Вы находитесь на странице: 1из 23

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORITIK


2.1.

Tinjauan Pustaka
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ade Nurtini di Universitas
Udayana Bali pada tahun 2012, menyatakan bahwa : hubungan signifikan
terjadi antara tingkat pengetahuan WUS dengan cakupan IVA, dimana
semakin baik tingkat pengetahuan WUS mempunyai hubungan dengan
tingginya cakupan IVA di suatu Puskesmas. Dengan pengetahuan yang
dimiliki oleh WUS terkait dengan test IVA untuk mendeteksi adanya lesi
kanker serviks maka WUS mampu meningkatkan cakupan IVA.
Teori yang dikemukakan oleh Notoatmodjo (2001) yang menyatakan
bahwa pengetahuan adalah merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah
orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Lebih lanjut
dinyatakan bahwa pengetahuan yang dicakup di dalam domain kognitif
mempunyai 6 tingkat yakni: tahu (know), memahami (comprehension),
aplikasi (application), analisis (analysis), sintesis (synthesis) dan evaluasi
(evaluation). Berdasarkan enam domain kognitif tersebut tentunya para WUS
tahu tentang test IVA dan kaitannya dengan lesi serviks, selanjutnya paham
terhadap perkembangannya, sampai pada kemampuan analisis, sintesis, dan
menilai apa yang perlu dilakukan untuk mencegah terjadinya kanker serviks.
Secara teori dikatakan bahwa WUS akan memperoleh pengetahuan
melalui sistem penginderaan yaitu mata dan telinga, sehingga pemberian
promosi kesehatan tentang IVA sangat dibutuhkan untuk meningkatkan
pengetahuan WUS guna meningkatkan cakupan IVA 46 (Notoatmodjo, 2010).
Banyak hal yang sudah dilakukan oleh pihak-pihak yang bertanggungjawab

dengan program deteksi dini kanker serviks ini, mulai dari dinas kesehatan
provinsi, kabupaten dan kota serta puskesmas, diantaranya adalah sosialisasi
dan promosi kesehatan melalui penyuluhan dan program pemeriksaan IVA
gratis,`namun belum dilakukan secara optimal karena daerah yang dicapai
belum merata. Program deteksi dini kanker serviks ini di tingkat pelayanan
kesehatan yang paling dasar atau Puskesmas menjadi tanggung jawab dari
bidang Kesehatan Ibu dan Anak (KIA).
Pada suatu penelitian yang dilakukan oleh Purwanto tahun 1998
dikatakan bahwa seseorang akan mengadopsi atau melakukan sesuatu melalui
suatu proses yang selalu didasari oleh pengetahuan, kesadaran yang positif.
Saat hal tersebut terjadi semua yang diadopsi dan dikerjakan akan menjadi
sesuatu yang langgeng, namun apabila sesuatu dikerjakan atau diadopsi tanpa
didasari oleh suatu pengetahuan dan kesadaran maka semua yang diadopsi
atau dikerjakan hanya bersifat sementara atau tidak akan berlangsung lama
(Wawan dan Dewi, 2010).
Wanita usia subur yang tidak tahu tentang pemeriksaan IVA merupakan
faktor yang sangat berperan dalam peningkatan cakupan IVA. Saat mereka
tidak tahu mereka tidak akan datang untuk melakukan pemeriksaan IVA, hal
tersebut bukan sepenuhnya menjadi kesalahan dari WUS, namun juga
seharusnya menjadi bahan pertimbangan 47 bagi setiap fasilitas pelayanan
kesehatan karena program pemerintah yang saat ini sedang digalakkan belum
banyak diketahui oleh sasaran dari pogram tersebut, yaitu WUS. Kurangnya
sosialisasi dan perencanaan yang kuat serta dukungan dari pemerintah dan
fasilitas pelayanan kesehatan itu sendiri salah satu dari penyebab kurangnya

10

pengetahuan masyarakat tentang IVA, diluar faktor-faktor yang lain.


