginjal normal

90

Penurunan fungsi ginjal

60-89

Insufisien ginjal

30-59

Gagal ginjal

15-29

Gagal ginjal stadium terminal

<15

3. Etiologi Gagal Ginjal Konik


Kondisi klinis yang memungkinkan dapat mengakibatkan gagal ginjal kronis bisa
disebabkan dari ginjal sendiri dan dari luar ginjal (Arif Muttaqin, 2011) :
a. Penyakit dari Ginjal
- Glomerulonefritis
- Infeksi kuman: pyelonefritis, ureteritis
- Batu ginjal: nefrolitiasis
- Kista di Ginjal: polcystis kidney
- Trauma langsung pada ginjal
- Keganasan pada ginjal
- Sumbatan: batu, tumor, penyempitan/struktur.
- Penyakit tubulus primer: hiperkalemia primer, hipokalemia kronik, keracunan logam
berat seperti tembaga, dan kadmium.
- Penyakit vaskuler: iskemia ginjal akibat kongenital atau stenosis arteri ginjal,
hipertensi maligna atau hipertensi aksekrasi.
- Obstruksi: batu ginjal, fobratis retroperi toneal, pembesaran prostat striktur uretra,
dan tumor.
b. Penyakit dari Luar Ginjal
- DM, hipertensi, kolesterol tinggi
- Dyslipidemia
- SLE
- TBC paru, sifilis, malaria, hepatitis
- Preeklamsi
- Obat-obatan
- Luka bakar
Menurut David Rubenstein dkk. (2007), penyebab GGK diantaranya: Penyakit ginjal
herediter, Penyakit ginjal polikistik, dan Sindrom Alport (terkait kromosom X ditandai dengan
penipisan dan pemisahan membrane basal glomerulus).
Dari data yang sampai saat ini dapat dikumpulkan oleh Indonesian Renal Registry
(IRR) pada tahun 2007-2008 didapatkan urutan etiologi terbanyak sebagai berikut
glomerulonefritis (25%), diabetes melitus (23%), hipertensi (20%) dan ginjal polikistik (10%)
(Roesli, 2008).
a.

Glomerulonefritis
Istilah glomerulonefritis digunakan untuk berbagai penyakit ginjal yang
etiologinya tidak jelas, akan tetapi secara umum memberikan gambaran histopatologi
tertentu pada glomerulus (Markum, 1998). Berdasarkan sumber terjadinya kelainan,
glomerulonefritis dibedakan primer dan sekunder. Glomerulonefritis primer apabila
penyakit dasarnya berasal dari ginjal sendiri sedangkan glomerulonefritis sekunder
apabila kelainan ginjal terjadi akibat penyakit sistemik lain seperti diabetes melitus,
lupus

eritematosus

(Prodjosudjadi, 2006).

sistemik

(LES),

mieloma

multipel,

atau

amiloidosis

Gambaran klinik glomerulonefritis mungkin tanpa keluhan dan ditemukan


secara kebetulan dari pemeriksaan urin rutin atau keluhan ringan atau keadaan
darurat medik yang harus memerlukan terapi pengganti ginjal seperti dialisis
(Sukandar, 2006).
b. Diabetes melitus
Menurut American Diabetes Association (2003) dalam Soegondo (2005)
diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik
hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau keduaduanya.
Diabetes melitus sering disebut sebagai the great imitator, karena penyakit ini
dapat mengenai semua organ tubuh dan menimbulkan berbagai macam keluhan.
Gejalanya sangat bervariasi. Diabetes melitus dapat timbul secara perlahan-lahan
sehingga pasien tidak menyadari akan adanya perubahan seperti minum yang
menjadi lebih banyak, buang air kecil lebih sering ataupun berat badan yang
menurun. Gejala tersebut dapat berlangsung lama tanpa diperhatikan, sampai
kemudian orang tersebut pergi ke dokter dan diperiksa kadar glukosa darahnya
(Waspadji, 1996).
c. Hipertensi
tekanan darah sistolik 140 mmHg dan tekanan darah diastolik 90 mmHg,
atau bila pasien memakai obat antihipertensi (Mansjoer, 2001). Berdasarkan
penyebabnya, hipertensi dibagi menjadi dua golongan yaitu hipertensi esensial atau
hipertensi primer yang tidak diketahui penyebabnya atau idiopatik, dan hipertensi
sekunder atau disebut juga hipertensi renal (Sidabutar, 1998).
d. Ginjal polikistik
Kista adalah suatu rongga yang berdinding epitel dan berisi cairan atau
material yang semisolid. Polikistik berarti banyak kista. Pada keadaan ini dapat
ditemukan kista-kista yang tersebar di kedua ginjal, baik di korteks maupun di
medula. Selain oleh karena kelainan genetik, kista dapat disebabkan oleh berbagai
keadaan atau penyakit. Jadi ginjal polikistik merupakan kelainan genetik yang paling
sering didapatkan. Nama lain yang lebih dahulu dipakai adalah penyakit ginjal
polikistik dewasa (adult polycystic kidney disease), oleh karena sebagian besar baru
bermanifestasi pada usia di atas 30 tahun. Ternyata kelainan ini dapat ditemukan
pada fetus, bayi dan anak kecil, sehingga istilah dominan autosomal lebih tepat
dipakai daripada istilah penyakit ginjal polikistik dewasa.
4. Faktor risiko

