Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
DESENTRALISASI PENDIDIKAN
DI INDONESIA
OLEH:
ANDIK SISWANTO, S.Pd.
14B01007
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
2014
BAB I
PENDAHULUAAN
A. Latar Belakang
Perubahan sistem pendidikan di Indonesia telah melalui perkembangan yang panjang,
hal ini seiring dengan kondisi bangsa Indonesia. Jauh sebelum Indonesia mencapai
kemerdekaan, sistem pendidikan yang berkembang di Indonesia adalah sistem pendidikan
tradisional yang disesuaikan dengan tuntutan dan kebutuhan masyarakat. Pada awal
kemerdekaan, para pendiri republik yang sebagian besar adalah para tokoh pendidikan,
memusatkan usahanya untuk membangun sistem pendidikan nasional sebagai pengganti dari
sistem pendidikan kolonial yang telah berlangsung lebih dari tiga abad. Sistem pendidikan
nasional mulai menampakan bentuknya sejak terbitnya Undang-Undang Nomor 4 tahun 1950
tentang Dasar-dasar Pendidikan dan Pengajaran di Sekolah.
Sistem pendidikan nasional telah mengalami tiga kali perubahan dari Undang-Undang
Nomor 4 Tahun 1950, Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1954, dan Undang-Undang Nomor
2 Tahun 1989. Selama waktu tersebut, telah terjadi berbagai perubahan dan perkembangan,
baik dari aspek substansi maupun kekuasaan dan kewenangan penyelenggaraannya.
Dari aspek substansi, telah terjadi perubahan dan perkembangan, antara lain tentang
tujuan pendidikan, kurikulum, metode mengajar, penilaian pendidikan terus berlangsung
dengan adanya perubahan rencana pelajaran 1964, kurikulum 1968, kurikulum 1975,
kurikulum 1984, kurikulum 1994, KTSP dan kini berlangsung Kurikulum 2013. Perubahan
pada aspek kekuasaan dan kewenangan penyelenggaraan pendidikan, antara lain tampak pada
perubahan sistem pendiidikan nasional yang mulanya sentralistik kini menjadi sistem
pendidikan nasional yang mengalami desentralisasi.
Desentralisasi adalah merupakan penyerahan wewenang pemerintah oleh pemerintah
kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem
Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sebagai suatu sistem yang dipakai dalam bidang
pemerintahan merupakan kebalikan dari sentralisasi, dimana sebagian kewenangan
pemerintah pusat dilimpahkan kepada pihak lain untuk dilaksanakan.
Dalam konteks pelaksanaan otonomi daerah ditegaskan bahwa sistem pendidikan
nasional yang bersifat sentralistis selama ini kurang mendorong terjadinya demokratisasi dan
desentralisasi penyelenggaraan pendidikan. Sebab sistem pendidikan yang sentralisasi diakui
kurang bisa mengakomodasi keberagaman daerah, keberagaman sekoah, serta keberagaman
peserta didik, bahkan cendrung mematikan partisipasi masyarakat dalam pengembangan
pendidikan.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah makalah ini, yaitu:
1. Apa hakikat desentralisasi?
2. Bagaimana konsep desentralisasi pendidikan?
3. Apa tujuan desentralisasi pendidikan?
4. Apa syarat keberhasilan proses desentralisasi pendidikan?
5. Apa kelebihan dan kelemahan desentralisasi pendidikan?
C. Tujuan
Tujuan yang akan dicapai dengan adanya makalah ini, yakni:
1. Mengetahui hakikat desentralisasi.
2. Mengetahui konsep desentralisasi pendidikan.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Hakikat Desentralisasi
Secara etimologis, istilah desentralisasi berasal dari bahasa Latin de, artinya lepas dan
centrum, yang berarti pusat, sehingga bisa diartikan melepaskan dari pusat. Sementara, dalam
Undang-undang No. 32 tahun 2004, bab I, pasal 1 disebutkan bahwa desentralisasi adalah
penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada daerah otonomi untuk
mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
Pengertian desentralisasi pendidikan menurut (Hurst dalam Nugroho, 2000: 2), the
decentralization process implies the transfer of certain function from small group of policymakers to a small group of authorities at the local level dengan kata lain desentralisasi
merupakan proses penyerahan fungsi-fungsi tertentu dari sekelompok kecil pembuat
kebijakan kepada satu kelompok kecil pemegang kekuasaan pada tataran lokal. Definisi Hurst
tersebut telah menggambarkan dengan jelas proses penyerahan fungsi-fungsi pemerintahan
yang kemudian diberikan kepada pemerintah daerah. Sedangkan pengertian desentralisasi
menurut (Chau dalam Nugroho, 2000: 2), desentralisasi pada konsep pendelegasian
kekuasaan kepada pemerintah daerah, dengan tujuan meningkatkan efisiensi dalam
penggunaan sumberdaya.
memberikan
dukungan
sumber
daya
dalam
penyelenggaraan pendidikan.
