Вы находитесь на странице: 1из 15

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Etilen Oksida


Pada tahun 1859, seorang ilmuwan perancis, Charles-Adolphe Wurtz, menemukan etilen
oksida dengan mereaksikan 2-kloroetanol dengan senyawa basa. Penemuan tersebut menjadi
pelopor dari senyawa kimia etilen glikol. Etilen oksida merupakan zat kimia komoditas
utama yang diproduksi di seluruh dunia. Etilen oksida diproduksi dengan proses oksidasi
katalitik etilen dengan katalis perak. Banyak metode lain yang telah diajukan untuk
memproduksi etilen oksida namun tidak ada metode lain yang diterapkan dalam skala
industri selain metode ini. Reaksi samping mengoksidasi etilen dan etilen oksida menjadi
karbon dioksida dan uap air. Reaksi yang berlangsung yaitu:

Etilen oksida menimbulkan efek beracun bila dihirup. Gejala-gejala yang timbul akibat
menghirup terlalu banyak gas etilen oksida antara lain pusing, kejang-kejang (mendadak),
dan koma. Gas ini juga mengiritasi kulit dan menghirup uap etilen oksida dapat
menyebabkan paru-paru terisi dengan cairan selama beberapa jam. Berikut ini adalah
kegunaan etilen oksida

Etilen glikol (sebagai zat anti beku, serat poliester, botol dan kontainer polietilen
tereftalat (PET), dehidrasi gas, fluida penukar panas, pelarut, dan poliester)

Polietilen glikol (digunakan dalam industri kosmetik, pembuatan obat obatan,


pelumas, pelarut cat, dan plasticizer)

Etilen oksida glikol eter (digunakan sebagai fluida rem, deterjen, pelarut cat dan pernis)

Etanolamin (digunakan dalam industri sabun, deterjen, pemurnian gas alam, dan
finishing tekstil)

Produk etoksilat dari fatty alkohol (digunakan dalam pembuatan deterjen,surfaktan,


emulsifier, dan dispersant

Sifat fisik etilen oksida


1. Berat molekul : 44,053 gr/mol
2. Bentuk fisik : gas pada temperatur ruangan
3. Titik didih : 10,5oC
4. Titik leleh : -112,44oC
5. Densitas : 0,8711 gr/cm3
6. Tekanan uap : 1305 torr (25oC)
7. Viskositas : 0,31 cp (4oC)
8. Kalor jenis : 0,44 kal/gC (20oC)
9. Kalor uap : 136,1 kal/g (1 atm)
10. Flash point : < -18oC (tag open cup)
11. Suhu nyala : 429oC (udara, 1 atm)
12. Panas pembakaran : 1306,4 kJ/mol (25oC)
13. Tekanan kritik : 7,19 MPa
14. Suhu kritik : 195,8C
15. Kalor fusi : 5,17 kJ/mol
16. Panas larutan : 6,3 kJ/mol (dalam air murni 25oC)
17. Kelarutan : larut dalam air, aseton, CCl4, eter, methanol
18. Kereaktifan : mudah meledak jika dipanaskan, meledak dengan logam alkali dalam
basa.
2.2 Karbondioksida
Karbondioksida merupakan salah satu gas pertama yang dinyatakan terdapat dalam
udara. Pada abad ke17, Jan Baptist Van Helmont mengetahuinya ketika ia membakar batu
bara dalam sebuah tabung tertutup, massa abu yang dihasilkan lebih sedikit daripada batu
bara yang digunakan. Interpretasinya bahwa batu bara itu sudah berubah menjadi suatu bahan
yang tidak terlihat yang ia defenisikan sebagai gas.