Faktor risiko gagal ginjal kronik, yaitu pada pasien dengan diabetes melitus
atau hipertensi, obesitas atau perokok, berumur lebih dari 50 tahun, dan individu
dengan riwayat penyakit diabetes melitus, hipertensi, dan penyakit ginjal dalam
keluarga (National Kidney Foundation, 2009).
5. Patofisiologi
Hampir 1 juta unit nefron ada pada setiap ginjal yang menyumbang kepada jumlah
akhir laju filtrasi glomerulus (LFG). Tanpa mengambil kira penyebab kerusakan jaringan
ginjal, yang progresif dan menahun, ginjal mempunyai keupayaan untuk terus
mempertahankan LFG menerusi hiperfiltrasi dan mekanisme kompensasi kerja yaitu
hipertrofi pada nefron yang masih berfungsi. Keupayaan ginjal ini dapat meneruskan
fungsi normal ginjal untuk mensekresi bahan buangan seperti urea dan kreatinin
sehingga bahan tersebut meningkat dalam plasma darah hanya setelah LFG menurun
pada tahap 50% dari yang normal. Kadar kretinin plasma akan mengganda pada
penurunan LFG 50%. Walaupun kadar normalnya adalah 0,6 mg/dL menjadi 1,2 mg/dL,
ia menunjukkan penurunan fungsi nefron telah menurun sebanyak 50% (Arora, 2010).
Bagian nefron yang masih berfungsi yang mengalami hiperfiltrasi dan hipertrofi, walaupun
amat berguna, tetapi telah menyebabkan kerusakan ginjal yang progresif. Ini dipercayai
terjadi karena berlaku peningkatan tekanan pada kapilari glomerulus, yang seterusnya
bisa mengakibatkan kerusakan kapilari tersebut dan menjadi faktor predisposisi terhadap
kejadian glomerulosklerosis segmental dan fokal (Arora, 2010).
Antara faktor-faktor lain yang menyebabkan kerusakan jaringan ginjal yang bersifat
progresif adalah :
1. Hipertensi sistemik
2.Nefrotoksin dan hipoperfusi ginjal
3. Proteinuria
4. Hiperlipidemia
Pada gagal ginjal kronik fungsi normal ginjal menurun, produk akhir metabolisme
protein yang normalnya diekskresi melalui urin tertimbun dalam darah. Ini menyebabkan
uremia dan mempengaruhi setiap sistem tubuh penderita. Semakin banyak timbunan
produk bahan buangan, semakin berat gejala yang terjadi. Penurunan jumlah glomerulus
yang normal menyebabkan penurunan kadar pembersihan substansi darah yang
seharusnya dibersihkan oleh ginjal. Dengan menurunnya LFG, ia mengakibatkan
penurunan pembersihan kreatinin dan peningkatan kadar kreatinin serum terjadi. Hal ini
menimbulkan gangguan metabolisme protein dalam usus yang menyebabkan anoreksia,
nausea dan vomitus yang menimbulkan perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh.
Peningkatan ureum kreatinin yang sampai ke otak bisa mempengaruhi fungsi kerja,
mengakibatkan gangguan pada saraf, terutama pada neurosensori. Selain itu blood urea
nitrogen (BUN) biasanya juga meningkat.

Pada penyakit ginjal tahap akhir urin tidak dapat dikonsentrasikan atau diencerkan
secara normal sehingga terjadi ketidakseimbangan cairan elektrolit. Natrium dan cairan
tertahan meningkatkan risiko terjadinya gagal jantung kongestif. Penderita akan menjadi
sesak nafas, akibat ketidakseimbangan asupan zat oksigen dengan kebutuhan tubuh.
Dengan tertahannya natrium dan cairan bisa terjadi edema dan ascites. Hal ini
menimbulkan risiko kelebihan volume cairan dalam tubuh, sehingga perlu diperhatikan
keseimbangan cairannya. Semakin menurunnya fungsi ginjal, terjadi asidosis metabolik
akibat ginjal mengekskresikan muatan asam (H+) yang berlebihan. Juga terjadi
penurunan produksi hormon eritropoetin yang mengakibatkan anemia. Dengan
menurunnya filtrasi melalui glomerulus ginjal terjadi peningkatan kadar fosfat serum dan
penurunan kadar serum kalsium. Penurunan kadar kalsium serum menyebabkan sekresi
parathormon dari kelenjar paratiroid. Laju penurunan fungsi ginjal dan perkembangan
gagal ginjal kronis berkaitan dengan gangguan yang mendasari, ekskresi protein dalam
urin, dan adanya hipertensi (Smeltzer, 2001).
6. Manifestasi klinis Gagal Ginjal Kronik
Menurut William & Hopper (2007), manifestasi CKD adalah sebagai berikut:
a. Sistem Kardiovakuler
Tanda dan gejala : Hipertensi, pitting edema (kaki, tangan, sacrum). Edema
periorbital, fiction rub pericardial, dan pembesaran vena jugularis, gagal jantung,
b.

perikardtis takikardia dan disritmia.


Sistem Integument
Tanda dan gejala : Warna kulit abu abu mengkilat, kulit kering bersisik,
pruritus, echimosis, kulit tipis dan rapuh, rambut tipis dan kasar, turgor kulit

c.

buruk, dan gatal gatal pada kulit.


Sistem Pulmoner
Tanda dan gejala : Sputum kental , nafas dangkal, pernafasan kusmaul, udem
paru, gangguan pernafasan, asidosis metabolic, pneumonia, nafas berbau

d.

amoniak, sesak nafas.


Sistem Gastrointestinal
Tanda dan gejala : Nafas berbauamoniak, ulserasi dan perdarahan pada mulut,
anoreksia, mual, muntah, konstipasi dan diare, perdarahan dari saluran

gastrointestinal, stomatitis dan pankreatitis.


e. Sistem Neurologi
Tanda dan gejala : Kelemahan dan keletihan, konfusi, disorientasi, kejang,
penurunan konsentrasi, kelemahan pada tungkai, rasa panas pada telapak kaki,
f.

dan perubahan perilaku, malaise serta penurunan kesadaran.


