Вы находитесь на странице: 1из 102

Menyampaikan informasi dari pilihan pola reproduksi.

Memilih metode KB yang diyakini.


Menggunakan metode KB yang dipilih secara aman dan efektif.
Memulai dan melanjutkan KB.
Mempelajari tujuan, ketidakjelasan informasi tentang metode KB yang tersedia.
Konseling adalah proses pertukaran informasi dan interaksi positif antara klien-petugas untuk membantu klien
mengenali kebutuhannya, memilih solusi terbaik dan membuat keputusan yang paling sesuai dengan kondisi
yang sedang dihadapi
Konseling dan Persetujuan Tindakan Medik
Maksud dari konseling dan persetujuan tindakan medik adalah untuk mengenali kebutuhan klien, membantu
klien membuat pilihan yang sesuai dan memahami tujuan dan risiko prosedur klinik terpilih.
Konseling
Konseling adalah proses pertukaran informasi dan interaksi positif antara klien-petugas untuk membantu klien
mengenali kebutuhannya, memilih solusi terbaik dan membuat keputusan yang paling sesuai dengan kondisi
yang sedang dihadapi.
Tujuan konseling KB
Konseling KB bertujuan membantu klien dalam hal:

Menyampaikan informasi dari pilihan pola reproduksi.

Memilih metode KB yang diyakini.

Menggunakan metode KB yang dipilih secara aman dan efektif.

Memulai dan melanjutkan KB.

Mempelajari tujuan, ketidakjelasan informasi tentang metode KB yang tersedia.

Prinsip Konseling KB
Prinsip konseling KB meliputi: percaya diri / confidentiality; Tidak memaksa / voluntary choice; Informed
consent; Hak klien / client rights dan Kewenangan / empowerment.
Keuntungan Konseling KB
Konseling KB yang diberikan pada klien memberikan keuntungan kepada pelaksana kesehatan maupun
penerima layanan KB. Adapun keuntungannya adalah:

Klien dapat memilih metode kontrasepsi yang sesuai dengan kebutuhannya.

Puas terhadap pilihannya dan mengurangi keluhan atau penyesalan.

Cara dan lama penggunaan yang sesuai serta efektif.

Membangun rasa saling percaya.

Mengormati hak klien dan petugas.

Menambah dukungan terhadap pelayanan KB.

Menghilangkan rumor dan konsep yang salah.

Hak Pasien
Pasien sebagai calon maupun akseptor KB mempunyai hak sebagai berikut: a) Terjaga harga diri dan
martabatnya. b) Dilayani secara pribadi (privasi) dan terpeliharanya kerahasiaan. c) Memperoleh informasi
tentang kondisi dan tindakan yang akan dilaksanakan. d) Mendapat kenyamanan dan pelayanan terbaik. e)
Menerima atau menolak pelayanan atau tindakan yang akan dilakukan. f) Kebebasan dalam memilih metode
yang akan digunakan.
Konseling KB dan Komunikasi Interpersonal
Komunikasi interpersonal dalam pelayanan kesehatan menggunakan :
1. Motivasi
2. Edukasi / pendidikan
3. Konseling
Motivasi
Motivasi pada pasien KB meliputi: Berfokus untuk mewujudkan permintaan, bukan pada kebutuhan individu
klien; Menggunakan komunikasi satu arah; Menggunakan komunikasi individu, kelompok atau massa.
Pendidikan KB
Pelayanan KB yang diberikan pada pasien mengandung unsur pendidikan sebagai berikut: Menyediakan
seluruh informasi metode yang tersedia; Menyediakan informasi terkini dan isu; Menggunakan komunikasi
satu arah atau dua arah; Dapat melalui komunikasi individu, kelompok atau massa; Menghilangkan rumor dan
konsep yang salah.
Konseling KB
Konseling KB antara lain: Mendorong klien untuk mengajukan pertanyaan; Menjadi pendengar aktif;
Menjamin klien penuh informasi; Membantu klien membuat pilihan sendiri.

Peran Konselor KB

Proses konseling dalam praktik pelayanan kebidanan terutama pada pelayanan keluarga berencana, tidak
terlepas dari peran konselor. Tugas seorang konselor adalah sebagai berikut:

Sahabat, pembimbing dan memberdayakan klien untuk membuat pilihan yang paling sesuai dengan
kebutuhannya.

Memberi informasi yang obyektif, lengkap, jujur dan akurat tentang berbagai metode kontrasepsi yang
tersedia.

Membangun rasa saling percaya, termasuk dalam proses pembuatan Persetujuan Tindakan Medik.

Ciri Konselor Efektif

Memperlakukan klien dengan baik.

Berinteraksi positif dalam posisi seimbang.

Memberikan informasi obyektif, mudah dimengerti dan diingat serta tidak berlebihan.

Mampu menjelaskan berbagai mekanisme dan ketersediaan metode konstrasepsi.

Membantu klien mengenali kebutuhannya dan membuat pilihan yang sesuai dengan kondisinya.

Jenis Konseling
Jenis konseling terbagi menjadi tiga, yaitu:
1. Konseling umum
2. Konseling spesifik
3. Konseling pra dan pasca tindakan
Konseling Umum

Konseling umum dapat dilakukan oleh petugas lapangan keluarga berencana atau PLKB. Konseling umum
meliputi penjelasan umum dari berbagai metode kontrasepsi untuk mengenalkan kaitan antara kontrasepsi,
tujuan dan fungsi reproduksi keluarga.

Konseling Spesifik
Konseling spesifik dapat dilakukan oleh dokter / bidan / konselor. Konseling spesifik berisi penjelasan spesifik
tentang metode yang diinginkan, alternatif, keuntungan-keterbatasan, akses, dan fasilitas layanan.

Konseling Pra dan Pasca Tindakan


Konseling pra dan pasca tindakan dapat dilakukan oleh operator / konselor / dokter / bidan. Konseling ini
meliputi penjelasan spesifik tentang prosedur yang akan dilaksanakan (pra, selama dan pasca) serta penjelasan
lisan / instruksi tertulis asuhan mandiri.
Teknik Konseling Gallen dan Leitenmaier, 1987
Teknik konseling menurut Gallen dan Leitenmaier (1987), lebih dikenal dengan GATHER yaitu:
G : Greet respectully
A : Ask, Assess needs
T : Tell information
H : Help choose
E : Explain dan demonstrate
R : Refer or Return visit
Dalam bahasa Indonesia, juga lebih dikenal dengan SATU TUJU yang meliputi:
Sa : Salam
T : Tanya
U : Uraikan
Tu : Bantu
J : Jelaskan
U : Kunjungan ulang atau rujuk
Informed Choice
Informed choice merupakan bentuk persetujuan pilihan tentang: Metode kontrasepsi yang dipilih oleh klien
setelah memahami kebutuhan reproduksi yang paling sesuai dengan dirinya / keluarganya; Pilihan tersebut
merupakan hasil bimbingan dan pemberian informasi yang obyektif, akurat dan mudah dimengerti oleh klien;
Pilihan yang diambil merupakan yang terbaik dari berbagai alternatif yang tersedia.
http://askep-askeb.cz.cc/
Informed Consent
Informed consent adalah :

Bukti tertulis tentang persetujuan terhadap prosedur klinik suatu metode kontrasepsi yang akan
dilakukan pada klien.

Harus ditandatangani oleh klien sendiri atau walinya apabila akibat kondisi tertentu klien tidak dapat
melakukan hal tersebut.

Persetujuan diminta apabila prosedur klinik mengandung risiko terhadap keselamatan klien (baik yang
terduga atau tak terduga sebelumnya).

Persetujuan tindakan medik (Informed Consent) berisi tentang kebutuhan reproduksi klien, informed choice,
dan prosedur klinik yang akan dilakukan; ada penjelasan tentang risiko dalam melakukan prosedur klinik
tersebut; standar prosedur yang akan dilakukan dan upaya untuk menghindarkan risiko; klien menyatakan
mengerti tentang semua informasi tersebut diatas dan secara sadar memberikan persetujuannya.
Informed consent juga dilakukan pada pasangannya dengan alasan sebagai berikut :

Aspek hukum, hanya saksi yang mengetahui bahwa pasangannya secara sadar telah memberikan
persetujuan terhadap tindakan medik.

Suami tidak dapat menggantikan posisi istrinya untuk memberikan persetujuan (atau sebaliknya)
kecuali pada kondisi khusus / tertentu.

Secara kultural (Indonesia) suami selalu menjadi penentu dalam memberikan persetujuan tetapi secara
hukum, hal tersebut hanya merupakan persetujuan terhadap konsekuensi biaya dan pemahaman risiko
(yang telah dijelaskan sebelumnya) yang mungkin timbul dari prosedur klinik yang akan dilakukan.

Pengertian kala tiga persalinan


Kala tiga persalinan dimulai dari setelah lahirnya bayi dan berakhir dengan lahirnya
plasenta dan selaput ketuban. Rata-rata lama kala tiga berkisar 15-30 menit, baik pada primipara
maupun multipara.
Fisiologi kala tiga persalinan
Pada kala tiga persalinan, otot uterus (miometrium) berkontraksi mengikuti berkurangnya
ukuran rongga uterus secara tiba-tiba setelah lahirnya bayi. Penyusutan ukuran rongga uterus ini
menyebabkan berkurangnya ukuran tempat implantasi placenta. Karena tempat implantasi
menjadi semakin kecil, sedangkan ukuran placenta tidak berubah, maka plecenta akan menekuk,
menebal, kemudian dilepaskan dari dinding uterus. Setelah lepas placenta akan turun ke bagian
bawah uterus. Tempat implantasi placenta sering pada dinding depan dan belakang korpus uteri
atau dinding lateral. Sangat jarang terdapat pada fundus uteri.
Fase-fase kala tiga

Fase Pelepasan Placenta


Setelah bayi lahir, terjadi kontraksi uterus. Hal ini mengakibatkan volume rongga uterus
berkurang. Dinding uterus menebal. Pada tempat implantasi placenta juga terjadi pennurunan
luas area. Ukuran plasenta tidak berubah, sehingga menyebabkan placenta terlipat, menebal dan
akhirnya terlepas dari dinding uterus. Placenta terlepas sedikit demi sedikit. Terjadi pengumpulan
perdarahan di ruang placenta dan desidua basalis yang disebut retroplacenter hematom. Setelah
placenta terlepas, placenta akan menempati segmen bawah uterus atau vagina.
Kontraksi Rahim akan mengurangi area perlekatan placenta ini, karena rahim bertambah
kecil dan dindingnya bertambah tebal beberapa sentimeter. Kontraksi tadi menyebabkan bagian

yang longgar dan lemah dari ujung Plasenta pada dinding rahim, bagian ini akan terlepas, mulamula sebagian dan kemudian seluruhnya dan tinggal bebas dalam kavum uteri. Kadang-kadang
ada sebagian kecil Placenta yang masih melekat pada dinding rahim.
Proses pelepasan ini biasanya setahap demi setahap dan pengumpulan darah dibelakang Placenta
akan membantu penlepasan Placenta ini. Bila pelepasan sudah kumplit, maka kontraksi rahim
mendorong Placenta yang sudah lepas ke SBR lalu ke vagina dan dilahirkan.
Selaput ketuban pun dikeluarkan, sebagian oleh kontraksi rahim, sebagian sewaktu
keluarnya Plasenta. Ditempat-tempat yang lepas terjadi pendarahan antara uteri dan desidua
basalis disebut Retroplacenter hematoma. Jadi jelaslah, bahwa setelah anak lahir tugas kita
belum selesai, masih ada satu hal berat yang masih dapat mengancam jiwa ibu, yaitu pimpinan
kala III dan pengawasan kala empat.
Pengawasan pada kala pelepasan dan pengeluaran Plasenta cukup penting, karena kelalaian
dapat menyebabkan resiko pendarahan yang dapat membawa kematian. Kala ini berlangsumg
mulai dari bayi lahir sampai Plasenta keluar lengkap. Biasanya, Plasenta akan lahi spontan dalam
15-30 menit, dapat ditunggu dalam 1 jam, tetapi tidak boleh ditunggu bila terjadi banyak
pendarahan.
Lokalisasi dari Plasenta adalah :
1. Pada dinding depan dan belakang korpus uteri
2. Kadang-kadang pada dinding lateral
3. Jarang di fundus Uteri
4. Sesekali pada Segmen bawah rahim (SBR) di sebut Plasenta Previa
Macam-macam pelepasan placenta:
1)
Mekanisme Schultze
Pelepasan placenta yang dimulai dari sentral/bagian tengah sehingga terjadi bekuan
retroplasenta. Cara pelepasan ini paling sering terjadi. Tanda pelepasan placenta dari tengah ini
mengakibatkan perdarahan tidak terjadi sebelum placenta lahir. Perdarahan banyak terjadi segera
setelah placenta lahir.
2)
Mekanisme Duncan
Terjadi pelepasan plasenta dari pinggir atau bersama dari pinggir dan tengah placenta. Darah
akan mengalir keluar antara ketuban. Serempak dari tengah dan pinggir. Hal ini mengakibatkan
terjadi semburan darah sebelum placenta lahir. untuk mengetahui cara lepasnya Plasenta ini
dapat diselidiki dengan dua cara:

Memasukan Zat kontras kedalam Plasenta melalui pembuluh darah tali pusat, lalu dibuat
gambar Rontgen.

Secara klinis, meneliti sewaktu Plasenta lahir melalui vagina dan vulva.
Tanda-tanda pelepasan placenta
1)
Perubahan bentuk uterus
Setelah bayi lahir dan sebelum miometrium mulai berkontraksi, uterus berbentuk bulat penuh
(discoid) dan tinggi fundus biasanya turun hingga di bawah pusat. Setelah uterus berkontraksi
dan placenta terdorong kebawah. Maka uterus menjadi bulat dan fundus berada diatas pusat.
2). Tali pusat memanjang
Tali pusat terlihat keluar memanjang atau terjulur melalui vulva dan vagina (tanda ahfeld).
3). Semburan darah tiba-tiba

Darah yang berkumpul di belakang placenta akan membantu mendorong placenta keluar dan
dibantu oleh gaya gravitasi. Semburan darah yang tiba-tiba menandakan bahwa darah yang
terkumpul di antara tempat melekatnya plasenta dan permukaan maternal placenta (darah
retroplasenter) keluar melalui tepi placenta yang terlepas.

Fase Pengeluaran Plasenta


Plasenta yang sudah terlepas oleh kontraksi rahim akan didorong kebawah yang menempati
segmen bawah rahim, kemudian melalui serviks, vagina dan dikeluarkan ke introitus vagina. Hal
ini dibantu pula oleh tekanan abdominal atau meneran.
Prasat-prasat untuk mengetahui lepasnya Plasenta
A.
Kustner
Dengan meletakkan tangan disertai tekanan pada atau diatas simfisis. Tali pusat ditegangkan,
maka bila tali pusat masuk belum lepas;diam atau maju sudah lepas.
B.
Klein
Sewaktu ada his, rahim kita dorong sedikit, bila tali pusat kembali belum lepas. Diam atau
turun lepas.
C.
Strassman

Tegangkan tali pusat dan ketok pada fundus, bila tali pusat bergetar sudah lepas.

Rahim menonjol diatas simfisis.

Tali pusat bertambah panjang

Rahim bundar dan keras

Keluar darah secara tiba-tiba.


Normalnya pelepasan Plasenta ini berkisar - jam sesudah anak lahir, namun kita dapat
menunggu paling lama 1 jam. Tetapi bila terjadi banyak pendarahan atau bila pa persalinanpersalinan yang lalu ada riwayat pendarahan post-partum, maka tak boleh menunggu, sebaiknya
plasenta langsung dikelurkan oleh tangan. Juga kalau pendarahan sudah lebih dari 500 cc atau
satu nierbekken, sebaiknya Plasenta langsung dikeluarkan secara manual dan diberikan uterus
tonika.
Manajemen aktif kala tiga
Tujuan management aktif kala tiga adalah untuk menghasilkan kontraksi uterus yang lebih
efektif sehingga dapat memperpendek waktu kala tiga persalinan dan mengurangi kehilangan
darah dibandingkan dengan penatalaksanaan fisiologis.
Sebagian besar kesakitan dan kematian ibu di Indonesia disebabkan oleh perdarahab
pascapersalinan, dimana sebagian besar disebabkan oleh atonia uteri dan retensio plasenta yang
sebenarnya dapat dicegah melalui managemen aktif kala tiga.
Keuntungan- keuntungan managemen aktif kala tiga :

Kala tiga persalinan yang lebih singkat

Mengurangi jumlah kehilangan darah

Mengurangi retensio plasenta


Penatalaksanaan aktif pada kala III (pengeluaran aktif plasenta) membantu menghindarkan
terjadinya perdarahan pasca persalinan.
Manajemen aktif kala III terdiri dari :
1.
Pemberian oksitosin 10 U
Memberikan oksitosin untuk merangsang uterus berkontraksi yang juga mempercepat pelepasan
plasenta:

Oksitosin dapat diberikan setelah kelahiran bayi


Jika oksitosin tidak tersedia, rangsang putting payudara ibu atau susukan bayi guna
menghasilkan oksitosin alamiah.
Cara pemberian suntikan oksitosin :

Segera berikan bayi yang telah terbungkus kain pada ibu untuk diberi ASI.

Letakkan kain bersih di atas perut ibu.

Alasan : untuk mencegah kontaminasi langsung dari tangan penolong persalinan dan darah
pada perut ibu.

Periksa uterus untuk memastikan tidak ada bayi yang lain.

Alasan : oksitosin menyebabkan uterus berkontraksi yang sangat menurunkan pasokan


oksigen kepada bayi. Hati-hati untuk tidak menekan uterus dengan keras sehingga terjadi
kontraksi tetanik yang akan menyulitkan pengeluaran plasenta.

Memberitahukan ibu bahwa ibu akan disuntik.

Selambat-lambatnya dalam waktu dua menit setelah bayi lahir, segera suntikan oksitosin
10 unit IM pada 1/3 bawah paha kanan bagian luar.
Catatan : jika oksitosin tidak tersedia, minta ibu untuk melakukan simulasi puting susu atau
menganjurkan ibu untuk menyusukan dengan segera. Ini akan menyebabkan pelepasan oksitosin
secara alamiah.(1)
2.
Penegangan tali pusat terkendali
Lakukan Penegangan Tali pusat terkendali atau PTT (CCT/Controled cord traktion) dengan cara:

Berdiri disamping ibu

Klem dipindahkan 5-10 cm dari vulva


Cara penegangan tali pusat terkendali :
1.
Berdiri disamping ibu
2.
Pindahkan klem kedua yang telah dijepit sewaktu kala dua persalinan pada tali pusat sekitar
5-20 cm dari vulva. Alasan : memegang tali pusat lebih dekat ke vulva akan mencegah avulsi.
3.
Letakkan tangan yang lain pada abdomen ibu ( alas dengan kain ) tepat diatas tulang pubis.
Gunakan tangan ini untuk meraba kontraksi uterus dan menahan uterus pada saat melakukan
penegangan pada tali pusat. Setelah terjadi kontraksi yang kuat, tegangkan tali pusat, kemudian
tangan pada dinding abdomen menekan korpus uteri ke bawah dan atas ( dorso-kranial) korpus.
Lakukan secara hati-hati untuk menghindari terjadinya inversio uteri.
4.
Bila plasenta belum lepas, tunggu hingga ada kontraksi yang kuat( sekitar 2 atau 3 menit).
5.
Pada saat kontraksi mulai(uterus menjadi bulat atau tali pusat memanjang) tegangkan
kembali tali pusat ke arah bawah bersamaan dengan itu lakukan penekanan korpus uteri ke arah
bawah dan kranial hingga plasenta terlepas dari tempay implantasinya.
6.
Tetapi jika langkah 5 diatas tidak berjalan sebagaimana mestinya dan plasenta tidak turun
setelah 30-40 detik dimulainya penegangan tali pusat dan tidak ada tanda-tanda yang
menunjukkan lepasnya plasenta, jangan teruskan penegangan tali pusat.

Pegang klem dan tali pusat dengan lembut dan tunggu sampai kontraksi berikutnya. Jika
perlu, pindahkan klem lebih dekat ke perineum pada saat tali pusat memanjang. Pertahankan
kesabaran pada saat melahirkan plasenta.

Pada saat kontraksi berikutnya terjadi, ulangi penegangan tali pusat terkendali dan tekanan
dorso-kranial pada korpus uteri secara serentak. Ikuti langkah-langkah tersebut pada setiap
kontraksi hingga terasa plasenta terlepas dari dinding uterus.

Setelah plasenta terpisahanjurkan ibu untuk meneran agar plasenta terdorong keluar melalui
introitus vagina. Tetap tegangkan tali pusat denga arah sejajar lantai (mengikuti poros jala lahir).

Alasan : segera lepaskan plasenta yang telah terpisah dari dinding uterus akan mencegah
kehilangan darah yang tidak perlu.
Jangan melakukan penegangan tali pusat tanpa diikuti dengan tekanan dorso-kranial secara
serentak pada bagian bawah uterus (di atas simfisis pubis).
1. Pada saat plasenta terlihat pada introitus vagina, lahirkan plasenta dengan mengangkat tali
pusat ke atas dan menopang plasenta dengan tangan lainnya untuk diletakkan dalam wadah
penampung. Karena sela[ut ketuban mudah robek ; pegang plasenta dengan kedua tangan dan
secara lembutputar plasenta hingga selaput ketuban terpilin menjadi satu.
2. Lakukan penarikan dengan lembut dan perlahan-lahan untuk melahirkan selaput ketuban.
Alasan : melahirkan plasenta dan selapunya dengan hati-hati akan membantu mencegah
tertinggalnya selaput ketuban di jalan lahir.
Jika selaput ketuban robek dan tertinggal dalam jalan lahir saat melahirkan plasenta, dengan hatihati periksa vagina dan serviks dengan seksama.Gunakan jari-jari tangan anda atau klem ke
dalam vagina untuk mengeluarkan selaput ketuban yang teraba.
Catatan :
Jika plasenta belum lahir dalam waktu 15 menit, berikan 10 unit oksitosin IM dosis kedua.
Periksa kandung kemih. Jika ternyata penuh, gunakan teknik aseptik untuk memasukkan kateter
Nelaton disinfeksi tingkat tinggi atau steril untuk mengosongka kandung kemih. Ulangi kembali
penegangan tali pusat dan tekanan dorso-kranial seperti yang diuraikan diatas. Nasehati keluarga
bahwa rujukan mungkin diperlukan jika plasenta belum lahir dalam waktu 30 menit. Pada menit
ke-30 coba lagi melahirkan plasenta dengan melakukan penegangan tali pusat untuk terakhir
kalinya. Jika plasenta tetap tidak lahir, rujuk segera. Ingat, apabila plasenta tidak lahir setelah 30
menit, jangan mencoba untuk melepaskan dan segera lakukan rujukan.
3. Rangsangan Taktil (Masase) Fundus Uteri
Segera setelah plasenta lahir, lakukan masase fundus uteri.
a. Letakkan telapak tangan pada fundus uteri.
b. Jelaskan tindakan kepada ibu, katakana bahwa ibu mungkin merasa agak tidak nyaman
karena tindakan yang diberikan. Anjurkan ibu untuk menarik nafas dalam dan perlahan serta
rileks.
c. Dengan lembut tapi mantap gerakan tangan dengan arah memutar pada fundus uteri supaya
uterus berkontraksi. Jika uterus tidak berkontraksi dalam waktu 15 menit detik, lakukan
penatalaksanaa atonia uteri.
d. Periksa plasenta dan selaputnya untuk memastikan keduanya lengkap dan utuh :
Periksa plasenta sisi maternal ( yang melekat pada dinding uterus) untuk memastikan bahwa
semuanya lengkap dan utuh ( tidak ada bagian yang hilang).
Pasangkan bagian- bagian plasenta yang robek atau terpisah untuk memastikan tidak ada
bagian yang hilang.
Periksa plasenta sisi fetal (yang menghadap ke bayi) untuk memastikan tidak adanya
kemungkinan lobus tambahan (suksenturiata)
Evaluasi selaput untuk memastikan kelengkapannya.
a. Periksa kembali uterus setelah satu hingga dua menit untuk memastikan uterus
berkontraksi. Jika uterus masih belum berkontraksi baik, ulangi masase funddus
uteri. Ajarkan ibu dan
b.
c.

d.

keluarganya cara melakukan masase uterus sehingga mampu untuk segera


mengetahui jika uterus tidak berkontraksi baik.
b. Periksa kontraksi uterus setiap 15 menit selama satu jam pertama pascapersalinan dan setiap
30 menit selama satu jam kedua pascapersalinan.
PTT dilakukan hanya selam uterus berkontraksi. Tangan pada uterus merasakan kontraksi, ibu
dapat juga memberi tahu petugas ketika merasakan kontraksi. Ketika uterus sedang tidak
berkontraksi, tangan petugas tetap berada pada uterus tapi bukan melakukan PTT. Ulangi
langkah-langkah PTT pada setiap kontraksi sampai plasenta terlepas.
Begitu plasenta terasa lepas, keluarkan plasenta dengan gerakan kebawah dan ke atas sesuai jalan
lahir.kedua tangan dapat memegang plasenta dan perlahan memutar plasenta searah jarum jam
untuk mengeluarkan selaput ketuban.
Segera setelah plasenta dan selaputnya dikeluarkan, masase fundus akan menimbulkan kontraksi.
Hal ini dapat mengurangi pengeluaran darah dan mencegah perdarahan pasca persalinan. Jika
uterus tidak berkontraksi kuat selama 10-15 detik, atau jika perdarahan hebat terjadi, segera
lakukan kompresi bi manual dalam. Jika atonia uteri tidak teratasi dalam waktu 1-2 menit, ikuti
protokol untuk perdarahan pasca persalinan.
Jika mengunakan manajemen aktif dan plasenta belum juga lahir dalam waktu 15 menit, berikan
oksitosin 10 unit IM. Dosis kedua, dalam jarak 15 menit dari pemberian oksitosin dosis pertama,
Jika menggunakan manajemen aktif dan plasenta belum juga lahir dalam waktu 30 menit:

Periksa kandung kemih dan lakukan kateterisasi jika kandung kemih penuh

Periksa adanya tanda-tanda pelepasan plasenta

Berikan oksitosin 10 unit IM. Dosis ketiga, dalam jarak waktu 15 menitdari pemberian
oksitosin dosis pertama.
Periksa wanita tersebut secara seksama dan jahit semua robekan pada serviks atau vagina atau
episiotomi.
Pemeriksaan plasenta
Pemeriksaan plasenta meliputi :

Selaput ketuban utuh atau tidak

Plasenta
Bentuk placenta yang normal ialah hampir bulat. Diameternya 15-20 cm, tebalnya 1,5-3 cm.
Beratnya rata-rata 500 gram.
A.
Bagian kotiledon
Jumlah kotiledon, keutuhan pinggir kotiledon. Permukaan maternal yang menghadap dinding
rahim, berwarna merah dan terbagi-bagi oleh celah-celah/sekat-sekat yang berasal dari jaringan
ibu. Oleh sekat ini, plasenta dibagi menjadi 16-20 kotiledon.
B. Bagian fetal
utuh atau tidak. Permukaan fetal ialah yang menghadap ke janin, warnanya keputih-putihan
dan licin karena tertutup oleh amnion, di bawah nampak pembuluh-pembuluh darah.
c. Tali pusat :
jumlah arteri dan vena, adakan arteri atau vena yang terputus untuk mendeteksi plasenta
seksenturia. Insersi tali pusat, apakah sentral, marginal serta panjang tali pusat.
Pemantauan kala tiga
1
Perdarahan. Jumlah darah diukur, disertai dengan bekuan darah atau tidak.