Karbondioksida adalah salah satu gas diatmosfir, terdistribusi seragam pada permukaan
bumi dengan konsentrasi sekitar 0.033 % atau 330 ppm. Secara komersil, CO2 digunakan
sebagai refrigeran, minuman bersoda, dan alat pemadam api. Karena konsentrasinya yang
rendah diudara, secara praktek sulit untuk mengekstrak gas ini dari udara. Kebanyakan
karbondioksida diperoleh dari hasil samping dari proses lain,seperti produksi etanol dengan
fermentasi dan pembuatan ammoniak.
Sifat-sifat karbon dioksida
1. Rumus molekul : CO2
2. Berat molekul : 44,0095 gr/mol
3. Sifat fisik : gas tak berwarna (pada temperatur ruangan)
4. Massa jenis : 1600 kg/m3
5. Titik lebur : -57C
6. Titik didih : -78C
7. Kelarutan dalam air : 1,45 kg/m
8. Kalor laten sublimasi : 25,13 kJ/mol
9. Viskositas : 0,07 cP pada 78C
10. Tekanan kritis : 7821 kPa
11. Suhu kritis : 31,1C
2.3 Etilen Karbonat
Etilen karbonat adalah salah satu ester dari etilen glikol dan asam carbonik. Pada temperatur
ruang ( 25o C ) etilen karbonat berbentuk kristal transparan seperti padatan. Pada suhu 3437oC berbentuk cairan yang tidak berwarna dan tak berbau.
Sifat-sifat etilen karbonat
1. Berat molekul : 88,06 gr/mol
2. Bentuk fisik : padatan berwarna kekuningan (pada suhu 25 oC) dan cairan tak berwarna
(pada 34-37o C)
3. Titik leleh : 34-37o C
4. Titik didih : 260,7 o C
5. Titik beku : 360 C
6. Densitas : 1.3210 g/cm3

7. Flash point : 150o C


8. Viskositas ( 400 C ) : 1,5 cp
9. Spesifik gravity : 1,3
2.4 Air
Air mempunyai rumus kimia H2O, yang berarti satu molekul air terdiri dari dua atom
hydrogen dan satu atom oksigen. Sering digunakan sebagai pelarut. Air merupakan senyawa
kimia yang paling aman dan paling dibutuhkan seluruh makhluk hidup karena tanpa air,
makhluk hidup tidak akan dapat bertahan hidup.
Sifat-sifat air :
1. Berat molekul : 18,016 gr/gmol
2. Titik lebur : 0 C (1 atm)
3. Titik didih : 100 C (1 atm)
4. Densitas : 1 gr/ml (4oC)
5. Spesifik graviti : 1,00 (4oC)
6. Indeks bias : 1,333 (20oC)
7. Viskositas : 0,8949 cP
8. Kapasitas panas : 1 kal/gr
9. Panas pembentukan : 80 kal/gr
10. Panas penguapan : 540 kal/gr
11. Temperatur kritis : 374oC
12. Tekanan kritis : 217 atm
2.5 Etilen Glikol
Etilen glikol pertama kali ditemukan oleh Charles Adolphe Wurtz pada tahun 1859
dengan hidrolisis etilen glikol diasetat via saponifikasi dengan KOH dan pada tahun 1860
melalui hidrolisis etilen oksida. Senyawa ini belum di komersialkan hingga perang dunia
pertama, dimana etilen glikol disintesis dari etilen diklorida dan digunakan sebagai
substituent gliserol pada industri peledakan di jerman. Di Amerika, produksi semi komersial
etilen glikol via etilen klorohidrin dimulai pada tahun 1917. Pabrik etilen glikol pertama
berdiri pada 1925 di West Virginia. Monoetilen glikol yang sering disebut etilen glikol adalah

cairan jenuh, tidak berwarna, tidak berbau, berasa manis dan larut sempurna dalam air. Grup
hidroksil pada glikol memberikan kemungkinan turunan senyawa yang lebih luas. Gugus
hidroksil ini bisa diubah menjadi aldehid, alkil halide, amina, azida, asam karboksil, eter,
merkaptan, ester nitrat, nitril, ester nitrit, ester organic, ester posphat, dan ester sulfat.
Senyawa-senyawa ini membuat etilen glikol bisa menjadi senyawa intermediet dalam banyak
reaksi. Terutama dal;am formasi resin, termasuk kondensasi dengan dimetil terephtalat atau
asam terephtalat yang menghasilkan resin polyester. Rumus molekul etilen glikol adalah
HOCH2CH2OH dan struktur molekulnya.

Secara komersial, etilen glikol di Indonesia digunakan sebagai bahan baku industri polyester
(tekstil ) sebesar 97,34%. Sedangkan sisanya sebesar 2,66% digunakan sebagai bahan baku
tambahan pada pembuatan cat, cairan rem, solven, alkil resin, tinta cetak, tinta ballpoint, foam
stabilizer, kosmetik, dan bahan anti beku.
Ada beberapa proses pembuatan etilen glikol, yaitu

Proses Du Pont Fomaldehid


Proses Hidrolisis Etilen Oksida
Proses karbonasi

2.6 Proses Du Pont Formaldehid(Durenlau)


Dalam proses ini formaldehid direaksikan dengan karbon monoksida dan air untuk
membentuk asam glikolat untuk selanjutnya diesterifikasi dengan menggunakan metanol,
etanol atau propanol dan produk alkil glikolat dihidrogenasi dalam fase uap menggunakan
katalis kromat menghasilkan monoetilen glikol dan alkohol.