Sistem Muskuloskletal
Tanda dan gejala : Kram otot, kekuatan otot hilang, fraktur tulang, foot drop,

osteosklerosis, dan osteomalasia.


g. Sistem Urinaria

Tanda dan gejala : Oliguria, hiperkalemia, distropi renl, hematuria, proteinuria,


anuria, abdomen kembung, hipokalsemia, hiperfosfatemia, dan asidosis
metabolik.
h. Sistem Reproduktif
Tanda dan gejala : Amenore, atropi testikuler, penurunan libido, infertilitas.
i.

Kelainan hemopoeisis
Anemia normokrom normositer dan normositer (MCV 78-94 CU), sering
ditemukan pada pasien gagal ginjal kronik. Anemia yang terjadi sangat bervariasi
bila ureum darah lebih dari 100 mg% atau bersihan kreatinin kurang dari 25 ml
per menit.

j.

Kelainan saluran cerna


Mual dan muntah sering merupakan keluhan utama dari sebagian pasien gagal
ginjal kronik terutama pada stadium terminal. Patogenesis mual dam muntah
masih belum jelas, diduga mempunyai hubungan dengan dekompresi oleh flora
usus sehingga terbentuk amonia. Amonia inilah yang menyebabkan iritasi atau
rangsangan mukosa lambung dan usus halus. Keluhan-keluhan saluran cerna ini
akan segera mereda atau hilang setelah pembatasan diet protein dan antibiotika.

k. Kelainan mata
Visus hilang (azotemia amaurosis) hanya dijumpai pada sebagian kecil pasien
gagal ginjal kronik. Gangguan visus cepat hilang setelah beberapa hari
mendapat pengobatan gagal ginjal kronik yang adekuat, misalnya hemodialisis.
Kelainan saraf mata menimbulkan gejala nistagmus, miosis dan pupil asimetris.
Kelainan retina (retinopati) mungkin disebabkan hipertensi maupun anemia yang
sering dijumpai pada pasien gagal ginjal kronik. Penimbunan atau deposit garam
kalsium pada conjunctiva menyebabkan gejala red eye syndrome akibat iritasi
dan hipervaskularisasi. Keratopati mungkin juga dijumpai pada beberapa pasien
gagal ginjal kronik akibat penyulit hiperparatiroidisme sekunder atau tersier.
l.

Kelainan kulit
Gatal sering mengganggu pasien, patogenesisnya masih belum jelas dan diduga
berhubungan dengan hiperparatiroidisme sekunder. Keluhan gatal ini akan
segera hilang setelah tindakan paratiroidektomi. Kulit biasanya kering dan
bersisik, tidak jarang dijumpai timbunan kristal urea pada kulit muka dan
dinamakan urea frost

m. Kelainan kardiovaskular
Patogenesis gagal jantung kongestif (GJK) pada gagal ginjal kronik sangat
kompleks. Beberapa faktor seperti anemia, hipertensi, aterosklerosis, kalsifikasi

sistem vaskular, sering dijumpai pada pasien gagal ginjal kronik terutama pada
stadium terminal dan dapat menyebabkan kegagalan faal jantung.
7. Pemeriksaan Diagnostik Gagal Ginjal Kronis
a. Pemeriksaan laboratorium Urin
Volume: biasanya berkurang dari 400ml/24jam (oliguria) atau urin tak ada

(anuria).
Warna: secara abnormal urin keruh mungkin disebabkan oleh pus,
bakteri, lemak, partikel koloid, fosfat, atau urat. Sedimen kotor,

kecoklatan, menunjukkan adanya darah, Hb, mioglobin, porfirin.


Berat jenis: kurang dari 1,015 (menetap pada 1,010 menunjukkan

kerusakan ginjal berat).


Osmolalitas: kurang dari

tubular,dan rasio urin/ serum sering 1:1.


Klirens kreatinin: agak menurun
Natrium: meningkat, lebih besar dari 40 mEq/L karena ginjal tidak mampu

mereabsorpsi natrium.
Protein: derajat tinggi proteinuria (3-4 +) secara kuat menunjukkan

350

mOsm/kg

menunjukkan

kerusakan

kerusakan glomerulus bila SDM dan fragmen juga ada.


b. Pemeriksaan Laboratorium Darah:
BUN/ kreatinin: meningkat, > 100 mg sehubungan dengan sindrom
uremik. Kadar kreatinin 10 mg/dL atau lebih besar mengindikasikan

sindrom uremik.
Hitung darah lengkap: Ht menurun pada adanya anemia, Hb biasanya

kurang dari 7-8 g/dL.


SDM: waktu hidup menurun pada defisiensi eritropoetin seperti pada

azotemia.
GDA: menunjukkan asidosis metabolic (pH < 7,2) terjadi karena
kehilangan kemampuan ginjal untuk mengekskresi hydrogen dan
ammonia atau hasil akhir katabolisme protein. Bikarbonat menurun.

PCO2 menurun.
Natrium serum: mungkin rendah (bila ginjal kehabisan natrium) atau

normal (menunjukkan status dilusi hipernatremia).


Kalium: meningkat sehubungan dengan retensi

sesuai

dengan

perpindahan selular (asidosis) atau pengeluaran jaringan (hemolisis


SDM). Pada tahap akhir, perubahan EKG mungkin tidak terjadi sampai

kalium 6,5 mEq atau lebih besar.


