Вы находитесь на странице: 1из 28

REFERAT

EKSHUMASI

Disusun oleh:
Predy Samosir (112015232)
Jonathan Rambang (112015269)
Nurlitha Sepadanianti (112015275)
Ricky Sunandar (112015339)
Novi Hermawan (112015458)

Dosen Penguji:
Dr. Intarniati N. R, Sp.KF, MSiMed
Pembimbing:
Dr. Marlis Tarmizi
KEPANITERAAN KLINIK
BAGIAN ILMU KEDOKTERAN FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL
RUMAH SAKIT UMUM PUSAT DR. KARIADI SEMARANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO
PERIODE 11 06 AGUSTUS 2016
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Referat yang berjudul
Ekshumasi. Tugas ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat dalam mengikuti
program Profesi Kedokteran di bagian Forensik RSUP Dokter Kariadi Semarang. Pada
penulisan dan penyusunan referat ini, penulis banyak dibantu oleh berbagai pihak secara
langsung maupun tidak langsung, untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dr. Intarniati N. R, Sp.KF, MSiMed
2. Dr. Marlis Tarmizi
Penulis sadar bahwa dalam tugas ini masih terdapat banyak kekurangan, untuk itu
penulis menghimbau agar para pembaca memberikan saran dan kritik yang membangun
dalam perbaikan referat ini. Penulis berharap agar referat ini dapat bermanfaat dan
memberikan sumbangan ilmu pengetahuan bagi pihak yang memerlukan khususnya bagi
penulis sendiri.

Semarang, 04 Agustus 2016

Penulis

DAFTAR ISI
Kata Pengantar

Daftar Isi

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

4
2

1.2 Rumusan masalah

1.3 Tujuan Penelitian

1.4 Manfaat Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Definisi Ekshumasi

2.2 Tujuan Ekshumasi

2.3 Pihak yang berhak meminta Visum

2.4 Penetapan Waktu Penggalian Kubur

2.5 Indikasi Ekshumasi

2.6 Prosedur Ekshumasi

2.7 Aspek Hukum dan Medikolegal Ekshumasi

13

2.8 Pemeriksaan Mayat

17

2.9 Proses Ekshumasi di Luar Negeri

19

BAB III LAPORAN KASUS


3.1 Kasus

27

BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan

29

4.2 Saran

29

DAFTAR PUSTAKA

30

BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Di daratan Eropa ekshumasi sudah bukan merupakan hal yang baru, di Inggris dan
Wales misalnya, dikedua negara maju tersebut ekshumasi telah lama difungsikan dan
dilaksanakan untuk kepentingan investigasi. Di Jerman dan Perancis, jika kematiannya
dianggap tidak mencurigakan maka jenazah akan segera dikuburkan. Tetapi jika dugaan

berikutnya timbul adanya suatu sebab kematian yang tidak wajar maka akan dilakukan
penggalian mayat untuk segera dilakukan otopsi.1
Ekshumasi merupakan penggalian tubuh manusia yang sudah dikuburkan, istilah ini
digunakan ketika jasad tubuh manusia yang telah dikubur dibongkar untuk kepentingan
tertentu. Pada sebagian suku atau agama tertentu ekshumasi merupakan hal yang dianggap
kurang baik, misalnya di Indonesia, yang memiliki beragam suku bangsa memegang
keyakinan, prinsip, kepercayaan bahwa jenazah itu merupakan bagian dari seseorang yang
harus diperlakukan dengan baik dan harus dihormati.1
Sebagai contoh suku Toraja baru menguburkan anggota keluarganya bahkan hingga
dua tahun setelah mereka meninggal, menempatkan jenazah disalah satu bagian rumah dan
baru menguburkannya setelah mtyhemiliki biaya. Ada kebudayaan lain yang menguburkan
jenazah bersama perhiasan, alat-alat rumah tangga dengan pemikiran bahwa kali saja si
orang mati akan memerlukannya di alam sana. Ada lagi yang mengawetkan jenazah
dengan ramuan tertentu seperti mumi.
Indikasi autopsi adalah kematian yang tidak wajar, tetapi permasalahannya banyak
pihak keluarga yang tidak mengijinkan penyidik melaksanakan autopsi meskipun pihak
keluarga sebenarnya mengetahui anggota keluarganya meninggal secara tidak wajar dan
menurut Undang-Undang pun pihak keluarga tidak bisa menolak dilaksanakannya otopsi.
Tetap saja pihak keluarga memaksa melakukan penguburan jenazah tanpa melalui otopsi,
sampai akhirnya pihak keluarga sadar bahwa tanpa autopsi sulit untuk menentukan
penyebab kematian yang pada akhirnya sulit untuk menentukan siapa yang bersalah. Pada
saat itulah ekshumasi dilakukan.2
1.2

Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan ekshumasi?
2. Apa tujuan ekshumasi?
3. Bagaimana prosedur pelaksanaan dari ekshumasi?
4. Apa saja pemeriksaan yang dilakukan pada ekshumasi?
5. Bagaimana aspek hukum dan medikolegal dari ekshumasi?

1.3

Tujuan Penulisan
1.3.1
Umum
Tujuan penyusunan referat ini agar tenaga medis memahami tentang
ekshumasi.

1.3.2

Khusus
1. Mengetahui definisi ekshumasi
2. Mengetahui tujuan dilakukannya ekshumasi
3. Mengetahui prosedur pelaksanaan ekshumasi
4. Mengetahui pemeriksaan yang dilakukan pada ekshumasi
5. Mengetahui aspek hukum dan medikolegal pada ekshumasi

1.4 Manfaat Penulisan


Manfaat dari penulisan referat ini, yaitu:
1. Mendapatkan informasi mengenai kepentingan penggalian kubur (ekshumasi)
dalam bidang forensik dan bagaimana prosesnya.
2. Mendapatkan informasi mengenai aspek medikolegal penggalian kubur
(ekshumasi) forensik
3. Memberikan informasi yang dapat menjadi dasar pemikiran tentang aspek hukum
penggalian kubur (ekshumasi) untuk kepentingan peradilan bagi dokter, mahasiswa
kedokteran, penegak hukum dan masyarakat pada umumnya.
4. Memberikan informasi tentang perbandingan ekshumasi di dalam dan luar negeri.
5. Sebagai salah satu referensi untuk bahan penulisan berikutnya.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Ekshumasi
Kata ekshumasi berasal dari bahasa latin yaitu ex yang artinya diluar dan
humus yang artinya tanah. Jadi gabungan dari kedua kata itu adalah diluar tanah, yang
artinya menggali kembali kuburan orang yang sudah meninggal untuk mencari penyebab
kematiannya dan mencari identitas seseorang.1 Ekshumasi adalah penggalian kubur untuk
mendapatkan tubuh manusia yang terkubur pada lokasi penguburan, pemakaman, atau
tempat yang tidak dikenali.1,2 Pelaksanaan penggalian kubur, telah banyak dilakukan di
banyak negara dalam rangka untuk mencari sisa sisa, menentukan apa yang terjadi dan
untuk melayani sebagai dasar untuk keadilan dan reparasi.1,2
5

