Вы находитесь на странице: 1из 12

UNDERGROUND Paper - Jasa

Pembuatan Tugas Kuliah


Solusi bagi Anda untuk pengerjaan tugas kuliah, terjemahan, paper / makalah,
resume, critical review, power point, hingga pencarian jurnal referensi

Layanan Kami

Jasa Pembuatan Makalah

Jasa terjemahan

MAKALAH - KETENAGAKERJAAN DI INDONESIA

PENDAHULUAN
Masalah ketenagakerjaan adalah salah satu masalah pokok yang harus
dihadapi oleh negara-negara berkembang seperti halnya Indonesia. Jumlah
penduduk yang terus meningkat tanpa diikuti pertambahan lapangan pekerjaan
selalu menjadi pemicu menjamurnya pengangguran.
Sedangkan asas ketenagakerjaan yang digunakan menurut Abdussalam
adalah asas keterpaduan dengan melalui koordinasi fungsional lintas sektoral
pusat dan daerah, sedangkan asas pembangunan ketenagakerjaan pada dasarnya
sesuai dengan asas pembangunan naional, khususnya asas demokrasi Pancasila
serta asas adil dan merata. Asas tersebut dapat dikatakan pembangunan
ketenagakerjaan dilakukan secara menyeluruh mulai dari daerah hingga pusat
dengan tujuan untuk pencapaian pembangunan nasional yang adil dan merata.
Pembangunan

ketenagakerjaan

mempunyai

banyak

dimensi

dan

keterkaitan dengan berbagai pihak yaitu antara pemerintah, pengusaha dan pekerja
atau buruh, oleh sebab itu pembangunan ketenagakerjaan dilaksanakan secara
terpadu dalam bentuk kerjasama yang saling mendukung. Hal tersebut sesuai
dengan Undang-Undang No. 3 Tahun 2003 pasal 3 tentang ketenagakerjaan.
Dalam Undang-Undang tersebut memuat adanya pelaksanaan pembangunan

ketenagakerjaan dapat terwujud dengan melibatkan peranan pemerintah,


pengusaha dan pekerja atau buruh.
Pembangunan ketenagakerjaan harus diatur sedemikian rupa sehingga
terpenuhi hak-hak dan perlindungan yang mendasar bagi tenaga kerja dan
pekerja/buruh serta pada saat yang bersamaan dapat mewujudkan kondisi yang
kondusif bagi pengembangan dunia usaha.
RUMUSAN MASALAH
Masalah ketenagakerjaan di Indonesia sekarang ini sudah mencapai
kondisi yang cukup memprihatinkan ditandai dengan jumlah penganggur dan
setengah penganggur yang besar, pendapatan yang relatif rendah dan kurang
merata. Sebaliknya pengangguran dan setengah pengangguran yang tinggi
merupakan pemborosan sumber daya dan potensi yang ada, menjadi beban
keluarga dan masyarakat. Oleh karena itu, makalah ini mencoba memamhami
bagaimana sistem dan hukum ketenagakerjaan di Indonesia?
PEMBAHASAN
Tenaga kerja adalah modal bagi geraknya roda pembangunan. Jumlah dan
kompisisi tenaga kerja akan terus mengalami perubahan seiring dengan
berlangsungnya proses demografi. Investor yang datang ke sektor ini adalah
investor yang berbisnis dengan memanfaatkan potensi sumber daya alam kita,
bukan karena sumber yang melimpah. Industri ini tidak mengenal relokasi.
Karena tidak semua tempat tersedia sumber daya alam yang melimpah.
Mengandalkan terus-menerus industri ke sektor padat karya manufaktur hanya
membuat buruh Indonesia merasa seperti duduk diatas ancaman bom waktu.
Menurut Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan,
yang dimaksud dengan ketenagakerjaan itu sendiri adalah segala hal yang
berhubungan dengan tenaga kerja pada waktu sebelum, selama dan sesudah masa
kerja. Jadi hukum ketenagakerjaan dapat diartikan sebagai peraturan-peraturan
yang mengatur tenaga kerja pada waktu sebelum selama dan sesudah masa kerja.
Sedangkan Tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan

guna menghasilkan barang dan/atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri
maupun untuk masyarakat.
Untuk keperluan analisis ketenagakerjaan, secara garis besar penduduk
suatu negara dapat dibedakan menjadi dua golongan yaitu tenaga kerja dan bukan
tenaga kerja. Tenaga kerja adalah setiap orang laki-laki atau wanita yang sedang
dalam dan/atau akan melakukan pekerjaan, baik di dalam maupun di luar
hubungan kerja guna menghasilkan barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat.
Minimnya perlindungan hukum dan rendahnya upah merupakan salah satu
masalah dalam ketenagakerjaan kita. Melalui undang-undang ketenagakerjaan
seharusnya para pekerja akan terlindungi secara hukum, mulai dari jaminan
negara memberikan pekerjaan yang layak, melindunginya di tempat kerja
(kesehatan dan keselamatan kerja dan upah layak) sampai dengan pemberian
jaminan sosial setelah pensiun. Selain itu pekerja dapat juga mendirikan Serikat
Buruh. Sekalipun undang-undang ketenagakerjaan bagus, tetapi buruh tetap
memerlukan kehadiran serikat buruh untuk pembuatan Perjanjian Kerja Bersama
(PKB). PKB adalah sebuah dokumen perjanjian bersama antara majikan dan
buruh yang berisi hak dan kewajiban masing-masing pihak. Hanya melalui serikat
buruhlah bukan melalui LSM ataupun partai politik bisa berunding untuk
mendapatkan hak-hak tambahan (di luar ketentuan UU) untuk menambah
kesejahteraan mereka. Pemerintah harus merubah sistem jaminan sosial
ketenagakerjaan, sehingga buruh korban PHK dan buruh pensiunan akan
mendapat tunjangan layak dari Jamsostek. Pemerintah dilarang mengambil
keuntungan apapun dari Jamsostek, bahkan sebaliknya. Pemerintah yang
bertanggung jawab, harus memberikan kontribusi setiap tahun, sehingga buruh
bisa hidup layak. Dengan sistem Jaminan sosial ketenagakerjaan yang baik akan
mengurangi kriminalitas sosial.
Pembangunan

ketenagakerjaan

mempunyai

banyak

dimensi

dan

keterkaitan. Keterkaitan itu tidak hanya dengan kepentingan tenaga kerja selama,
sebelum dan sesudah masa kerja tetapi juga keterkaitan dengan kepentingan
pengusaha, pemerintah, dan masyarakat. Untuk itu, diperlukan pengaturan yang

menyeluruh dan komprehensif, antara lain mencakup pengembangan sumber daya


manusia, peningkatan produktivitas dan daya saing tenaga kerja Indonesia, upaya
perluasan kesempatan kerja, pelayanan penempatan tenaga kerja, dan pembinaan
hubungan industrial.
Pembinaan hubungan industrial sebagai bagian dari pembangunan
ketenagakerjaan harus diarahkan untuk terus mewujudkan hubungan industrial
yang harmonis, dinamis, dan berkeadilan. Untuk itu, pengakuan dan penghargaan
terhadap hak asasi manusia sebagaimana yang dituangkan dalam TAP MPR
Nomor XVII/MPR/1998 harus diwujudkan. Dalam bidang ketenagakerjaan,
Ketetapan MPR ini merupakan tonggak utama dalam menegakkan demokrasi di
tempat kerja. Penegakkan demokrasi di tempat kerja diharapkan dapat mendorong
partisipasi yang optimal dari seluruh tenaga kerja dan pekerja/buruh Indonesia
untuk membangun negara Indonesia yang dicita-citakan. Beberapa peraturan
perundang-undangan tentang ketenagakerjaan yang berlaku selama ini, termasuk
sebagian yang merupakan produk kolonial, menempatkan pekerja pada posisi
yang kurang menguntungkan dalam pelayanan penempatan tenaga kerja dan
sistem hubungan industrial yang menonjolkan perbedaan kedudukan dan
kepentingan sehingga dipandang sudah tidak sesuai lagi dengan kebutuhan masa
kini dan tuntutan masa yang akan datang.
Pembangunan ketenagakerjaan bertujuan untuk:
1)

Memberdayakan dan mendayagunakan tenaga kerja secara optimal dan

2)

manusiawi.
Mewujudkan pemerataan kesempatan kerja dan penyediaan tenaga kerja yang

sesuai dengan kebutuhan pembangunan nasional dan daerah.


3)
Memberikan perlindungan kepada tenaga kerja dalam

mewujudkan

kesejahteraan.
4) Meningkatkan kesejahteraan tenaga kerja dan keluarganya.
Pemberdayaan dan pendayagunaan tenaga kerja merupakan suatu kegiatan
yang terpadu untuk dapat memberikan kesempatan kerja seluas-luasnya bagi
tenaga

kerja

Indonesia.