Beberapa usaha sosialisasi mungkin telah dilakukan, namun distribusinya
kurang merata (Anonim, 2011). Sosialisasi dan berbagai hal sederhana yang
bisa diupayakan dalam meningkatkan pengetahuan WUS antara lain disetiap
fasilitas pelayanan kesehatan menyediakan brosur yang bisa dilihat dan
dibaca saat mereka sedang menunggu (Dizon dkk., 2009).
2.2. Landasan Teori
2.2.1. Konsep Hubungan
Pada intinya penelitian ilmiah adalah mencari hubungan antara
variabel,

sedangkan

data-data

yang

diperoleh

dari

lapangan

merupakan unsur-unsur yang akan mencantumkan apakah variabelvariabel tersebut memiliki hubungan atau tidak.
Dalam hubungan antara variabel ini ada beberapa jenis
hubungan yang perlu diketahui, yaitu:
a) Hubungan simetris
Hubungan simetris terjadi apabila :
1) Kedua variabel adalah akibat dari suatu vaktor yang sama,
2) Kedua variabel berkaitan secara fungsional,
3) Kedua variabel mempunyai hubungan karena kebetulan sematamata, misalnya secara kebetulan semua murid berkacamata
gemar membaca. Hubungan antara variabel murid berkacamata
dengan gemar membaca adalah hubungan simetris.
b) Hubungan timbal balik
Hubungan timbal balik merupakan hubungan antar dua
variabel yang saling timbal bali, maksudnya adalah satu variabel
dapat menjadi sebab dan juga akibat terhadap varibel lainnya,
demikian pula sebaliknya, sehingga tidak dapat ditentukan varibel
mana yang menjadi sebab atau variabel mana yang menjadi akibat.

11

misalnya dalam waktu variabel x mempengaruhi y, dan dalam


waktu lain variabel y dapat mempengaruhi x.
c) Hubungan Asimetris
Hubungan asimetris adalah hubungan antara variabel, yakni
suatu variabel mempengaruhi variabel lain, namun sifatnya tidak
timbal balik.
2.2.2. Konsep Pengetahuan
2.2.2.1. Pengertian Pengetahuan
Pengetahuan adalah merupakan hasil tau dan ini terjadi
setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek
tertentu,

(Notoatmodjo,

2009).

Pengindraan

yakni

penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba.


Pengetahuan adalah kesan di dalam pikiran manusia, sebagai
hasil penggunaan panca indra yang berbeda sekali dengan
kepercayaan

(believe),

takhayul

(supertition)

dan

pemasangan penerangan yang keliru (missinformation)


(Soekarno, 2009).
Pengetahuan merupakan hasil yang didapat dari suatu objek
yang telah diketahui melalui panca indra.
2.2.2.2. Tingkat Pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (2009) pengetahuan di dalam domain
kognitif dibagi menjadi 6 tingkatan, yaitu:
a) Tahu (Know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah
dipelajari sebelumnya termasuk ke dalam pengetahuan
tingkat ini adalah mengingat kembali terhadap sesuatu
yang spesifik dari seluruh bahan yg dipelajari atau
rangsangan yang telah diterima. Tingkat ini merupakan

12

tingkat

pengetahuan

yang

paling

rendah.

Untuk

mengetahui dan mengukur bahwa orang tahu apa yang


telah dipelajari, maka digunakan kata kerja, antara lain:
menyebutkan,

mendefinisikan,

menyatakan,

dan

sebagainya.
b) Memahami (Comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk
menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui
dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara
benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi
harus

dapat

menjelaskan,

menyebutkan

contoh,

menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap


objek yang dipelajari.
c) Aplikasi (Aplication)
Aplikasi
diartikan

sebagai

kemampuan

untuk

menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi dan


kondisi sebenarnya (real). Aplikasi disini dapat diartikan
dapat menggunakan prinsip-prinsip siklus pemecahan
masalah (problem solving cycle) di dalam pemecahan
masalah kesehatan dari kasus yang diberikan.
d) Analisa (Analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menyebarkan
materi atau suatu obyek ke dalam komponen-komponen,
tetapi masih di dalam satu struktur organisasi tersebut dan
masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis
ini dapat dilihat dari pengguna kata kerja, seperti dapat

13

digambarkan

(membuat

bagan),

membedakan,

memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya.


e) Sintesis (Syntesis)
Sintesis menunjukkan suatu kemampuan

untuk

meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam


suatu keseluruhan yang baru atau dengan kata lain
menyusun formulasi-formulasi yang ada. Misalnya dapat
menyusun, dapat merencanakan, dapat meringkas, dapat
menyesuaikan,

dan

sebagainya

rumusan-rumusan yang telah ada.


f) Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan

terhadap

tori

kemampuan

atau

untuk

melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi


obyek. Penilaian-penilaian itu berdasarkan kriteria yang
ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria yang
sudah ada.
2.2.2.3. Cara Memperoleh Pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (2009), cara memperoleh pengetahuan
ada 2, yaitu:
a) Cara Kuno / Cara Non Ilmiah
1) Cara coba salah
Yaitu cara tradisional yang pernah digunakan dalam
memperoleh pengetahuan cara ini digunakan sebelum
ada peradaban sebagai usaha pemecahan masalah.
Menggunakan kemungkinan pemecahan masalah dan
apabila tidak berhasil maka akan dicoba kemungkinan
yang lain.

