Вы находитесь на странице: 1из 16

CASE BASED DISCUSSION

SEORANG PASIEN DENGAN GASTRITIS EROSIF


Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu Syarat
Untuk Program Pendidikan Profesi Dokter Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung Semarang

DisusunOleh:
Farhan Aditya Permana
01.205.4984

Pembimbing
dr. Hj. Pasid Harlisa, Sp.KK

KEPANITERAAN KLINIK
ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG
2016

BAB I
PENDAHULUAN
Herpes zoster merupakan salah satu penyakit kulit akibat infeksi virus,
yaitu
reaktivasi virus varisela zoster. Insidennya meningkat seiring bertambahnya
usia,
di
mana
lebih dari 2/3 kasus terjadi pada usia lebih dari 50 tahun dan kurang dari
10% di bawah 20 tahun. Meingkatnya insidensi pada usia lanjut ini berkaitan
dengan
menurunnya
respon
imun
dimediasi sel yang dapat pula terjadi pada pasien imunokompromais seperti
pasien HIVAIDS, pasien dengan keganasan, dan pasien yang mendapat obat
imunosupresi.
Namun,
insidensinya
pada
pasien
imunokompeten
pun
besar.
Herpes zoster sendiri meskipun bukan penyakit yang life-threatening,
namun
dapat
menggangu pasien sebab dapat timbul rasa nyeri. Lebih lanjut lagi nyeri
yang
dialami
saat
timbul lesi kulit dapat bertahan lama, hingga berbulan-bulan lamanya
sehingga
dapat
menggangu kualitas hidup pasien suatu keadaan yang disebut dengan
postherpetic
neuralgia. Prevalensi herpes zoster di Indonesia diprediksi kecil, yakni hanya
mencakup
1%.
Menurut Standar Kompetensi Dokter Indonesia (SKDI) yang diterbitkan
oleh
Konsil
Kedokteran Indonesia (KKI) pada tahun 2012, tercantum bahwa herpes
zoster
merupakan
daftar masalah dermatologi yang perlu ditangani oleh dokter. Kompetensi
herpes
zoster
tanpa
komplikasi bagi dokter umum adalah 4A, yang berarti level kompetensi
tertinggi
yang
perlu
dicapai oleh dokter umum, di mana dokter dapat mengenali tanda klinis,
mendiagnosis,
menatalaksana hingga tuntas kecuali pada perjalanannya timbul komplikasi.

Berkaca dari hal tersebut, presentasi kasus ini dimaksudkan untuk


menambah
pemahaman klinis mahasiswa tentang penyakit herpes zoster tanpa
komplikasi,
mulai
dari
anamnesis, pemeriksaan fisik, diagnosis, hingga penatalaksanaan. Setelah
pemaparan
kasus
ini diharapkan mahasiswa dapat memiliki informasi yang semakin kaya
tentang
herpes
zoster
sehingga dalam pelayanan primer di masa yang akan datang kompetensi
yang
disyaratkan
dalam SKDI dapat sepenuhnya tercapai.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi
Herpes zoster merupakan sebuah manifestasi oleh reaktivasi virus
Varisela-zoster laten dari saraf pusat dorsal atau kranial. Virus varicella
zoster bertanggung jawab untuk dua infeksi klinis utama pada manusia yaitu
varisela atau chickenpox (cacar air) dan Herpes zoster. Varisela merupakan
infeksi primer yang terjadi pertama kali pada individu yang berkontak
dengan virus varicella zoster. Virus varisela zoster dapat mengalami
reaktivasi, menyebabkan infeksi rekuren yang dikenal dengan nama Herpes
zoster atau Shingles. Pada usia di bawah 45 tahun, insidens herpes zoster
adalah 1 dari 1000, semakin meningkat pada usia lebih tua.3
Patogenesis
Herpes zoster disebabkan oleh reaktivasi virus varicella zoster yang
laten di dalam ganglion posterior atau ganglion intrakranial. Virus dibawa ke
tepi ganglion spinal atau ganglion trigeminal, kemudian menjadi laten.
Varicella zoster merupakan virus rantai ganda DNA, anggota famili virus
herpes yang tergolong virus neuropatik atau neurodermatotropik. Reaktivasi
virus varicella zoster dapat dipicu oleh berbagai faktor seperti pembedahan,
penyinaran, lanjut usia, dan keadaan tubuh yang lemah meliputi malnutrisi,

seseorang yang sedang dalam pengobatan imunosupresan jangka panjang,


atau menderita penyakit sistemik. Jika virus ini menyerang ganglion anterior,
maka menimbulkan gejala gangguan motorik.3,4

