Вы находитесь на странице: 1из 20

Business Ethics and Criminal Law

Pengertian Etika Bisnis


Etika merupakan filsafat atau pemikiran kritis dan mendasar tentang ajaranajaran
dan pandanganpandangan moral (Suseno, 1987). Menurut kamus besar bahasa Indonesia
(1995),etika ialah ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban
moral (akhlak).
Bisnis dapat menjadi sebuah profesi etis apabila ditunjang oleh sistem politik ekonomi
yang kondusif (Keraf, 1998), yang berarti untuk menciptakan bisnis sebagai sebuah profesi yang
etis maka dibutuhkan prinsipprinsip etis untuk berbisnis yang baik yang merupakan suatu aturan
hukum yang mengatur kegiatan bisnis semua pihak secara fair dan baik disertai dengan sebuah
sistem ETIKA BISNIS DAN ETIKA PROFESI AKUNTAN pemerintahan yang adil dan
efektif dalam menegakkan aturan bisnis tersebut. Menurut Muslich (1998), mendefinisikan
bahwa etika bisnis sebagai pengetahuan mengenai tata cara yang ideal dalam pengaturan dan
pengelolaan bisnis yang memperhatikan norma dan moralitas yang berlaku secara
ekonomi/sosial, dimana penetapan norma dan moralitas ini dapat menunjang
maksud dan tujuan kegiatan bisnis.
Terdapat beberapa prinsip umum dalam etika bisnis (Keraf, 1998), yaitu :
1. Prinsip otonomi
2. Prinsip kejujuran
3. Prinsip keadilan
4. Prinsip saling menguntungkan (mutual benefit principle)
5. Prinsip integritas moralFokus Ekonomi
Pentingnya Etika Bisnis
Perilaku etis penting diperlukan untuk sukses jangka panjang dalam sebuah bisnis.
Pentingnya etika bisnis tersebut berlaku untuk kedua perspektif baik lingkup makro ataupun
mikro.
Dalam hal terjadinya pelangaran yang dilakukan oleh seorang Akuntan Publik dalam
memberikan jasanya, baik atas temuan-temuan bukti pelanggaran apapun yang bersifat
pelanggaran ringan hingga yang bersifat pelanggaran berat, berdasarkan PMK No.
17/PMK.01/2008 hanya dikenakan sanksi administratif, berupa: sanksi peringatan, sanksi
pembekuan ijin dan sanksi pencabutan ijin seperti yang diatur antara lain dalam pasal 62, pasal
63, pasal 64 dan pasal 65.
Penghukuman dalam pemberian sanksi hingga pencabutan izin baru dilakukan dalam hal seorang
Akuntan Publik tersebut telah melanggar ketentuan-ketentuan yang diatur dalam SPAP dan
termasuk juga pelanggaran kode etik yang ditetapkan oleh IAPI, serta juga melakukan
pelanggaran peraturan perundang-undangan yang berlaku yang berhubungan dengan bidang jasa
yang diberikan, atau juga akibat dari pelanggaran yang terus dilakukan walaupun telah
mendapatkan sanksi pembekuan izin sebelumya, ataupun tindakan-tindakan yang menentang

langkah pemeriksaan sehubungan dengan adanya dugaan pelanggaran profesionalisme akuntan


publik.
Akan tetapi, hukuman yang bersifat administratif tersebut walaupun diakui merupakan suatu
hukuman yang cukup berat bagi eksistensi dan masa depan dari seorang Akuntan Publik ataupun
KAP, ternyata masih belum menjawab penyelesaian permasalahan ataupun resiko kerugian yang
telah diderita oleh anggota masyarakat, sebagai akibat dari penggunaan hasil audit dari Akuntan
Publik tersebut.
Ambil satu contoh terhadap fakta tentang sebuah KAP yang membantu sebuah perusahaan
(debitur sebuah bank BUMN yang sebenarnya telah mengalami kerugian yang sangat dalam dan
sudah sangat sulit untuk melanjutkan operasinya) untuk mendapatkan tambahan kredit dari bank
tersebut dengan cara merekayasa laporan keuangannya, sehingga pada hasil akhirnya
ditampilkan dalam keadaan masih memperoleh laba, dimana pada akhirnya, semua langkah
rekayasa laporan keuangan tersebut terbuka ketika debitur tersebut dinyatakan pailit. Bank
tersebut jelas mengalami kerugian akibat dari keyakinannya terhadap hasil audit Akuntan Publik
terhadap laporan keuangan dari debiturnya tersebut.
Jika Bank tersebut mengetahui status yang sebenarnya dari debiturnya tersebut, maka Bank itu
tidak akan memberikan pinjaman tambahan terhadap debiturnya tersebut.
Dalam hal ini, Penulis berpendapat bahwa Bank tersebut mempunyai dasar hukum untuk
meminta pertanggungjawaban perdata, yaitu pembayaran ganti rugi dari Akuntan Publik
tersebut. Hal ini diatur secara tegas dalam pasal 44 PMK No. 17/PMK.01/2008. Inti peraturan itu
bahwa Akuntan Publik atau KAP bertanggung jawab atas seluruh jasa yang diberikannya.
Tanggung jawab dari Akuntan Publik terhadap konsekuensi dari hasil Audit Laporan Keuangan
yang dilakukannya yang dimaksud dalam pasal 44 tersebut walaupun berdasarkan PMK itu
hanya terbatas pada pemberian sanksi administrasi, akan tetapi berdasarkan pasal 1365
KUHPerdata mewajibkan Akuntan Publik untuk mengganti kerugian yang dialami oleh Bank
sebagai konsekuensi dari tindakan melawan hukum yang telah dilakukannya, sehubungan
dengan Laporan Keuangan yang hadir secara menyesatkan tersebut.
Lebih jauh diatur dalam pasal 1366 KUHPerdata bahwa pertangungjawaban, dalam konteks
tulisan ini, seorang Akuntan Publik terhadap pihak yang dirugikan, tidak saja untuk kerugian
yang dialami oleh pihak yang dirugikan tersebut sebagai akibat dari perbuatannya, akan tetapi
termasuk juga untuk kerugian yang disebabkan kelalaian ataupun kekurang hati-hatiannya. Dan
dalam pasal 1367 KUHPerdata bahwa Akuntan Publik juga bertanggungjawab terhadap
perbuatan orang-orang yang menjadi tanggungannya.
Dari ketentuan KUHPerdata tersebut, dapat di pahami bahwa walaupun seorang Akuntan Publik
telah mendapatkan sanksi administrasi sebagai konsekuensi dari pelanggaran-pelanggaran yang
dimaksud dalam pasal 62, pasal 63, pasal 64, dan pasal 65 PMK No. 17/PMK.01/2008, akan

tetapi tetap saja pertangungjawaban untuk mengganti-kerugian pihak-pihak yang dirugikan


