Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
PEMBAHASAN
Besi (Fe) adalah biaya yang relatif rendah dan memiliki tinggi aktivitas air-gasshift, dan karena itu lebih cocok untuk rasio hidrogen / karbon monoksida (H2 /
CO) syngas yang lebih rendah seperti yang berasal dari gasifikasi batubara
Cobalt (Co) lebih aktif, dan umumnya lebih disukai daripada ruthenium (Ru)
Mengingat kendala ini, katalis FT tersedia secara komersial yang baik berbasis
kobalt atau besi. Selain logam aktif, katalis Fe setidaknya biasanya berisi sejumlah
promotor, termasuk kalium dan tembaga, serta pengikat luas permukaan yang tinggi /
mendukung seperti silika dan / atau alumina.
Hanya besi katalis FT saat ini digunakan secara komersial untuk mengkonversi
syngas batubara yang diturunkan ke FT cairan, yang melekat kemampuan pergeseran
gas air diberikan Fe katalis untuk meningkatkan rasio H2/CO dari syngas yang
diturunkan dari batubara, dengan demikian meningkatkan hasil produk hidrokarbon
dalam sintesis FT . Katalis Fe dapat dioperasikan di kedua suhu tinggi (300-350 C)
dan suhu rendah (220-270 C), sedangkan katalis Co hanya digunakan dalam kisaran
suhu rendah. Hal ini merupakan konsekuensi dari suhu yang lebih tinggi yang
menyebabkan pembentukan metana lebih, yang lebih buruk bagi Co dibandingkan
dengan Fe.
Katalis Co 230 kali lebih mahal daripada Fe tetapi merupakan alternatif yang
berguna untuk katalis Fe dalam FT sintesis karena menunjukkan aktivitas pada tekanan
sintesis yang lebih rendah, sehingga biaya katalis yang lebih tinggi dapat diimbangi
dengan biaya operasi yang lebih rendah. Tingkat deposisi kokas lebih tinggi untuk
katalis Fe dibandingkan katalis Co. Akibatnya, katalis Co memiliki daya tahan lebih
lama.
2. Bergius Proses
One of the main methods of direct conversion of coal to liquids by hydrogenation
process is the Bergius process.
In this process, coal is liquefied by mixing it with hydrogen gas and heating the
system (hydrogenation). Dry coal is mixed with heavy oil recycled from the
process. Catalyst is typically added to the mixture. The reaction occurs at between 400
C (752 F) to 5,000 C (9,030 F)and 20 to 70 MPa hydrogen pressure. The reaction
can be summarized as follows:
nC + (n+1)H2
CnH2n +2
In this process, the finely powdered coal is completed keen on a paste through
heavy oil and a catalyst powder (tin or nickel oleate) is mixed with it. The paste is
pumped along with hydrogen gas into the converter, where the synthetic paste is heated
to 400 - 450C under a pressure of 200 - 250 atm.
During this process hydrogen combines with coal to form saturated higher
hydrocarbons, which experience additional decay at superior temperature to acquiesce
combination of lesser hydrocarbons
Pencairan batubara metode langsung atau dikenal dengan Direct Coal LiquefactionDCL,dikembangkan cukup banyak oleh negara Jerman dalam menyediakan bahan
bakar pesawat terbang. Proses ini dikenal dengan Bergius Process, baru mengalami
perkembangan lanjutan setelah perang dunia kedua.DCL adalah proses hydro-craacking
dengan bantuan katalisator. Prinsip dasar dari DCL adalah meng-introduksi-an gas
hydrogen kedalam struktur batubara agar rasio perbandingan antara C/H menjadi kecil
sehingga terbentuk senyawa-senyawa hidrokarbon rantai pendek berbentuk cair. Proses
ini telah mencapai rasio konversi 70% batubara (berat kering) menjadi sintetik cair.
Bagian dari plant metode DCL ini terdiri dari tahap coal cleaning
dan
preparation
(membuang
ash
dalam
batubara),
grinding
dikirim
menuju
unit
pemisahan
liquid-solid
untuk
dapat dijual dan menghasilkan fuel gas (metana dan etana) yang
dapat digunakan dalam proses pemanasan dan pembangkit tenaga
listrik.
Hydrogen production- Hidrogen dihasilkan dari gasifikasi sebagian
feed batubara dan ekstraksi ash, yang masih mengandung residu
karbon. Plant ini terdiri dari unit pembersihan syngas (syngas clean
up) , water-gas shift, dan pemurnian hidrogen untuk menghasilkan
hidrogen dengan kemurnian yang tinggi sehingga dapat digunakan
sebagai feed dalam proses likuifikasi yang terjadi di dalam reaktor.
Sebuah unit pemisahan udara (air separation plant) diperlukan untuk
menghasilkan
oksigen
murni
untuk
proses
gasifikasi.