14

2) Cara kekuasaan / otoritas yaitu cara kebiasaan


Kebiasaan atau tradisi yang dilakukan untuk orangorang tanpa melalui pengalaman dan kebiasaankebiasaan ini seolah-olah diterima dengan sumbernya
sebagai kebenaran mutlak.
3) Berdasarkan pengamatan
Yaitu suatu upaya untuk memperoleh pengetahuan
dengan cara mengulang kembali pengalaman yang
pernah dialami dalam memecahkan permasalahan
yang dihadapi pada masa lalu.
b) Cara Modern / Cara Ilmiah
Metode yang digunakan cara baru / modern dalam
memperoleh pengetahuan yang lebih sistematis, logis,
dan ilmiah. Dimana pengetahuan ini diperoleh dengan
mengadakan

observasi

langsung

dan

membuat

pencatatan-pencatatan terhadap semua fakta sehubungan


dengan obyek yang diamatinya.
2.2.2.4. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (2009) faktor-faktor

yang

mempengaruhi pengetahuan ada 2, yaitu:


a) Faktor internal yang terdiri dari :
1) Usia
Dengan bertambahnya usia maka tingkat pengetahuan
akan berkembang sesuai pengetahuan yang pernah di
dapat juga dari pengalaman.
2) Intelegensia
Yaitu dengan tingginya intelegensia orang dapat
bertindak cepat, tepat, dan mudah dalam mengambil

15

keputusan, sesorang yang mempunyai intelegensia yang


rendah akan bertingkah laku lambat dalam pengambilan
keputusan.
b) Faktor eksternal yang terdiri dari :
1) Pendidikan
Tingkat pendidikan sangat besar pengaruhnya terhadap
pengetahuan.
pengetahuannya

Seseorang
akan

berpendidikan
berbeda

dengan

tinggi
orang

berpendidikan rendah.
2) Lingkungan
Seseorang yang hidup dalam lingkungan yang berpikir
luas maka pengetahuannya akan lebih baik dari pada
orang yang tinggal di lingkungan yang berpikir sempit.
3) Pekerjaan
Seseorang yang bekerja pengetahuannya akan lebih
luas dari pada seseorang yang tidak bekerja karena
dengan berkerja seseorang akan banyak mendapat
informasi dan pengalaman.
4) Sosial Budaya
Seseorang yang hidup dalam heterogenitas sosial dan
budaya yang berpengaruh turun menurun itu tinggi,
maka pengetahuannya akan lebih baik dari pada orang
yang tinggal di heterogenitas yang rendah yang
berpikiran sempit.
2.2.2.5. Kategori Pengetahuan
Menurut Arikunto (2006) pengetahuan dibagi dalam 3
kategori, yaitu:

16

a) Baik

: Bila subyek mampu menjawab dengan benar

76-100% dari seluruh petanyaan


b) Cukup : Bila subyek mampu menjawab dengan benar
56% - 75% dari seluruh pertanyaan
c) Kurang : Bila subyek mampu menjawab dengan benar
40% - 55% dari seluruh pertanyaan
2.2.3. Wanita Pasangan Usia Subur (PUS)
Menurut BKKBN (2005), Pasangan usia subur (PUS) adalah
pasangan suami istri yang istrinya berumur antara 15 sampai dengan
49 tahun atau pasangan suami-istri yang istri berumur kurang dari 15
tahun dan sudah haid atau istri berumur lebih dari 50 tahun, tetapi
masih haid (datang bulan). Sedangkan menurut Andi (2008), definisi
pasangan usia subur (PUS) adalah pasangan suami istri yang masih
berpotensi untuk mempunyai keturunan atau biasanya ditandai dengan
belum datang waktu menopause (terhenti mentruasi bagi istri).
2.2.4. Konsep Kanker Serviks
2.2.4.1. Pengertian
Kanker serviks (Kanker Leher Rahim) adalah tumor
ganas yang tumbuh di dalam serviks / leher rahim (bagian
terendah dari rahim yang menempel pada puncak vagina).
Kanker serviks biasanya menyerang wanita berusia 35-55
tahun. 90% dari kanker serviks berasal dari sel skuamosa
yang melapisi serviks dan 10% sisanya berasal dari sel
kelenjar penghasil lendir pada saluran servikal yang menuju
ke dalam rahim (Amalia, 2009).
Penyakit ini berawal dari infeksi virus yang
merangsang perubahan perilaku sel epitel serviks. Pada saat

