Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
Disusun Oleh:
YUPI NURHASTUTI
NIM: A1.0900564
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar belakang
Kanker merupakan salah satu penyakit yang menyebabkan kematian
terbesar pada abad ini. Pada tahun-tahun terakhir ini tampak adanya
peningkatan kasus kanker karena disebabkan oleh pola hidup yang salah seperti
kebiasaan merokok, minuman beralkohol, makanan mengandung lemak jenuh,
kehidupan seks bebas dan lain-lain. Kanker merupakan suatu jenis penyakit
yang ditandai dengan pertumbuhan abnormal dan tidak terkendali dari sel-sel
tubuh (Hembing, 2005).
Penyakit kanker leher rahim merupakan masalah kesehatan yang penting
bagi wanita di seluruh dunia. Kanker serviks (kanker leher rahim) adalah sel-sel
tidak normal pada leher rahim, yaitu bagian bawah rahim yang menonjol ke
dalam kelamin wanita. Kanker serviks pada stadium dini sering tidak
menunjukkan gejala atau tanda yang khas, bahkan tidak ada gejala sama sekali
(Nasir, 2009). Kanker leher rahim merupakan keganasan yang terjadi pada leher
rahim dan disebabkan oleh infeksi Human Papilloma Virus (HPV). Kanker ini
telah menyerang lebih dari 1,4 juta wanita di seluruh dunia (Depkes RI, 2012).
Berdasarkan International Agency for Research on Cancer (IARC) dalam
Depkes RI (2012), insidens kanker leher rahim di Indonesia sebesar 16 per
100.000 perempuan. WHO dalam jurnal yang diterbitkan pada tahun 2012
dengan judul: HPV and Cervical Cancer in The World 2012 Report
mengatakan diperkirakan 15050 kasus baru kanker leher rahim muncul setiap
tahunnya dan sebanyak 7566 kasus kematian terjadi akibat kanker leher rahim.
Di Kabupaten Kebumen tahun 2006 tercatat 473 kasus kanker, 11,42%
di antaranya adalah kanker leher rahim dan 31,08% kanker payudara. Kanker
leher rahim mempunyai patofisiologi yang jelas dan dapat dideteksi & diobati
pada saat lesi pra-kanker/displasia. Berdasarkan laporan cakupan pemeriksaan
IVA Kabupaten Kebumen akhir tahun 2011, dari 89.757 sasaran wanita usia
subur, yang sudah dilakukan pemeriksaan IVA baru sebanyak 22.370
perempuan (24,9%) dengan IVA (+) 1023 kasus (4,8%) dan curiga ca servik 24
kasus (0,1%). (Dinas Kesehatan Kabupaten Kebumen, 2012). Menurut Laporan
Puskesmas Kebumen I diperoleh bahwa PUS yang melakukan pemeriksaan
kanker serviks dengan metode IVA pada tahun 2010 sebanyak 2.344 PUS
(50,82%). Pada tahun 2011 PUS yang melakukan pemeriksaan kanker serviks
dengan metode IVA sebanyak 1.505 PUS (32,6%) dan pada tahun 2012
sebanyak 1.230 PUS (26,7%).
Untuk mendeteksi dini kanker serviks, diperlukan metode skrining
alternatif yang mampu mengenali lesi prakanker serviks. Metode alternatif
skrining kanker serviks tersebut salah satunya inspeksi visual dengan pulasan
asam asetat (IVA). IVA adalah metode baru deteksi dini kanker leher rahim
dengan mengoleskan asam asetat (cuka) ke dalam leher rahim. Bila terdapat lesi
kanker, maka akan terjadi perubahan warna menjadi agak keputihan pada leher
karena banyak wanita yang merasa tidak perlu dan enggan melakukan
pemeriksaan IVA. Hasil wawancara terhadap 10 PUS yang memeriksakan diri
diperoleh data bahwa kurangnya minat PUS untuk melakukan pemeriksaan
kanker serviks dengan metode IVA disebabkan oleh beberapa faktor yaitu
responden mengatakan kurang mengetahui tentang pemeriksaan IVA, memiliki
aktifitas bekerja sehingga enggan meluangkan waktu pergi ke puskesmas
kecuali memiliki keluhan sakit.
Dari uraian latar belakang diatas maka hal tersebut yang menarik
perhatian peneliti untuk mengangkat permasalahan ini didalam penelitian.
