Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
Layanan Kami
Jasa terjemahan
PENDAHULUAN
Masalah ketenagakerjaan adalah salah satu masalah pokok yang harus
dihadapi oleh negara-negara berkembang seperti halnya Indonesia. Jumlah
penduduk yang terus meningkat tanpa diikuti pertambahan lapangan pekerjaan
selalu menjadi pemicu menjamurnya pengangguran.
Sedangkan asas ketenagakerjaan yang digunakan menurut Abdussalam
adalah asas keterpaduan dengan melalui koordinasi fungsional lintas sektoral
pusat dan daerah, sedangkan asas pembangunan ketenagakerjaan pada dasarnya
sesuai dengan asas pembangunan naional, khususnya asas demokrasi Pancasila
serta asas adil dan merata. Asas tersebut dapat dikatakan pembangunan
ketenagakerjaan dilakukan secara menyeluruh mulai dari daerah hingga pusat
dengan tujuan untuk pencapaian pembangunan nasional yang adil dan merata.
Pembangunan
ketenagakerjaan
mempunyai
banyak
dimensi
dan
keterkaitan dengan berbagai pihak yaitu antara pemerintah, pengusaha dan pekerja
atau buruh, oleh sebab itu pembangunan ketenagakerjaan dilaksanakan secara
terpadu dalam bentuk kerjasama yang saling mendukung. Hal tersebut sesuai
dengan Undang-Undang No. 3 Tahun 2003 pasal 3 tentang ketenagakerjaan.
Dalam Undang-Undang tersebut memuat adanya pelaksanaan pembangunan
guna menghasilkan barang dan/atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri
maupun untuk masyarakat.
Untuk keperluan analisis ketenagakerjaan, secara garis besar penduduk
suatu negara dapat dibedakan menjadi dua golongan yaitu tenaga kerja dan bukan
tenaga kerja. Tenaga kerja adalah setiap orang laki-laki atau wanita yang sedang
dalam dan/atau akan melakukan pekerjaan, baik di dalam maupun di luar
hubungan kerja guna menghasilkan barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat.
Minimnya perlindungan hukum dan rendahnya upah merupakan salah satu
masalah dalam ketenagakerjaan kita. Melalui undang-undang ketenagakerjaan
seharusnya para pekerja akan terlindungi secara hukum, mulai dari jaminan
negara memberikan pekerjaan yang layak, melindunginya di tempat kerja
(kesehatan dan keselamatan kerja dan upah layak) sampai dengan pemberian
jaminan sosial setelah pensiun. Selain itu pekerja dapat juga mendirikan Serikat
Buruh. Sekalipun undang-undang ketenagakerjaan bagus, tetapi buruh tetap
memerlukan kehadiran serikat buruh untuk pembuatan Perjanjian Kerja Bersama
(PKB). PKB adalah sebuah dokumen perjanjian bersama antara majikan dan
buruh yang berisi hak dan kewajiban masing-masing pihak. Hanya melalui serikat
buruhlah bukan melalui LSM ataupun partai politik bisa berunding untuk
mendapatkan hak-hak tambahan (di luar ketentuan UU) untuk menambah
kesejahteraan mereka. Pemerintah harus merubah sistem jaminan sosial
ketenagakerjaan, sehingga buruh korban PHK dan buruh pensiunan akan
mendapat tunjangan layak dari Jamsostek. Pemerintah dilarang mengambil
keuntungan apapun dari Jamsostek, bahkan sebaliknya. Pemerintah yang
bertanggung jawab, harus memberikan kontribusi setiap tahun, sehingga buruh
bisa hidup layak. Dengan sistem Jaminan sosial ketenagakerjaan yang baik akan
mengurangi kriminalitas sosial.
Pembangunan
ketenagakerjaan
mempunyai
banyak
dimensi
dan
keterkaitan. Keterkaitan itu tidak hanya dengan kepentingan tenaga kerja selama,
sebelum dan sesudah masa kerja tetapi juga keterkaitan dengan kepentingan
pengusaha, pemerintah, dan masyarakat. Untuk itu, diperlukan pengaturan yang
2)
manusiawi.
Mewujudkan pemerataan kesempatan kerja dan penyediaan tenaga kerja yang
mewujudkan
kesejahteraan.
4) Meningkatkan kesejahteraan tenaga kerja dan keluarganya.
Pemberdayaan dan pendayagunaan tenaga kerja merupakan suatu kegiatan
yang terpadu untuk dapat memberikan kesempatan kerja seluas-luasnya bagi
tenaga
kerja
Indonesia.
