Вы находитесь на странице: 1из 12

Hari Nyepi (Tahun baru)

Hari Nyepi[1] diperingati sebagai tahun baru Caka, yang jatuh sehari
sesudah X (Kesada). Adapun Rangkaian Hari Nyepi (Tahun Baru Caka) ini,
adalah sebagai berikut:
1.
Melis/Mekiis/Melasti, yang jatuh pada trayodasa krenapaksa sasih IX
(Kesanga) atau pada pengelong 13 sasih Kesanga adalah Hari yang baik
untuk mengkiyis atau melis ini, juga dimaksudkan untuk mengadakan
pembersihan atau penyucian segala sarana dan prasarana perangkat alatalat yang dipergunakan untuk persembahyangan. Melis ini biasa dilakukan
dilaut atau pada sumber air yang lain sesuai dengan desa, kala dan patra
umat masing-masing dengan tujuan memohon tirtha amertha (air
kehidupan) dan tirtha pembersihan kehadapan Hyang Widhi Wasa (Tuhan
Maha Kuasa).
2.
Upacara Bhuta Yadnya (Tawur atau meracu), jatuhnya pada Tilem
sasih kesanga. Hari ini disebut juga pengerupukan yang bertujuan untuk
menghilangkan unsur-unsur kejahatan yang merusak kesejahteraan umat
manusia. Di saat umat hindu bersiap untuk melepaskan tahun lama
dengan mengadakan pecaruan agar segera kekuatan yang negatif tidak
mengikuti manusia melangkah ketahun yang baru. Di samping itu adalah
untuk menormalisir unsur-unsur panca Mahabhuta, yaitu lima unsur yang
menjadi alam semesta (makrokosmos) dan badan makhluk hidup
(mikrokosmos).

3.
Sipeng (Hari Nyepi), yang disebut juga sebagai tahun Baru Caka
pada hari ini umat melakukan tapa, bratha, yoga, samadhi, satu hari penuh
(24 jam), untuk mengekang hawa nafsu, tidak makan dan tidak minum.
Pemadaman nafsu-nafsu ini diperagakann dengan tidak menyalakan apai
(amati geni) tidak bekerja (amati karya), tidak berpergian (amati lelangun).
Jelasnya pada sipeng ini kita menyucikan diri dan memusatkan pikiran
dengan mengendalikan segala nafsu, berpuasa, bertapa samadhi
menciptakan ketenangan dan kedamaian sehingga pikiran bisa bergerak
menjelajahi atau meneliti kembali segala perbuatan yang telah diperbuat di
masa lalu dan memupuk perbuatan yang baik serta melebur yang tidak
baik. dengan hikmah Nyepi (Tahun Baru Caka) kita peringatkan agar
berbuat dengan Sepi Ing Pamrih.
4.
Ngembak Api (Gni), yang jatuh sehari setelah Nyepi. Hari ini
memulainya aktivitas kita dengan panjatan doa, mohon semoga Hyang
Widhi menganugrahi kita jalan yang terang, terlepas dari mkegelapan
masa silam dan dengan jiwa terang memasuki Tahun Baru. Saat ini pulalah
kita hendaknya salaing maaf memaafkan antara sesama manusia sebagi
makhluk Tuhan.

Hari Siwaratri
Ciwaratri berarti malam renungan suci atau malam pelaburan dosa. Hari
Ciwaratri jatuh pada Purwanining Tilem Ke VII (kepitu), yaitu sehari
sebelum bulan mati sekitar bulan januari.[2] Pada hari ini kia melakukan
Puasa dan Yoga samadhi dengan maksud untuk memperoleh
pengampunan hari Hyang widhi atas dosa yang diakibatkan oleh awidnya
(kegelapan).
Hari ciwaratri kadang kala disebut juga hari pejagaran. Karena pada hari ini
Hyang Widhi (Tuhan Yang Maha Esa). Yang bermanifestasikan sebagai
Ciwa dalam fungsinya sebagai pelebur, melakukan Yoga Yoga semalam
suntuk, karena Itu pada hari Ini kita memohon kehadapan- Nya agar segala
dosa dosa kita dapat dilebur.
Pada malam Ciwaratri ini. Setiap orang mendapat kesempatan untuk
melebur perbuatan buruknya (dosanya) dengan jalan melaksanakan brata
Ciwaratri. Hal ini disebutkan dalam kitab Padma Purama. Bahwa
sesungguhnya malam Ciwaratri itu adalah malam peleburan dosa, yaitu
peleburan atas dosa-dosa yang dilakukan oleh seseorang didalam
hidupnya.