MEOH

DC
EG
EC

EG,EC

DC= dietilen karbonat


EG= etilen glikol
EC= etilen karbonat
Proses Durenlau memproduksi ethylene glycol dan dimethyl carbonate dengan
mereaksikan ethylene carbonate dan methanol dengan tambahan beberapa persen katalis yang
dipilih dalam ion exchange resins dengan gugus fungsional ammonium terkandung didalamnya,
resin ion exchange sulfonic, dan grup fungsional asam, resin ion exchange dengan grup
fungsional carboxylic acid,alkali dan alkaline tanah silicates, pada temperatur dari 0 o-150o C.

Perbandingan rasio mol antara methanol dan ethylene carbonate adalah antara 2-5. Operasi
proses adalah dari tekanan 0-5000 psig.
Methanol dan ethylene carbonate dimasukkan kedalam reaktor transesterification dalam
laju alir yang dipertahankan dalam mol rasio methanol ke ethylene carbonate antara 2:1 dan 5:1,
dalam reaktor dipertahankan suhu 60-120 C. Dan tekanan setidaknya 50 psig, efluentnya terdiri
dari methanol, dimethyl carbonate, ethylene glycol dan ethylene carbonate. Lalu masuk kedalam
tower destilasi fraksinasi prduknya terdapat dalam over head, proses destilasi ini dilakukan 3
tahap. Tahap pertama adalah memisahkan methanol dan dimethyl carbonate pada over headnya.
Setelah itu dilanjutkan destilasi kedua dari overhead destilasi yang pertama dilakukan
pemisahan dimetil karbonat pada bottom dan methanol pada overhead tekanan operasinya 10
atm. Aliran methanol dilanjutkan kedalam storage methanol sebagai aliran rectcle sedangkan
aliran bahan bottom pada destilasi tahap pertama terkandung ethylene karbonat dan etilen glikol.
Aliran ini dipisahkan dengan destilasi azeotropik etilen sebagai influen terdapat pada bottom
sedangkan etilen karbonat sebagian besar direcycle kedalam reaktor kembali. Setelah itu
dilanjutkan dengan proses dalam reaktor yang direaksikan dengan air dengan bantuan katalis
sehingga konversi yang didapat mencapai 90%.
2.7 Proses Hidrolisis Etilen Oksida/ teknologi lefort
Pada proses ini dibagi menjadi dua proses yaitu proses katalitik dan proses non katalitik.
Proses katalitik
Merupakan proses pembuatan monoetilen glikol dengan mereaksikan air dan etilen
oksida dalam reaktor adiabatik katalitik. Etilen oksida murni atau campuran air dengan
etilen oksida (keduanya dalam fasa cair), digabungkan dengan air recycle dengan
perbandingan mol air dengan etilen oksida 5 : 1, dikondisikan hingga mencapai kondisi
yang disyaratkan dalam reaktor katalitik. Pada proses katalitik ini digunakan katalis untuk
memperbesar selektivitas terhadap monoetilen glikol sekaligus mengurangi jumlah ekses air
yang ditambahkan sehingga akan mengurangi kebutuhan energi dalam proses pemisahan
antara monoetilen glikol dengan air yang tidak bereaksi. Dalam prakteknya hampir 95% dari
etilen oksida dapat dikonversi ke monoethylene glycol, 5% sisanya bereaksi membentuk

homolog yang lebih tinggi. Pada reaksi ini yang terjadi adalah reaksi tidak bolak-balik
( irreversible ) dapat dituliskan dengan persamaan reaksi sebagai berikut :

Katalisator yang dipakai dalam reaksi hidrasi ini pada umumnya adalah asam kuat inorganik
seperti asam klorida dan asam sulfat, tetapi asam sulfat lebih banyak dipakai karena realatif
kurang korosif dibandingkan asam klorida, dan juga digunakan katalisator padat berupa
resin sulfonat semisal amberlys 15 (an acidic ion exchance catalyst).
Reaksi hidrasi etilena oksida dengan air berlangsung pada fasa cair dengan kondisi
operasi tekanan 17.5 atm dan suhu sekitar 50-120C dan dijalankan di dalam reaktor
Fixedbed adiabatic. Konversi bisa mencapai 95%. Dengan menggunakan reactor fixedbed
dengan menggunakan katalisator padat berupa resin sulfonat. Hal ini bisa dilakukan untuk
menyederhanakan peralatan yang digunakan karena tidak perlu memisahkan asam sulfat
lagi.

