Вы находитесь на странице: 1из 15

Tuberkulosis Pada Anak

Dewi dyanwahyuni permata putri syahril


Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara No.6, Jakarta Barat 11510
No. Telp (021) 5694-2061, E-Mail : Dewi.2014fk107@Civitas.Ukrida.Ac.Id
Pendahuluan
Saat ini banyak sekali penyakit yang baru pada saluran pernafasan dan penyebabnya
bermacam-macam, ada di sebabkan oleh virus, bakteri, dan lain sebagainya. Dengan
penomena ini harus menjadi perhatian bagi kita semua. Salah satu penyakit pada saluran
pernafasan adalah Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh
Myobacterium tuberculosis dan Mycobacterium bovis. Myobacterium tuberculosis ditemukan
oleh Roberth Koch pada tahun 1882. Basil tuberculosis dapat hidup dan tetap virulen
beberapa minggu dalam keadaan kering,tetapi dalam cairan mati pada suhu 60 derajat celcius
dalam waktu 15-20 menit. Penularan Myobacterium tuberculosis biasanya melalui udara,
hingga sebagian besar fokus primer tuberculosis terdapat dalam paru. Selain melalui udara
penularan dapat melalui peroral seperti minum susu yang mengandung basil tuberculosis.
Masuknya basil tuberkulosis dalam tubuh tidak selalu menimbulkan penyakit. Terjadinya
infeksi dipengaruhi oleh virulensi dan banyaknya basil tuberkulosis serta daya tahan tubuh
manusia. Infeksi primer biasanya terjadi pada paru. Ghon dan Kudlich pada tahun 1930
menemukan bahwa 95,93% dari 2.114 kasus mereka mempunyai fokus primer didalam paru
yang sebagian besar penularannya melalui udara.
A. Anamnesis
Anamnesis merupakan langkah pertama yang akan diambil oleh seorang dokter apabila
bertemu dengan pasien. Anamnesis adalah wawancara antara dokter, penderita atau keluarga
penderita yang mempunyai hubungan dekat dengan pasien, mengenai semua data tentang
penyakit. Dalam anamnesis, harus diketahui adalah identitas pasien, keluhan utama, riwayat
penyakit sekarang dan dulu, riwayat kesihatan keluarga, riwayat peribadi dan riwayat
ekonomi. Dalam rekam medik, perlu ada anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan
penunjang, diagnosis kerja, penatalaksanaan dan prognosis. Pertanyaan yang harus ditanyakan
adalah:1

Keluhan awal.
Keluhan awal akut mungkin disebabkan adanya gangguan fisiologis akut.

- Gejala yang menyertai.


a. Nyeri dada yang disertai sesak kemungkinan emboli paru, infark miokard, atau
penyakit pleura.
b. Batuk yang disertai sesak, khususnya sputum purulen mungkin

disebabkan oleh

infeksi napas atau proses radang kronik.


c. Demam dan menggigil mendukung adanya suatu infeksi.
d. Hemoptisis mengisyaratkan ruptur kapiler/vaskular, misalnya karena emboli paru,
-

tumor, atau radang saluran napas.


Terpajan keadaan lingkungan/ obat tertentu : allergen bronkospasme; debu,asap, dan
bahan kimia yang menimbulkan iritasi jalan napas berakibat terjadinya bronkospasme
pada pasien yang sensitive; obat yang dimakan/injeksi dapat menyebabkan reaksi
hipersensitivitas yang menyebabkan sesak; riwayat pajanan dengan penderita yang
infeksius.1

B. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan klinis yang diteliti dan lengkap selain dari anamnesis, adalah sangat
penting dilakukan dalam rangka menegakkan diagnosa. Di dalam pemeriksaan fisik,
dilakukan pemeriksaan abdomen yang mencakupi inspeksi, auskultasi, palpasi dan perkusi.
Pada kebiasaannya auskultasi dilakukan yang terakhir tetapi dilakukan setelah inspeksi adalah
dengan tujuan supaya efek bunyi didalam abdomen tidak terdapat perubahan atau terkena
efeknya setelah dilakukan palpasi dan perkusi.1
a. Pemeriksaan tanda-tanda vital seperti suhu, tekanan darah, berat badan, tinggi badan,
Body Mass Index (BMI), frekuensi pernapasan, serta frekuensi nadi.
b. Inspeksi : saat bernapas ada bagian yang tertinggal atau tidak, ada tonjolan atau tidak,
dan sebagainya.
c. Palpasi : meningkatnya fremitus menandakan adanya konsolidasi.
d. Perkusi : normal adalah sonor; hipersonor ditemukan pada hiperinflasi paru; dan redup
e.

ditemukan pada konsolidasi paru/efusi pleura.


Auskultasi : berkurangnya intensitas saluran napas pada kedua bidang paru
menunjukkan adanya obstruksi saluran napas yaitu ronki kasar dan nyaring sesuai
dengan obstruksi parsial/penyempitan saluran napas ronki basah halus terdengar pada
parenkim paru yang berisi cairan.

C. Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan laboratorium : bilas lambung , pemeriksaan dahak (jarang) gram,
BTA, biakan. Lavase lambung harus dilakukan 3 hari berturut-turut, dini hari, dan

pasien berpuasa serta berbaring telentang. Kultur konvensional membutuhkan waktu


3-4 minggu untuk pertumbuhan yang dapat dideteksi. Beberapa system yang lebih
baru, seperti BACTEC, dapat memperpendek waktu hingga 10 hari. Penggunaan PCR
untuk diagnosis masih dalam tahap percobaan, tetapi sepertinya menjanjikan
keberhasilan. Jaringan kelenjar bening dapat diperoleh melalui biopsy, eksisi, atau
melalui aspirasi jarum halus.2
2) Test Tuberkulin
Ada 2 macam tuberkulin yang dipakai yaitu Old tuberkulin dan Purified protein
derivate dengan cara Mantoux. Yaitu dengan menyuntikkan 0,1 ml tuberkulin PPD
intrakutan di volar lengan bawah.Reaksi dilihat 48 72 jam setelah penyuntikan.4
Eritema tanpa indurasi tidaklah bermakna. Tes positif bila indurasi >5mm/ lebih pada
anak yang kontak dengan pasien infeksius, mereka yang terkena infeksi HIV/penyakit
immunosupresan lain dan mereka yang foto thoraxnya menunjukkan tuberculosis.
Indurasi >10 mm adalah positif pada sebagian besar grup anak yang mempunyai
faktor risiko epidemiologi, seperti kemiskinan, lahir di Negara berprevalensi tinggi,
dan tinggal di daerah yang prevalensi tuberkulosisnya tinggi. Bagi mereka yang tidak
mempunyai faktor risiko, positif bila indurasinya >15mm. Pada anak yang mendapat
imunisasi BCG, indurasi 10 mm/ > harus dipertimbangkan positif. 2
3) Laboratorium hematologi
Tidak banyak membantu. Laju endap darah meninggi pada keadaan aktif dan kronik.
Pada stadium akut bisa terjadi leukositosis dengan sel polimorfonuklear, yang
meningkat selanjutnya limfositosis. Gambaran hematologik dapat membantu
mengamati perjalanan penyakitnya. Gambaran darah yang normal, tidak / belum dapat
menyingkirkan diagnosis tuberkulosis. 2
4) Foto Roentgen PA
Kelainan Roentgen akibat penyakit ini dapat berlokasi di mana saja dalam paru-paru,
namun sarang dalam parenkim paru-paru sering disertai oleh pembesaran kelenjar
limfe regional (kompleks primer). Foto Rontgen thoraks tidak dapat digunakan
sebagai alat diagnostik tunggal. 2
5) Pemeriksaan bakteriologis
Merupakan diagnosis pasti bila ditemukan kuman basil tahan asam, tetapi sulit pada
bayi dan anak. Bahan pemeriksaan dapat diambil dari sputum (pada anak besar),
bilasan lambung pagi hari atau dari cairan lain : LCS, cairan pleura, cairan
pericardium. Pemeriksaan dapat dilakukan cara BTA, biakan, PCR, serologi, dan lainlain. 2