Hari Galungan
Galunagan adalah pemujaan kepada Hyanng Widhi yang dilakukan
dengan penuh kesucian dan ketulusan hati. Memohon kesejahteraan dan
keselamatan hidup serta agara dijauhkan dari awidya. Hari raya galungan
adalah hari pawedalam jagat.[3] Yaitu pemujaan bahwa telah terciptnya
jagat dengan segala isinya oleh Hyang Widhi. Hari ini muncul setiap 210
hari sekali. Yaitu pada hari rabu kliwon Wuku Dungulan. [4]
Galungan merupakan perlambang perjuangan antara yang benar (dharma)
nmelawan tidak benar (adharma) dan juga sebagi pernyataan rasa
terimakasih atas kemakmuran dalam alam yang diciptkan Hyang Widhi ini.
Disamping itu pula, perayaan galungan adalah untuk menyatakan terima
kasih dan rasa bahagia atas kemurahan Hyang Widhi yang dibayangkan
telah sudi turun dengan diiringi oleh para dewa dan para Pitara ke dunia.
Sehari sebelum galungan, yaitu pada hari selasa Wage wuku
Dungulan. Disebut hari Hari Penampahan. Mulai saat penampahan ini
segala bentuk nafsu hendaknya dikendalikan dalam rangka menyambut
hari raya Galungan (Besoknya), karena pada hari Penampahan iini
manusia berusaha digoda oleh nafsu-nafsunya yang bersifat negatif,

misalnya nafsu murka, iri hati, sombong, congkak dan lain-lainnya, yang
dilambangkan dengan Sang kala Tiga. Apabila manusia pada saat itu
kurang waspada dan tidak dapat mengendalikan dirinya sendiri, maka ia
akan dikuasai adanya dorongan nafsu marah, sering terjadi pertengkaranpertengkaran .perselisihan dan lain sebagainya.

Hari kuningan
Kuningan jatuh setiap Sabtu Kliwon Wuku Kuningan 210 hari sekali yakni
sepuluh hari setelah Galungan. Hari Kuningan adalah hari payogaan
Hyang Widhi yang turun kedunia dengan diiringi oleh para Dewa dan Pitara
pitari melimpahkan Karunia-Nya kepada umat manusia. Karena itu pada
hari Kuningan kita hendaknya mengahturkan bakti memohon kesentosaan,
keselamatan, perlindungan dan tuntunan lahir bathin.
Pada hari kuningan ini, sajen (banten) yang dihaturkan harus dilengkapi
dengan nasi yanng berwarna kuning. Tujuannya adalah sebagai tanda
terima kasih atas kesejahteraan dan kemakmuran yang dilimpahkan oleh
Hyang Widhi Wasa. Pada hari ini kita membuat tamiang, endongan dan
kolem yang dipasang pada Padmasana. Sanggah (Merajan) dan Penjor.
Tamiang ini adalah simbol alat penangkis dari serangan, endongan adalah
simbul tempat makanan karena itu endongan berisi buah-buahan, tebu,
tumpeng serta lauk pauknya, dan kolem merupakan simbul tempat istirahat
atau tidur. Upacara persembanhyangan hari kuningan harus sudah selesai
sebelum tengah hari.