Peneliti ingin mengetahui lebih jauh tentang faktor-faktor yang mempengaruhi
perilaku PUS dalam deteksi dini kanker serviks dengan metode IVA di Wilayah
Kerja Puskesmas Kebumen I Kabupaten Kebumen.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengan perilaku
PUS dalam deteksi dini kanker serviks dengan metode IVA di Wilayah Kerja
Puskesmas Kebumen I Kabupaten Kebumen ?.
C.
Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku PUS
dalam deteksi dini kanker serviks dengan metode IVA di Wilayah Kerja
Puskesmas Kebumen I Kabupaten Kebumen.
2.
Tujuan Khusus
1. Mengetahui hubungan antara pengetahuan dengan perilaku PUS dalam
deteksi dini kanker serviks dengan metode IVA di Wilayah Kerja
Puskesmas Kebumen I Kabupaten Kebumen.
2. Mengetahui hubungan antara sikap dengan perilaku PUS dalam
deteksi dini kanker serviks dengan metode IVA di Wilayah Kerja
Puskesmas Kebumen I Kabupaten Kebumen.
3. Mengetahui hubungan antara tingkat pendidikan terhadap perilaku
PUS dalam deteksi dini kanker serviks dengan metode IVA di Wilayah
Kerja Puskesmas Kebumen I Kabupaten Kebumen.
4. Mengetahui hubungan antara umur dengan perilaku PUS dalam
deteksi dini kanker serviks dengan metode IVA di Wilayah Kerja
Puskesmas Kebumen I Kabupaten Kebumen.
D.
Manfaat Penelitian
1. Bagi Puskesmas Kebumen I
Memberikan masukan bagi program Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) dalam
upaya meningkatkan cakupan deteksi dini kanker serviks dengan metode
IVA.
2. Bagi Masyarakat
Memberikan informasi kepada masyarakat khususnya PUS tentang deteksi
dini kanker serviks dengam metode IVA dan faktor-faktor yang
berpengaruh terhadap kanker serviks.
3. Bagi Peneliti
Dapat menambah wawasan dan pengetahuan khususnya tentang faktorfaktor yang hubungan dengan perilaku PUS dalam deteksi dini kanker
serviks dengan metode IVA di Wilayah Kerja Puskesmas Kebumen I
Kabupaten Kebumen.
E.
Keaslian Penelitian
1. Reny (2012), melakukan penelitian dengan judul Gambaran pengetahuan
wanita tentang pencegahan dan deteksi dini kanker serviks di RT 09 RW VII
sawunggaling surabaya. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui
pengetahuan wanita tentang pencegahan dan deteksi dini kanker serviks di
Rt 09 RW VII Sawunggaling Surabaya. Desain dalam penelitian
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
1. Kanker Leher Rahim
a. Pengertian
Kanker ginekologik adalah tumbuhnya sel-sel neoplastik secara tidak
terkontrol pada jaringan organ genetik wanita terdiri dari uterus, tuba
fallopi, ovarium, vagina dan vulva. Kanker pada organ genetika merupakan
penyebab morbiditas dan mortalitas terbesar kedua setelah kanker
payudara. Kanker leher rahim adalah kanker yang terjadi pada servik uterus
(leher rahim, suatu daerah pada organ reproduksi wanita yang merupakan
pintu masuk ke arah rahim yang terletak antara rahim dan liang sanggama
(vagina). Kanker serviks sering disebut juga kanker leher rahim (Sukaca,
2009).
b. Penyebab
Penyebab kanker leher rahim belum diketahui dengan pasti, namun diduga
penyebabnya Human Papilloma Virus (HPV). Infeksi virus papilloma
terdapat pada wanita yang aktif secara seksual. Dari beberapa pemeriksaan
laboratorium terbukti bahwa lebih dari 90% kondiloma serviks semua
neoplasia intraepitel serviks dan kanker leher rahim mengandung DNA
10
HPV. HPV ini dapat menyerang alat kelamin bagian luar vagina, leher
rahim dan di sekitar anus (Aziz M.F, 2008).
c. Faktor Risiko Kanker Leher Rahim
Beberapa faktor-faktor yang menyebabkan perempuan terpapar HPV
(sebagai penyebab dari kanker leher rahim) adalah sebagai
berikut: 1) Hubungan Seks Pada Usia Muda
Faktor risiko ini merupakan salah satu faktor risiko terpenting
karena Penelitian para pakar menunjukkan bahwa semakin muda wanita
melakukan hubungan seksual maka semakin besar risiko terkena kanker
leher rahim. Wanita yang melakukan hubungan seks pertama sekali pada
usia kurang dari 17 tahun mempunyai risiko 3 kali lebih besar daripada
wanita yang berhubungan seksual pertama sekali pada usia lebih dari 20
tahun (Sukaca, 2009).