2
Jumlah darah yang umum keluar tidak lebih dari 500cc atau setara dengan 2,5 gelas
belimbing.
3
Kontraksi uterus : bentuk uterus, intensitas.
4
Kontraksi yang baik akan teraba keras dan globuler. Tinggi fundus uteri sebelum plasenta
lahir sekitar setinggi pusat, setelah plasenta lahir tinggi fundus akan turun sekitar 2 jari dibawah
pusat.
5
Robekan jalan lahir/laserasi, ruptura perineum
6
Robekan jalan lahir yang dapat direparasi oleh bidan adalah robekan derajat 1 dan 2 pada
perineum. Yaitu dari mukosa vagina sampai ke otot vagina.
7
Tanda vital :
Tekanan darah mungkin mengalami sedikit penurunan dibandingkan ketika kala I dan II, nadi
normal , suhu tidak lebih dari 37,5 derajat, respirasi normal. Diperiksa setiap 15 menit sekali.

Tekanan darah bertambah tinggi dari sebelum persalinan.

Nadi bertambah cepat

Temperatur bertambah tinggi

Respirasi berangsur normal

Gastrointestinal normal, pada awal persalinan mungkin mutah


8. Personal hygine
Setelah dinyatakan ibu dalam kondisi baik, maka ibu dibersihkan dari darah, mengganti baju,
apabila kantong kemih ibu penuh anjurkan buang air keci. Lakukan sesuai kebutuhan
pasien sehingga ibu merasa lebih nyaman.

Kebutuhan Ibu kala tiga


1
Ketertarikan ibu pada bayi
Ibu mengamati bayinya, menanyakan apa jenis kelaminnya, jumlah jari-jari dan mulai
menyentuh bayi.
2
Perhatian pada dirinya
Bidan perlu menjelaskan kondisi ibu, perlu penjahitan atau tidak, bimbingan tentang kelanjutan
tindakan dan perawatan ibu.
3
Tertarik plasenta
Bidan menjelaskan kondisi plasenta, lahir lengkap atau tidak.
4
Cemas
Memberikan dukungan bagi ibu dari bidan juga keluarga yang mendampingi.
5
Membanatu ibu untuk mengrileksasikan dengan mengatur pernafasannya dengan di bantu
oleh bidan.
Di dukung dengan lingkungan yang nyaman.
6
Nutrisi
Memberikan makanan yang ringan sedikit-sedikit.
Memberikan minum yang manis seperti teh manis, jus, dll.
Nutrisi ini d butuhkan di kala tiga agar ibu masih mempunyai tenaga saat proses pengeluaran
plasenta.

Pengertian kala tiga persalinan


Kala tiga persalinan dimulai dari setelah lahirnya bayi dan berakhir dengan
lahirnya plasenta dan selaput ketuban. Rata-rata lama kala tiga berkisar 15-30 menit,
baik pada primipara maupun multipara.
Fisiologi kala tiga persalinan
Pada kala tiga persalinan, otot uterus (miometrium) berkontraksi mengikuti
berkurangnya ukuran rongga uterus secara tiba-tiba setelah lahirnya bayi. Penyusutan
ukuran rongga uterus ini menyebabkan berkurangnya ukuran tempat implantasi
placenta. Karena tempat implantasi menjadi semakin kecil, sedangkan ukuran placenta
tidak berubah, maka plecenta akan menekuk, menebal, kemudian dilepaskan dari
dinding uterus. Setelah lepas placenta akan turun ke bagian bawah uterus. Tempat
implantasi placenta sering pada dinding depan dan belakang korpus uteri atau dinding
lateral. Sangat jarang terdapat pada fundus uteri.
Fase-fase kala tiga

Fase Pelepasan Placenta

Setelah bayi lahir, terjadi kontraksi uterus. Hal ini mengakibatkan volume rongga uterus
berkurang. Dinding uterus menebal. Pada tempat implantasi placenta juga terjadi
pennurunan luas area. Ukuran plasenta tidak berubah, sehingga menyebabkan placenta
terlipat, menebal dan akhirnya terlepas dari dinding uterus. Placenta terlepas sedikit
demi sedikit. Terjadi pengumpulan perdarahan di ruang placenta dan desidua basalis
yang disebut retroplacenter hematom. Setelah placenta terlepas, placenta akan
menempati segmen bawah uterus atau vagina.
Kontraksi Rahim akan mengurangi area perlekatan placenta ini, karena rahim
bertambah kecil dan dindingnya bertambah tebal beberapa sentimeter. Kontraksi tadi
menyebabkan bagian yang longgar dan lemah dari ujung Plasenta pada dinding rahim,
bagian ini akan terlepas, mula-mula sebagian dan kemudian seluruhnya dan tinggal
bebas dalam kavum uteri. Kadang-kadang ada sebagian kecil Placenta yang masih
melekat pada dinding rahim.
Proses pelepasan ini biasanya setahap demi setahap dan pengumpulan darah
dibelakang Placenta akan membantu penlepasan Placenta ini. Bila pelepasan sudah
kumplit, maka kontraksi rahim mendorong Placenta yang sudah lepas ke SBR lalu ke
vagina dan dilahirkan.

Selaput ketuban pun dikeluarkan, sebagian oleh kontraksi rahim, sebagian


sewaktu keluarnya Plasenta. Ditempat-tempat yang lepas terjadi pendarahan antara
uteri dan desidua basalis disebut Retroplacenter hematoma. Jadi jelaslah, bahwa
setelah anak lahir tugas kita belum selesai, masih ada satu hal berat yang masih dapat
mengancam jiwa ibu, yaitu pimpinan kala III dan pengawasan kala empat.
Pengawasan pada kala pelepasan dan pengeluaran Plasenta cukup penting, karena
kelalaian dapat menyebabkan resiko pendarahan yang dapat membawa kematian. Kala
ini berlangsumg mulai dari bayi lahir sampai Plasenta keluar lengkap. Biasanya,
Plasenta akan lahi spontan dalam 15-30 menit, dapat ditunggu dalam 1 jam, tetapi
tidak boleh ditunggu bila terjadi banyak pendarahan.
Lokalisasi dari Plasenta adalah :
1.

Pada dinding depan dan belakang korpus uteri

2.

Kadang-kadang pada dinding lateral

3.

Jarang di fundus Uteri

4.

Sesekali pada Segmen bawah rahim (SBR) di sebut Plasenta Previa

Macam-macam pelepasan placenta:


1)

Mekanisme Schultze

Pelepasan placenta yang dimulai dari sentral/bagian tengah sehingga terjadi bekuan
retroplasenta. Cara pelepasan ini paling sering terjadi. Tanda pelepasan placenta dari
tengah ini mengakibatkan perdarahan tidak terjadi sebelum placenta lahir. Perdarahan
banyak terjadi segera setelah placenta lahir.
2)

Mekanisme Duncan

Terjadi pelepasan plasenta dari pinggir atau bersama dari pinggir dan tengah placenta.
Darah akan mengalir keluar antara ketuban. Serempak dari tengah dan pinggir. Hal ini
mengakibatkan terjadi semburan darah sebelum placenta lahir. untuk mengetahui cara
lepasnya Plasenta ini dapat diselidiki dengan dua cara:

Memasukan Zat kontras kedalam Plasenta melalui pembuluh darah tali pusat, lalu

dibuat gambar Rontgen.

Secara klinis, meneliti sewaktu Plasenta lahir melalui vagina dan vulva.

Tanda-tanda pelepasan placenta


1)

Perubahan bentuk uterus

Setelah bayi lahir dan sebelum miometrium mulai berkontraksi, uterus berbentuk bulat
penuh (discoid) dan tinggi fundus biasanya turun hingga di bawah pusat. Setelah uterus
berkontraksi dan placenta terdorong kebawah. Maka uterus menjadi bulat dan fundus
berada diatas pusat.
2). Tali pusat memanjang

Tali pusat terlihat keluar memanjang atau terjulur melalui vulva dan vagina (tanda
ahfeld).
3). Semburan darah tiba-tiba
Darah yang berkumpul di belakang placenta akan membantu mendorong placenta
keluar dan dibantu oleh gaya gravitasi. Semburan darah yang tiba-tiba menandakan
bahwa darah yang terkumpul di antara tempat melekatnya plasenta dan permukaan
maternal placenta (darah retroplasenter) keluar melalui tepi placenta yang terlepas.

Fase Pengeluaran Plasenta


Plasenta yang sudah terlepas oleh kontraksi rahim akan didorong kebawah yang

menempati segmen bawah rahim, kemudian melalui serviks, vagina dan dikeluarkan ke
introitus vagina. Hal ini dibantu pula oleh tekanan abdominal atau meneran.
Prasat-prasat untuk mengetahui lepasnya Plasenta
A.

Kustner
Dengan meletakkan tangan disertai tekanan pada atau diatas simfisis. Tali pusat

ditegangkan, maka bila tali pusat masuk belum lepas;diam atau maju sudah lepas.
B.

Klein
Sewaktu ada his, rahim kita dorong sedikit, bila tali pusat kembali belum lepas.

Diam atau turun lepas.


C.

Strassman

Tegangkan tali pusat dan ketok pada fundus, bila tali pusat bergetar sudah lepas.

Rahim menonjol diatas simfisis.

Tali pusat bertambah panjang

Rahim bundar dan keras

Keluar darah secara tiba-tiba.

Normalnya pelepasan Plasenta ini berkisar - jam sesudah anak lahir, namun kita
dapat menunggu paling lama 1 jam. Tetapi bila terjadi banyak pendarahan atau bila pa
persalinan-persalinan yang lalu ada riwayat pendarahan post-partum, maka tak boleh
menunggu, sebaiknya plasenta langsung dikelurkan oleh tangan. Juga kalau
pendarahan sudah lebih dari 500 cc atau satu nierbekken, sebaiknya Plasenta langsung
dikeluarkan secara manual dan diberikan uterus tonika.
Manajemen aktif kala tiga
Tujuan management aktif kala tiga adalah untuk menghasilkan kontraksi uterus yang
lebih efektif sehingga dapat memperpendek waktu kala tiga persalinan dan mengurangi
kehilangan darah dibandingkan dengan penatalaksanaan fisiologis.
Sebagian besar kesakitan dan kematian ibu di Indonesia disebabkan oleh perdarahab
pascapersalinan, dimana sebagian besar disebabkan oleh atonia uteri dan retensio
plasenta yang sebenarnya dapat dicegah melalui managemen aktif kala tiga.
Keuntungan- keuntungan managemen aktif kala tiga :

Kala tiga persalinan yang lebih singkat

Mengurangi jumlah kehilangan darah

Mengurangi retensio plasenta

Penatalaksanaan aktif pada kala III (pengeluaran aktif plasenta) membantu


menghindarkan terjadinya perdarahan pasca persalinan.
Manajemen aktif kala III terdiri dari :
1.

Pemberian oksitosin 10 U

Memberikan oksitosin untuk merangsang uterus berkontraksi yang juga mempercepat


pelepasan plasenta:

Oksitosin dapat diberikan setelah kelahiran bayi

Jika oksitosin tidak tersedia, rangsang putting payudara ibu atau susukan bayi

guna menghasilkan oksitosin alamiah.


Cara pemberian suntikan oksitosin :

Segera berikan bayi yang telah terbungkus kain pada ibu untuk diberi ASI.

Letakkan kain bersih di atas perut ibu.

Alasan : untuk mencegah kontaminasi langsung dari tangan penolong persalinan

dan darah pada perut ibu.

Periksa uterus untuk memastikan tidak ada bayi yang lain.

Alasan : oksitosin menyebabkan uterus berkontraksi yang sangat menurunkan

pasokan oksigen kepada bayi. Hati-hati untuk tidak menekan uterus dengan keras
sehingga terjadi kontraksi tetanik yang akan menyulitkan pengeluaran plasenta.

Memberitahukan ibu bahwa ibu akan disuntik.

Selambat-lambatnya dalam waktu dua menit setelah bayi lahir, segera suntikan

oksitosin 10 unit IM pada 1/3 bawah paha kanan bagian luar.


Catatan : jika oksitosin tidak tersedia, minta ibu untuk melakukan simulasi puting susu
atau menganjurkan ibu untuk menyusukan dengan segera. Ini akan menyebabkan
pelepasan oksitosin secara alamiah.(1)
2.

Penegangan tali pusat terkendali

Lakukan Penegangan Tali pusat terkendali atau PTT (CCT/Controled cord traktion)
dengan cara:

Berdiri disamping ibu

Klem dipindahkan 5-10 cm dari vulva

Cara penegangan tali pusat terkendali :


1.

Berdiri disamping ibu

2.

Pindahkan klem kedua yang telah dijepit sewaktu kala dua persalinan pada tali

pusat sekitar 5-20 cm dari vulva. Alasan : memegang tali pusat lebih dekat ke vulva
akan mencegah avulsi.
3.

Letakkan tangan yang lain pada abdomen ibu ( alas dengan kain ) tepat diatas

tulang pubis. Gunakan tangan ini untuk meraba kontraksi uterus dan menahan uterus
pada saat melakukan penegangan pada tali pusat. Setelah terjadi kontraksi yang kuat,
tegangkan tali pusat, kemudian tangan pada dinding abdomen menekan korpus uteri ke
bawah dan atas ( dorso-kranial) korpus. Lakukan secara hati-hati untuk menghindari
terjadinya inversio uteri.
4.

Bila plasenta belum lepas, tunggu hingga ada kontraksi yang kuat( sekitar 2 atau

3 menit).
5.

Pada saat kontraksi mulai(uterus menjadi bulat atau tali pusat memanjang)

tegangkan kembali tali pusat ke arah bawah bersamaan dengan itu lakukan penekanan
korpus uteri ke arah bawah dan kranial hingga plasenta terlepas dari tempay
implantasinya.
6.

Tetapi jika langkah 5 diatas tidak berjalan sebagaimana mestinya dan plasenta

tidak turun setelah 30-40 detik dimulainya penegangan tali pusat dan tidak ada tandatanda yang menunjukkan lepasnya plasenta, jangan teruskan penegangan tali pusat.

Pegang klem dan tali pusat dengan lembut dan tunggu sampai kontraksi

berikutnya. Jika perlu, pindahkan klem lebih dekat ke perineum pada saat tali pusat
memanjang. Pertahankan kesabaran pada saat melahirkan plasenta.

Pada saat kontraksi berikutnya terjadi, ulangi penegangan tali pusat terkendali dan

tekanan dorso-kranial pada korpus uteri secara serentak. Ikuti langkah-langkah tersebut
pada setiap kontraksi hingga terasa plasenta terlepas dari dinding uterus.

Setelah plasenta terpisahanjurkan ibu untuk meneran agar plasenta terdorong

keluar melalui introitus vagina. Tetap tegangkan tali pusat denga arah sejajar lantai
(mengikuti poros jala lahir).
Alasan : segera lepaskan plasenta yang telah terpisah dari dinding uterus akan
mencegah kehilangan darah yang tidak perlu.
Jangan melakukan penegangan tali pusat tanpa diikuti dengan tekanan dorso-kranial
secara serentak pada bagian bawah uterus (di atas simfisis pubis).
1.

Pada saat plasenta terlihat pada introitus vagina, lahirkan plasenta dengan

mengangkat tali pusat ke atas dan menopang plasenta dengan tangan lainnya untuk
diletakkan dalam wadah penampung. Karena sela[ut ketuban mudah robek ; pegang
plasenta dengan kedua tangan dan secara lembutputar plasenta hingga selaput
ketuban terpilin menjadi satu.
2.

Lakukan penarikan dengan lembut dan perlahan-lahan untuk melahirkan selaput

ketuban.

Alasan : melahirkan plasenta dan selapunya dengan hati-hati akan membantu


mencegah tertinggalnya selaput ketuban di jalan lahir.
Jika selaput ketuban robek dan tertinggal dalam jalan lahir saat melahirkan plasenta,
dengan hati-hati periksa vagina dan serviks dengan seksama.Gunakan jari-jari tangan
anda atau klem ke dalam vagina untuk mengeluarkan selaput ketuban yang teraba.
Catatan :
Jika plasenta belum lahir dalam waktu 15 menit, berikan 10 unit oksitosin IM dosis
kedua. Periksa kandung kemih. Jika ternyata penuh, gunakan teknik aseptik untuk
memasukkan kateter Nelaton disinfeksi tingkat tinggi atau steril untuk mengosongka
kandung kemih. Ulangi kembali penegangan tali pusat dan tekanan dorso-kranial
seperti yang diuraikan diatas. Nasehati keluarga bahwa rujukan mungkin diperlukan jika
plasenta belum lahir dalam waktu 30 menit. Pada menit ke-30 coba lagi melahirkan
plasenta dengan melakukan penegangan tali pusat untuk terakhir kalinya. Jika plasenta
tetap tidak lahir, rujuk segera. Ingat, apabila plasenta tidak lahir setelah 30 menit,
jangan mencoba untuk melepaskan dan segera lakukan rujukan.
3.

Rangsangan Taktil (Masase) Fundus Uteri

Segera setelah plasenta lahir, lakukan masase fundus uteri.


a.

Letakkan telapak tangan pada fundus uteri.

b.

Jelaskan tindakan kepada ibu, katakana bahwa ibu mungkin merasa agak tidak

nyaman karena tindakan yang diberikan. Anjurkan ibu untuk menarik nafas dalam dan
perlahan serta rileks.
c.

Dengan lembut tapi mantap gerakan tangan dengan arah memutar pada fundus

uteri supaya uterus berkontraksi. Jika uterus tidak berkontraksi dalam waktu 15 menit
detik, lakukan penatalaksanaa atonia uteri.
d. Periksa plasenta dan selaputnya untuk memastikan keduanya lengkap dan utuh :

Periksa plasenta sisi maternal ( yang melekat pada dinding uterus) untuk

memastikan bahwa semuanya lengkap dan utuh ( tidak ada bagian yang hilang).

Pasangkan bagian- bagian plasenta yang robek atau terpisah untuk memastikan

tidak ada bagian yang hilang.

Periksa plasenta sisi fetal (yang menghadap ke bayi) untuk memastikan tidak

adanya kemungkinan lobus tambahan (suksenturiata)

Evaluasi selaput untuk memastikan kelengkapannya.

a. Periksa kembali uterus setelah satu hingga dua menit untuk memastikan uterus
berkontraksi. Jika uterus masih belum berkontraksi baik, ulangi masase funddus uteri.
Ajarkan ibu dan keluarganya cara melakukan masase uterus sehingga mampu untuk
segera mengetahui jika uterus tidak berkontraksi baik.
b.

Periksa kontraksi uterus setiap 15 menit selama satu jam pertama pascapersalinan

dan setiap 30 menit selama satu jam kedua pascapersalinan.

PTT dilakukan hanya selam uterus berkontraksi. Tangan pada uterus merasakan
kontraksi, ibu dapat juga memberi tahu petugas ketika merasakan kontraksi. Ketika
uterus sedang tidak berkontraksi, tangan petugas tetap berada pada uterus tapi bukan
melakukan PTT. Ulangi langkah-langkah PTT pada setiap kontraksi sampai plasenta
terlepas.
Begitu plasenta terasa lepas, keluarkan plasenta dengan gerakan kebawah dan ke atas
sesuai jalan lahir.kedua tangan dapat memegang plasenta dan perlahan memutar
plasenta searah jarum jam untuk mengeluarkan selaput ketuban.
Segera setelah plasenta dan selaputnya dikeluarkan, masase fundus akan menimbulkan
kontraksi. Hal ini dapat mengurangi pengeluaran darah dan mencegah perdarahan
pasca persalinan. Jika uterus tidak berkontraksi kuat selama 10-15 detik, atau jika
perdarahan hebat terjadi, segera lakukan kompresi bi manual dalam. Jika atonia uteri
tidak teratasi dalam waktu 1-2 menit, ikuti protokol untuk perdarahan pasca persalinan.
Jika mengunakan manajemen aktif dan plasenta belum juga lahir dalam waktu 15
menit, berikan oksitosin 10 unit IM. Dosis kedua, dalam jarak 15 menit dari pemberian
oksitosin dosis pertama,
Jika menggunakan manajemen aktif dan plasenta belum juga lahir dalam waktu 30
menit:

Periksa kandung kemih dan lakukan kateterisasi jika kandung kemih penuh

Periksa adanya tanda-tanda pelepasan plasenta

Berikan oksitosin 10 unit IM. Dosis ketiga, dalam jarak waktu 15 menitdari

pemberian oksitosin dosis pertama.


Periksa wanita tersebut secara seksama dan jahit semua robekan pada serviks atau
vagina atau episiotomi.
Pemeriksaan plasenta
Pemeriksaan plasenta meliputi :

Selaput ketuban utuh atau tidak

Plasenta

Bentuk placenta yang normal ialah hampir bulat. Diameternya 15-20 cm, tebalnya 1,5-3
cm. Beratnya rata-rata 500 gram.
A.

Bagian kotiledon

Jumlah kotiledon, keutuhan pinggir kotiledon. Permukaan maternal yang menghadap


dinding rahim, berwarna merah dan terbagi-bagi oleh celah-celah/sekat-sekat yang
berasal dari jaringan ibu. Oleh sekat ini, plasenta dibagi menjadi 16-20 kotiledon.
B. Bagian fetal

utuh atau tidak. Permukaan fetal ialah yang menghadap ke janin, warnanya
keputih-putihan dan licin karena tertutup oleh amnion, di bawah nampak pembuluhpembuluh darah.
c.

Tali pusat :

jumlah arteri dan vena, adakan arteri atau vena yang terputus untuk mendeteksi
plasenta seksenturia. Insersi tali pusat, apakah sentral, marginal serta panjang tali
pusat.
Pemantauan kala tiga
1

Perdarahan. Jumlah darah diukur, disertai dengan bekuan darah atau tidak.

Jumlah darah yang umum keluar tidak lebih dari 500cc atau setara dengan 2,5

gelas belimbing.
3

Kontraksi uterus : bentuk uterus, intensitas.

Kontraksi yang baik akan teraba keras dan globuler. Tinggi fundus uteri sebelum

plasenta lahir sekitar setinggi pusat, setelah plasenta lahir tinggi fundus akan turun
sekitar 2 jari dibawah pusat.
5

Robekan jalan lahir/laserasi, ruptura perineum

Robekan jalan lahir yang dapat direparasi oleh bidan adalah robekan derajat 1 dan

2 pada perineum. Yaitu dari mukosa vagina sampai ke otot vagina.


7

Tanda vital :

Tekanan darah mungkin mengalami sedikit penurunan dibandingkan ketika kala I dan II,
nadi normal , suhu tidak lebih dari 37,5 derajat, respirasi normal. Diperiksa setiap 15
menit sekali.

Tekanan darah bertambah tinggi dari sebelum persalinan.

Nadi bertambah cepat

Temperatur bertambah tinggi

Respirasi berangsur normal

Gastrointestinal normal, pada awal persalinan mungkin mutah

8.

Personal hygine

Setelah dinyatakan ibu dalam kondisi baik, maka ibu dibersihkan dari darah, mengganti
baju, apabila kantong kemih ibu penuh anjurkan buang air keci. Lakukan sesuai
kebutuhan pasien sehingga ibu merasa lebih nyaman.

Kebutuhan Ibu kala tiga


1

Ketertarikan ibu pada bayi

Ibu mengamati bayinya, menanyakan apa jenis kelaminnya, jumlah jari-jari dan mulai
menyentuh bayi.