2.2 Tujuan Ekshumasi1,2


Terdapat tujuan tujuan tertentu untuk melakukan penggalian kubur sesuai dengan
kepentingannya. Terdapat 2 tujuan dalam melakukan penggalian kubur, diantaranya
ekshumasi untuk kepentingan peradilan (forensik) dan ekshumasi untuk kepentingan non
forensik.
1. Ekshumasi untuk kepentingan peradilan (forensik)
Untuk kepentingan peradilan, penggalian kembali kubur dapat dilakukan.
Penggalian kubur dilakukan untuk memeriksa dan melakukan visum et repertum.
Permintaan biasanya dapat berasal dari masyarakat yang melakukan pengaduan
penyidik atau langsung dari penyidik dengan dugaan adanya kecurigaan
ketidakwajaran kematian. Beberapa alasan penyidik memerintahkan dilakukan
ekshumasi:
a. Identifikasi, yakni pada kasus identitas mayat yang dikubur perlu dibuktikan
kebenarannya atau sebaliknya
b. Penyebab kematian, yakni pada kasus penyebab kematian yang tertera di
dalam surat keterangan kematian tidak jelas dan menimbulkan pertanyaan
c. Autopsi kedua, yakni pada kasus yang telah dilakukan autopsi pertama
tetapi mendapatkan hasil yang membingungkan
d. Pada kasus penguburan mayat secara ilegal untuk menyembunyikan
kematian seseorang atau karena alasan alasan kriminal.
2. Ekshumasi untuk kepentingan non forensik
Biasanya penggalian kubur ini dilakukan untuk keperluan pembangunan
kota dan sebagainya atas perintah pemerintah setempat. Untuk pelaksanaannya
biasanya sudah diatur oleh pemerintah setempat dan dengan kerjasama dengan
pihak keluarga.
Mungkin juga ekshumasi dilakukan atas permintaan pihak keluarga untuk
memindahkan jenazah ke tempat lain atau ke kota lain. Dan hal ini tidak
memerlukan keterlibatan polri dalam pelaksanaannya.
2.3 Pihak yang Berhak Meminta Visum3
Adapun pihak-pihak yang berhak meminta pembuatan Visum et Repertum kepada
dokter adalah penyidik, penyidik pembantu, jaksa dan hakim (pidana, perdata dan agama).
Akan tetapi, jaksa dan hakim meminta pembuatannya melalui penyidik.
2.3.1 Kriteria Penyidik

Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 58 Tahun 2010


pada pasal 2 (dua), yang dimaksud dengan penyidik adalah pejabat Kepolisian
Negara Republik Indonesia dan pejabat pegawai negeri sipil. Adapun kriteria
penyidik menurut PP RI No 58 Tahun 2010 pasal 2A, 3 dan 3A adalah sebagai
berikut:7
Pasal 2A
Untuk dapat diangkat sebagai pejabat penyidik Kepolisian Negara Republik
Indonesia, calon harus memenuhi persyaratan:
1. Berpangkat paling rendah Inspektur Dua Polisi dan berpendidikan paling
rendah sarjana strata satu atau yang setara;
2. Bertugas di bidang fungsi penyidikan paling singkat 2 (dua) tahun;
3. Mengikuti dan lulus pendidikan pengembangan spesialisasi fungsi
reserse kriminal;
4. Sehat jasmani dan rohani yang dibuktikan dengan surat keterangan
dokter; dan
5. Memiliki kemampuan dan integritas moral yang tinggi.
Pasal 3
Penyidik pembantu adalah pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia
yang memenuhi persyaratan sebagai berikut:
1. Berpangkat paling rendah Brigadir Dua Polisi;
2. Mengikuti dan lulus pendidikan pengembangan spesialisasi fungsi
reserse kriminal
3. Bertugas dibidang fungsi penyidikan paling singkat 2 (dua) tahun
4. Sehat jasmani dan rohani yang dibuktikan dengan surat keterangan
dokter; dan
5. Memiliki kemampuan dan integritas moral yang tinggi.
Pasal 3A
Untuk dapat diangkat sebagai pejabat PPNS, calon harus memenuhi
persyaratan sebagai berikut:
1. Masa kerja sebagai pegawai negeri sipil paling singkat 2 (dua) tahun;
2. Berpangkat paling rendah Penata Muda/golongan III/a;
3. Berpendidikan paling rendah sarjana hukum atau sarjana lain yang setara;
7

4. Bertugas di bidang teknis operasional penegakan hukum;


5. Sehat jasmani dan rohani yang dibuktikan dengan surat keterangan
dokter pada rumah sakit pemerintah;
6. Setiap unsur penilaian pelaksanaan pekerjaan dalam Daftar Penilaian
Pelaksanaan Pekerjaan pegawai negeri sipil paling sedikit bernilai baik
dalam 2 (dua) tahun terakhir; dan
7. Mengikuti dan lulus pendidikan dan pelatihan di bidang penyidikan.
Proses ekshumasi di beberapa negara memiliki perbedaan mengenai pihak- pihak
mana saja yang berhak memerintahkan penggalian kubur, namun semuanya menyebutkan
tetap harus ada surat permintaan tertulis. Di India ekshumasi dilakukan atas perintah
seorang kepala daerah (Distrik Magistrate) atau seorang coroner (hakim atau pegawai
yang berwenang untuk menyelidiki penyebab kematian). Di Amerika Serikat dilaksanakan
atas perintah jaksa. Di Skotlandia atas perintah kepala polisi daerah, sedangkan di
Indonesia dilakukan atas perintah penyidik sesuai dengan pasal 135 KUHAP.4
2.4 Indikasi Ekshumasi2,4
Indikasi dilakukan ekshumasi adalah sebagai berikut:
1. Terdakwa telah mengaku dia telah membunuh seseorang dan telah
menguburnya di suatu tempat
2. Jenazah setelah dikubur beberapa hari, baru kemudian ada kecurigaan bahwa
jenazah meninggal secara tidak wajar
3. Atas perintah hakim untuk melakukan pemeriksaan ulang terhadap jenazah
yang telah dilakukan pemeriksaan dokter untuk membuat visum et repertum
4. Penguburan mayat secara illegal untuk menyembunyikan kematian atau karena
alasan criminal
5. Pada kasus dimana sebab kematian yang tertera dalam surat keterangan
kematian tidak jelas dan menimbulkan pertanyaan seperti keracunan dan
gantung diri
6. Pada kasus dimana identitas mayat yang dikubur tidak jelas kebenarannya atau
diragukan
7. Pada kasus kriminal untuk menentukan penyebab kematian yang diragukan,
misalnya pada kasus pembunuhan, yang ditutupi seakan bunuh diri
8. Keluarga ingin memindahkan jenazah ke tempat pemakaman yang lain karena
alasan tertentu
9. Adanya suatu program pemerintah setempat untuk memindahkan tempat
pemakaman para jenazah.
8