17

ini sedang dilakukan penelitian vaksinasi sebagai upaya


pencegahan dan terapi utama penyakit ini di masa
mendatang. Hal terpenting menghadapi penderita kanker
serviks adalah menegakkan diagnosis sedini mungkin dan
memberikan terapi yang efektif dan sekaligus prediksi
prognosisnya (Prawirohardjo, 2009).
2.2.4.2. Etiologi
Sel kanker serviks pada awalnya berasal dari sel epitel
serviks yang mengalami mutasi genetik sehingga mengubah
perilakunya. Keadaan yang menyebabkan mutasi genetik
yang tidak dapat diperbaiki akan menyebabkan terjadinya
pertumbuhan kanker ini. Berbeda dengan penyakit lain pada
umumnya, kanker serviks uteri adalah penyakit yang fatal
sehingga tidak etis untuk melakukan percobaan klinis pada
manusia. Observasi untuk mencari penyebabnya terus
berkembang mulai dari 150 tahun yang lalu dimana kaum
biarawati jarang menderita kanker serviks hingga akhir-akhir
ini pada infeksi HPV tipe tetentu (Prawirohardjo, 2009).
a) Human Papilloma Virus (HPV)
Hubungan antara infeksi HPV dengan kanker serviks
pertama kali dicetuskan oleh Harold zur Hassen pada
tahun 1980. Penyebab utama kanker serviks adalah infeksi
virus HPV (Human Papilloma Virus). Lebih dari 90%
kanker serviks berhubungan dengan HPV tipe 16.
Penyebaran virus ini terutama melalui hubungan seksual.

18

Virus ini menginfeksi membrana basalis pada daerah


metaplasia dan zona transformasi serviks. Setelah
menginfeksi sel epitel serviks sebagai upaya untuk
berkembang biak, virus ini akan meninggalkan sekuensi
genomnya pada sel inang. Dewasa ini infeksi HPV
cenderung terus meningkatdan terus dilakukan usahausaha untuk mengidentifikasikasi tipe virus ini. Dari hasil
pemeriksaan sekuensi DNA yang berbeda hingga saat ini
dikenal lebih dari 200 tipe HPV. Kebanyakan infeksi HPV
bersifat jinak.
b) Merokok
Tembakau mengandung bahan-bahan karsinoma baik yang
dihisap sebagai rokok/sigaret atau dikunyah. Asap rokok
menghasilkan

polycyclic

aromatic

hydrocarbons

heterocyclic amine yang sangat karsinogen dan mutagen,


sedang bila dikunyah menghasilkan netrosamine. Bahan
yang berasal dari tembakau yang dihisap terdapat digetah
serviks wanita perokok dan dapat menjadi ko karsinogen
infeksi virus, bahkan membuktikan bahan-bahan tersebut
dapat menyebabkan kerusakan DNA epitel serviks
sehingga dapat menyebabkan neoplasma serviks.
c) Hubungan seksual pertama dilakukan pada usia dini
Aktivitas seksual terlalu muda (usia <18 tahun).
d) Berganti-ganti pasangan seksual Infeksi ini terjadi melalui
kontak langsung. Pemakaian kondom tidak cukup aman

19

untuk mencegah penyebaran virus ini karena kondom


hanya menutupi sebagian organ genital saja sementara
labia, skrotum, dan daerah anal tidak terlindungi. Jumlah
pasangan seksual yang tinggi (>4 orang), dan juga resiko
meningkat bila ia berhubungan dengan pria beresiko tinggi
atau yang mengidap kondiloma akuminata.
e) Gangguan sistem kekebalan
f) Pemakaian pil KB
Kontrasepsi oral yang dipakai dalam jangka panjang yaitu
lebih dari 4 tahun dapat maningkatkan resiko 1,5-2,5 kali.
g) Infeksi herpes genitalis atau infeksi clamidia menahun
h) Golongan ekonomi lemah dan pengetahuan rendah (karena
tidak mampu melakukan skrining secara rutin)
2.2.4.3. Tanda dan Gejala
Menurut Prawirohardjo (2009) perubahan kanker serviks
biasanya tidak menimbulkan gejala dan perubahan ini tidak
terdeteksi kecuali jika wanita tersebut menjalani pemeriksaan
panggul dan skrining. Gejala awal yang baru muncul, antara
lain :
1. Adanya sekret vagina yang agak banyak dan kadangkadang dengan bercak perdarahan
2. Perdarahan vagina yang abnormal, terutama diantara 2
menstruasi, setelah melakukan hubungan seksual dan
setelah menopause
3. Menstruasi abnormal (lebih lama dan lebih banyak)
4. Keputihan yang menetap dengan cairan yang encer,
berwarna pink, coklat, mengandung darah atau hitam serta
berbau busuk.