6) Pemeriksaan histopatologi
Jarang dilakukan pada anak, dilakukan dengan biopsi misalnya dari kelenjar limfe.
7) Pemeriksaan fungsi paru
Pada umumnya fungsi paru tak terganggu kecuali pada bronkhiektasis hebat.
Pemeriksaan ini perlu dilakukan pada TBC anak yang memerlukan tindakan operatif.
Pemeriksaan terhadap sumber penularan Dicari sumber infeksi baik dari keluarga
maupun orang lain, dilakukan pemeriksaan sputum, foto paru, pemeriksaan darah.
Bila positif sebaiknya diisolasi untuk mengurangi kontak dan dilakukan pengobatan. 2
D. Working Diagnosis
Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB
(Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat
juga mengenai organ tubuh lainnya. TB Anak adalah penyakit TB yang terjadi pada anak
usia 0-14 tahun. Faktor risiko penularan TB pada anak tergantung dari tingkat penularan,
lama pajanan, daya tahan pada anak. Pasien TB dengan BTA positif memberikan
kemungkinan risiko penularan lebih besar daripada pasien TB dengan BTA negatif.
Pasien TB dengan BTA negatif masih memiliki kemungkinan menularkan penyakit TB.
Tingkat penularan pasien TB BTA positif adalah 65%, pasien TB BTA negatif dengan
hasil kultur positif adalah 26% sedangkan pasien TB dengan hasil kultur negatif dan foto
Toraks positif adalah 17%. Tuberkulosis anak merupakan faktor penting di negara-negara
berkembang karena jumlah anak berusia kurang dari 15 tahun adalah 4050% dari jumlah
seluruh populasi.2

E. Differential Diagnosis
1) Brochitis Asthma
Merupakan suatu penyakit asma yang mengganggu saluran bronkial yang memiliki ciri
bronkospasme periodik dikenal dengan kontraksi spasme di saluran nafas. Orang awam
biasa menyebutnya dengan penyakit mengi. Penyakit asma bronchial disebabkan oleh
banyak faktor. Ada dua sebab umum yaitu sebab intrinsik dan ekstrinsik, yakni : 3
Penyebab intrinsik
Penyebab intrinsik biasanya adalah penyebab yang disebabkan oleh faktor dalam diri
seseorang. Hal itu bisa terjadi karena penyakit seperti flu, adanya aktivitas fisik yang
berat, atau karena faktor emosi. Penyakit asma yang disebabkan oleh faktor instrinsik
biasanya membutuhkan waktu lama untuk sembuh. Biasanya terjadi pada orang yang

berumur lebih dari 40 tahun. Jika dibiarkan terlalu lama bisa menyebabkan penyakit
bronchitis kronik. 3
Penyebab ekstrinsik
Penyebab yang kedua adalah karena adanya faktor ekstrinsik atau faktor luar. Biasanya
disebabkan karena debu, serbuk sari, bulu atau hal lain yang memicu timbulnya asma.
Jenis penyakit asma karena faktor ekstrinsik ini biasanya akan sembuh sendiri seiring
bertambahnya usia. Gejala asma bronchial : 3
- Mengalami sesak nafas yang disertai dengan bunyi atau mengi.
- Sesak di dada akibat nafas yang sesak.
- Batuk-batuk kering yang kemudian berlanjut dengan batuk berdahak yang biasanya
terjadi di malam hari.
2) Bronchitis
Suatu penyakit yang ditandai dengan adanya inflamsi pada pembuluh bronkus,trakea dan
bronchial.inflamsi menyebabkan bengkak pada permukaannya, mempersempit ruang
pembuluh dan menimbulkan sekresi dari cairan inflamsi, gejala bronchitis: 3
- Batuk
- Adanya lendir, baik yang tidak berwarna, putih atau berwarna kuning kehijauan
- Napas sesak
- Lelah
- Demam ringan dan menggigil
- Rasa tidak nyaman pada dada
3)