Etilen oksida dari tangki penyimpan diumpankan ke dalam tangki pencampur untuk
dicampur dengan air proses dari unit utilitas dan arus recycle dari hasil atas evaporator dan
menara distilasi 01 agar terbentuk larutan yang homogen. Suhu keluar dari tangki
pencampur sekitar 50C kemudian larutan dipompa sehingga tekanan naik menjadi 17.5 atm
dan diumpankankan ke dalam Reaktor Fixedbed adiabatic.Reaksi bersifat eksotermis
sehingga

suhu

keluar

akan

naik

menjadi

100C

tergantung

konversi

yang

dicapai. Selanjutnya hasil reaksi diumpankan ke dalam Evaporator untuk menguapkan


sebagian besar etilen oksida dan air sehingga sebelum masuk menara distilasi jumlah air
sudah berkurang drastis. Kandungan etilene glikol saat keluar dari reactor sekitar 15%
setelah dipekatkan di evaporator akan naik menjadi sekitar 55%. Hasil cair evaporator
kemudian diumpankan ke dalam menara distilasi 01 (MD-01) untuk memisahkan sisa etilen
oksida dan air sebagai hasil atas dan etilen glikol (EG), dietilen glikol (DEG), trietilen glikol
(TEG) sebagai hasil bawah. Hasil atas MD-01 dikembalikan ke dalam reactor sebagai
recycle sedangkan hasil bawah MD-01 diumpankan ke dalam menara distilasi 02 (MD-02).

Di dalam menara distilasi 02 diperoleh hasil atas menara berupa etilen glikol 99%
sebagai produk utama yang ditampung di tangki produk, sedangkan hasil bawah yang
sebagian besar berupa dietilen glikol dan trietilen glikol ditampung di tangki penyimpan
sebagai produk samping.

Proses non katalitik


Merupakan proses hidrolisis etilen oksida dengan air yang akan membentuk monoetilen
glikol dengan hasil samping berupa dietilen glikol dan trietilen glikol. Mula-mula etilen
oksida murni atau campuran air dengan etilen oksida digabungkan dengan air recycle
dengan perbandingan mol air dengan etilen oksida = 20 : 1 ( air dalam jumlah yang sangat
berlebih digunakan untuk mencapai selektivitas monoetilen glikol yang tinggi ), dipanaskan
sampai kondisi reaksi pada reactor tubular untuk diubah menjadi monoetilen glikol dengan
hasil samping berupa dietilen glikol dan trietilen glikol. Air berlebih pada proses ini
dihilangkan dengan menggunakan evaporator dan etilen glikol dimurnikan dengan distilasi
vakum. Pada proses ini sama seperti pada proses katalitik yang berbeda hanya penambahan
katalis. Selain itu pada reactor tubular konversi tidak homogen di semua titik

2.8 Proses Karbonasi/ teknologi kawabe


Etilen Glikol dapat diproduksi dengan mereaksian etilen oksida dengan karbon dioksida
membentuk etilen karbonat yang selanjutnya dihidrolisis menjadi etilen glikol. Unit oksidasi
etilen dengan proses langsung menghasilkan etilen oksida yang kemudian diabsorbsi oleh
suatu larutan absorben sebelum memasuki unit karbonasi. Keluaran dari menara absorbsi
direaksikan dengan karbon dioksida, kemudian dikonversi menjadi etilen karbonat yang
kemudian masuk ke unit hidrolisis untuk membentuk etilen glikol ( Kawabe dkk, 1998).
Proses karbonasi ini dapat berlangsung pada tekanan 14,5 bar dan temperature 80 150oC
dengan menggunakan katalis molybdenum. Keuntungan yang paling signifikan pada proses
ini yaitu konversi etilen oksida menjadi etilen karbonat yaitu 99,5% dan konversi etilen
karbonat menjadi etilen glikol kemurniannya yang hampir sempurna (99%) dimana hanya

sekitar 1% dihasilkan dietilen glikol dan senyawa glikol lainnya .Ada 3 reaksi utama dalam
pembuatan etilen glikol dari etilen dengan proses karbonasi, yaitu

Keterangan :
5=CO2
2,8= Etilen karbonat
10,11,6,9= CO2
7=Etilen karbonat dan CO2
12,13= H2O
18=Etilen glikol dan H2O
15=Etilen glikol,dietilen glikol,tri etilen glikol
16=Etilen glikol murni
17= etilen glikol kemurnian 50%
3= H2O

Diagram alir diatas mengilustrasikan proses, komponen yang terlibat, zat inert dan sistem
pembersihan ( purging system ). Proses ini terbagi atas 3 tahap utama yaitu, absorbsi etilen
oksida dengan menggunakan suatu larutan absorban yang terdiri atas etilen glikol, etilen
karbonat yang di-recycle dan air. Tahap kedua yaitu, proses karbonasi etilen oksida dengan CO2.
Tahap yang terakhir adalah hidrolisis etilen karbonat.