20

Menurut Amalia (2009) gejala dari kanker servik stadium


lanjut, antara lain :
1) Nafsu makan berkurang, penurunan berat badan, kelelahan
2) Nyeri panggul, punggung, punggung atau tungkai
3) Dari vagina keluar air kemih atau tinja
4) Patah tulang (fraktur).
2.2.4.4. Diagnosa
Diagnosa ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil
pemeriksaan berikut :
a) Pap smear
Pap smear dapat mendeteksi sampai 90% kasus kanker
secara akurat dan dengan biaya yang tidak terlalu mahal.
Hasil pemeriksaan Pap smear menunjukkan stadium dari
kanker serviks:
1) Normal
2) Displasia ringan (perubahan dini yang belum bersifat
ganas)
3) Displasia berat (perubahan lanjut yang belum bersifat
ganas)
4) Karsinoma in situ (kanker yang terbatas pada lapisan
serviks paling luar)
5) Kanker invasif (kanker telah menyebar ke lapisan
serviks yang lebih dalam atau ke organ tubuh lainnya)
b) Biopsi
Biopsi dapat dilakukan secara langsung tanpa
bantuan anestesia dan dapat dilakukan secara rawat jalan.
Lokasi biopsi sebaiknya dapat diambil dari jaringan yang
masih sehat dan hindari biopsi jaringan nekrosis pada lesi
besar.
c) Kolposkopi (pemeriksaan serviks dengan lensa pembesar)
d) IVA (Inspeksi Visual dengan Asam Asetat)

21

Pemeriksaan yang pemeriksanya dokter atau bidan


atau paramedis terlatih mengamati serviks yang telah
diberi asam asetat/asam cuka 3-5% secara inspekulo dan
dilihat

dengan

penglihatan

mata

langsung

(mata

telanjang).
2.2.5. Konsep Sikap
2.2.3.1.
Pengertian Sikap
Sikap merupakan respons tertutup seseorang terhadap
stimulus atau objek tertentu, yang sudah melibatkan faktor
pendapat dan emosi yang bersangkutan (senang-tidak senang,
setuju-tidak

setuju,

baik-tidak

baik,

dan

sebagainya)

(Notoatmodjo, 2009).
Sikap merupakan organisasi pendapat, keyakinan
seseorang mengenai objek atau situasi yang relatif ajeg,
disertai adanya perasaan tertentu, dan memberikan dasar pada
orang tersebut untuk respons atau berprilaku dalam cara
tertentu yang dipilihnya (Walgito, 2007).
Sikap adalah pandangan atau perasaan yang disertai
kecenderungan untuk bertindak sesuai dengan sikap yang
menjadi objek tadi. Jadi sikap senantiasa terarah terhadap
suatu hal, suatu objek, tidak ada sikap tanpa objek. Sikap
mungkin terarah terhadap benda-benda, orang-orang tetapi
juga peristiwa, pandangan, lembaga, terhadap norma, nilainilai, dan lain-lain (Azwar, 2007).
Sikap merupakan reaksi atau respons seseorang
terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap dalam kehidupan

22

sehari - hari adalah merupakan reaksi yang bersifat emosional


terhadap sutu stimulus sosial. Sikap belum merupakan suatu
tindakan atau aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi
tindaka atau perilaku ( Mubarok, 2007).
Sikap adalah kesiapan merespons yang sifatnya positif
atau negatif terhadap objek atau situasi secara konsisten.
2.2.3.2.

