Вы находитесь на странице: 1из 53

0

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERILAKU PUS


DALAM DETEKSI DINI KANKER SERVIKS DENGAN METODE IVA
DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KEBUMEN I
KABUPATEN KEBUMEN
Proposal
Sebagian Persyaratan Untuk Mencapai Derajat Sarjana S1
Minat Utama Program Studi Ilmu Keperawatan

Disusun Oleh:
YUPI NURHASTUTI
NIM: A1.0900564

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH
GOMBONG
2013

BAB I
PENDAHULUAN

A.

Latar belakang
Kanker merupakan salah satu penyakit yang menyebabkan kematian
terbesar pada abad ini. Pada tahun-tahun terakhir ini tampak adanya
peningkatan kasus kanker karena disebabkan oleh pola hidup yang salah seperti
kebiasaan merokok, minuman beralkohol, makanan mengandung lemak jenuh,
kehidupan seks bebas dan lain-lain. Kanker merupakan suatu jenis penyakit
yang ditandai dengan pertumbuhan abnormal dan tidak terkendali dari sel-sel
tubuh (Hembing, 2005).
Penyakit kanker leher rahim merupakan masalah kesehatan yang penting
bagi wanita di seluruh dunia. Kanker serviks (kanker leher rahim) adalah sel-sel
tidak normal pada leher rahim, yaitu bagian bawah rahim yang menonjol ke
dalam kelamin wanita. Kanker serviks pada stadium dini sering tidak
menunjukkan gejala atau tanda yang khas, bahkan tidak ada gejala sama sekali
(Nasir, 2009). Kanker leher rahim merupakan keganasan yang terjadi pada leher
rahim dan disebabkan oleh infeksi Human Papilloma Virus (HPV). Kanker ini
telah menyerang lebih dari 1,4 juta wanita di seluruh dunia (Depkes RI, 2012).
Berdasarkan International Agency for Research on Cancer (IARC) dalam
Depkes RI (2012), insidens kanker leher rahim di Indonesia sebesar 16 per
100.000 perempuan. WHO dalam jurnal yang diterbitkan pada tahun 2012

dengan judul: HPV and Cervical Cancer in The World 2012 Report
mengatakan diperkirakan 15050 kasus baru kanker leher rahim muncul setiap
tahunnya dan sebanyak 7566 kasus kematian terjadi akibat kanker leher rahim.
Di Kabupaten Kebumen tahun 2006 tercatat 473 kasus kanker, 11,42%
di antaranya adalah kanker leher rahim dan 31,08% kanker payudara. Kanker
leher rahim mempunyai patofisiologi yang jelas dan dapat dideteksi & diobati
pada saat lesi pra-kanker/displasia. Berdasarkan laporan cakupan pemeriksaan
IVA Kabupaten Kebumen akhir tahun 2011, dari 89.757 sasaran wanita usia
subur, yang sudah dilakukan pemeriksaan IVA baru sebanyak 22.370
perempuan (24,9%) dengan IVA (+) 1023 kasus (4,8%) dan curiga ca servik 24
kasus (0,1%). (Dinas Kesehatan Kabupaten Kebumen, 2012). Menurut Laporan
Puskesmas Kebumen I diperoleh bahwa PUS yang melakukan pemeriksaan
kanker serviks dengan metode IVA pada tahun 2010 sebanyak 2.344 PUS
(50,82%). Pada tahun 2011 PUS yang melakukan pemeriksaan kanker serviks
dengan metode IVA sebanyak 1.505 PUS (32,6%) dan pada tahun 2012
sebanyak 1.230 PUS (26,7%).
Untuk mendeteksi dini kanker serviks, diperlukan metode skrining
alternatif yang mampu mengenali lesi prakanker serviks. Metode alternatif
skrining kanker serviks tersebut salah satunya inspeksi visual dengan pulasan
asam asetat (IVA). IVA adalah metode baru deteksi dini kanker leher rahim
dengan mengoleskan asam asetat (cuka) ke dalam leher rahim. Bila terdapat lesi
kanker, maka akan terjadi perubahan warna menjadi agak keputihan pada leher

rahim yang diperiksa.


Menurut Notoatmodjo (2010), perilaku adalah tindakan suatu organisme
yang dapat diamati dan bahkan dipelajari. Menurut Green dalam Notoatmodjo
(2010), bahwa faktor pencetus timbulnya perilaku adalah pikiran dan motivasi
untuk berperilaku. Faktor-faktor tersebut meliputi pengetahuan, sikap,
kepercayaan, keyakinan, nilai dan persepsi yang berhubungan dengan motivasi
individu untuk berperilaku.
Menurut Nugroho (2008) mengatakan bahwa konsep sakit dan penyakit
dibentuk atas dasar nilai budaya setempat. Salah satu hal yang mempengaruh
nilai budaya dari suatu daerah adalah tingkat pendidikan masayarakat di daerah
tersebut. Dengan demikian, akan terjadi berbagai variasi perilaku pemanfaatan
fasilitas kesehatan yang dipengaruhi oleh tingkat pendidikan dan nilai budaya
dari daerah tersebut. Pemeriksaan IVA merupakan bagian dari pemanfaatan
fasilitas kesehatan yang disediakan oleh pemerintah. Sementara itu,
Syamrilaode (2011) mengatakan bahwa perilaku kesehatan merupakan respon
seseorang atau organisme terhadap stimulus atau obyek yang berkaitan dengan
sakit dan penyakit, system pelayanan kesehatan, makanan, dan minuman, serta
lingkungan
Menurut Hardyowinoto (2009), seseorang yang menjalani hidup dapat
diasumsikan bahwa semakin tua usianya, maka pengamalan juga semakin
banyak, pengetahuaanya semakin luas, keahliannya semakin mendalam dan
kearifannya semakin mantap dalam pengambilan keputusan dan tindakan salah

satunya tindakan pemeriksaan IVA.


Menurut Nugraheni (2007), pendidikan adalah suatu proses untuk
mengembangkan semua aspek kepribadian yang meliputi pengetahuan, nilai,
sikap dan keterampilan. Azwar (2011) menyatakan bahwa pendidikan akan
membuat seseorang terdorong untuk ingin tahu, untuk mencari pengalaman dan
untuk mengorganisasikan pengalaman sehingga informasi yang diterima akan
menjadi pengetahuan. Pengetahuan yang dimiliki akan membentuk suatu
keyakinan untuk melakukan perilaku tertentu salah satunya perilaku
pencegahan kanker serviks menggunakan metode IVA.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Dewi (2009), menunjukkan
bahwa secara simultan pengetahuan dan sikap PUS berpengaruh terhadap
perilaku pemeriksaan IVA di Puskesmas Buleleng I, Kecamatan Buleleng,
sebesar 72,7%. Terdapat hubungan positif antara tingkat pengetahuan dan sikap
PUS dengan pemeriksaan IVA di Puskesmas Buleleng I.
Menurut penelitian Siti (2012), dalam jurnal AKBID-Purworejo,
menunjukkan bahwa ada hubungan antara karakteristik wanita menurut umur,
pendidikan, dan pekerjaan terhadap kesadaran pemeriksaan IVA di puskesmas
Jekulo kudus.
Menurut survei pendahuluan yang telah dilakukan pada tanggal 1 Maret
2013 di Puskesmas Kebumen I, kegiatan yang dilakukan pada program deteksi
kanker leher rahim ini adalah pemeriksaan IVA. Berdasarkan wawancara yang
dilakukan kepada petugas IVA, pemanfaatan pelayanan IVA masih rendah,

karena banyak wanita yang merasa tidak perlu dan enggan melakukan
pemeriksaan IVA. Hasil wawancara terhadap 10 PUS yang memeriksakan diri
diperoleh data bahwa kurangnya minat PUS untuk melakukan pemeriksaan
kanker serviks dengan metode IVA disebabkan oleh beberapa faktor yaitu
responden mengatakan kurang mengetahui tentang pemeriksaan IVA, memiliki
aktifitas bekerja sehingga enggan meluangkan waktu pergi ke puskesmas
kecuali memiliki keluhan sakit.
Dari uraian latar belakang diatas maka hal tersebut yang menarik
perhatian peneliti untuk mengangkat permasalahan ini didalam penelitian.
Peneliti ingin mengetahui lebih jauh tentang faktor-faktor yang mempengaruhi
perilaku PUS dalam deteksi dini kanker serviks dengan metode IVA di Wilayah
Kerja Puskesmas Kebumen I Kabupaten Kebumen.