Perhatian pada dirinya

Bidan perlu menjelaskan kondisi ibu, perlu penjahitan atau tidak, bimbingan tentang
kelanjutan tindakan dan perawatan ibu.
3

Tertarik plasenta

Bidan menjelaskan kondisi plasenta, lahir lengkap atau tidak.


4

Cemas

Memberikan dukungan bagi ibu dari bidan juga keluarga yang mendampingi.
5

Membanatu ibu untuk mengrileksasikan dengan mengatur pernafasannya dengan

di bantu oleh bidan.


Di dukung dengan lingkungan yang nyaman.
6

Nutrisi

Memberikan makanan yang ringan sedikit-sedikit.


Memberikan minum yang manis seperti teh manis, jus, dll.
Nutrisi ini d butuhkan di kala tiga agar ibu masih mempunyai tenaga saat proses
pengeluaran plasenta.

PERSIAPAN ALAT DAN BAHAN PERSALINAN


(PARTUS)
1. Persiapan perlindungan diri :

celemek plastik

sepatu boot

masker

Handuk bersih

kacamata

penutup kepala

mencuci tangan 7 langkah

2. Persiapan Ibu dan Bayi


1 buah handuk
1/3 kain Alas bokong ibu
Selimut untuk mengganti

Topi Bayi
Pakaian ibu
Kain/sarung yang bersih dan kering (5 buah)
Pakaian bayi
2 buah washlap

3. Peralatan steril atau DTT parus set (Dalam wadah steril yang berpenutup) :

2 klem Kelly/ klem kocher


Gunting tali pusat
Benang tali pusat / klem plastik
Kateter nelaton
Gunting episiotomi
Klem 12 kocher
2 pasang sarung tangan
Kasa atau kain kecil 5 bh
Gulungan kapas basah (1 kom kapas kapas DTT, 1 kom alat DTT)
Tabung suntik 2,5 atau 3 ml
Penghisap lendir De Lee

4.

Heacting set (penjahitan episiotomi)

Tabung suntik 10 ml beserta jarum suntik

1 Pinset anatomi dan 1 pinset sirurgi

Pegangan jarum / nald pooder

2-3 jarum jahit tajam/ nald (kulit dan otot)

Benang chromic ukuran 2.0 atau 3.0

1 pasang sarung tangan DTT atau steril

5.

Peralatan tidak steril

Termometer

Stetoskop

Tensimeter

Pita pengukur / meteran

Pinnards, fetoskop.stetoskop Laenec atau dopler

Bengkok

Piring plasenta

Timbangan bayi

Pengukur panjang bayi

Gunting ferband

Sarung tangan rumah tangga

Wadah untuk larutan klorin 0,5 %

Wadah untuk air DTT

Tempat sampah (sampah tajam, kering dan basah)

6. Obat-Obat dan bahan habis pakai

Oksitosin 1 ml 10 U
Lidokain 1%
Cairan infus R/L,Nacl, dan Dext 5%

Peralatan untuk menginfus


Kanula IV no 16-18G
Methylergometrin
MgSO4 40% (25 gr)
Amoxicillin / ampisilin tab 500 gr atau IV 2 gr
Vitamin K
salep mata tetrasilklin 1 %
7. Peralatan resusitasi (persiapkan semua menjelang persalinan)
Meja yang bersih, datar dan keras
1 buah kain di gelar di atas perut ibu

1 buah kain untuk mengalas meja dan untuk mengganti kain pembungkus bayi yang
basah
1 buah kain untuk mengganjal bahu bayi
Lampu sorot 60 watt
Alat penghisap lendir (bola-bola karet/ de lee)
Balon dengan sungkupnya
Jam / pecatat waktu
8. Formulir yang disiapkan

Formulir informed consent

Formulir partograf

Formulir persalinan / nifas dan KB

Formulir rujukan

Formulir surat kelahiran

Formulir permintaan darah

Formulir kematian

7. Bahan-bahan yang bisa disiapkan oleh keluarga


Makanan dan minuman untuk ibu
Beberapa sarung bersih (3-5)
Beberapa kain bersih (3-5)
Beberapa celana dalam bersih
Pembalut wanita, handuk, sabun
Pakaian ibu dan bayi
Washlap 2 buah
Kantong plastik atau bejana tembikar untuk plasent

PROSEDUR TETAP MANAJEMEN AKTIF KALA III

PENGERTIAN : Tindakan yang dilakukan setelah bayi lahir untuk mempercepat lepasnya placenta

TUJUAN

1. Menurunkan kejadian perdarahan post partum

2. Mengurangi lamanya kala III


3. Mengurangi angka kematian dan kasakitan yang berhubungan dengan perdarahan

KEBIJAKAN

PERSIAPAN

: Lakukan manajemen aktif kala III segera setelah bayi lahir pada semua persalinan

: 1.Oxytocin 10 IU
2.Spuit 3 cc
3.Sarung tangan

PROSEDUR : 1.Palpasi abdominal untuk memastikan tidak ada janin kedua


2.Beri penjelasan pada ibu bahwa akan dilakukan injeksi pada paha
3.Injeksi oxytocin 10 IU IM pada bagian lateral dari paha ibu kira-kira 1/3 atas paha dalam waktu 2 menit dari
kelahiran bayi
4.Pindahkan klem tali pusat diujung, tempatkan kira-kira 5-10 cm dari vulva
5.Lakukan penegangan tali pusat terkendali ( PTT ) dengan cara:
- Letakkan tangan kiri diatas symfisis
-Tegangkan tali pusat dengan tangan kanan
- Dorong uterus kearah dorso kranial pada saat ada his dan terlihat tanda-tanda pelepasan placenta, sementara tangan
kanan menegangkan tali pusat
- Bila dalam waktu 15 menit uterus tidak berkontraksi, ulangi pemberian oxytocin 10 IU
6.Keluarkan placenta
7.Setelah plasenta lahir,segera tangan kiri melakukan masase fundus uteri menggunakan palman dengan gerakan
melingkar sampai uterus berkontraksi
8.Sementara itu tangan kanan melakukan pemeriksaan kelengkapan plasenta dan selaput ketuban
9.Tempatkan plasenta pada wadah yang telah disediakan,cuci tangan dengan larutan klorin

SPO(Standar Prosedur Operasional) OBSGIN


ASUHAN ANTENATAL
No. Dokumen

No. Revisi

Halaman
Ditetapkan

PROSEDUR
TETAP

Pengertian

Tanggal terbit

Direktur

Pemeriksaan wanita hamil secara teratur dan tertentu

Menjamin agar tiap kehamilan berakhir dengan kelahiran bayi


yang sehat

tanpa mengganggu kesehatan ibu.


Tujuan

Agar pasien mendapatkan pelayanan yang optimal


Kebijakan

Prosedur

Pada Kunjungan Pertama

1. Menentukan Resiko Kehamilan (KRR, KRT).

1. Melakukan anamnese tentang:


1. Umur suami istri, pekerjaan, pendidikan, suku, dan
agama, riwayat haid, KB dan kehamilan sekarang,
pemeriksaan yang telah dilakukan, gerakan janin,
riwaynt perkawinan, kehamilan dan persalinannya,
riwayat penyakitnya dahulu, penyakit keluarga.
2. Melakukan pemeriksaan fisik umum.
1. Memeriksa GCS, ada tidaknya anemia, ikterus,
sianosis, sesak, mengukur tinggi badan, memeriksa
keadaan organ vital secara sistematis dan singkat
3. Melakukan pemeriksaan obstetris.

a. Mengukur tinggi fundus rahim dalam sin.


b. Melakukan pemeriksaan leopold I IV.
c. Membandingkan umur kehamilan menurut anamnesa dan pemeriksaan.
d. Melakukan penilaian UPD dan tes Osborn bila ada indikasi.
Melakukan pemeriksaaan laboratoris.
Pemeriksaan Hb, Reduksi, Albuminuria.

ASUHAN ANTENATAL
No. Dokumen

PROSEDUR
TETAP

No. Revisi

Tanggal terbit

.2. Menentukan Umur Kehamilan dengan Cepat

Halaman

1. Menghitung umur kehamilan dengan rumus Naegele.


2. Melakukan ulangan anamnese bila ada perbedaan umur
kehamilan.
3. Mengusulkan pemeriksaan USG bila diperlukan.

3. Menentukan Rencana Perawatan dan Persalinan.

Tergantung jenis resiko dan umur kehamilannya.

a)

Bila termasuk KRR.

3.1.1.

Diberikan tablet Fe dan imunisasi TT.

3.1.2.

Mengusulkan perneriksaan USG dan NST bila diperlukan

3.1.3.

Mengusulkan pemeriksaan tambahan, konsultasi dan tindakan.

3.1.4.

Kunjungan berikutnya :

1 bulan berikutnya sampai minggu ke 28.

2 minggu berikutnya sampai minggu 36.

1 minggu berikutnya sampai minggu partus.

b)

Bila termasuk KRT.

3.2.1.

Seperti KRR ditambah yang sesuai dengan policy KRT-nya.

3.2.2.

Rencana persalinan berupa :

Spontan belakang kepala.

Percepatan kala II.

SC.

2.

Asuhan Pada Kunjungan Berikutnya

2.1. Pada KRR diperiksa pada karnar KRR dan KRT pada kamar KRT.
2.1.1. Janin
:
DJJ, ukuran dan perubahannya, jumlah ketuban,
bagian menengah dan penurunannya, serta aktivitas janin.
2.1.2. Ibu
:
Tekanan darah, berat badan dan perubahannya,
tinggu fundus, keluhan-keluhan.

ASUHAN ANTENATAL
No. Dokumen

PROSEDUR
TETAP

Unit terkait

Tanggal terbit

1. Unit Rawat Jalan

No. Revisi

Halaman

PEMERIKSAAN DETAK JANTUNG JANIN DENGAN


DOPPLER
No. Dokumen

No. Revisi

Halaman
Ditetapkan

Tanggal terbit

PROSEDUR
TETAP

Direktur

Suatu urutan tindakan untuk melakukan pemeriksaan DJJ janin


Pengertian

dengan alat doppler.

Untuk mengetahui Detak Jantung Janin pada Ibu Hamil yang

merupakan tanda pasti kehamilan dengan janin hidup.


Tujuan
Agar pasien mendapatkan pelayanan yang optimal

Kebijakan
1.

Prosedur

Persiapan

1.1. Alat Doppler


1.2. Jelly
1.3. Lap basah
1.4. Memberi penjelasan pada pasien

2. Pelaksanaan

2.1. Perawat cuci tangan sebelum dan sesudah melaksanakan tindakan


2.2.

Mengatur posisi pasien, kemudian menentukan daerah aufrat.

2.3. Ol eskan jelly pada probe.


2.4. Menghidupkan tombol Volume Doppler.
2.5. Meletakkan probe pada daerah aufrat.
2.6.

Menghitung frekuensi DJJ/mendengarkan DJJ.

2.7.

Bekas jelly dibersihkan dengan lap.

2.8. Alat-alat dibereskan

PEMERIKSAAN DETAK JANTUNG JANIN DENGAN DOPPLER


No. Revisi
No. Dokumen
RSI. Hasanah
Tanggal terbit

Halaman

PROSEDUR
TETAP
1. Unit Rawat Jalan
Unit Terkait

2. Unit Rawat Inap

PERTOLONGAN PERSALINAN KALA II


Halaman
No. Dokumen

No. Revisi
1/2
Ditetapkan

PROSEDUR
TETAP

Tanggal terbit
Direktur

Pertolongan persalinan yang dimulai saat pembukaan servic


lengkap dan

Pengertian

berakhir saat bayi dilahirkan.

Sebagai pedoman agar setiap persalinan Kala II fisiologis


dikerjakan secara benar.

Tujuan
Agar pasien mendapatkan pelayanan yang optimal

Kebijakan

1. Persiapan

Prosedur

1.1.

Satu set partus pak.

1.2.

Satu set resusitasi bayi.

1.3.

Gelas ukur.

1.4.

Bengkok.

1.5.

Timba.

1.6.

Bahan dekontaminasi (larutan lysol 0,5 %).

1.7.

Tempat kotoran.

1.8.

Persiapan pasien, posisi litotomi/jonggens.

1.9.

Persiapan penolong, cuci tangan, memakai celemek.

2. Pelaksanaan

2.1.

Penolong berada di depan vulva/disamping kanan

2.2.

Menutup daerah sekitar vulva dengan duk steril.

pasien.

PERTOLONGAN PERSALINAN KALA II


No. Dokumen

No. Revisi

Halaman

2/2
Tanggal terbit
PROSEDUR
TETAP

2 Agustus 2008

2.3.
Memberi penjelasan pada pasien proses persalinan dan langkah
yang akan dikerjakan serta cara mengejan yang benar.
2.4.

Meminta ibu mengejan waktu ada his.

2.5.
Melakukan anestesi lokal infiltrasi pada tempat eposiotomi
menggunakan lidocain 1%.
2.6.

Melakukan efisiotomi pada waktu perineum sudah tipis.

2.7.

Melahirkan kepala bayi i dengan secara klasik.

2.7.1. Menahan perineum dan menekan ke arah kranial menggunakan ibu


jari dan jari II, III penolong yang tertutup duk steril.
2.7.2. Menahan defleksi kepala dengan tangan kiri.
2.7.3. Berturut-turut akan lahir dahi, mata, hidung, mulut dan dagu.
2.7.4. Membersihkan lendir, mulut, dan hidung.
2.8.
Membiarkan kepala bayi melakukan putar paksi luar, bila perlu
membantu putar paksi luar.
2.9.
Melahirkan bahu, dengan melnegang kepala secara biparietal dan
menahan ke bawah untuk melahirkan bahu depan, kemudian menari ke arah
atas untuk melahirkan bahu belakang.
2.10. Melahirkan badan dengan memegang kepala secara bifarietal,
melakukan tarikan ke arah lengkung panggul sampai lahir seluruh badan

bayi.
2.11.

Meletakkan badan bayi pada duk steril di atas perut ibu.

2.12.

Membersihkan jalan nafas bayi dan menilai APGAR.

2.13. Membersihkan badan bayilmemandikan dan kemudian


membungkusnya.

Unit Terkait

1. Unit Rawat Inap

PERTOLONGAN PERSALINAN KALA III

(MELAHIRKAN PLASENTA)
Halaman
No. Dokumen

No. Revisi
1/2
Ditetapkan

PROSEDUR
TETAP

Pengertian

Tanggal terbit
Direktur

Pertolongan persal.inan yang dimulai saat bayi lahir dan berakhir


pada.kelahiran plasenta dan selaput janin.

Sebagai pedoman agar persalinan Kala III dikerjakan dengan

benar

Tujuan
Agar pasien mendapatkan pelayanan yang optimal

Kebijakan
1.

Prosedur

Persiapan

1.1. Nelaton atau folley cateter.


1.2. Kapas savlon.
1.3. Bengkok.
1.4. Gelas ukuran.
1.5. Timba.
1.6. Bahan dekontaininasi (larutan lysol 0.5 %).
1.7. Tempat plasenta.
2.

Pelaksanaan

2.1. Penolong berada didepan vulva atau sampaing kanan pasien


2.2. Memasang duk steril untuk menutup daerah vulva
2.3. Melakukan vulva hygiene dengan kapas savlon
2.4. Mengosongkan kandung kemih dengan katheter.

PERTOLONGAN PERSALINAN KALA III


(MELAHIRKAN PLASENTA)
Halaman
No. Dokume

No. Revisi
2/2

PROSEDUR
TETAP

Tanggal terbit

2.5. Melakukan observasi tanda pelepasan plasenta dengan


memperhatikan parameter sebagai berikut 2.5.1 Perut ibu
Glubuler/cembung

2.5.2 Tali pusat menjulur sedikit


2.5.3 Keluar darah baru dari vagina
2.6 Melakukan tes separasi dengan cara merenggangkan tali pusat dengan
tangan kanan, menekan fundud uteri dengan tangan kiri, bila tali pusat tidak
tertarik ke dalam artinya plasenta sudah lepas atau separasi.
2.7. Bila plasenta sudah separasi, lahirlah plasenta dengan menekan fundus
uteri ke arah bawah. Tali pusar ditarik pelan sampai plasenta lahir.
2.8 Melakukan message uterus sampai terasa ada kontrasi
2.9 Memeriksa plasenta apakah ada yang tertinggal
2.10 Memberikan suntikan oksitosin 10 unit intra maskuler
2.11 Mengukur jumlah darah yang keluar

2.12 Membersikan dan merapikan pasien.


2.13 Melakukan dekontaminasi alat dengan laruran klorin 0,5%
2.14 Mengukur gejala cardinal dan mencatat

Unit Terkait

1. Unit Rawat Inap

PENGGUNAAN OKSITIOSIN DRIP

PADA PERSALINAN
No. Dokumen

No. Revisi

Halaman

1/3
Ditetapkan
Tanggal terbit

PROSEDUR
TETAP

Direktur

Suatu tindakan pada ibu hamil baik yang sudah inpartu maupun yang
Pengertian

belum inpartu dengan memasukkan Inf. D 5% dan oksitosin.

Sebagai pedoman pelaksanaan oksitosin drip baik untuk induksi


maupun akselerasi persalinan

Tujuan
Agar pasien mendapatkan pelayanan yang optimal

Kebijakan
1

Prosedur

Persiapan

1.1.

Persiapan alat/obat.

1.1.1.

Medicuth, infus set.

1.1.2.

2 kolf Dextrose 5%.

1.1.3.

Obat oksitosin 5 unit.

1.2.

Persiapan pasien.

1.3.

Pesiapan penolong.

2.

Pelaksanaan

2.1. Oksigen drip hanya diberikan bila tidak ada kontra indikasi
pemberiannya, dan bila his memang tidak adekuat.
2.2. Dipergunakan 500 cc glukose/dextrose 5 % yang ditambah dengan 5
U oksitosin.
2.3. Tetesan dimulai dengan 8 tetes/menit melakukan evaluasi selama 15
menit, bila his belum adekuat tetesan dinaikkan menjadi 4 tetes/menit
sampai timbul his yang adekuat
2.4. Tetesan maskimal adalah 40 tetesan/menit. Bila dengan 40
tetesan/menit dan sudah 2 kolf dextrose habis his tetap belum adekuat maka
oksitosin dianggap gagal.

PENGGUNAAN OKSITIOSIN DRIP


PADA PERSALINAN
No. Revisi

Halaman

2/3

No. Dokumen

Tanggal terbit
PROSEDUR
TETAP

2.5. Yang dimaksud dengan his yang adekuat dalam Minis adalah his yang
mempunyai sifat sebagai berikut:
2.5.1.

Interval setiap 3 5 menit, dengan fase relaksasi yang sempurna.

2.5.2.

Lamanya: 40 60 detik.

2.5.3. lntensitas cukup, yang secara praktis dapat ditentukan dengan


menekan fundus uteri dengan jari-jari tangan puncak kontraksi. lntensitas
dianggap cukup apabila pada waktu ditekan uterus tidak menjadi cekung.
2.6. Evaluasi dari kemajuan persalinan dimulai pada his yang adekuat.
2.7. Drip dianggap gagal dan dihentikan apabila:
2.7.1. Dengan tetesan 40 tetes/menit dan sudah 2 kolf dextrose habis tidak
didapatkan his yang adekuat.
2.7.2. Sesudah 2 jam dinilai dari permulaan his yang adekuat, tidak terjadi
kemajuan persalinan. Juga tennasuk bila dalam 2 jam tersebut, his yang
semula sudah adekuat menjadi tidak adekuat lagi.
2.7.3. Pada waktu dilakukan drip timbul komplikasi yaitu fetal distress,
tetania uteri, ruptura uteri irroninens dan lain-lain. Bila terjadi penyulitpenyulit seperti di atas, oxytosin drip tidak boleh diulang kembali.
2.8. Penentuan jumlah tetesan pada ositosin drip harus dilakukart oleh
dokter jaga sendiri.
2.9. Bila ekselerasi persalinan berhasil, maka oksitosin drip dilanjutkan
dalam kala II dan dihentikan paling sedikit 2 jam post partum.

PENGGUNAAN OKSITIOSIN DRIP

PADA PERSALINAN
No. Dokumen

No. Revisi

Halaman

3/3

Tanggal terbit
PROSEDUR
TETAP
3. Secondary arrest adalah tidak adanya pembukaan ostium
uteri pada persalinan fase aktif setelah dilakukan evaluasi selama
2 jam. Untuk menilai kemajuan ini seyogyanya dilakukan 1 orang.

4. Bila terjadi secondary arrest, hendaknya dievaluasi penyebab terjadinya


hal tersebut. Bila persalinan pervaginam tidak mungkin atau tidak terjadi
kelainan letak, maka dilakukan seksio caesarea.
Unit Terkait

1. Unit Rawat Inap

EKSTRAKSI CUNAM
No. Dokumen

No. Revisi

Halaman

01/MED/15

1/5
Ditetapkan

PROSEDUR
TETAP

Tanggal terbit
Direktur
Suatu tindakan persalinan buatan dimana janin dilahirkan pada
suatu tarikan cunam yang dipasang pada kepalanya

EKSTRAKSI CUNAM

Pengertian

PROSEDUR
TETAP

No. Dokumen

No. Revisi

Halaman

2/5

Untuk segera melahirkan janin sehingga dapat menyelamatkan


jiwaTanggal
ibu terbit

maupun janin.

Tujuan
1.2.2. Indikasi Pinard Ekstraksi cunam yang mempunyai syarat sama dengan
Agarde
pasien
mendapatkan
pelayanan
optimal
indikasi
lee, hanya
di sini Pasien
harusyang
sudah
mengejan selama 2 jam.
1.2.3. Keuntungan Indikasi Profilaktik, ialah :
Kebijakan

1.2.3.l. Mengurangi ketegangan parineum yang berlebihan.


1. Indikasi Relatif (Efektif, Profilaktif)
1.2.3.2.
Mengurangi penekanan kepala pada jalan lahir.

Prosedur

1.1. Ekstraksi cunan yang bila dikerjakan akan menguntungkan ibu ataupun
1.2.3.2.
Kala
II diperpendek.
janinnya,
tetapi
bila tidak dikerjakan, tidak akan merugikan, sebab bila
dibiarkari, diharapkan janin akan lahir dalam 15 menit berikutnya.
1.2.3.4. Mengurangi bahaya kompresi jalan lahir pada kepala.
1.2. Indikasi Relatif dibagi menjadi :
2. Indikasi Absolut (Mutlak)
1.2.1. Indikasi De Lee. Ekstraksi cunam dengan syarat kepala sudah di dasar
2.1. Indikasi Ibu :
panggul, putaran paksi dalam sudah sempurna, levator ani sudah
terenggang, dan syaratsyarat ekstrasksi cunam lainnya sudah dipenuhi.
2.1.1. Eklamsia, preklampsia.
Ekstraksi cunam atas indikasi elektif, di negara-negara Barat sekarang
banyakRuptura
dikerjakan,
dinegara-negara tersebut banyak dipakai
2.1.2.
uterikarena
membakat
anestesia atau conduction analgesia guna mengurangi nyeri dalam
persalinan.
Anestesia
atau conduction
analgesiadan
menghilangkan
2.1.3.
Ibu dengan
penyakit
jantung, paru-paru
lain-lain. tenaga
mengejan, sehingga persalinan harus diakhiri dengan ekstraksi cunam.

2.2.

Indikasi Janin :

2.2.1. Gawat janin.

2.3.

Indikasi Waktu :

2.3.1. Kala II memanjang.

3. Indikasi Kontra

EKSTRAKSI CUNAM

No. Dokumen

PROSEDUR
TETAP

No. Revisi

Halaman

3/5

Tanggal terbit

5. Persiapan

5.1.Persiapan untuk lbu.


5.1.1. Posisi tidur lithotomi.
5.1.2. Rambut vulva dicukur
5.1.3. Kandung kemih dan rektum dikosongkan
5.1.4. Desinfeksi vulva.
5.1.5. Infus bila diperlukan.
5.1.6.

Narkosis bila diperlukan.

5.1.7. Kain penutup pembedahan


5.1.8. Gunting episiotomi.
5.1.9. Alat-alat untuk menjahit robekan jalan lahir.
5.1.10.

Uterotonika.

5.2. Persiapan untuk Janin.

5.2.1. Alat-alat pertolongan persalinan.


5.2.2. Alat penghisap lendir.
5.2.3.

Oksigen.

5.2.4. Alat-alat untuk resusitasi bayi.

5.3. Persiapan untuk Dokter,


5.3.1. Mencuci tangan.
5.3.2. Sarung tangan suci hama.
5.3.3. Baju operasi suci hama.

Sebelum ektrasi cunain dikcrjaknn, penolong harus meneliti secara


cermat apakah semua persiapan tersebut telah lengkap.

EKSTRAKSI CUNAM

No. Revisi

Halaman

4/5

No. Dokumen

Tanggal terbit

PROSEDUR
TETAP
6.

Teknik

6.1.

Cara Pcmasangan Cunam.