Begitu juga pada bagian keempat Hak dan Kewajiban Pemerintah
dan Pemerintah Daerah, pasal 11 ayat (2) Pemerintah dan Pemerintah
Daerah
wajib
menjamin
tersedianya
dana
guna
terselenggaranya
pendidikan bagi setiap warga negara yang berusia tujuh sampai lima
belas tahun. Khusus ketentuan bagi Perguruan Tinggi, pasal 24 ayat (2)
Perguruan Tinggi memiliki otonomi untuk mengelola sendiri lembaganya
sebagai pusat penyelenggaraan pendidikan tinggi, penelitian ilmiah, dan
pengabdian kepada masyarakat.
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa konsep otonomi
pendidikan mengandung pengertian yang luas, mencakup filosofi, tujuan,
format dan isi pendidikan serta manajemen pendidikan itu sendiri.
Implikasinya adalah setiap daerah otonomi harus memiliki visi dan misi
pendidikan yang jelas dan jauh ke depan dengan melakukan pengkajian
yang mendalam dan meluas tentang trend perkembangan penduduk dan
masyarakat untuk memperoleh konstruk masyarakat di masa depan dan
tindak lanjutnya, merancang sistem pendidikan yang sesuai dengan
daerah
itu
harus
diawali
dengan
evaluasi
diri,
deregulation),
6. Pendidikan berbasis kebutuhan pasar (market-based education),
7. Menetralisasi pusat-pusat kekuasaan (neutralizing competing centers of power),
8. Meningkatkan kualitas pendidikan (improving the quality of education),
Menurut Hadiyanto (2004: 30), secara konseptual, terdapat dua jenis desentralisasi
pendidikan, yaitu:
1. Desentralisasi kewenangan di sektor pendidikan dalam hal kebijakan pendidikan dan aspek
pendanaannya dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah (propinsi dan distrik)
2. Desentralisasi pendidikan dengan fokus pada pemberian kewenangan yang lebih besar di
tingkat sekolah
Konsep desentralisasi pendidikan yang pertama terutama berkaitan dengan otonomi
daerah dan desentralisasi penyelenggaraan pemerintahan dari pusat ke daerah, sedangkan
konsep desentralisasi pendidikan yang memfokuskan pada pemberian kewenangan yang lebih
besar pada tingkat sekolah dilakukan dengan motivasi untuk meningkatkan kualitas
pendidikan.
Adapun tujuan dan orientasi dari desentralisasi pendidikan sangat bervariasi berdasarkan
pengalaman desentralisasi pendidikan yang dilakukan di beberapa negara Amerika Latin, di
Amerika Serikat dan Eropa. Jika yang menjadi tujuan adalah pemberian kewenangan di
sektor pendidikan yang lebih besar kepada pemerintah daerah, maka fokus desentralisasi
pendidikan yang dilakukan adalah pada pelimpahan kewenangan yang lebih besar kepada
pemerintah lokal atau kepada Dewan Sekolah. Implisit ke dalam strategi desentralisi
pendidikan yang seperti ini adalah target untuk mencapai efisiensi dalam penggunaan sumber
daya (school resources; dana pendidikan yang berasal yang pemerintah dan masyarakat).
Di lain pihak, jika yang menjadi tujuan desentralisasi pendidikan adalah peningkatan
kualitas proses belajar mengajar dan kualitas dari hasil proses belajar mengajar tersebut,
maka desentralisasi pendidikan lebih difokuskan pada reformasi proses belajar-mengajar.
Partisipasi orang tua dalam proses belajar mengajar dianggap merupakan salah satu faktor
yang paling menentukan.