Gambar 2 Patogenesis infeksi herpes zoster (Sumber:


medscape.com)

Gambaran Klinis

Lesi herpes zoster dapat mengenai seluruh kulit tubuh maupun


membran mukosa. Herpes zoster biasanya diawali dengan gejala-gejala
prodromal selama 2-4 hari, yaitu sistemik (demam, pusing, malaise), dan
lokal (nyeri otot-tulang, gatal, pegal). Setelah itu akan timbul eritema yang
berubah menjadi vesikel berkelompok dengan dasar kulit yang edema dan
eritematosa. Vesikel tersebut berisi cairan jernih, kemudian menjadi keruh,
dapat menjadi pustul dan krusta. Jika mengandung darah disebut sebagai
herpes zoster hemoragik. Jika disertai dengan ulkus dengan sikatriks,
menandakan infeksi sekunder.4
Masa tunas dari virus ini sekitar 7-12 hari, masa aktif berupa lesi baru
yang tetap timbul, berlangsung seminggu, dan masa resolusi berlangsung 12 minggu. Selain gejala kulit, kelenjar getah bening regional juga dapat
membesar. Penyakit ini lokalisasinya unilateral dan dermatomal sesuai
persarafan. Saraf yang paling sering terkena adalah nervus trigeminal,
fasialis, otikus, C3, T3, T5, L1, dan L2. Jika terkena saraf tepi jarang timbul
kelainan motorik, sedangkan pada saraf pusat sering dapat timbul gangguan

motorik akibat struktur anatomisnya. Gejala khas lainnya adalah hipestesi


pada daerah yang terkena.4,5

Gambar 3 Gambaran klinis herpes zoster (Sumber: Fitzpatrick)

Dermatom
Dermatom adalah area kulit yang dipersarafi terutama oleh satu saraf
spinalis. Masing masing saraf menyampaikan rangsangan dari kulit yang
dipersarafinya ke otak. Dermatom pada dada dan perut seperti tumpukan
cakram yang dipersarafi oleh saraf spinal yang berbeda, sedangkan
sepanjang lengan dan kaki, dermatom berjalan secara longitudinal
sepanjang anggota badan. Dermatom sangat bermanfaat dalam bidang
neurologi untuk menemukan tempat kerusakan saraf saraf spinalis. Virus
yang menginfeksi saraf tulang belakang seperti infeksi herpes zoster
(shingles), dapat mengungkapkan sumbernya dengan muncul sebagai lesi
pada dermatom tertentu.

Gambar 4 Gambaran dermatom sensorik tubuh manusia (Sumber: Duus6)


Komplikasi
Postherpetic neuralgia
Postherpetic neuralgia merupakan komplikasi herpes zoster yang
paling sering terjadi. Postherpetic neuralgia terjadi sekitar 10-15 % pasien
herpes zoster dan merusak saraf trigeminal. Resiko komplikasi meningkat
sejalan dengan usia. Postherpetic neuralgia didefenisikan sebagai gejala
sensoris, biasanya sakit dan mati rasa. Rasa nyeri akan menetap setelah
penyakit tersebut sembuh dan dapat terjadi sebagai akibat penyembuhan
yang tidak baik pada penderita usia lanjut. Nyeri ini merupakan nyeri
neuropatik yang dapat berlangsung lama bahkan menetap setelah erupsi
akut herpes zoster menghilang.4,7

Gambar 5 Jaras sensorik nyeri (Sumber: Fitzpatrick)