2.5 Prosedur Ekshumasi5,6


Prosedur untuk melakukan ekshumasi adalah sebagai berikut:
a. Permintaan secara tertulis oleh penyidik, disertai permintaan untuk otopsi.
b. Penyidik harus memberikan keterangan tentang modus dan identitas
korban sehingga dokter dapat mempersiapkan diri.
c. Yang harus diperhatikan dalam identitas korban adalah
Jenis kelamin, laki-laki atau perempuan
Tinggi badan
Umur korban
Pakaian, perhiasan yang menempel pada tubuh korban.
Sidik jari. (dari Satlantas saat mengambil SIM)
Tanda-tanda yang ada pada tubuh korban :
1. Warna dan bentuk rambut serta panjangnya
2. Bentuk dan susunan gigi. Memakai gigi palsu / tidak.
3. Ada tato di kulit atau tidak. (bentuk dan lokasinya)
4. Adanya cacat pada tubuh korban misalnya : Adanya luka perut, pada
kulit, penyakit-penyakit lainnya.
d. Persiapan Penggalian Jenazah
Adapun persiapan-persiapan yang perlu dilakukan saat eksumasi
adalah sebagai berikut:
o Persiapan sebelum penggalian kubur antara lain:
1. Perlengkapan yang diperlukan dalam penggalian kubur :

Kendaraan

Perlengkapan untuk melakukan penggalian misalnya cangkul,


ganco, linggis, secrop.

Perlengkapan untuk melakukan otopsi, yaitu pisau dapur,


scalpel, gunting, pinset, gergaji, jarum (jarum karung goni),
benang, timbangan berat, gelas pengukur,alat penggaris, ember,
stoples berisi alkohol 95% ini bila ada indikasi mati oleh
keracunan dan stoples berisi formalin 10%.

2. Waktu yang baik untuk melakukan ekshumasi:

Jika mayatnya masih baru maka di lakukan secepat mungkin


sedangkan jika mayatnya sudah lama atau lebih dari satu bulan
dapat dicari waktu yang tepat untuk penggalian.

Penetapan batas waktu ekshumasi di India, Inggris dan Indonesia


tidak mempunyai batas waktu. Di Prancis sekitar 10 tahun,
Skotlandia 20 tahun, Jerman 30 tahun.

Waktu penggalian dilakukan pada pagi hari untuk mendapatkan


cahaya yang cukup terang, udara masih segar, matahari belum
terlalu terik dan untuk menghindari kerumunan masyarakat yang
sering mengganggu pemeriksaan. Bila tidak memungkinkan
dilakukan pada pagi hari, pemeriksaan dilakukan pada siang hari
dengan cuaca yang baik. Penggalian mayat pada sore hari
sebaiknya dihindari.

3. Kehadiran petugas
Di pemakaman, pada saat pelaksanaan penggalian harus dihadiri
oleh:

Penyidik atau polisi beserta pihak keamanan

Pemerintah setempat / pemuka masyarakat.

Dokter beserta pembantunya

Keluarga korban / ahli waris korban

Petugas pengamanan/ penjaga kuburan.

Penggali kuburan

o Identifikasi atas kuburan yang akan digali, yaitu oleh:


1. Petugas pemakaman
2. Penggali mayat yang mengubur mayat tersebut
3. Petugas yang membuat batu nisan atau membuat kuburan tersebut
4. Keamanan, yaitu penyidik harus mengamankan tempat penggalian
dari kerumunan massa

10

o Dokumen yang dibutuhkan pada penggalian kubur


1. Surat persetujuan dari keluarga yang meninggal yang menyatakan
tidak berkeberatan bahwa makam atau kuburan tersebut dibongkar.
2. Surat pernyataan dari keluarga, juru kubur, petugas pemerintahan
setempat atau saksi-saksi lain yang menyatakan bahwa kuburan
tesebut memang kuburan dari orang yang meninggal yang
dimaksudkan.
3. Surat penyitaan dari kuburan yang akan digali sebagai barang bukti
yang dikuasai oleh penyidik (Kepolisian) untuk sementara.
4. Surat permintaan Visum et Repertum kepada Dokter pemerintah,
Dokter Polri atau Dokter setempat untuk pemeriksaan mayat.
5. Berita acara pembongkaran kuburan harus dibuat secara kronologis
serta sesuai metode kriminalitas yang membuat semua kejadiankejadian sejak pertama kali kuburan itu dibongkar.
e. Proses Penggalian Jenazah
o Untuk menentukan lokasi, bila dikuburan umum, adalah keluarga atau
juru kunci kuburan. Bila letaknya tersembunyi maka tersangka yang
menunjukan. Kadang tersangka sulit menunjukkan letaknya secara pasti
sehingga penggalian dapat mengalami kegagalan.
o Saat peti diangkat ke atas, penutup peti sebaiknya dibuka sedikit dengan
membuka mur atau engsel peti agar gas-gas di dalamnya bisa
dikeluarkan ke udara bebas. Apabila terjadi pembusukan maka
ditempatkan potongan kayu atau kerangka fiberglass di dasarnya.
o Mencatat kronologis acara pembongkaran kuburan:
1. Siapa saja yang hadir di tempat penggalian (nama dan alamat).
2. Tempat dan alamat penggalian.
3. Jam berapa dimulai pemeriksaan kuburan (dari luar).
4. Tanda-tanda yang ada dicatat, misalnya nisan dibuat dari apa,
berapa tingginya dan bagaimana bentuknya.
5. Identitas, nama, tanggal kematian dan sebagainya.
6. Keadaan cuaca, mendung, panas dan sebagainya.
11