Menurut

Agus

Dwiyanto

manajemen

dalam

keorganisasian pemerintah ini berarti adanya suatu pengendalian manusia itu

sendiri dengan mengadakan fungsi manajemen itu sendiri yaitu perencanaan,


pengorganisasian, pelaksanaan, pengawasan, pengkoordinasian dan pelaporan.
Masalah ketenagakerjaan Indonesia saat ini berangkat dari 4 soal besar,
yaitu:
1)
2)
3)
4)

Tingginya jumlah pengangguran masal


Rendahnya tingkat pendidikan buruh
Minimnya perlindungan hukum
Upah kurang layak
STUDI KASUS

Seorang HR di sebuah perusahaan garment bercerita bahwa ia merekrut


beberapa orang karyawan harian lepas untuk menyelesaikan order dari luar, sistem
pembayaran harian tetapi dibayar seminggu sekali, suatu saat ordernya berhenti
entah apa sebabnya, akhirnya semua pekerja harian lepas tersebut diberhentikan,
namun tidak disangka orang-orang tersebut menolak dan minta uang jasa.
Kebetulan salah seorang yang memiliki sifat agak memberontak dan sedikit
mengerti hukum ketenagakerjaan -karena pernah ikut serikat pekerja- melakukan
protes dan berasumsi bahwa dimata hukum mereka sama dengan permanen dan
dia melaporkan hal ini ke Departemen Tenaga Kerja (depnaker) setempat,
akhirnya dilakukan mediasi, dalam mediasi tersebut dipertanyakan mana
perjanjian kerja harian lepasnya? Mana bukti bahwa dia dibayar secara harian?
Ujung-ujungnya ketika diberikan bukti pembayaran ditanya lagi mana
pembayaran jamsosteknya? Bukti potongan dan setoran pajaknya mana? Beberapa
terdapat exceeding working hours diatas 3 jam melanggar dan tidak dibayar, dst.
Akhirnya Depnaker memberikan anjuran kepada pekerja untuk menerima tapi
juga menganjurkan kepada pengusaha untuk memberi sedikit uang jasa karena

alasannya karyawan tertipu dijanjikan sebagai kayawan normal nyatanya hanya


pekerja harian lepas (itupun tidak ada bukti tertulis), selain itu juga ada kabar
burung bahwa merekapun meminta uang ala kadarnya.
Dari kasus diatas dapat dilihat bahwa tanpa perjanjian kerja sangat riskan
sekali karena hubungan antara pekerja dan pengusah menjadi terbuka, kedua belah
pihak bisa saling memanfaatkan. Dalam regulasi tenaga kerja kita memiliki
beberapa

hak

harian

lepas

yang

harus

dipenuhi

semacam

THR/jamsostek/kesehatan yang jarang dipenuhi pengusaha, selain itu kadang juga


pengusaha membiarkan harian lepas bekerja lebih dari 3 bulan dan tanpa benefit
apapun. Hal ini akan sangat melemhakan posisi pengusaha dalam kasus menajdi
memkan waktu dan tenaga yagn seharusnya berjalan sesuai rencana.

PENUTUP
Efek domino dari masalah ketenagakerjaan adalah pengangguran akan
menimbulkan dampak yang negatif bagi kelangsungan hidup berbangsa dan
bernegara. Dampak negatif dari pengangguran adalah kian beragamnya tindakan
kriminal, makin banyaknya jumlah anak jalanan, pengemis, pengamen
perdagangan anak dan sebagainya sudah menjadi patologi sosial atau kuman
penyakit sosial yang menyebar bagaikan virus yang sulit di berantas.
Oleh karena itu perlu dilakukannya sebuah langkah-langkah serius baik
dari sisi pemerintah maupun tenaga kerja itu sendiri dan tentunya kesediaan pihak
perusahaan. Pihak pemerintah berfungsi sebagai pengawas dan regulator sekaligus
fasilitator kedua pihak perusahaan dan pekerja untuk tidak saling merugikan.
Pihak pekerja seharusnya untuk berusaha terus meningkatkan kompetensi dirinya
sehingga lebih memiliki daya tawar yang lebih tinggi terhadap perusahaan dan
bukannya hanya bergantung pada perlindungan pemerintah. Dan terakhir itikad
baik dari perusahaan supaya tidak melihat pekerja sebagai faktor biaya melainkan
sebuah asset penting perusahaan, sehingga perusahaan dapat memaksimalkan nilai
perusahaan itu sendiri.