Postherpetic neuralgia merupakan suatu bentuk nyeri neuropatik yang
muncul oleh karena penyakit atau luka pada sistem saraf pusat atau tepi,
nyeri menetap dialami lebih dari 3 bulan setelah penyembuhan herpes
zoster. Penyebab paling umum timbulnya peningkatan virus ialah penurunan
sel imunitas yang terkait dengan pertambahan umur. Berkurangnya imunitas
di kaitkan dengan beberapa penyakit berbahaya seperti limfoma, kemoterapi
atau radioterapi, infeksi HIV, dan penggunaan obat immunesuppressan
setelah operasi transplantasi organ atau untuk manajemen penyakit (seperti
kortikoteroid) juga menjadi faktor risiko.8,9
Postherpetic neuralgia dapat diklasifikasikan menjadi neuralgia
herpetik akut (30 hari setelah timbulnya ruam pada kulit), neuralgia herpetik
subakut (30-120 hari setelah timbulnya ruam pada kulit), dan postherpetic
neuralgia (di defenisikan sebagai rasa sakit yang terjadi setidaknya 120 hari
setelah timbulnya ruam pada kulit).9
Postherpetic neuralgia memiliki patofisiologi yang berbeda dengan
nyeri herpes zoster akut, dapat berhubungan dengan erupsi akut herpes
zoster yang disebabkan oleh replikasi jumlah virus varicella zoster yang
besar dalam ganglia yang ditemukan selama masa laten. Oleh karena itu,
mengakibatkan inflamasi atau kerusakan pada serabut syaraf sensoris yang
berkelanjutan, hilang dan rusaknya serabut-serabut syaraf atau impuls
abnormal, serabut saraf berdiameter besar yang berfungsi sebagai inhibitor
hilang atau rusak dan mengalami kerusakan terparah. Akibatnya, impuls

nyeri ke medulla spinalis meningkat sehingga pasien merasa nyeri yang


hebat.5,8
Herpes Zoster Oftalmikus
Herpes zoster oftalmikus disebabkan oleh infeksi cabang pertama
nervus trigeminus sehingga manifestasinya pada mata, selain itu juga
memengaruhi cabang kedua dan ketiga. Jika cabang nasosiliar bagian luar
terlibat, dengan vesikel pada ujung dan tepi hidung (Hutchinsons sign),
maka keterlibatan mata dapat jelas terlihat. Vesikel pada margo palpebra
juga harus diperhatikan. Kelainan pada mata yang sering terjadi adalah
uveitis dan keratitis, akan tetapi dapat pula terjadi glaukoma, neuritis optik,
ensefalitis, hemiplegia, dan nekrosis retina akut.4,5

Gambar 6 Gambaran klinis herpes zoster oftalmikus (Sumber: Fitzpatrick)


Diagnosis
Penegakan diagnosis herpes zoster umumnya didasari gambaran
klinis.5 Komponen utama dalam penegakan diagnosis adalah terdapatnya (1)
gejala prodromal berupa nyeri, (2) distribusi yang khas dermatomal, (3)
vesikel berkelompok, atau dalam beberapa kasus ditemukan papul, (4)
beberapa kelompok lesi mengisi dermatom, terutama dimana terdapat
nervus sensorik, (5) tidak ada riwayat ruam serupa pada distribusi yang
sama (menyingkirkan herpes simpleks zosteriformis), (6) nyeri dan allodinia
(nyeri yang timbul dengan stimulus yang secara normal tidak menimbulkan
nyeri) pada daerah ruam.10
Pemeriksaan laboratorium direkomendasikan bila lesi atipikal seperti
lesi rekuren, dermatom yang terlibat multipel, lesi tampak krusta kronis atau
nodul verukosa dan bila lesi pada area sakral sehingga diragukan

patogennya virus varisela zoster atau herpes simpleks. Pemeriksaan


laboratorium yang dapat dilakukan adalah PCR yang berguna pada lesi
krusta, imunoflouresensi direk dari spesimen lesi vesikular, dan kultur virus
yang tidak efektif karena membutuhkan waktu 1-2 minggu.1,10