Ditinjau dari posisi daun cunam terhadap kcpala janin dan panggul ibu pada
waktu cunam tersebut dipasang, maka pemasangan cunam dibagi :
6.1.1. Pemasangan Sefalik (pemasangan biparietal, melintang terhadap
kepala), ialah pasangan cunam dimana sumbu panjang cunam sesuai dengan
diameter mentooksipitalis kepala janin, sehingga daun cunam terpasang
secara simetrik di kiri kanan kepala.
6.1.2. Pemasangan Pelvik (melintang terhadap panggul) ialah pcmasangan
cunam sehingga sumbu panjang cunam sesuai dengan sumbu panggul.
Jadi pemasangan cunam yang baik ialah, bila cunam terpasang bilateral
kepala dan melintang panggul. Hal ini hanya terjadi bila kepala janin sudah
dipintu bawah panggul dan ubun-ubun kecil berada di depan di bawah
simfisis.
Oleh karena itu kriteria pemasangan cunam yang sempurna (ideal) ialah bila
:
6.1.2.l. Sutura sagitalis tegak lurus dengan bidang tangkai cunam
6.1.2.2. Ubun-ubun kecil terletak 1 jari di atas bidang tersebut.

6.1.2.3. Kedua daun cunam teraba simetris disamping kepala.


6.2. Cara Ekstraksi Cunam.
Ekstraksi cunam terdiri dari tujuh langkah, yaitu :
6.2.1.

Penolong membayangkan bagaimana cunarn akan dipasang.

6.2.2.

Pemasangan daun cunam pada kepala janin.

6.2.3.

Mengisi sendok cunam.

6.2.4.

Menilai hasil pemasangan hasil cunarn.

6.2.5.

Ekstraksi cunam pcrcobaan.

6.2.6.

Ekstraksi cunam definitif.

6.2.7.

Membuka dan melepaskan scndok cunam.

EKSTRAKSI CUNAM
No. Dokumen

Tanggal terbit
PROSEDUR
TETAP
Unit Terkait

1. Unit Rawat Inap

EKSTRAKSI VAKUM

No. Revisi

Halaman

5/5

Tanggal terbit
PROSEDUR
TETAP

Pengertian

Ditetapkan
Direktur

Tindakan persalinan buatan dimana janin dilahirkan dengan ekstraksi


tenaga negatif (vakum) pada kepalanya.

Bertujuan untuk segera melahirkan janin sehingga dapat


menyelamatkan

jiwa ibu maupun janin. Alat ini dinamakan ekstraktor vakum atau
Tujuan

ventouse.

Agar pasien mendapatkan pelayanan yang optimal


Kebijakan

Prosedur

BENTUK DAN BAGIAN-BAGIAN EKSTRAKTOR VAKUM


1.
1.1.

Mangkuk (cup)
Bagian yang dipakai untuk membuat kaput

EKSTRAKSI VAKUM
suksedaneum artifisialis. Dengan mangkuk inilah kepala
Halaman

diekstraksi.
Diameter mangkukNo.
: 3,Revisi
4, 5, 6, cm. Pada
No. Dokumen

2/4

dinding belakang mangkuk terdapat tonjolan, untuk

PROSEDUR
TETAP

tanda letak denominator.


Tanggal terbit
1.2. Botol
1.2.1. Tempat membuat tenaga negatif (vakum). Pada
tutup botol
2.2.
Janin.terdapat manometer, saluran menuju
ke pompa
penghisap,
dan saluran
menuju ke
2.2.
1. Gawat
Janin (masih
kontroversi)
mangkuk yang dilengkapi dengan pentil.
1.3.INDIKASI
Karet penghubung.
3.
KONTRA
1.4.

Rantai penghubung antara mangkuk dengan pemegang.

1.5.3.1.Pemegang
(extraction bandle).
Ibu
1.6.
penghisap
(vakum pomp)
3.
l. l. Pompa
Ruptura
uteri membakat.
3.1.2. Pada penyakit-penyakit dimana ibu secara
2. Indikasi
mutlak
tidak boleh mengejan, misalnya payah
2.1. Preeklampsia
Ibu
jantung,
berat.
2.1.1. Janin
Untuk memperpendek kala II, misalnya :
3.2.
a. Penyakit
jantung
3.2.1.
Letak
muka.kompensata
b.Penyakit
paru-paru
3.2.2.
After
coming fibrotik.
head.
Waktu :Janin
kala IIpreterm.
yang mamanjang.
3.2.3.
4.

SYARAT

4.1 Syarat-syarat ekstraksi vakum sama dengan ekstraksi


hanya disini syarat lebih luas, yaitu :

cunarn,

4.1.1 Pembukaan lebih dari 7 cm (hanya pada multigravida)


4.2

Penurunan kepala janin boleh pada hodge II

Harus ada kontraksi

EKSTRAKSI VAKUM

No. Dokumen

No. Revisi

Halaman

3/4

Tanggal terbit
PROSEDUR
TETAP
.

1.2. Pemasangan Pelvik (melintang terhadap panggul) ialah pemasangan


cunam sehingga sumbu panjang cunam sesuai dengan sumbu panggul.
Jadi pemasangan cunam yang baik ialah, bila cunam terpasang bilateral
kepala dan melintang panggul. Hal ini hanya terjadi bila kepala janin sudah
dipintu bawah panggul dan ubun-ubun kecil berada di depan di bawah
simfisis.
Oleh karena itu kriteria pemasangan cunam yang sempurna (ideal) ialah bila
:
1.2.l.

Sutura sagitalis tegak lurus dengan bidang tangkai

cunam
1.2.2.

Ubun-ubun kecil terletak 1 jari di atas bidang tersebut.

1.2.3.

Kedua daun cunam teraba simetris disamping kepala.

2. Cara Ekstraksi Cunam.


Ekstraksi cunam terdiri dari tujuh langkah, yaitu :
2.1.

Penolong membayangkan bagaimana cunarn akan dipasang.

2.2.

Pemasangan daun cunam pada kepala janin.

2.3.

Mengisi sendok cunam.

2.4.

Menilai hasil pemasangan hasil cunarn.

2.5.

Ekstraksi cunam pcrcobaan.

2.6.

Ekstraksi cunam definitif.

2.7.

Membuka dan melepaskan scndok cunam.

EKSTRAKSI VAKUM
Halaman
No. Dokumen

No. Revisi
4/4

PROSEDUR
TETAP
Unit Terkait

Tanggal terbit

1. Unit Rawat Inap

TINDAKAN OPERATIF

DALAM KALA URI


No. Dokumen

Halaman
No. Revisi
1/4

Tanggal terbit
PROSEDUR
TETAP

Ditetapkan
Direktur

Suatu tindakan yang

bertujuan untuk segera melahirkan / mengeluarkan plasenta


Pengertian

dari rongga rahim.

Segera melahirkan/mengeluarkan plasenta dari rongga rahim


sehingga dapat menyelamatkan jiwa ibu.

Tujuan
Agar pasien mendapatkan pelayanan yang optimal

Kebijakan
1.

PERASAT CREDE

1.1. Perasat crede bermaksud melahirkan plasenta yang belum lahir secara
ekspresi.
Prosedur
2.

Syarat

2.1. Uterus berkontraksi balk dan veksika urinaria kosong.

3. Pelaksanaan
3.1. Fundus uteri dipegang oleh tangan kanan sedemikian
rupa, sehingga ibu jari terletak pada permukaan depan

uterus sedangkan jari lainnya pada fundus dan


permukaan belakang. Bila ibu gemuk hal ini tidak bisa
dilaksanakan dan sebaiknya dilaksanakan secara
manual. Setelah uterus dengan rangsangan tangan
berkontraksi baik, maka uterus ditekan ke jalan lahir.
Gerakkan jari jari seperti rnenreras jeruk. Perasat crede
tidak boleh dilalukan pada uterus yang tidak
berkontraksi karena dapat menimbulkan inversio uteri.

TINDAKAN OPERATIF
DALAM KALA URI
No. Revisi

Halaman

2/4

No. Dokumen

PROSEDUR
TETAP

Tanggal terbit

3.2. Perasat crede memang banyak menimbulkan kontroversi. Ada


beberapa alili yang berpendapat bahwa perasat ini berbahaya karena
menimbulkan karena menimbulkan tromboplastin atau fibrinolis okinase
yang mengakibatkan koagulopati. Kalangan lain mengatakan baliwa hal

tersebut tidak mengatakan bahwa hal tersebut tidak terbukti dan


menganggap perasat crede yang dilakukan secara artis artinya tanpa
paksaan tetap berguna.
3.3. Perasat crede dapat dicoba sebelum meningkat pada pelepasan
plasenta secara manual.
4. PELEPASAN PLASENTA SECARA MANUAL
4.1.

Indikasi

4.1.1. Retensio plasenta dan pendaralian banyak pada kala uri yang tidak
dapat diberhentikan dengan uterotonika dan masase.
4.2.

Pelaksanaan

4.2.1. Sebaiknya pelepasan plasenta secara manual dilakukan dalam


narkose, karena relaksasi otot mernudahkan pelaksanaannya. Sebaiknya
juga dipasang infus garam fisiologik sebelum tindakan dilakukan. Setelah
disinfeksi tangan dan vulva, termasuk daerah sekitarnya maka daerah labia
dibeberkan dengan tangan kiri sedangkan tangan kanan dimasukkann secara
obsterik ke dalam vagina.
4.2.2. Tangan kiri sekarang menahan fundus untuk mencegah
kolpaporeksis tangan kanan dengan gerakan mernutar-rnutar menuju ostium
uteri dan terus ke lokasi plasenta, tangan dalam ini menyusuri tali pusat agar
tidak terjadi false route.
4.2.3. Supaya tali pusat mudah teraba, dapat diregangkan oleh asisten.
Setelah tangan dalam sampai ke plasenta maka tangan tersebut pergi ke
pinggir plasenta dan mencari bagian plasenta yang sudah lepas untuk
menentukan bidang pelepasan yang tetap. Kemudian dengan sisi tangan
sebelah kelingking plasenta dilepaskan pada bidang antara bagian plasenta
yang sudah terlepas dan dinding ralrim dengan gerakan yang sejajar dengan
dinding
rasSetelah seluruh plasenta terlepas, plasenta dipegang dan dengan
perlahan-lahan ditarik keluar

TINDAKAN OPERATIF
DALAM KALA URI
No. Dokumen

No. Revisi

Halaman

01/MED/17

3/4

Tanggal terbit
PROSEDUR
TETAP

2 Agustus 2008
Walaupun orang takut bahwa pelepasan plasenta meningkatkan
insidensi infeksi tidak boleh dilupakan bahwa perasat ini justru
bermaksud menghemat darah dan menangguhkan kejadian
melahirkan plasenta paling lama 30 menit setelah anak lahir.

4.2.4. Kesulitan yang mungkin dijumpai waktu pelepasan plasenta secara


manual ialah adanya lingkaran konstriksi, yang hanya dapat dilalui dengan
diatasi oleh tangan dalam secara perlahan-lahan dan dalam narkosis yang
dalam. Lokasi plasenta pada dinding depan rahim juga sedikit lebih sukar
dilepaskan daripada lokasi pada dinding belakang. Ada kalanya plasenta
tidak dapat dilepaskan secara manual seperti halnya pada plasenta akreta.
4.2.5. Plascnta akreta ditanggulangi dengan histerektomi. Setelah
pelepasan plasenta secara manual sebaiknya pasien diberi antibiotika
apalagi kalau kehilangan darah banyak.
4.2.6. Post tindakan dapat dilakukan eksplorasi uterovaginal, dengan
inspeculo dilihat portio uteri, fornix posterior, anterior dan lateral, kemudian
dilihat dinding vagina.
.
5.

EKSPLORASI RONGGA RAHIM

5.1.

Indikasi

5.1.1. Persangkaan tertinggalnya jaringan plasenta (plasenta lahir tidak


lengkap), setelah operasi vaginal yang sulit seperti ekstraksi cunam yang
sulit, dekapitasi, versi, dan ekstraksi, perforasi dan lain-lain, untuk
menentukan apakah ada ruptura uteri eksplorasi juga dilakukan pada pasien
yang pernah mengalami seksio sesaria dan sekarang melahirkan
pervaginam.

TINDAKAN OPERATIF
DALAM KALA URI
Halaman
No. Dokumen

No. Revisi
4/4

PROSEDUR
TETAP

Tanggal terbit

5.2. Penatalaksanaan

5.2.1. Tangan masuk secara obstetrik seperti pada pelepasan plasenta


secara manual dan mencari sisa plasenta yang seterusnya dilepaskan atau
meraba apakah ada kerusakan dinding uterus. Untuk menentukan robekan
dinding rahim eksplorasi dapat dilakukan sebelum plasenta lahir dan sambil
melepaskan plasenta secara manual

Unit Terkait

1. Unit Rawat Inap

PENCEGAHAN PENDARAHAN

PADA KALA NIFAS DINI


No. Dokumen

No. Revisi

Halaman

1/2
Ditetapkan
PROSEDUR
TETAP

Tanggal terbit

Direktur
.

Mencegah terjadinya perdarahan yang patologis pada kala

nifas dini yaitu perdaralran lebilr dari 500 cc setelah plasenta


Pengertian

lahir sampai 24 jam pertarna setelah persalinan.

Untuk mencegah terjadinya perdarahan yang patologis pada kala

nifas dini yaitu perdaralran lebih dari 500 cc setelah plasenta lahir
Tujuan

sampai 24 jam pertama setelah persalinan.

Agar pasien mendapatkan pelayanan yang optimal

Kebijakan
1. INDIKASI

1.1. Terjadi perdarahan kala nifas (lebih atau diduga lebih 500 cc sejak
plasenta lahir.
Prosedur

2. Petunjuk :
2.1 Perhitungan secara visual (sulit karena sering sudah menggumpal

atau

meresap dalam kain)


2.2 Atau dengan monitoring tanda vital dan menghitung dalam formula
Giesecke
3. Penatalaksanaan
3.1. Pemasangan infus ukuran besar apabila belum terpasang, bila
pendarahan banyak dan syok berat sebaiknya dipasang lebih dari satu
saluran infus.
3.2. Pemberian cairan pengganti (RL/PZ) sesuai dengan formula Giesecke.
3.3. Pemasangan kateter tetap den mengukur produksi urine secara berkala.
3.4. Monitor tanda vital secara intensif selarna pertolongan diberikan.
3.5. Massage uterus atau kompresi bimanual.

PENCEGAHAN PENDARAHAN
PADA KALA NIFAS DINI
Halaman
No. Dokumen

No. Revisi
2/2

Tanggal terbit

PROSEDUR
TETAP
3.6. Pernberian uterotonika kalau perlu secara kontinyu melalui
drip, dengan 20 30 unit oksitosis dalam 1000 cc cairan kristaloid
dengan kecepatan 200 cc/jam Quilligan menganjurkan pemberian
oksitosin 10 20 unit RL 5000 cc/jam disertai massege bimanual
kemudian intermitten fundal massege selama 10 20 merit
dilakukan selama beberapa jam sampai kontraksi uterus cukup
keras tanpa stimuli.

3.7. Apabila setelah pemberian oksitosis dalam 1000 cc cairan tidak


berhasil dapat diberikan derifat ergot atau prostagladin.
3.8. Penggunaan tampon uterus mungkin berhasil untuk menghentikan
perdarahan karena atonia yang gagal dengan obat-obatan: Pernasangan
tampon harus secara hati-hati den secara padat. Bahaya adalah memberi rasa
aman yang semu sehingga menunda tindakan definitif yang perlu. Tampon
yang padat menyerap darah sampai 1000 cc. Untuk mencegah infeksi
sebaiknya diberikan antibiotika dan diangkat dalam 24 jam.
3.9. Apabila usaha di atas juga gagal maka dapat dipertimbangkan
tindakan operatif yang ligasi arteria hypogastrika pada wanita yang masih
ingin anak atau histerektomi bila sudah tidak menginginkan.

Unit Terkait

1. Unit Rawat Inap

PENJAHITAN ROBEKAN PERINEUM


No. Dokumen

Halaman
No. Revisi
1/2

Tanggal terbit
PROSEDUR
TETAP

Ditetapkan
Direktur

Pengertian

Memperbaiki robekan perineum dengan jalan menjahir lapis demi lapis.

Sebagai pedoman agar robekan pada perineum baik, yang terjadi

akibat luka episiotomi maupun ruptur perineum spontan dapat


Tujuan

dijahit dengan benar.

Agar pasien mendapatkan pelayanan yang optimal

Kebijakan
1.

ETIOLOGI

Robekan pada perineum umumnya terjadi pada persalinan dimana :


Prosedur

1.1. Kepala janin terlalu cepat lahir


1.2.

Persalinan tidak dipimpim sebagaimana mestinya

1.3.

Sebelumnya pada perineum terdapat banyak jaringan parut

1.4.

Pada persalinan dengan distoksia bahu

2.

JENIS/TINGKAT

2.1. Robelan perineum dapat dibagi atas 3 tingkat :


2.1.1. Tingkat I : Robekan hanya terjadi pada selaput lendir vagina
dengan atau tanpa mengenai kulit perineum sedikit.
2.1.2. Tingkat Il : Robekan yang terjadi lebih dalam yaitu selain mengenai
selanput lendir vagina juga mengenai muskulus perinei transversalis, tapi
tidak mengenai sphinter ani.
2.1.3. Tingkat III : Robekan yang terjadi mengenai seluruh perineum
sampai mengenai otot-otot sphinfer ani.
2.2. Teknik menjahit robekan perineum :
2.2.1 Tingkat I : Penjahitan robekan perineum tingkat I dapat dilakukan
hanya dengan memakai catgut yang dijahit secara jelujur (continouse suture)
atau dengan cara angka delapan (figure of eight).

PENJAHITAN ROBEKAN PERINEUM


No. Revisi

Halaman

2/2

No. Dokumen

PROSEDUR
TETAP

Tanggal terbit

2.2.2. Tingkat II : Sebelum dilakukan penjahitan pada robekan


perineum tingkat lt maupun tingkat III, jika dijumpai pinggir
robekan yang tidak rata atau bergerigi, maka pinggir yang

bergerigi tersebut yang diratakan terlebih dahulu, kemudian


digunting. Setelah pinggir robekan rata, baru dilakukan penjahitan
luka robekan.

2.2.3. Mula mula otot dijahit dengan catgut, kemudian selaput lendir
vagina dijahit dengan catgut secara terputus-putus atau jelujur, penjahitan
selaput lendir vagina dimulai dari puncak robekan. Terakhir kulit perineum
dijahit dengan benang sutera secara terputus-putus.

Unit Terkait

1. Unit Rawat Inap

RUPTUR PERINEUM TOTAL


Halaman
No. Dokume

No. Revisi
1/1
Ditetapkan

PROSEDUR
TETAP

Tanggal terbit
Direktur

Sejumlah tindakan untuk merawat ruptur perineum total.


Pengertian

Perawatan Pasien dengan Ruptur perineum total.

Tujuan

Agar pasien mendapatkan pelayanan yang optimal

Kebijakan
PROSEDUR

Prosedur

1.

Menyiapkan dan memasang dauer catheter (selama 3 hari).

2.

Memberikan diet makanan lunak rendah serat (tanpa sayur).

3.

Memberikan obat sesuai dengan advis dokter (secara iv/im/oral)

3.1. Antibiotik
3.2. Analgesik
3.3. Roborantia
3.4. Laxantia
4.

Merawat luka perineum.

5.

Observasi penyuluhan tentang :

5.1. Mobilisasi bertahap


5.2. Diet makanan serat
5.3. Pentingnya menjaga kebersihan genetalila/diri dan lingkungan.

Unit Terkait

1. Unit Rawat Inap

POST PARTUM DINI

(DALAM 24 JAM POST PARTUM)


No. Revisi

Halaman

1/2

No. Dokumen

Ditetapkan
Tanggal terbit

PROSEDUR
TETAP

Direktur

Suatu tindakan untuk merawat Pasien 2 jam pasca persalinan.

Pengertian

Sebagai pedoman perawatan pasien post partum di ruangan


bersalin

Tujuan
Agar pasien mendapatkan pelayanan yang optimal

Kebijakan
1.

Memeriksa

1.1. Tinggi fundus uteri.

Prosedur

1.2. Kontraksi uterus.


1.3. Perdarahan pervaginaan.
1.4. Mengukur gejala kardinal tiap 4 jam.
1.5. Memandikan pasien yang baru melahirkan.
1.6. Merawat jahita.n perineum.
1.7. Memeriksa dan mengawasi keluarnya ASI.
1.8. Membantu ibu meneteki bayinya.
1.9. Observasi keluhan sesudah melahirkan :
1.9.1. Adanya kesulitan BAK.
1.9.2. Adanya keluhan tentang laktasi.
1.9.3. Adanya nyeri karena his postpartum.
1.9.4. Adanya nyeri pada symphisis.
1.10. Memberikan penyuluhan tentang :
`

1.10.1. Gizi ibu nifas.

1.10.2. Perawatan payudara dan laktasi.

6.1.10.3. Kebersihan diri dan lingkungan.


6.1.10.4. KB yang cocok bagi ibu nifas.
6.1.10.5. Perawatan bayi (tali pusat).
6.1.10.6. Perawatan jahitan perineum.
1.11. Untuk partus fisiologis perawatan ibu di ruangan bersalin maksimal 3
(tiga) hari.

POST PARTUM DINI


(DALAM 24 JAM POST PARTUM)
No. Dokumen

No. Revisi

Halaman
2/2

Tanggal terbit
PROSEDUR
TETAP
Unit Terkait

1. Unit Rawat Inap

MENYUSUI BAYI YANG BENAR


No. Dokumen

No. Revisi

Halaman
1/2

Tanggal terbit
PROSEDUR
TETAP

Ditetapkan
Direktur

Pengertian

Suatu urutan tindakan untuk menyusui bayi yang benar.

.
Sebagai pedoman untuk pelaksanaan menyusui bayi secara
benar.

Tujuan

Kebijakan

Agar pasien mendapatkan pelayanan yang optimal


1.

Ibu dalam posisi :

1.1. Duduk
Prosedur

1.2. Berbaring
1.3. Berdiri

2.

Cara memegang bayi, posisi perut bayi menempel pada perut ibu.

3.

Cara memegang bayi, posisi perut bayi menempel pada perut ibu.

1. Cara memegang payudara dengan ibu jari berada dibagian payudara


bagian atas, 4 jari bagian payudara bawah.
2. Memasukkan putting susu sampai areola mamae.
3. Memperhatikan posisi putting susu dalam mulut bayi sehingga bayi
kelihatan menghisap dengan kuat.

4. Cara melepas putting susu dengan ujung jari kelingking


dimasukkan ke lidah satu sisi mulut bayi.
5. Menyusui dengan memberikan kedua payudara.
6. Menyusui tidak terjadual.
7.Menyendawakan bayi setelah menyusu dengan cara menggendong bayi
tegak dengan kepala bersandar pada pundak ibu kemudian menepuk
punggungnya perlahan-lahan.

MENYUSUI BAYI YANG BENAR


No. Dokumen

No. Revisi

Halaman
2/2

Tanggal terbit
PROSEDUR
TETAP
Unit Terkait

1. Unit Rawat Inap

PEMERIKSAAN VAGINAL
No. Dokumen

No. Revisi

Halaman
1/2

Tanggal terbit

Ditetapkan

PROSEDUR
TETAP

Pengertian

Direktur

Suatu tindakan memasukkan jari telunjuk dan jari tengah ke dalam


vagina untuk pemeriksaan ginekologi.

.
Sebagai pedoman untu.k pemeriksaan vaginal dibidang
Ginekologi, agar

pasien mengerti dan faham akan tujuan pemeriksaan.


Tujuan
Agar pasien mendapatkan pelayanan yang optimal

Kebijakan
1.

Konseling

1.1. Menerangkan maksud dan tujuan petneriksaan vaginal pada pasien.


Prosedur

2. Persiapan Tindakan
2.1. Syarat :
2.1.1.

Dilakukan dengan halus dan hati-hati.

2.1.2.

Dilakukan dalam keadaan steril.

2.1.3. Dilakukan dengan pendamping tenaga paramedik atau keluarga


pasien.
2.2. Indikasi
2.2.1. Pada perneriksaan kesehatan ginekologik berkala (check up).
2.2.2.

Bila ada keluhan dan atau kelainan yang diduga

berasal dari organ genitalis.


2.3 Indikasi Kontra
2.3.1.

Masih virgin

2.3.2.

Dalam hal ini dilakukan pemeriksaan rektal.

PEMERIKSAAN VAGINAL
No. Dokumen

No. Revisi

Halaman
2/2

Tanggal terbit

PROSEDUR
TETAP
2.4.

Persiapan Sebelum Tindakan

2.4.1. Pasien disiapkan pada tempat tidur atau meja yang


memungkinkan posisi litotomi dan kedua paha terbuka.
2.4.2. Peralatan: Kapas yang direndam cairan antiseptik,
spekulum, cunam, tampon, kasa tekan; kasa tampon.
3. Tindakan Pemeriksaan
3.1. Pasien diletakan dalam posisi litotomi.
3.2. Pemeriksaan memakai sarung tangan steril.
3.3.Vulva dan sekitarnya dibersihkan yang telah direndam
dengan cairan antiseptik.
3.4. Dengan ibu jari dan telunjuk tangan kiri, vulva dibuka
sehingga introitus vagina tampak.
3.5.
Genetalia eksterna diperiksa dengan teliti untuk melihat adanya
kelainan maupun anatomik, misalnya tanda-tanda keradangan, besar klitoris,
bentuk himen, pembesaran kelenjar bartholin, adanya eksudat purulen dari
arifisium uretra dengan melakukan stripping bagian distal uretra.
3.6. Melakukan pemeriksaan inspekulo dengan memasukkan spekulum
Graves steril yang telah dibasahi atau diberi pelicin ke dalam vagina
sehingga tampak serviks uteri.
3.7. Dilihat apakah pada serviks uteri terdapat perubahan seperti: polip,
erosi, eversi, kista retensi, tumor atau keganasan. Dicatat sifat, jumlah, dan
sumber flour albus atau darah. Dilihat pula perubahan-perubahan pada
mukosa vagina.
3.8. Setelah pemeriksaan inspekulo selesai, spekulum dilepas selanjutnya

dengan pemeriksaan tusuk vagina. Satu atau lebih jari tangan yang telah
dibasahi atau diberi pelicin dimasukkan vagina. Pada saat jari tangan
dimasukkan dirasakan derajat relaksasi vagina. Bila perlu pasien disuruh
mengejan untuk mengetahui derajat kistokel, rektokel, atau penurunan
rahim.
3.9. Pemeriksaan dimulai dengan melakukan palpasi serviks diraba tentang
konsistensinya, besar dan bentuknya, arahnya, nyeri goyang, dan apakah ada
kelainan.