akibat dari pelanggaran tersebut dapat dilakukan oleh pihak-pihak yang berhak atas pemenuhan
ganti rugi tersebut berdasarkan pasal 1365 KUHPerdata. Sayangnya, atas waktu yang terbatas,
penulis belum sempat melakukan penelitian empiris, apakah ada kasus-kasus dimana pihakpihak pengguna Laporan Keuangan yang disajikan oleh Akuntan Publik, secara melawan hukum
pernah melakukan gugatan perdata berdasarkan gugatan Perbuatan Melawan Hukum seperti
yang dijelaskan tersebut di atas.
Sehubungan dengan kewajiban untuk mengganti kerugian sebagai akibat dari Perbuatan
Melawan Hukum itu, maka langkah pemenuhan dari ganti kerugian tersebut berdasarkan pasal
1131 KUHPerdata, mengatur sebagai berikut: Segala kebendaan siberutang, baik yang bergerak
maupun yang tak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada di kemudian hari,
menjadi tanggungan untuk segala perikatan perseorangan. Pasal itu jelas mengatur bahwa harta
pribadi dari pihak yang dihukum untuk membayar ganti rugi lah yang digunakan untuk
membayar ganti kerugian akibat Perbuatan Melawan Hukum tersebut.
Sehubungan dengan tanggung jawab perdata tersebut, sangat perlu kiranya diperhatikan bentuk
dari badan usaha suatu KAP. Berdasarkan pasal 16 PMK No.17/PMK.1/2008, sebuah KAP
hanya dapat berbentuk Perseorangan ataupun Persekutuan Perdata atau Persekutuan Firma.
Mengingat badan usaha yang menjadi dasar dari KAP tersebut bukanlah berbentuk badan
hukum, maka tanggung jawab terhadap kewajiban untuk mengganti kerugian terhadap pihak
yang dirugikan, sesuai dengan ketentuan pasal 1365 KUHPerdata, dibebankan kepada pribadi
dari anggota persekutuan tersebut secara tanggung renteng. Dengan pengertian lain, bahwa harta
yang akan menjadi jaminan pembayaran terhadap pemenuhan ganti-ganti rugi tersebut adalah
harta pribadi dari masing-masing Akuntan Publik dalam hal KAP yang merupakan badan usaha
dalam menjalankan Jasanya berbentuk Perorangan ataupun Persekutuan Perdata ataupun
Persekutuan Firma.
Dalam ketentuan hukum Indonesia, tidak dikenal adanya pembatasan pertanggunganjawaban
pribadi dari anggota persekutuan perdata, baik yang berbentuk firma ataupun non firma. Artinya
dalam hal total dari nilai kerugian yang dibebankan kepadanya tersebut tidak mencukupi untuk
dibayarkan dari hartanya, maka ada kemungkinan seorang Akuntan Publik untuk dapat
dipailitkan secara pribadi sepanjang ketentuan dalam pasal 2 ayat (1) dari Undang-Undang No.
37 tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang terpenuhi.
Berbeda halnya di Amerika dan beberapa Negara lainnya, yang mengenal adanya pembatasan
pertanggungjawaban dari anggota persekutuan perdata dalam suatu badan usaha yang
berbentuk Limited Liability Partnership (LLP).
Potensi pertanggungjawaban secara pribadi ini harus menjadi perhatian yang sungguh-sungguh
dipahami oleh setiap Akuntan Publik untuk dapat kiranya menghindarkan setiap sikap-sikap

yang bertentangan dengan ketentuan hukum dan pengaturan Kode etik profesi Akuntan Publik
yang berlaku.
Selain konsekuensi Perdata, pelanggaran sikap profesionalisme yang dilakukan oleh Akuntan
Publik juga dapat memberikan akibat yang bersifat pidana. Pada dasarnya hal ini telah diusulkan
oleh pemerintah dalam Rancangan Undang-Undang Akuntan Publik yang saat ini telah berada
dalam tahap pembahasan akhir. Dimana selain konsekuensi yang bersifat hukuman sanksi
administratif, antara lain dalam pasal 46 RUU Akuntan Publik tersebut yang memberikan
konsekuensi pidana untuk waktu maksimum 6 tahun dan denda maksimum Rp 300 juta bagi
Akuntan Publik yang terbukti:
(a) melanggar pasal 32 ayat 6 yang isinya mewajibkan seorang Akuntan Publik untuk mematuhi
SPAP serta peraturan perundang-undangan yang berlaku, dimana pelanggar terhadap hal tersebut
telah menimbulkan kerugian bagi pihak lain;
(b) menyatakan pendapat atas Laporan Keuangan tidak berdasarkan bukti audit yang sah, relevan
dan cukup.
(c) melanggar ketentuan asal 37 ayat (1) huruf g dengan melakukan tindakan yang
mengakibatkan kertas kerja dan sokumen-dokumen lain yang berkaitan dengan pemberian jasa
tidak apat digunakan sebagaimana mestinya, dan juga huruf j dalam melakukan manipulasi data
yang berkaitan dengan jasa yang diberikan;
(d)Atau memberikan pernyataan tidak benar, dokumen also atau dokumen yang dipalsukan untuk
mendapatkan atau memperbaharui ijin Akuntan Publik atau untuk mendapatkan ijin usaha KAP
atau ijin pendirian cabang KAP.
Ketentuan pidana tersebut secara tegas ditentang oleh IAPI secara khusus terhadap pengenaan
akibat pidana dalam hal terbukti seorang Akuntan Publik dalam menjalankan tugas profesinya
tidak melakukannya berdasarkan ketentuan yang telah diatur dalam SPAP. Padahal, konsekuensi
dari pelanggaran SPAP tersebut dimata para akuntan publik seharusnya merupakan suatu
pelanggaran yang bersifat administratif sehingga sepantasnya dikenakan ketentuan sanksi
administratif bukan tindakan pidana.
Pada dasarnya, walaupun ketentuan pidana tidak diatur dalam PMK No.17/PMK.01/2008 dan
RUU Akuntan Publik, tetap saja tindakan pelanggaran yang dilakukan oleh Akuntan Publik
untuk berprofesi secara profesional membuka potensi untuk dipidanakan oleh orang-orang yang
dirugikan olehnya. Misalnya dalam hal terjadinya kedekatan yang sangat antara Akuntan Publik
tersebut dengan klien, atau bahkan juga mungkin pemilik ataupun Akuntan Publik tersebut
mempunyai hubungan keluarga langsung terhadap klien yang menggunakan jasanya tersebut,
ataupun Akuntan Publik tersebut mendapatkan imbalan khusus. Sehingga dapat saja seorang
Akuntan Publik melakukan tindakan kejahatan bahkan antara lain dengan cara
memalsukan suratseperti yang diatur dalam pasal 263 dan pasal 264 KUHP, ataupun melakukan
penipuan ataupun kebohongan seperti yang diatur dalam pasal 378 KUHP, yang dapat dikutip
sebagai berikut:

Pasal 263 (1) KUHP: Barangsiapa membuat secara tidak benar atau memalsu surat yang dapat
menimbulkan suatu hak, perikatan atau pembebasan utang, atau yang diperuntukkan sebagai
bukti dari suatu hal, dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain pakai surat
tersebut seolah-olah isinya benar dan tidak dipalsu, diancam, jika pemakaian tersebut dapat
menimbulkan kerugian, karena pemalsuan surat, dengan pidana penjara paling lama 6 tahun.
Pasal 378 KUHP: Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang
lain secara melawan hukum dengan memakai nama palsu atau martabat palsu; dengan tipu
muslihat ataupun dengan rangkaian kebiohongan , mengerakkan orang lain untuk menyerahkan
barang sesuatu kepadanya, supaya member utang maupun menghapuskan piutang, diancam,
karena penipuan, dengan pidana penjara palaing lama 4 tahun.
Atau jikapun Akuntan Publik tidak melakukan tindak kejahatan tersebut secara langsung akan
tetapi keterlibatannya dalam tindak pidana kejahatan pemalsuan suratataupun penipuan tersebut
dilakukan dengan cara turut melakukan ataupun membantu melakukan seperti yang diatur dalam
pasal 55 dan 56 KUH Pidana, yang dikutip sebagai berikut:
Pasal 55 ayat (1) KUHP: Dipidana sebagai pembuat (dader) sesuatu perbuatan pidana: Ke-1,
mereka yang melakukan menyuruh melakukan dan yang turut serta melakukan perbuatan; Ke-2,
mereka yang dengan memberi atau menjanjikan sesuatu, dengan menalahgunakan kekuasaan
atau martabat, dengan kekerasan, ancaman ataupenyesatan, atau dengan member kesempatan,
sarana atau keterangan, sengaja menganjurkan orang lain supaya melakukan perbuatan.
Pasal 56 KUHP: Dipidana sebagai pembantu (medepichtige) suatu kejahatan: Ke-1, mereka yang
sengaja membri bantuan pada waktu kejahatan dilakukan; Ke-2, Mereka yang sengaja member
kesempata, sarana atau keterangan untuk melakukan kejahatan.
Mengingat ketentuan hukum pidana telah diatur secara umum dalam KUHP,
pertanggungjawaban secara pidana tidak perlu harus terlebih dahulu diatur dalam UU Akuntan
Publik, karena secara umum, tindakan-tindakan yang berhubungan dengan melakukan ataupun
turut serta ataupun turut membantu melakukan kejahatan, akan memberikan konsekuensi
pertangungjawaban pidana terhadap seorang Akuntan Publik seperti yang dijelaskan dalam
pasal-pasal pidana tersebut di atas. Pemberian hukuman yang bersifat sanksi administratif, secara
hukum tidak dapat menghapuskan akibat pidana yang diancamkan kepada seorang Akuntan
Publik yang terbukti melakukan ataupun terlibat dalam tindakan kejahatan penipuan ataupun
pemalsuan surat tersebut.
Jelas sikap professional dari sang Akuntan Publik timbul bukan karena rangkaian ancaman
hukuman administratif, perdata dan bahkan pidana yang dapat menjeratnya dalam hal terjadinya
pelanggaran tersebut, akan tetapi lebih karena memang dunia bisnis Indonesia membutuhkan
suatu proses perjalanan yang sehat dan transparan, sehingga dalam hal menyajikan suatu
keberadaan suatu perusahaan melalui laporan keuangannya tersebut, publik sangat membutuhkan
akuntan publik yang benar-benar mempunyai kemampuan yang baik, professional dan