Sebagai
Upgrading
Pada
umumnya
direct
liquid
kurang
petroleum.
Oleh
karena
itu,
nafta
dan
distillate
Jumlah
Diesel
591.900
Naptha
174.500
LPG
70.500
Liquid Ammonia
8.300
Total
845.300
5. Indirect Liquefaction
Suatu blok diagram alir untuk sebuah plant indirect liquefaction
yang memanfaatkan sintesis Fisher-Tropsch untuk menghasilkan
bahan bakar liquid. Komponen utama dari plant ini adalah :
Syngas Production Bagian ini terdiri dari coal handling, drying
dan grinding yang kemudian diikuti dengan gasifikasi. Unit pemisahan
udara menyediakan oksigen untuk gasifier. Syngas cleanup terdiri
dari proses hydrolysis, cooling, sour-water stripping, acid gas
sulfide
(COS).
Proses
hidrolisis
digunakan
untuk
mengkonversi
coal-derived
syngas
yang
mana
besi
memiliki
pendinginan
digunakan
untuk
memisahkan
air
dan
ke
autothermal
reforming
plant
untuk
mengkonversi
seperti
yang
ditunjukkan
dari
gambar
2.4
untuk
Gambar 6. Alur Pemrosesan Batubara Cair melalui Proses Brown Coal Liquefaction
(BCL) Technology
Yang menjadikan proses DCL sangat bervariasi adalah beberapa faktor dibawah:
a. Pencapaian dari sebuah proses DCL sangat tergantung daripada jenis feedstock /
(spesifikasi batubara) yang dipergunakan, sehingga tidak ada sebuah sistem
yang bisa optimal untuk digunakan bagi segala jenis batubara.
b. Jenis batubara tertentu mempunyai kecenderungan membentuk lelehan (caking
perform), sehingga menjadi bongkahan besar yang dapat membuat reaktor
kehilangan tekanan dan gradient panas terlokalisasi (hotspot). Hal ini biasanya
diatasi dengan mencampur komposisi batubara, sehingga pembentukan lelehan
dapat dihindari.
c. Batubara dengan kadar ash yang tinggi lebih cocok untuk proses gasifikasi
terlebih dahulu, sehingga tidak terlalu mempengaruhi berjalannya proses.
d. Termal frakmentasi merupakan phenomena yang terjadi dimana serpihan
batubara mengalami defrakmentasi ukuran hingga berubah menjadi partikelpartikel kecil yang menyumbat jalannya aliran gas sehingga menggangu
jalannya keseluruhan proses. Hal ini dapat diatasi dengan proses pengeringan
batubara terlebih dahulu sebelum proses konversi pada reaktor utama (Lihat
skema Brown Coal Liquefaction di bawah).
e. Spesifikasi batubara yang dipergunakan, sehingga tidak ada sebuah sistem yang
bisa optimal untuk digunakan bagi segala jenis batubara.
2.4 LANDASAN UJI COBA PILOT PLANT SCALE
Landasan dalam mengembangkan ujicoba produksi (pilot scale) proses pencairan
batubara adalah:
1. Produk liquid oil yang dihasilkan harus mencapai lebih dari 50%
2. Proses pengoperasian harus berjalan dengan kontinuitas lebih daripada 1500 jam.
3. Tahapan proses deashing harus mencapai kadar ash (abu) < 500 ppm.
4. Optimalisasi/pengembangan proses pengeringan (dewatering) baru.
2.5 KELEBIHAN BATUBARA CAIR
1. Harga produksi lebih murah, yaitu setiap barel batu bara cair membutuhkan biaya
produksi yang tidak lebih dari US$15 per barel. Bandingkan dengan biaya produksi
rata-rata minyak bumi yang berlaku di dunia saat ini yang mencapai US$23 per
barel.
2. Jenis batu bara yang dapat dipergunakan adalah batu bara yang berkalori rendah
(low rank coal), yakni kurang dari 5.100 kalori, yang selama ini kurang diminati
pasaran.
3. Setiap satu ton batu bara padat yang diolah dalam reaktor Bergius dapat
menghasilkan 6,2 barel bahan bakar minyak sintesis berkualitas tinggi. Bahan ini
dapat dipergunakan sebagai bahan pengganti bahan bakar pesawat jet ( jet fuel),
mesin diesel (diesel fuel), serta gasoline dan bahan bakar minyak biasa.
4. Teknologi pengolahannya juga lebih ramah lingkungan. Dari pasca produksinya
tidak
menghasilkan limbah (debu dan unsur sisa produksi lainnya), masih dapat
dimanfaatkan untuk bahan baku campuran pembuatan aspal. Bahkan sisa gas
hidrogen masih laku dijual untuk dimanfaatkan menjadi bahan bakar.