7. Setiap mencapai kedalaman tertentu harus dicatat diukur dengan


mistar dan difoto. Misalnya jam 09.30 mencapai kedalaman 1
meter.
8. Keadaan tanah, komposisi tanah, pasir, tanah liat warna merah atau
coklat dan sebagainya. Tanah yang berada disekitar jenazah diatas,
dibawah dan disisi kanan kiri jenazah. Sebaiknya harus diambil dan
dimasukkan kedalam gelas kaca, yang ditempel kertas label
identitas. Sebaiknya sekurang-kurangnya dua sampel tanah diambil
dengan jarak kurang lebih 25 sampai 30 kaki dari kuburan, hal ini
sangat penting pada kasus keracunan. Pada kasus keracunan
Arsenic racun akan ditemukan di tubuh jenazah pada saat
penggalian kubur dan tanah disekitar jenazah akan mengandung
arsenik.
9. Pada jam berapa mencapai papan penutup liang lahat atau peti
mayat dan sebagainya dan pada kedalaman berapa meter jangan
lupa selalu dibuat fotonya.
10. Jam berapa peti mayat atau papan penutup diangkat, atau bila tidak
ada peti, jenazah diangkat dari liang lahat.
11. Bagaimana keadaan jenazah, posisi mayat, keadaan kain kafan dan
lain lain.
12. Barang barang yang ditemukan.
13. Saat dokter mulai mengadakan pemeriksaan (autopsi) sampai
selesai.
14. Seandainya autopsi akan dilakukan di Rumah Sakit maka mayat
atau peti mayat sebagai barang bukti harus dibungkus, disegel dan
sebagainya sebelum dikirim ke Rumah Sakit dan harus disertai
dengan Berita Acara dan sebagainya.
15. Untuk mengukur dapat disediakan mistar kayu 1 meter atau
meteran dari pita logam 2-5 meter.
16. Peralatan fotografi dilengkapi flash unit dengan film hitam putih
oleh petugas Polri sendiri.
17. Tidak diperkenankan wartawan/ wartawan foto berada dilokasi
pengadilan.

12

2.6 Aspek Hukum dan Medikolegal Ekshumasi


2.6.1 Di Indonesia7
Identifikasi kuburan harus dilakukan dengan perencanaan dan dicatat segala
sesuatunya atas ijin petugas pemakaman dan pihak yang berwenang. Prosedur
penggalian mayat diatur dalam KUHAP dan memerlukan surat permintaan
pemeriksaan dari penyidik. Diperlukan juga koordinasi dengan pihak pemerintah
daerah (Dinas Pemakaman) untuk memperoleh bantuan penyediaan tenaga para
penggali kubur, serta kantong plastik besar untuk jenazah dan kantong plastic wadah
atau sampel untuk pemeriksaan laboratorium. Adapun peraturan peraturan terkait yang
membahas mengenai penggalian kubur (ekshumasi) untuk kepentingan peraduilan
adalah sebagai berikut:
a. KUHAP pasal 133
(1) Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban
baik luka, keracunan atau mati, yang diduga karena peristiwa yang
merupakan tindak pidana, ia berwenang mengajukan permintaan keterangan
ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter atau ahli lainnya.
(2) Permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dilakukan secara tertulis, yang dalam surat itu disebutkan dengan tegas
untuk pemeriksaan luka atau pemeriksaan mayat dan atau pemeriksaan
bedah mayat.
b. KUHAP pasal 134 ayat 1
Dalam hal sangat diperlukan dimana untuk keperluan pembuktian bedah
mayat tidak mungkin lagi dihindari, penyidik wajib memberitahukan terlebih
dahulu kepada keluarga korban. Mengenai biaya untuk kepentingan penggalian
mayat bila merujuk ke dalam ketentuan hukum KUHP dinyatakan ditanggung
oleh Negara.
c. KUHAP pasal 135
Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan perlu melakukan
penggalian mayat, dilaksanakan menurut ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam pasal 133 ayat (2) dan pasal 134 ayat (1) undang-undang.
d. KUHAP pasal 136
13

Semua

biaya

yang

dikeluarkan

untuk

kepentingan

pemeriksaan

sebagaimana dimaksud dalam bagian kedua bab XIV ditanggung oleh Negara.
e. KUHAP pasal 180
(1) Dalam hal diperlukan untuk menjernihkan duduknya persoalan yang timbul
di sidang pengadilan, hakim ketua siding dapat minta keterangan ahli dan
dapat pula minta agar diajukan bahan baru oleh yang berkepentingan
(2) Dalam hal timbul keberatan yang beralasan dari terdakwa atau penasihat
hukum terhadap hasil keterangan ahli sebagaimana dimaksud adalah ayat
(1) hakim memerintahkan agar hal itu dilakukan penelitian ulang.
Hakim karena jabatannya dapat memerintahkan untuk dilakukan penelitian
ulang sebagaimana tersebut pada ayat (2).
f. KUHAP pasal 222
Barang siapa dengan sengaja mencegah, menghalangi, atau menggagalkan
pemeriksaan mayat untuk pengadilan dihukum dengan penjara selama-lamanya
9 bulan atau denda sebanyak-banyaknya tiga ratus ribu rupiah.
2.6.2 In New South Wales8
Public Health Regulation 2012 Bagian 8 Divisi 4
Pasal 69 Ekshumasi tanpa persetujuan sangat dilarang
(1) Seseorang tidak diperkenankan melakukan eksumasi kecuali jika eksumasi
telah:
(a) Diperintahkan oleh Coroner
(b) Disetujui oleh Direktur Jenderal.
(2) Pengelola pemakaman (funeral director) boleh tanpa persetujuan seorang
petugas forensik atau persetujuan Direktur Jenderal, jika ingin memindahkan peti
mati dari dalam kubur ke sebuah kamar mayat untuk tujuan perbaikan peti mati dan
harus dikembalikan secepatnya ke dalam kubur.
(3) Seorang pengelola makam harus mengembalikan peti mati ke kuburan dalam
waktu 24 jam.
Pasal 70 Penggalian sisa-sisa tubuh manusia