Gambar 7 Pemeriksaan Tzanck, dengan pewarnaan wright terlihat sel


giant multinuklear; sedangkan pada imunofluoresensi direk pendaran warna
hijau mengindikasikan terdapatnya antigen virus varisela zoster
Diagnosis Banding4
1. Herpes simpleks (bersinonim dengan cold sore, herpes febrilis,
herpes labialis, herpes gladiatorium, scrum pox, herpes
genitalis)11
Penyebabnya satu golongan (famili Herpesviridae). Umumnya
infeksi awal HHV asimptomatik kecuali pada virus golongan VZV
yang simptomatik berupa varicella. HHV akan laten di neuron
atau sel limfoid, mengalami reaktivasi jika sisstem imun tidak
adekuat. Infeksi herpes simpleks umumnya melalui kontak
langsung kulit dan mukosa, jarang yang menyebar melalui
aerosol. Untuk herpes simpleks sendiri (HSV), bentuknya pada
umumnya atipik berbentuk plakat eritematosa, maupun erosi
kecil.
Herpes primer umumnya asimptomatik atau gejala yang tidak
khas, berupa vesikel serta limfadenopati regional. Gejala
prodromal berupa demam, sakit kepala, malaise, dan mialgia

yang terjadi 3-4 hari setelah lesi timbul, membaik dalam 3-4 hari
kemudian.
Virus HSV diklasifikasikan secara biologis menjadi HSV-1 yang
sering ditemukan di wajah dan bibir serta jarang di mukosa;
serta
HSV-2
yang
sering
bermanifestasi
sebagai
gingivostomatitis, vulvovaginitis, uretritis dan cenderung
ditransmisikan
secara
seksual.
Erupsi
yang
berbentuk
zosteriform dapat terjadi pada HSV zosteriform yang pada
umumnya jarang terjadi.
2. Angina pektoris atau penyakit reumatik, bila nyeri sebagai gejala
prodrormal terdapat di daerah setinggi jantung
Tatalaksana
Tujuan penatalaksanaan herpes zoster adalah mempercepat proses
penyembuhan, mengurangi keparahan dan durasi nyeri akut dan kronik,
serta mengurangi risiko komplikasi.1,5 Untuk terapi simtomatik terhadap
keluhan nyeri dapat diberikan analgetik golongan NSAID seperti asam
mefenamat 3 x 500mg per hari, indometasin 3 x 25 mg per hari, atau
ibuprofen 3 x 400 mg per hari.12 Kemudian untuk infeksi sekunder dapat
diberikan
antibiotik.4
Sedangkan
pemberian
antiviral
sistemik
13
direkomendasikan untuk pasien berikut :
1. Infeksi menyerang bagian kepala dan leher, terutama mata (herpes
zoster oftalmikus). Bila tidak diterapi dengan baik, pasien dapat
mengalami keratitis yang akan menyebabkan penurunan tajam
penglihatan dan komplikasi ocular lainnya.
2. Pasien berusia lebih dari 50 tahun.
3.
Herpes zoster diseminata (dermatom yang terlibat multipel)
direkomendasikan pemberian antiviral intravena.
4. Pasien yag imunokompromais seperti koinfeksi HIV, pasien kemoterapi,
dan pasca transplantasi organ atau bone marrow. Pada pasien HIV,
terapi dilanjutkan hingga seluruh krusta hilang untuk mengurangi risiko
relaps; dan
5. Pasien dengan dermatitis atopik berat
Obat antiviral yang dapat diberikan adalah asiklovir atau modifikasinya,
seperti valasiklovir, famsiklovir, pensiklovir. Obat antiviral terbukti efektif bila
diberikan pada tiga hari pertama sejak munculnya lesi, efektivitas pemberian
di atas 3 hari sejauh ini belum diketahui. 13 Dosis asiklovir adalah 5 x 800mg
per hari dan umumnya diberikan selama 7-10 hari. Sediaan asiklovir pada
umumnya adalah tablet 200 mg dan tablet 400 mg. Pilihan antiviral lainnya