Magnesium/fosfat: meningkat.
Kalsium: menurun.
Osmolaritas serum: menunjukkan > 285 mOsm/kg.
Protein (khususnya albumin): kadar serum menurun dapat menunjukkan
kehilangan

protein

melalui

urin,

perpindahan

cairan,

penurunan

pemasukan, atau penurunan sintesis karena kurang asam amino


esensial.
c. Radiologi
Pemeriksaan ini ditujukan untuk menilai keadaan ginjal dan derajat
komplikasi GGK.
Foto Polos Abdomen
Pemeriksaan ini dilakukan tanpa klien puasa karena akan menyebabkan
klien dehidrasi dan memperburuk kondisi ginjal. Menilai bentuk dan besar

ginjal dan apakah ada batu / obstruksi lain.


Pielografi Intravena
Dapat dilakukan dengan cara IV infusion pyelography, menilai system
pelvis dan ureter. Pemeriksaan ini mempunyai risiko penurunan faal ginjal

pada keadaan tertentu, ex : lansia, nefropati asam urat.


USG
Pemeriksaan ini dilakukan untuk menilai besar dan bentuk ginjal, anatomy

system pelvis dan ureter proksimal, kandung kemih, serta prostat.


Renogram
Pemeriksaan ini dilakukan untuk menilai fungsi ginjal kiri dan kanan,

lokasi gangguan (vascular, parenkim, ekskresi) serta sisa fungsi ginjal.


Biopsi Ginjal
Memberi gambaran dasar klasifikasi dan pengertian penyakit ginjal
instrinsik dan gangguan fungsi alograf. Biopsi ginjal dilakukan dengan
menusukkan jarum melalui kulit ke dalam jaringan renal atau dengan
biopsy terbuka melalui luka insisi yang kecil di daerah pinggang.
Pemeriksaan ini berguna untuk mengevaluasi perjalanan penyakit ginjal
dan mendapatkan specimen bagi pemeriksaan mikroskopik electron serta
imunofluoressen khusus bagi penyakit glomerulus. Sebelum biopsy
dilakukan, pemeriksaan koagulasi perlu dilakukan terlebih dahulu untuk

mengidentifikasi setiap risiko terjadinya perdarahan pascabiopsi


d. Pemeriksaan Laboratorium
Tujuan pemeriksaan labboratorium yaitu memastikan dan menentukan derajat
penurunan faal ginjal (LFG), identifikasi etiologi dan menentukan perjalanan
penyakit termasuk semua faktor pemburuk faal ginjal.
Pemeriksaan faal ginjal (LFG)
Pemeriksaan ureum, kreatinin serum, dan asam urat serum sudah cukup

memadai sebagai uji saring untuk faal ginjal (LFG)


Etiologi GGK
Analisis urin rutin, mikrobiologi urin, kimia darah, elektrolit, dan

imunodiagnosis.
EKG
Untuk melihat kemungkinan

hipertrofi

ventrikel

perikarditis, aritmia, gangguan elektrolit (hiperkalemia).

kiri,

tanda-tanda

Menurut Baradero, 2009, uji diagnostic untuk GGK, antara lain :


a) Kadar kreatinin serum, untuk mengevaluasi fungsi ginjal dan apabila banyak nefron
yang sudah rusak sehingga kreatinin tidak dapat diekskresi oleh ginjal dan kadarnya
berubah setelah respons terhadap disfungsi ginjal.
b) Uji klirens kreatinin 12 atau 24 jam, untuk mengevaluasi fungsi ginjal dan
menentukan beratnya disfungsi ginjal. Merupakan indicator paling sensitive dan
spesifik untuk menilai dan mengetahui fungsi ginjal. Klirens kreatinin < 10 mL/mnt
menunjukkan kerusakan ginjal yang berat.
c) BUN, berubah sebagai respons terhadap dehidrasi dan pemevahan protein.
d) Sinar KUB, memperlihatkan bentuk, besar, dan posisi ginjal. Pasien dengan ESRD
biasanya mempunyai ginjal yang atrofik.
e) USG dan CT, untuk mengesampingkan adanya obstruksi.
8. Penatalaksaan Medis
Tujuan dari penatalaksanaan CRF adalah untuk mempertahankan fungsi ginjal dan
homeostatisis dalam jangka waktu yang lama (Brunner & Suddarth, 2002).
Terapi konservatif
Tujuan dari terapi konservatif adalah mencegah memburuknya faal ginjal secara
progresif,

meringankan

keluhan-keluhan

akibat

akumulasi

toksin

azotemia,

memperbaiki metabolisme secara optimal dan memelihara keseimbangan cairan dan


elektrolit (Sukandar, 2006). Terapi konservatif dipakai pada penyakit ginjal kronik
stadium I-IV sebelum dialisis sebagai terapi pilihan. Terapi konservatif meliputi: (i)
Menghambat progresivitas, (ii) Mengkoreksi faktor yang bersifat reversible. Mencegah
atau mengatasi komplikasi
a. Diet rendah kalori tinggi protein
Terapi diet rendah protein (DRP) menguntungkan untuk mencegah atau
mengurangi toksin azotemia, tetapi untuk jangka lama dapat merugikan terutama
gangguan keseimbangan negatif nitrogen. Diet rendah protein (20-40g/hri) dan
tinggi kalori menghilangkan anoreksia dan nausea dari uremia, menyebabkan
penurunan ureum dan perbaikan gejala. Hindari masukan berlebih dari kalium dan
garam. Kebutuhan jumlah kalori (sumber energi) untuk GGK harus adekuat dengan
tujuan utama, yaitu mempertahankan keseimbangan positif nitrogen, memelihara
status nutrisi dan memelihara status gizi. Intervensi diet diperlukan dengan klien
kerusakan fungsi ginjal dan termasuk regulasi asupan protein, asupan cairan untuk
menyeimbangkan kehilangan cairan, asupan natrium untuk menyeimbangkan
kerugian natrium, dan beberapa pembatasan kalium. Pada saat yang sama,
asupan kalori yang cukup dan vitamin harus dipastikan. Protein dibatasi karena
urea, asam urat, dan asam organik -hasil pecahan produk makanan dan protein
jaringan- menumpuk cepat dalam darah ketika ada gangguan pembersihan ginjal.
Diperbolehkan