independen dalam menjamin maksimumnya tingkat akurasi kebenaran dari hasil pernyataan
pendapatnya terhadap Laporan Keuangan tersebut.
Etika Bisnis Dalam Akuntan Publik
Etika profesional dikeluarkan oleh organisasi bertujuan untuk mengatur perilaku para angota
dalam menjalankan praktek profesinya. Etika profesi bagi praktek akuntan di Indonesia disebut
dengan istilah kode etik dan dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia ( IAI ) ditambah dengan
NPA dan SPAP. Kantor akuntan publik merupakan tempat penyediaan jasa yang dilakukan oleh
profesi akuntan publik sesuai dengan Standar Peraturan Akuntan Publik ( SPAP ). Akuntan
publik berjalan sesuai dengan SPAP karena akuntan publik menjalankan jasa auditing, atestasi,
akuntansi dan review serta jasa akuntansi.
Suatu organisasi profesi memerlukan etika profesional karena organisasi profesi ini menyediakan
jasa kepada masyarakat untuk meneliti lebih lanjut mengenai suatu hal yang memerlukan
penelitian lebih lanjut dimana akan menghasilkan informasi yang lebih akurat dari hasil
penelitian. Jasa seperti ini memerlukan kepercayaan lebih serius dari mata masyarakat umum
terhadap mutu yang akan diberikan oleh jasa akuntan. Agar kepercayaan masyarakat terhadap
mutu jasa akuntan publik semakin tinggi, maka organisasi profesional ini memerlukan standar
tertentu sebagai pedoman dalam menjalankan kegiatannya.
Prinsip etika akuntan atau kode etik akuntan itu sendiri meliputi delapan butir pernyataan (IAI,
1998, dalam Ludigdo, 2007). Kedelapan butir pernyataan tersebut merupakan hal-hal yang
seharusnya dimiliki oleh seorang akuntan. Delapan butir tersebut terdeskripsikan sebagai berikut:
1 Tanggung Jawab Profesi
Dalam melaksanakan tanggung jawabnya sebagai profesional, setiap anggota harus senantiasa
menggunakan pertimbangan moral dan profesional dalam semuakegiatan yang dilakukannya.
2 Kepentingan Publik
Setiap anggota berkewajiban untuk senantiasa bertindak dalam kerangka pelayanan kepada
publik, menghormati kepercayaan publik, dan menunjukan komitmen atas profesionalisme.
3 Integritas
Untuk memelihara dan meningkatkan kepercayaan publik, setiap anggota harus memenuhi
tanggung jawab profesionalnya dengan integritas setinggi mungkin.
4 Objektivitas
Setiap anggota harus menjaga obyektivitasnya dan bebas dari benturan kepentingan dalam
pemenuhan kewajiban profesionalnya.
5 Kompetensi dan Kehati-hatian Profesional
Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya dengan berhati-hati, kompetensi dan
ketekunan, serta mempunyai kewajiban untuk mempertahankan pengetahuan dan ketrampilan
profesional pada tingkat yang diperlukan untuk memastikan bahwa klien atau pemberi kerja
memperoleh manfaat dari jasa profesional dan teknik yang paling mutakhir.
6 Kerahasiaan
Setiap anggota harus menghormati kerahasiaan informasi yang diperoleh selama melakukan jasa
profesional dan tidak boleh memakai atau mengungkapkan informasi tersebut tanpa persetujuan,
kecuali bila ada hak atau kewajiban profesional atau hukum untuk mengungkapkannya.
7 Perilaku Profesional
Setiap anggota harus berperilaku yang konsisten dengan reputasi profesi yang baik dan menjauhi
tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi.

8 Standar Teknis
Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya sesuai dengan standar teknis dan standar
profesional yang relevan. Sesuai dengan keahliannya dan dengan berhati-hati, anggota
mempunyai kewajiban untuk melaksanakan penugasan dari penerima jasa selama penugasan
tersebut sejalan dengan prinsip integritas dan obyektivitas.
Tanggung Jawab Sosial Kantor Akuntan Publik Sebagai Entitas Bisnis
Gagasan bisnis kontemporer sebagai institusi sosial muncul dikembangkan berdasarkan persepsi
yang menyatakan bahwa bisnis bertujuan untuk memperoleh laba. Persepsi ini diartikulasi secara
jelas oleh Milton Friedman yang memaparkan bahwa tanggung jawab bisnis yang utama adalah
menggunakan sumber daya dan mendesain tindakan untuk meningkatkan laba sepanjang tetap
mengikuti atau mematuhi aturan permainan. Hal ini dapat dikatakan bahwa bisnis tidak
seharusnya diwarnai oleh penipuan dan kecurangan. Pada struktur utilitarian, melakukan
aktivitas untuk memenuhi kepentingan sendiri diperbolehkan. Untuk memenuhi kepentingan
sendiri, setiap orang memiliki cara yang berbeda-beda dan terkadang saling berbenturan satu
dengan yang lainnya. Menurut Smith mengejar kepentingan pribadi diperbolehkan sepanjang
tidak melanggar hukum dan keadilan atau kebenaran. Bisnis harus diciptakan dan
diorganisasikan dengan cara yang bermanfaat bagi masyarakat
Kewajiban Kriminal
Cara terakhir para Akuntan Publik dianggap bertanggungjawab
Akuntan Publik dapat disalahkan Karena tindakan Kriminal menurut hukum atau peraturan di
setiap negara.
Beberapa undang-undang seperti Uniform Securities Acts, Securuties Acts 1933 dan 1934,
Federal Mail Fraud Statute dan Federal False Statement Statute menyebutkan bahwa menipu
orang lain dengan sadar terlibat dalam laporan keuangan yang palsu adalah perbuatan kriminil .
Beberapa tuntutan yang terjadi menuntut perlunya profesi auditing untuk meneliti peraturan
perilaku yang menyangkut kerahasiaan dan mencoba memperjelas persyaratan - persyaratan
yang konsisten dengan common law .
AICPA dan Profesi dapat melakukan 3 hal untuk mengurangi resiko tuntutan hukum, yaitu :
1. Mencari Perlindungan dari proses peradilan atau litigasi yang tidak terpuji
2. Meningkatkan performa Auditing
3. Mendidik Para Pemakai Mengenai Batas-Batas Auditing
Tanggapan Profesi Terhadap Kewajiban Hukum
AICPA dan profesi mengurangi resiko terkena sanksi hukum dengan langkah-langkah berikut :
Riset secara berkesinambungan, untuk menemukan cara-cara yang lebih baik dalam
melaksanakan audit seperti mengungkap salah saji atau fraud yang tidak sengaja, menyampaikan
hasil audit kepada pemakai laporan dan menyakinkan bahawa auditor adalah independen
Penetapan standar dan aturan, untuk menyesuaikan terhadap kebutuhan audit, kebutuhan
masyarakat dan timbulnya teknologi baru