adalah valasiklovir 3 x 1000mg per hari, famsiklovir atau pensiklovir 3 x 250


mg per hari, ketiganya memiliki waktu paruh lebih panjang dari asiklovir. 4,10
Obat diberikan terus bila lesi masih tetap timbul dan dihentikan 2 hari
setelah lesi baru tidak timbul lagi.4
Untuk pengobatan topikal, pada lesi vesikular dapat diberikan bedak
kalamin atau phenol-zinc untuk pencegahan pecahnya vesikel. Bila vesikel
sudah pecah dapat diberikan antibiotik topical untuk mencegah infeksi
sekunder. Bila lesi bersifat erosif dan basah dapat dilakukan kompres
terbuka.4,12
Sebagai edukasi pasien diingatkan untuk menjaga kebersihan lesi agar
tidak terjadi infeksi sekunder. Edukasi larangan menggaruk karena garukan
dapat menyebabkan lesi lebih sulit untuk sembuh atau terbentuk skar
jaringan parut, serta berisiko terjadi infeksi sekunder. Selanjutnya pasien
tetap dianjurkan mandi, mandi dapat meredakan gatal. Untuk mengurangi
gatal dapat pula menggunakan losio kalamin. Untuk menjaga lesi dari kontak
dengan pakaian dapat digunakan dressing yang steril, non-oklusif, dan nonadherent.14
Pasien dengan komplikasi neuralgia postherpetic dapat diberikan terapi
kombinasi atau tunggal dengan pilihan sebagai berikut14 :
1. Antidepresan trisiklik seperti amitriptilin dengan dosis 10-25 mg per hari
pada malam hari;

2. Gabapentin bila pemberian antidepresan tidak berhasil. Dosis gabapentin


100-300mg per hari

3. Penambahan opiat kerja pendek, bila nyeri tidak tertangani dengan


gabapentin atau antidepresan trisiklik saja;

4. Kapsaicin topical pada kulit yang intak (lesi telah sembuh), pemberiannya
dapat menimbulkan sensasi terbakar; dan

5. Lidocaine patch 5% jangka pendek.


Pada herpes zoster otikus (sindroma Ramsay Hunt) diindikasikan
pemberian kortikosteroid. Kortikosteroid oral diberikan sedini mungkin untuk
mencegah paralisis dari nervus kranialis VII. Dosis prednisone 3 x 20 mg per
hari,
kemudian
perlu
dilakukan
tapering
off setelah satu minggu. Pemberiannya dikombinasikan dengan obat antiviral
untuk mencegah fibrosis ganglion karena kortikosteroid menekan imunitas.
Namun perlu diingat kontraindikasi relatif atau absolut kortikosteroid seperti
diabetes mellitus.14 Pada komplikasi seperti ini, rujukan kepada spesialis
terkait sangat dianjurkan.

BAB III
LAPORAN KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama
: Bpk.JA
Umur
: 29 tahun
Jenis kelamin
: Laki-laki
Agama
: Islam
Pekerjaan : Karyawan swasta
Alamat
: Genuk sari
Tanggal periksa: 21 september 2016
ANAMNESIS
Anamanesis dilakukan secara autoanamnesis dengan pasien pada tanggal
21 september 2016 di poliklinik kulit dan kelamin RSI Sultan Agung
Semarang pikul 11:00

a.KELUHAN UTAMA
bentol berisi cairan di daerah punggung
b.RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG

Lokasi
: pada punggungkanan dan dada kanan
Onset
: sejak 3 hari yang lalu
Kualitas
:bentol semakin hari semakin banyak jumlahnya dan
terasa nyeri
Kuantitas
: penyakit ini sangat menggangu terutama waktu
tidur
Faktor memperberat
: tidak didapatkan
Faktor memperingan
: tidak di dapatkan
Gejala penyerta : rasa panas dan nyeri di daerah bentolan
Kronologi
Pasien datang ke poli klinik kulit dan kelamin RSI Islam Sultan Agung
Semarang dengan keluhan keluar bentol berisi cairan pada daerah
punggung kanan dan dada kanan. Keluhan ini dirasakan sejak 3 hari
yang lalu. Pasien mengaku awalnya timbul rasa panas pada daerah
bentolan kemudian keesokan harinya muncul bentol berisi cairan yang
disertai rasa panas dan nyeri.