Struktur Sikap
Menurut Sunaryo (2009) struktur sikap memiliki tiga

komponen :
a) Komponen kognitif (cognitive)
Dapat disebut juga komponen perseptual, yang berisi
kepercayaan individu. Kepercayaan tersebut berhubungan
dengan hal-hal bagaimana individu mempersepsi terhadap
objek sikap, dengan apa yang dilihat dan diketahui
(pengetahuan),

pandangan,

keyakinan,

pikiran,

pengalaman pribadi, kebutuhan emosional dan informasi


dari orang lain.
b) Komponen afektif (komponen emosional)
Komponen ini menunjuk pada dimensi emosional
subyektif individu, terhadap obyek sikap, baik yang positif
(rasa senang), maupun yang negatif (rasa tidak senang).
c) Komponen konatif
Disebut juga komponen perilaku yaitu komponen
sikap yang berkaitan preisposisi atau kecenderungan
bertindak terhadap objek sikap yang dihadapi.

2.2.3.3.

Komponen Pokok Sikap

23

Sikap itu terdiri dari 3 komponen, antara lain :


a) Kepercayaan atau keyakinan, ide, dan konsep terhadap
objek. Artinya, bagaimana keyakinan dan pendapat atau
pemikiran seseorang terhadap objek.
b) Kehidupan emosional atau evaluasi orang terhadap objek.
Artinya, bagaimana penilaian (terkandung di dalamnya
faktor emosi) orang tersebut terhadap objek.
c) Kecenderungan untuk bertindak (trend to behave).
Artinya, sikap adalah merupakan komponen yang
mendahului tindakan atau perilaku terbuka. Sikap adalah
ancang-ancang untuk bertindak atau berperilaku terbuka
(tindakan).
2.2.3.4.
Tingkatan Sikap
Menurut Notoatmodjo (2009)

sikap

memiliki

empat

tingkatan, yaitu :
a) Menerima (receiving)
Pada tingkat ini, individu ingin dan memperhatikan
rangsangan (stimulus) yang diberikan.
b) Merespon (responding)
Sikap individu yang dapat memberikan jawaban apabila
ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang
diberikan.
c) Menghargai (valuing)
Sikap individu mengajak orang lain untuk mengerjakan
atau mendiskusikan suatu masalah.
d) Bertanggung jawab (responsible)
Sikap individu yang bertanggung jawab dan siap
menanggung segala resiko atas segala sesuatu yang telah
dipilihnya.
2.2.3.5.
Ciri-Ciri Sikap
Ciri-ciri sikap menurut Sunaryo (2009), yaitu :

24

a) Sikap

tidak

dibawa

sejak

lahir,

tetapi

dipelajari

(learnability) dan dibentuk berdasarkan pengalaman dan


latihan

sepanjang

perkembangan

individu

dalammenghadapi hubungan objek.


b) Sikap dapat berubah-ubah dalam situasi yang memenuhi
syarat untuk itu sehingga dapat dipelajari.
c) Sikap tidak berdiri sendiri, tetapi selalu berhubungan
dengan objek sikap.
d) Sikap dapat tertuju pada satu objek ataupun dapat tertuju
pada sekumpulan/banyak objek.
e) Sikap dapat berlangsung lama atau sebentar.
f) Sikap mengandung faktor perasaan dan motivasi sehingga
membedakan dengan pengetahuan.
2.2.3.6.
Macam Macam Sikap
Menurut Azwar (2008), sikap terdiri dari :
a) Sikap Positif
Kecenderungan bertindak adalah solider,

simpati,

menyesuaikan diri terhadap norma.


b) Sikap Negatif
Kecenderungan untuk menjauhi, menghindari, membenci,
malas, dan tidak menyukai objek tertentu.
2.2.3.7.
Pengukuran Sikap
Dibedakan menjadi dua, yaitu :
a) Secara langsung
Subyek secara langsung dimintai pendapat bagaimana
sikapnya terhadap suatu masalah atau hal yang dihadapkan
kepadanya.
b) Secara tidak langsung
Pengukuran sikap dengan menggunakan test, dengan
menggunakan skala semantik-diferensial yang berstandar
(Sunaryo, 2009).

25

Menurut Notoatdmodjo (2010) pengukuran sikap dapat


dilakukan

secara

langsung

ataupun

tidak

langsung.

Pengukuran sikap secara langsung dapat dilakukan dengan


mengajukan pertanyaan-pertanyaan tentang stimulus atau
objek yang bersangkutan. Pertanyaan secara langsung juga
dapat dilakukan dengan cara memberikan pendapat dengan
menggunakan kata setuju atau tidak setuju terhadap
pertanyaan-pertanyaan terhadap objek tertentu.
2.2.3.8.
Faktor Faktor Pembentukan dan Perubahan Sikap.
Menurut Azwar (2008) ada beberapa faktor dalam
membentuk atau mengubah sikap individu, yaitu :
a) Pengalaman pribadi
Pengalaman pribadi haruslah meninggalkan kesan yang
kuat.