Menurut
Agus
Dwiyanto
manajemen
dalam
hak
harian
lepas
yang
harus
dipenuhi
semacam
PENUTUP
Efek domino dari masalah ketenagakerjaan adalah pengangguran akan
menimbulkan dampak yang negatif bagi kelangsungan hidup berbangsa dan
bernegara. Dampak negatif dari pengangguran adalah kian beragamnya tindakan
kriminal, makin banyaknya jumlah anak jalanan, pengemis, pengamen
perdagangan anak dan sebagainya sudah menjadi patologi sosial atau kuman
penyakit sosial yang menyebar bagaikan virus yang sulit di berantas.
Oleh karena itu perlu dilakukannya sebuah langkah-langkah serius baik
dari sisi pemerintah maupun tenaga kerja itu sendiri dan tentunya kesediaan pihak
perusahaan. Pihak pemerintah berfungsi sebagai pengawas dan regulator sekaligus
fasilitator kedua pihak perusahaan dan pekerja untuk tidak saling merugikan.
Pihak pekerja seharusnya untuk berusaha terus meningkatkan kompetensi dirinya
sehingga lebih memiliki daya tawar yang lebih tinggi terhadap perusahaan dan
bukannya hanya bergantung pada perlindungan pemerintah. Dan terakhir itikad
baik dari perusahaan supaya tidak melihat pekerja sebagai faktor biaya melainkan
sebuah asset penting perusahaan, sehingga perusahaan dapat memaksimalkan nilai
perusahaan itu sendiri.
DAFTAR PUSTAKA
-. 2012. Proyeksi Laju Partisipasi Angkatan Kerja di Propinsi Sumatera Utara pada
Tahun 2012. Sumatera Utara
Prof. Dr. H. R. Abdussalam, SIK, SIK, S.H., M. H. 2008. Hukum Ketenagakerjaan
(Hukum Perburuhan). Jakarta: Restu Agung
Dwiyanto, Agus, dkk. 2006. Reformasi Birokrasi Publik di Indonesia. Gadjah Mada
University Press
Panjaitan, Krismena Natalina. 2010. Pembinaan Karier Ketenagakerjaan dalam
Perbankan (Studi Kasus di PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Cabang
Karangayu Semarang). Semarang: Universitas Diponegoro
yang tidak menerapkan kebijakan upah minimum. Sampai saat ini memang belum
dirumuskan
sebuah sanksi yang efektif bagi perusahaan yang terus-menerus membayar pekerja
mereka
dibawah tingkat upah minimum. Survei dari SMERU (
2003) menunjukkan bahwa pemerintah
masih banyak mentolerir perusahaan yang membayar dibawah upah minimum untuk
menghindari
PHK yang besar oleh perusahaan. Sebuah femonena yang dilematis yang sebenarnya
harus
dapat diselesaikan oleh pihak pengusaha dan pekerja dengan tentu bantuan dari
pemerintah
untuk menentukan
rule of the game
kebijakan upah minimum ini sendiri.
E. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
Kesimpulan
Sesuai dengan rumusan masalah dan hasil pembahasan diatas, ada beberap poin penting
yang dapat disimpulkan sebagai berikut
1. Kebijakan upah minimum telah mengalami berbagai perubahan baik sebelum maupun
setelah
otonomi daerah. Sebelum otonomi daerah pemerintah pusat menetapkan tingkat upah
minimum setiap propinsi didasarkan pada rekomendasi dari pemerintah daerah (propinsi).
Sedangkan setelah otonomi daerah yang diimplementasikan pada tahun
2001, pemerintah
daerah memiliki kebebasan dalam menentukan tingkat upah minimumnya. Sebelum
otonomi daerah, propinsi secara umum hanya memiliki satu tingkat upah minimum dan
berlaku
untuk seluruh wilayah kota/kabupaten, namun setelah otonomi daerah, setiap
kota/kabupaten
diberi kebebasan untuk menentukan tingkat upah minimumnya sepanjang tidak berada di
bawah tingkat upah minimum propinsi.
2. Pelaksanaan kebijakan upah minimum sesuai dengan UUD 1945 pasal 27 ayat 2
tentang
penghidupan yang layak, setidaknya harus memuat beberapa hal yang harus dilakukan.
Hal tersebut diantaranya adalah memasukan kebutuhan hidup layak sebagai komponen
penentuan upah minimum. Selanjutnya diperlukannya suatu upaya yang transparan dan
sosialisasi secara intens mengenai pemberian tunjangan dalam upah minimum. Selain itu
harus adanya kejelasan mengenai status pekerja yang dilindungi dalam kebijakan upah
minimum. Terakhir adalah penegakan dan pemberian sanksi yang tegas bagi perusahaan
yang tidak menerapkan kebijakan upah minimum yang sesuai.
Rekomendasi
Sesuai dengan hasil pembahasan pada bab sebelumnya, beberapa rekomendasi yang harus
dilakukan oleh pemerintah dalam upaya mengimplementasikan kebijakan upah minimum
yang
sesuai dengan UUD 1945 pasal 27 ayat 2 sebagai berikut.