c.RIWAYAT PENYAKIT DAHULU

Saat kecil pasien pernah menderita penyakit cacar, tetapi tidak pernah
ada keluhan seperti ini disaat dewasa
Riwayat alergi obat disangkal
Riwayat asma disangkal
Riwayat alergi makanan di sangkal
Riwayat Diabetes melitus disangkal
Riwayat hipertensi disangkal

d.RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA

Tidak ada keluarga yang mengalami penyakit serupa


Tidak ada keluarga yang memiliki alergi

e.RIWAYAT SOSIAL EKONOMI

pasien berobat dengan menggunakan biaya pribadi.


Kesan ekonomi cukup

PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriklsaan fisik dilakukan pada tanggal 21 september 2016 di poliklinik
kulit dan kelamin RSI Sultan Agung Semarang pikul 11:00
a.STATUS GENERALIS

TENSI
NADI
KEADAAN UMUM
THORAK
ABDOMEN
EKSTREMITAS

: tidak dilakukan pemeriksaan


: 96x/menit
: sadar
:tidak dilakukan pemeriksaan
: tidak dilakukan pemeriksaan
:dalam batas normal

b.STATUS DERMATOLOGIK
1.inspeksi

Gambar 1 Lokasi pada punggung kanan

Gambar 2 lokasi pada dada kanan

Lokasi 1
UKK
Lokasi 2
UKK

: punggung kanan
:ditemukan vesikel berkelompok dengan dasar eritem
: dada kanan
: ditemukan vesikel berkelompok dengan dasar eritem

DIAGNOSA BANDING

Herpes simpleks

PEMERIKSAAN PENUNJANG (YANG DIUSULKAN)

Tzank test /pengecatan giemsa

DIAGNOSA KERJA

Herpes zozter thorakal X dextra

PENGOBATAN

Medikamentosa
Asiclovir 5x 800mg per hari selama 7 hari
Asam mefenamat 3x500mg per hari
Non medikamentosa

Istirahat yang cukup


Lesi jangn sampai pecah dengan cara tidur pada sisi tubuh yang sehat

PROGNOSIS
Ad vitam

: dubia ad bonam

Ad sanam

: dubia ad bonam

Ad kosmetika

: dubia ad bonam

BAB IV
KESIMPULAN
Herpes zoster adalah penyakit yang di akibatkan oleh virus variselazoster yang menyerang kulit dan mukosa. Infeksi inimerupakan reaktifasi
virus setelah infeksi primer. Virus ini berdiam di ganglion posterior susunan
syaraf tepi sehingga kelainan kulit yang timbul sesuai dengan tingkat
persyarafan ganglion tersebut.dengan gejala khas di kulit berupa vesikel
berkelompok dengan dasar eritem.

DAFTAR PUSTAKA
1. Gnann JW, Whitley RJ. Herpes Zoster. N. Engl. J. Med.
2002;347(5):3406.
2. Konsil Kedokteran Indonesia. Standar Kompetensi Dokter
Indonesia (SKDI) 2012. Jakarta; 2012.
3. James WD, Berger T, Elston D. Andrews diseases of the skin.
Philadelphia: Elsevier Saunders; 2011.
4. Handoko R. Penyakit virus. In: Djuanda A, Hamzah M, Aisah S,
editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin. Edisi kelima.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;
5. Straus SE, Oxman MN, Schmader KE. Varicella and herpes zoster.
In: Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell
DJ, editors. Fitzpatricks Dermatol. Gen. Med. 7th ed.
6. Baehr M, Frotscher M. Duus topical diagnosis in neurology. 4th
ed. New York: Thieme; 2005.
7. Tunsuriyawong S, Puavilai S. Herpes zoster, clinical course and
associated diseases: A 5- year retrospective study at Tamathibodi
Hospital. J. Med. Assoc. Thail. Chotmaihet Thangphaet. 2005
May;88(5):67881.

Вам также может понравиться