PEMERIKSAAN VAGINAL
Halaman

No. Revisi

Halaman
2/2

Tanggal terbit
PROSEDUR
TETAP

Ditetapkan
Direktur

3.10. Selanjutnya dilakukan pemeriksaan bimanual untuk


mengetahui keadaan rahim. Jika arah uterus antefleksi, uterus
dapat diraba diantara dua tangan, yang satu di dalam vagina
pada forniks anterior dan yang lain menekan uterus ke bawah dari
dinding perut. Ditentukan konsistensi, besar, kontur, mudah
digerakkan atau tidak, apakah nyeri tekan, ada atau tidaknya
tumor. Jika arah uterus retrofleksi, tangan yang berada di vagina

menekan forniks posterior untuk dapat meraba uterus.

3.11. Pada saat tangan menekan forniks posterior, diraba pula keadaan
ligarnen sakrouterium dan rongga douglas menonjol.
3.12. Pemeriksaan dilanjutkan dengan menekan adneksa parametrium
kanan dan kiri. Tangan yang berada di vagina menekan forniks.lateralis dan
yang berada diluar menekan dinding perut. Diraba ovarium: besarnya, nyeri
tekan, tumor dan derajat kebebasannya.
3.13. Untuk meraba lebih jelas bagian belakang rahim dan rongga
douglas, kadangkala dilakukan pula pemeriksaan rektovaginal. Jari telunjuk
dimasukkan vagina dan jari tengah dimasukkan rectum.
4. Tindak Lanjut

Unit Terkait

1.

2.

4.1.

Menulis hasil pemeriksaan pada status pasien.

4.2.

Menetapkan diagnosa.

1. Unit Rawat Inap

Pengertian
Varcarolis dalam Intan (2005), menyebutkan pengertian dari hubungan yaitu : Relationship adalah proses
interpersonal antara dua atau lebih orang pada keseluruhan kehidupan kita menemui orang dalam setting yang
bervariasi dan membagi berbagai macam pengalaman

Bentuk hubungan
Secara umum, bentuk dari hubungan dibagi dalam :
a. Hubungan social
Hubungan social bertujuan untuk bersahabat,social,kesenangan atau menyelesaikan tugas. Kebutuhan bersama
dipenuhi selama hubungan social seperti berbagi ide, perasaan, dan pengalaman. Keterampilan komunikasi meliputi
memberikan nasihat dan kadang-kadang memenuhi kebutuhan dasar, seperti meminjam uang dan membantu
pekerjaan. Sering hanya superficial.selama interaksi social peran mungkin berganti. Dalam hubungan social,
terdapat sedikit penekanan dalam hal evaluasi dari interaksi yang dilakukan.
b. Hubungan intim
Terjadi diantara dua individu yang mempunyai komitmen emosional antara satu dengan yang lain. Dalam hubungan
ini sering kali mereka peduli tentang kebutuhan untuk pertumbuhan dan kepuasan. Dalam hubungan ini pula,

kebutuhan bersama dipenuhi dan keinginan keintiman serta fantasi dibagi. Orang mungkin ingin membina hubungan
intim untuk beberapa alasan : menjadi ayah, kepuasan seksual atau emosi, kesamaan ekonomi, memiliki secara
social, dan penurunan kesepian. Meskipun fenomena transference dan countertransference terjadi, mereka biasanya
tidak mengakui atau menguraikan dalm hubungan ini.
c. Hubungan terapeutik
Hubngan terapeutik berbeda dari hubungan diatas dimana perawat memaksimalkan keterampilan komunikasi,
pemahaman tingkah laku manusia dan kekuatan pribadi untuk meningkatkan pertmbuhan klien. Fokus hubungan
adalah pad aide klien, pengalaman dan perasaan klien.
Perawat dan klien mengidentifikasi area yang memerlukan ekplorasi dan evaluasi secara periodik terhadap tingkah
perubahan klien. Peran tidak akan berubah dan hubungan tetap konsisten berfokus pada masalah klien.
Keterampilan komunikasi dan pengetahuan dari tahap dan fenomena yang terjadi dalam hubungan terapeutik
merupakan alat yang penting sekali dalam pembentukan dan pemeliharaan hubungan, kebutuhan diri klien
diidentifikasi dan pendekatan alternatif penyelesaian masalah dibuat serta
keterampilan koping baru mungkin dikembangkan.

1)
2)
3)
4)
3.
a.
b.
c.
d.

King cit.Varcarolis (1990) Menggambarkan hubungan terapeutik sebagai pengalaman belajar baik bagi klien dan
perawat. Dia mengidentifikasi empat tindakan yang harus diambil di antara perawat dank lien :
Tindakan diawali oleh perawat
Respon reaksi dari klien
Interaksi dimana perawat dan klien mengkaji kebutuhan klien dan tujuan
Transaksi dimana hubungan timbal balik pada akhirnya dibangun untuk mencapai tujuan hubungan
Tujuan hubungan terapeutik
Menurut Stuart dan Sundeen (dalam Keliat, 2003), tujuan terapeutik yang diarahkan pada pertumbuhan klien
meliputi :
Realisasi diri, pengalaman diri, dan rasa hormat terhadap diri sendiri
Identitas diri yang jelas dan rasa integritas diri yang tinggi
Kemampuan membina hubungan interpersonal yang intim, saling tergantung dan mencintai
Peningkatan fungsi dan kemampuan memuaskan kebutuhan serta mencapai tujuan personal yang realistis

4.

Tahap- tahap hubungan terapeutik


Dalam membina hubungan terapeutik (berinteraksi) perawat mempunyai 4 tahap yang pada setiap tahapnya
mempunyai tugas yang harus diselesaikan oleh perawat (Stuart dan Sundeen, dalam Cristina, dkk., 2003)
a. Fase Prainteraksi
Prainteraksi merupakan masa persiapan sebelum berhubungan dan berkomunikasi dengan klien. Anda perlu
mengevaluasi diri tentang kemampuan yang anda miliki. Jika merasakan ketidakpastian maka anda perlu membaca
kembali, diskusi dengan teman sekelompok atau diskusi dengan tutor. Jika saudara telah siap, maka anda perlu
membuat rencana interaksi dengan klien.
1) Evaluasi diri
Coba pertanyaan berikut :
pengetahuan yang say miliki tentang keperawatan jiwa?
yang akan saya ucapkan saat bertemu dengan klien?
Bagaimana respon selanjutnya jika klien diam, menolak, marah atau inkoheren?
pengalaman interaksi dengan klien yang negatif/buruk/ tidak menyenangkan?
Jika ada, lakukan dengan koreksi dengan cara membaca cara-cara berhubungan dengan klien. Konsultasi dengan
pembimbing klinik, diskusi dengan teman sekelompok.
Bagaimana tingkat kecemasan saya? Jika cemas ringan , lakukan interaksi. Jika cemas sedang, usahakan sampai
anda dapat mengatasi kecemasan.
2) Penetapan tahapan hubungan /interaksi
Berikutnya perlu ditetapkan tahapan hubungan anda berikutnya:
Apakah pertemuan/kontak pertama?
Apakah pertemuan lanjutan?
Apakah tujuan pertemuan? Pengkajian/observasi/pemantauan/ tindakan keperawatan terminasi?
Apa tindakan yang saya akan lakukan?
Bagaimana cara melakukannya?

3) Rencana interaksi
Siapkan secara tertulis rencana percakapan yang akan anda lakukan pada saat berhubungan dengan berkomunikasi
bersama klien.
Teknik komunikasi apa yang anda akan terapkan, kaitkan dengan tujuan anda melakukan hubungan dengan klien.
Hal ini berhubungan dengan tahapan hubungan yang akan dilakukan. Teknik observasi apa yang perlu saudara
lakukan selama berhubungan dengan klien.
Langkah- langkah tindakan prosedur yang akan dikerjakan (SOP)
Setelah anda belajar membuat rencana interaksi berarti anda sudah siap bertemu dan berkomunikasi dengan klien.
b. Fase perkenalan/Orientasi
1) Fase perkenalan
Perkenalan merupakan kegiatan yang anda lakukan saat pertama kali bertemu dengan klien. Hal- hal yang perlu
dilakukan adalah :
a) Memberi salam;
Assalamu alaikum/selamat pagi/siang/sore/malam atau sesuai dengan latar belakang social budaya yang disertai
dengan mengulurkan tangan untuk berjabat tangan.
b) Memperkenalkan diri perawat;
Nama saya Isara, saya senang dipanggil Isara
c) Menanyakan nama klien;
Nama Bapak/ibu/Saudara siapa, apa panggilan kesayangannya
d) Menyepakati pertemuan (kontrak);
Bunyi kesepakatan tentang pertemuan terkait dengan kebersediaan klien untuk bercakap-cakap (tempat bercakapcakap dan lama percakapan)
Contoh kominikasi :
Bagaimana kalau kita kita bercakap-cakap
Ayo kita bercakap-cakap
Di mana kita duduk? (Sebutkan)
Ayo kita duduk di sana. (Sebutkan)
Jika di klinik/ rumah sakit langsung katakana silahkan duduk!.
Jika di kamar klien, saudara langsung duduk disamping klien.
e)

Menghadapi kontrak;
Pada pertemuan awal saudara perlu melengkapi penjelasan identitas saudara sehingga saat interaksi klien percaya
pada saudara.
Contoh komunikasi :
Saya perawat yang bekerja di., saya yang akan merawat Yanti selama 3 hari.(Contoh jika panggilan sayangnyan
Yanti) Dimulai saat ini s.d , saya dating jam 07.00 dan pulang jam 14.00.
Klien menyepakati tujuan interaksi :
Saya akan membantu Yanti untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi.
Kita bersama-sama menyelesaikan masalah yang Yanti hadapi.
f) Memulai percakapan awal;
Pada awalnya focus percakapan adalah pengkajian keluhan utama atau alasan masuk rumah sakit. Kemudian
dilanjutkan dengan hal-hal yang berkaitan dengan keluhan utama. Jika mungkin melengkapi format pengkajian
proses keperawatan.
Contoh komunikasi untuk mengkaji keluhan utama.
Untuk melengkapi identitas saudara :
Apa yang terjadi di rumah sampai Yanti dibawa kemari
Apa yang Yanti rasakan sampai datang kemari?
Apa yang Yanti susahkan saat ini?
Apa masalah yang Yanti rasakan?
Jika klien tidak menjawab :
Saya tidak dapat membantu jika Yanti tidak mau menceritakan hal yang Yanti hadapi. Tampaknya Yanti belum mau
cerita, kita duduk saj bersama. (10 menit).
g) Menyepakati masalah klien;
Setelah pengkajian, jika mungkin pada akhir wawancara sepakati masalah atau kebutuhan klien.
Contoh komunikasi :

Dari percakapan kita tadi tampaknya Yanti. (Sesuai dengan kesimpulan masalah/kebutuhan yang dimiliki klien).
Gunakan bahasa yang dimengerti klien, misalnya : Tampaknya Yanti tidak nafsu makankarena merasa nyeri pada
ulu hati (untuk masalah Gastritis); Tampaknya Yanti kelihatan sesak nafas (untuk masalah asma)
h) Mengakhiri perkenalan;
Lihat terminasi sementara (pada no.5a)
2) Fase Orientasi
Fase orientasi dilaksanakan pada awal setiap pertemuan kedua dan seterusnya. Tujuan fase orientasi adalah
memvalidasi kekurangan data, rencana yang telah dibuat dengan keadaan klien saat ini dan mengevaluasi hasil
tindakan yang lalu. Umumnya dikaitkan dengan hal yang telah dilakukan bersam klien.
a) Member salam;
Sama dengan fase perkenalan.
b) Memvalidasi keadaan klien;
Bagaimana perasaan Yanti hari ini?
Coba Yanti ceritakan perasaannya hari ini!
Adakah hal yang terjadi selam kita tidak bertemu? Coba ceritakan!
c) Mengingat kontrak;
Setiap berinteraksi dengan klien dikaitkan dengan kontrak yang pertemuan sebelumnya.
Yanti masih ingat jam berapa kita bertemu hari ini/pagi ini/siang ini/sore ini?
Sesuai dengan janji kita yang lalu kita akan bertemu jam. (sebutkan sesuai perjanjian)
Yanti masih ingat apa yang akan kita bicarakan/lakukan sekarang?
Sesuai dengan janji kita yang lalu sekarang saya akan memberikansuntikan lagi.
Sesuai dengan penjelasan saya tadi, sekarang ibu akan saya bantu latihan batuk efektif.
Jika klien dapat menyebutkan waktu,tempat,topic pembicaraan, anda wajib memberikan pujian (reinforcement). Fase
orientasi selalu diikuti oleh fase kerja dan terminasi sementara. Oleh karena itu komunikasinya dapat berupa kalimat
berikut :
Baiklah sekarang kita akan bicarakan tentang cara mengatasi tidak nafsu makan/cara mengelola nyeri yang ibu
rasakan (dan lain-lain dengan masalah klien).
c.

Fase kerja
Fase kerja merupakan inti hubungan perawatan klien yang terkait erat dengan pelaksanaan rencana tindakan
keperawatan yang akan dilaksanakan sesuai dengan tujuan yang akan dicapai.
Tujuan tindakan keperawatan adalah :
1)
Meningkatkan pengertian dan pengenalan klien akan dirinya , perilakunya, perasaanya, pikirannya. Tujuan ini
sering disebut tujuan kognitif.
Contoh :
Apa yang menyebabkan Yanti cemas?
Apa tanda/gejala yang Yanti rasakan saat cemas?
Kapan saja Yanti merasakan cemas?
Apa yang Yanti rasakan saat merasa cemas?
2)
Mengembangkan, mempertahankan dan meningkatkan kemampuan klien secara mandiri menyelesaikan masalah
yang dihadapi. Tujuan ini sering disebut tujuan efektif dan psikomotor. Contoh :
Apa yang Yanti Lakukan saat cemas?
Apa yang Yanti lakukan saat jantung berdebar-debar?
Apa dengan cara itu masalah Yanti selesai?
Apa dengan cara itu debar jantung hilang?
Apa kira-kira cara lain yang lebih baik?
Bagaimana kalau kita bicarakan beberapa cara baru? Jelaskan!
Yanti ingin mencoba cara yang mana? Baik saya akan beri contoh (lakukan demonstrasi). Coba Yanti tiru cara
tadi. Bagus, Yanti dapat melakukan dengan baik. Bagaimana kalau Yanti coba sendiri.
3)
Melaksanakan terapi/teknikal keperawatan.
Contoh :
Bagaimana rasa nyeri ibu?
Saya bantu untuk mencoba cara mengurangi rasa nyeri.

Pertama : ibu dapat mengalihkan pikiran pada pengalaman yang menyenangkan, atau membaca, atau mendengar
musik, atau bercaap-cakap.
Kedua : latihan nafas dalam-dalam. (beri contoh)
Ketiga : mengusap daerah tertentu. (beri contoh)
Mari kita coba. (Bantu klien melakukannya, beri pujian jika dapat melakukan)
Bagaimana perasaan ibu?
Nah, ibu dapat mencobanya pada saat nyeri, namun jika tidak berhasil panggil perawat.
4)

Melaksanakan pendidikan kesehatan.


Contoh :
Sesuai dengan janji kita tadi pagi, saya akan memberi penjelasan tentang cara merawat tali pusat bayi baru lahir.
Jelaskan tentang merawat tali pusat bayi baru lahir (jelaskan dengan alat bantu [lembar balik/leaflet/booklet]).
Ada pertanyaan Bu? Ada yang kurang jelas?
Ibu dan keluarga boleh mencoba melakukanya di rumah. Terima kasih.

5)

Melaksanakan kolaborasi.
Contoh :
Bu, sekarang sudah pukul 12.00, saatnya ibu mendapat suntikan.
Ibu,miring kesebelah kiri.
Sedikit sakit Bu (katakan pada saat akan menyuntik), tarik napas dalam Bu,ya,sudah.
Bagaimana Bu?
Melaksanakan observasi dan monitoring.
Bu, sesuai dengan keadaan suhu Ibu yang tinggi maka setiap dua jam saya akan mengukur suhu,nadi, dan
pernafasan ibu.
Sekarang saya akan ukur suhu ibu di ketiak. Kemudian perawat meletakkan thermometer di ketiak klien, dan
katakan pada klien : dijepit ya Bu!
Saya ambil ya Bu, sekarang Ibu istirahat lagi,nanti dua jam lagi saya datang.
Fase terminasi
Terminasi merupakan akhir dari setiap pertemuan perawat dan klien. Terminasi dibagi dua, yaitu terminasi
sementara dan terminasi akhir.
Terminasi sementara;
Terminasi sementara adalah akhir dari tiap pertemuan perawat dan klien. Pada terminasi sementara, perawat akan
bertemu lagi dengan pasien pada waktu yang telah ditentukan, misalnya : 1 (satu) atau 2 (dua) jam pada hari
berikutnya.
Isi percakapan
Evaluasi hasil;
Coba Yanti sebutkan hal-hal yang sudah kita bicarakan.
Apa saja yang telah Yanti dapat dari percakapan tadi?
Tindak lanjut;
Bagaimana kalau Yanti coba lakukan nanti di ruangan?
Yang mana yang ingin Yanti coba?
Kontrak yang akan dating
Waktu :
Kapan kita ketemu lagi?
Bagaimana kalau nanti jam kita bertemu lagi?
Kita akan bertemu lagi besok pagi.
Topik :
Apa saja yang akan kita bicarakan nanti/besok.
Bagaimana kalau kita bicara (sebutkan)

6)

d.
1)

(a)
(b)
(c)

2)

Terminasi akhir
Terminasi akhir terjadi jika klien akan pulang dari rumah sakit atau saudara selesai praktek dirumah sakit.
Isi percakapan :
(a) Evaluasi hasil
Coba sebutkan kemampuan yang didapat setelah dirawat disini

Apa saja yang sudah Yanti ketahui selama dirawat disini


Saya melihat Yanti sudah dapat melakukan
(Sebutkan sesuai hasil observasi pada tiap diagnosa keperawatan )
(b) Tindak lanjut
Apa rencana kegiatan Yanti dirumah
Aupa gejala dan tanda yang perlu diperhatikan dirumah
(c) Kontrak yang akan dating
Hal yang sama dengan 1,2,3 dilakukan pada keluarga
Contoh operasional panduan kegiatan interaksi perawat klien (Intan,2005) :
Panduan interaksi perawat-klien
1

Tahap prainteraksi
Mengumpulkan data tentang klien
Mengeksplorasi perasaan, fantasi, dan ketakutan diri.
Membuat rencana pertemuan dengan klien (kegiatan,waktu, tempat).
Tahap orientasi
Memberikan salam dan tersenyum pada klien
Melakukan validasi (kognitif,psikomotor,afektif) (biasanya pada pertemuan lanjutan memperkenalkan nama
perawat)
Menanyakan nama panggilan kesukaan klien
Menjelaskan peran perawat dank lien
Menjelaskan kegiatan yang akan dilakukan
Menjelaskan tujuan
Menjelaskan waktu yang dibutuhkan untuk melakukan kegiatan
Menjelaskan kerahasiaan
Tahap kerja
Memberi kesempatan kepada klien untuk bertanya
Menanyakan keluhan utama/ keluhan yang mungkin berkaitan dengan kelancaran pelaksanaan kegiatan
Memulai kegiatan dengan cara yang baik
Melakukan kegiatan sesuai dengan rencana
Tahap terminasi
Menyimpulkan hasil kegiatan : evaluasi proses dan hasil
Memberikan reinforcement positif
Merencanakan tindak lanjut dengan klien
Melakukan kontrak untuk pertemuan selanjutnya (waktu, tempat, topik)
Mengakhiri kegiatan dengan cara yang baik

Dimensi respon/ perilaku non verbal minimal yang perlu ditunjukan :


Berhadapan
Mempertahankan kontak mata
Tersenyum pada saat yang tepat
Membungkuk kearah klien pada saat yang diperlukan
Mempertahankan sikap terbuka (tidak bersedekap, memasukkan tangan ke kantung atau melipat kaki)

*) Mungkin tidak perlu dilakukan pada pertemuan selanjutnya, kecuali pada kondisi tertentu, misalnya pada klien
dengan gangguan jiwa yang perlu dijelaskan lagi beberapa hal di atas.
Ringkasan tugas utama perawat dalam tiap tahap dari proses hubungan terapeutik
1995)
Fase
Tugas
Prainteraksi
Mengeksplorasi perasaan, fantasi dan ketakutan diri
Menganalisa kekuatan profesional diri dan keterbatasan

(stuart dan sundeen,

aan anda

Pendahuluan atau orientasi Kerja


Terminasi
-

Mengumpulkan data tentang klien jika mungkin


Merencanakan untuk pertemuan pertama dengan klien
Menentukan mengapa klien mencari pertolongan
Menyediaka kepercayaan, penerimaan, dan komunikasi terbuka
Membuat kontrak timbal balik
Mengeksplorasi perasaan klien, pekiran dan tindakan
Mengidentifikasi masalah klien
Mendefinisikan tujuan dengan klien
Mengeksplorasi stressor yang sesuai/relevan
Mendorong perkembangan insight klien dan penggunaan mekanisme koping konstruktif
Menangani tingkah laku yang dipertahankan oleh klien/resistence
Menyediakan realitas perpisahan
Melihat kembali kemajuan dari terapi dan pencapaian tujuan
Saling mengeksplorasi perasaan adanya penolakan, kehilangan, sedih, dan marah juga
tingkah laku yang berkaitan

DIMENSI RESPON
Dimensi respon yang harus dimiliki oleh perawat ada 4 (empat) :
Kesejatian
Kesejatian adalah pengiriman pesan pada orang lain tentang gambaran diri kita yang sebenarnya.Kesejatian
dipengaruhi oleh :
a. Kepercayaan diri
Orang yang mempunyai kepercayaan diri yang tinggi akan mampu menunjukkan kesejatiannya pada pada saat
keadaan yang tidak nyaman dimana kesejatian yang ditampilkan akan mengakibatkan resiko yang tertentu.
b. Persepsi terhadap orang lain.
Apabila seorang melihat orang lain meempunyai kekuatan yang lebih besar dan menguasai kita akan mempengaruhi
bagaimana kita akan menampilkan seperti apa diri kita yang sebenarnya.
c.
Lingkungan.
Lingkungan terdiri dari waktu dan tempat. Tempat dimana seseorang berada dimuka publik (auditorium, panggung,
dan lain-lain) akan mengakibatkan seseorang merasa sulit untuk menunjukkan seperti apa dirinya yang sebenarnya.
Wakyu yang terbatas juga akan mengakibatkan seseorangtidak mampu menunjukkan siapa dia yang sebenarnya.
Contoh :
Ada seseorang klien yang menyukai anda sebagai perawat di sebuah bangsal. Dia menanyakan nomor telepon anda,
sering memandang anda dengan mesra, dan berusaha membuat kotak badan yang sering. Dia bahkan akan
mengundang anda untuk makan malam.
Sebagai perawat,
Pikiran anda
: Saya harus memberikan pelayanan yang professional.
: Capek juga nih orang, sebenarnya saya juga suka, tapi (terdapat inkongruen antarapikiran dan perasaan).
Bagaimana anda menunjukkan kesejatian tanpa meninggalakan keprofesionalas sebagai perawat ?
Contoh respons :
yah mungkin saya akan pergi dengan anda, kita lihat saja nanti.
(Respons ini kurang tepat karena tidak ada kejelasan didalamnya akan maksud dari perawat)
Semua lelaki sama saja, anda menangani perawat seperti bermain sesuatu. Diamlah tuan, saya punya
pekerjaan. (Respon ini menunjukkan keagresifan perawat)
saya senang menerima undangan anda setelah anda pulang dari rumah sakit. Meskipun begitu, saat anda disini saya
ingin membuat hubungan dimana saya merasa member anda dank klien lain asuhan keperawatan yang terbaik. Saya
ingin menangani semua klien dengan sama karena saya piker tidaklah adil untuk menunjukkan kefavoritan kepada
anda. Dapatkah anda mengerti posisi saya ? (Respon kesejatian tanpa meninggalkan profesionalisme perawat)
2. Empati
1.

Empati adalah kemampuan menempatkan diri kita pada diri orang lain, bahwa kita telah memahami bagaimana
perasaan orang lain tersebut dan apa yang menyebabkan reaksi mereka tanpa emosi kita terlarut dalam emosi orang
lain.
Beberapa aspek dari empati antara lain :
a.

Aspek Mental
Kemampuan melihat dunia orang lain dengan menggunakanparadigma orang lain tersebut. Aspek mental juga
berarti memahami orang tersebut serta memahami orang tersebut secara emosional dan intelektual.

b.