Hari Purnama dan Tilem


Purnama dan Tilem, Juga merupakan hari suci bagi umat Hindu, yang
harus disucikan dan dirayakan untuk memohon berkah, rahkmat dan
Karunia dari Hyang Widhi.
Pada hari Purnama adalah payogaan Sanghyang Candra dan pada hari
raya Tilem adalah Payogaan Sanghyang Surya. Kedua-duanya sebagai
kekuatan dan sinar suci Hyang Widhi (Tuhan Yang Maha Kuasa) dalam
manifestasinya berfungsi sebagai pelebur segala mala (kekotoran) yang
ada di dunia.
Bila pada hari Purnama atau Tilem umat manusia menghaturkan upakara
yadnya dan persembahyangan kehadapan hyang Widhi, dari nilai satu
aturan (bhakti) yang dipersembahkan itu akan mendapat imbalan anugrah
bernilai sepuluh dari hyang Widhi.
Demikianlah hari Purnama dan Tilem itu yang merupakan hari Suci yang
harus dirayakan oleh umat Hindu untuk memohon anugrah dan rakhmat
serta keselamatan dan kesucian lahir bathin. Pada hari Purnama dan Tilem
hendaknya mengadakan upacara-upacara persembahyanngan dengan
rangkaiannya berupa upakara yadnya sebagai salah satu aspek dari pada
pengalaman ajaran agama.
Hari Purnama jatuh setiap bulan penuh (sukla paksa), sedangkan Tilem
jatuh setiap bulan mati (krsna paksa). Baik purnama maupun Tilem
datengnya setiap 30 atau 29 hari sekali.
Pada hari Purnama dan Tilem ini kitahendaknya mengadakan pembersihan
secara lahir batin, karena itu, disampping bersembahyang mengadakan
puja bhakti kehadapan Hyang Widhi untuk memohon anugrah-Nya, juga
kita hendaknya mengadakan pembersihan dengan air (mandi yang bersih).
Menurut pandangan Hindu bahwa air merupakan sarana pembersihan

yang amat penting didalam kehidupan manusia. Disamping itu pula air
merupakan sarana pembersih, juga sebagai pelebur kotoran.

Hari Saraswati
Hari Saraswati, adalah hari raya untuk memuja hyang Widhi dalam
menifestasinya dan kekuatannya menciptakan ilmu pengetahuan dan ilmu
kesucian. Hari Raya Saraswati merupakan piodalan Sang hyang Aji
Saraswati atau turunya Weda yang dirayakan setiap hari sabtu Umanis
Wuku Watugunung, yang jatuhnya setiap 210 hari sekali. Kekuatan Hyang
Widhi dalam Manifestasin-Nya menurunkan Ilmu pengetahuan
dilambangkan dengan seorang Dewi. Dewi Saraswati merupakan Dewi
ilmu pengetahuan Suci, karena itu bagi para arif bijaksana, pelajar dan
kaum cendikiawan, saraswati ini merupakan hari penting untuk memuja
kebesaran hyang Widhi atas segala Ilmu pengetahuan suci yang telah
dianugrahkan itu.
Dewi Saraswati merupakan sakti Brahma (manifestasi Hyang Widhi dalam
hal mencipta), yang mempunyai kekuatan yang luar biasa dalam bidang
ilmu pengetahuan. Dari ilmu pengetahuan inilah timbul ciptaan-ciptaan
baru yang ada didunia, tanpa ilmu pengetahuan manusia tidak mungkin
dapat menciptkan yang baru.

Bab II
Hari-hari suci Agama Hindu Di India
A.

Chaitra Purnima
Hari suci ini jatuh pada purnama Bulan Chaitra (ke 9) di bali bersamaan
dengan Purnama kadasa (WAISAKA ), sekitar Maret-April. Pada hari ini
umat melakukan pemujaan terhadap Dewa Yama. Umat biasanya
mengaturkan sesaji berupa nasi lengkap dengan bumbunya. Setelah
persembahan. Umat biasanya makan bersama (prasadam). Hari raya ini
sebenarnya jatuh pada purnama dibulan pertama, menurut kalender Hindu.
[5] Sebab Umat Hindu memandang Bulan Chaitra sebagai awal tahun baru
sehingga perayaan ini bisa jadi sekaligus merupakan perayaan tahun baru
Saka.

B.

Durgapuja
Hari suci ini di rayakan pada suklapaksa (penanggal) sampai 10 pada
bulan Asuji, sekitar September- oktober. Pada sistem kalender bali, ini
bertepatan dengan bulan kartika (sasih kapat). Hari durgapuji ini juga
diperingati setelah Rahmawavani yang jatuh pada suklapaksa kesembilan.
Pada hari ini, umat pertama-tama melakukan pemujaan di rumahan
masing-masing. Pada hari ini, umat juga memuja Siva Ganesha dan dewadewa lainya. Pada perayaan ini, umat biasanya menggarak patung dewi
Durga berlengan delapan lengkap dengan senjatanya. Umat biasanya
melakukan bhajan.[6] Semalam suntuk untuk memuja durga. Mereka
biasanya menggunakan tempat-tempat umum, seperti di dekat pasar dan
sejenisnya. Pada puncak acara, umat biasanya juga melakukan mandi suci
ke sungai-sungai suci.