Desentralisasi pendidikan merupakan peluang bagi peningkatan mutu kegiatan belajar
mengajar di sekolah. Dengan kata lain, ia merupakan peluang bagi peningkatan mutu
pendidikan di setiap daerah. Hal ini karena perhatian terhadap peningkatan mutu guru,
peningkatan mutu manajemen kepala sekolah, peningkatan sarana dan prasarana pendidikan,
pembiayaan pendidikan menjadi lebih baik jika dikelola oleh para pejabat pendidikan yang
ada di daerah. Pada akhirnya, tujuan desentralisasi pendidikan adalah pada pemerataan mutu
pendidikan yang meningkat ini.
Desentralisasi pendidikan merupakan salah satu model pengelolaan pendidikan yang
menjadikan sekolah sebagai proses pengambilan keputusan dan merupakan salah satu upaya
untuk memperbaiki kualitas pendidikan serta sumber daya manusia termasuk profesionalitas
guru yang belakangan ini dirisaukan oleh berbagai pihak baik secara regional maupun secara
internasional.
Sistem pendidikan yang selama ini dikelola dalam suatu iklim birokratik dan sentralistik
dianggap sebagai salah satu sebab yang telah membuahkan keterpurukan dalam mutu dan
keunggulan pendidikan di tanah air kita. Hal ini beralasan, karena sistem birokrasi selalu
menempatkan kekuasaan sebagai faktor yang paling menentukan dalam proses
pengambilan keputusan. Sekolah-sekolah saat ini telah terkungkung oleh kekuasaan birokrasi
sejak kekuasaan tingkat pusat hingga daerah bahkan terkesan semakin buruk dalam era
reformasi saat ini. Ironisnya, kepala sekolah dan guru-guru sebagai pihak yang paling
memahami realitas pendidikan berada pada tempat yang dikendalikan. Merekalah
seharusnya yang paling berperan sebagai pengambil keputusan dalam mengatasi berbagai
persoalan sehari-hari yang menghadang upaya peningkatan mutu pendidikan. Namun, mereka
ada dalam posisi tidak berdaya dan tertekan oleh berbagai pembakuan dalam bentuk juklak
dan juknis yang pasti tidak sesuai dengan kenyataan obyektif di masing-masing sekolah.
Disamping itu pula, kekuasaan birokrasi juga yang menjadi faktor sebab dari
menurunnya semangat partisipasi masyarakat terhadap penyelenggaraan pendidikan di
sekolah. Dulu, sekolah sepenuhnya dimiliki oleh masyarakat, dan merekalah yang
membangun dan memelihara sekolah, mengadakan sarana pendidikan, serta iuran untuk
mengadakan biaya operasional sekolah. Jika sekolah telah mereka bangun, masyarakat hanya
meminta guru-guru kepada pemerintah untuk diangkat pada sekolah mereka itu.
Pada waktu itu, kita sebenarnya telah mencapai pembangunan pendidikan yang
berkelanjutan (sustainable development), karena sekolah adalah sepenuhnya milik
masyarakat yang senantiasa bertanggungjawab dalam pemeliharan serta operasional
pendidikan sehari-hari. Pada waktu itu, Pemerintah berfungsi sebagai penyeimbang, melalui
pemberian subsidi bantuan bagi sekolah-sekolah pada masyarakat yang benar-benar kurang
mampu.
D. Syarat Keberhasilan Proses Desentralisasi Pendidikan
Keberhasilan desentralisasi pendidikan setidaknya akan tergantung pada beberapa
faktor pendukung. Di bawah ini akan dikemukakan empat faktor penunjang keberhasilan
desentralisasi pendidikan, yaitu:
1. Menerapkan deregulasi, meningkatkan fleksibilitas melalui penerapan deregulasi merupakan
kunci utama untuk memacu efektivitas desentralisasi pendidikian di daerah dan sekolah.
deregulasi merupakan proses pemangkasan jalur birokrasi yang terlalu ketat dan panjang.
Deregulasi juga berarti menghilangkan rantai birokrasi yang terlalu banyak. Sebagai system
semestinya bukan untuk mempersulit dan memperlambat proses, tetapi sebaliknya
2.
berkesinambungan.
3. Melaksanakan kepemimpinan demokratis dan partisipatif dalam penyelenggaraan pendidikan
di sekolah.
4. Menerapkan profesionalitas, transparansi dan akuntabilitas dalam pelaksanaan desentralisasi
pendidikan.
E. Kelebihan dan Kelemahan Desentralisasi Pendidikan
Menurut Nugroho (2000: 67), sedikitnya terdapat empat kelebihan dari desentralisasi
pendidikan:
1. Peningkatan mutu, yaitu dengan kewenangan yang dimiliki sekolah maka
sekolah lebih leluasa mengelola dan memberdayakan potensi sumber
2.