B.

Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengan perilaku
PUS dalam deteksi dini kanker serviks dengan metode IVA di Wilayah Kerja
Puskesmas Kebumen I Kabupaten Kebumen ?.

C.

Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku PUS
dalam deteksi dini kanker serviks dengan metode IVA di Wilayah Kerja
Puskesmas Kebumen I Kabupaten Kebumen.
2.

Tujuan Khusus
1. Mengetahui hubungan antara pengetahuan dengan perilaku PUS dalam
deteksi dini kanker serviks dengan metode IVA di Wilayah Kerja
Puskesmas Kebumen I Kabupaten Kebumen.
2. Mengetahui hubungan antara sikap dengan perilaku PUS dalam
deteksi dini kanker serviks dengan metode IVA di Wilayah Kerja
Puskesmas Kebumen I Kabupaten Kebumen.
3. Mengetahui hubungan antara tingkat pendidikan terhadap perilaku
PUS dalam deteksi dini kanker serviks dengan metode IVA di Wilayah
Kerja Puskesmas Kebumen I Kabupaten Kebumen.
4. Mengetahui hubungan antara umur dengan perilaku PUS dalam
deteksi dini kanker serviks dengan metode IVA di Wilayah Kerja
Puskesmas Kebumen I Kabupaten Kebumen.

D.

Manfaat Penelitian
1. Bagi Puskesmas Kebumen I
Memberikan masukan bagi program Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) dalam
upaya meningkatkan cakupan deteksi dini kanker serviks dengan metode
IVA.
2. Bagi Masyarakat
Memberikan informasi kepada masyarakat khususnya PUS tentang deteksi
dini kanker serviks dengam metode IVA dan faktor-faktor yang
berpengaruh terhadap kanker serviks.
3. Bagi Peneliti
Dapat menambah wawasan dan pengetahuan khususnya tentang faktorfaktor yang hubungan dengan perilaku PUS dalam deteksi dini kanker
serviks dengan metode IVA di Wilayah Kerja Puskesmas Kebumen I
Kabupaten Kebumen.

E.

Keaslian Penelitian
1. Reny (2012), melakukan penelitian dengan judul Gambaran pengetahuan
wanita tentang pencegahan dan deteksi dini kanker serviks di RT 09 RW VII
sawunggaling surabaya. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui
pengetahuan wanita tentang pencegahan dan deteksi dini kanker serviks di
Rt 09 RW VII Sawunggaling Surabaya. Desain dalam penelitian

ini adalah deskriptif, populasinya adalah seluruh wanita di RT 09 RW VII


Sawunggaling Surabaya sebesar 83 orang. Sampel diambil dengan
menggunakan teknik simple random sampling, sehingga didapatkan sampel
sebesar 69 responden. Pengambilan data dengan menggunakan kuesioner,
kemudian dimasukkan tabel frekuensi distribusi yang dianalisa dalam
bentuk persentase. Hasil penelitian didapatkan bahwa dari 69 responden
menunjukkan sebagian kecil (8,6 %) responden memiliki pengetahuan baik,
sebagian besar (50,8 %) memiliki pengetahuan cukup, dan hampir
setengahnya (40,6 %) berpengetahuan kurang.
2. Kristina (2011) melakukan penelitian dengan judul Gambaran tingkat
pengetahuan ibu tentang iva sebagai deteksi dini kanker serviks di RT 07
RW VI Pacar Kembang Surabaya. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengetahui tingkat pengetahuan ibu tentang IVA sebagai deteksi dini kanker
serviks. Rancang bangun penelitian ini menggunakan metode deskriptif.
Populasi dalam penelitian ini adalah semua ibu yang sudah menikah
sebanyak 50 responden dan besar sampelnya adalah 45 responden yang
diambil dengan cara simple random sampling. Data diperoleh dengan
menggunakan kuesioner. Kemudian dianalisis secara deskriptif dengan
menggunakan persentase. Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa
dari 45 responden yang memiliki pengetahuan cukup sebesar 17 responden
(37,8%), sedangkan yang memiliki pengetahuan baik dan kurang memiliki
nilai yang sama yaitu sebesar 14 responden (31,1%).

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori
1. Kanker Leher Rahim
a. Pengertian
Kanker ginekologik adalah tumbuhnya sel-sel neoplastik secara tidak
terkontrol pada jaringan organ genetik wanita terdiri dari uterus, tuba
fallopi, ovarium, vagina dan vulva. Kanker pada organ genetika merupakan
penyebab morbiditas dan mortalitas terbesar kedua setelah kanker
payudara. Kanker leher rahim adalah kanker yang terjadi pada servik uterus
(leher rahim, suatu daerah pada organ reproduksi wanita yang merupakan
pintu masuk ke arah rahim yang terletak antara rahim dan liang sanggama
(vagina). Kanker serviks sering disebut juga kanker leher rahim (Sukaca,
2009).
b. Penyebab
Penyebab kanker leher rahim belum diketahui dengan pasti, namun diduga
penyebabnya Human Papilloma Virus (HPV). Infeksi virus papilloma
terdapat pada wanita yang aktif secara seksual. Dari beberapa pemeriksaan
laboratorium terbukti bahwa lebih dari 90% kondiloma serviks semua
neoplasia intraepitel serviks dan kanker leher rahim mengandung DNA

10

HPV. HPV ini dapat menyerang alat kelamin bagian luar vagina, leher
rahim dan di sekitar anus (Aziz M.F, 2008).
c. Faktor Risiko Kanker Leher Rahim
Beberapa faktor-faktor yang menyebabkan perempuan terpapar HPV
(sebagai penyebab dari kanker leher rahim) adalah sebagai
berikut: 1) Hubungan Seks Pada Usia Muda
Faktor risiko ini merupakan salah satu faktor risiko terpenting
karena Penelitian para pakar menunjukkan bahwa semakin muda wanita
melakukan hubungan seksual maka semakin besar risiko terkena kanker
leher rahim. Wanita yang melakukan hubungan seks pertama sekali pada
usia kurang dari 17 tahun mempunyai risiko 3 kali lebih besar daripada
wanita yang berhubungan seksual pertama sekali pada usia lebih dari 20
tahun (Sukaca, 2009).
2) Multipartner Seks
Perilaku berganti-ganti pasangan seksual akan meningkatkan
penularan penyakit kanker leher rahim. Risiko terkena kanker leher
rahim meningkat 10 kali lipat pada wanita mempunyai teman seksual 6
orang atau lebih. Bukan hanya ini saja, bila seorang suami juga bergantiganti pasangan seksual dengan wanita lain misalnya wanita tuna susila
(WTS), maka suaminya dapat membawa virus HPV dan menularkan
kepada istrinya (Sukaca, 2009).

11

3) Jumlah Paritas
Paritas merupakan keadaan dimana seorang wanita pernah
melahirkan bayi yang dapat hidup atau viable. Paritas yang berbahaya
adalah dengan memiliki jumlah anak lebih dari 2 orang atau jarak
persalinan terlampau dekat. Hal ini dikarenakan persalinan yang
demikian dapat menyebabkan timbulnya perubahan sel-sel abnormal
pada mulut rahim. Jika jumlah anak yang dilahirkan melalui jalan
normal banyak dapat menyebabkan terjadinya perubahan sel abnormal
dari epitel pada mulut rahim, dan dapat berkembang menjadi keganasan
(Sukaca, 2009).
4) Pemakaian Alat Kontrasepsi
Penggunaan kontrasepsi pil dalam jangka waktu lama (5 tahun
atau lebih) meningkatkan risiko kanker leher rahim sebanyak 2 kali.
Sedangkan pemakaian kontrasepsi oral lebih dari 5 tahun dapat
meningkatkan risiko relatif kanker leher rahim 1,53 kali (Sukaca, 2009).
5) Riwayat Perokok
Wanita perokok mempunyai risiko 2 kali lipat terkena kanker leher
rahim dibandingkan wanita yang tidak. Lendir serviks wanita perokok
mengandung nikotin dan zat lainnya yang terdapat dalam rokok. Zat-zat
tersebut menurunkan daya tahan serviks. Tembakau merusak sistem
kekebalan dan mempengaruhi kemampuan tubuh untuk melawan infeksi
HPV pada serviks (Sukaca, 2009).