makanan protein asalkan harus memenuhi nilai biologis tinggi

(produk susu, telur, daging). Protein tinggi nilai biologis adalah jenis makanan
yang melengkapi protein dan menyediakan asam amino esensial yang diperlukan
untuk pertumbuhan dan perbaikan sel. Kalori dipasok oleh karbohidrat dan lemak
untuk mencegah pemborosan.
Suplemen vitamin diperlukan karena diet pembatasan protein tidak
memberikan pelengkap yang diperlukan vitamin. Selain itu, pasien pada dialisis
mungkin kehilangan vitamin yang larut dalam air selama perawatan dialisis.
Hiperkalemia biasanya dicegah dengan memastikan perawatan dialisis yang
memadai dengan penghapusan kalium secara hati-hati, pemantauan diet, obatobatan,

dan

cairan

untuk

kalium

pasien.

Sodium

polystyrene

sulfonate

(Kayexalate) sebuah pertukaran resin kation- mungkin diperlukan untuk


hiperkalemia akut.
b. Kebutuhan cairan
Biasanya,cairan yang diperbolehkan per hari adalah 500 mL sampai 600 mL.
Bila ureum serum > 150 mg% kebutuhan cairan harus adekuat supaya jumlah
diuresis mencapai 2 L per hari. Biasanya diusahakan hingga tekanan vena
jugularis sedikit meningkat dan terdapat edema betis ringan. Pada beberapa
pasien,furosemid
(bumetamid,asam

dosis

besar

etakrinat)

(2500-1000mg/hari)
diperlukan

untuk

atau

deuretik

mencegah

loop

kelebihan

cairan,sementara pasien lain mungkin memerlukan suplemen natrium klorida atau


natrium bikarbonat.pengawasan dilakukan melalui berat badan, urin dan
pencatatan keseimbanan cairan (masukan melebihi keluaran sekitar 500ml).
c. Kebutuhan elektrolit dan mineral
Kebutuhan jumlah mineral dan elektrolit bersifat individual tergantung dari
LFG dan penyakit ginjal dasar (underlying renal disease). Yang sering ditemukan
adalah hiperkalemia dan asidosis berat. Untuk mencegah hiperkalemia dihindari
masukan kalium yang besar (batasi 19 hingga 60 mol/hari) deuretik hemat kalium,
obat obat yang berhubungan dengan ekresi kalium(misalnya,penghambat ACE
dan obat antiinflamsinonosteroid) asidosis berat, atau kekurangan garam yang
menyebabkan pelepasan kalium dari sel dan ikut dalam kaliuresis. Deteksi melalui
kadar kalium plasma dan EKG. Gejala gejala asidosis baru jelas bila bikarbonat
plasma kurang dari 15mol/liter biasanya terjadi pada pasien yang sangat
kekurangan garam dan dapat diperbaiki spontan dengan dehidrasi. Namun
perbaikan yang cepat dapat berbahaya.
d. Modifikasi terapi obat dengan fungsi ginjal
Banyak obat- obatan yang harus diturunkan dosisnya karena metaboliknya
toksik dan dikeluarkan oleh ginjal misalna digoksin aminoglikosid, analgesik
opiat,amfoteresin,

dan

alopurinol.juga

obat

obatan

yang

meningkatkan

katabolisme dan ureum darah misalnya tetrasiklin, kortikosteroid, dan sitostatik.

e. Deteksi dan terapi komplikasi


Awasi dengan ketat kemungkinan ensefalopati uremia, perikarditis neuropati
perifer, hiperkalemia yang meningkat, kelebihan cairan yang meningkat, infeksi
yang mengancam jiwa, kegagalan untuk bertahan, sehingga diperlukan dialysis.

Terapi simtomatik
a. Asidosis metabolic
Asidosis metabolic harus dikoreksi karena meningkat serum kalium
(hiperkalemia). Untuk mencegah dan mengobati asidosis metabolic dapat
diberikan suplemen alkali. Terapi alkali (sodium bicarbonat) harus segera diberikan
intarvena bila pH 7,35 atau serum bikarbonat 20 mEq/L.
b. Anemia
Anemia terkait dengan ESRD diobati dengan rekombinan eritropoietin
manusia (Epogen). Pasien anemia (hematokrit kurang dari 30%) dengan gejala
nonspesifik seperti malaise, kelelahan umum, dan penurunan toleransi aktivitas.
Terapi Erythropoietin dimulai untuk mencapai hematokrit 33% menjadi 38% dan
hemoglobin sasaran ( 12 g / dL), yang umumnya meredakan gejala anemia
(Brattich, 2007). Erythropoietin diberikan secara intravena atau subkutan tiga kali
seminggu pada pasien ESRD. Mungkin butuh 2 sampai 6 minggu untuk hematokrit
meningkat, karena itu, obat tidak diindikasikan untuk pasien yang membutuhkan
segera koreksi anemia berat. Efek samping pada terapi erythropoietin (khususnya
selama tahap awal pengobatan) adalah peningkatan pembekuan akses vaskuler
situs, kejang, dan penipisan penyimpanan besi tubuh (Zonderman & Doyle, 2006).
Manajemen

pemberian

mencegah

pembekuan

erytropoietin
darah

melibatkan

selama

pemberian

perawatan

heparin

hemodialisis,

untuk

frekuensi

pemantauan hemoglobin dan hematokrit, dan penilaian periodik serum besi dan
tingkat transferrin. Karena dibutuhkan simpanan zat besi yang cukup memadai
untuk merespon terapi, besi tambahan mungkin diresepkan. Suplemen zat besi
umum meliputi sukrosa besi (Venofer) dan ferri glukonat (Ferrlecit). Hipertensi yang
tidak