Menetapkan persyaratan untuk melindungi auditor


Menetapkan persyaratan penelaahan sejawat,untuk mendidik anggota dan mngindentifikasi
kantor akuntan publik yang tidak memenuhi standar profesi
Melawan hukum, terutama untuk melawan tuntutan yang kurang berdasar
Pendidikan bagi pemakai laporan, terutama mengenai maksud dari pendapat auditor dan
wawasan serta sifat dari pekerjaan auditor
Memberi sanksi kepada anggota karena hasil kerja yang tak pantas
Perundingan untuk perubahan hukum, tujuannya untuk mengurangi biaya kewajiban sebagai
sasaran untuk mngurangi biaya asuransi kewajiban yang dibebankan kepada pelanggan melalaui
kenaikan harga
Tanggapan Akuntan Publik Terhadap Kewajiban Hukum
Dalam meringankan kewajibannya auditor dapat melakukan langkah-langkah berikut :
1. Hanya berurusan dengan klien yang memiliki integritas
2. Mempekerjakan staf yang kompeten dan melatih serta mengawasi dengan pantas
3. Mengikuti standar profesi
4. Mempertahankan independensi
5. Memahami usaha klien
6. Melaksanakan audit yang bermutu
7. Mendokumentasika pekerjaan secara memadai
8. Mendapatkan surat penugasan dan surat pernyataan
9. Mempertahankan hubungan yang bersifat rahasia
10. Perlunya asuransi yang memadai; dan
11. Mencari bantuan hokum
Tinjauan Beberapa Kasus
Kasus dugaan penggelembungan nilai (mark up) yang dilakukan oleh PT. Kimia Farma dimana
laba perusahaan pada tahun 2001 dicatat sebesar Rp 132 Milyar padahal sebenarnya hanya Rp
99,594 Milyar. Laporan adanya indikasi mark up tersebut diberikan sendiri oleh pihak auditor
yang mengaudit dari laboran keuangan perseroan tahun 2001 tersebut. Bapepam akhirnya
menjatuhkan sanksi denda Rp 500 juta Kepada PT. Kimia Farma Tbk, dan kepada auditornya
sebesar Rp 100 juta (Huanakala dan Shinneke, 2003).
Dalam kasus PT. Bank Lippo Tbk, pihak manajemen dinilai teledor dengan menyatakan laporan
keuangan unaudited sebagai audited. Seharusnya begitu mengetahui ada perbedaan dalam
laporan keuangan manajemen langsung mengoreksinya dan mengumumkan kepada publik. Pada
kasus ini Bapepam memberikan sanksi denda administratif sebesar Rp 2,5 milyar bagi PT. Bank
Lippo Tbk untuk kesalahan penempatan kata audited dan Rp 3,5 juta bagi akuntan publiknya
untuk keterlambatan menyampaikan laporan penting (Huanakala dan Shinneke, 2003).
Pada Tahun 1983 Giant Store membeli perusahaan Rosenblum dengan pertukaran saham. Nilai
saham ditentukan berdasarkan laporan keuangan Giant Store yang telah diaudit oleh kantor
akuntan publik. Pemilik Rosenblum menuntut auditor dengan dasar kelalaian untuk menemukan
penipuan, yang menyebabkan saham diterima dengan harga yang sebenarnya lebih rendah.
Pembelaan auditor adalah bahwa penuntut tidak mempunyai hubungan. Kasus diselesaikan oleh
Pengadilan Tinggi New Jersey dengan keuntungan pada pihak penuntut. Dalam putusannya itu,

pengadilan menyatakan bahwa auditor mempunyai tugas bagi semua orang yang seharusnya
sudah dapat diketahui sebagai pemakai laporan keuangan, karena mereka menggantungkan
laporan keuangan tersebut untuk tujuan bisnis mereka. (Loebbecke dan Arens, 1999,h.795).
Dalam kasus ESM Government Securiites vs Alexander Grart & Co (1986), manajemen
mengatakan kepada partner KAP yang mengaudit ESM bahwa laporan keuangan tahun lalu yang
telah diaudit mengandung kesalahan yang material. Daripada mengikuti standar yang berlaku
partner setuju untuk tidak mengungkapkannya dalam tahun berjalan. Tetapi situasi memburuk,
dan bahkan, menimbulkan keruguan lebih dari Rp 600 milyar. Partner disalahkan karena
tindakan kriminal yang melindungi penipuan dan harus menjalani hukuman penjara selama 12
tahun.
Kantor Akuntan Publik biasanya menggunakan satu atau kombinasi dari empat pembelaan
berikut bila terdapat tuntutan hukum oleh klien yaitu:
Tidak ada kewajiban (Lack of duty)
Tidak ada kewajiban untuk melakukan jasa berarti kantor akuntan publik mengklaim bahwa
tidak ada kontrak yang tersirat atau yang dinyatakan. Misalnya KAP mengklaim bahwa
kekeliruan itu tidak dapat diungkapkan karena kantornya hanya melakukan jasa penelaahan,
bukan audit yaitu dengan penggunaan surat penugasan yang menunjukkan tidak adanya
kewajiban untuk melaksanakan tugas.
Tidak ada kelalaian dalam pelaksanaan pekerjaan (Nonnegligent performance)
Untuk pelaksanaan kerja yang tidak mengandung kelalaian di dalam suatu audit, KAP
mengklaim bahwa auditnya itu dilaksanakan sesuai dengan standar auditing yang berlaku umum.
Seandainya terdapat kesalahan, salah saji yang disengaja atau salah pernyataan yang tidak
ditemukan, auditor tidak bertanggung jawab jika auditnya dilakukan secara benar.
Kelalaian kontribusi (Contributory negligence)
Pembelaan terhadap kelalaian kontribusi yang dilakukan oleh klien mengandung arti bahwa KAP
menjamin jika klien telah melaksanakan kewajiban tertentu , tidak akan terjadi kerugian
Ketiadaan hubungan timbal balik (Absence of causal connection)
Agar sukses dalam tuntutan terhadap auditor, klien harus mampu menunjukkan terdapat
hubungan timbal balik yang dekat antara pelanggaran auditor terhadap standar kesungguhan
dengan kerugian yang dialami klien.