12

d. Gejala Klinik
Pada permulaan penyakit yaitu pada stadium awal belum dijumpai
gejala-gejala yang spesifik bahkan pada umumnya tanpa gejala. Pada
stadium awal ini dapat dideteksi secara dini (Manuaba, 2008). Gejala yang
mungkin dapat dideteksi ialah mula-mula keluar cairan encer keputihan,
kemudian warna sekrit menjadi merah muda lalu coklat seperti air kotor
dan berbau busuk yang disebabkan oleh jaringan tumor nekrosis dan
infeksi (Nugroho BD, 2007). Pada awal stadium lanjut dijumpai riwayat
pendarahan intermenstrual. Biasanya timbul pendarahan setelah senggama
(contact bleeding), anemi sering ditemukan sebagai akibat dari pendarahan
yang terus berlangsung (Rayburn, 2008).
Pada stadium lanjut terdapat nyeri di daerah panggul akibat tumor
yang nekrotik, perasaan nyeri juga menjalar ke paha. Gejala hematuri dan
pendarahan rektal timbul bila tumor sudah menjalar ke vesika urinaria dan
rectum. Penurunan berat badan dan anemia adalah karakteristik sari
stadium kanker leher rahim (Sinclair, 2012).
e. Upaya Pencegahan Leher Rahim
Pencegahan penyakit kanker leher rahim adalah upaya-upaya yang
dilakukan untuk mengurangi angka kesakitan dan angka kematian akibat
kanker leher rahim, yang dapat dilakukan dengan 3 cara, yaitu:

13

1) Pencegahan Primer
Pencegahan primer dapat dilakukan melalui penyuluhan dan
pendidikan kepada masyarakat mengenai faktor penyebab terjadinya
kanker leher rahim. Keberhasilan program penyuluhan yang dilanjutkan
dengan skrining terbukti efektif dalam menurunkan kasus kanker leher
rahim di beberapa negara seperti Finlandia dan Amerika Serikat,
sedangkan untuk individu penyuluhan dilakukan dalam upaya mencegah
masuknya virus ke dalam tubuh dengan menghindari berganti-ganti
pasangan seks, pemberian vaksin HPV dan menekan faktor risiko
penyebab kanker, seperti merokok, menghindari hubungan seks pada
usia muda, berperilaku hidup sehat serta memperbanyak konsumsi
sayuran dan buah (Hidayanti, 2011).
2) Pencegahan Sekunder
Salah satu bentuk pencegahan sekunder kanker leher rahim
adalah dengan melakukan deteksi dini terhadap kanker dan pemeriksaan
gejala klinis pada stadium awal. Bagi wanita yang tidak berganti-ganti
pasangan, tidak melakukan hubungan seksual dibawah usia 20 tahun,
selalu merawat kebersihan alat kelamin dan tidak merokok, pemeriksaan
tes Inspeksi Visual Asetat dapat dilakukan sekali dalam 5 tahun,
terutama wanita dengan usia 30 tahun sampai dengan 50 tahun
(Tambunan, 2005).

14

3) Pencegahan Tertier
Pencegahan

tertier

yang

dapat

dilakukan

berupa

mempertahankan kualitas hidup orang yang positif menderita kanker


dengan cara pemberian asupan gizi yang baik, memberi dukungan
kepada penderita baik dari keluarga maupun dari petugas kesehatan.
Pencegahan lainnya berupa pengobatan dan penatalaksanaan medis
untuk mencegah atau memperlambat proses penyebaran kanker ke
bagian tubuh yang lain. Penyuluhan terhadap pasangan penderita kanker
leher rahim yang telah menjalani histerektomi total agar tetap
mempertahankan keharmonisan hubungan suami istri (Hidayanti, 2011).
f. Deteksi Dini Kanker Leher Rahim
Menurut Octiyanti (2006), deteksi dini kanker leher rahim
merupakan upaya pencegahan sekunder kanker leher rahim. Dilakukan
skrining menggunakan tes tertentu untuk mendeteksi dini kanker leher
rahim pada fase pra kanker. Deteksi Dini Kanker Leher Rahim perlu
dilakukan karena:
1) Kanker leher rahim merupakan masalah kesehatan masyarakat yang
penting di negara-negara berkembang dengan sumber daya terbatas.
2) Fase pra kanker dapat dikenali dan dideteksi sehingga dapat
ditatalaksana secara aman, efektif dan dengan cara yang dapat diterima.

15

3) Perkembangan

dari

fase

pra

kanker

menjadi

kanker

dapat

membutuhkan waktu relatif lama (hingga sepuluh tahun) sehingga


cukup waktu untuk melakukan deteksi dan terapi.
4) Terapi pada fase pra kanker amat murah dibandingkan dengan
penatalaksanaan bila sudah terjadi kanker.
5) Target : menemukan lesi pra kanker leher rahim (lesi intra epitel leher
rahim/ neoplasia intra epitel leher rahim)
6) Bila dilakukan terapi pada lesi pra kanker leher rahim, kesembuhan
dapat mencapai 100%.
2. Inspeksi Visual Asam Asetat (IVA)
a. Pengertian
Pemeriksaan Inspeksi Visual Asam Asetat (IVA) adalah pemeriksaan
yang pemeriksanya (dokter, bidan, perawat, paramedis) mengamati
serviks yang telah diberi asam asetat/asam cuka 3-5% secara inspekulo
dan dilihat dengan penglihatan mata langsung (Nurlaila, 2005).
IVA adalah pemeriksaan skrining kanker serviks dengan cara
inspeksi visual pada serviks dengan aplikasi asam asetat. Dengan metode
inspeksi visual yang lebih mudah, lebih sederhana, lebih mampu laksana,
maka skrining dapat dilakukan dengan cakupan lebih luas, diharapkan
temuan kanker serviks dini akan bisa lebih banyak (LPKI Jateng, 2011).

16

Metode pendeteksian dini terhadap kanker serviks tergolong


sederhana, nyaman dan praktis. Dengan mengoleskan asam cuka (asam
asetat) pada leher rahim dan melihat reaksi perubahan, prakanker dapat
dideteksi. Selain prosedurnya tidak rumit, pendeteksian dini ini tidak
memerlukan persiapan khusus dan juga tidak akan menyakitkan pasien.
Letak kepraktisan penggunaan metode ini yakni dapat dilakukan dimana
saja dan tidak memerlukan sarana khusus, cukup bed sederhana yang
representative dan metode IVA ini dapat dilakukan oleh bidan atau
perawat terlatih (Tapan, 2005).
b. Kelebihan pemeriksaan Inspeksi Visual Asam Asetat (IVA)
1) Mudah, praktis dan sangat mampu laksana.
2) Butuh bahan dan alat yang sederhana dan murah.
3) Sensivitas dan spesifikasitas cukup tinggi.
4) Dapat dilaksanakan oleh tenaga kesehatan bukan dokter gynekologi.
5) Dapat dilakukan oleh bidan disetiap tempat pemeriksaan kesehatan ibu
atau dilakukan oeh semua tenaga medis yang sudah terlatih.
6) Metode skrining IVA sesuai untuk pusat pelayanan sederhana (Tapan,
2005).
c. Teknik pelaksanaan pemeriksaan Inspeksi Visual Asam Asetat (IVA)
Dengan spekulum melihat serviks yang telah dipulas dengan asam
asetat 3-5%. Pada lesi prakanker akan menampilkan warna bercak putih
yang disebut aceto white ephitelum. Dengan tampilnya porsio dan bercak

17

putih dapat disimpulkan bahwa tes IVA positif, dan sebagai tindak
lanjutnya dapat dilakukan biopsy (LPKI Jateng, 2011).
d. Syarat melakukan pemeriksaan Inspeksi Visual Asam Asetat (IVA)
1) Sudah pernah melakukan hubungan seksual.
2) Tidak sedang datang bulan atau haid.
3) Tidak sedang hamil.
4) 24 jam sebelumnya tidak melakukan hubungan seksual (Tapan, 2005).
e. Pelaksanaan skrining Inspeksi Visual Asam Asetat (IVA)
Menurut Tapan (2005), untuk melaksanakan skrining dengan metode
IVA, dibutuhkan tempat dan alat sebagai berikut:
1) Ruangan tertutup, karena pasien diperiksa dengan posisi litotomi.
2) Meja/tempat tidur periksa yang memungkinkan pasien berada pada
posisi litotomi.
3) Terdapat sumber cahaya untuk melihat serviks.
4) Spekulum vagina.
5) Asam asetat (3-5%).
6) Swab-lidi berkapas.
7) Sarung tangan.