DAFTAR PUSTAKA
-. 2012. Proyeksi Laju Partisipasi Angkatan Kerja di Propinsi Sumatera Utara pada
Tahun 2012. Sumatera Utara
Prof. Dr. H. R. Abdussalam, SIK, SIK, S.H., M. H. 2008. Hukum Ketenagakerjaan
(Hukum Perburuhan). Jakarta: Restu Agung
Dwiyanto, Agus, dkk. 2006. Reformasi Birokrasi Publik di Indonesia. Gadjah Mada
University Press
Panjaitan, Krismena Natalina. 2010. Pembinaan Karier Ketenagakerjaan dalam
Perbankan (Studi Kasus di PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Cabang
Karangayu Semarang). Semarang: Universitas Diponegoro

Rimanews - Ribuan karyawan PT Newmont Nusa Tenggara dimotori


serikat pekerja, memulai aksi mogok kerja bertepatan dengan peringatan hari
buruh sedunia "may day" 1 Mei 2015. "Kami sudah mulai aksi mogok kerja tepat
Jumat pukul 00.00 Wita. Aksi kami laksanakan di Town Site Batu Hijau," kata
Ketua Pengurus Unit Kerja (PUK) Serikat Pekerja Tambang (SPAT) Samawa
PTNNT, Yusrawan Galang, saat dihubungi dari Mataram, Jumat (1/5/15).
Dia menjelaskan, aksi mogok tersebut diikuti pekerja yang tergabung
dalam PUK SPAT Samawa dan PUK SP KEP Serikat Pekerja Seluruh Indonesia
(SPSI). "Untuk permulaan, aksi mogok dilaksanakan oleh pengurus serikat
pekerja. Karyawan yang lain akan menyusul saat masuk kerja pagi," katanya.
Sesuai surat pemberitahuan mogok kerja yang dikirimkan ke Presiden Direktur PT
Newmont Nusa Tenggara (PT NNT) dan Dinas Sosial Tenaga Kerja dan
Transmigrasi (Disosnakertrans) Sumbawa Barat, tanggal 16 April 2015, serikat
pekerja menyatakan aksi mogok kerja akan dilaksanakan selama 30 hari (satu
bulan) sampai 30 Mei mendatang.
Aksi mogok kerja tersebut merupakan imbas dari gagalnya perundingan
lanjutan tentang perjanjian kerja bersama (PKB) 2015 - 2016. Salah satu poin
PKB yang gagal disepakati mengenai tuntutan kenaikan kesejahteraan karyawan.
Ketua PUK SP KEP SPSI PTNNT, Zainuddin Wanden, secara terpisah
menyatakan, sebenarnya pihak serikat pekerja tetap membuka ruang komunikasi
dengan managemen perusahaan sampai Kamis (30/5). Namun, kenyataannya tidak
kunjung mendapat tanggapan. "Tetapi sejak Kamis sore tidak ada komunikasi lagi
dengan managemen, sehingga kami melaksanakan aksi mogok sesuai surat
pemberitahuan yang telah kami sampaikan," ucapnya.
Kendati pihak Disosnekertrans Sumbawa Barat dan Disnaker NTB telah
menggelar pertemuan multi pihak dengan menghadirkan serikat pekerja,
managemen PT NNT, pejabat dari kementerian tenaga kerja, pakar, dan
perwakilan pemerintah di Mataram pada 28 April, pertemuan tersebut tidak
berhasil menggiring kedua pihak untuk kembali melanjutkan perundingan. "Tidak
ada solusi dalam pertemuan tersebut," katanya. Sementara itu, hingga saat ini
pihak manajemen PT NNT belum juga memberikan tanggapan terkait mogoknya
ribuan karyawan perusahaan asal Amerika Serikat tersebut.