Pneumonia
Infeksi saluran pernapasan akut bagian bawah yang mengenai parenkim paru..
Pneumonia dilaporkan telah menjadi penyakit utama di kalangan kanak-kanak dan
merupakan satu penyakit serius yang meragut nyawa beribu-ribu warga tua setiap
tahun.gejala pneumonia yaitu demam, sakit kepala, iritabel, gelisah, malaise, nafsu
makan kurang, keluhan gastrointestinal, batuk, takipneu, sesak napas, dan sianosis. 3

F. Epidemiologi
Tuberkulosis (TBC) merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting di dunia
ini. Pada tahun 1992 World Health Organization (WHO) telah mencanangkan tuberkulosis
sebagai Global Emergency . Laporan WHO tahun 2004 menyatakan bahwa terdapat 8,8
juta kasus baru tuberkulosis pada tahun 2002, 3,9 juta adalah kasus BTA (Basil Tahan Asam)
positif. Sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi kuman tuberkulosis dan menurut regional
WHO jumlah terbesar kasus TBC terjadi di Asia tenggara yaitu 33 % dari seluruh kasus TBC
di dunia, namun bila dilihat dari jumlah penduduk terdapat 182 kasus per 100.000 penduduk.
Di Afrika hampir 2 kali lebih besar dari Asia tenggara yaitu 350 per 100.000 penduduk.

Diperkirakan angka kematian akibat TBC adalah 8000 setiap hari dan 2 - 3 juta setiap tahun.
Laporan WHO tahun 2004 menyebutkan bahwa jumlah terbesar kematian akibat TBC
terdapat di Asia tenggara yaitu 625.000 orang atau angka mortaliti sebesar 39 orang per
100.000 penduduk. Angka mortalitas tertinggi terdapat di Afrika yaitu 83 per 100.000
penduduk, prevalensi HIV yang cukup tinggi mengakibatkan peningkatan cepat kasus TBC
yang muncul. 4
Indonesia masih menempati urutan ke 3 di dunia untuk jumlah kasus TBC setelah India
dan Cina. Setiap tahun terdapat 250.000 kasus baru TBC dan sekitar 140.000 kematian akibat
TBC. Di Indonesia tuberkulosis adalah pembunuh nomor satu diantara penyakit menular dan
merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah penyakit jantung dan penyakit pernapasan
akut pada seluruh kalangan usia. 4
G. Etiologi
Mycobacterium tuberculosis berbentuk batang lurus atau sedikit melengkung, tidak
berspora dan tidak berkapsul. Dinding M. tuberculosis sangat kompleks, terdiri dari lapisan
lemak cukup tinggi (60%). Penyusun utama dinding sel M. tuberculosis ialah asam mikolat,
lilin kompleks (complex-waxes), trehalosa dimikolat yang disebut cord factor, dan
mycobacterial sulfolipids yang berperan dalam virulensi. Unsur lain yang terdapat pada
dinding sel bakteri tersebut adalah polisakarida seperti arabinogalaktan dan arabinomanan.
Struktur dinding sel yang kompleks tersebut menyebabkan bakteri M. tuberculosis bersifat
tahan asam, yaitu apabila sekali diwarnai akan tetap tahan terhadap upaya penghilangan zat
warna tersebut dengan larutan asam alkohol. Komponen antigen ditemukan di dinding sel
dan sitoplasma yaitu komponen lipid, polisakarida dan protein. 4
H. Patogenesis
Seseorang akan terinfeksi kuman TB kalau dia menghirup droplet yang mengandung
kuman TB yang masih hidup dan kuman tersebut mencapai alveoli paru (catatan: Seseorang
yang terinfeksi biasanya asymptomatic/tanpa gejala). Sekali kuman tersebut mencapai paru
maka kuman ini akan ditangkap oleh makrofag dan selanjutnya dapat tersebar ke seluruh
tubuh. Jika seorang anak terinfeksi TB, dia pasti sudah mengalami kontak cukup lama dengan
orang yang menderita TB.Orang yang terinfeksi kuman TB dapat menjadi sakit TB bila
kondisi daya tahan tubuhnya menurun. Sebagian dari kuman TB akan tetap tinggal dormant
dan tetap hidup sampai bertahun-tahun dalam tubuh manusia. Hal ini dikenal sebagai infeksi
TB laten. Paru merupakan port dentre dari 98% kasus infeksi TB. Seseorang dengan infeksi
TB laten tidak mempunyai gejala TB aktif dan tidak menular.Kuman TB dalam percik renik