5. Bila teknologi dan biaya produksi batu bara cair tersebut dianggap tidak kompetitif
lagi, perusahaan dapat berkonsentrasi penuh memperoduksi gas hidrogen dan tenaga
listrik yang masih memiliki prospek sangat cerah. Karena dengan memanfaatkan
Panel Surya berteknologi tinggi ( Photovoltaic), energi matahari yang mampu
ditangkap adalah 100 kali lipat dibandingkan dengan panel biasa. Setiap panel dapat
menghasilkan daya sebesar satu megawatt, dengan biayanya hanya US$ 5 atau 100
kali lebih murah dibandingkan dengan menggunakan instalasi panel suryayang
biasa.
2.6 KEKURANGAN BATUBARA CAIR
1. Keekonomian
Harga minyak bumi sangat fluktuatif, sehingga seringkali investor ragu untuk
membangun kilang pencairan batubara. Batubara cair akan ekonomis jika harga
minyak bumi di atas US $35/bbl.
2. Investasi Awal Tinggi
Biaya investasi kilang pencairan batubara komersial, cukup mahal .
3. Merupakan Investasi Jangka panjang
Break Even Point (BEP) baru dicapai setelah 7 tahun beroperasi, sedangkan
tahap pembangunan memakan waktu 3 tahun.
importir minyak bumi dimasa depan, pada tahun 1992 pemerintah Indonesia telah meminta
bantuan kerjasama Internasional kepada NEDO untuk melakukan penelitian dan
pengembangan brown coal. Inisiatif tersebut ditindaklanjuti tahun 1994 dengan
menandatangani memorandum kerjasama antara NEDO bersama dengan BPPT (Badan
Pengkajian Penerapan Teknologi) untuk penelitian dan pengembangan teknologi pencairan
brown coal di Indonesia sebagai persiapan untuk komersialisasi pabrik pencairan batubara
cair.
2.8 PROSPEK BATUBARA CAIR DI INDONESIA
Di Indonesia sendiri, pengembangan batu bara cair mulai direspon setelah
pemerintah mengeluarkan Inpres No. 2/ 2006 tentang batubara yang dicairkan. Salah satu
investor yang tertarik adalah Sugiko MOK Energy yang bernisiatif untuk membangun
pabrik pemrosesan batubara cair di Sumatera Selatan. Sugico MOK Energy merupakan
perusahaan patungan antara PT. Sugico Graha (perusahaan tambang batubara di Indonesia
yang memiliki areal penambangan batubara di Sumatera Selatan) dan Mok Industries LLC
asal Amerika (perusahaan yang memiliki Teknologi Solar Energy yang paling murah dan
efisien di dunia).
Proses produksi batu bara cair yang dilakukan oleh Sugico MOK adalah
menggunakan sistem hidrogenasi yang memanfaatkan energi matahari. Dengan inovasi
Photovoltaic, energi panas matahari yang ditangkap melalui solar cell diubah menjadi
energi listrik, yang menghasilkan daya pada setiap panelnya sebesar satu megawatt dengan
jangka waktu 1 jam dan biaya tidak lebih dari US$ 5 per barel. Energi listrik yang
dihasilkan ada dua macam, yaitu arus listrik yang bersifat bolak- balik (AC) sehingga dapat
dimanfaatkan untuk penerangan serta keperluan lainnya, dan arus listrik yang searah (DC)
atau yang digunakan untuk air (H2O). Dalam proses ini air akan diubah menjadi oksigen
dan hidrogen. Unsur hidrogen tersebut akan dimanfaatkan dalam proses hidrogenasi, yang
mengubah batubara padat menjadi cair. Proses hidrogenasi ini dilakukan dalam reaktor
Bergius. Setiap satu ton batubara padat yang diolah dalam reaktor ini akan menghasilkan
6,2 barel BBM sintesis berkualitas tinggi. Direncanakan pada tahun 2011 kapasitas
produksi batubara cair yang dihasilkan pabrik Sugico MOK sekitar 20 ribu barel batu bara
cair per hari.
2.8.1
barel. Ketiga, adalah pembangunan kilang komersial sebanyak enam unit dengan total
investasi diperkirakan US$9,6 miliar
Mengenai pembiayaan program, Bukin menuturkan Pemerintah Jepang telah
berkomitmen memberikan hibah US$110 juta untuk PSU ( process supporting unit).
Sedangkan dana yang berasal dari pinjaman 60% akan didanai oleh pinjaman Japan Bank
for International Cooperation (JBIC). Direktur Divisi 2 Departemen Keuangan
Internasional JBIC, Shin Oya, membenarkan komitmen pinjaman tersebut. Dan sebagai
garansi, JBIC menginginkan sisa dana yang dibutuhkan dari pinjaman berasal dari bank
komersial, baik berasal dari bank swasta Jepang maupun dari Indonesia sebagai private
guarantee
.