Verbal
Kemampuan mengungkapkan secara verbal pemahaman terhadap perasaan dan alasan reaksi emosi klien. Aspek
verbal dalam menunjukkan memerlukan hal-hal :
Kekuratan ;
Merupakan ketetapan pengungkapan verbal terhadap perasaan atau masalah klien.
Kejelasan
Ungkapan empati harus jelas mengenai topik tertentu dan sesuai dengan apa yang dirasakan orang yang kita beri
empati.
Kealamiahan
Perawat menggunakan kata-kata sendiri dalam berkomunikasi dengan orang lain.
Mengecek
Fungsi dari mengecek adalah untuk mengetahui apakah response empatik yang kita lakukan tersebut efektif.

1.
2.
3.
4.
c.

Aspek non verbal


Aspek non verbal yang diperlukan adalah kemampuan menunjukkan empati dengan kehangatan dan kesejatian.

1.

Kehangatan;
Kehangatan yang ditunjukkan secara non verbal antara lain :
Kondisi muka;
Dahi : rileks, tidak ada kerutan.
Mata : kontak mata yang nyaman, gerakan mata natural.
Mulut : rileks, tidak cemberut dan menggit bibir, tersenyum jika perlu, rahan rileks.
Ekspresi : tampak rileks, tidak ada ketakutan, kekhawatiran, menunjukkan perhatian dan ketertarikan.

a.
b.
-

Kondisi postur/sikap.
Tubuh : berhadapan, parallel dengan lawan bicara.
Kepala : duduk atau berdiri dengan tinggi yang sama, menganggukkan kepala jika perlu.
Bahu : mudah digerakkan dan tidak tegang.
Lengan
: mudah digerakkan, tidak memegang kursi atau tembok.
Tangan : tidak memegang atau menggenggam diantara keduanya, tidak mengetuk-ngetuk pena/bermain dengan
objek.
Dada : napas biasa, tidak nampak menelan.
Kaki : tampak nyaman, tidak menendang.
Telapak kaki : tidak mengetuk.

Hal-hal yang dapat merusak kehangatan :


Melihat sekeliling pada sedang berkomunikasi dengan orang lain.
Mengetuk dengan jari.
Mundur tiba-tiba.
Tidak tersenyum.

Hambatan dalam menunjukkan kehangatan antara lain :


Terburu-buru.
Emosi berlebihan.
Shock/terkejut.
Penilaian tentang orang lain sehingga membuat kita menjadi mengalihkan perhatian pada masalah kita sendiri.

2.

3.

Kesejatian
Kesejatian merupakan kesamaan respons non verbal dan respons verbal serta ketertarikan dan perhatian dengan
lawan bicara.

Respek/hormat
Respek mempunyai pengertian perilaku yang menunjukkan kepedulian/perhatian, rasa suka, dan menghargai
klien,. Perawat menghargai klien seorang yang bernilai dan menerima klien tanpa syarat. (Stuart dan Sundeen,
1995).
Dengan respek maka perawat akan dapat mengakui kebutuhan orang lain untuk dipenuhi, dimengerti dan dibantu
dalam keterbatasan waktu yang dimiliki oleh perawat.
Perilaku respek dapat ditujukkan dengan (Smith, 1992) :
a.
Melihat kearah klien.
b.
Memberikan perhatian yang tidak terbagi.
c.
Memelihara kotak mata.
d.
Senyum pada saat yang tidak tepat.
e.
Bergerak kearah klien.
f.
Menentukan sapaan yang disukai.
g.
Jabat tangan atau sentuhan yang lembut.

4.

Mereka
Klien
Perawat

Konkret
Yang spesifik dan bukan abstrak pada saat mendiskusikan dengan klien mengenai perasaan, pengalaman, dan tindak
lakunya. Fungsi dari dimensi ini adalah daapt mempertahankan respons perawat terhadap perasaan klien, penjelasan
dengan akurat tentang masalah dan mendorong klien dan memikirkan masalah yang spesifik.
Contoh :
Klien
: Aku tidak akan punya masalah jika orang-orang tidak menggangguku.
: membuat aku marah karena mereka tahu bahwa aku sangat berperasaan
halus.
Perawat
: Siapa yang ingin membuat kamu marah ?
: Keluargaku. Orang berpikir berada dalam keluarga besar merupakan berkah. Itu adalah kutukan.
: Apakah kamu dapat memberi saya contoh dari seseorang yang membuatku
marah di rumah?

Skenario kasus :
Ny.putri 35 tahun, dirawat di ruang bedah dengan post operasi laparatomi hari kedua. Ny. Putri mengeluh
nyeri pada area bekas operasi. Pasien mendapatkan obat analgetik untuk mengurangi rasa sakitnya. Selama
dua hari pasien mengatakan sulit tidur karena nyeri yang dirasakan. Tetapi pada hari ketiga pasien tidak
minum obat analgetik. Pasien mengatakan Tadi malam saya tidak minum obat untuk menghilangkan rasa
sakit yang saya rasakan, dan Alhamdulillah semalam saya bisa tidur dengan nyenyak. Ini adalah malam
pertama saya bisa tidur nyenyak selam dua hari terakhir.
Anda sebagai perawat yang merawat Ny. Putri, bagaimana komunikasi yang anda gunakan untuk
menunjukkan bahwa anda empati dan respek terhadap Ny. Putri?

DIMENSI TINDAKAN
1.

Konfrontasi
Pengertian konfrontasi : proses interpersonalyang digunakan oleh perawat untuk memfasilitasi, memodifikasi dan
perluasan dari gambaran diri orang lain (Smith [1992] dikutip Intan [2005]).
Tujuan dari konfrontasi yang dilakukan adalah : agar orang lain sadar adanya ketidaksesuaiaan pada dirinya dalam
hal perasaan, tingkah laku, dan kepercayaan (Stuart dan Sundeen, 1995)
Dua bagian konfrontasi (Smith [1992] dikutip Intan[2005])

b.

a. Membuat orang lain sadar terhadap perilaku yang tidak produktif/ merusak.
Membuat pertimbangan tentang bagaimana dia bertingkah laku yang produktif dengan jelas dan konstruktif.

Konfrontasi paling tepat dilakukan apabila :


a. Tingkah lakunya tidak produktif
b. Tingkah lakunya tidak merusak
c. Ketika mereka melanggar hak kita/ hak orang lain
Factor yang harus diperhatikan sebelum melakukan konfrontasi menurut Stuart dan Laraia(2001) adalah :
a. Tingkat hubungan saling percaya
b. Waktu
c. Tingkat stress klien
d. Kekuatan mekanisme pertahanan diri klien
e. Pengamatan klien tentang perlunya jarak atau kedekatan
f. Tingkat kemarahan klien dan tingkat toleransi klien untuk mendengarkan persepsi orang lain.
Kategori konfrontasi menurut Stuart dan Sundeen (1995) antara lain :
a. Ketidaksesuaiaan antara ekspresi klien terhadap dirinya (konsep diri) dan apa yang dia inginkan(ideal diri)
b. Ketidaksesuaiaan antara ekspresi verbal dan perilaku
c. Ketidaksesuaiaan antara ekspresi pengalaman klien tentang dirinya dan pengalaman perawat tentang klien
Level konfrontasi dalam hubungan terapeutik
a. Fase perkenalan : rendah
b. Fase kerja : tinggi
c. Fase terminasi : rendah
Cara melakukan konfrontasi adalah sebagai berikut :
a. Clarify : membuat sesuatu lebih jelas untuk dimengerti
b. Articulate : dengan mengekspresikan opini diri sendiri dengan kata-kata yang jelas.
c. Reques (permintaan)
d. Encourage : memberikan support, harapa, kepercayaan
Contoh :
Rumah kost anda sangat berantakan. Teman sekamar anda meletakkan baju sembarangan, buku-buku sering
berserakan di lantai, meskipun teman anda biasanya membersihkankamar setiap 2 minggu sekali dia kembali pada
kebiasaannya diatas. Anda meras atidak nyaman dan bahkan ragu-ragu untuk mengundang teman anda dating
ketempat kost anda.
Bagaimana anda seharusnya melakukan konfrontasi terhadap teman anda?
Kamu telah meletakkan baju di atas tempat tidur, dan semua buku-bukumu berserakan di lantai. (clarify)
Saya merasa tidak nyaman dikarenakan kamu membuat kamar kitajadi berantakan tidak karuan (Articulate)
Saya lebih suka kamu menyimpan barang pribadimu di tempatmu atau di lemari (Request)
Dengan jalan itu akan terdapat jalan yang luas untuk kita di kamar ini dan saya akan merasa bebas untuk
mengundang teman tanpa merasa khawatir karena kamar kita berantakan (Encourage)
2.

Pasien
Perawat

Kesegeraan
Kesegaraan mempunyai konotasi sebagai sensivitas perawat pada perasaan klien dan kesediaan untuk mengatasi
perasaan dari pada mengacuhkannya (Stuart dan Sundeen, 1995)
Berespon dengan kesegeraan berarti berespon pada apa yang terjadi antara perawat dan klien saat itu dan di tempat
itu. Karena dimensi ini mungkin melibatkan perasaan dari klien terhadap perawat, kesegeraan ini dapat menjadi
suatu hal yang sulit untuk dicapai (Wilson dan Kneisl, 1983).
Contoh :
: Staf disini tidak peduli pada kliennya, mereka menangani kita seperti anak-anak dan buka orang dewasa.
: Saya heran mengapa kamu merasa bahwa kami tidak memperdulikan atau mungkin kami yang tidak mengerti
pendapatmu?.

3.

Membuka diri
Membuka diri adalah membuat orang lain tahutentang pikiran, perasaan, dan pengalaman pribadi kita (Smith,
1992). Membuka diri dapat dilakukan dengan :
a. Mendengar ; mendengar yang dilakukan disini dimaksudkan mengerti dan bukan untuk menjawab
b. Empati

c. Membuka diri
d. Mengecek
Contoh :
Seorang klien berkata, minggu lalu saya merasa sangat takut, ketika suami saya baru pulang dari rumah sakit.
Dia mulai batuk, dan wajahnya memerah. Kemudian dia mengalami nyeri dada. Saya pikir dia akan meninggal.
Untunglah saya melihat nitrogliserin di dalam lemari. Saya segera memberikan kepadanya dan berangsur-angsur
tenang. Nyerinya hilang. untunglah.
Contoh membuka diri :
Wanita ini ingin mendengar pesan dari anda sehubungan dengan pengalamannya (mendengar). Saya dapat
menduga betapa takutnya anda Karena serangan jantung tersebut. Bahkan mungkin lebih menakutkan lagi karena
anda dirumah tanpa alat-alat emergency. Betapa senangnya ketika nitrogliserin itu bekerja (empati). . Ayah saya
mengalami nyeri yang sangat hebat juga. Saya juga mengalami kecemasan yang sangat menakutkan. Ketika saya
mengharapkan nitrogliserin akan bekerja, saat itu saya merasa putus asa dan tak punya harapan (membuka diri).
Apakah kamu merasakan hal yang sama minggu lalu? (cek) .
4.

Emosional Katartis
Kegiatan terjadi pada saat klien didorong untuk membicarakan hal- hal yang sangt mengganggunya untuk
mendapatkan efek terapeutik (Stuart dan sundeen, 1995).
Pemaksaan emosional katarsis yang dilakukan akan menyebabkan klien akan menjadi panik dimana klien
bertahan dan tidak mempunyai alternative mekanisme koping yang cukup. Di sini perlu pengkajian dan kesiapan
klien untuk mendiskusikan masalahnya. Jika klien sulit mengungkapkan perasaannya, perawat perlu membantu
mengekspresikan perasaan klien. Misalnya dengan cara : hal itu membuatmu merasa bagaimana?
Contoh dialog :
: Apa yang dulu kamu rasakan saat bosmu mengoreksi di depan banyak orang?
: Ya, aku mengerti bahwa dia perlu meluruskanku, dan dia orang dengan tipe pemarah
: Sepertinya kamu bertahan terhadap perilakunya, saya takjub dengan apa yang kamu rasakan saat itu.
: Uhsebel. Saya kira . (diam)
: Hal itu mebuatku marah jika trjadi padaku
: Ya, saya juga. Tapi kamu tidak dapat membiarkan hal ini, kamu tahu. Kamu harus merahasiakan semu ini karena
ada orang banyak. Tapi dia dapat membiarkan ini terjadi. Oh, . Tentu dia dapat membicarakan aku semaunya, dan
aku ingin dia tahu apa yang aku rasakan.

5.

Bermain peran
Yang dimaksud bermain peran adalah tindakan untuk membangkitkan situasi tertentu untuk meningkatkan
penghayatan klien kedalam hubungan manusia dan memperdalam kemampuannya untuk melihat situasi dari sudut
pandang lain dan juga memperkenankan klien untuk mencobakan situasi baru dalam lingkungan yang aman (Stuart
dan Sundeen , 1995)
Bermain peran digunakan untuk melatih kemampuan unpan balik konstruktif dengan lingkungan yang mendukung
dan tidak mengancam ( Schultz dan Videbeck , 1998)
Bermain peran terdiri dari beberapa tahap (Stuart dan Sundeen , 1995)
Mendefenisikan masalah
Menciptakan kesiapan untuk bermain peran
Menciptakan situasi
Membuat karakter
Penjelasan dan pemanasan
Pelaksan memerankan suatu peran
Berhenti
Analisis dan diskusi
Evaluasi

Perawat
Klien
Perawat
Klien
Perawat
Klien

KEBUNTUAN TERAPEUTIK

Kebuntuan terapeutik adalah hambatan kemajuan hubungan antara perawat dank lien dimana hambatan itu terjadi
baik dari klien maupun dari perawat sendiri. Ada lima hambatan kebuntuan terapeutik, yaitu : resistens, transferens,
countertransferens, dan bondary violation

a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.

1. Resistens
Resistens merupakan upaya klien untuk tidak menyadari aspek dari penyebab cemas atau kegelisahan yang dialami.
Ini juga merupakan keengganan alamiah atau penghindaran secara verbal yang dipelajari. Klien yang resisten
biasanya menunjukkan ambivalensi antara menghargai tetapi juga menghindari pengalaman yang menimbulkan
cemas padahal hal ini merupakan bagian normal dalam proses terapeutik. Resisten ini sering akibat dari
ketidaksesuaian klien untuk berubah ketika kebutuhan untuk berubah telah dirasakan. Perilaku resisten biasanya
diperlihatkan oleh klien pada fase kerja, karena pada fase ini sangat banyak berisi proses penyelesaiaan masalah
(Stuart dan Sundeen dalam Intan. 2005)
Beberapa bentuk resistensi (Stuart dan Sundeen , 1995)
Supresi dan represi informasi yang terkait
Intensifikasi gejala
Devaluasi diri serta pandangan dan keputusasaan tentang masa depan
Dorongan untuk sehat, yang terjadi secara tiba-tiba tetapi hanya kesembuhan yang bersifat sementara
Hambatan intelektual yang mungkin tampak ketika klien mengatakan ia tidak mempunyai pikiran apapun atau
tidak mampu memikirkan masalahnya, saat ia tidak memenuhi janji untuk pertemuan atau tiba terlambat untuk suatu
sesi, lupa, diam, atau mengantuk
Pembicaraan yang bersifat permukaan/ dangkal
Penghayatan intelektual dimana klien memverbalisasi pemahaman dirinya dengan menggunakan istilah yang tepat
namun tetap berprilaku maladaptive, atau menggunakan mekanisme pertahanan intelektualisasi tanpa diikuti
penghayatan
Muak terhadap normalitas yang terlihat ketika klien telah mempunyai penghayatan tetap menolak memikul
tanggung jawab untuk berubahdengan alas an bahwa normalitas adalah hal yang tidak penting
Reaksi transference (respon tidak sadar dimana klien mengalami perasaan dan sakit terhadap perawat yang pada
dasarnya terkait dengan tokoh dengan kehidupan yang dulu)
Perilaku amuk atau tidak rasional

2. Transference
Transference merupakan respon tak sadar berupa perasaan atau perilaku terhadap perawat yang sebetulnya berawal
dari berhubungan dengan orang-orang tertentu yang bermakna baginya pada waktu dia masih kecil (Stuart dan
Sundeen , 1995)
Reaksi transference membahayakan untuk proses terapeutik hanya bila hal ini diabaikan dan tidak ditelaah
oleh perawat. Ada dua jenis utama reaksi transference yaitu reksi bermusuhan dan tergantung.
Contoh reaksi transference bermusuhan (Intan, 2005) :
Bungkus (15 tahun) adalah klien yanag dirawat dirumah sakit karena demam berdarah. Tanpa sebab yang jelas klien
ini marah-marah kepada perawat Gengki. Setelah dikaji, ternyata Gengki ini mirip pacar si Bungkus yang pernah
menyakiti hatinya. Hal ini dikarenakan klien mengalami perasaan dan sikap terhadap perawat yang pada dasarnya
terkait dengan tokoh kehidupan yang lalu.
Contoh reaksi transference tergantung ( Intan, 2005) :
Seorang klien, Sinchan (18 tahun), dirawat oleh perawat bidadari. Perawat itu mempunyai wajah dan suara mirip Ibu
klien, sehingga dalam setiap tindakan keperawatan yang harus dilakukan selalu meminta perawat bidadari yang
melakukannya.

a.
b.

3. Coutertransference
Coutertrasference merupakan kebutuhan terapeutik yang di buat oleh perawat dan bukan oleh klien. Hal ini dapat
mempengaruhi hubungan perawat-klien.
Beberapa bentuk countransference ( Stuart dan Sundeen dalam Intan, 2005):
Ketidakmampuan berempati terhadap klien dalam masalah tertentu.
Menekan perasaan selama atau sesudah sesi.

c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.
k.
l.
m.
n.
a.

b.

c.

Kecerobohan dalam mengimplementasikan kontrak dengan datang terlambat, atau melampaui waktu yang telah
ditentukan.
Mengantuk selama sesi.
Perasaan marah atau tidak sabar karena ketidak inginan klien untuk berubah.
Dorongan terhadap ketergantungan, pujian atau efeksi klien.
Berdebat dengan klien atau kecendrungan untuk memaksa klien sebelum ia siap.
Mencoba untuk menolong klien dalam segala hal tidak berhubungan dengan tujuan keperawatan yang telah
diidentifikasi.
Keterlibatan dengan klien dalam tingkat personal dan sosial.
Melamunkan atau memikirkan klien.
Fantasi seksual atau agresi yang diarahkan kepada klien.
Perasaan cemas, gelisah atau persaan bersalah terhadap kien
Kecendrungan untuk memusatkan secara berulang hanya pada satu aspek atau cara memandang pada informasi
yang di berikan klien.
Kebutuhan untuk mempertahankan intervensi keperawatan dengan klien.
Reaksi coutrtrasference biasanya dalam tiga bentuk ( Stuart dan Sundeen dalam Intan, 2005):
Reaksi sangat mencintai atau caring.
Perawat Dono melakukan perawatan pada klien dini dengan cara yang berlebih-lebihan yaitu dengan cara ,masih
berlama-lama mengobrol dengan klien tersebut padahal masih banyak klien yang perlu di tangani.perawat Dono
juga mencoba menolong klien dengan segala hal yang tidak berhubungan dengan tujuan yang telah diidentifikasi.
Reaksi sangat bermusuhan.
Perawat Dora mempunyai klien yang sangat Menjenkelkan.Derry (25 tahun) Derry ini selalu marah-marah dan
menjengkelkan perawat Dora sangat dendam pada klienini dan selalumengacuhkan Derry meskipun dia
membutuhkan pertolongan
Reaksi sangat cemas sering kali di gunakan sebagai respon terhadap resistensi.

Lima cara mengidentifikasikan terjadi countertransference (StuartG.W dalam Suryani,2006):


a. Perawat harus mempunyai standaryang sama terhadap dirinya sendiriatas apa yang di harapkan kepada kliennya.
b. Perawat harus menguji diri sendiri melalui latihan menjalin hubungan, terutama ketika klien menentang atau
mengeritik.
c. Perawat harus dapat menemukan sumber masalahnya.
d. Ketika countertrasference terjadi, perawat harus dapat melatih diri untuk mengontrolnya.
e. Jika perawat membutuhkan pertolongan dalam mengatasi countertransference, pengawasan secara individumaupun
kelompok dapat lebih membantu.
4. Bondari Violation
Perawat perlu membatasi hubungannya dengan klien. Batas hubungan perawat-klien adalah bahwa hubungan yang
di bina adalah hubungan terapeutik,dalam hubungan ini perawat berperan sebagai penolong dan klien berperan
sebagai yang di tolong. Baik perawat maupun klien harus menyadari batas tersebut (Suryani, 2006).
Pelanggaran batas terjadi jika perawat melampaui batas hubungan yang terapeutik dan membina hubungan
sosial, ekonomi, atau personal dengan klien.
Beberapa batas hubungan perawat dank lien (stuart dan sundeen, dalam Intan, 2005)
a. Batas peran
Masalah batas peran ini memerlukan wawasan dan pengetahuan yang luas dari perawat serta penentuan secara tegas
mengenai batas-batas terapeutik perawat dan klien.
b. Batas waktu
Penetapan waktu perlu dilakukan dimana perawat mengadakan hubungan terapeutiknya dengan klien. Waktu
pengobatan atau hubungan terapeutik yang tidak wajar dan tidak mempunyai tujuan terapeutik harus dievaluasi
kembali untuk mencegah terjadinya pelanggaran batas.
c. Batas tempat dan ruang
Misalnya wawancara dimana? Kapan dan berapa lama?
Batas ini biasanya berhubungan dengan perawatan yang dilakukan . Pemanfaatan terapeutik diluar kebiasaan
misalnya dimobil atau dirumah klien, harus dengan tindakan terapeutik yang rasional dan mempunyai tujuan yang
jelas. Perawat tidak di perbolehkan t dalam melakukan tindakan dikamar klien kadang perlu menghormati batasbatas tertentu misanya pintu terbuka atau ada pegawai yang lain.

d. Batas uang
Batas ini berhubungan dengan penghargaan klien dengan perawat berupa uang. Disini juga perluadanya perhatian
mengenai tawar-menawar terhadap klien miskin tentang biaya pengobatan untuk mencegah timbulnya pelanggaran
batas.
e. Batas pemberian hadiah dan pelayanan
Masalah ini controversial dalam keperawatan, namun yang pasti hal ini melanggar batas.
f. Batas pakaian
Batas ini berhubungan dengan kebutuhan perawat dalam berpakaian secara tepat dalam hubungan terapeutik perawat
dank lien. Dimana perawat tidak diperbolehkan memakai pakaian yang tidak sopan.
g. Batas bahasa ;
Perawat perlu memperhatikan nada bicara dan pilihan kata ketika komunikasi dengan klien. Tidak terlalu akrab,
mengarah sikap seksul dan memberikan pendapat dengan nada menggurui merupakan pelanggaran batas.
h. Batas pengungkapan diri secara personal;
Mengungkapkan diri secara personal dari perawat yang tidak berhubungan dengan tujuan terapeutik dapat mengarah
kepada pelanggaran batas.
i. Batas kontak fisik;
Semua kontak fisik dengan klien harus dievaluasi untuk melihat apakah melanggar batas atau tidak. Beberapa jenis
kontak fisik/ seksual terhadap kien yang tidak pernah tercangkup dalam hubungan terpeutik antara perawat dengan
klien.
Untuk mencegah terjadinya pelanggaran batas dalam berhubungan dengan klien, perawat sejak awal interkasi
perlu menjelaskan atau membuat kesepakatan bersama klien tentang hubungan yang mereka jalin. Kemudian selama
berinteraksi perawat harus berhati-hatidalam berbicara agar tidak banyak terlibat dalam komunikasi sosial. Dengan
selalu berfokus pada tujuan interaksi, perawat bisa terhindar daripelanggaran terhadap batas-batas dalam
berhubungan dengan klien.selalu mengingatkan kontrak dan tujuan interaksi setiap kali bertemu dengan klien juga
dapat menghindari pelanggaran batas ini.(Suryani 2006).
Contoh pelagggaran batas yaitu (Intan 2005):
Klien mengajak makan perawat siang atau maka malam di luar.
Klien memperkenalkan perawat pada keluarganya.
Perawat menerimah pemberian hadiah dari bisis klien.
Perawat menghadiri acara-acara sosial.
Klien member perawat hadiah.
Perawat secara rutin memeluk dan memegang klien.
Perawat menjalankan bisnis atau memesan pelayanan dari klien.
Perawat secara teratur memberi informasi personal kepada klien.
Hhubungan professional berubah menjadi hubungan sosial.
Perawat menghadiri undangan klien.

5. Mengatasi hubungan terapeutik


Perawat harus mengetahui pengetahuan tentang kebutuhan terapeutik dan mengenali perilaku tersebut.
Klarifikasi dan refleksiperasaan.
Gali latar belakang perawat- kalien.
Bertanggung jawab terhadap kebuntuhan terapeutik dan dampak negatif proses terapeutik
Tinjau kembali hubungan, area kebutuhan, dan masala klien
Bina kembali keja sama perawat-klien yang konsisten.

KONSELING KELUARGA BERENCANA

A. Pengertian Konseling

Konseling
adalah
adalah proses pertukaran informasi dan interaksi positif
antara klien-petugas untuk membantu klien mengenali kebutuhannya, memilih solusi
terbaik dan membuat keputusan yang paling sesuai dengan kondisi yang sedang
dihadapi (Lusa, 2009).

