Вы находитесь на странице: 1из 5

Kronologi

27 Desember 2010
Gubernur Bali Mangku Pastika mengeluarkan Surat Edaran No 570/1665/BPM tentang
penghentian sementara (moratorium) pembangunan hotel di Kabupaten Badung,
Kota Denpasar dan Kabupaten Gianyar. SE ini diterapkan sejak awal Februari 2011
27 Juli 2011
Presiden SBY menerbitkan Perpres 45/2011 tentang rencana Tata Ruang Kawasan
Perkotaan Denpasar, Badung, Gianyar dan Tabanan (Sarbagita). Dalam Perpres ini
TelUK Benoa disebutkan sebagai kawasan konservasi

12 September 2012:
MOU antara TWBI dan UNUD terkait kajian kelayakan dengan dalih Tri Dharma Perguruan Tinggi.

18 September 2012:
TWBI mengajukan surat permohonan kepada UNUD untuk pembuatan kajian kelayakan dan AMDAL.

1 Oktober 2012:
Penandatanganan surat perjanjian kerjasama antara PT TWBI dan LPPM UNUD untuk pembuatan kajian
kelayakan.

5 November 2012:
PT. TWBI mengajukan surat permohonan audiensi kepada Gubernur Bali dengan nomor
009/TWBI/L/XI/2012.

12 November 2012:
LPPM UNUD melakukan presentasi pertama dokumen studi kelayakan di BAPPEDA Bali.

14 Desember 2012:
LPPM UNUD melakukan presentasi kedua dokumen studi kelayakan di BAPPEDA Bali.

20 Desember 2012:
DPRD Bali menerbitkan rekomendasi untuk tindak lanjut kajian kelayakan oleh LPPM UNUD dengan nomor
660.1/142781/DPRD. Rekomendasi inilah yang menjadi dasar dikeluarkannya SK 2138/02-C/HK/2012.

26 Desember 2012:

Gubernur Bali menerbitkan SK 2138/02-C/HK/2012 tentang Izin dan Hak Pemanfaatan, Pengembangan dan
Pengelolaan Wilayah Perairan Teluk Benoa. Tidak ada publikasi apapun mengenai hal ini.

1 Januari 2013:
Setelah penerbitan SK I tsb, mulai santer diberitakan di beberapa portal berita bisnis bahwa
sebuah konsorsium multinasional akan membangun sirkuit F1 di Teluk Benoa

3 Juli 2013:
Kementerian Kelautan dan Perikanan mengesahkan Peraturan Menteri dengan nomor 17/PERMENKP/2013 yang mengizinkan reklamasi di zona konservasi non inti. Tidak ada publikasi apapun mengenai hal
ini.

3 Agustus 2013:
Presentasi oleh tim LPPM UNUD dalam dialog terbuka di kantor Gubernur. Dalam dialog ini
Gubernur menyatakan tidak akan ngotot mempertahankan rencana reklamasi jika hasil studi kelayakan
menyatakan tidak layak.

12 Agustus 2013:
DPRD Bali menerbitkan rekomendasi bernomor 900/2569/DPRD kepada Gubernur Bali untuk meninjau
ulang dan/atau Pencabutan SK Gubernur Bali nomor 2138/02-C/HK/2012.

16 Agustus 2013:
Gubernur Bali mencabut SK 2138/02-C/HK/2012, namun menerbitkan SK 1727/01B/HK/2013 tentang Izin Studi Kelayakan Rencana Pemanfaatan, Pengembangan dan Pengelolaan Wilayah
Perairan Teluk Benoa dan mendorong supaya kajian kelayakan sebagai bagian dari usaha reklamasi diteruskan.

19 Agustus 2013:
Draft laporan final studi kelayakan oleh LPPM UNUD yang menyatakan reklamasi Teluk Benoa layak
bersyarat.

20 Agustus 2013:
Rapat koordinasi tim pengulas studi kelayakan oleh LPPM UNUD, hasilnya: reklamasi tidak layak.

23 Agustus 2013:
ForBALI melaporkan Gubernur Bali dan DPRD ke Ombudsman atas dugaan maladministrasi atas
keluarnya SK Reklamasi Teluk Benoa.
27 Agustus 2013

Tim Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) Universitas Udayanan menyatakan rencana
reklamasi Teluk Benoa tidak layak dilakukan

2 September 2013:
Rapat senat UNUD di kampus Bukit; reklamasi Teluk Benoa dinyatakan tidak layak. Namun di hari yang
sama, beberapa portal berita bisnis merilis berita bahwa reklamasi Teluk Benoa dinyatakan layak bersyarat
dan dapat diteruskan.

9 September 2013:
ForBALI mengirimkan surat kepada Rektor UNUD, mendesak supaya Rektor UNUD melarang
akademisinya terlibat dalam studi kelayakan reklamasi Teluk Benoa. Rektor UNUD menolak dengan dalih
melibatkan diri adalah hak pribadi masing-masing akademisi.