dapat

dikendalikan

adalah

kontraindikasi

untuk

terapi

rekombinan

eritropoietin.
Pasien yang telah menerima terapi eritropoietin melaporkan adanya
penurunan tingkat kelelahan, meningkatkan perasaan kesejahteraan, toleransi
yang lebih baik dari dialisis, tingkat energi yang lebih tinggi, dan meningkatkan
toleransi latihan. Selain itu, terapi ini mengalami penurunan kebutuhan transfusi
dan yang terkait risiko, termasuk penyakit menular darah, pembentukan antibodi,
dan kelebihan zat besi. Selain itu, transfusi darah misalnya Paked Red Cell (PRC)
juga merupakan salah satu pilihan terapi alternatif, murah, dan efektif. Terapi

pemberian transfusi darah harus hati-hati karena dapat menyebabkan kematian


c.

mendadak.
Keluhan gastrointestinal
Anoreksi, cegukan, mual dan muntah, merupakan keluhan yang sering
dijumpai pada GGK. Keluhan gastrointestinal ini merupakan keluhan utama (chief
complaint) dari GGK. Keluhan gastrointestinal yang lain adalah ulserasi mukosa
mulai dari mulut sampai anus. Tindakan yang harus dilakukan yaitu program terapi

dialisis adekuat dan obat-obatan simtomatik.


d. Kelainan kulit
Tindakan yang diberikan harus tergantung dengan jenis keluhan kulit.
e. Kelainan neuromuskular
Beberapa terapi pilihan yang dapat dilakukan yaitu terapi hemodialisis reguler yang
f.

adekuat, medikamentosa atau operasi subtotal paratiroidektomi.


Hipertensi
Bila tekanan darah tidak terkontrol , darah dapat terakselerasi dengan hasil
gagal jantung kiri.

Gagal jantung dan edema paru juga mungkin memerlukan

pengobatan dengan pembatasan cairan, diet rendah natrium, diuretik agen, agen
inotropik seperti digoxin (Lanoxin) atau dobutamin (Dobutrex), dan dialisis.
Hipertensi dikelola oleh kontrol volume intravaskular dan berbagai obat
antihipertensi. Pada pasien hipertensi dengan penyakit ginjal,keseimbangan garam
dan cairan diatur sendiri tanpa tergantung tekanan darah. Sering diperlukan
diuretik loop,selain obat antihipertensi. Asidosis metabolik ESRD biasanya tidak
menimbulkan gejala dan tidak memerlukan pengobatan, namun suplemen natrium
bikarbonat atau dialisis mungkin diperlukan untuk mengoreksi asidosis jika
menyebabkan gejala (Molzahn & Butera, 2006). Selain itu, Tekanan darah pasien
dan tingkat kalium serum dimonitor untuk mendeteksi hipertensi dan peningkatan
kalium serum tingkat, yang mungkin terjadi dengan terapi dan meningkatnya
massa RBC.
g. Kelainan sistem kardiovaskular
Tindakan yang diberikan tergantung dari kelainan kardiovaskular yang
diderita.
h. Mencegah dan tatalaksana penyakit tulang ginjal
Hiperfosfatemia dikontrol dengan obat yang mengikat fosfat seperti aliminium
hidroksida (300-1800mg) atau kalsium karbonat (500 300 mg) pada setiap
makan. Namun hati hati pada toksititas obat tersebut.diberikan suplemen vitanin
D dan dilakukan paratidektomi atas indikasi.
i.

j.

Deteksi dini dan terapi infeksi


Pasien uremia harus diterapi sebagai pasien imunosupresif dan diterapi lebih
ketat.
Calcium & Phosporus Binding

Hiperfosfatemia dan hipokalsemia diobati dengan obat yang mengikat fosfor


makanan di saluran pencernaan. Binder seperti kalsium karbonat (Os-Cal) atau
kalsium asetat (PhosLo) adalah contoh obat yang diresepkan, tetapi pasien yang
menerima obat ini beresiko mengalami hiperkalsemia. Jika kalsium tinggi atau
produk kalsium-fosfor melebihi 55 mg / dL, pengikat fosfat polimer seperti
sevelamer hidroklorida (Renagel) dapat diresepkan (Zonderman & Doyle, 2006).
Obat-obat ini mengikat fosfor makanan dalam saluran usus. Semua agen pengikat
harus diberikan bersama makanan agar efektif. Antasida berbasis magnesium
k.

dihindari untuk mencegah toksisitas magnesium


Antiseizure Agents
Kelainan neurologis dapat terjadi, sehingga pasien harus diamati untuk
munculnya tanda-tanda berkedut, sakit kepala, delirium, atau kejadian kejang saat
beraktivitas. Jika kejang terjadi, timbulnya waktu kejang harus dicatat bersama
dengan jenis, durasi, dan efek umum pada pasien. Dokter diberitahu segera. IV
diazepam (Valium) atau fenitoin (Dilantin) biasanya diberikan untuk mengontrol
kejang. Sisi rel tempat tidur harus ditinggikan dan di beri ganjalan (supaya empuk)

untuk melindungi pasien


Terapi pengganti ginjal
Terapi pengganti ginjal dilakukan pada penyakit ginjal kronik stadium 5, yaitu pada
LFG kurang dari 15 ml/menit. Terapi tersebut dapat berupa hemodialisis, dialisis
peritoneal, dan transplantasi ginjal (Suwitra, 2006).
a. Hemodialisis
Tindakan terapi dialisis tidak boleh terlambat untuk mencegah gejala toksik
azotemia, dan malnutrisi. Tetapi dialisis tidak boleh terlalu cepat pada pasien GGK
yang belum tahap akhir karena akan memperburuk faal ginjal (LFG). Komponen
hemodialisa :
1. Vaskuler

access

(pembuluh

darah

yang

digunakan

untuk

sarana

hemodialisa). Menurut sifatnya ada 2 macam :


- Sementara / temporer
1. Femoral pungsi
2. Subcalvia catheter
3. Scriner shunt
-

Permanen
1. Cimino shunt
2. Graf fistula

2. Hemodializer / dializer
Ginjal buatan / artificial kidney merupakan suatu kotak / tabung
tertutup yang terbagi atas 2 ruang / kompartmen oleh suatu membrane
semipermiabel yaitu komponen darah dan kompartmen dialiser- membran.