Sikap

akan

lebih

mudah

terbentuk

apabila

pengalaman pribadi tersebut terjadi dalam situasi yang


melibatkan faktor emosional.
b) Pengaruh orang lain yang

dianggap

penting

Individu cenderung memiliki sikap yang konformis atau


searah dengan sikap orang lain yang dianggapnya penting.
c) Pengaruh Kebudayaan
Kita memiliki pola sikap dan perilaku tertentu dikarenakan
kita mendapat reinforcement (penguatan, ganjaran) dari
masyarakat untuk sikap dan perilaku tersebut, bukan untuk
sikap dan perilaku yang lain.
d) Media Massa
Adanya informasi baru mengenai sesuatu hal memberikan
landasan kognitif baru bagi terbentuknya sikap bagi hal
tersebut. Pesan-pesan sugestif yang dibawa oleh informasi

26

tersebut, apabila kuat akan memberi dasar afektif dalam


menilai sesuatu hal sehingga terbentuk sikap tertentu.
2.2.6. Test IVA
Deteksi dini kanker serviks yang sama populer dengan pap
smear adalah test IVA (Inspeksi Visual Asam Asetat). Jika teknis
deteksi dini pap smear dengan mengambil cairan leher rahim, berbeda
dengan test IVA. Test IVA dilakukan dengan mengusap atau mengoles
leher rahim (serviks) dengan asam asetat 3-5% dan larutan iodium
lugol dengan bantuan lidi wotten. Cara ini dilakukan untuk melihat
perubahan yang terjadi pasca dilakukan olesan. Perubahan warna ini
bisa langsung diamati setelah 1-2 menit pasca pengolesan dan bisa
dilakukan oleh mata telanjang.
Leher rahim dikatakan abnormal apabila pasca pengolesan
mengalami perubahan warna menjadi putih (aceto white ephitelum)
dengan batas yang tegas. Jika hal tersebut terjadi, bisa saja pasien
memiliki lesi prakanker. Jika tidak ada perubahan warna pasca
pengolesan, maka leher rahim dianggap normal dan tidak ada infeksi
pada serviks. Beberapa kelompok wanita yang direkomendasikan
untuk tidak memilih deteksi dini IVA. Seperti, wanita yang telah
mengalami menopause karena daerah zona transisional seringkali
terletak di kanalis servikalis dan tidak tampak dengan pemeriksaan
inspekulo.
2.2.5.1.

Persiapan Pasien Menjalani Test IVA


Sebelum menjalani pemeriksaan test IVA, pasien

sebaiknya memerhatikan rambu-rambunya. Misalnya, tidak

27

melakukan hubungan seksual minimal 24 jam sebelum


pemriksaan. Menurut Rahayu (2010), test IVA bisa dilakukan
kapanpun. Dapat dilakukan selama siklus menstruasi, saat
menstruasi, selama kehamilan, post partum, post abortus
selama perawatan, dan penyaringan Infeksi Menular Seksual
(IMS), serta HIV. Pasien yang menjalani test ini harus
menceritakan dengan jujur riwayat kesehatan, kegiatan
seksual, pola menstruasi, dan penggunaan kontrasepsi kepada
petugas kesehatan.
2.2.5.2.
Peralatan Pemeriksaan Test IVA
Prosedur pelaksanaan test IVA cukup sederhana.
Sehingga pemeriksaan ini bisa dilakukan oleh selain dokter
ginekologi. Namun setiap tenaga kesehatan yang akan
melakukan test ini tentu perlu mempersiapkan peralatan test
IVA

sebaik-baiknya.

Berikut

peralatan

yang

harus

dipersiapkan untuk melakukan test IVA :


a) Sabun dan air untuk mencuci tangan
b) Cahaya atau lampu terang untuk mengamati serviks
c) Spekulum dengan desinfeksi tingkat tinggi
d) Sarung tangan steril
e) Meja ginekologi
f) Lidi wotten dan kapas
g) Asam asetat 3-5%
h) Larutan iodium lugo
i) Larutan klorin 0,5% dalam wadah untuk dekontaminasi
j) Format pencatatan
2.2.5.3.
Langkah Pemeriksaan Test IVA
Secara umum, pemeriksaan IVA dilakukan dengan cara
mengoleskan asam asetat pada leher rahim pasien. Saat

