Вы находитесь на странице: 1из 6

Berbicara

mengenai sejarah kota Bandung, tentu tidak akan lepas dari


sejarah berdirinya Kabupaten Bandung yang merupakan cikal bakal
terbentuknya Kota Bandung.
Sekitar tahun 1488, daerah Bandung dikenal dengan sebutan "Tata
Ukur", dibawah kekuasaan kerajaan kecil bernama
"Timbanganten",.dengan bukota Tegalluar", dan rajanya bernama
Dipati Ukur. Timbanganten sendiri merupakan wilayah yang cukup
luas, mencakup sebagian wilayah besar Jawa Barat dan dibawah
kerajaan besar bernama "Pajajaran".
Setelah kerajaan sunda "Pajajaran" runtuh (Tahun 1579-1580), "Tata
Ukur" pun menjadi kekuasaan Kerajaan "Sumedang Larang" (Penerus
Kerajaan Pajajaran) Sejak itu Tata Ukur dikenal dengan nama
"Priangan", sehingga daerah kekuasaan Sumedang Larang meliputi

daerah "Priangan", kecuali Galuh (Ciamis).


Tahun 1620, Kerajaan Sumedang Larang menjadi bagian daerah
kerajaan besar "Mataram" yang dipimpin Sultan Agung. Setelah
mengalami banyak proses, Daerah Priangan (diluar Sumedang dan
Galuh), oleh Mataram akhirnya dibagi menjadi tiga Kabupaten, yaitu
Kabupaten Bandung, Kabupaten Parakan Muncang dan Kabupaten
Sukapura, dengan masing-masing dipimpin oleh Mantri Agung
(Bupati) yang dilantik langsung di Mataram (berdasarkan Piagam
"Sultan Agung", pada hari Sabtu 9 Muharam tahun alif, pada
penanggalan Jawa).
Bupati Kabupaten Bandung yang pertama diangkat
adalah Tumenggung Wiraangunangun, pada tahun 1631. Beliau
kemudian membangun daerah bernama "Krapyak", ditepi sungai
Citarum (sekarang bernama Dayeuhkolot, Bandung Selatan), untuk
dijadikan pusat atau Ibukota Kabupaten Bandung, yang masih
dibawah Kerajaan Mataram.

Pada tahun 1677, Kabupaten Bandung jatuh ketangan Kompeni (VOC)


dari tangan Mataram.Selama itu, Kabupaten Bandung dipimpin secara
turun temurun oleh enam orang Bupati.Tumenggung
Wiraangunangun (Bupati pertama) angkatan Mataram, memerintah
dari tahun 1632-1681. Lima bupati lainnya adalah bupati angkatan
Kompeni, yakni Tumenggung Ardikusumah (1681-1704), Tumenggung
Anggadireja I (1704-1747), Tumenggung Anggadireja II (1747-1763), R.
Anggadireja III atau R.A. Wiranatakusumah I (1763-1794) dan R.A.
Wiranatakusumah II (Dalem Kaum I), yang memerintah darit ahun
1794 -1829.

Perkembangan transportasi dalam sejarah bergerak dengan sangat perlahan,


berevolusi dengan terjadi perubahan sedikit-demi sedikit, yang sebenarnya diawali
dengan perjalanan jarak jauh berjalan kaki pada zaman paleolithic. Sejarah
manusia menunjukkan bahwa selain berjalan kaki juga dibantu dengan
pemanfaatan hewan yang menyeret suatu muatan yang tidak bisa diangkat oleh
manusia dan penggunaan rakit di sungai. Beberapa rekaman mengenai transportasi
terekam dalam relief yang dipahat di batu pada daerah Mesir Kuno dan daerah
sekitarnya seperti ditunjukkan dalam gambar.
Transportasi diawali dengan penemuan roda pada sekitar 3500 tahun sebelum
masehi yang digunakan untuk mempermudah memindahkan suatu barang. Pada
tabel[2][3] berikut ditunjukkan perkembangan didalam transportasi dari jaman ke
jaman. Tetapi sebelumnya tentu ada pergerakan manusia ke Benua Australia yang
diperkirakan terjadi 40.000 sampai 45.000 tahun yang lalu menggunakan suatu
bentuk transportasi maritim.

1. Kota yang berawal dari pusat perdagangan.


Di Indonesia kota-kota yang berasal dari kegiatan perdagangan, antara lain
adalah Surabaya, Jakarta dan Makassar. Kota-kota ini merupakan kota
perdagangan yang ramai.
2. Kota yang berawal dari pusat perkebunan.
Pembukaan lahan baru untuk areal perkebunan berdampak pada
pembuatan permukiman baru yang kemudian berkembang menjadi kota.
Contohnya: Sukabumi (perkebunan teh), Ambarawa (perkebunan kopi),
dan Jambi (perkebunan karet).
3. Kota yang berawal dari pusat pertambangan.
Kota-kota di Indonesia yang berkembang dari perluasan daerah
pertambangan, antara lain Pangkal Pinang dan Tanjung Pandan
(pertambangan timah), Palembang dan Plaju (tambang minyak bumi),
Samarinda, Tarakan, Balikpapan (tambang minyak Bumi).

Tingginya permintaan hasil industri perkebunan yang berorientasi


ekspor mendorong pemerintah Belanda membangun pabrik untuk
pengolahan hasil perkebunan, salah satunya adalah pabrik gula. Pada
masa itu gula merupakan komoditas ekspor yang sangat penting bagi
Hindia Belanda bahkan Hindia Belanda termasuk sebagai salah satu
negara pengekspor gula terbesar di dunia. Pada tahun 1885, jumlah
pabrik gula di Jawa ada 95, belum termasuk di wilayah vorstenlanden.
Puncak kejayaan industri gula terjadi pada tahun 1930, dimana
sebanyak 203 pabrik gula telah berdiri kukuh di Jawa. Hal inilah yang
mendorong pertumbuhan kota-kota pedalaman beserta fasilitasnya.
Klaten juga merupakan salah satu wilayah pedalaman yang sangat
ideal untuk perkebunan tebu karena didukung tanahnya yang subur
dan ketersediaan sumber air yang melimpah. Berdasarkan data tahun
1863, ada 9 pabrik gula di Klaten diantaranya Jungkare, Gondang
Winangun, Gondang Wedi, Ceper, Kapitu, Kemuda, Delanggu,

Junggrangan, dan Sepuluh. Salah satu diantara yang masih aktif


beroperasi adalah Pabrik Gula Gondang Baru.
Pabrik Gula (PG) Gondang Baru terletak di Jalan Raya Yogyakarta
Surakarta, Desa Plawikan (Gondang Winangun), Kecamatan
Jogonalan, Kabupaten Klaten, Provinsi Jawa Tengah, atau sekitar 5
km dari Kota Klaten ke arah Yoyakarta.

BONUS:

Вам также может понравиться