Analisis tentang Kebijakan Upah Minimum di Indonesia dalam kaitannya dengan


Pekerjaan atau Penghidupan yang Layak (Pasal 27 ayat 2 UUD 45)
Dalam penentuan upah minimum pada suatu daerah terdapat beberapa hal yang patut
dikaitkan dengan UUD 45 terutama dalam usaha untuk mendapatkan pekerjaan atau
penghidupan
yang layak.
Kebutuhan Hidup Layak sebagai Komponen Penentuan Upah Minimum
Penggunaan Kebutuhan Hidup Layak (KHL) dalam komponen dalam penentuan upah
minimum sejah tahun 2005 sudah barang tentu merupakan sinyal yang baik dalam peni
ngkatan
kesejahteraan pekerja, terutama setelah sebelumnya hanya menggunakan Kebutuhan
Hidup
Minimum (KHM). Meskipun demikian apabila dilihat pada 4.2. masih banyak daerah
yang masih
belum memenuhi upah minimum di daerah sebesar KHL. Hal ini bisa dilihat dari rata-rata
rasio
upah minimum terhadap KHL yang hanya sebesar 84% atau dengan kata lain masih
cukup
berada jauh dibawah KHL, meskipun di beberapa daerah sudah berada diatas kebutuhan
hidup
layak.
Untuk itu perlu terus diusahakan agar KHL tetap menjadi komponen utama dalam
penentuan
upah minimum tanpa mengesampingkan komponen-komponen yang lain seperti IHK,
PDRB,
dan keberlangsungan perusahaan. Bargaining-bargaining antar tripartite dalam penentuan
upah
minimum di daerah juga harus selalu diarahkan untuk pemenuhan kebutuhan hidup layak
dari
pekerja.
Meskipun demikian, sayangnya masih belum ada pedoman yang jelas dan detail tentang
bagaimana kritria criteria dari KHL dikumpulkan antar daerah. Sebagai contoh dalam
penentuan
biaya KHM, penaksiran beragam antar daerah tergantung pada tipe dari pasar yang
dikunjungi
dan kualitas dan kemampuan dari komisi upah (Manning, 2003a). Sebagai tambahan, di
beberapa
daerah, beberapa data selain komponen KHL juga masih dirasakan sangat terbatas, seperti
IHK dan kemampuan perusahaan.
Transparansi dan Sosialisasi Pemberian Tunjangan dalam Upah Minimum
Menurut peraturan pemerintah, Upah minimum adalah terdiri dari upah pokok dan
tunjangan
tetap. Namun sayangnya dalam peraturan pemerintah yang diatur secara jelas hanya upah
pokoknya saja dan tidak termasuk tunjangan, sehingga seringkali menimbulkan
kontroversi bagi
pengusaha dan pekerja. Hal ini menimbulkan perbedaan pemahaman tentang arti
tunjangan
baik bagi pengusaha maupun pekerja. Tunjangan tetap sendiri sebenarnya adalah
tunjangan
yang diberikan secara tetap tanpa melihat tingkat kehadiran pekerja ata

upun output, seperi


misalnya tunjangan keluarga tetap dan tunjangan yang berdasar pada senioritas.
Sosialisasi tentang hal ini juga dirasa masih kurang. Survey dari SMERU (2003)
misalkan
menyebutkan bahwa masih banyak sekali pekerja tidak mengetahui komponen upah
minimum
mereka secara detail. Bahkan banyak pula pekerja yang hanya mendapatkan upah tetap
tanpa
mendapatkan tunjangan sebagai komponen upah minimumnya, dan ini tanpa
sepengetahuan
pekerja dikarenakan ketidaktahuan mereka tentang komponen dalam upah minimum yang
harusnya meliputi tunjangan tetap
Status Pekerja yang dilindungi dalam Kebijakan Upah Minimum
Dalam peraturan pemerintah sebenarnya seluruh pekerja yang bekerja dan menerima
upah
termasuk didalam yang dilindungi kebijakan upah minimum. Namun pada kenyataannya,
kebijakan
upah minimum kebanyakan hanya berlaku untuk pekerja tetap bulanan di usaha-usaha
menengah
dan besar. Survei SMERU (2003) menunjukkan bahwa masih banyak sekali pekerja lepas
harian
dan pekerja borongan yang tidak dilindungi oleh kebijakan upah minimum. Dalam hal ini
dibutuhkan
sebuah pedoman yang jelas tentang bagaimana kebijakan upah minimum diterapkan
terutama
untuk pekerja yang sifatnya harian lepas atau borongan. Selain itu perlu dipikirkan juga
bagaimana
kebijakan upah minimum ini bisa diterapkan untuk pekerja di usaha skala mikro dan kecil
dimana
untuk Indonesia skala mikro dan kecil cukup mendominasi dibandingkan skala menengah
dan
besar.
Selain itu, kebijakan upah minimum hanya ditujukan bagi pekerja bagi sektor formal,
sedangkan pekerja di Indonesia lebih dari 60% nya adalah pekerja pada sektor informal.
Sehingga
tentunya selain kesejahteraan pekerja pada sektor formal dibutuhkan sebuah kebijakan
yang
juga dapat meningkatkan kesejahteraan pekerja. Ditambah lagi dengan teori dual sektor
yang
menyatakan bahwa kenaikan upah minimum dapat menggeser atau memindah pekerja
dari
sektor formal ke sektor informal.
Penegakan dan Pemberian Sanksi yang tegas bagi Perusahaan yang tidak
Menerapkan
Kebijakan Upah Minimum
Untuk menjamin pelaksanaan kebijakan upah minimum yang dapat meningkatkan
kesejahteraan bagi pekerja maka diperlukan penegakan dan sanksi yang tegas bagi
pengusaha