C.

Dipavali
Hari suci ini biasanya di peringati pada Krsnapaksa ke 14 (pangelong ping
14) bulan kartika. Pada sistem kalender di Bali bertepatan dengan sasih
kalima. Hari suci ini dilaksanakan untuk memperingati kembalinya Sri
Rama ke Ayodhya.[7] Sehingga umat menyambut beliau dengan
menyalahkan Dipa, sejenis lilin-lilin kecil.

D.

Gayatri Japa
Hari suci ini untuk memperingati turunya Mantram Gayatri. [8] Mantram ini
adalah ibu daripada semua Mantram dalam Weda. Hari suci ini sangat
dikramatkan umat Hindu. Hari suci ini jatuh pada Purnama Srawana,
sekitar Juli-Agustus. Hari suci Ini bertepatan dengan purnama Karo
(Bhadrapada) menurut sistem kelender umat Hindu di Bali.

E.

Guru Purnima
Hari suci ini juga disebut Vyasa Jayanti, atau hari kelahiran Maharsi Vyasa.
Hari suci ini jatuh padaPurnama Asadha, sekitar Juni-Juli. Menurut
perhitungan kalender hindu dibali, ini bertepatan dengan purnama kasa
(Srawana). Hari ini sangat penting bagi para Sannyasin. Pada hari ini,
mereka akan berhenti mengembara. Mereka akan tinggal diasram-asram
untuk mendiskusikan Brahmasutra dan bermeditasi.

Bab III
Tempat tempat Suci Agama Hindu
A.

Istilah-istilah Tempat Suci


Tempat suci bagi umat Hindu, dapat disebut dengan bermacam-macam
istilah, seperti:
1.
Pura
Istilah pura berasal dan kata pur. Yang artinya kota, benteng atau kota
yang berbenteng. Pura berarti suatu tempat yang khusus dipakai untuk
dunia kesucian dengan dikelilingi oleh tembok. Hampir semua pura (tempat
Suci) dikelilingi atau dibentengi dengan tembok atau pagar untuk
memisahkan dengan dunia sekitarnya yang dianggap tidak suci.
2.
Candi
Candi artinya Ciwa.[9] Bentuk pokoknya adalah segi tiga yaitu lambang
purusa, sebagai wisesanya Hyang Widhi untuk mencipta atau
mengadakan. Lambang ini adalah lamabang Ciwa sebagai paksa agama
Hindu. Jadi bukan bagian dari Tri Murti atau Tri Sakti. Candicandi ini
banyak terdapat di India dan di Jawa, sedangkan Candi yang terdapat di
gunung Kawi (Tampak Siring Bali) bukanlah lambang Ciwa, melainkan

adalah terdapat penyungsungan seorang Raja yang di makamkan disana


dengan permaisurinya.
3.
Kahyangan atau Parhyangan
Kahyangan atau Parhyangan. Berasal dari kata Hyang. Biasanya
dihubungkan dengan sang dang, merupakan kata sandang yang di
tempatkan didepan sesuatu yang dimuliakan, dihormati, misalnya sang
Hyang Widhi, Sang Hyang Dharma, Dang Hyang Drona, hyang Guru, dang
Hyang Niratha dan lain sebagainya. Jadi Hyang. Yang berarti sesuatu
yang muliakan, disucikan, dijunjung, di hormati. Kata Hyang ini kemudian
mendapat awalan Ka dan akhiran An (ka+hyang+an) sehingga menjadi
kata Khyangan yang berarti tempat, kedudukan linggih, sthana. Demikian
pula kata parhyangan. Yang artinya tempat kedudukan suci yang di
sucikan. Selanjutnya yang di maksud dengan kahyangan atau
parhayangan disini, bukan saja bangunan yang berfungsi sebagai sthana,
linngih atau temapt kesucian itu, tetapi juga seluruh komplek dengan
halaman dari tempat suci.
4.
Istilah istilah lainnya
Istilah istilah lain adalah Pengayatan, Pengawangan, Pengubengan,
Pengayengan, Dewagrha-Mandira, Persimpangan dan lain-lainnya.
Ditempat ini hyang Widhi beserta manifestasinNya disthanakan dan di puja
pada waktu tertentu apabila diperlukan. Misalnya pada hari raya agama
Hindu. Pengahayatan, Penyawangan, pengubengan dan sejenisnya ini
merupakan linggih atau sthana Hyang Widhi yang bersifat sementara,
yakni sebagai persimpanagan saja. Melalui tempat-tempat suci ini kita
memusatkan pikiran dan memohon kehadapan Hyang Widhi beserta
manifestasiNya agar berkenan bersthana pada tempat yang telah tersedia,
serta mengabulkan doa yang kita panjatkan kehadapan- Nya.
B.