18

f.

Kategori pemeriksaan Inspeksi Visual Asam Asetat (IVA)


Tabel 2.1 Kategori Pemeriksaan IVA (LPKI Jateng, 2011)

Kategori IVA
IVA negatif
IVA radang
IVA positif
IVA-kanker serviks

Hasil
serviks normal.
serviks dengan radang (servisitis), atau
kelainan jinak lainnya (polip serviks).
ditemukan bercak putih (aceto white
ephitelium).
ditemukan adanya kanker serviks, baik
dalam stadium invasive dini maupun lanjut.

Tabel 2.2 Kategori pemeriksaan IVA (Depkes, 2008)


Kategori IVA
Negatif

Positif 1 (+)

Positif 2 (++)

Hasil
- Tidak ada lesi bercak putih (acetowhite
lesion)
- Bercak putih pada polip endoservikal atau
kista nabothi
- Garis putih mirip lesi acetowhite pada
sambungan skuamokolumnar
- Samar, transparan, tidak jelas, terdapat
lesiercak putih yang ireguler pada serviks
- Lesi bercak putih yang tegas, membentuk
sudut (angular), geographic acetowhite
lesion yang terletak jauh dari sambungan
skuamokolumnar
- Lesi acetowhite yang buram, padat dan
berbatas jelas sampai ke sambungan
skuamokolumnar
- Lesi acetowhite yang luas, berbatas tegas,
tebal dan padat
- Pertumbuhan pada leher rahim menjadi
acetowhite

19

3. Perilaku Kesehatan
Menurut teori Green (1980) yang dikutip oleh Notoatmojo (2007),
bahwa perilaku seseorang atau masyarakat tentang kesehatan ditentukan oleh
pengetahuan, sikap, kepercayaan, tradisi dan sebagainya dari orang atau
masyarakat yang bersangkutan. Di samping itu ketersediaan fasilitas, sikap
dan perilaku para petugas kesehatan juga akan mendukung dan memperkuat
terbentuknya perilaku, termasuk dalam hal ini adalah perilaku PUS pada
deteksi dini kanker serviks dengan metode IVA.
Perilaku kesehatan menurut Becker (1979) cit. Notoatmojo 2007 yaitu
hal-hal yang berkaitan dengan tindakan atau kegiatan seseorang dalam
memelihara

dan

meningkatkan

kesehatannya.

Bloom

(1908)

dalam

Notoatmojo 2007 membagi perilaku ke dalam 3 domain (ranah/kawasan)


yaitu: ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah pendidikan, dan untuk
kepentingan pengukuran hasil pendidikan, ketiga domain ini diukur dari:
a.

Pengetahuan
1) Pengertian
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002) pengetahuan
(knowledge) adalah merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah orang
melakukan pengindraan terhadap suatu obyek tertentu. Pengindraan
terjadi melalui panca indra manusia yakni : indra penglihatan,
pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Pengetahuan pada hakekatnya
merupakan segenap apa yang kita ketahui tentang suatu obyek tertentu,

20

termasuk di dalamnya adalah ilmu. Pengetahuan merupakan khasanah


kekayaan mental yang secara langsung turut memperkaya hidup kita
(Suriasumantri, 2000).
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2001), ilmu artinya
adalah pengetahuan. Dari penjelasan dan beberapa contohnya, maka yang
dimaksud pengetahuan atau kepandaian tersebut tidak saja berkenaan
dengan masalah keadaan alam, tapi juga termasuk kebatinan dan
persoalan-persoalan lainnya. Pengetahuan merupakan hasil tahu
pengindraan manuasia terhadap suatu obyek tertentu. Proses pengindraan
terjadi

melalui

panca

indra

manusia,

yakni

indra

penglihatan,

pendengaran, penciuman, rasa dan melalui kulit. Pengetahuan atau


kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya
tindakan seseorang (over behavior) (Notoatmodjo, 2003). Pengetahuan
adalah informasi atau maklumat yang diketahui atau disadari oleh
seseorang. Dalam pengertian lain pengetahuan adalah berbagai gejala
yang ditemui dan diperoleh manusia melalui pengamatan indrawi
(Wikipedia, 2008).
2) Cara memperoleh pengetahuan
Cara memperoleh pengetahuan menurut Notoatmodjo (2005) ada
beberapa cara untuk memperoleh pengetahuan, yaitu:

21

1) Cara Coba-Salah (Trial and Error)


Cara

coba-coba

ini

dilakukan

dengan

menggunakan

kemungkinan dalam memecahkan masalah, dan apabila kemungkinan


tersebut tidak berhasil, dicoba kemungkinan yang lain. Apabila
kemungkinan kedua ini gagal pula, maka dicoba dengan kemungkinan
ketiga, dan apabila kemungkinan ketiga gagal dicoba kemungkinan
keempat dan seterusnya, sampai masalah tersebut dapat dipecahkan.
Itulah sebabnya maka cara ini disebut metode trial (coba) and error
(gagal atau salah) atau metode coba-salah atau coba-coba.
2) Cara Kekuasaan atau Otoritas
Dalam kehidupan manusia sehari-hari, banyak sekali kebiasaankebiasaan dan tradisi-tradisi yang dilakukan oleh orang, tanpa melalui
penalaran apakah yang dilakukan tersebut baik atau tidak. Kebiasaankebiasaan ini biasanya diwariskan turun temurun dari generasi ke
generasi berikutnya dengan kata lain, pengetahuan tersebut diperoleh
berdasarkan pada otoritas atau kekuasaan, baik tradisi, otoritas
pemerintah, otoritas pemimpin agama, maupun ahli-ahli ilmu
pengetahuan. Prinsip ini adalah, orang lain menerima pendapat yang
dikemukakan oleh orang yang mempunyai otoritas, tanpa terlebih dulu
menguji atau membuktikan kebenarannya, baik berdasarkan fakta
empiris ataupun berdasarkan penalaran sendiri. Hal ini disebabkan

22

karena orang yang menerima pendapat tersebut menganggap bahwa


yang dikemukakannya adalah benar.
3) Berdasarkan Pengalaman Pribadi
Pengalaman adalah guru yang baik, demikian bunyi pepatah,
pepatah ini mengandung maksud bahwa pengalaman itu merupakan
sumber pengetahuan, atau pengalaman itu merupakan suatu cara untuk
memperoleh pengetahuan.
4) Melalui Jalan Pikiran
Sejalan dengan perkembangan umat manusia, cara berpikir
manusia pun ikut berkembang. Dari sini manusia telah mampu
menggunakan penalarannya dalam memperoleh pengetahuannya.
Dengan kata lain, dalam memperoleh kebenaran pengetahuan manusia
telah menggunakan jalan pikirannya, baik melalui induksi maupun
deduksi.
5) Cara Modern dalam Memperoleh Pengetahuan
Cara baru dalam memperoleh pengetahuan pada dewasa ini
lebih sistematis, logis, dan ilmiah. Cara ini disebut metode penelitian
ilmiah

atau

methodology).