14

(1) Permohonan persetujuan untuk menggali sisa-sisa tubuh orang mati dapat
ditujukkan kepada Direktur Jenderal oleh:
(a) Ahli waris dari yang meninggal
(b) Orang hidup terdekat dari orang yang meninggal
(c) Jika tidak ada, yang bisa membuat surat permohonan adalah proper
person (orang yang diberi kekuasaan Direktur Jendral untuk membuat surat
permintaan eksumasi) dengan tidak adanya ahli waris atau teman hidup terdekat.
(2) Surat permintaan yang dibuat dalam bentuk persetujuan harus disertai dengan:
(a) Salinan resmi dari surat kematian yang berkaitan dengan orang yang
sudah mati
(b) Pernyataan legal dari wali orang yang meninggal disertai keinginan dari
orang tersebut
(c) Melakukan pendaftaran yang sesuai dengan biaya yang tertera pada
Public Health Unit.
(3) Pada ayat ini, surat kematian adalah surat yang diberikan oleh praktisi medis
berisi penyebab kematian, dikeluarkan berdasarkan Births, Deaths and Marriages
Registration Act 1995.
Semua permintaan untuk melakukan ekshumasi harus dibuat secara tertulis dengan
menggunakan formulir yang akan diserahkan kepada Direktur Unit Kesehatan
Umum setempat yang bertindak atas nama Direktur Jenderal Departemen
Kesehatan NSW. Biaya pendaftaran dapat meningkat secara berkala sesuai dengan
Indeks Harga Konsumen.
Pasal 71 Persetujuan ekshumasi
(1) Direktur Jenderal dapat:
(a) Memberikan persetujuan untuk menggali sisa-sisa tubuh, dan tunduk
pada kondisi yang ditentukan dalam persetujuan
(b) Menolak permohonan
(2) Persetujuan yang diberikan dalam ayat ini berlaku selama tiga bulan sejak
tanggal persetujuan dikeluarkan atau untuk periode yang sudah disepakati oleh
Direktur Jenderal
Pasal 72 Penggalian tidak dapat berlangsung tanpa kehadiran resmi petugas
15

(1) Seseorang tidak wajib melakukan penggalian kecuali jika pejabat yang
berwenang atau anggota staf dari Departemen Kesehatan hadir saat penggalian.
(2) Seseorang tidak diperbolehkan melanjutkan penggalian jika pejabat yang
berwenang

atau

anggota

staf

Departemen

yang

hadir

saat

penggalian

memerintahkan untuk berhenti.


Pejabat yang berwenang harus hadir saat penggalian untuk memastikan bahwa
kuburan yang dibuka sudah benar, untuk memastikan bahwa semua sisa-sisa digali
dan untuk menegakkan perlindungan kesehatan masyarakat. Petugas yang
berwenang memiliki kekuasaan untuk memerintahkan bahwa penggalian tersebut
harus segera dihentikan saat keadaan sedang memburuk. Contohnya saat cuaca
sangat buruk disertai hujan deras. Perintah awal untuk menghentikan akan
diberikan secara lisan dan kemudian dikonfirmasi secara tertulis kepada semua
pihak yang terlibat, dalam waktu 24 jam.
2.7 Pemeriksaan Mayat
Pemeriksaan mayat sebaiknya dilakukan ditempat penggalian tersebut. Hal
ini dikarenakan beberapa hal, yakni adanya masalah transportasi, waktu yang
terbuang, dan dapat mempermudah petugas untuk melaksanakan penguburan
kembali, dan hal ini sangat diharapkan oleh pihak keluarga atau ahli waris korban.
Akan tetapi, pemeriksaan yang dilakukan di kamar mayat lebih baik karena proses
pemeriksaan dapat dilakukan dengan tenang dan teliti tanpa harus ditonton oleh
masyarakat banyak sebagaimana bila dilakukan di tempat penggalian mayat.9.10
Sebelum ahli forensik melakukan pemeriksaan terhadap mayat, terlebih
dahulu dipastikan bahwa mayat yang akan diperiksa adalah benar. Pada umumnya,
kerabat atau teman dekat korban yang melihat wajah mayat dan kemudian
menyatakan secara verbal kepada polisi, petugas kamar mayat atau dokter yang
akan melakukan pemeriksaan bahwa benar itu adalah mayat yang dimaksud.
Apabila mayat terbakar, dimutilasi dan tidak dapat dikenali, maka identifikasi
dilakukan dengan cara menunjukkan dokumen atau benda-benda seperti pakaian
dan perhiasan milik mayat kepada kerabat.
Sebelum melakukan pemeriksaan, petugas pemeriksa mayat haruslah
memakai masker yang telah dicelupkan ke dalam larutan potasium permanganas
dan memakai sarung tangan yang tebal. Bila mayat sudah hancur semuannya, maka
setiap organ yang masih tinggal harus diambil untuk pemeriksaan kimia. Jika organ
16

dalam tidak dijumpai lagi maka diambil rambut, gigi, kuku, tulang dan kulit korban
yang kemudian dikumpulkan untuk pemeriksaan lebih lanjut. Pada kasus keracunan
arsen, selain tanah harus juga diambil rambut, kuku dan tulang-tulang panjang
untuk pemeriksaan laboratorium. Perlu diingat, dalam pemeriksaan tubuh mayat
tidak boleh disirami desinfektan meskipun risiko penularan dari bakteri-bakteri
patogen besar sekali. Tindakan ini dapat merusak bahan-bahan pemeriksaan,
terutama pada kasus-kasus keracunan, sehingga racun menjadi sukar dideteksi.
Mayat yang baru dikubur lebih berbahaya daripada mayat yang sudah mengalami
pembusukan lanjut. Begitupun, desinfektan dapat dipercikan di sekitar kuburan
untuk menghindari terhirupnya gas-gas yang berbau merangsang. Sebelum
meninggalkan tempat penggalian, setelah semuanya diperiksa, terlebih dahulu
pastikan bahan-bahan yang diperlukan sudah cukup, untuk menghindari proses
penggalian ulangan. Hasil pemeriksaan haruslah disiapkan hari itu juga dan visum
et repertumnya hendaknya disiapkan secepatnya. Setelah dilakukan pemeriksaan
terhadap jenazah dan didapatkan kesimpulan, maka jenazah dapat dikuburkan
kembali. 4,6,9
2.7.1

