Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
mencari bantuan. Kucari ke arah utara, tapi tak kutemukan. Aku beringsut ke arah barat. Lagi-lagi tak
kutemukan. Ke sana ke mari aku sudah mencari, tapi tak satu pun kutemukan bantuan.
Kucoba membawanya ke rumah Ayah. Mungkin Ayah mau membantu. Dengan tergopoh-gopoh, aku
pergi ke sana. Kulihat Ayah sedang duduk santai di beranda rumah. Bergegas kuhampiri lalu memberi tahu
tentang Firza yang sedang sakit keras. Mendengarnya, ayah terbelalak. Segera Ayah membopongnya
untuk dibawa ke rumah sakit. Tapi, Ibu tiriku tiba-tiba datang dan mencegah Ayah. Ayah pun tunduk akan
perintahnya. Entah mengapa, aku tak mengerti.
Bergegas kugendong tubuh mungil itu pergi mencari bantuan lain. Aku punya ide untuk
membawanya ke rumah sakit. Soal biaya kupikirkan nanti setelah ia sembuh. Tapi sebelum aku sampai di
rumah sakit, tangan Firza yang melekat di leherku tiba-tibat terlepas. Ia pun terjatuh. Aku berhenti. Segera
kupangku tubuh mungil itu. Ia sangat lunglai, raut wajahnya sangat pucat. Kulekatkan telingaku ke
dadanya. Tak satu pun detak jantung yang menggendang di telingaku. Kucoba membangunkannya. Ia tak
juga bangun. Kuelus-elus helai rambutnya dengan penuh kasih sayang. Mungkin dengan kasih sayangku
ia bisa terbangun, tapi harapanku tak terkabul. Ia tak juga bangun. Aku meronta, seketika ada yang
meleleh dari mataku. Aku tersungkur tak kuasa melihat Firza yang telah pergi meninggalkanku untuk
selamanya.
Kini, aku hidup sebatang kara. Dengan berat hati harus kuterima kehilangan orang yang begitu
berharga dalam hidupku untuk yang kedua kalinya. Rasa gelisah, senang maupun sedih yang biasa
dilewati bersama, kini tinggal kenangan yang seringkali menyakitiku dalam sepi. Aku hanya bisa tawakkal
pada-Nya dengan terus bersabar dan bermunajat penuh harap agar ibu dan adikku, akan selalu berada
dalam limpahan cahaya-Nya. Cahaya di atas cahaya yang tak ada satu pun sinar yang mampu
menandinginya.