28

pemeriksaan dilakukan, pasien pada kondisi litotomi diatas


meja ginekologi.
Berikut langkah-langkah melakukan test IVA
a) Cuci tangan.
b) Pasang spekulum untuk melihat serviks.
c) Sesuaikan pencahayaan.
d) Bersihkan darah, mukus, dan kotoran lain dengan
menggunakan lidi wotten.
e) Identifikasi daerah sambungan

zona

transformasi

(skuamo-kolumnair junction) dan area sekitarnya.


f) Masukkan lidi wotten yang telah dicelupkan dengan asam
asetat 3-5% ke dalam vagina sampai menyentuh portio,
dan oleskan ke seluruh permukaan portio. Kemudian
tunggu 1-2 menit untuk melihat perubahan pada serviks.
g) Amati dengan cermat daerah zona transformasi. Catatlah
bila serviks mudah berdarah dan terdapat plaque warna
putih dan tebal atau epitel acetowhite bila menggunakan
larutan

asam

asetat

atau

menggunakan lugol.
h) Bersihkan semua daerah

warna
dan

kekuningan

debris

pada

bila
saat

pemeriksaan.
i) Bersihkan sisa larutan asam asetat dan larutan lugol
dengan lidi wotten atau kassa.
j) Lepas spekulum dengan hati-hati.
k) Catat hasil pemeriksaan.
2.2.5.4.
Pembacaan Hasil Test IVA
Pemeriksaan IVA positif terinfeksi sel kanker, apabila
ditemukan adanya area putih dan permukaannya meninggi
serta memiliki batas yang tegas di sekitar zona transformasi.
Jika

hasil

pemeriksaan

IVA

menunjukkan

adanya

29

keabnormalan, pasien direkomendasikan untuk melakukan


biopsi.
2.2.7. Pengertian dan Analisis Korelasi Sederhana dengan Rumus
Pearson
2.2.5.1.

Pengertian
Korelasi
Sederhana

merupakan

suatu Teknik

Statistik yang dipergunakan untuk mengukur kekuatan


hubungan 2 Variabel dan juga untuk dapat mengetahui bentuk
hubungan antara 2 Variabel tersebut dengan hasil yang
sifatnya kuantitatif.
2.2.5.2.
Rumus Pearson Product Moment
Koefisien Korelasi Sederhana disebut juga dengan
Koefisien Korelasi Pearson karena rumus perhitungan
Koefisien korelasi sederhana ini dikemukakan oleh Karl
Pearson yaitu seorang ahli Matematika yang berasal dari
Inggris.
Rumus yang dipergunakan untuk menghitung Koefisien
Korelasi

Sederhana

adalah

sebagai

berikut

(Rumus ini disebut juga dengan Pearson Product Moment)


r =
nxy (x) (y)
.
{nx (x)} {ny2 (y)2}
Dimana :
n = Banyaknya Pasangan data X dan Y
x = Total Jumlah dari Variabel X
y = Total Jumlah dari Variabel Y
x2 = Kuadrat dari Total Jumlah Variabel X
y2 = Kuadrat dari Total Jumlah Variabel Y
xy = Hasil Perkalian dari Total Jumlah Variabel X dan
Variabel Y

30

2.2.8. Hubungan Tingkat Pengetahuan PUS tentang Kanker Serviks


Dengan Sikap terhadap Deteksi Dini Menggunakan Test IVA
Pengetahuan adalah merupakan hasil tau dan ini terjadi setelah
orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu,
(Notoatmodjo, 2009).
Sedangkan sikap merupakan respons tertutup seseorang
terhadap stimulus atau objek tertentu, yang sudah melibatkan faktor
pendapat dan emosi yang bersangkutan (senang-tidak senang, setujutidak setuju, baik-tidak baik, dan sebagainya) (Notoatmodjo, 2009).
Sesuai dengan teori yang digambarkan oleh Notoadtmodjo
bahwa semakin tinggi tingkat pengetahuan seseorang maka akan
muncul sikap-sikap positif dari orang tersebut. Begitu pula dengan
pembahasan dalam Karya Tulis Ilmiah ini, kerangka berfikir penulis
adalah semakin tinggi tingkat pengetahuan wanita PUS tentang kanker
serviks maka mereka mau melakukan deteksi dini kanker serviks
menggunakam test IVA. Begitupun sebaliknya, jika pengetahuan
mereka kurang maka mereka akan menolak untuk melakukan deteksi
dini kanker serviks menggunakan test IVA.

Вам также может понравиться