Autopsi pada Ekshumasi2,9


Autopsi berasal dari kata auto = sendiri dan opsis = melihat,
sehingga yang dimaksud dengan autopsi adalah pemeriksaan terhadap tubuh
mayat, meliputi pemeriksaan terhadap bagian luar maupun bagian dalam,
dengan tujuan menemukan proses penyakit dan atau adanya cedera,
melakukan interpretasi atas penemuan-penemuan tersebut, menerangkan
penyebabnya serta mencari hubungan sebab akibat antara kelainan-kelainan
yang ditemukan dengan penyebab kematian.
Berdasarkan tujuannya dikenal dengan tiga macam autopsi, yakni
antara lain sebagai berikut13:
a. Autopsi klinik
Dilakukan terhadap mayat seseorang yang menderita penyakit,
dirawat di Rumah Sakit tapi kemudian meninggal dunia. Adapun tujuan
dilakukannya autopsi klinik adalah:
1) Menentukan sebab kematian yang pasti
2) Menentukan apakah diagnosis klinik yang dibuat selama
perawatan sesuai dengan diagnosis postmortem
17

3) Mengetahui korelasi proses penyakit yang ditemukan dengan


diagnosis klinis dan gejala-gejala klinis
4) Menentukan efektivitas pengobatan
5) Mempelajari perjalanan lazim suatu proses penyakit.
b. Autopsi forensik
Dilakukan terhadap mayat seseorang berdasarkan peraturan undangundang, dengan tujuan:
1) Membantu dalam hal penentuan identitas mayat
2) Menentukan sebab pasti kematian, memperkirakan cara kematian,
serta saat kematian
3) Mengumpulkan serta mengenali benda-benda bukti untuk
penentuan identitas benda penyebab serta identitas pelaku
kejahatan
4) Membuat laporan tertulis yang objektif berdasarkan fakta dalam
bentuk visum et repertum
5) Melindungi orang yang tidak bersalah dan membantu dalam
penentuan identitas serta penuntutan terhadap orang yang
bersalah.
c. Autopsi anatomi
Pendidikan para mahasiswa kedokteran dan para dokter.
Berdasarkan dari pengertian tentang autopsi diatas, maka autopsi
yang dilakukan pada ekshumasi adalah autopsi forensik.
Autopsi pada ekshumasi harus disertai dengan bukti-bukti penting
yang dikumpulkan sebaik-baiknya. Untuk itu, sampel dari tanah juga harus
dikumpulkan. Penelitian secara hati-hati seharusnya dilakukan pada semua
benda-benda yang dapat digunakan sebagai bukti. Materi-materi tersebut
harus dikumpulkan sebelum dan selama proses penggalian kubur, seperti10:
a. Sampel tanah dari permukaan atas kubur
b. Sampel tanah diatas dan didalam kubur
c. Sampel tanah dari tiap sisi kubur
d. Sampel tanah dibawah kubur (jika dibawah kubur itu ada air, sampel
air juga harus diambil)
18

e. Sampel kontrol tanah dari bagian pemakaman lainnya.


2.7.1.1 Persiapan sebelum Autopsi
Sebelum autopsi dimulai, beberapa hal yang perlu mendapat
perhatian, yakni:
a. Apakah surat-surat yang berkaitan dengan autopsi yang akan
dilakukan telah lengkap, yaitu surat permintaan pemeriksaan
dari penyidik yang berwenang dan jenis autopsi yang diminta
b. Apakah mayat yang akan di autopsi benar-benar adalah mayat
yang dimaksudkan dalam surat yang bersangkutan, dengan
melihat label pada mayat apakah sesuai dengan surat
permintaan dari penyidik
c. Kumpulkan keterangan yang berkaitan dengan kematian
selengkap mungkin
d. Periksa apakah alat-alat yang diperlukan telah disediakan,
seperti tempat autopsi, meja autopsi, peralatan pemeriksaan dan
dokumentasi.
2.7.1.2 Langkah-langkah Autopsi
Adapun langkah-langkah untuk melakukan autopsi adalah
sebagai berikut13:
a. Pemeriksaan Luar
Seluruh bagian luar dari tubuh jenazah, mulai dari ujung
rambut sampai ujung kaki diperiksa secara teliti.
b. Pemeriksaan Dalam
1) Insisi
Insisi berguna untuk membuka rongga kepala, leher,
dada,

perut,

panggul

dan

bagian-bagian

lain

yang

diperlukan. Teknik pembukaan dapat menggunakan teknik


insisi huruf I atau huruf Y. Keuntungan teknik insisi huruf I
adalah mudah dikerjakan dan daerah lehr dapat diperiksa
lapis demi lapis sehingga semua kelainan yang ada dapat
dilihat, tetapi kerugiannya adalah dari segi estetika, karena
19

ada irisan daerah leher. Sedangkan keuntungan insisi huruf


Y adalah tidak adanya irisan pada daerah leher, tetapi
kerugiannya

adalah

teknik

ini

sulit

dilakukan

dan

memerlukan keterampilan yang cukup tinggi.


2) Pengeluaran organ dalam
Adapun

cara

yang

dapat

dilakukan

untuk

mengeluarkan organ dalam adalah sebagai berikut:


1. Teknik Virchow
Setelah dilakukan pembukaan rongga tubuh, organorgan dikeluarkan satu persatu dan langsung diperiksa.
Dengan demikian kelainan-kelainan yang terdapat pada
masing-masing organ yang tergolong dalam satu sistem
menjadi hilang. Teknik ini kurang baik bila digunakan
pada autopsi forensik, terutama pada kasus penembakan
dengan senjata api dan penusukan dengan senjata tajam.
2. Teknik Rokitansky
Setelah rongga tubuh dibuka, organ dilihat dan
diperiksa dengan melakukan beberapa irisan in situ, baru
kemudian seluruh organ-organ tersebut dikeluarkan
dalam kumpulan-kumpulan organ (en bloc). Teknik ini
pun tidak baik digunakan untuk autopsi forensik.
3. Teknik Letulle
Setelah rongga tubuh dibuka, organ leher, dada,
diafragma dan perut dikeluarkan sekaligus (en masse).
Kepala diletakan di atas meja dengan permukaan
posterior menghadap ke atas. Plexus coeliacus dan
kelenjar para aortal diperiksa, aorta dibuka sampai arcus
aortae dan Aa. renales kanan dan kiri dibuka serta
diperiksa. Aorta diputus di atas muara a. Renalis.
Rectum dipisahkan dari sigmoid. Organ urogenital
dipisahkan dari organ lain. Bagian proksimal jejunum
diikat pada dua tempat dan kemudian diputus antara dua
20