Classified data and information

Kode Etik
Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia terdiri dari tiga bagian:
Prinsip Etika,
Aturan Etika, dan
Interpretasi Aturan Etik
Prinsip Etika memberikan kerangka dasar bagi Aturan Etika, yang mengatur pelaksanaan
pemberian jasa profesional oleh anggota. Prinsip Etika disahkan oleh Kongres dan berlaku bagi
seluruh anggota, sedangkan Aturan Etika disahkan oleh Rapat Anggota Himpunan dan hanya
mengikat anggota Himpunan yang bersangkutan. Interpretasi Aturan Etika merupakan
interpretasi yang dikeluarkan oleh Badan yang dibentuk oleh Himpunan setelah memperhatikan
tanggapan dari anggota, dan pihak-pihak berkepentingan lainnya, sebagai panduan dalam
penerapan Aturan Etika, tanpa dimaksudkan untuk membatasi lingkup dan penerapannya.
4. Prinsip Etika Profesi Akuntan
a. Prinsip Pertama Tanggung Jawab Profesi
Dalam melaksanakan tanggung-jawabnya sebagai profesional setiap anggota harus senantiasa
menggunakan pertimbangan moral dan profesional dalam semua kegiatan yang dilakukannya.
Sebagai profesional, anggota mempunyai peran penting dalam masyarakat. Sejalan dengan
peranan tersebut, anggota mempunyai tanggung jawab kepada semua pemakai jasa profesional
mereka. Anggota juga harus selalu bertanggung jawab untuk bekerja sarna dengan sesama
anggota untuk mengembangkan profesi akuntansi, memelihara kepercayaan masyarakat, dan
menjalankan tanggung-jawab profesi dalam mengatur dirinya sendiri. Usaha kolektif semua
anggota diperlukan untuk memelihara dan meningkatkan tradisi profesi.
b. Prinsip Kedua Kepentingan Publik
Setiap anggota berkewajiban untuk senantiasa bertindak dalam kerangka pelayanan kepada
publik, menghormati kepercayaan publik, dan menunjukkan komitmen atas profesionalisme.
c. Prinsip Ketiga Integritas
Untuk memelihara dan meningkatkan kepercayaan publik, setiap anggota harus memenuhi
tanggung jawab profesionalnya dengan integritas setinggi mungkin.
Integritas adalah suatu elemen karakter yang mendasari timbulnya pengakuan profesional.
Integritas merupakan kualitas yang melandasi kepercayaan publik dan merupakan patokan
(benchmark) bagi anggota dalam menguji semua keputusan yang diambilnya.
d. Prinsip Keempat Obyektivitas
Setiap anggota harus menjaga obyektivitasnya dan bebas dari benturan kepentingan dalam
pemenuhan kewajiban profesionalnya. Obyektivitas adalah suatu kualitas yang memberikan nilai
atas jasa yang diberikan anggota. Prinsip obyektivitas mengharuskan anggota bersikap adil, tidak
memihak, jujur secara intelektual, tidak berprasangka atau bias, serta bebas dari benturan
kepentingan atau berada di bawah pengaruh pihak lain.

e. Prinsip Kelima Kompetensi dan Kehati-hatian Profesional


Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya dengan kehati-hatian, kompetensi dan
ketekunan, serta mempunyai kewajiban untuk mempertahankan pengetahuan dan keterampilan
profesional pada tingkat yang diperlukan untuk memastikan bahwa klien atau pemberi kerja
memperoleh matifaat dari jasa profesional yang kompeten berdasarkan perkembangan praktik,
legislasi dan teknik yang paling mutakhir.
f. Prinsip Keenam Kerahasiaan
Setiap anggota harus, menghormati kerahasiaan informasi iyang diperoleh selama melakukan
jasa profesional dan tidak boleh memakai atau mengungkapkan informasi tersebut tanpa
persetujuan, kecuali bila ada hak atau kewajiban profesional atau hukum untuk
mengungkapkannya
g. Prinsip Ketujuh Perilaku Profesional
Setiap anggota harus berperilaku yang konsisten dengan reputasi profesi yang baik dan menjauhi
tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi: Kewajiban untuk menjauhi tingkah laku yang
dapat mendiskreditkan profesi hams dipenuhi oleh anggota sebagai perwujudan tanggungjawabnya kepada penerima jasa, pihak ketiga, anggota yang lain, staf, pemberi kerja dan
masyarakat umum.
h. Prinsip Kedelapan Standar Teknis
Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya sesuai dengan standar teknis dan standar
proesional yang relevan. Sesuai dengan keahliannya dan dengan berhati-hati, anggota
mempunyai kewajiban untuk melaksanakan penugasan dari penerima jasa selama penugasan
tersebut sejalan dengan prinsip integritas dan obyektivitas.
Standar teknis dan standar profesional yang hams ditaati anggota adalah standar yang
dikeluarkan oleh lkatan Akuntan Indonesia, International Federation of Accountants, badan
pengatur, dan peraturan perundang-undangan yang relevan.
Mengharuskan seorang akuntan untuk tidak mengungkapkan informasi rahasia kecuali ada
otorisasi dan hukum yang mengharuskan untuk melakukan hal tersebut.
Praktisi manajemen akuntansi dan manajemen keuangan memiliki tanggung jawab untuk:
Mampu menahan diri dari mengungkapkan informasi rahasia yang diperoleh dalam
pekerjaan, kecuali ada izin dari atasan atau atas dasar kewajiban hukum.
Menginformasikan kepada bawahan mengenai kerahasiaan informasi yang diperoleh,
agar dapat menghindari bocornya rahasia perusahaan. Hal ini dilakukan juga untuk
menjaga pemeliharaan kerahasiaan.
Menghindari diri dari mengungkapkan informasi yang diperoleh untuk kepentingan pribadi
maupun kelompok secara ilegal melalui pihak ketiga

Etika Bisnis Dalam Akuntan Publik


Etika profesional dikeluarkan oleh organisasi bertujuan untuk mengatur perilaku para angota
dalam menjalankan praktek profesinya. Etika profesi bagi praktek akuntan di Indonesia disebut
dengan istilah kode etik dan dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia ( IAI ) ditambah dengan
NPA dan SPAP. Kantor akuntan publik merupakan tempat penyediaan jasa yang dilakukan oleh
profesi akuntan publik sesuai dengan Standar Peraturan Akuntan Publik ( SPAP ). Akuntan
publik berjalan sesuai dengan SPAP karena akuntan publik menjalankan jasa auditing, atestasi,
akuntansi dan review serta jasa akuntansi.
Suatu organisasi profesi memerlukan etika profesional karena organisasi profesi ini menyediakan
jasa kepada masyarakat untuk meneliti lebih lanjut mengenai suatu hal yang memerlukan
penelitian lebih lanjut dimana akan menghasilkan informasi yang lebih akurat dari hasil
penelitian. Jasa seperti ini memerlukan kepercayaan lebih serius dari mata masyarakat umum
terhadap mutu yang akan diberikan oleh jasa akuntan. Agar kepercayaan masyarakat terhadap
mutu jasa akuntan publik semakin tinggi, maka organisasi profesional ini memerlukan standar
tertentu sebagai pedoman dalam menjalankan kegiatannya.
Prinsip etika akuntan atau kode etik akuntan itu sendiri meliputi delapan butir pernyataan (IAI,
1998, dalam Ludigdo, 2007). Kedelapan butir pernyataan tersebut merupakan hal-hal yang
seharusnya dimiliki oleh seorang akuntan.

2
3
4
5
6

Fungsi Etika
Sarana untuk memperoleh orientasi kritis berhadapan dengan berbagai moralitas yang
membingungkan. Etika ingin menampilkan ketrampilan intelektual yaitu ketrampilan untuk
berargumentasi secara rasional dan kritis. Orientasi etis ini diperlukan dalam mengabil sikap
yang wajar dalam suasana pluralisme.
Faktor faktor Yang Mempengaruhi Pelanggaran Etika:
Kebutuhan Individu
Tidak Ada Pedoman
Perilaku dan Kebiasaan Individu Yang Terakumulasi dan Tak Dikoreksi
Lingkungan Yang Tidak Etis
Perilaku Dari Komunitas
Sanksi Pelanggaran Etika
Sanksi Sosial adalah Skala relatif kecil, dipahami sebagai kesalahan yang dapat dimaafkan.
Sanksi Hukum adalah Skala besar, merugikan hak pihak lain.