Terbuat dari polyakrikomtril (APN). Luas permukaan 0,8- 3 M2, untuk anakanak <1 m2
3. Water Treatment
Selama proses dialisis dibutuhkan air yang sudah dimurnikan dengan
proses osmosis (RO). Tujuannya agar air bebas dari logam, kotoran
mikroorganisme, elektrolit dan benda asing. Air yang dibutuhkan 0,51/ menit.
Satu jam membutuhkan 30 L air RO
4. Dialisat
Cairan konsentrasi tinggi yang digunakan untuk proses hemodialisis
tersedia pada jaringan galaon (5-10 L). Jenis cairan yang dipakai adalah
asetat dan bikarbonat. Saat berlangsung cairan dialisat bercampur dengan air
RO dengan perbandingan 1:34 (1 L air konsentrat : 34 liter air RO)
5. Selang dialysis / blood line
Terdiri dari 2 bagian besar :
1. Saluran arteri / inlet set yaitu saluran sebelum dializer. Warnanya merah
2. Saluran vena / out let yaitu saluran sesudah dializer. Warna biru.
Selan darah sebagian terbuat PVC, dilengkapi injection port / tempat untuk
memasukkan injeksi yang terbuat dari karet / latex
6. Pompa darah / blood pump : sangat penting untuk memasukkan kembali
darah ke dalam tubuh
7. Infus set
Untuk mengisi cairan NaCl ke selang HD dan dializer. Priming yaitu
pengisian pertama cairan pada selang HD
8. Monitoring
a. Blood line
b. Conductivity
c. Temperature
d. Arterial pressure
e. Venous pressure
f.

TMP (Trans Membranous Pressure)

9. Heparinisasi
Digunakan untuk mencegah terjadinya pembekuan pada slang daran
dan dializer. Ada beberapa maca, pemberian heparin, yaitu :
1. Minimal heparin
2. Intermitten heparin
3. Heparin continous
4. Haparin regional

b. Dialysis peritoneal (DP)


Indikasi tindakan terapi dialisi, yaitu indikasi absolute dan indikasi elektif. Beberapa
yang termasuk dalam indikasi absolute, yaitu perikarditis, enselopati / neuropati
azetemik, bendungan paru dan kelebihan cairan yang tidak responsive dengan
diuretic, hipertensi refrakter, muntah persisten, and blood uremic nitrogen (BUN)
120 mg% dan keratin

10mg%. indikasi elektif, yaitu LFG antara 5 dan 8

mL/menit/1,73 m , mual, anoreksia, muntah, dan asthenia berat (Sukandar, 2006).


Selain itu juga mengalami sindrom uremia, hipertansi sulit terkontrol, overload
cairan, persiapan preoperasi, oligura anuria (3- 5 hari), blood uremic nitrogen
(BUN) 120 mg% dan keratin 10mg%.
Hemodialisis di Indonesia dimulai pada tahun 1970 dan sampai sekarang
telah dilaksanakan di banyak rumah sakit rujukan. Umumnya dipergunakan ginjal
buatan yang kompartemen darahnya adalah kapiler-kapiler selaput semipermiabel
(hollow fibre kidney). Kualitas hidup yang diperoleh cukup baik dan panjang umur
yang tertinggi sampai sekarang 14 tahun. Kendala yang ada adalah biaya yang
mahal (Rahardjo, 2006).
Akhir-akhir ini sudah populer Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis
(CAPD) di pusat ginjal di luar negeri dan di Indonesia. Indikasi medik CAPD, yaitu
pasien anak-anak dan orang tua (umur lebih dari 65 tahun), pasien-pasien yang
telah menderita penyakit sistem kardiovaskular, pasien-pasien yang cenderung
akan mengalami perdarahan bila dilakukan hemodialisis, kesulitan pembuatan AV
shunting, pasien dengan stroke, pasien GGT (gagal ginjal terminal) dengan
residual urin masih cukup, dan pasien nefropati diabetik disertai co-morbidity dan
co-mortality. Indikasi non-medik, yaitu keinginan pasien sendiri, tingkat intelektual
tinggi untuk melakukan sendiri (mandiri), dan di daerah yang jauh dari pusat ginjal
(Sukandar, 2006).
c. Transplantasi ginjal
Transplantasi ginjal merupakan terapi pengganti ginjal (anatomi dan faal).
Pertimbangan program transplantasi ginjal, yaitu:
-

Cangkok ginjal (kidney transplant) dapat mengambil alih seluruh (100%)


faal ginjal, sedangkan hemodialisis hanya mengambil alih 70-80% faal
ginjal alamiah

Kualitas hidup normal kembali

Masa hidup (survival rate) lebih lama

Komplikasi (biasanya dapat diantisipasi) terutama berhubungan dengan


obat imunosupresif untuk mencegah reaksi penolakan

Biaya lebih murah dan dapat dibatasi

9.