ikatan tersebut dan usus dapat dilepaskan. Esofagus


dilepaskan dari trakhea, tetapi hubungannya dengan
lambung dipertahankan. Vena cava inferior serta aorta
diputus di atas diafragma dan dengan demikian organ
leher dan dada dapat dilepas dari organ perut. Dengan
pengangkatan organ-organ tubuh secara en masse ini,
hubungan antar organ tetap dipertahankan setelah
seluruh organ dikeluarkan dari tubuh. Kerugian teknik
ini adalah sukar dilakukan tanpa pembantu, serta agak
sukar karena panjangnya kumpulan organ-organ yang
dikeluarkan sekaligus.
4. Teknik Ghon
Setelah rongga tubuh dibuka, organ leher dan dada,
organ pencernaan bersama hati dan limpa, organ
urogenital diangkat keluar sebagai 3 kumpulan organ
(bloc).
Pada autopsi jenazah yang baru meninggal dunia,
terkadang sulit untuk menentukan penyebab kematiannya.
Apalagi autopsi pada kasus ekshumasi dimana jenazah yang
sudah dikuburkan mulai dari beberapa hari sampai beberapa
tahun sehingga tidak semua autopsi pada ekshumasi dapat
menjelaskan tentang penyebab kematiannya, terutama pada
jenazah yang telah mengalami pembusukan.
3) Pemeriksaan tiap-tiap organ satu demi satu
4) Pengembalian organ tubuh ke tempat semula
5) Menutup dan menjahit kembali
c. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang diperlukan jika dari pemeriksaan
tersebut diatas belum dapat menjawab seluruh persoalan yang
muncul dan yang kira-kira akan muncul dalam proses peradilan,
misalnya pemeriksaan laboratorium, toksikologi, mikroskopik,
serologik, DNA dan sebagainya.
21

Untuk pemeriksaan toksikologi diperlukan bahan untuk


mengawetkan sampel yaitu etil alkohol. Untuk pemeriksaan
lengkap dibutuhkan minimal empat botol dengan mulut lebar.
Botol

pertama

diisi

contoh

bahan

pengawet

sebagai

pembanding, botol kedua diisi jaringan traktus digestivus, botol


ketiga untuk traktus urnarius dan botol ke empat diisi jaringan
lain.
Untuk pemeriksaan mikroskopik diperlukan bahan pengawet
berupa formalin 10% dan sampel jaringan yang dicurigai
terdapat kelaianan dipotong dalam ukuran yang tidak terlalu
besar (1 cm x 1 cm x 2,5 cm).
Pemeriksaan penunjang tidak dapat dilakukan saat autopsi,
maka dokter memberitahukan serta menyerahkan sampel
dengan berita acara kepada penyidik.

2.7.1.3 Perawatan Mayat setelah Autopsi


Setelah autopsi dilakukan, semua organ tubuh dimasukkan
kembali ke dalam rongga tubuh, dan dilakukan penjahitan kembali.
Penjahitan menggunakan benang yang kuat, mulai dari bawah dagu
sampai ke daerah simfisis.
2.7.1.4 Penyerahan ke Penyidik
Tahapan teknis yang terakhir dari ekshumasi adalah
dilakukan penyerahan kembali ke penyidik bahwa pemeriksaan
terhadap jenazah telah selesai. Dimana selanjutnya akan dibuat:
a. Berita acara pemakaman kembali.
b. Berita acara penyerahan kembali kuburan kepada keluarga
2.9 Proses Ekshumasi Di Luar Negeri1,10
Ekshumasi hanya dilakukan dibawah pengawasan mutlak dari pihak yang memiliki
wewenang, dengan tujuan untuk:
1. Identifikasi, mengkonfirmasi tentang kasus criminal pada seorang korban atau
tujuan sipil lainnya

22

2. Penyebab kematian; ketika ada kematian tidak wajar, ekshumasi dapat dilakukan
bergantung dari keinginan masyarakat atau dari keluarga yang terkait untuk
mencari sebab kematian
3. Autopsy kedua: dilakukan ketika autopsy pertama ditemukan keraguan. Biasanya
berkaitan dengan kasus criminal atau kasus public lainnya.
Karena ekshumasi dapat bersifat sensitive dan dapat mengguncangkan emosi dari
pihak keluarga yang terkait atau teman terdekat dari korban yang bersangkutan, maka
ekshumasi harus dilakukan sesuai indikasi hukum yang sesuai. Di Pakistan, ekshumasi
dilakukan ketika ada kematian yang tidak wajar guna untuk mencari sebab kematian
dan keluarga yang terkait meminta. Mereka akan meminta proses ekshumasi kepada
polisi lokal. Proses ekshumasi tanpa perlindungan hukum adalah perbuatan yang tidak
bermoral dan illegal.
Ekshumasi terdiri dari langkah-langkah berikut:

Persiapan umum

Identifikasi dari makam, pembukaan makam, mengambil sampel dari bagian sekitar
makam

Identifikasi dari peti dan koleksi sampel

Identifikasi oleh magistrate dan coroner

Autopsy
Sebab kematian dapat dicari dari pemeriksaan terhadap organ vital dan jaringan

lunak dan angka keberhasilan tergantung dari kondisi jenazah. Hasil dari ekshumasi
yang baik bergantung dari berapa lamanya jenazah sudah dikubur ke dalam tanah dan
dari cepatnya proses pembusukan yang terjadi.
Pada Eropa proses ekshumasi tidak hanya dilakukan untuk kepentingan forensic,
namun dapat juga digunakan untuk pembaharuan makam, pemindahan jenazah dari
satu tempat ke tempat lainnya dan dari penguburan diubah menjadi kremasi. Tes DNA
dapat dilakukan meskipun ekshumasi sudah melebihi 100 tahun untuk mencari
paternitas.
Di Hong Kong, kuburan umum dilakukan ekshumasi setelah 6 tahun, untuk
selanjutnya dilakukan kremasi atau sisa jenazah yang masih ada di simpan pribadi oleh
23

keluarga dalam tabung atau kotak kecil. Kuburan yang tidak ada keluarganya akan di
lakukan kremasi oleh pemerintah. Penguburan permanen diperbolehkan pada kuburan
yang bersifat privat. Dalam hukum Yahudi, ekshumasi sangat tidak diperbolehkan.
Kesuksesan dari ekshumasi dapat ditentukan dari berapa lamanya mayat dikubur dan
dari kondisi tanah. Pada Eropa dibandingkan dengan Pakistan, kondisi tanah pada
Eropa dapat lebih menguntungkan pada kesuksesan ekshumasi karena mayat akan lebih
awet disana.
Pada beberapa instansi, ekshumasi dilakukan untuk tujuan research, kanibalisme,
pembelajaran antropologi dan ritual. Pada zaman modern seperti sekarang, ekshumasi
lebih ditujukkan untuk tujuan hukum, seperti pada kasus kematian tidak wajar untuk
mencari sebab kematian. Di India, ekshumasi harus mendapat izin dari executive
magistrate. Tidak ada batasan waktu untuk melakukan ekshumasi. Ekshumasi
sebaiknya dilakukan di pagi hari atau saat ada pencahayaan yang baik dari matahari
dan dilakukan oleh instansi yang kompeten.