2) Multipartner Seks
Perilaku berganti-ganti pasangan seksual akan meningkatkan
penularan penyakit kanker leher rahim. Risiko terkena kanker leher
rahim meningkat 10 kali lipat pada wanita mempunyai teman seksual 6
orang atau lebih. Bukan hanya ini saja, bila seorang suami juga bergantiganti pasangan seksual dengan wanita lain misalnya wanita tuna susila
(WTS), maka suaminya dapat membawa virus HPV dan menularkan
kepada istrinya (Sukaca, 2009).
11
3) Jumlah Paritas
Paritas merupakan keadaan dimana seorang wanita pernah
melahirkan bayi yang dapat hidup atau viable. Paritas yang berbahaya
adalah dengan memiliki jumlah anak lebih dari 2 orang atau jarak
persalinan terlampau dekat. Hal ini dikarenakan persalinan yang
demikian dapat menyebabkan timbulnya perubahan sel-sel abnormal
pada mulut rahim. Jika jumlah anak yang dilahirkan melalui jalan
normal banyak dapat menyebabkan terjadinya perubahan sel abnormal
dari epitel pada mulut rahim, dan dapat berkembang menjadi keganasan
(Sukaca, 2009).
4) Pemakaian Alat Kontrasepsi
Penggunaan kontrasepsi pil dalam jangka waktu lama (5 tahun
atau lebih) meningkatkan risiko kanker leher rahim sebanyak 2 kali.
Sedangkan pemakaian kontrasepsi oral lebih dari 5 tahun dapat
meningkatkan risiko relatif kanker leher rahim 1,53 kali (Sukaca, 2009).
5) Riwayat Perokok
Wanita perokok mempunyai risiko 2 kali lipat terkena kanker leher
rahim dibandingkan wanita yang tidak. Lendir serviks wanita perokok
mengandung nikotin dan zat lainnya yang terdapat dalam rokok. Zat-zat
tersebut menurunkan daya tahan serviks. Tembakau merusak sistem
kekebalan dan mempengaruhi kemampuan tubuh untuk melawan infeksi
HPV pada serviks (Sukaca, 2009).
12
d. Gejala Klinik
Pada permulaan penyakit yaitu pada stadium awal belum dijumpai
gejala-gejala yang spesifik bahkan pada umumnya tanpa gejala. Pada
stadium awal ini dapat dideteksi secara dini (Manuaba, 2008). Gejala yang
mungkin dapat dideteksi ialah mula-mula keluar cairan encer keputihan,
kemudian warna sekrit menjadi merah muda lalu coklat seperti air kotor
dan berbau busuk yang disebabkan oleh jaringan tumor nekrosis dan
infeksi (Nugroho BD, 2007). Pada awal stadium lanjut dijumpai riwayat
pendarahan intermenstrual. Biasanya timbul pendarahan setelah senggama
(contact bleeding), anemi sering ditemukan sebagai akibat dari pendarahan
yang terus berlangsung (Rayburn, 2008).
Pada stadium lanjut terdapat nyeri di daerah panggul akibat tumor
yang nekrotik, perasaan nyeri juga menjalar ke paha. Gejala hematuri dan
pendarahan rektal timbul bila tumor sudah menjalar ke vesika urinaria dan
rectum. Penurunan berat badan dan anemia adalah karakteristik sari
stadium kanker leher rahim (Sinclair, 2012).
e. Upaya Pencegahan Leher Rahim
Pencegahan penyakit kanker leher rahim adalah upaya-upaya yang
dilakukan untuk mengurangi angka kesakitan dan angka kematian akibat
kanker leher rahim, yang dapat dilakukan dengan 3 cara, yaitu:
13
1) Pencegahan Primer
Pencegahan primer dapat dilakukan melalui penyuluhan dan
pendidikan kepada masyarakat mengenai faktor penyebab terjadinya
kanker leher rahim. Keberhasilan program penyuluhan yang dilanjutkan
dengan skrining terbukti efektif dalam menurunkan kasus kanker leher
rahim di beberapa negara seperti Finlandia dan Amerika Serikat,
sedangkan untuk individu penyuluhan dilakukan dalam upaya mencegah
masuknya virus ke dalam tubuh dengan menghindari berganti-ganti
pasangan seks, pemberian vaksin HPV dan menekan faktor risiko
penyebab kanker, seperti merokok, menghindari hubungan seks pada
usia muda, berperilaku hidup sehat serta memperbanyak konsumsi
sayuran dan buah (Hidayanti, 2011).