lebih

dikenal

metodelogi

penelitian

(research

23

3) Faktor-faktor yang berhubungan dengan pengetahuan


Menurut Notoatmodjo (2003), faktor yang mempengaruhi
pengetahuan adalah:
1) Sosial ekonomi
Lingkungan sosial akan mendukung tingginya pengetahuan
seseorang. Orang-orang yang hidup dalam lingkungan sosial yang
positif, akan lebih banyak pengetahuan dibandingkan dengan orang
yang berada di lingkungan tertutup (introvert) dan keinginan
belajarnya sedikit. Ekonomi dikaitkan dengan pendidikan. Hal ini
adalah hal yang paling umum terjadi. Tingkat ekonomi yang baik akan
meningkatkan tingkat pengetahuan yang baik pula.
2) Budaya
Budaya sangat mempengaruhi tingkat pengetahuan seseorang,
karena informasi yang baru akan disaring sesuai atau tidak dengan
budaya yang dianut. Beberapa budaya tidak memperbolehkan
mengetahui sesuatu karena kepercayaan dan kebiasaan.
3) Sumber
Informasi lain misalnya media-media informasi yang terus
berkembang, surat kabar, internet, televisi, dan lain sebagainya.
Menurut Notoatmodjo (2005), faktor-faktor yang mempengaruhi
pengetahuan yang lain adalah:

24

1) Pengalaman
Merupakan

suatu

cara

untuk

memperoleh

kebenaran

pengetahuan, baik dari pengalaman diri sendiri maupun orang lain. Hal
tersebut dilakukan dengan cara pengulangan kembali pengalaman
yang diperoleh dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi. Bila
berhasil maka orang akan menggunakan cara tersebut dan bila gagal
tidak akan mengulangi cara itu.
2) Pendidikan
Makin tinggi tingkat pendidikan seseorang, maka makin mudah
menerima informasi sehingga makin banyak pula pengetahuan yang
dimiliki. Sebaliknya pendidikan yang kurang akan menghambat
perkembangan sikap seseorang terhadap nilai-nilai baru yang
diperkenalkan.
3) Kepercayaan
Adalah sikap untuk menerima suatu pernyataan atau pendirian
tanpa menunjukkan sikap pro atau anti kepercayaan. Sering diperoleh
dari orang tua, kakek atau nenek. Seseorang menerima kepercayaan itu
berdasarkan keyakinan dan tanpa adanya pembuktian terlebih dahulu.
Kepercayaan berkembang dalam masyarakat yang mempunyai tujuan
dan kepentingan yang sama. Kepercayaan dapat tumbuh bila berulang
kali mendapatkan informasi yang sama (Notoatmodjo, 2005).

25

4) Tingkat Pengetahuan di dalam Domain Kognitif.


Dalam domain kognitif berkaitan dengan pengetahuan yang
bersifat intelektual (cara berpikir, berintraksi, analisa, memecahkan
masalah dan lain-lain) yang berjenjang sebagai berikut: (Notoatmodjo,
2005).
a) Tahu (Knowledge).
Menunjukkan keberhasilan mengumpulkan keterangan apa adanya.
Termasuk dalam kategori ini adalah kemampuan mengenali atau
mengingat kembali hal-hal atau keterangan yang pernah berhasil di
himpun atau dikenali (recall of facts).
b) Memahami (Comprehension)
Pemahaman diartikan dicapainya pengertian (understanding)
tentang hal yang sudah kita kenali. Karena sudah memahami hal
yang bersangkutan maka juga sudah mampu mengenali hal tadi
meskipun diberi bentuk lain. Termasuk dalam jenjang kognitif ini
misalnya

kemampuan

menterjemahkan,

menginterpretasikan,

menafsirkan, meramalkan dan mengeksplorasikan.


c) Menerapkan (Aplication)
Penerapan diartikan sebagai kemampuan menerapkan hal yang
sudah dipahami ke dalam situasi dan kondisi yang sesuai.

26

d) Analisis (analysis)
Analisis adalah kemampuan untuk menguraikan hal tadi menjadi
rincian yang terdiri unsur-unsur atau komponen-komponen yang
berhubungan antara yang satu dengan lainnya dalam suatu bentuk
susunan berarti.
e) Sintesis (Syntesis)
Sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun kembali bagianbagian atau unsur-unsur tadi menjadi suatu keseluruhan yang
mengandung arti tertentu.
f) Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk membandingkan hal
yang bersangkutan dengan hal-hal serupa atau setara lainnya,
sehingga diperoleh kesan yang lengkap dan menyeluruh tentang hal
yang sedang dinilainya.
4) Pengukuran Pengetahuan
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau
angket yang menanyakan tentang isi materi yang akan diukur dari subyek
penelitian atau responden ke dalam pengetahuan yang ingin kita ukur atau
kita ketahui dapat kita sesuaikan dengan tingkatan-tingkatannya.
Adapun pertanyaan yang dapat digunakan untuk pengukuran pengetahuan
secara umum dapat dikelompokkan menjadi dua jenis yaitu:

27

a) Pertanyaan subyektif, misalnya jenis pertanyaan essay.


b) Pertanyaan obyektif, misalnya pertanyaan pilihan ganda (multiple
choise), betul salah, dan pertanyaan menjodohkan. Pertanyaan essay
disebut pertanyaan subyektif karena penilaian untuk pertanyaan ini
melibatkan faktor subyektif dari penilai, sehingga nilainya akan
berbeda dari seseorang penilai satu dibandingkan dengan yang lain
dari satu waktu ke waktu yang lainnya. Pertanyaan pilihan ganda,
betul salah, menjodohkan disebut pertanyaan obyektif karena
pertanyaan-pertanyaan itu dapat dinilai secara pasti oleh penilai. Dari
kedua jenis pertanyaan tersebut, pertanyaan obyektif khususnya
pertanyaan pilihan ganda lebih disukai untuk dijadikan sebagai alat
ukur dalam pengukuran pengetahuan karena lebih mudah disesuaikan
dengan pengetahuan yang akan diukur dan penilaiannya akan lebih
cepat (Arikunto, 2001)
b. Sikap
1) Pengertian Sikap
Sikap merupakan reaksi atau respon seseorang yang masih
tertutup terhadap suatu stimulasi atau obyek. Manifestasi sikap itu
tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih
dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap itu merupakan kesiapan atau
kesediaan untuk bertindak dan bukan merupakan pelaksanan motif
tertentu (Notoatmodjo, 2007).

28

2) Komponen Sikap
Menurut Notoatmodjo (2007), ada tiga komponen yang secara
bersama-sama membentuk sikap yang utuh (totalattitude) yaitu :
a) Kognitif (cognitive)
Berisi kepercayaan seseorang mengenai apa yang berlaku atau
apa yang benar bagi obyek sikap. Sekali kepercayaan itu telah
terbentuk maka ia akan menjadi dasar seseorang mengenai apa
yang dapat diharapkan dari obyek tertentu.
b) Afektif (affective)
Menyangkut masalah emosional subyektif seseorang terhadap
suatu obyek sikap. Secara umum komponen ini disamakan
dengan perasaan yang dimiliki obyek tertentu.
c)

Konatif (conative)
Komponen konatif atau komponen perilaku dalam struktur
sikap menunjukkan bagaimana perilaku atau kecenderungan
berperilaku dengan yang ada dalam diri seseorang berkaitan
dengan obyek sikap yang dihadapi.

3) Tingkatan Sikap
Menurut Notoatmodjo (2007), berbagai tingkatan dalam
pembentukkan sikap yaitu :

29

a) Menerima (receiving)
Pada tingkat ini, seseorang sadar akan kehadiran sesuatu (orang
nilai perbedaan) dan orang tersebut akan menjelaskan sikap seperti
mendengarkan, menghindari atau menerima keadaan tersebut.
b) Merespon (responding)
Yaitu memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan atau
menjelaskan tugas yang diberikan sebagai sikapnya terhadap hal
tertentu.
c) Menghargai (valuing)
Yaitu sikap untuk mengajak orang lain mengerjakan atau
mendiskusikan suatu masalah.
d) Bertanggung jawab (responsible)
Yaitu rasa tanggung jawab atas segala sesuatu yang telah
dipilihnya dengan segala resiko.
c.

Pendidikan
Pendidikan adalah usaha dasar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dari proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan dirinya untuk memiliki karakter spiritual keagamaan,
pengendalian

diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta

keterampilan dirinya, masyarakat dan negara (Depdiknas, 2003).