yang tidak menerapkan kebijakan upah minimum. Sampai saat ini memang belum
dirumuskan
sebuah sanksi yang efektif bagi perusahaan yang terus-menerus membayar pekerja
mereka
dibawah tingkat upah minimum. Survei dari SMERU (
2003) menunjukkan bahwa pemerintah
masih banyak mentolerir perusahaan yang membayar dibawah upah minimum untuk
menghindari
PHK yang besar oleh perusahaan. Sebuah femonena yang dilematis yang sebenarnya
harus
dapat diselesaikan oleh pihak pengusaha dan pekerja dengan tentu bantuan dari
pemerintah
untuk menentukan
rule of the game
kebijakan upah minimum ini sendiri.
E. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
Kesimpulan
Sesuai dengan rumusan masalah dan hasil pembahasan diatas, ada beberap poin penting
yang dapat disimpulkan sebagai berikut
1. Kebijakan upah minimum telah mengalami berbagai perubahan baik sebelum maupun
setelah
otonomi daerah. Sebelum otonomi daerah pemerintah pusat menetapkan tingkat upah
minimum setiap propinsi didasarkan pada rekomendasi dari pemerintah daerah (propinsi).
Sedangkan setelah otonomi daerah yang diimplementasikan pada tahun
2001, pemerintah
daerah memiliki kebebasan dalam menentukan tingkat upah minimumnya. Sebelum
otonomi daerah, propinsi secara umum hanya memiliki satu tingkat upah minimum dan
berlaku
untuk seluruh wilayah kota/kabupaten, namun setelah otonomi daerah, setiap
kota/kabupaten
diberi kebebasan untuk menentukan tingkat upah minimumnya sepanjang tidak berada di
bawah tingkat upah minimum propinsi.
2. Pelaksanaan kebijakan upah minimum sesuai dengan UUD 1945 pasal 27 ayat 2
tentang
penghidupan yang layak, setidaknya harus memuat beberapa hal yang harus dilakukan.
Hal tersebut diantaranya adalah memasukan kebutuhan hidup layak sebagai komponen
penentuan upah minimum. Selanjutnya diperlukannya suatu upaya yang transparan dan
sosialisasi secara intens mengenai pemberian tunjangan dalam upah minimum. Selain itu
harus adanya kejelasan mengenai status pekerja yang dilindungi dalam kebijakan upah
minimum. Terakhir adalah penegakan dan pemberian sanksi yang tegas bagi perusahaan
yang tidak menerapkan kebijakan upah minimum yang sesuai.
Rekomendasi
Sesuai dengan hasil pembahasan pada bab sebelumnya, beberapa rekomendasi yang harus
dilakukan oleh pemerintah dalam upaya mengimplementasikan kebijakan upah minimum
yang
sesuai dengan UUD 1945 pasal 27 ayat 2 sebagai berikut.

1. Diperlukannya mereformulasi kebijakan upah minimu yang ada disesuaikan dengan


UUD
1945 diantaranya adalah memasukan komponen kebutuhan hidup layak dalam penentuan
upah minimum.
2. Diperlukannya UU dan peraturan pemerintah baik pusat ma
upun daerah yang mengatur
secara teknis petunjuk penetapan upah minimum yang manusiawi
3. Perlunya sosialisasi secara intens mengenai pemberian tunjangan dalam upah
minimum.
4. Harus adanya kejelasan mengenai status pekerja yang dilindungi dalam kebijakan upah
minimum.
5. Perlunya penegakan dan pemberian sanksi yang tegas bagi perusahaan yang tidak
menerapkan kebijakan upah minimum yang sesuai

Вам также может понравиться