Konseling adalah proses yang berjalan dan menyatu dengan semua aspek
pelayanan Keluarga Berencana, bukan hanya informasi yang diberikan dan
dibicarakan pada satu kesempatan yakni pada saat memberi pelayanan
(Sulistyawati, 2011).
Konseling adalah suatu hubungan timbal balik antara konselor (bidan) dengan
konseli (klien) yang bersifat profesional baik secara individu atau pun kelompok,
yang dirancang untuk membantu konseli mencapai perubahan yang berarti dalam
kehidupan (Yulifah, 2009).
Konseling adalah pertemuan tatap muka antara dua pihak, dimana satu pihak
membantu pihak lain untuk mengambil keputusan yang tepat bagi dirinya sendiri
kemudian bertindak sesuai keputusannya.
Konseling merupakan aspek yang sangat penting dalam pelayanan Keluarga
Berencana (KB) dan Kesehatan Reproduksi (KR). Dengan melakukan konseling berarti
petugas membantu klien dalam memilih dan memutuskan jenis kontrasepsi yang akan
digunakan sesuai dengan pilihannya. Konseling yang baik juga akan membantu klien
dalam menggunakan kontrasepsinya lebih lama dan meningkatkan keberhasilan KB.
Konseling adalah proses yang berjalan dan menyatu dengan semua aspek pelayanan
Keluarga Berencana dan bukan hanya informasi yang diberikan dan dibicarakan pada
satu kesempatan yakni pada saat pemberian pelayanan. Dengan informasi yang
lengkap dan cukup akan memberikan keleluasaan kepada klien dalam memutuskan
ntuk memilih kontrasepsi (Informed Choice).

B. Tujuan Konseling
1.

Memberikan informasi yang tepat, obyektif klien merasa puas

2.

Mengidentifikasi dan menampung perasaan keraguan/kekhawatiran tentang methode


kontrasepsi

3.

Membantu klien memilih metode kontrasepsi yang terbaik bagi mereka sehingga aman
dan sesuai keinginan klien

4.

Membantu klien agar menggunakan cara kontrasepsi yang mereka pilih secara aman &
efektif

5.

Memberi informasi tentang cara mendapatka bantuan dan tempat pelayanan KB

6.

Khusus kontap, menyeleksi calon akseptor yang sesuai dengan metode kontrasepsi
alternatif

C. Keuntungan Konseling
Konseling yang diberikan pada klien memberikan keuntungan kepada
pelaksana kesehatan maupun penerimalayanan KB. Adapun keuntungannya adalah:
1.

Klien dapat memilih metode kontrasepsi yang sesuai dengan kebutuhannya.

2.

Puas terhadap pilihannya dan mengurangi keluhan atau penyesalan.

3.

Cara dan lama penggunaan yang sesuai serta efektif.

4.

Membangun rasa saling percaya.

5.

Mengormati hak klien dan petugas.

6.

Menambah dukungan terhadap pelayanan KB.

7.

Menghilangkan rumor dan konsep yang salah.

D. Jenis Konseling

Jenis konseling terbagi menjadi tiga, yaitu:


1.

Konseling umum
Konseling umum dapat dilakukan oleh Petugas Lapangan Keluarga Berencana
(PLKB ) serta kader yan sudah mendapatkan pelatihan onseling yang standar.
Konselin umum sering dilaukan dilapangan (nonklinik). Tugas utama dipusatkan
pada pemerian informasi KB, baik dalam kelompok kecil maupun secara
perseorangan. Konseling umum meliputipenjelasan
umum dari berbagai metode kontrasepsi untuk mengenalkan kaitan antara
kontrasepsi, tujuan dan fungsi reproduksi keluarga.

2.

Konseling spesifik
Konseling spesifik dapat dilakukan oleh dokter / bidan / konselor. Pelayanan
konseling spesifik dilakukan di klinik dan diupayakan agar diberikan secara
perorangan di ruangan khusus. Pelayanan konseling di klinik dilakukan untuk
melengkapi dan sebagai pemantapan hasil konseling lapangan. Konseling spesifik
berisi penjelasan spesifik tentang metode yang diinginkan, alternatif, keuntunganketerbatasan, akses, dan fasilitas layanan.

3.

Konseling pra dan pasca tindakan


Konseling pra dan pasca tindakan dapat dilakukan oleh operator / konselor /
dokter / bidan. Pelayanan konselin ini jga dilakukan di klinik secara perseorangan.
Konseling ini meliputi penjelasan spesifik tentang prosedur yang akan dilaksanakan
(pra, selama dan pasca) serta penjelasan lisan / instruksi tertulis asuhan mandiri.

a.

Informed Choice
Informed
choice merupakan
bentuk
persetujuan
pilihan
tentang:
Metode kontrasepsi yang
dipilih
oleh kliensetelah
memahami
kebutuhan reproduksi yang paling sesuai dengan dirinya atau keluarganya. Pilihan
tersebut merupakan hasil bimbingan dan pemberian informasi yang obyektif, akurat
dan mudah dimengerti oleh klien. Pilihan yang diambil merupakan yang terbaik dari
berbagai alternatif yang tersedia.

b.

Informed Consent
Informed consent merupakan :

1)

Bukti
tertulis
tentang
persetujuan
terhadap
metode kontrasepsi yang akan dilakukan pada klien.

prosedur

klinik

suatu

2)

Harus ditandatangani oleh klien sendiri atau walinya apabila akibat kondisi
tertentu klien tidak dapat melakukan hal tersebut.

3)

Persetujuan diminta apabila prosedur klinik mengandung risiko


keselamatan klien (baik yang terduga atau tak terduga sebelumnya).

terhadap

Persetujuan
tindakan
medik
(Informed
Consent)
berisi
tentang
kebutuhan reproduksi klien, informed choice, dan prosedur klinik yang akan
dilakukan. Ada penjelasan tentang risiko dalam melakukan prosedur klinik tersebut.
Standar prosedur yang akan dilakukan dan upaya untuk menghindarkan
risiko,klien menyatakan mengerti tentang semua informasi tersebut diatas dan
secara sadar memberikan persetujuannya.
Informed consent juga dilakukan pada pasangannya dengan alasan sebagai
berikut :
1)

Aspek hukum, hanya saksi yang mengetahui bahwa pasangannya secara sadar
telah memberikan persetujuan terhadap tindakan medik.

2)

Suami tidak dapat menggantikan posisi istrinya untuk memberikan persetujuan


(atau sebaliknya) kecuali pada kondisi khusus tertentu.

3)

Secara kultural (Indonesia) suami selalu menjadi penentu dalam memberikan


persetujuan tetapi secarahukum, hal tersebut hanya merupakan persetujuan

terhadap konsekuensi biaya dan pemahaman risiko (yang telah dijelaskan


sebelumnya) yang mungkin timbul dari prosedur klinik yang akan dilakukan.

E. Teknik Konseling
Percakapan konseling KB bersifat terbuka dan terjadi dua arah. Tujuannya untuk
membantu calon atau peserta KB dalam memenuhi kebutuhannya memilih cara KB
dan mengatasi kesulitan dalam pemakaian alat KB, misalnya karena mengalami
efek samping. Bentuk percakapan ada dalam konseling KB adalah percakapan dua
arah. Dalam percakapan dua arah diperlukan kemampuan mendengar yang baik
dan aktif. Selain itu juga diperlukan kemampuan untuk menyelami perasaan orang
lain agar dapat memperkirakan dengan tepat maksud pembicaraan dan
keinginannya.
1.

Cara menjadi pendengar yang baik dan aktif

a.

Dengarkan apa yang dikatakan dan bagaimana klien mengatakannya. Perhatikan


dulu nada bicara, pemakaian kata-kata, ekspresi wajah atau mimik muka, dan
gerakan tubuhnya.

b.

Cobalah menempatkan diri anda kedalam situasi yang dibicarakan untuk dapat
lebih memahami keadaan dan merasakan yang dikemukakan klien.

c.

Memberikan waktu pada klien untuk berpikir sejenak

d.

Dengarkan pembicaraan dengan cermat, jangan memusatkan pikiran pada hal


yang ingin anda sampaikan

e.

Usahakan dapat mengukur tingkat pemahaman anda berdua tentang hal yang
dibicarakan. Untuk itu ulangi beberapa bagian percakapan yang anda anggap
penting. Tanyakan pada klien apakah benar hal yang dimaksudkannya, sampai anda
berdua meyakini bahwa pembicaraan anda berdua sama.

f.

Duduk dengan nyaman, hindari melakukan gerakan yang bisa merusak suasana,
seperti melihat jam atau sering berdiri untuk mengambil buku atau keperluan
lainnya. Usahakan untuk tetap bertatap muka dengannya selama melakukan
pembicaraan.

2.

Cara mengajukan pertanyaan yang tepat

a.

Bicaralah dengan suara yang menunjukkan perhatian dan minat untuk membantu dan
menunjukkan sikap bersahabat.

b.

Ajukan satu pertannyaan setiap saat dan tunggulah jawaban. Jangan memaksa dengan
beberapa pertannyaan sekaligus.

c.

Gunakan bentuk pertanyaan terbuka, yang memungkinkan klien untuk menjawab


dalam bentuk cerita, misalnya tentang keadaan keluarganya, kesulitan hidup,
pekerjaan, dan sebagainya yang mungkin menjadi dasar keinginannya untuk
melaksanakan KB atau memilih cara KB.

d.

Hindari menggunakan bentuk pertanyaan tertutup yang hanya mungkin dijawab


dengan ya atau tidak. Perhatikan pula bahwa anda mengajukan pertanyaan yang
tidak mengarahkan, tetapi mendorong agar klien mau dan merasa bebas untuk
bercerita lebih lanjut, misalnya kalimat sebagai berikut.

1)

Apa yang bisa saya bantu?

2)

Apa yang anda ketahui mengenai....

e.

Pakailah kata-kata seperti Lalu?, Dan?, Oooo. Komentar kecil ini biasanya
mampu mendorong untuk terus bercerita lebih lanjut.

f.

Jangan mengajukan pertanyaan bernada memojokkan seperti mengapa begitu?, kok


begitu?. Meskipun seringkali anda bermaksud mengetahui alasannya, nada demikian
dapat menimbulkan salah pengertian, misalnya ia merasa disalahkan.

g.

Cari bentuk pertanyaan lain apabila ternyata klien tidak begitu mengerti maksud
pertanyaan anda.

3.

Cara menyelami perasaan


Pembicaraan mengenai alat kontrasepsi biasanya tidak terlepas dari bagian tubuh
yang paling dirahasiakan dan merupakan daerah yang sangat pribadi. Jadi dalam
pembicaraan ini mungkin saja klien merasa malu, bingung, ragu-ragu dan cemas, atau
takut mengatakan dan membicarakannya secara terbuka. Keadaan ini bisa menganggu
dan memengaruhi dalam mengambil keputusan untuk memilih alat kontrasepsi. Oleh
karena itu ada kemungkinan klien memilih alat kontrasepsi yang sebenarnya tidak
sesuai dan disesali kemudian. Apabila hal tersebut terjadi, berikut adalah cara yang
dapat dilakukan untuk membantu klien.

a.

Biarkan klien mengungkapkan perasaannya

b.

Bantulah untuk membicarakan perasaannya

c.

Berikan perhatian penuh

d.

Amati gerakan tubuh atau mimik muka/raut wajah/ekspresinya

4.

Lakukan bentuk percakapan dua arah

a.

Kedudukan sederajat memungkinkan calon peserta atau peserta bebas berbicara,


tidak takut, malu atau segan mengemukakan pendapat, pikiran, dan perasaannya.

b.

Percakapan dua arah memberi kesempatan kepada calon peserta KB untuk dapat
memantapkan pemahamannya mengenai pemakaian alat KB sehingga klien dapat
memilih sendiri dengan tepat dan benar, sesuai dengan keadaan dan kebutuhan
dirinya.

c.

Percakapan dua arah membuat klien yakin pada pilihan dan sikapnya, karena tahu
persis alasan mengambil keputusan tersebut sehingga tidak mudah terpengaruh
omongan orang atau pengalaman orang lain yang kurang baik

d.

Percakapan dua arah yang memberikan kesempatan pada klien untuk bertanya,
membuat klien tahu bahwa apabila mengalami gangguan dalam menggunakan alat KB,
klien tahu bahwa cara-cara KB lain yang dapat digunakan, yang dapat dipertimbangkan
dan dipilih.

e.

Percakapan dua arah menimbulkan keyakinan dan kemantapan yang akan membuat
klien menjadi peserta KB lestari.

F. Langkah Konseling
Dalam memberikan konseling, khususnya bagi calon klien baru, hendaknya dapat
dierapkan 6 langkah yang sudah dikenal dengan kata kunci SATU TUJU. Penerapan SATU
TUJU tersebut tidak perlu dilakukan secar berurutan karena harus disesuaikan dengan
kebutuhan klien. Beberapa klien membutuhkan lebih banyak perhatian pada langkah
yang satu dibanding dean langkah yang lain. Kata kunci SATU TUJU adalah sebagai
berikut:
SA = SApa dan SAlam kepada klien secara terbuka dan sopan. Berikan perhatian
sepenuhnya kepada mereka dan berbicara di tempat yang nyaman serta terjamin
terjamin privasinya. Yakinkan klien untuk membangun rasa percaya diri. Tanyakan
kepada klien apa yang perlu dibantu serta jelaskan pelayanan apa yang dapat
diperolehnya.
T

= Tanyakan pada klien informasi tentang dirinya. Bantu klien untuk berbicara
mengenai pengalaman keluarga berencana dan kesehatan reproduksi, tujuan,
kepentingan, harapan, serta keadaan kesehatan dan kehidupan keluarganya. Tanyakan
kontrasepsi yang diinginkan oleh klien. Berikan perhatian kepada klien apa yang
disampaikan klien sesuai dengan kata-kata, gerak isyarat dan caranya. Coba tempatkan
diri kita didalam hati klien. Perlihatkan bahwa kita memahami. Dengan memahami
pengetahuan, kebutuhan dan keinginan klien, kita dapat membantunya.

= Uraikan kepada klien mengenai pilihannya dan beritahu apa piihan reproduksi yang
paling mungkin, termasuk pilihan beberapa jenis kontrasepsi. Bantulah klien pada jenis
kontresepsi yang paling dia ingini, serta jelaskan pula jenis-jenis kontrasepsi lain yang
ada. Juga jelaskan alternatif kontrasepsi lain yang mungkin diinginkan oleh klien.
Uraikan juga mengenai risiko penularan HIV/AIDS dan pilihan metode ganda.

TU =BanTulah klien menentukan pilihananya. Bantulah klien berpikir mengenai apa yang
paling sesuai dengan keadaan dan kebutuhannya. Doronglah klien untuk menunjukkan
keinginannya dan mengajukan pertanyaan. Tanggapilah secara terbuka. Petugas
membantu klien mempertimbangkan kriteria dan keinginan klien terhadap setiap jenis
kontrasepsi. Tanyakan juga apakah pasangannya juga memberikan dukungan dengan
pilihan tersebut. Jika memungkinkan diskusikan mengenai pilihan tersebut kepada
pasangannya. Pada akhirnya yakinkan bahwa klien telah membuat suatu keputusan
yang tepat. Petugas dapat menanyakan: Apakah Anda sudah memutuskan pilihan jenis
kontrasepsi? Atau apa jenis kontrasepsi terpilih yang akan digunakan?
J

= Jelaskan secara lengkap bagaimana cara menggunakan kontrasepsi pilihannya.


Setelah kien memilih jenis kontrasepsinya, jika diperlukan, perlihatkan alat/obat
kontrasepsinya. Jelaskan bagaimana alat/obat kontrasepsi tersebut digunakan dan
bagaimana cara penggunaannya. Sekali lagi doronglah klien untuk bertanya dan
petugas menjawab secara jelas dan terbuka. Beri penjelasan juga tentang manfaat
ganda metode kontrasepsi, misalnya kondom yang dapat mencegah infeksi menular
seksual (IMS). Cek pengetahuan klien, tentang penggunaan kontrasepsi pilihannya dan
puji klien apabila dapat menjawab dengan benar.

= Perlunya dilakukan kunjungan Ulang. Bicarakan dan buatlah perjanjian kapan klien
akan kembali untuk melakukan pemeriksaan lanjutan atau permintaan kontrasepsi jika
dibutuhkan. Perlu juga selalu mengingatkan klien untuk kembali apabila terjadi suatu
masalah.

G. Sikap Yang Baik Dalam Konseling


1.

Memperlakukan klien dengan baik


Petugas bersikap sabar, memperlihatkan sikap menghargai setiap klien, dan
menciptakan suatu rasa percaya diri sehingga klien dapat berbicara secara terbuka
dalam segala hal termasuk masalah-masalah pribadi sekalipun. Petugas meyakinkan
klien bahwa ia tidak akan mendiskusikan klien kepada orang lain.

2.

Interaksi antara petugas dengan klien

Petugas harus mendengarkan, mempelajari dan menanggapi keadaan klien karena


setiap klien mempunyai kebutuhan dan tujuan reproduksi yang berbeda. Bantuan
terbaik seorang petugas adalah dengan cara memahami bahwa klien adalah manusia
yang membutuhkan perhatian dan bantuan. Oleh karena itu, petugas harus mendorong
agar klien berani berbicara dan bertanya.
3.

Memberikan informasi yang baik dan benar kepada klien


Dengan mendengarkan apa yang disampaikan lien berarti petugan belajar
mendengarkan informasi apa saja yang dibutuhkan oleh setiap klien. Sebagai contoh
pasangan muda yang baru menikah mungkin menginginkan lebih banyak informasi
mengenai masalah penjarangan kelahiran. Bagi perempuan dengan usia dan jumlah
anak cukup mungkin lebih menghendaki informasi mengenai metode operasi
(tubektomi dam vasektomi). Sedangkan bagi pasangan muda yang belum menikah
mungkin yang dikehendaki ialah informasi mengenai infeksi menular seksual (IMS).
Dalam memberikan informasi petugas harus menggunakan bahasa yang mudah
dimengerti klien dan hendaknya menggunakan alat bantu visual (ABPK).

4.

Menghindari pemberian informasi yang berlebihan


Klien membutuhkan penjelasan yang cukup dan tepat untuk menentukan pilihan
(Informed Choice). Namun tidak semua klien dapat menangkap semua informasi
tentang berbagai jenis kontrasepsi. Terlalu banyak informasi yan diberikan akan
menyebabkan kesulitan bagi klien dalam mengingat informasi yang penting. Hal ini
disebut kelebihan informasi. Pada waktu memberikan informasi petugas harus
memberikan waktu kepada klien untuk berdiskusi, bertanya, dan mengajukan pendapat.

5.

Membahas metode yang diinginkan klien


Petugas membantu klien membuat keputusan mengenai pilihannya, dan harus
tanggap terhadap pilihan klien meskipun klien menolak memutuskan atau
menanggukkan penggunakan kontrasepsi. Didalam melakukan konseling petugas
mengkaji apakah klien sudah mengerti mengenai jenis kontrasepsi, termasuk
keuntungan dan kerugiannya serta bagaimana cara penggunaannya. Konseling
mengenai kontraspsi yang dipilih dimulai dengan mengenalkan berbagai jenis
kontrasepsi dalam program keluarga berencana. Petugas mendorong klien untuk
berpikir melihat persamaan yang ada dan membandingkan antar jenis kontrasepsi
tersebut. Dengan cara ini petugas membantu klien untuk membuat suatu pilihan
(Informed Choice). Jika tidak ada halangan dalam bidang kesehatan sebaiknya klien
mempunyai pilihan kontrasepsi sesuai dengan pilihannya. Bila memperoleh pelayanan
kontrasepsi sesuai yang dipilihnya, klien akan menggunakan kontrasepsi tersebut lebih
lama dan lebih efektif.

6.

Membantu klien untuk mengerti dan mengingat

Petugas memberi contoh alat kontrasepsi dan menjelaskan pada klien agar
memahaminya dengan memperlihatkan bagaimana cara-cara penggunaannya. Petugas
juga memperlihatkan dan menjelaskan dengan fllip charts, poster, pamflet, atau
halaman bergambar. Petugas juga perlu melakukan penilaian bahwa klien telah
mengerti. Jika memungkinkan, klien dapat membawa bahan-bahan tersebut ke rumah.
Ini akan membantu klien mengingat apa yang harus dilakukan juga harus memberitahu
kepada orang lain.

H. Persyaratan Petugas Konseling KB


Petugas konseling KB harus memenuhi beberapa persyaratan untuk melaksanakan
tugasnya.
1.

Tahu dan mengerti semua tentang KB

2.

Yakin terhadap manfaat KB dan tujuannya

3.

Ingin menolong calon peserta KB agar mereka bisa mengikutinya dengan aman dan
nyaman

4.

Mau dan berusaha memahami perasaan calon peserta atau peserta KB dalam
melaksanakan KB

5.

Tahu dan mengerti informasi yang benar untuk disampaikan kepada calon peserta atau
peserta KB

6.

Sesuai dengan tujuan itu, petugas konseling KB diharapkan mempunyai hubungan


antar manusia (HAM) yang baik.
A. Perdarahan pervaginam postpartum
Defenisi perdarahan pervaginam 500 ml atau lebih, sesudah anak lahir atau setelah kala III. Perdarahan ini
bisa terjadi segera begitu ibu melehirkan terutama di dua jam pertama. Kalau terjadi perdarahan, maka tinggi
rahim akan bertambah naik, tekanan darah menurun, dan denyut nadi ibu menjadi cepat.
1) Klasifikasi klinis
Perdarahan Pasca Persalinan primer yakni perdarahan yang terjadi dalam 24 jam pertama, penyebab:
atonia uteri, retensio plasenta, dan robekan jalan lahir.
Perdarahan Pasca Persalinan Sekunder, yakin perdarahan yang terjadi setelah 24 jam pertama,
penyebab: robekan jalan lahir dan sisa plasenta atau membran.
2) Etiologi dan faktor Predisposisi
Penyebab perdarahan pasca persalinan ada beberapa sebab antara lain :
a. Atonia uteri (>75%), atau uteri tidak berkontraksi dalam 15 detik setelah dilakukan pemijatan fundus
uteri (plasenta telah lahir)
b. Robekan (laserasi, luka) jalan lahir atau robekan yang terjadi pada jalan lahir bisa disebabkan oleh
robekan spontan atau memang sengaja di lakukan episiotomi, robekan jalan lahir dapat terjadi
ditempat : Robekan serviks, perlukaan vagina, robekan perinium.
c. Retensio Plasenta dan sisa plasenta (plasenta tertahan didalam rahim baik sebahagian atau
seluruhnya).

d. Inversio Uterus (uterus keluar dari rahim)


e. Gangguan pembekuan darah (koagulopati)
Penanganan umum
a. Hentikan perdarahan
b. Cegah atau atasi syok
c. Ganti darah yang hilang :diberi infus cairan ( larutan garam fisiologis, plasma ekspander, Dextran
L), tranfusi darah kalau perlu oksigen.
B. Infeksi masa nifas
Infeksi nifas merupakan masuknya bakteri pada traktus genetalia, terjadi sesudah melahirkan,
kenaikan suhu sampai 38 derajat selsius atau lebih selama 2 hari dalam 10 hari pertama pasca
persalinan, dengan mengecualikan 24 jam pertama.
Etiologi
Organisme pada bekas implantasi plasenta atau laserasi akibat persalianan adalah Kuman anaerob :
kokus gram positif (peptostreptokok, peptokok, bakteriodes dan clostridium).
Kuman aerob : gram positif dan E. Coli
Faktor Predisposisi
1. Semua keadaan yang dapat menurunkan daya tahan tubuh.
2. Partus lama dengan ketuban pecah lama.
3. Tertinggalnya sisa plasenta, selaput dan bekuan darah.
4. Teknik aseptik yang tidak baik dan benar
5. Pemeriksaan vagina selama persalinan
6. Manipulasi intrauterus
7. Trauma/luka terbuka
8. Hematom dan hemoragi (darah hilang lebih dari 1000 ml)
9. Perawatan perinium yang tidak tepat
10. Infeksi vagina /servik atau penyakit menular seksual yang tidak ditangani
Macam macam infeksi masa nifas
A. Infeksi perinium, vulva, vagina dan serviks :
Nyeri serta panas pada tempat infeksi dan kadang kadang perih bila kencing. Bila getah radang bisa
keluar, biasanya keadaan nya tidak berat, suhu 38 derajat dan nadi dibawah 100 per menit. Bila luka
terinfeksi tertutup oleh jahitan dan getah bening tidak dapat keluar, demam bisa naik sampai 39 40,
disertai mengigil.
B. Endometritis
Tanda tanda dan gejala
a. Takikardi
b. Suhu, 38 40 derajat celcius
c. Menggigil
d. Nyeri tekan uterus
e. subinvolusi
f. distensi abdomen
g. lokea sedikit dan tidak berbau, atau banyak, berbau busuk, mengandung darah, dan seropuralen
h. jumlah sel darah putih meningkat
Penanganan Endrometritis :
rujuk kerumah sakit, konsultasi dokter, diberikan obat anti mikroba spektum luas atau terapi antiobiotik
tripel, biasanya secara IV, pulangkan jika dalam 24 jam tidak terjadi panas.