2.9 Sifat fisik etilen glikol


1. Berat molekul : 62.068 g/mol
2. Densitas : 1.1132 g/cm
3. Titik leleh : 12.9 C (260 K)
4. Titik didih : 197.3 C (470 K)
5. Titik beku : -13o C
5. Flash Point : 244 F ( Huntsmana, 2006 )
6. Spesifik grafiti ( 20o C ) : 1,115 ( Huntsmana, 2006 )
7. Viskositas ( 20o C ) : 20,9 Cp
8. Densitas ( 20o C) : 9,28 lb/gal
2.10 Sifat fisik dietilen glikol
1. Berat molekul : 106 g/mol
2. Titik didih : 244,8o C
3. Flash point : 290o F
4. Titik beku : -10,5o C
5. Spesifik grafiti (20o C) : 1,1184
6. Viskositas (20o C) : 35,7 Cp
7. Densitas (20o C) :9,31 lb/gal
2.11 Pemilihan Proses
Dari ketiga proses yang dijelaskan diatas, proses yang paling efektif dan efisien adalah
proses karbonasi. Pada proses du-pont, membutuhkan biaya yang cukup tinggi dalam hal
penyediaan bahan, seperti formaldehid, air, karbon monoksida dan methanol, dan peralatan
yang cukup banyak juga akan meningkatkan biaya produksi dengan proses ini. Sedangkan
pada proses karbonasi hanya membutuhkan bahan yaitu etilen, oksigen dari udara,
karbondioksida dan air. Juga tahapan proses yang tidak memerlukan banyak peralatan
membuat proses ini lebih ekonomis dibanding proses du-pont. Untuk proses dengan hidrasi
etilen oksida, agar absorbsi etilen oksida dengan air maksimal, maka digunakan air dalam
jumlah yang besar. Setelah prosedur absorbsi dan separasi etilen oksida, air yang digunakan

dalam jumlah besar tersebut harus dipanaskan, sehingga akan membutuhkan jumlah energi
yang sangat besar. Penggunaan air berlebih ini dilakukan untuk meminimalkan
pembentukan senyawa glikol yang tinggi seperti dietilen glikol dan trietilen glikol. Selain
itu proses ini juga membutuhkan banyak tahap untuk menghasilkan etilen glikol .Dengan
menggunakan proses karbonasi, penggunaan air berlebih dapat dihindari karena proses ini
menggunakan karbondioksida, dimana CO2 ini bisa mengurangi pembentukan senyawa
glikol berat, sehingga hanya memerlukan air yang lebih sedikit. Proses ini juga mereduksi
beberapa peralatan mahal untuk pemurnian etilen glikol seperti stripper. Keuntungan yang
lainnya yaitu kondisi operasinya lebih mudah dibandingkan dengan hidrasi etilen secara
langsung.
Jenis

proses Teknologi lefort Teknologi lefort Dupont

parameter

hidrolisis oksida hidrolisis oksida formaldehyde


katalitik

Temperatur
Tekanan (atm)
konversi
Katalis

non katalitik

50-120 OC
50-120 OC
17,5 atm
17,5 atm
95%
95%
Perak, amberlist
-

Karbonasi
teknologi kawabe

teknologi
durenlau
200 OC
690atm
90%
H2SO4

TM400

80-150 OC
14,310 atm
99,5%
Molybdenum
atau

triphenil

metal
phosphonium
Piurity

99%

99%

Tidak diketahui

iodida
99,5%

2.12 Proses pengolahan limbah


Dari ketiga proses tersebut, bahan baku dapat di recycle kembali untuk dijadikan umpan
kembali. Karena sisa bahan baku yang tidak terkonversi dapat dibentukmenjadi Dietilen Glikol
(DEG) dan Monoetilen Glikol (MEG), maka limbah yang diperolehpun menjadi sedikit.

Limbah yang terbentuk biasanya berfasa cair, sehingga pengolahannya dapat


menggunakan waste treatment, yakni dapat menggunakan proses evaporasi dan destilasi kembali
untuk menjadi produk samping, sedangkan residu dapat dijadikan bahan bakar.

Вам также может понравиться