Pendidikan adalah proses di mana semua kemampuan manusia
(bakat dan kemampuan yang diperoleh) yang dapat dipengaruhi oleh

30

pembiasaan, disempurnakan dengan kebiasaan-kebiasaan yang baik


melalui sarana yang secara artistik dibuat dan dipakai oleh siapapun
untuk membantu orang lain atau dirinya sendiri mencapai tujuan yang
ditetapkan yaitu kebiasaan yang baik (Adleer, 2011). Pendidikan
berkaitan

erat

perkembangan

dengan

segala

sesuatu

yang

manusia

mulai

perkembangan

bertalian
fisik,

dengan

kesehatan,

keterampilan, pikiran, perasaan, kemauan, sosial sampai kepada


perkembangan iman. Perkembangan ini mengacu kepada membuat
manusia menjadi lebih sempurna, membuat manusia meningkatkan
kehidupan alamiah menjadi berbudaya dan bermoral.
Dari berbagai pandangan di atas dapat dilihat bahwa definisi
tersebut

dapat

dibuktikan

kebenarannya.

Terutama

menyangkut

permasalahan hidup manusia, dengan kemampuan-kemampuan asli dan


yang

diperoleh

atau

tentang

bagaimana

proses

mempengaruhi

perkembangannya harus dilakukan. Suatu pandangan atau pengertian


tentang hal-hal yang berkaitan dengan obyek pembahasan menjadi pola
dasar yang memberi corak berpikir ahli pikir yang bersangkutan. Bahkan
arahnyapun dapat dikenali juga. Pendidikan juga merupakan proses
pengoperasian secara urut mengenai pengetahuan, ide-ide, opini-opini
dari satu pihak ke pihak lain yang menyebabkan seseorang baik perilaku
dalam berpikir, sikap mental, maupun nilai-nilai maka yang demikian

31

diharapkan semakin tinggi pendidikan masyarakat maka akan semakin


mudah untuk mengubah tingkah lakunya.
d. Umur
Menurut Elisabeth yang di kutip Nursalam (2003), usia adalah
umur individu yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai berulang
tahun. Sedangkan menurut Hucklok (2008) semakin cukup umur, tingkat
kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berfikir
dan bekerja. Dari segi kepercayaan masyarakat seseorang yang lebih
dewasa dipercaya dari orang yang belum tinggi kedewasaannya. Hal ini
akan sebagai dari pengalaman dan kematangan jiwa.
Resiko penderita kanker serviks adalah wanita yang sudah
berumur lebih dari 35 tahun karena pada usia tersebut system reproduksi
mulai berkurang, namun studi epidemiologic menunjukan faktor resiko
juga terjadi pada wanita yang aktif berhubungan seks sejak usia sangat
dini (< 20 tahun), sering berganti pasangan seks, atau yang berhubungan
seks dengan pria yang suka berganti pasangan. Gejala kanker ini tidak
terlalu kelihatan pada stadium dini, oleh karena itu kanker serviks
dianggap sebagai The Silent Killer.(Sukaca, 2009).

32

4. Pasangan Usia Subur


Pasangan suami istri yang pada saat ini hidup bersama, baik bertempat
tinggal resmi dalam satu rumah ataupun tidak, dimana umur istrinya antara
15 tahun sampai dengan 44 tahun. Batasan umur yang digunakan disini
adalah 15 sampai 44 tahun dan bukan 1549 tahun (Wirosuhardjo, 2010).

33

B. Kerangka Teori
Kanker Serviks
Penyebab
Infeksi Human Papilloma Virus
(HPV)
Faktor
yang
menyebkan
perempuan terpapar HPV :
1. Hubungan seks
pada usia
muda
2. Multipartner seks
3. Jumlah paritas
4. Pemakaian alat kontrasepsi
5. Riwayat perokok
Perilaku WUS dalam deteksi dini
kanker serviks dengan metode IVA

Faktor yang mempengaruhi


perilaku PUS dalam deteksi dini
kanker serviks dengan metode
IVA:
1. Pengetahuan
2. Sikap
3. Tingkat pendidikan
4. Umur

Pencegahan

Primer
Penyuluhan
dan
pendidikan
kepada
masyarakat
mengenai
faktor
penyebab
terjadinya kanker serviks.

Sekunder
Deteksi dini
terhadap
kanker dan pemeriksaan
gejala
klinis
pada
stadium awal.

Tertier
Mempertahankan
kualitas hidup
orang
yang positif
menderita
kanker.

Gambar 2.1. Kerangka Teori


Sumber: Rayburn (2008), Hidayanti (2011), Hidayanti (2011), Notoadmodjo (2007),
Tambunan (2005)

34

C. Kerangka Konsep Penelitian


Variabel bebas

Variabel terikat

Faktor-faktor :
1. Pengetahuan
2. Sikap
3. Pendidikan
4. Umur

Perilaku PUS dalam deteksi


dini kanker serviks dengan
metode IVA

Variabel Pengganggu
1. Pencegahan Primer
Penyuluhan dan pendidikan kepada
masyarakat mengenai faktor penyebab
terjadinya kanker leher rahim.
2. Pencegahan Tertier
Mempertahankan kualitas hidup orang
yang positif menderita kanker

Keterangan:
: Variabel yang diteliti
: Variabel yang tidak diteliti

Gambar 2.2. Kerangka Penelitian

35

D. Hipotesis
Hipotesis adalah sebagai jawaban sementara terhadap rumusan masalah
penelitian (Sugiono, 2007). Hipotesis alternatif atau hipotesis kerja (Ha) adalah
hipotesis yang menyatakan adanya hubungan antar variabel (Sugiono, 2007).
Ha 1 : Ada hubungan antara pengetahuan dengan perilaku PUS dalam deteksi
dini kanker serviks dengan metode IVA di Wilayah Kerja Puskesmas
Kebumen I Kabupaten Kebumen.
Ha 2 : Ada hubungan antara sikap dengan perilaku PUS dalam deteksi dini
kanker serviks dengan metode IVA di Wilayah Kerja Puskesmas
Kebumen I Kabupaten Kebumen.
Ha 3 : Ada hubungan tingkat pendidikan dengan perilaku PUS dalam deteksi
dini kanker serviks dengan metode IVA di Wilayah Kerja Puskesmas
Kebumen I Kabupaten Kebumen.
Ha 4 : Ada hubungan umur dengan perilaku PUS dalam deteksi dini kanker
serviks dengan metode IVA di Wilayah Kerja Puskesmas Kebumen I
Kabupaten Kebumen.

36

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian


Metode penelitian ini adalah deskriptif korelasi yaitu suatu metode
penelitian untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku
PUS dalam deteksi dini kanker serviks dengan metode IVA di Wilayah Kerja
Puskesmas Kebumen I Kabupaten Kebumen. Rancangan yang dipakai yaitu
dengan cross sectional yakni dengan mengumpulkan data sebanyak-banyaknya
untuk memperoleh data yang lebih lengkap dengan satu kali pengumpulan data
pada suatu saat (Arikunto, 2006).

B. Populasi dan sampel


1. Populasi
Populasi adalah keseluruhan sumber data yang diperlukan dalam suatu
penelitian (Saryono, 2008). Populasi yang digunakan dalam penelitian ini
adalah seluruh PUS di wilayah kerja Puskesmas Kebumen I Kabupaten
Kebumen yang berjumlah 4.612 PUS.
2. Sampel
Sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki
oleh populasi (Sugiono, 2008). Dalam penelitian ini menggunakan teknik

36

37

proportionale stratified random sampling yaitu suatu cara pengambilan


sampel yang digunakan bila anggota populasinya tidak homogen yang terdiri
atas kelompok yang homogen atau berstrata secara proportional (Hidayat,
2007). Besar sampel pada penelitian ini dihitung dengan menggunakan rumus
sederhana untuk populasi kecil < 10.000 (Notoatmodjo, 2003) :
Rumusnya :
n=N
2

1+(Nxd )
Keterangan:
n

: Sampel

: Populasi

: Standar defiasi (0,1)

n=

4.612
1 + (4612 x 0,01)
4612
1+ 46,12

4612

= 97,87

98 PUS

47,12

Jadi jumlah sampel penelitian adalah 98 PUS

38

Bandung

Candimulyo

Candiwulan

Kalijirek

Kawedusan

Kembaran

Untuk mengetahui jumlah PUS digunakan teknik proportionale stratified


random sampling dengan jumlah 11 desa, sehingga untuk mengetahui jumlah
sampel per desa di gunakan rumus :
PUS x Sampel
Populasi
Tabel 3.1 Jumlah Sampel per Desa
No Desa