Jenis jenis Etika


Etika umum yang berisi prinsip serta moral dasar.
Etika khusus atau etika terapan yang berlaku khusus.
BAB II PEMBAHASAN
2.1 FRAUD CONCEPT
Secara harafiah fraud didefInisikan sebagai kecurangan, namun pengertian ini telah
dikembangkan lebih lanjut sehingga mempunyai cakupan yang luas. Blacks Law Dictionary
Fraud menguraikan pengertian fraud mencakup segala macam yang dapat dipikirkan manusia,

dan yang diupayakan oleh seseorang, untuk mendapatkan keuntungan dari orang lain dengan
saran yang salah atau pemaksaan kebenaran, dan mencakup semua cara yang tidak terduga,
penuh siasat. Licik, tersembunyi, dan setiap cara yang tidak jujur yang menyebabkan orang lain
tertipu. Secara singkat dapat dikatakan bahwa fraud adalah perbuatan curang (cheating) yang
berkaitan dengan sejumlah uang atau properti. Fraud adalah sebuah istilah di bidang IT yang
artinya sebuah perbuatan kecuranganyang melanggar hukum (illegal-acts) yang dilakukan secara
sengajadan sifatnya dapatmerugiakan pihak lain.
Istilah keseharian adalah kecurangan diberi nama yang berlainan seperti pencurian,
penyerobotan, pemerasaan, penjiplakan, penggelapan, dan lain-lain. Orang awam sering kali
mengartikan bahwa fraud secara sempit adalah tindak pidana atau perbuatan korupsi. Fraud atau
kecurangan itu sendiri adalah tindakan yang melawan Hukum oleh orang-orang dari dalam dan
atau luar organisasi, dengan maksud untuk mendapatkan keuntungan pribadi dan atau
kelompoknya yang secara langsung merugikan pihak lain.
Orang awam sering kali mengartikan bahwa fraud secara sempit adalah tindak pidana
atau perbuatan korupsi. Dari beberapa definisi atau pengertian Fraud (kecurangan) diatas, maka
tergambarkan bahwa yang dimaksud dengan kecurangan (fraud) adalah sangat luas dan dapat
dilihat pada beberapa kategori kecurangan. Namun secara umum, unsure-unsur dari kecurangan
(Keseluruhan unsur harus ada, jika ada yang tidak ada maka dianggap kecurangan tidak terjadi)
adalah :
1
Harus terdapat salah pernyataan (misrepresentation).
2.
Dari suatu masalah masa lampau (past) dan sekarang (present).
3.
Fakta bersifat material.
4.
Dilakukan secara sengaja atau tanpa perhitungan (make knowingly or recklessly).
FRAUD TRIANGLE
Ada 3 hal yang mendorong terjadinya sebuah upaya fraud, yaitu pressure (dorongan),
opportunity (peluang), dan rationalization (rasionalisasi), sebagaimana tergambar berikut ini:

Pressure
Pressure adalah dorongan yang menyebabkan seseorang melakukan fraud, contohnya hutang
atau tagihan yang menumpuk, gaya hidup mewah, ketergantungan narkoba, dll. Pada umumnya
yang mendorong terjadinya fraud adalah kebutuhan atau masalah finansial. Tapi banyak juga
yang hanya terdorong oleh keserakahan.

Opportunity
Opportunity adalah peluang yang memungkinkan fraud terjadi. Biasanya disebabkan karena
internal control suatu organisasi yang lemah, kurangnya pengawasan, dan/atau penyalahgunaan
wewenang. Di antara 3 elemen fraud triangle, opportunity merupakan elemen yang paling
memungkinkan untuk diminimalisir melalui penerapan proses, prosedur, dan control dan upaya
deteksi dini terhadap fraud.
Rationalization
Rasionalisasi menjadi elemen penting dalam terjadinya fraud, dimana pelaku mencari
pembenaran atas tindakannya, misalnya:
1. Bahwasanya tindakannya untuk membahagiakan keluarga dan orang-orang yang dicintainya.
2. Masa kerja pelaku cukup lama dan dia merasa seharusnya berhak mendapatkan lebih dari
yang telah dia dapatkan sekarang (posisi, gaji, promosi, dll.)
3. Perusahaan telah mendapatkan keuntungan yang sangat besar dan tidak mengapa jika pelaku
mengambil bagian sedikit dari keuntungan tersebut.
2.2 MONEY LAUNDERING, BRIBERY, AND MALPRACTICE
Pencucian uang (Money Laundering) adalah suatu upaya perbuatan untuk
menyembunyikan atau menyamarkan asal usul uang/dana atau Harta Kekayaan hasil tindak
pidana melalui berbagai transaksi keuangan agar uang atau Harta Kekayaan tersebut tampak
seolah-olah berasal dari kegiatan yang sah/legal. Inti dari pencucian uang adalah "mencuci "
uang kotor yang didapat dari kegiatan ilegal atau hasil kejahatan seperti mencuri, merampok,
menipu, korupsi, bisnis ilegal agar setelah di "cuci" uang tampak bersih dan (seakan akan)
diapat dengan cara yang legal dan halal.
Transaksi keuangan mencurigakan yaitu :
1. Transaksi keuangan yang menyimpang dari profil, karakteristik, atau kebiasaan pola
transaksi dari pengguna jasa yang bersangkutan.
2. Transaksi Keuangan oleh Pengguna Jasa yang patut diduga dilakukan dengan tujuan
untuk menghindari pelaporan Transaksi yang bersangkutan yang wajib dilakukan oleh
Pihak Pelapor sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini
3. Transaksi Keuangan yang dilakukan atau batal dilakukan dengan menggunakan Harta
Kekayaan yang diduga berasal dari hasil tindak pidana; atau
4. Transaksi Keuangan yang diminta oleh PPATK untuk dilaporkan oleh Pihak Pelapor
karena melibatkan Harta Kekayaan yang diduga berasal dari hasil tindak pidana.
Contoh pencucian uang ini sangat banyak, namun saya akan memberi contoh yang paling
umum adalah 4 hal berikut:
Walter White adalah seorang guru SMA yang berpenghasilan cuma 4 juta perbulan. Selain
sebagai guru SMA, dia juga seorang pembuat sekaligus bandar narkoba. Agar hasil transaksi
narkoba ini tidak dicurigai, maka ia membuka usaha Cuci Mobil. Setiap hasil transaksi narkoba,
dia campurkan uangnya ke dalam transaksi pembayaran cuci mobil jadi seolah olah semua uang
yang didapat adalah dari hasil cuci mobil.