2) Pencegahan Sekunder
Salah satu bentuk pencegahan sekunder kanker leher rahim
adalah dengan melakukan deteksi dini terhadap kanker dan pemeriksaan
gejala klinis pada stadium awal. Bagi wanita yang tidak berganti-ganti
pasangan, tidak melakukan hubungan seksual dibawah usia 20 tahun,
selalu merawat kebersihan alat kelamin dan tidak merokok, pemeriksaan
tes Inspeksi Visual Asetat dapat dilakukan sekali dalam 5 tahun,
terutama wanita dengan usia 30 tahun sampai dengan 50 tahun
(Tambunan, 2005).
14
3) Pencegahan Tertier
Pencegahan
tertier
yang
dapat
dilakukan
berupa
15
3) Perkembangan
dari
fase
pra
kanker
menjadi
kanker
dapat
16
17
putih dapat disimpulkan bahwa tes IVA positif, dan sebagai tindak
lanjutnya dapat dilakukan biopsy (LPKI Jateng, 2011).
d. Syarat melakukan pemeriksaan Inspeksi Visual Asam Asetat (IVA)
1) Sudah pernah melakukan hubungan seksual.
2) Tidak sedang datang bulan atau haid.
3) Tidak sedang hamil.
4) 24 jam sebelumnya tidak melakukan hubungan seksual (Tapan, 2005).
e. Pelaksanaan skrining Inspeksi Visual Asam Asetat (IVA)
Menurut Tapan (2005), untuk melaksanakan skrining dengan metode
IVA, dibutuhkan tempat dan alat sebagai berikut:
1) Ruangan tertutup, karena pasien diperiksa dengan posisi litotomi.
2) Meja/tempat tidur periksa yang memungkinkan pasien berada pada
posisi litotomi.
3) Terdapat sumber cahaya untuk melihat serviks.
4) Spekulum vagina.
5) Asam asetat (3-5%).
6) Swab-lidi berkapas.
7) Sarung tangan.
18
f.
Kategori IVA
IVA negatif
IVA radang
IVA positif
IVA-kanker serviks
Hasil
serviks normal.
serviks dengan radang (servisitis), atau
kelainan jinak lainnya (polip serviks).
ditemukan bercak putih (aceto white
ephitelium).
ditemukan adanya kanker serviks, baik
dalam stadium invasive dini maupun lanjut.
Positif 1 (+)
Positif 2 (++)
Hasil
- Tidak ada lesi bercak putih (acetowhite
lesion)
- Bercak putih pada polip endoservikal atau
kista nabothi
- Garis putih mirip lesi acetowhite pada
sambungan skuamokolumnar
- Samar, transparan, tidak jelas, terdapat
lesiercak putih yang ireguler pada serviks
- Lesi bercak putih yang tegas, membentuk
sudut (angular), geographic acetowhite
lesion yang terletak jauh dari sambungan
skuamokolumnar
- Lesi acetowhite yang buram, padat dan
berbatas jelas sampai ke sambungan
skuamokolumnar
- Lesi acetowhite yang luas, berbatas tegas,
tebal dan padat
- Pertumbuhan pada leher rahim menjadi
acetowhite
19
3. Perilaku Kesehatan
Menurut teori Green (1980) yang dikutip oleh Notoatmojo (2007),
bahwa perilaku seseorang atau masyarakat tentang kesehatan ditentukan oleh
pengetahuan, sikap, kepercayaan, tradisi dan sebagainya dari orang atau
masyarakat yang bersangkutan. Di samping itu ketersediaan fasilitas, sikap
dan perilaku para petugas kesehatan juga akan mendukung dan memperkuat
terbentuknya perilaku, termasuk dalam hal ini adalah perilaku PUS pada
deteksi dini kanker serviks dengan metode IVA.
Perilaku kesehatan menurut Becker (1979) cit. Notoatmojo 2007 yaitu
hal-hal yang berkaitan dengan tindakan atau kegiatan seseorang dalam
memelihara
dan
meningkatkan
kesehatannya.