Komplikasi Gagal Ginjal Kronik


a. Komplikasi keseimbangan cairan kelebihan cairn atau penurunan volume
intravaskuler
b. Komplikasi akibat ketidakseimbangan elektrolit disritmia jantung, henti jantung,
kejang.
c. Komlikasi kardiovaskular gagal jantung kongestif, hipertensi, hipertrofi ventrikel kiri,
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.
k.
l.
m.
n.

aritmia, henti jantung, hipotensi (dengn dehidrasi)


Komplikasi neurogis perubahan tingkat kesadaran, peningkatan TIK, kejang, koma
Komplikasi pernafasan kelebihan cairan, edema paru, gagal nafas.
Pendarahan dan anemia
Hipoglikemia
Infeksi
Kerusakan kulit pruritus, bekuan uremik, penyembuhan menurun
Retinopati hipertensif
Malformasi tulang dan gigi (reketsia gnjal)
Malnutrisi retardasi mental
Keterlambatan perkembangan seksual
Retardasi mental.

Вам также может понравиться

  • Penyuluhan TBC
    Penyuluhan TBC
    Документ3 страницы
    Penyuluhan TBC
    Achmad Adi
    Оценок пока нет
  • LP Nstemi
    LP Nstemi
    Документ29 страниц
    LP Nstemi
    Venni Istiani
    100% (1)
  • Laporan Pendahuluan
    Laporan Pendahuluan
    Документ15 страниц
    Laporan Pendahuluan
    Venni Istiani
    Оценок пока нет
  • Laporan Pendahuluan KB
    Laporan Pendahuluan KB
    Документ13 страниц
    Laporan Pendahuluan KB
    Venni Istiani
    Оценок пока нет
  • Anallisis Jurnal
    Anallisis Jurnal
    Документ3 страницы
    Anallisis Jurnal
    Venni Istiani
    Оценок пока нет
  • Definisi Persalinan
    Definisi Persalinan
    Документ19 страниц
    Definisi Persalinan
    Venni Istiani
    Оценок пока нет
  • Laporan Pendahulua
    Laporan Pendahulua
    Документ13 страниц
    Laporan Pendahulua
    Venni Istiani
    Оценок пока нет
  • LP Stemi Pci
    LP Stemi Pci
    Документ26 страниц
    LP Stemi Pci
    Venni Istiani
    Оценок пока нет
  • Kontusio Paru
    Kontusio Paru
    Документ19 страниц
    Kontusio Paru
    Venni Istiani
    Оценок пока нет
  • LP Peritonitis
    LP Peritonitis
    Документ17 страниц
    LP Peritonitis
    Venni Istiani
    Оценок пока нет
  • LP Abses Hepar
    LP Abses Hepar
    Документ13 страниц
    LP Abses Hepar
    sary_ners
    100% (2)
  • LP Hydrocephalus
    LP Hydrocephalus
    Документ17 страниц
    LP Hydrocephalus
    Venni Istiani
    Оценок пока нет
  • LP Cva Ich
    LP Cva Ich
    Документ31 страница
    LP Cva Ich
    Venni Istiani
    Оценок пока нет
  • Luka Bakar
    Luka Bakar
    Документ19 страниц
    Luka Bakar
    Venni Istiani
    Оценок пока нет
  • Nstemi
    Nstemi
    Документ34 страницы
    Nstemi
    Venni Istiani
    Оценок пока нет
  • Stemi
    Stemi
    Документ27 страниц
    Stemi
    Venni Istiani
    Оценок пока нет
  • LP Urethra Stricture
    LP Urethra Stricture
    Документ8 страниц
    LP Urethra Stricture
    Venni Istiani
    Оценок пока нет
  • CHORIOCARSINOMA
    CHORIOCARSINOMA
    Документ12 страниц
    CHORIOCARSINOMA
    Venni Istiani
    Оценок пока нет
  • LP Hydrocephalus
    LP Hydrocephalus
    Документ17 страниц
    LP Hydrocephalus
    Venni Istiani
    Оценок пока нет
  • Laporan Pendahuluan
    Laporan Pendahuluan
    Документ41 страница
    Laporan Pendahuluan
    Venni Istiani
    Оценок пока нет
  • Fr-Os Mandibula Parasympisis
    Fr-Os Mandibula Parasympisis
    Документ29 страниц
    Fr-Os Mandibula Parasympisis
    Venni Istiani
    Оценок пока нет
  • Laporan Pendahuluan Home Visit
    Laporan Pendahuluan Home Visit
    Документ22 страницы
    Laporan Pendahuluan Home Visit
    Venni Istiani
    Оценок пока нет
  • LAPORAN PENDAHULUAN Epiema
    LAPORAN PENDAHULUAN Epiema
    Документ15 страниц
    LAPORAN PENDAHULUAN Epiema
    Venni Istiani
    Оценок пока нет
  • Laporan Pendahuluan Fraktur Mandibula
    Laporan Pendahuluan Fraktur Mandibula
    Документ18 страниц
    Laporan Pendahuluan Fraktur Mandibula
    Venni Istiani
    100% (1)
  • PREEKLAMSIA
    PREEKLAMSIA
    Документ29 страниц
    PREEKLAMSIA
    Venni Istiani
    Оценок пока нет
  • Orif
    Orif
    Документ8 страниц
    Orif
    Venni Istiani
    Оценок пока нет
  • CHORIOCARSINOMA
    CHORIOCARSINOMA
    Документ12 страниц
    CHORIOCARSINOMA
    Venni Istiani
    Оценок пока нет
  • Fetal Compromise
    Fetal Compromise
    Документ9 страниц
    Fetal Compromise
    Venni Istiani
    Оценок пока нет
  • LP Soft Tissue Tumor
    LP Soft Tissue Tumor
    Документ11 страниц
    LP Soft Tissue Tumor
    Venni Istiani
    Оценок пока нет