Lebih detail, caranya adalah sebagai berikut, walter setiap bulan bisa mendapatkan uang dari
penjualan narkoba sebesar 9 juta, maka uang tersebut dicuci perhari sebesar 300 rb rupiah.
Caranya, anggaplah usaha cuci mobil pehari ada 100 mobil yang dicuci, dengan biaya cuci mobil
10ribu, maka seharusnya cuci mobil perhari mendapat 1 juta, nah agar uang narkoba bisa terlihat
seakan akan dari bisnis cuci mobil,maka di buku pendapatan ditulis bahwa hasil cuci mobil
perhari mendapat 1.3 juta, nah, jika ditelusuri maka lebih jauh, maka akan tercatat bahwa dalam
sehari ada 130 pelanggan. :). 30 pelanggan yang ditambahkan adalah fiktif. Tidak terlalu
keliatan bukan?
2.3 BRIBERY
Bribery adalah suatu tindakan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang
dengan memberikan imbalan kepada pihak lain dengan maksud mendapatkan apa yang
diinginkan. Bribery bisa disebut juga dengan penyuapan. Bribery merupakan tindakan yang
tidak etis sama sekali
Contoh kasus bribery atau penyuapan :
Mencermati kasus suap menyuap yang melibatkan anggota KPPU M. Iqbal dan Presdir First
Media Billy Sindoro dapat membuka mata kita bahwa begitu kotornya etika bisnis di Indonesia.
Jika etika bisnis seperti itu masih dipertahankan maka jangan harap korupsi dapat hilang dari
negara kita. Oleh karena itu, jangan ada lagi pengusaha-pengusaha di Indonesia yang memiliki
etika bisnis seperti Lippo. Lippo Group yang dikenal sebagai perusahaan besar di Indonesia saja
ternyata memiliki etika bisnis yang sangat buruk. Dengan kasus Suap KPPU sangat jelas telihat
bahwa Billy Sindoro (tangan kanan Bos Lippo Group) menyuap M. Iqbal untuk mempengaruhi
putusan KPPU dalam kasus dugaan monopoli Siaran Liga Inggris. Lippo ingin Astro Malaysia
tetap menyalurkan content ke PT Direct Vision (operator Astro Nusantara)
meski Astro Malaysia tengah bersiteru dengan Lippo Group. Jika Investor Asing seperti Astro
Malaysia diperlakukan seperti itu maka tidak akan ada lagi investor asing yang mau masuk ke
Indonesia. Akibatnya, perekonomian Indonesia akan semakin buruk dan akan terjadi krismon
entah yang ke berapa kalinya, apalagi dalam berita hari ini BI rate naik dari 0,25 % menjadi 9,5
%.
Bribery atau penyuapan diatur dalam KUHP pasal 209 ayat 1, diancam dengan pidana penjara
paling lama dua tahun delapan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus
rupiah.
Dalam UU No. 20 Tahun 2001 penyuapan masuk ke dalam jenis gratifikasi, pasal 12B dengan
ancaman pidana penjara seumur hidup atau penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20
tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak 1 miliar.
2.4 Malpractice
Malpraktek adalah, setiap sikap tindak yang salah, kekurangan keterampilan dalam
ukuran tingkat yang tidak wajar. Istilah ini umumnya dipergunakan terhadap sikap tindak dari
para dokter, pengacara dan akuntan. Kegagalan untuk memberikan pelayanan profesional dan
melakukan pada ukuran tingkat keterampilan dan kepandaian yang wajar di dalam
masyarakatnya oleh teman sejawat rata-rata dari profesi itu, sehingga mengakibatkan luka,
kehilangan atau kerugian pada penerima pelayanan tersebut yang cenderung menaruh
kepercayaan terhadap mereka itu. Termasuk di dalamnya setiap sikap tindak profesional yang
salah, kekurangan keterampilan yang tidak wajar atau kurang kehati-hatian atau kewajiban
hukum, praktek buruk atau ilegal atau sikap immoral.

Pada peraturan perundang-undangan Indonesia yang sekarang berlaku tidak ditemukan


pengertian mengenai malpraktik. Akan tetapi makna atau pengertian malpraktik justru didapati
dalam Pasal 11 ayat (1) huruf b UU No. 6 Tahun 1963 tentang Tenaga Kesehatan (UU Tenaga
Kesehatan) yang telah dinyatakan dihapus oleh UU No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan. Oleh
karena itu secara perundang-undangan, menurut Dr. H. Syahrul Machmud, S.H., M.H., ketentuan
Pasal 11 ayat (1) huruf b UU Tenaga Kesehatan dapat dijadikan acuan makna malpraktik yang
mengidentifikasikan malpraktik dengan melalaikan kewajiban, berarti tidak melakukan sesuatu
yang seharusnya dilakukan.
Pasal 11 ayat (1) huruf b UU Tenaga Kesehatan:
(1) Dengan tidak mengurangi ketentuan-ketentuan di dalam Kitab Undang-undang Hukum
Pidana dan Peraturan-peraturan perundang-undangan lain, maka terhadap tenaga kesehatan dapat
dilakukan tindakan-tindakan administratip dalam hal sebagai berikut:
a) melalaikan kewajiban;
b) melakukan sesuatu hal yang seharusnya tidak boleh diperbuat oleh seorang tenaga
kesehatan, baik mengingat sumpah jabatannya maupun mengingat sumpah sebagai tenaga
kesehatan;
c) mengabaikan sesuatu yang seharusnya dilakukan oleh tenaga kesehatan;
d) melanggar sesuatu ketentuan menurut atau berdasarkan undang-undang ini.
Jadi, dilihat dari arti istilah malpraktik itu sendiri, malpraktik tidak merujuk hanya kepada suatu
profesi tertentu sehingga dalam hal ini kami akan menjelaskan dengan merujuk pada ketentuan
beberapa profesi yang ada, misalnya:
1. Dokter dan dokter gigi sebagaimana diatur dalam UU No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik
Kedokteran (UU Praktik Kedokteran);
2. Advokat sebagaimana diatur dalam UU No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat (UU
Advokat);
3. Notaris sebagaimana diatur dalam UU No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (UU
Jabatan Notaris);
4. Akuntan publik sebagaimana diatur dalam UU No. 5 Tahun 2011 tentang Akuntan Publik
(UU Akuntan Publik).
Setiap profesi yang telah kami sebutkan juga memiliki kode etik masing-masing sebagai
pedoman dalam menjalankan tugas profesi. Selain peraturan perundang-undangan, kode etik
biasanya juga dijadikan dasar bagi organisasi profesi tersebut untuk memeriksa apakah ada
pelanggaran dalam pelaksanaan tugas.
Untuk profesi akuntan publik, selain kode etik, ditambah pula dengan Standar Profesional
Akuntan Publik (SPAP), yaitu acuan yang ditetapkan menjadi ukuran mutu yang wajib dipatuhi
oleh Akuntan Publik dalam pemberian jasanya (Pasal 1 angka 11 UU Akuntan Publik). Seperti
juga profesi akuntan publik, profesi dokter dan dokter gigi juga memiliki peraturan disiplin
profesional yang diatur dalam Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia No. 4 Tahun 2011 tentang
Disiplin Profesional Dokter dan Dokter Gigi.
Atas segala ketentuan terkait pedoman profesi-profesi di atas (baik yang ada dalam peraturan
perundang-undangan maupun kode etik), terdapat pihak yang akan melakukan pengawasan dan

menjatuhkan sanksi atas pelanggaran ketentuan profesi-profesi tersebut. Biasanya terdapat


organisasi profesi atau badan khusus yang dibentuk untuk mengawasi profesi tersebut.
Untuk profesi advokat, pihak yang melakukan pengawasan dan dapat menjatuhkan sanksi
terhadap malpraktik advokat adalah Organisasi Advokat dan Dewan Kehormatan Organisasi
Advokat (Pasal 26 UU Advokat). Sedangkan untuk profesi Notaris dilakukan oleh Majelis
Pengawas (Pasal 67 UU Jabatan Notaris), untuk profesi akuntan publik dilakukan oleh Menteri
Keuangan (Pasal 53 UU Akuntan Publik), dan untuk profesi dokter serta dokter gigi dilakukan
oleh Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (Pasal 1 angka 3 Pedoman Organisasi
dan Tatalaksana Kerja Majelis Kehormatan Etika Kedokteran Indonesia).
Organisasi profesi atau badan khusus yang dibentuk untuk mengawasi tugas profesi biasanya
akan menjatuhkan sanksi administratif kepada anggotanya yang terbukti melanggar kode etik.
Selain itu tidak menutup kemungkinan bahwa ia dapat pula dikenakan sanksi pidana apabila
terbukti memenuhi unsur-unsur tindak pidana yang diatur dalam undang-undang masing-masing
profesi.
Selain itu, klien atau pasien sebagai pengguna jasa juga merupakan konsumen sehingga dalam
hal ini berlaku juga ketentuan UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
(UUPK). Profesi-profesi sebagaimana disebutkan di atas termasuk sebagai pelaku usaha (Pasal
1 angka 3 UUPK), yang berarti ketentuan Pasal 19 ayat (1) UUPK berlaku pada mereka:
Pasal 19 ayat (1) UUPK:
Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, dan/atau
kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan/atau jasa yang dihasilkan atau
diperdagangkan.
Jadi, tindakan seperti apa yang termasuk sebagai malpraktik ditentukan oleh organisasi profesi
atau badan khusus yang dibentuk untuk mengawasi tugas profesi berdasarkan peraturan
perundang-undangan dan kode etik masing-masing profesi. Setiap tindakan yang terbukti sebagai
tindakan malpraktik akan dikenakan sanksi.