Fungsi tempat Suci


Tempat suci mempunyai funsi yang amat penting bagi Umat Hindu funsi
yang hampir meliputi seluruh aspek kehidupan masyarakat Hindu. [10]
Sebagaimana disebutkan dalam sastra agama, maka fungsi tempat (Pura)
itu adalah sebagai berikut:

1.
Pura adalah temapt beribadat, tempat manusia mendekatkan dirinya
kepada Hyang Widhi, tempat memohon dan bersujud kehadapan Tuhan
yang Maha Pecipta. DiPuralah tempat manusia mempersatukan dirinya
kepada Tuhannya.
2.
Pura juga merupakan tempat memperlai mengikrarkan sumpahnya
atas pesaksian Sang Hyang Widhi untuk memasuki hidup baru, mereka
berjanji tetap setia sehidup semati bersama dalam suka maupun duka
untuk membawa rumah tangga yang berbahagia sesuia dengan tuntunan
agama
3.
Temapt untuk memuja roh-roh suci yang dipandang suci baik roh suci
leluhur, roh para Rsi maupun raja-raja yang dianggap telah menjadi Dewadewi.
C.

Jenis-jenis Tempat Suci


Jenis-jenis tempat suci berdasarkan atas karakternya. Dapat dibagi
menjadi 4 empat bagian besar yaitu.
1.
Pura keluarga
Pura keluarga ini juga disebut Sanggah, pura Dadya, Pura Kawitan Pura
Pedharman, Paibon, Panti dan lain sebagainya kelompok pura ini didukung
oleh segolongan orang-orang yang mempunyai hubungan darah
(genealogic). Oleh karena itu Pura Pura iini ada dilingkunagan rumah
tangga. Jika pendukungnya ada didalam lingkup yang lebih kecil disebut
dengan Sanggah atau pamerajan, dan apabila keluarga bersangkutan
telah bertambah besar dan meluas, maka didirikanlah pamerajan atau
sejenisnya.
2.
Pura Desa
Pura Desa ini disebut pula pura kahyangan Tiga atau Kahyangan Desa,
yaitu Pura temapt memuja Hyang widhi dalam manifestasinya sebagai Tri
Wisesa dan Tri Murti. Pura ini terdiri dari Pura Desa (Balai Agung) ialah
tempat pemujaan Hyang Widhi (Tuhan Yang Maha Esa) dalam manifestasiNya sebagai Brahma yaitu Pecipta, Pura Puseh atau Pura segera ialah
tempat pemujaan Hyang Widhi dalam manifestasi-Nya sebagai Wisnu yaitu
pemelihara.[11]

3.
Pura Kahyangan jagat ini juga disebut dengan pura umum, artinya
adalah suatu Pura yang didukung dan disungsung oleh Umat Hindu yang
ada di seluruh Indonesia pada Khususnya dan seluruh Umat Hindu
umumnya. Di Indonnesia, Pura yang paling besar yang tergolong
Kahyangan jagat ini adalah Pura Besakih. Dalam perkembangan
selanjutnya banyak lagi pura atau Kahyangan yang dapat di katagorikan
sebagai Kahyangan Jagat, seperti misalnya Pura Mandara Giri Semeru
Agung Senduro Lumajang Jawa Timur dan lain-lainya.
4.
Pura yang besifat Fungsional
Yang dimaksud dengan Pura Fungsional di sini adalah dimana pemuja,
pendukung atau penyungsung dari Pura atau tempat suci tersebut
mempunyai suatu kepentingan yang sama dalam hal-hal tertentu. Tempat
suci yang termasuk golongan Fungsional ini adalah Pura Subak (Ulun
suwi/Ulun Carik) dan lain, sebagainya. Pura subak, mereka mempunyai
kepentingan yang sama terutama dalam mendapatkan air untuk sawahsawah mereka.maka bersama-sama lah mereka mendirikan Pura.

Вам также может понравиться