(droplet nuclei) yang ukurannya sangat kecil (<5 m), akan terhirup dan dapat mencapai
alveolus.. Pada sebagian kasus, kuman TB dapat dihancurkan seluruhnya oleh mekanisme
imunologis nonspesifik, sehingga tidak terjadi respons imunologis spesifik.Akan tetapi, pada
sebagian kasus lainnya, tidak seluruhnya dapat dihancurkan. Pada individu yang tidak dapat
menghancurkan seluruh kuman, makrofag alveolus akan memfagosit kuman TB yang
sebagian besar dihancurkan. Akan tetapi, sebagian kecil kuman TB yang tidak dapat
dihancurkan akan terus berkembang biak di dalam makrofag, dan akhirnya menyebabkan lisis
makrofag. Selanjutnya, kuman TB membentuk lesi di tempat tersebut, yang dinamakan fokus
primer Ghon. 5
Dari fokus primer Ghon, kuman TB menyebar melalui saluran limfe menuju kelenjar
limfe regional, yaitu kelenjar limfe yang mempunyai saluran limfe ke lokasi fokus
primer.Penyebaran ini menyebabkan terjadinya inflamasi di saluran limfe (limfangitis) dan di
kelenjar limfe (limfadenitis) yang terkena. Jika fokus primer terletak di lobus bawah atau
tengah, kelenjar limfe yang akan terlibat adalah kelenjar limfe parahilus (perihiler),
sedangkan jika fokus primer terletak di apeks paru, yang akan terlibat adalah kelenjar
paratrakeal. Gabungan antara fokus primer, limfangitis, dan limfadenitis dinamakan
kompleks primer (primary complex). 5
Waktu yang diperlukan sejak masuknya kuman TB hingga terbentuknya kompleks
primer secara lengkap disebut sebagai masa inkubasi. Hal ini berbeda dengan pengertian
masa inkubasi pada proses infeksi lain, yaitu waktu yang diperlukan sejak masuknya kuman
hingga timbulnya gejala penyakit. Masa inkubasi TB bervariasi selama 212 minggu,
biasanya berlangsung selama 48 minggu. Selama masa inkubasi tersebut, kuman
berkembang biak hingga mencapai jumlah 103104, yaitu jumlah yang cukup untuk
merangsang respons imunitas selular 5
Pada saat terbentuknya kompleks primer, TB primer dinyatakan telah terjadi.Setelah
terjadi kompleks primer, imunitas selular tubuh terhadap TB terbentuk, yang dapat diketahui
dengan adanya hipersensitivitas terhadap tuberkuloprotein, yaitu uji tuberkulin positif.Selama
masa inkubasi, uji tuberkulin masih negatif.Pada sebagian besar individu dengan sistem imun
yang berfungsi baik, pada saat sistem imun selular berkembang, proliferasi kuman TB
terhenti.Akan tetapi, sejumlah kecil kuman TB dapat tetap hidup dalam granuloma. Bila
imunitas selular telah terbentuk, kuman TB baru yang masuk ke dalam alveoli akan segera
dimusnahkan oleh imunitas selular spesifik (cellular mediated immunity, CMI). 5
Setelah imunitas selular terbentuk, fokus primer di jaringan paru biasanya akan
mengalami resolusi secara sempurna membentuk fibrosis atau kalsifikasi setelah terjadi