Responsibility to Client

A. Mendeteksi Kecurangan
Tanggung jawab untuk mendeteksi kecurangan ataupun kesalahan-kesalahan yang tidak
disengaja, diwujudkan dalam perencanaan dan pelaksanaan audit untuk mendapatkan keyakinan
yang memadai tentang apakah laporan keuangan bebas dari salah saji material yang disebabkan
oleh kesalahan ataupun kecurangan.
Tanggung jawab untuk melaporkan kecurangan jika terdapat bukti adanya kecurangan.
Laporan ini dilaporkan oleh auditor kepada pihak manajemen, komite audit, dewan
direksi
B. Tindakan pelanggaran hukum oleh klien
Tanggung jawab untuk mendeteksi pelanggaran hukum yang dilakukan oleh klien.
Auditor bertanggung jawab atas salah saji yang berasal dari tindakan melanggar hukum
yang memiliki pengaruh langsung dan material pada penentuan jumlah laporan keuangan.
Untuk itu auditor harus merencanakan suatu audit untuk mendeteksi adanya tindakan

melanggar hukum serta mengimplementasikan rencana tersebut dengan kemahiran yang


cermat dan seksama.
Tanggung jawab untuk melaporkan tindakan melanggar hukum. Apabila suatu tindakan
melanggar hukum berpengaruh material terhadap laporan keuangan, auditor harus
mendesak manajemen untuk melakukan revisi atas laporan keuangan tersebut. Apabila
revisi atas laporan keuangan tersebut kurang tepat, auditor bertanggung jawab untuk
menginformasikannya kepada para pengguna laporan keuangan melalui suatu pendapat
wajar dengan pengecualian atau pendapat tidak wajar bahwa laporan keuangan disajikan
tidak sesuai dengan prinsip akuntansi berterima umum.
Auditor memiliki beberapa tanggung jawab yaitu:
a. Tanggung jawab terhadap opini yang diberikan.
Tanggung jawab ini hanya sebatas opini yang diberikan, sedangkan laporan keuangan merupakan
tanggung jawab manajemen. Hal ini disebabkan pengetahuan auditor terbatas pada apa yang
diperolehnya melalui audit. Oleh karena itu penyajian yang wajar posisi keuangan, hasil usaha
dan arus kas sesuai dengan standar akuntansi yang berlaku umum, menyiratkan bagian terpadu
tanggung jawab manajemen.
b. Tanggung jawab terhadap profesi.
Tanggung jawab ini mengenai mematuhi standar/ketentuan yang telah disepakati IAI, termasuk
mematuhi prinsip akuntansi yang berlaku, standar auditing dan kode etik akuntan Indonesia.
c. Tanggung jawab terhadap klien.
Auditor berkewajiban melaksanakan pekerjaan dengan seksama dan menggunakan kemahiran
profesionalnya, jika tidak dia akan dianggap lalai dan bisa dikenakan sanksi.
d. Tanggung jawab untuk mengungkapkan kecurangan.
Bila ada kecurangan yang begitu besar tidak ditemukan, sehingga menyesatkan, akuntan publik
harus bertanggung jawab.
e. Tanggung jawab terhadap pihak ketiga
Tanggung jawab ini seperti investor, pemberi kredit dan sebagainya. Contoh dari tanggung jawab
ini adalah tanggung jawab atas kelalaiannya yang bisa menimbulkan kerugian yang cukup besar,
seperti pendapat yang tidak didasari dengan dasar yang cukup.
f. Tanggung jawab terhadap pihak ketiga atas kecurangan yang tidak ditemukan. Dengan melihat
lebih jauh penyebabnya, jika kecurangan karena prosedur auditnya tidak cukup, maka auditor
harus bertanggung jawab.

BAB III PENUTUP


3.1 KESIMPULAN
Dari hasil pembahasan tentang Materi GSLC pertemuan 3 ini, maka diambil kesimpulan :
Peran akuntan dalam pembangunan ekonomi dan sosial perusahaan tidak dapat terlepas dari
prinsip Good Corporate Governance. Hal ini meliputi prinsip kewajaran, akuntabilitas,
tranparasi, dan responsibilitas.

3.2 SARAN
1. Upaya pencegahan dilakukan baik di tiap negara (secara domestik) maupun secara
internasional. Namun inti dari langkah pencegahan baik secara domestik dan
internasional adalah Sama, yaitu memperketat aliran dana yang masuk maupun keluar
dari suatu negara. Seperti yang dilakukan bank yang mulai memperketat asal usul Dana
yang akan di simpan oleh nasabah. Selain itu, dengan adanya United Nations Convention
AgainstIllicit Traffic in Narcotic Drugs and Psychotropic Substances atau yang lebih
dikenal UN Drugs Convention, diharapkan dapat meningkatkan kerjasama antar negara
dan meningkatkan komitmen untuk memberantas money laundry.
2. Upaya untuk mencegah terjadinya pencucian uang di Indonesia, dibutuhkan partisipasi
dan dukungan masyarakat. Sekalipun ada ketentuan tentang anti pencucian uang, tidak
ada yang perlu dikhawatirkan untuk menyimpan uang di bank. Jika uang Anda bersih,
kenapa harus rishi?
3. Kepada pemerintah supaya lebih tegas lagi menangani kasus-kasus seperti ini.
4. Kepada pihak yang lebih mengerti atau menguasai sistem keamanan internet untuk lebih
mengoptimalkan pengamanan data-data sehingga dapat meminimalisir tindak kejahatan
dunia maya.
5. Kiranya pihak aparat penegak hukum, sebagai pencari penegakan hukum yang aktif di
dalam masyarakat, kiranya dapat berperan aktif dan melihat dengan jeli indikasi-indikasi
kasus malapraktek
6. Perlu juga untuk menambah pengetahuan bagi para penegak hukum ini, khususnya
pengetahuan dalam bidang kebidanan, sehingga jika terjadi kasus malapraktek mereka
dapat menyidik, menuntut dan memutus perkara dengan tepat sesuai dengan
kemampuan/pengetahuannya. Hal ini dapat ditempuh dengan cara mengadakan seminarseminar atau diberikan semacam pendidikan khusus yang menyangkut masalah
kebidanan, khususnya hal-hal yang sangat erat kaitannya dengan kejadian-kejadian yang
timbul di sekitar malapraktek. Atau minimal mereka diberikan suatu pegangan/pedoman
tentang hokum untuk profesi bidan dan segala aspeknya. Dari hal ini diharapkan agar
nantinya setiap kasus malpraktek dapat benar-benar diselesaikan dengan tuntas.
DAFTAR PUSAKA

http://www.hukumonline.com/pusatdata/detail/lt4c7b7fd88a8c3/node/38/wetboek-van-strafrecht%28wvs%29-kitab-undang-undang-hukum-pidana-%28kuhp%29
http://www.hukumonline.com/pusatdata/detail/12614/nprt/38/uu-no-30-tahun-2002-komisipemberantasan-tindak-pidana-korupsi
https://id.wikipedia.org/wiki/Pencucian_uang
https://en.wikipedia.org/wiki/Fraud
https://poe3indriasari.wordpress.com/2012/10/20/bribery-dan-contoh-kasusnya/
Undang - Undang No.15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang ; diunduh pukul
18.25 wib 15/11/2012
Undang - Undang No.7 Tahun 1992 tentang Perbankan ;

Вам также может понравиться