Jumlah

Jumlah Sampel per Desa

PUS
300

300 x 98 = 6,37 = 6
4612

141

141 x 98 = 2,99 = 3
4612

325

325 x 98 = 6,90 = 7
4612

167

167 x 98 = 3,54 = 4
4612

250

250 x 98 = 5,31 = 5
4612

191

191 x 98 = 4,05 = 4
4612

39

Muktisari

441

441 x 98 = 9,37 = 9
4612

Murtirejo

235

235 x 98 = 4,99 = 5
4612

Panjer

1198

1198 x 98 = 25,45 = 25
4612

10

Sumberadi

296

296 x 98 = 6,33 = 6
4612

11

Tamanwinangun

1072

1072 x 98 = 22,77 = 23
4612

Total

4612

98

Sampel yang diambil berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi yang telah
ditetapkan, yaitu:
1) Kriteria inklusi
Adalah karakteristik umum subyek penelitian dari suatu populasi
target terjangkau yang akan diteliti.
Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah:
a) Wanita pasangan usia subur 15-45 tahun
b) Dapat membaca dan menulis.
c) Bersedia menjadi responden.

40

2) Kriteria eksklusi
a) Wanita yang menderita gangguan jiwa.
b) PUS yang pernah menderita/operasi kanker serviks

C. Variabel Penelitian
Variabel adalah obyek penelitian atau apa saja yang menjadi titik
perhatian suatu penelitian (Arikunto,
2006). 1. Variabel bebas
Variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi
sebab perubahannya atau timbulnya variabel terikat (Sugiyono, 2007). Dalam
penelitian ini variabel bebasnya adalah Pengetahuan, sikap,

tingkat

pendidikan dan umur.

2. Variabel terikat
Variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi
akibat, karena adanya variabel bebas (Sugiyono, 2007). Dalam penelitian ini
variabel terikatnya adalah perilaku PUS dalam deteksi dini kanker serviks
dengan metode IVA.

41

D. Definisi Operasional
Tabel No.3.1 Definisi Operasional
No

Variabel

Pendidikan

Pengetahuan

Sikap

Definisi
Cara Ukur
Operasional
Jenjang pendidikan Menggunakan
formal
terakhir kuesiner
Yang
ditempuh
oleh responden

Hasil Ukur

Sikap
merupakan
tanggapan
PUS
tterhadap
pemeriksaan IVA.

Dikategorikan :
a. Baik
Jika
jawaban
benar
>75%
b. Cukup
jika
jawaban
benar
antara 60-75%
c. Kurang
bila
jawaban
benar
< 60%.

Skala

Dikategorikan
Ordinal
menjadi:
a. Tidak
lulus
sekolah
b. Pendidikan
dasar
(tamat
SD/SMP)
c. Pendidikan
Menengah
(tamat SMA)
d. Pendidikan
Tinggi
(tamat
Perguruan
Tinggi)
Pengetahuan
Menggunakan
Dikategorikan baik Ordinal
adalah kemampuan kuesioner
:
responden
dalam tertutup dengan a. Baik
Jika
menjawab
15 pertanyaan.
jawaban benar
pertanyaanUntuk jawaban
>75%
pertanyaan tentang benar diberikan b. Cukup
jika
pengetahuan
nilai
1 dan
jawaban benar
kanker serviks.
salah diberikan
antara 60-75%
nilai 0.
c. Kurang
bila
jawaban benar
< 60%.
Menggunakan
kuesioner
sebanyak
15
soal
dengan
pengukuran
skala Gutt Man
Skor untuk tiap
jawaban:
Ya
(melakukan) :
1, Tidak (tidak
melakukan): 0

Ordinal

42

Umur

Lama waktu hidup


dimulai sejak di
lahirkan sampai di
lakukan penelitian.

Menggunakan
kuesioner

Dikategorikan
menjadi
a. Berisiko, jika <
20 tahun atau
>35 tahun
b. Tidak berisiko
20-35 tahun

Nominal

Perilaku PUS
dalam deteksi
dini kanker
serviks dengan
metode IVA

Tindakan atau
praktek seseorang
tentang keinginan
atas kesadaran
sendiri untuk
melakukan
pemeriksaan IVA

Menggunakan
kuesioner

Dikategorikan:
a.Tidak melakukan
pemeriksaan IVA
b.Melakukan
pemeriksaan IVA

Nominal

E. Instrumen Pengumpulan Data


Instrumen yang digunakan untuk mengukur variabel tingkat usia,
pendidikan PUS berupa kuesioner tertutup masing-masing berisi 1 item
pertanyaan. Untuk kuesioner tingkat pengetahuan PUS berupa pertanyaan benarsalah, jawaban benar diberi skor 1 jawaban salah skor 0. Selanjutnya untuk
kuesioner tingkat sikap berupa kuesioner jawaban ya diberi skor 1 jawaban
tidak skor 0.

43

Tabel No.3.2 Kisi-kisi Kuesioner Tingkat Pengetahuan


Indikator

Nomor
Butir
1
2
3
4
5
6, 7, 11
8
9
10
12
13, 15
14

Jumlah
Butir
1
1
1
1
1
3
1
1
1
1
2
1

Nomor
Butir
1, 2, 3, 4, 5, 6,
7, 8, 9, 10, 11,
12, 13, 14, 15

Jumlah
Butir
15

1. Pengertian kanker serviks


2. Penyebab kanker serviks
3. Faktor risiko kanker serviks
4. Gejala klinik kanker serviks
5. Pencegahan kanker serviks
6. Pengertian IVA
7. Tujuan IVA
8. Manfaat IVA
9. Cara melakukan pemeriksaan IVA
10. Kelebihan IVA
11. Syarat melakukan IVA
12. Usia melakukan IVA
Tabel No.3.3 Kisi-kisi Kuesioner Tingkat Sikap
Indikator
1. Deteksi dini IVA

F. Teknik Pengumpulan Data


Cara pengumpulan data dalam penelitian ini adalah:
1. Peneliti menjumpai responden yaitu PUS yang sesuai dengan kriteria inklusi
dan menanyakan kesediaan menjadi sampel penelitian. Jika tidak bersedia
maka tidak diambil sebagai sample.

44

2. Responden diberi angket yang berisi kuisioner dan diminta untuk mengisi
didampingi oleh peneliti.
3. Angket yang telah diisi diserahkan kembali saat itu juga dan diperiksa
kelengkapanya, apabila ditemukan data yang kurang lengkap maka peneliti
langsung melakukan klarifikasi kepada responden, kriteria angket yang diolah
adalah pengisian sesuai petunjuk, pengisian jelas, dan lengkap, tidak ada
lembar yang hilang.

G. Uji Validitas dan Uji Reliabilitas


Uji coba instumen dilaksanakan di Puskesmas Kebumen II yang memiliki
karakteristik hampir sama dengan Puskesmas Kebumen I, dengan jumlah
responden sebanyak 20 orang.
1. Uji validitas
Validitas adalah pengukuran dan pengamatan yang berarti prinsip keadaan
instrument dalam mengumpulkan data. (Nursalam, 2003). Untuk memperkecil
terjadinya bias dalam skala pengukuran, maka dilakukan uji validitas pada
instrument yang digunakan dalam penelitian ini. Dalam uji validitas instrumen
yang digunakan dalam penelitian ini mengunakan rumus korelasi product
moment.

45

Keterangan:
x

= skor rata-rata dari x

= koefisien korelasi

= skor rata-rata dari y

= jumlah skor

Validitas alat diukur dengan menghitung korelasi antara masing-masing


item pertanyaan dengan skor

total menggunakan rumus korelasi product

moment. Kemudian hasilnya dibandingkan dengan nilai product moment


(Arikunto, 2002). Cara yang lebih mudah untuk menentukan valid tidaknya
butir yang diuji bila menggunakan program statistik komputer adalah dengan
mengacu pada nilai signifikansi (p) yang diperoleh. Bila nilai signifikansi (p)
yang diperoleh lebih kecil daripada 0,05 maka butir yang diujikan valid
(Riwidikdo, 2007). Hasil pengujian validitas instrumen adalah sebagai
berikut:
a.