Bloom
(1908)
dalam
Pengetahuan
1) Pengertian
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002) pengetahuan
(knowledge) adalah merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah orang
melakukan pengindraan terhadap suatu obyek tertentu. Pengindraan
terjadi melalui panca indra manusia yakni : indra penglihatan,
pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Pengetahuan pada hakekatnya
merupakan segenap apa yang kita ketahui tentang suatu obyek tertentu,
20
melalui
panca
indra
manusia,
yakni
indra
penglihatan,
21
coba-coba
ini
dilakukan
dengan
menggunakan
22
atau
methodology).
lebih
dikenal
metodelogi
penelitian
(research
23
24
1) Pengalaman
Merupakan
suatu
cara
untuk
memperoleh
kebenaran
pengetahuan, baik dari pengalaman diri sendiri maupun orang lain. Hal
tersebut dilakukan dengan cara pengulangan kembali pengalaman
yang diperoleh dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi. Bila
berhasil maka orang akan menggunakan cara tersebut dan bila gagal
tidak akan mengulangi cara itu.
2) Pendidikan
Makin tinggi tingkat pendidikan seseorang, maka makin mudah
menerima informasi sehingga makin banyak pula pengetahuan yang
dimiliki. Sebaliknya pendidikan yang kurang akan menghambat
perkembangan sikap seseorang terhadap nilai-nilai baru yang
diperkenalkan.
3) Kepercayaan
Adalah sikap untuk menerima suatu pernyataan atau pendirian
tanpa menunjukkan sikap pro atau anti kepercayaan. Sering diperoleh
dari orang tua, kakek atau nenek. Seseorang menerima kepercayaan itu
berdasarkan keyakinan dan tanpa adanya pembuktian terlebih dahulu.
Kepercayaan berkembang dalam masyarakat yang mempunyai tujuan
dan kepentingan yang sama. Kepercayaan dapat tumbuh bila berulang
kali mendapatkan informasi yang sama (Notoatmodjo, 2005).
25
kemampuan
menterjemahkan,
menginterpretasikan,
26
d) Analisis (analysis)
Analisis adalah kemampuan untuk menguraikan hal tadi menjadi
rincian yang terdiri unsur-unsur atau komponen-komponen yang
berhubungan antara yang satu dengan lainnya dalam suatu bentuk
susunan berarti.
e) Sintesis (Syntesis)
Sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun kembali bagianbagian atau unsur-unsur tadi menjadi suatu keseluruhan yang
mengandung arti tertentu.
f) Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk membandingkan hal
yang bersangkutan dengan hal-hal serupa atau setara lainnya,
sehingga diperoleh kesan yang lengkap dan menyeluruh tentang hal
yang sedang dinilainya.
4) Pengukuran Pengetahuan
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau
angket yang menanyakan tentang isi materi yang akan diukur dari subyek
penelitian atau responden ke dalam pengetahuan yang ingin kita ukur atau
kita ketahui dapat kita sesuaikan dengan tingkatan-tingkatannya.
Adapun pertanyaan yang dapat digunakan untuk pengukuran pengetahuan
secara umum dapat dikelompokkan menjadi dua jenis yaitu:
27
28
2) Komponen Sikap
Menurut Notoatmodjo (2007), ada tiga komponen yang secara
bersama-sama membentuk sikap yang utuh (totalattitude) yaitu :
a) Kognitif (cognitive)
Berisi kepercayaan seseorang mengenai apa yang berlaku atau
apa yang benar bagi obyek sikap. Sekali kepercayaan itu telah
terbentuk maka ia akan menjadi dasar seseorang mengenai apa
yang dapat diharapkan dari obyek tertentu.
b) Afektif (affective)
Menyangkut masalah emosional subyektif seseorang terhadap
suatu obyek sikap. Secara umum komponen ini disamakan
dengan perasaan yang dimiliki obyek tertentu.
c)
Konatif (conative)
Komponen konatif atau komponen perilaku dalam struktur
sikap menunjukkan bagaimana perilaku atau kecenderungan
berperilaku dengan yang ada dalam diri seseorang berkaitan
dengan obyek sikap yang dihadapi.