nekrosis perkijuan dan enkapsulasi. Kelenjar limfe regional juga akan mengalami fibrosis dan
enkapsulasi, tetapi penyembuhannya biasanya tidak sesempurna fokus primer di jaringan
paru. Kuman TB dapat tetap hidup dan menetap selama bertahun-tahun dalam kelenjar ini,
tetapi tidak menimbulkan gejala sakit TB. 5
Kompleks primer dapat juga mengalami komplikasi akibat fokus di paru atau di
kelenjar limfe regional.Fokus primer di paru dapat membesar dan menyebabkan pneumonitis
atau pleuritis fokal. Jika terjadi nekrosis perkijuan yang berat, bagian tengah lesi akan
mencair dan keluar melalui bronkus sehingga meninggalkan rongga di jaringan paru
(kavitas). Kelenjar limfe hilus atau paratrakeal yang mulanya berukuran normal pada awal
infeksi, akan membesar karena reaksi inflamasi yang berlanjut, sehingga bronkus dapat
terganggu. Obstruksi parsial pada bronkus akibat tekanan eksternal menimbulkan hiperinflasi
di segmen distal paru melalui mekanisme ventil (ball-valve mechanism). Obstruksi total dapat
menyebabkan atelektasis. Kelenjar yang mengalami inflamasi dan nekrosis perkijuan dapat
merusak dan menimbulkan erosi dinding bronkus, sehingga menyebabkan TB endobronkial
atau membentuk fistula.Massa kiju dapat menimbulkan obstruksi komplit pada bronkus
sehingga menyebabkan gabungan pneumonitis dan atelektasis, yang sering disebut sebagai
lesi segmental kolaps-konsolidasi. Selama masa inkubasi, sebelum terbentuknya imunitas
selular, dapat terjadi penyebaran limfogen dan hematogen.Pada penyebaran limfogen, kuman
menyebar ke kelenjar limfe regional membentuk kompleks primer, atau berlanjut menyebar
secara limfohematogen. Dapat juga terjadi penyebaran hematogen langsung, yaitu kuman
masuk ke dalam sirkulasi darah dan menyebar ke seluruh tubuh.Adanya penyebaran
hematogen inilah yang menyebabkan TB disebut sebagai penyakit sistemik. 5
Penyebaran hematogen yang paling sering terjadi adalah dalam bentuk penyebaran
hematogenik tersamar (occult hematogenic spread).Melalui cara ini, kuman TB menyebar
secara sporadik dan sedikit demi sedikit sehingga tidak menimbulkan gejala klinis. Kuman
TB kemudian akan mencapai berbagai organ di seluruh tubuh, bersarang di organ yang
mempunyai vaskularisasi baik, paling sering di apeks paru, limpa, dan kelenjar limfe
superfisialis. Selain itu, dapat juga bersarang di organ lain seperti otak, hati, tulang, ginjal,
dan lain-lain. Pada umumnya, kuman di sarang tersebut tetap hidup, tetapi tidak aktif
(tenang), demikian pula dengan proses patologiknya. Sarang di apeks paru disebut dengan
fokus Simon, yang di kemudian hari dapat mengalami reaktivasi dan terjadi TB apeks paru
saat dewasa. 5
Bentuk penyebaran hematogen yang lain adalah penyebaran hematogenik generalisata
akut (acute generalized hematogenic spread). Pada bentuk ini, sejumlah besar kuman TB