4.
Perluasan
pendidikan
dan
pada
pemerataan,
daerah
membuka
pelosok
peluang
sehingga
terjadi
penyelenggaraan
perluasan
dan
pemerataan pendidikan.
Adapun kelemahan yang mungkin timbul dalam implementasi
kebijakan desentralisasi pendidikan, yaitu:
1. Kurang siapnya sumber daya manusia pada daerah terpencil
2. Tidak meratanya pendapatan asli daerah, khususnya daera-daerah miskin
3. Kurangnya perhatian pemerintah maupun pemerintah daerah untuk lebih
melibatkan masyarakat dalam pengelolaan pendidikan
4. Otoritas pimpinan dalam hal ini Bupati, Walikota sebagai penguasa
tunggal di daerah kurang memperhatikan dengan sungguh-sungguh
kondisi pendidikan di daerahnya sehingga anggaran pendidikan belum
5.
diperlukan admininstrasi pemerintahan daerah yang respon dengan aspirasi dam kebutuhan
masyarakat. Oleh karena itu, dengan memahami system administrasi demikian pada tingkat
daerah maka hubungan saling terkait antara semua komponen yang terdapat dalam
administrasi pemerintahan daerah sebagai satu kesatuan untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan semakin cepat tercapai. Hal ini sangat dibutuhkan kemitraan dari semua
komponen darah.
Selain kelebihan tentunya desentralisasi juga memiliki kelemahan, menurut (Smith
dalam Kinalova: 2012), kekurangan desentralisasi yaitu:
1. Karena jumlah organ-organ pemerintah bertambah banyak sejalan dengan kewenangan yang
dimiliki daerah, maka struktur pemerintahan bertambah kompleks sehingga mempersulit
koordinasi.
2. Hubungan keseimbangan dan keserasian antara berbagai macam kepentingan daerah mudah
terganggu.
3. Desentralisasi teritorial dapat mendorong timbulnya sentimen kedaerahan (etnocentries).
4. Pengambilan keputusan memerlukan waktu yang lama karena melalui perundingan yang
rumit.
5. Penyelenggaraan desentralisasi memerlukan biaya yang lebih banyak dan sulit dilaksanakan
secara sederhana dan seragam.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, maka dapat dipahami bahwa desentralisasi
pendidikan pada hakikatnya berkorelasi positif terhadap peningkatan mutu lulusan lembaga
pendidikan dan efesiensi pengelolaan pendidikan. Apabila sekolah dapat dikelola dengan
optimal oleh personalia yang profesional, pengambilan keputusan dilakukan oleh pihak-pihak
yang lebih dekat dan tahu tentang kebutuhan dan potensi sekolah, maka mutu pendidikan
akan lebih maksimal sesuai yang diharapkan. Pengelolaan pendidikan yang baik
menghasilkan Indonesia yang baru, desentralisasi pendidikan merupakan suatu keharusan jika
kita ingin cepat mengejar ketertinggalan dari bangsa lain. Melalui pendidikan yang
demokratis akan melahirkan masyarakat yang kritis dan bertanggung jawab. Masyarakat yang
demokratis akan mampu menciptakan masyarakat madani yaitu masyarakat yang berbudaya
tinggi yang menjunjung tinggi nilai kemanusiaan yang mana sangat menghargai hak-hak
asasi manusia.
B. Saran
Penulis menyarankan agar pembaca lebih memperbanyak lagi referensi-referensi
mengenai desentralisasi pendidikan selain makalah ini. Ini dikarenakan oleh keterbatasan
penulis dalam mencari referensi-referensi dalam penyusunan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Hadiyanto. 2004. Mencari Sosok Desentralisasi Manajemen Pendidikan di Indonesia. Jakarta:
Rineka Cipta.
Hasbullah. 2010. Otonomi Pendidikan. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada.
Riant Nugroho. 2000. Desentralisasi Tanpa Revolusi. Jakarta: Elex Media Komputindo.
Tim Pusat Bahasa. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Keempat Departemen Pendidikan
Nasional. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Kinalova. 2012. Kelebihan dan Kelemahan Desentralisasi Pendidikan, (Online),
http://kinalova.blogspot.com/2012/09/kelebihan-dan-kekurangan-sentralisasi.html, diakses 6
Desember 2014.