3) Tingkatan Sikap
Menurut Notoatmodjo (2007), berbagai tingkatan dalam
pembentukkan sikap yaitu :
29
a) Menerima (receiving)
Pada tingkat ini, seseorang sadar akan kehadiran sesuatu (orang
nilai perbedaan) dan orang tersebut akan menjelaskan sikap seperti
mendengarkan, menghindari atau menerima keadaan tersebut.
b) Merespon (responding)
Yaitu memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan atau
menjelaskan tugas yang diberikan sebagai sikapnya terhadap hal
tertentu.
c) Menghargai (valuing)
Yaitu sikap untuk mengajak orang lain mengerjakan atau
mendiskusikan suatu masalah.
d) Bertanggung jawab (responsible)
Yaitu rasa tanggung jawab atas segala sesuatu yang telah
dipilihnya dengan segala resiko.
c.
Pendidikan
Pendidikan adalah usaha dasar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dari proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan dirinya untuk memiliki karakter spiritual keagamaan,
pengendalian
30
erat
perkembangan
dengan
segala
sesuatu
yang
manusia
mulai
perkembangan
bertalian
fisik,
dengan
kesehatan,
dapat
dibuktikan
kebenarannya.
Terutama
menyangkut
diperoleh
atau
tentang
bagaimana
proses
mempengaruhi
31
32
33
B. Kerangka Teori
Kanker Serviks
Penyebab
Infeksi Human Papilloma Virus
(HPV)
Faktor
yang
menyebkan
perempuan terpapar HPV :
1. Hubungan seks
pada usia
muda
2. Multipartner seks
3. Jumlah paritas
4. Pemakaian alat kontrasepsi
5. Riwayat perokok
Perilaku WUS dalam deteksi dini
kanker serviks dengan metode IVA
Pencegahan
Primer
Penyuluhan
dan
pendidikan
kepada
masyarakat
mengenai
faktor
penyebab
terjadinya kanker serviks.
Sekunder
Deteksi dini
terhadap
kanker dan pemeriksaan
gejala
klinis
pada
stadium awal.
Tertier
Mempertahankan
kualitas hidup
orang
yang positif
menderita
kanker.
34
Variabel terikat
Faktor-faktor :
1. Pengetahuan
2. Sikap
3. Pendidikan
4. Umur
Variabel Pengganggu
1. Pencegahan Primer
Penyuluhan dan pendidikan kepada
masyarakat mengenai faktor penyebab
terjadinya kanker leher rahim.
2. Pencegahan Tertier
Mempertahankan kualitas hidup orang
yang positif menderita kanker
Keterangan:
: Variabel yang diteliti
: Variabel yang tidak diteliti
35
D. Hipotesis
Hipotesis adalah sebagai jawaban sementara terhadap rumusan masalah
penelitian (Sugiono, 2007). Hipotesis alternatif atau hipotesis kerja (Ha) adalah
hipotesis yang menyatakan adanya hubungan antar variabel (Sugiono, 2007).
Ha 1 : Ada hubungan antara pengetahuan dengan perilaku PUS dalam deteksi
dini kanker serviks dengan metode IVA di Wilayah Kerja Puskesmas
Kebumen I Kabupaten Kebumen.
Ha 2 : Ada hubungan antara sikap dengan perilaku PUS dalam deteksi dini
kanker serviks dengan metode IVA di Wilayah Kerja Puskesmas
Kebumen I Kabupaten Kebumen.
Ha 3 : Ada hubungan tingkat pendidikan dengan perilaku PUS dalam deteksi
dini kanker serviks dengan metode IVA di Wilayah Kerja Puskesmas
Kebumen I Kabupaten Kebumen.
Ha 4 : Ada hubungan umur dengan perilaku PUS dalam deteksi dini kanker
serviks dengan metode IVA di Wilayah Kerja Puskesmas Kebumen I
Kabupaten Kebumen.
36
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
36
37
1+(Nxd )
Keterangan:
n
: Sampel
: Populasi
n=
4.612
1 + (4612 x 0,01)
4612
1+ 46,12
4612
= 97,87
98 PUS
47,12
38
Bandung
Candimulyo
Candiwulan
Kalijirek
Kawedusan
Kembaran
Jumlah
PUS
300
300 x 98 = 6,37 = 6
4612
141
141 x 98 = 2,99 = 3
4612
325
325 x 98 = 6,90 = 7
4612
167
167 x 98 = 3,54 = 4
4612
250
250 x 98 = 5,31 = 5
4612
191
191 x 98 = 4,05 = 4
4612
39
Muktisari
441
441 x 98 = 9,37 = 9
4612
Murtirejo
235
235 x 98 = 4,99 = 5
4612
Panjer
1198
1198 x 98 = 25,45 = 25
4612
10
Sumberadi
296
296 x 98 = 6,33 = 6
4612
11
Tamanwinangun
1072
1072 x 98 = 22,77 = 23
4612
Total
4612
98
Sampel yang diambil berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi yang telah
ditetapkan, yaitu:
1) Kriteria inklusi
Adalah karakteristik umum subyek penelitian dari suatu populasi
target terjangkau yang akan diteliti.
Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah:
a) Wanita pasangan usia subur 15-45 tahun
b) Dapat membaca dan menulis.
c) Bersedia menjadi responden.
40
2) Kriteria eksklusi
a) Wanita yang menderita gangguan jiwa.
b) PUS yang pernah menderita/operasi kanker serviks
C. Variabel Penelitian
Variabel adalah obyek penelitian atau apa saja yang menjadi titik
perhatian suatu penelitian (Arikunto,
2006). 1. Variabel bebas
Variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi
sebab perubahannya atau timbulnya variabel terikat (Sugiyono, 2007). Dalam
penelitian ini variabel bebasnya adalah Pengetahuan, sikap,
tingkat
2. Variabel terikat
Variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi
akibat, karena adanya variabel bebas (Sugiyono, 2007). Dalam penelitian ini
variabel terikatnya adalah perilaku PUS dalam deteksi dini kanker serviks
dengan metode IVA.
41
D. Definisi Operasional
Tabel No.3.1 Definisi Operasional
No
Variabel
Pendidikan
Pengetahuan
Sikap
Definisi
Cara Ukur
Operasional
Jenjang pendidikan Menggunakan
formal
terakhir kuesiner
Yang
ditempuh
oleh responden
Hasil Ukur
Sikap
merupakan
tanggapan
PUS
tterhadap
pemeriksaan IVA.
Dikategorikan :
a. Baik
Jika
jawaban
benar
>75%
b. Cukup
jika
jawaban
benar
antara 60-75%
c. Kurang
bila
jawaban
benar
< 60%.
Skala
Dikategorikan
Ordinal
menjadi:
a. Tidak
lulus
sekolah
b. Pendidikan
dasar
(tamat
SD/SMP)
c. Pendidikan
Menengah
(tamat SMA)
d. Pendidikan
Tinggi
(tamat
Perguruan
Tinggi)
Pengetahuan
Menggunakan
Dikategorikan baik Ordinal
adalah kemampuan kuesioner
:
responden
dalam tertutup dengan a. Baik
Jika
menjawab
15 pertanyaan.
jawaban benar
pertanyaanUntuk jawaban
>75%
pertanyaan tentang benar diberikan b. Cukup
jika
pengetahuan
nilai
1 dan
jawaban benar
kanker serviks.
salah diberikan
antara 60-75%
nilai 0.
c. Kurang
bila
jawaban benar
< 60%.
Menggunakan
kuesioner
sebanyak
15
soal
dengan
pengukuran
skala Gutt Man
Skor untuk tiap
jawaban:
Ya
(melakukan) :
1, Tidak (tidak
melakukan): 0
Ordinal
42
Umur
Menggunakan
kuesioner
Dikategorikan
menjadi
a. Berisiko, jika <
20 tahun atau
>35 tahun
b. Tidak berisiko
20-35 tahun
Nominal
Perilaku PUS
dalam deteksi
dini kanker
serviks dengan
metode IVA
Tindakan atau
praktek seseorang
tentang keinginan
atas kesadaran
sendiri untuk
melakukan
pemeriksaan IVA
Menggunakan
kuesioner
Dikategorikan:
a.Tidak melakukan
pemeriksaan IVA
b.Melakukan
pemeriksaan IVA
Nominal
43
Nomor
Butir
1
2
3
4
5
6, 7, 11
8
9
10
12
13, 15
14
Jumlah
Butir
1
1
1
1
1
3
1
1
1
1
2
1
Nomor
Butir
1, 2, 3, 4, 5, 6,
7, 8, 9, 10, 11,
12, 13, 14, 15
Jumlah
Butir
15
44
2. Responden diberi angket yang berisi kuisioner dan diminta untuk mengisi
didampingi oleh peneliti.
3. Angket yang telah diisi diserahkan kembali saat itu juga dan diperiksa
kelengkapanya, apabila ditemukan data yang kurang lengkap maka peneliti
langsung melakukan klarifikasi kepada responden, kriteria angket yang diolah
adalah pengisian sesuai petunjuk, pengisian jelas, dan lengkap, tidak ada
lembar yang hilang.