masuk dan beredar di dalam darah menuju ke seluruh tubuh.Hal ini dapat menyebabkan
timbulnya

manifestasi

klinis

penyakit

TB

secara

akut,

yang

disebut

TB

diseminata.Tuberkulosis diseminata ini timbul dalam waktu 26 bulan setelah terjadi


infeksi.Timbulnya penyakit bergantung pada jumlah dan virulensi kuman TB yang beredar
serta frekuensi berulangnya penyebaran. Tuberkulosis diseminata terjadi karena tidak
adekuatnya sistem imun pejamu (host) dalam mengatasi infeksi TB, misalnya pada anak
bawah lima tahun (balita) terutama di bawah dua tahun. 5
Bentuk penyebaran yang jarang terjadi adalah protracted hematogenic spread. Bentuk
penyebaran ini terjadi bila suatu fokus perkijuan di dinding vaskuler pecah dan menyebar ke
seluruh tubuh, sehingga sejumlah besar kuman TB akan masuk dan beredar di dalam darah.
Secara klinis, sakit TB akibat penyebaran tipe ini tidak dapat dibedakan dengan acute
generalized hematogenic spread. 5
I. Klinis
Gejala umum tuberculosis anak : 6
1. Berat badan turun tanpa sebab yang jelas / tidak naik dalam 1 bulan dengan penanganan
gizi.
2. Anoreksia dengan gagal tumbuh dan berat badan tidak naik secara adekuat (failure to
thrive).
3. Demam lama dan berulang tanpa sebab yang jelas (bukan tifus, malaria, atau infeksi
saluran napas akut), dapat disertai keringat malam.
4. Pembesaran kelenjar limfe superfisialis yang tidak sakit dan biasanya multiple.
5. Batuk lama lebih dari 30 hari.
6. Diare persisten yang tidak sembuh dengan pengobatan diare.
Gejala spesifik sesuai organ yang terkena : TBC kulit/skrofuloderma, TBC tulang dan
sendi (gibbus; pincang), TBC otak dan saraf/meningitis dengan gejala iritabel, kuduk kaku,
muntah, dan kesadaran menurun; TBC mata (konjunktivitis fliktenularis, tuberkel koroid), dll.
J. Diagnosis TB pada anak dengan Sistem Skoring
Dalam menegakkan diagnosis TB anak, semua prosedur diagnostik dapat dikerjakan,
namun apabila dijumpai keterbatasan sarana diagnostik yang tersedia, dapat menggunakan
suatu pendekatan lain yang dikenal sebagai sistem skoring. Sistem skoring tersebut
dikembangkan diuji coba melalui tiga tahap penelitian oleh para ahli yang IDAI, Kemenkes
dan didukung oleh WHO dan disepakati sebagai salah satu cara untuk mempermudah
penegakan diagnosis TB anak terutama di fasilitas pelayanan kesehatan dasar. Sistem skoring

ini membantu tenaga kesehatan agar tidak terlewat dalam mengumpulkan data klinis maupun
pemeriksaan penunjang sederhana sehingga diharapkan dapat mengurangi terjadinya
underdiagnosis maupun overdiagnosis TB. Penilaian/pembobotan pada sistem skoring
dengan ketentuan sebagai berikut:6
Parameter uji tuberkulin dan kontak erat dengan pasien TB menular mempunyai nilai
tertinggi yaitu 3.
Uji tuberkulin bukan merupakan uji penentu utama untuk menegakkan diagnosis TB pada
anak dengan menggunakan sistem skoring.
Pasien dengan jumlah skor 6 harus ditatalaksana sebagai pasien TB dan mendapat OAT.
Setelah dinyatakan sebagai pasien TB anak dan diberikan pengobatan OAT (Obat Anti
Tuberkulosis) harus dilakukan pemantauan hasil pengobatan secara cermat terhadap respon
klinis pasien. Apabila respon klinis terhadap pengobatan baik, maka OAT dapat dilanjutkan
sedangkan apabila didapatkan respons klinis tidak baik maka sebaiknya pasien segera dirujuk
ke fasilitas pelayanan kesehatan rujukan untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut.
Jika ditemukan salah satu keadaan di bawah ini, pasien dirujuk ke fasilitas pelayanan
kesehatan rujukan: 6
1. Foto toraks menunjukan gambaran efusi pleura atau milier atau kavitas
2. Gibbus, koksitis
3. Tanda bahaya:
- Kejang, kaku kuduk
- Penurunan kesadaran
- Kegawatan lain, misalnya sesak napas