C. Septikemia dan piemia


Pada septikimia, penderita sudah sakit dan lemah. Sampai tiga hari postpartum suhu meningkat dengan
cepat, biasanya disertai mengigil. Selanjutnya, suhu berkisar antara 39 40 derajat celcius, keadaan cepat
memburuk, nadi menjadi cepat ( 140 -160 kali /menit atau lebih). Penderita meninggal dalam enam sampai
tujuh hari postpartum. Jika ia hidup terus, gejala gajala menjadi piema.
D. Peritonitis
Pada peritonitis umum terjadi peningkatan suhu tubuh, nadi cepat dan kecil, perut kembung dan nyeri, dan
ada defense musculaire. Muka yang semula kemerah-merahan menjadi pucat, mata cekung, kulit muka
dingin, terdapat fasies hippocratica. Pada peritonitis yang terbatas didaerah pelvis, gejala tidak seberat
peritonitis umum.
Penanganan yang dapat dilakukan adalah nasogastritik suction, berikan infus( Nacl atau Ringer Laktat),
antiobiotik sehingga bebas panas selama 24 jam ( ampisilin 2 gr IV, kemudian 1 gr setiap 6 jam, ditambah
gentamisin 5 mg/kg BB IV dosis tunggal/hari dan metronidazole 500 mg IV setiap 8 jam). Laparatomi
dilakukan pembersihan perut (peritoneal lavage).
E. Selulitis pelvik
Selulitis pelvika ringan dapat menyebabkan suhu yang meninggi dalam nifas. Bila suhu tinggi menetap
lebih dari satu minggu disertai dengan rasa nyeri dikiri atau dikanan dan nyeri pada pemeriksaan dalam,
hal ini patut dicurigai terhadap kemungkinan selulitis pelvik. Pada pemeriksaan dalam dapat diraba
tahanan padat dan nyeri disebelah uterus dan tahanan ini yang berhubungan erat dengan tulang panggul,
dapat meluas keberbagai jurusan. Ditengah tengah jaringan yang meradang itu bisa tumbuh abses.
F. Salpingitis dan ooforitis
Gejala salpingitis dan ooforitis tidak dapat dipisahkan dari pelvio peritonitis. Penyebaran melalui
permukaan endometrium. Kadang kadang jaringan infeksi menjalar ketuba fallopii dan ovarium disini
terjadi salpingitis dan / abfritis yang sukar dipisahkan dari polvio peritonitis.
G. Tromboflebitis
Perluasan infeksi nifas yang mengikuti aliran darah disepanjang vena dan cabang- cabangnya.
Tromboflebitis, dikelompokan sebagai berikut :
Pelvio tromboflebitis
1. Nyeri pada perut bagian bawah atau samping, pada hari ke 2-3 masa nifas dengan atau tanpa panas
2. Tampak sakit berat, menggigil berulang kali, suhubadan naik turun secara tajam, dapat berlangsung
selama 1-3 bulan
3. Terdapat leukositas
4. Pada periksa dalam hampir tidak ditemukan apa-apa karena yang paling banyak terkena ialah vena
ovarika yang sukar pada pemeriksaan dalam.
Tromboflebitis femoralis
a. Keadaan umum yang baik, subfebris selama 7-10 hari, kemudiaan naik pada hari ke 10 20,yang
disertai menggigil dan nyeri.
b. Pada salah satu kaki (biasanya kaki kiri), tanda tanda seperti kaki sedikit fleksi dan rotasi keluarserat
sulit bergerak, lebih panas dibandingkan dengan kaki yang lain. Nyeri hebat pada lipatan paha. Edema
kadang kadang terjadi sebelum atau setelah nyeri.
Penanganan :
a. Kaki ditinggikan untuk mengurangi edema, lakukan kompresi pada kaki, setelah mobilisasi kaki
hendaknya tetap dibalut elastik atau memakai kaus kaki panjang selama mungkin.

b. Kondisi ibu jelek, sebaiknya jangan menyusui.


c. Antiobiotik dan analgesik
Pencegahan infeksi nifas
Masa kehamilan :
mengurangi atau mencegah faktor faktor predisposisi, pemeriksaan dalam jaringan dilakukan kalau tidak
ada indikasi yang perlu, koitus pada hamil tua hendaknya dihindari atau dikurangi dan dilakukan hati
hati .
Selama persalinan :
hindari partus terlalu lama dan ketuban pecah lama, menyelesaikan persalinan dengan trauma sedikit
mungkin, perlukaan jalan lahir dijahit sebaik baiknya dan menjaga sterilitas, mecegah terjadinya
perdarahan banyak, semua petugas dalam kamar bersalin harus menutup hidung dan mulut dengan
masker, yang menderita infeksi pernafasan tidak diperbolehkan masuk kekamar bersalin, alat alat dan
kain-kain yang dipakai harus dicuci hama, hindari pemeriksaan dalam berulang-ulang.
Selama nifas :
luka dirawat dengan baik jangan sampai kena infeksi, alat alat dan pakaian serta kain yang digunakan
harus steril, penderita dengan infeksi nifas sebaiknya tidak bercampur dengan ibu sehat, pengunjungpengunjung dari luar hendaknya pada hari hari pertama dibatasi sedapat mungkin.
Komplikasi lain yang harus diwaspadai :
a. Sakit kepala, nyeri epigastrik, penglihatan kabur
b. Pembengkakan diwajah atau ekstremitas
c. Demam, muntah, rasa sakit waktu berkemih
d. Payudara yang berubah menjadi merah, panas, dan atau terasa sakit
e. Kehilanga nafsu makan dalam waktu yang lama
f. Rasa sakit, merah, lunak, dan pembengkakan di kaki
g. Merasa sedih atau tidak mampu mengasuh sendiri bayinya dan diri sendiri
Persiapan Pasien Pulang
1. Mengajari ibu tanda-tanda bahaya.
Ajarkan ibu jika melihat hal-hal berikut atau perhatikan bila ada sesuatu yang tidak beres, sehingga perlu
menemui seseorang bidan dengan segera :
a. Pendarahan hebat atau peningkatan pendarahan secara tiba-tiba (melebihi haid biasa atau jika
pendarahan tersebut membasahi lebih dari 2 pembalut dalam waktu setengah jam)
b. Pengeluaran cairan vaginal dengan bau busuk yang keras
c. Rasa nyeri diperut bagian bawah atau punggung
d. Sakit kepala yang terus-menerus, nyeri epigastrik, atau masalah penglihatan
e. Pembekangkan pada wajah dan tangan
f. Demam, muntah, rasa sakit saat berkemih atau merasa tidak enak badan
g. Payudara merah, panas,dan/atau sakit
h. Kehilangan selera makan untuk waktu yang lama
i. Rasa sakit, warna merah, nyeri tekan dan/atau pembengkakan pada kaki
j. Merasa sedih atau merasa tidak mampu mengurus diri sendiri dan bayinya
k. Merasa sangat letih atau nafas terengah-engah
2. Mengajari ibu proses fisiologis masa pasca bersalin dan perilaku yang baik pada kondisi tersebut.
a. Pengeluaran lokia. Setelah bersalin, rahim berusaha memulihkan keadaanya sendiri dengan cara
membersihkan lapisan bagian luar dan membangun kembali lapisan baru dari dalam. Ketika ia menguras
lapisan lama, kotoran tersebut akan keluar melalui vagina seperti saat datang bulan. Warna dan

konsistensinya akan berubah seiring waktu. Jelaskan tentang jumlah dan konsistensisnya yang normal
dari lokia. Sangat penting menjaga kebersihan, mengganti pembalut secara teratur, dan menjaga vagina
tetap kering dan bersih.
b. Nyeri setelah kelahiran pada fundus. Mulas terjadi karena rahim berkontaraksi agar ia dapat kembali ke
keadaan sebelum hamil. Selain itu, dipengaruhi oleh pemberian obat-obatan dan proses menyusui. Ada
beberapa hal yang dapat ibu lakukan untuk mengatasi rasa nyeri, antara lain:
Cegah agar kandung kemih tidak penuh
Berbaring telungkup dengan sebuah bantal dibawah perut
Mandi, duduk, berjalan-jalan, atau mengubah posisi
Minum parasetamol kira-kira satu jam sebelum menyusui
Pastikan ibu mengerti bahwa kontraksi ini sangat penting untuk mengendalikan pendarahan
c. Perineum. Vagina dan vulva akan sedikit memerah, bengkak, lecet dan nyeri, mungkin juga terluka.
Selain itu, terasa alebih lembut. Biasanya akan hilang setelah 1-2 minggu. Tindakan untuk mengurangi
rasa nyeri :
Kompres es
Rendam duduk
Latihan Kegel
d. Hemoroid. Sangat wajar terjadi hemoroid karena tekanan kepala dan upaya meneran. Ada beberapa hal
untuk mengurangi rasa nyeri ini, yaitu :
Rendam duduk
Hindari duduk terlalu lama
Banyak minum dan makan makanan berserat
Bidan dapat menggunakan salep Nupercainal
e. Diuresis/diaforesi. Saat hamil, tubuh menyimpan cairan yang banyak. Setelah lahir, tubuh
membuangnya lewat urine dan keringat. Hal ini terjadi pada minggu pertama pascabersalin. Anjurkan ibu
untuk tidak menghambat proses ini. Tetaplah minum air putih yang banyak, hindari menahan berkemih,
kenakan pakaian yang menyerap keringat, dan lain-lain
f. Bengkak dan pembesaran payudara. Lakukan beberapa hal berikut.
Kompres hangat payudara dengan kain atau handuk yang dihangatkan, atau mandi air hangat.
Jika bengkak, perah ASI secara manual sebelum memberikanya pada bayi.
Jika bayi sudah kenyang dan payudara masih penuh, perah susu secara manual.
Gunakan BH/bra yang baik.
Jika perlu, minum parasetamol untuk mengurangi rasa sakit.
g. Hubungan seksual. Dapat dilakukan pada minggu ke-2 sampai minggu ke-4 jika tidak ada pendarahan
dan luka episiotomi sudah sembuh. Untuk mengurangi rasa nyeri, gunakan lubrikasi. Penetrasi penis
Asuhan Kebidanan Ibu Postpartum Di Rumah
JADWAL KUNJUNGAN DI RUMAH
Ibu nifas sebaiknya paling sedikit melakukan 4 kali kunjungan masa nifas dilakukan untuk menilai keadaan
ibu dan bayi baru lahir dan untuk mencegah, mendeteksi dan menangani masalahmasalah yang terjadi.
Dimana hal ini dilakukan untuk menjaga kesehatan ibu dan bayinya, baik fisik maupun psikologik,
melaksanakan skirining yang komperhensif, mendeteksi masalah, mengobati atau merujuk bila terjadi
komplikasi pada ibu maupun bayinya, memberikan pendidikan kesehatan tentang perawatan kesehatan
diri, nutrisi, keluarga berencana, menyusui, pemberian imunisasi kepada bayinya dan perawatan bayi
sehat, serta memberikan pelayanan keluarga berencana.
Namun dalam pelaksanaan kunjungan masa nifas sangat jarang terwujud dikarenakan oleh beberapa
faktor diantaranya yaitu faktor fisik dan lingkungan ibu yang biasanya ibu mengalami keletihan setelah
proses persalinan dan membutuhkan waktu yang cukup lama untuk beristirahat, sehingga mereka enggan
untuk melakukan kunjungan nifas kecuali bila tenaga kesehatan dalam hal ini bidan yang melakukan
pertolongan persalinan datang melakukan kunjungan ke rumah ibu. Dilihat dari faktor lingkungan dan

keluarga juga berpengaruh dimana biasanya ibu setelah melahirkan tidak dianjurkan untuk berpergian
sendiri tanpa ada yang menemani sehingga ibu memiliki kesulitan untuk menyesuaikan waktu dengan
anggota keluarga yang bersedia untuk mengantar ibu melakukan kunjungan nifas.
Asuhan post partum di rumah difokuskan pada pengkajian, penyuluhan dan konseling. Dalam memberikan
asuhan kebidanan di rumah bidan dan keluarga diupayakan dapat berinteraksi dalam suasana yang
respek dan kekeluargaan. Tantangan yang dihadapi bidan dalam melakukan pengkajian dan peningkatan
perawatan pada ibu dan bayi di rumah pada pelaksanaannya bisa cukup umur, sehingga bidan akan
memberi banyak kesempatan untuk menggunakan keahlian berpikir secara kritis untuk meningkatkan
suatu pikiran kreatif perawatan bersama keluarga.
1. Perencanaan Kunjungan Rumah
a. Merencanakan kunjungan rumah dalam waktu tidak lebih dari 24-48 jam setelah kepulangan klien ke
rumah
b. Pastikan keluarga telah mengetahui rencana mengenai kunjungan rumah dan waktu kunjungan bidan ke
rumah telah direncanakan bersama anggota keluarga.
c. Menjelaskan maksud dan tujuan kunjungan.
2. Keamanan merupakan hal yang harus dipikirkan oleh bidan. Tindakan kewaspadaan ini dapat
meliputi:
a. Mengetahui dengan jelas alamat yang lengkap arah rumah klien
b. Gambar rute alamat klien dengan peta sebelum berangkat perhatikan keadaan disekitar lingkungan
rumah klien
c. Beritahu rekan kerja anda ketika anda pergi untuk kunjungan
d. Beri kabar kepada rekan anda segera setelah kunjungan selesai (Ambar, 2009).
Kesehatan ibu merupakan komponen yang sangat penting dalam kesehatan reproduksi karena seluruh
komponen yang lain sangat dipengaruhi oleh kesehatan ibu. Apabila ibu sehat maka akan menghasilkan
bayi yang sehat yang akan menjadi generasi kuat. Ibu yang sehat juga menciptakan keluarga sehat dan
bahagia.
Jadwal kunjungan rumah paling sedikit dilakukan 4x, yaitu diantaranya :
1. Kunjungan 1 (6-8 jam setelah persalinan)
Kunjungan pertama dilakukan setelah 6-8 jam setelah persalinan, jika memang ibu melahirkan
dirumahnya. Kunjungan dilakukan karena untuk jam-jam pertama pasca salin keadaan ibu masih rawan
dan perlu mendapatkan perawatan serta perhatian ekstra dari bidan, karena 60% ibu meninggal pada saat
masa nifas dan 50% meninggal pada saat 24 jam pasca salin.
Adapun tujuan dari dilakukan kunjungan tersebut ialah :
a. Mencegah perdarahan masa nifas karena atonia uteri
b. Memberikan konseling pada ibu atau salah satu anggota keluarga bagaimana mencegah perdarahan
masa nifas karena atonia uteri.
c. Pemberi ASI awal : bidan mendorong pasien untuk memberikan ASI secara ekslusif, cara menyusui yag
baik, mencegah nyeri puting dan perawatan puting (Meilani, 2009: 54)
d. Menjaga bayi tetap sehat dengan cara mencegah hipotermi.
e. Mendeteksi dan merawat penyebab lain perdarahan, rujuk jika perdarahan berlanjut.
f. Jika petugas kesehatan menolong persalinan, ia harus tinggal dengan ibu dan bayi baru lahir untuk 2
jam pertama setelah kelahiran atau sampai ibu dan bayi dalam keadaan stabil .
g. Perdarahan : bidan mengkaji warna dan banyaknya/ jumlah yang semestinya, adakah tanda-tanda
perdarahan yang berlebihan, yaitu nadi cepat dan suhu naik, uterus tidak keras dan TFU menaik.
h. Involusi uterus : bidan mengkaji involusi uterus dan beri penjelasan ke pasien mengenai involusi uterus.
i. Pembahasan tentang kelahiran, kaji perasaan ibu.
j. Bidan mendorong ibu untuk memperkuat ikatan batin antara ibu dan bayi (keluarga), pentingnya

sentuhan fisik, komunikasi dan rangsangan.


k. Bidan memberikan penyuluhan tentang tanda-tanda bahaya baik bagi ibu maupun bayi dan rencana
menghadai kegawat daruratan (Meilani, 2009: 54).
2. Kunjungan 2 (6 hari setelah persalinan)
Kunjungan kedua dilakukan setelah enam hari pasca salin dimana ibu sudah bisa melakukan aktivitasnya
sehari-hari seperti sedia kala.
Tujuan dari dilakukannya kunjungan yang kedua yaitu :
a. Memastikan involusi uterus berjalan normal, uterus berkontraksi, fundus dibawah umbikalis, tidak ada
perdarahan abnormal, tidak ada bau.
b. Memastikan ibu menyusui dengan baik dan tidak memperlihatkan tanda-tanda penyulit.
c. Memberikan konseling pada ibu mengenai seluruh asuhan pada bayi, tali pusat, menjaga bayi tetap
hangat, dan merawat bayi sehari-hari .
d. Menilai adanya tanda-tanda demam, infeksi atau perdarahan abnormal.
e. Memastikan ibu mendapatkan cukup makanan, cairan dan istirahat
f. Diet : makanan seimbang, banyak mengandung protein, serat dan air sebanyak 8-10 gelas per hari
untuk mencegah konstipasi kebutuhan kalori untuk laktasi, zat besi, vitamin A.
g. Kebersihan/ perawatan diri sendiri, terutama putting susu dan perineum.
h. Senam kegel serta senam perut yang ringan tergantung pada kondisi ibu.
i. Kebutuhan akan istirahat : cukup tidur.
j. Bidan mengkaji adanya tanda-tanda post partum blues.
k. Keluarga berencana melanjutkan hubungan seksual setelah selesai masa nifas.
l. Tanda-tanda bahaya : kapan dan bagaimana menghubungi bidan jika ada tanda-tanda bahaya,
m. Perjanjian untuk pertemuan berikutnya (Meilani, 2009: 54).
3. Kunjungan 3 ( 2-4 minggu setelah persalinan)
Kunjungan ke tiga dilakukan setelah 2 minggu pasca dimana untuk teknis pemeriksaannya sama persis
dengan pemeriksaan pada kunjungan yang kedua. Untuk lebih jelasnya tujuan daripada kunjungan yang
ketiga yaitu :
a. Menilai adanya tanda-tanda demam, infeksi atau perdarahan abnormal
b. Memastikan ibu mendapatkan cukup makanan, cairan dan istirahat
c. Memastikan ibu menyusui dengan baik dan tidak memperlihatkan tanda-tanda penyulit
d. Memberikan konseling pada ibu mengenai seluruh asuhan pada bayi, tali pusat, menjaga bayi tetap
hangat, dan merawat bayi sehari-hari .
e. Gizi : zat besi/ folat, makanan yang bergizi
f. Menentukan dan menyediakan metode dan alat KB
g. Senam : rencana senam lebih kuat dan menyeluruh setelah otot abdomen kembali normal
h. Keterampilan membesarkan dan membina anak
i. Rencana untuk asuhan selanjutnya bagi ibu
j. Rencana untuk chek-up bayi serta imunisasi
4. Kunjungan 4 (4-6 minggu setelah persalinan)
Untuk kunjungan yang ke empat lebih difokuskan pada penyulit dan juga keadaan laktasinya. Lebih
jelasnya tujuan dari kunjungan ke empat yaitu :
a. Menanyakan pada ibu tentang penyulit-penyulit yang ia atau ibu hadapi
b. Tali pusat harus tetap kencang
c. Perhatikan kondisi umum bayi .
d. Memberikan konseling mengenai imunisasi, senam nifas serta KB secara dini .
Tindakan yang baik untuk asuhan masa nifas normal pada ibu di rumah yaitu:
1. Kebersihan Diri

a. Menganjurkan kebersihan seluruh tubuh.


b. Mengajarkan ibu bagaimana membersihkan daerah kelamin dengan sabun dan air. Pastikan bahwa ia
mengerti untuk membersihkan daerah di sekitar vulva terlebih dahulu dari depan ke belakang baru
kemudian membersihkan daerah sekitar anus. Nasehatkan ibu untuk membersihkan diri setiap kali selesai
buang air kecil atau besar.
c. Menyarankan ibu untuk mengganti pembalut atau kain pembalut setidaknya dua kali sehari. Kain dapat
digunakan ulang jika telah dicuci dengan baik, dan dikeringkan di bawah matahari atau disetrika.
d. Menyarankan ibu untuk mencuci tangan dengan sabun dan air sebelum dan sesudah membersihkan
daerah kelaminnya.
e. Jika ibu mempunyai luka episiotomi atau laserasi, sarankan kepada ibu untuk menghindari menyentuh
daerah luka.
2. Istirahat
a. Menganjurkan ibu untuk istirahat cukup untuk mencegah kelelahan yang berlebihan.
b. Menyarankan ibu untuk kembali ke kegiatan-kagiatan rumah tangga biasa secara perlahan-lahan, serta
untuk tidur siang atau beristirahat selagi bayi tidur.
c. Menjelaskan kepada ibu bahwa kurang istirahat akan mempengaruhi ibu dalam berbagai hal :
1) Mengurangi jumlah ASI yang diproduksi
2) Memperlambat proses involusi uterus dan memperbanyak perdarahan
3) Menyebabkan depresi dan ketidakmampuan untuk merawat bayi dan dirinya sendiri
3. Latihan
a. Mendiskusikan pentingnya mengembalikan otot-otot perut dan panggul kembali normal. Ibu akan
merasakan lebih kuat dan ini menyebabkan otot perutnya menjadi kuat sehingga mengurangi rasa sakit
pada punggung.
b. Menjelaskan bahwa latihan-latihan tertentu beberapa menit setiap hari dapat membantu mempercepat
mengembalikan otot-otot perut dan panggul kembali normal, seperti:
1) Tidur telentang dengan lengan di samping, menarik otot perut selagi menarik nafas, tahan nafas ke
dalam dan angkat dagu ke dada, tahan satu hitungan sampai lima. Rileks dan ulangi 10 kali.
2) Untuk memperkuat otot vagina, berdiri dengan tungkai dirapatkan. Kencangkan otot-otot pantat dan dan
panggul tahan sampai 5 kali hitungan. Kendurkan dan ulangi latihan sebsnyak 5 kali.
3) Mulai dengan mengerjakan 5 kali latihan untuk setiap gerakan. Setiap minggu naikkan jumlah latihan 5
kali lebih banyak. Pada minggu ke-6 setelah persalinan ibu harus mengerjakan latihan sebanyak 30 kali.
4. Gizi
Pendidikan untuk Ibu menyusui harus:
a. Mengkonsumsi tambahan 500 kalori setiap hari
b. Makan dengan diet berimbang untuk mendapatkan protein, mineral dan vitamin yang cukup.
c. Minum sedikitnya 3 liter air setiap hari (anjurkan ibu untuk minum setiap kali menyusui)
d. Tablet zat besi harus diminum untuk menambah zat gizi setidaknya selama 40 hari pasca bersalin.
e. Minum kapsul vit. A (200.000 unit) agar bisa memberikan vitamin A kepada bayinya melalui ASInya.
5. Perawatan Payudara
Perawatan payudara untuk ibu postpartum dirumah yaitu :
a. Menjaga payudara tetap bersih dan kering.
b. Mengenakan BH yang menyokong payudara.
c. Apabila putting susu lecet oleskan colostrum atau ASI yang keluar pada sekitar putting susu setiap kali
selesai menyusui. Menyusui tetap dilakukan dari putting susu yang tidak lecet.
d. Apabila lecet sangat berat dapat diistirahatkan selama 24 jam. ASI dikeluarkan dan diminumkan dengan
sendok.
e. Apabila payudara bengkak akibat bendungan ASI, lakukan:

1) Pengompresan payudara dengan menggunakan kain basah dan hanagat selama 5 menit.
2) Urut payudara dari arah pangkal menuju putting atau gunakan sisir untuk mengurut payudara dengan
arah Z menuju putting.
3) Keluarkan ASI sebagian dari nagian depan payudara sehingga putting susu menjadi lunak.
4) Susukan bayi setiap 2-3 jam sekali. Apabila tidak dapat menghisap seluruh ASI keluakan dengan
tangan.
5) Letakkan kain dingin pada payudara setelah menyusui.
6) Payudara dikeringkan.
6. Hubungan Perkawinan atau Rumah Tangga
Secara fisik aman untuk memulai hubungan suami istri begitu darah merah berhenti dan ibu dapat
memasukkan satu atau dua jarinya ke dalam vagina tanpa rasa nyeri. Begitu darah merah berhenti dan
tidak merasakan ketidaknyamanan, aman untuk memulai melakukan hubungan suami istri kapan saja ibu
siap. Banyak budaya mempunyai tradisi menunda hubungan suami istri sampai masa waktu tertentu,
misalnya setelah 40 hari atau 6 minggu setelah persalinan. Keputusan tergantung pada pasangan yang
bersangkutan.
7. Keluarga Berencana
Idealnya pasangan harus menunggu sekurang-kurangnya 2 tahun sebelum ibu hamil kembali. Setiap
pasangan harus menentukan sendiri kapan dan bagaimana mereka ingin merencanakan tentang
keluarganya. Namun, petugas kesehatan dapat membantu merencanakan keluarganya dengan
mengajarkan kepada mereka cara mencegah kehamilan yang tidak diinginkan. Biasanya wanita tidak
menghasilkan telur (ovulasi) sebelum ia mendapatkan lagi haidnya selama menyusui. Oleh karena itu,
metode amenore laktasi dapat dipakai sebelum haid pertamakembali
Untuk mencegah terjadinya kehamilan baru. Resiko cara ini adalah 2% kehamilan. Meskipun beberapa
metode KB mengandung resiko, menggunakan kontrasepsi tetap lebih aman, terutama apabila ibu telah
haid lagi.
Sebelum menggunakan metode KB hal-hal berikut sebaiknya dijelaskan dahulu kepada ibu:
a. Bagaiman metode ini dapat mencegah kehamilan dan efektifitasnya
b. Kelebihan/ keuntungan
c. Kekurangannya
d. Efek samping
e. Bagaimana menggunakan metode ini.
f. Kapan metode itu dapat mulai digunakan untuk wanita pasca salin yang menyusui
Jika seorang ibu telah memiliki metode KB tertentu, ada baiknya untuk bertemu dengannya lagi

Вам также может понравиться