18 September 2013:
Denpasar Lawyers Club dan Aliansi Jurnalis Independen Bali mengadakan diskusi publik Menyoal ProKontra SK Reklamasi Jilid 2. Dalam diskusi ini perwakilan LPPM UNUD menegaskan lagi bahwa hasil
studi kelayakan tidak layak, Pemprov bersikukuh SK Jilid II bukan SK Reklamasi, danForBali mengupas
modus-modus SK Jilid II.

20 September 2013:
Prof. Ketut Satriyawan, ketua LPPM UNUD menegaskan kembali bahwa reklamasi Teluk Benoa tidak layak.

30 September 2013:
UNUD kembali menyatakan hasil studi kelayakan reklamasi Teluk Benoa tidak layak. Rapat Sabha Desa
Pekraman Tanjung Benoa juga menyatakan menolak seluruh rencana dan/atau kegiatan reklamasi di
kawasan perairan Teluk Benoa. Surat penolakan tertanggal 30 September 2013 yang dikeluarkan dari rapat tsb
telah dikirimkan ke DPRD dan Gubernur.

3 Oktober 2013:
DPD RI menyatakan akan memanggil Gubernur Bali terkait dugaan pelanggaran UU dalam rencana
reklamasi Teluk Benoa. Akan dihadirkan juga Kementerian Lingkungan Hidup, Kementerian Kehutanan,
Kementerian Perhubungan, dan Menko Perekonomian

18 Oktober 2013:
Warga Tanjung Benoa kembali menegaskan sikapnya menolak reklamasi Teluk Benoa dalam aksinya di
depan kantor Gubernur Bali.

22 Januari 2014:

ForBALI, musisi-musisi Bali, dan beberapa organisasi masyarakat pemerhati lingkungan hidup seperti Walhi,
Kiara, dll melakukan demonstrasi penolakan reklamasi Teluk Benoa dan penyelamatan pesisir Indonesia
di depan Istana NegaraJakarta.

16 Februari 2014:
Jaringan Aksi Tolak Reklamasi (JALAK) Sidakarya melakukan aksi damai pembacaan pernyataan sikap,
pengumpulan tanda tangan, dan cap jempol darah sebagai bentuk penolakan terhadap rencana reklamasi Teluk
Benoa. Aksi ini berlangsung selama dua jam di depan kantor kepala desa Sidakarya.26 Februari 2014

26 Februari 2014:
JALAK Sidakarya menyerahkan spanduk berisi tanda tangan dan cap jempol darah warga kepada
Gubernur dan DPRD Bali. Spanduk ini diterima oleh Kabag Humas DPRD Bali.

27 Februari 2014:
Gubernur Bali mengadakan konferensi pers terkait penyerahan spanduk
bertandatangan dan bercap jempol darah yang diserahkan oleh JALAK Sidakarya pada
hari Rabu, 26 Februari 2014. Di spanduk tsb ditemukan banyak makian, namun yang
digarisbawahi oleh Gubernur adalah tulisan Penggal Kepala Mangku P. Tulisan ini
dianggapnya sebagai ancaman fisik yang serius, dan ditindaklanjutinya dengan
pelaporan ke Polda Bali.

28 Februari 2014:
JALAK Sidakarya membantah tuduhan penulisan Pengal Kepala Mangku P di
spanduk bertandatangan dan bercap jempol darah yang mereka serahkan kepada
Gubernur dan DPRD Bali pada hari Rabu, 26 Februari 2014.Pihaknya memang
menggalang aksi pengumpulan tanda tangan dan cap jempol darah tsb, namun
menegaskan bahwa ketika spanduk tsb diserahkan, tulisan tsb tidak ada. Hal ini mereka
anggap sebagai bentuk pengalihan isu reklamasi.

1 Maret 2014:
I Wayan Tirtayasa, seorang aktivis JALAK Sidakarya ditangkap oleh Polda Bali. Ia
dijerat dengan pasal 336 KUHP ayat 2.

3 Maret 2014:
3 aktivis JALAK Sidakarya menyerahkan diri ke Polda Balidiantar oleh warga
Sidakarya sebagai pejuang lingkungan hidup.

25-27 Maret 2014:


Organisasi-organisasi masyarakat sipil terkemuka seperti Walhi, Kontras, dan
Greenpeace Indonesia mendesak pembebasan empat aktivis lingkungan dari
Sidakarya. Mereka merilis siaran pers dan mengirimkan surat kepada Kapolda Bali Irjen
Pol AJ Benny Mokalu.

28 Maret 2014:
Karena besarnya desakan dari organisasi-organisasi masyarakat tersebut, keempat
aktivis lingkungan hidup dari Sidakarya dibebaskan oleh Polda Bali.

30 Mei 2014:
Presiden SBY mengeluarkan Peraturan Prsiden Nomor 51 tahun 2014 yang
mengijinkan reklamasi dilakukan di wilayah konservasi Teluk Benoa.
15 Agustus 2014
Ratusan warga dan pekerja wisata air berkonvoi dengan perahu saat unjuk rasa di Teluk
Benoa Badung, menuntut Presiden SBY mencabut Perpres No 51 Tahun 2014.

http://www.forbali.org/id/kronologi-2/

Вам также может понравиться