24

BAB III
LAPORAN KASUS
3.1 Kasus di India9
Seorang gadis dilaporkan hilang selama dua tahun, setelah diselidiki ditemukan
titik terang bahwa korban menghilang karena dibunuh. Pelaku berjumlah 3 orang dan
mengaku melakukan kekerasan seksual pada korban, korban dicekik kemudian dikubur
untuk menghilangkan barang bukti. Penggalian mayat (ekshumasi) dilakukan, ditemukan
tubuh yang terkubur dalam karung goni besar. Di dalam karung tersebut ditemukan
barang-barang pribadi milik korban, seperti kalung perak, tali hitam dengan liontin batu
marmer serta potongan kain bersih berwarna putih. (Gambar.2) Jasad korban ketika
ditemukan sudah dalam bentuk kerangka tulang, terdiri dari tulang tengkorak yang
sebagian sudah rusak, dua scapula, dua tulang selangka, manubrium sterni dan dua puluh
tulang rusuk. Sedangkan tulang panjang yang ditemukan masing masing berjumlah dua
terdiri dari humerus, ulna, radius, femur kemudian tibia dan fibula yang dipisahkan oleh
satu patella. Terdapat juga tulang panggul lengkap dengan tiga bagian tulang yang
menyusun sacrum. Selain itu dua calcaneus, satu talus dan beberapa serpihan dari
metatarsal juga ditemukan. Pada korban didapatkan dua belas gigi geligi, 6 pada rahang
atas dan 6 pada rahang bawah. Pada tulang tulang panjang seperti humerus, radius, ulna,
tibia dan fibula proses osifikasi pada ujung atas dan bawah telah terjadi namun lempeng
epifisis belum menyatu sempurna. Setelah pemeriksaan menyeluruh dilakukan terugkap
bahwa kerangka tulang yang diperiksa merupakan milik seorang perempuan usia 10-12
tahun dengan tinggi badan sekitar 138-140cm. Uji DNA dari tengkorak, gigi serta tulang
25

femur yang dibandingkan dengan milik ibu korban mengkonfirmasi bahwa kerangka
tersebut benar milik si gadis.

Gambar 1. Kerangka tulang posisi anatomi9

Gambar 2. Kerangka tulang pasca ekshumasi9

26

BAB IV
PENUTUP
4.1

Kesimpulan
Ekshumasi adalah pemeriksaan terhadap jenazah yang sudah dikuburkan
dengan cara menggali kembali jenazah dari dalam kuburannya yang telah disahkan
oleh hukum untuk membantu peradilan. Hal ini dilakukan atas dasar undang-undang
dalam rangka pembuktian suatu tindakan pidana, disertai persetujuan dari keluarga
korban. Undang-undang yang digunakan untuk melakukan ekshumasi ini, yaitu
KUHAP pasal 134 ayat (1),(2),(3), KUHAP pasal 135, KUHAP pasal 136, dan
KUHAP pasal 222.

Ekshumasi dapat dilakukan atas dasar peradilan (forensik)

maupun bukan untuk kepentingan peradilan (non-forensik). Prosedur yang dilakukan


sebaiknya secepat dan seteliti mungkin, karena peranan dokter pada ekshumasi
sangat penting, yaitu sebagai saksi ahli, harus hadir sejak penggalian kubur sampai
melakukan pemeriksaan terhadap tubuh jenazah, melaporkan apa yang dilihat dan
didapat dari pemeriksaan tersebut, serta menyimpulkan penyebab kematian.
4.2

Saran
Tindakan ekshumasi yang dilakukan oleh penyidik haruslah disesuaikan dengan
norma adat maupun agama yang berlaku, mengingat tindakan penggalian kubur
sangat tabu di beberapa tempat di Indonesia.
Pihak penyidik haruslah mempertimbangkan secara baik-baik agar penggalian
kubur dapat menghasilkan informasi yang optimal untuk membuat terang suatu kasus
mengingat besarnya sumber daya yang dikeluarkan baik dana, waktu maupun tenaga.
Siapapun tidak berhak melakukan ekshumasi yang berkaitan dengan peradilan selain
penyidik, walaupun memiliki pangkat yang lebih tinggi dari penyidik tersebut.
Pihak keluarga diharapkan mendukung tindakan ekshumasi.

DAFTAR PUSTAKA
1. Humayun M, Khichi ZH, Chand H, et all. Exhumation-a key to provide justice to
victims of homicide: situation in larkana and sukkur divisions. Department of Forensic
Medicine, Bannu Medical College Bannu. Pakistan: 2010.
27

2. Idries A M. Pedoman ilmu forensik. Jakarta: Binarupa Aksara; 1997.h.324-7.


3. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 58 Tahun 2010 Tentang Perubahan
Atas Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab UndangUndang Hukum Acara Pidana
4. Olumbe, Kirasi A, Yakub, et al. Management, exhumation and identification of human
remains: a viewpoint of the developing world. Volume 84. IRRC; 2010.
5. Abraham S, Arif R S, Bambang P N, dkk. Tanya jawab ilmu kedokteran forensik. Edisi
2. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro Semarang; 2012.
6. Ritonga, M. Ekshumasi. [Internet]. 2012 [diakses pada Juli 2016]; USU Institutional
Repository. Diunduh dari www.repository.usu.ac.id
7. Safity,

Oktavinda.

Kompilasi

peraturan

perundang-undangan

terkait

praktik

kedokteran. Jakarta: Departemen Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal Fakultas


Kedokteran Universitas Indonesia; 2014.
8. Ministry of Health, NSW 73 Miller Street North Sydney. 2013. [Diakses pada Juli
2016];

Exhumation

of

Human

Remains.

Diunduh

dari

http://www.health.nsw.gov.au/policies/
9. Rani M, Kumar P, Kumar M, et all. Exhumation and identification: a case report. J
Indian Acad Forensic Med. Vol. 34, No. 4. India: 2012.

28

Вам также может понравиться