Pengetahuan Tentang IVA


Semua pertanyaan tentang pengetahuan tentang IVA setelah dilakukan uji
coba kuesioner menunjukan nilai p<0,05 yang berarti pertanyaan tersebut
adalah valid.

b. Sikap Tentang IVA


Semua pertanyaan tentang sikap tentang IVA setelah dilakukan uji coba
kuesioner menunjukan nilai p<0,05 yang berarti pertanyaan tersebut
adalah valid.

46

2. Uji reliabilitas
Reliabilitas adalah kesamaan hasil pengukuran dalam waktu yang
berlainan (Nursalam, 2003). Pengujian reliabilitas menunjuk pada satu
pengertian bahwa instrument cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai
alat pengumpul data karena instrument tersebut sudah baik. Untuk
mengetahui reliabilitas soal test menurut (Riwidikdo, 2007). Kuesioner atau
angket dikatakan reliabel jika memiliki nilai alpha minimal 0,7. Pengujian ini
tetap mengunakan internal consistency dengan alat yang diajukan hanya satu
kali. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah dengan rumus
Alpha Cronbach.

r11

: Reliabilitas instrument

: Banyaknya butir pertanyaan atau banyaknya soal.


: Jumlah varian butir
: varian total.
Hasil pengujian realibilitas sebagaimana dijelaskan dibawah ini :

a. Hasil cronbach alpha untuk konstruk pengetahuan tentang IVA diperoleh


nilai sebesar 0,912 (> 0,7), disimpulkan bahwa konstruk bersifat reliabel.
b. Hasil cronbach alpha untuk konstruk sikap tentang IVA diperoleh nilai
sebesar 0,913 (> 0,7), disimpulkan bahwa konstruk bersifat reliabel.

47

H. Teknik Pengolahan dan Analisa Data


1. Pengolahan Data
Menurut Notoatmodjo (2007), data yang diperoleh langsung dari
penelitian masih mentah, belum siap untuk disajikan. Guna memperoleh
penyajian data sebagai hasil yang berarti, diperlukan pengolahan data. Khusus
untuk penelitian kuantitaitif, yakni yang berhubungan dengan angka-angka,
pengolahan datanya meliputi: editingdata, koding dan skoring, entry data, dan
tabulating.
Pengolahan data dalam penelitian ini dilakukan dengan langkahlangkah sebagai berikut:
a. Editing data, dilakukan untuk mengontrol kualitas data yang telah
diperoleh.
b. Koding dan skoring, yaitu kegiatan memberi kode setiap data yang
diperoleh,

kemudian

memberinya

skor,

dengan

tujuan

untuk

mempermudah analisis data, baik untuk analisis deskriptif maupun


analisis inferensialnya.
c. Entry data, yaitu kegiatan memasukkan data ke dalam komputer untuk
selanjutnya dapat dilakukan analisis data.
d. Tabulating, yaitu kegiatan memasukkan data ke dalam tabel-tabel dan
mengatur angka-angka yang diperoleh, sehingga dapat dihitung distribusi
dan persentasenya, serta dapat dianalisis secara inferensial.

48

2. Analisis Data
Pada penelitian ini analisis data yang dilakukan sesuai dengan
tujuan yang ingin dicapai. Setelah semua data-data berhubungan dengan
variabel-variabel yang ada dalam komponen variabel penelitian dikumpulkan.
Kemudian dianalisis dengan langkah sebagai berikut yaitu :
a. Analisis Univariat
Pada analisis univariat data yang diperoleh dari hasil pengumpulan
dapat disajikan bentuk tabel distribusi frekuensi dan persentase. Analisa
univariat

digunakan

untuk

menjelaskan

atau

mendeskriptifkan

karakteristik masing-masing variabel yang diteliti yaitu pengetahuan,


sikap, pendidikan, pekerjaan, umur dan perilaku PUS dalam deteksi dini
kanker serviks dengan metode IVA, khususnya berupa distribusi frekuensi
dan persentase.
Rumus:
f

P= ---- ---- x 100 %


N
Keterangan :
P = angka presentase
f = frekuensi

N = banyaknya responden (Sugiyono, 2005)

49

b. Analisis Bivariat
Analisis bivariat merupakan analisis untuk mengetahui interaksi dua
variabel baik komparatif, asosiatif maupun korelasi (Saryono, 2008). Pada
analisis bivariat ini dilakukan uji statistik pada variabel yang saling
berhubungan, statistik korelasi yang digunakan adalah korelasi Chi
Square. Korelasi chi square digunakan untuk data diskrit nominal dan
ordinal. Untuk data nominal dan nominal menggunakan uji koefisien
kontingensi.
Rumus Chi Square:

x =
2

Keterangan:
x 2 = chi square.
fo = frekuensi yang diperoleh dari hasil pengamatan sampel.
fh = frekuensi yang diharapkan dalam sampel sebagai pencerminan dan
frekuensi yang diharapkan dari populasi.
Jika Chi Square lebih kecil dari Chi Square Tabel maka H0 atau
hipotesis statistik diterima. Jika Chi Square hitung lebih besar dari Chi
Square Tabel maka H0 atau hipotesis statistik ditolak. Jika probabilitas
(Asym. Sig) lebih kecil dari 0,05 maka H0 atau hipotesis statistik ditolak.
Jika probabilitas (Asym. Sig) lebih besar dari 0,05 maka H0 atau hipotesis
statistik diterima (Sugiyono, 2007).

50

Seperti kita ketahui, uji Chi Square menuntut frekuensi harapan


atau ekspekstasi (E) dalam masing-masing sel tidak boleh terlampau
kecil. Jika frekuensi sangat kecil, penggunaan uji ini mungkin kurang
tepat.

Oleh

karena

itu

dalam

penggunaan

Chi

Square

harus

memperhatikan keterbatasan-keterbatasan uji ini. Adapun keterbatasan uji


Chi Square adalah sbb:
1. Tidak boleh ada sel yang mempunyai nilai harapan (nilai E) kurang
dari 1.
2. Tidak boleh ada sel yang mempunyai nilai harapan (nilai E) kurang
dari 5, lebih dari 20% dari jumlah sel.
Jika keterbatasan tersebut terjadi pada saat uji Chi Square
peneliti harus menggabungkan kategori-kategori yang berdekatan dalam
rangka

memperbesar

frekuensi

harapan

dari

sel-sel

tersebut

(penggabungan ini dapat dilakukan untuk analisis tabel silang lebih dari
2x2, misalnya 3x2, 3x4 dsb). Penggabungan ini ternyata diharapkan tidak
sampai membuat datanya kehilangan makna.
Andai saja keterbatasan tersebut terjadi pada tabel 2x2 (ini
berarti tidak bisa menggabungkan kategori-kategorinya lagi), maka
dianjurkan menggunakan uji Fishers Exact (Hastono, 2007).

51

I. Etika Penelitian
1. Prinsip Manfaat
a. Bebas dari penderitaan, artinya dalam penelitian ini tidak menggunakan
tindakan yang menyakiti atau membuat responden menderita.
b. Bebas dari eksploitasi, artinya data yang diperoleh tidak digunakan untuk
hal-hal yang merugikan responden.
2. Prinsip Menghargai Hak
a. Informed consent
Sebelum dilakukan pengambilan data penelitian, calon responden
diberi penjelasan tentang tujuan dan manfaat penelitian yang dilakukan,
apabila calon responden bersedia untuk diteliti maka calon responden harus
menandatangani lembar persetujuan tersebut, dan jika calon responden
menolak untuk diteliti maka peneliti tidak boleh memaksa dan tetap
menghormatinya.
b. Anonymity
Untuk menjaga kerahasiaan responden dalam pengolahan dan
penelitian, peneliti akan menggunakan nomor atau kode responden.
c. Confidientiality
Informasi yang diberikan oleh responden serta semua data yang
terkumpul dijamin kerahasiaanya oleh peneliti.

Вам также может понравиться