45
Keterangan:
x
= koefisien korelasi
= jumlah skor
46
2. Uji reliabilitas
Reliabilitas adalah kesamaan hasil pengukuran dalam waktu yang
berlainan (Nursalam, 2003). Pengujian reliabilitas menunjuk pada satu
pengertian bahwa instrument cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai
alat pengumpul data karena instrument tersebut sudah baik. Untuk
mengetahui reliabilitas soal test menurut (Riwidikdo, 2007). Kuesioner atau
angket dikatakan reliabel jika memiliki nilai alpha minimal 0,7. Pengujian ini
tetap mengunakan internal consistency dengan alat yang diajukan hanya satu
kali. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah dengan rumus
Alpha Cronbach.
r11
: Reliabilitas instrument
47
kemudian
memberinya
skor,
dengan
tujuan
untuk
48
2. Analisis Data
Pada penelitian ini analisis data yang dilakukan sesuai dengan
tujuan yang ingin dicapai. Setelah semua data-data berhubungan dengan
variabel-variabel yang ada dalam komponen variabel penelitian dikumpulkan.
Kemudian dianalisis dengan langkah sebagai berikut yaitu :
a. Analisis Univariat
Pada analisis univariat data yang diperoleh dari hasil pengumpulan
dapat disajikan bentuk tabel distribusi frekuensi dan persentase. Analisa
univariat
digunakan
untuk
menjelaskan
atau
mendeskriptifkan
49
b. Analisis Bivariat
Analisis bivariat merupakan analisis untuk mengetahui interaksi dua
variabel baik komparatif, asosiatif maupun korelasi (Saryono, 2008). Pada
analisis bivariat ini dilakukan uji statistik pada variabel yang saling
berhubungan, statistik korelasi yang digunakan adalah korelasi Chi
Square. Korelasi chi square digunakan untuk data diskrit nominal dan
ordinal. Untuk data nominal dan nominal menggunakan uji koefisien
kontingensi.
Rumus Chi Square:
x =
2
Keterangan:
x 2 = chi square.
fo = frekuensi yang diperoleh dari hasil pengamatan sampel.
fh = frekuensi yang diharapkan dalam sampel sebagai pencerminan dan
frekuensi yang diharapkan dari populasi.
Jika Chi Square lebih kecil dari Chi Square Tabel maka H0 atau
hipotesis statistik diterima. Jika Chi Square hitung lebih besar dari Chi
Square Tabel maka H0 atau hipotesis statistik ditolak. Jika probabilitas
(Asym. Sig) lebih kecil dari 0,05 maka H0 atau hipotesis statistik ditolak.
Jika probabilitas (Asym. Sig) lebih besar dari 0,05 maka H0 atau hipotesis
statistik diterima (Sugiyono, 2007).
50
Oleh
karena
itu
dalam
penggunaan
Chi
Square
harus
memperbesar
frekuensi
harapan
dari
sel-sel
tersebut
(penggabungan ini dapat dilakukan untuk analisis tabel silang lebih dari
2x2, misalnya 3x2, 3x4 dsb). Penggabungan ini ternyata diharapkan tidak
sampai membuat datanya kehilangan makna.
Andai saja keterbatasan tersebut terjadi pada tabel 2x2 (ini
berarti tidak bisa menggabungkan kategori-kategorinya lagi), maka
dianjurkan menggunakan uji Fishers Exact (Hastono, 2007).
51
I. Etika Penelitian
1. Prinsip Manfaat
a. Bebas dari penderitaan, artinya dalam penelitian ini tidak menggunakan
tindakan yang menyakiti atau membuat responden menderita.
b. Bebas dari eksploitasi, artinya data yang diperoleh tidak digunakan untuk
hal-hal yang merugikan responden.
2. Prinsip Menghargai Hak
a. Informed consent
Sebelum dilakukan pengambilan data penelitian, calon responden
diberi penjelasan tentang tujuan dan manfaat penelitian yang dilakukan,
apabila calon responden bersedia untuk diteliti maka calon responden harus
menandatangani lembar persetujuan tersebut, dan jika calon responden
menolak untuk diteliti maka peneliti tidak boleh memaksa dan tetap
menghormatinya.
b. Anonymity
Untuk menjaga kerahasiaan responden dalam pengolahan dan
penelitian, peneliti akan menggunakan nomor atau kode responden.
c. Confidientiality
Informasi yang diberikan oleh responden serta semua data yang
terkumpul dijamin kerahasiaanya oleh peneliti.