1) Parameter Sistem Skoring


Dalam menegakkan diagnosis TB anak, semua prosedur diagnostik dapat dikerjakan,
namun apabila dijumpai keterbatasan sarana diagnostik yang tersedia, dapat
menggunakan suatu pendekatan lain yang dikenal sebagai sistem skoring salah satu cara
untuk mempermudah penegakan diagnosis TB anak terutama di fasilitas pelayanan
kesehatan dasar. Sistem skoring ini membantu tenaga kesehatan agar tidak terlewat dalam
mengumpulkan data klinis maupun pemeriksaan penunjang sederhana sehingga
diharapkan dapat mengurangi terjadinya underdiagnosis maupun overdiagnosis TB.
Penilaian pada sistem skoring dengan ketentuan sebagai berikut: 5,6
-

Kontak dengan pasien pasien TB BTA positif diberi skor 3 bila ada bukti tertulis hasil
laboratorium BTA dari sumber penularan yang bisa diperoleh dari TB 01 atau dari
hasil laboratorium.

Penentuan status gizi:


Berat badan dan panjang/ tinggi badan dinilai saat pasien datang (moment

opname).
Dilakukan dengan parameter BB/TB atau BB/U. Penentuan status gizi untuk anak
usia <5 tahun merujuk pada buku KIA Kemenkes, sedangkan untuk anak usia >5

tahun merujuk pada kurva CDC 2000 (lihat lampiran).


Bila BB kurang, diberikan upaya perbaikan gizi dan dievaluasi selama 1 bulan.
Demam (2 minggu) dan batuk (3 minggu) yang tidak membaik setelah diberikan

pengobatan sesuai baku terapi di puskesmas


Gambaran foto toraks menunjukkan gambaran mendukung TB berupa: pembesaran
kelenjar hilus atau paratrakeal dengan/tanpa infiltrat, atelektasis, konsolidasi
segmental/lobar, milier, kalsifikasi dengan infiltrat, tuberkuloma.

2) Penegakan Diagnosis
-

Diagnosis dengan sistem skoring ditegakkan oleh dokter. Apabila di fasilitas


pelayanan kesehatan tersebut tidak tersedia tenaga dokter, pelimpahan wewenang
terbatas dapat diberikan pada petugas kesehatan terlatih strategi DOTS untuk
menegakkan diagnosis dan tatalaksana TB anak mengacu pada Pedoman Nasional. 5,6

Anak didiagnosis TB jika jumlah skor 6 (skor maksimal 13)

Anak dengan skor 6 yang diperoleh dari kontak dengan pasien BTA positif dan hasil
uji tuberkulin positif, tetapi TANPA gejala klinis, maka dilakukan observasi atau
diberi INH profilaksis tergantung dari umur anak tersebutFoto toraks bukan

merupakan alat diagnostik utama pada TB anak 5,6


Pasien usia balita yang mendapat skor 5, dengan gejala klinis yang meragukan, maka

pasien tersebut dirujuk ke RS untuk evaluasi lebih lanjut


Anak dengan skor 5 yang terdiri dari kontak BTA positif dan 2 gejala klinis lain, pada
fasyankes yang tidak tersedia uji tuberkulin, maka dapat didiagnosis, diterapi dan
dipantau sebagai TB anak. Pemantauan dilakukan selama 2 bulan terapi awal, apabila

terdapat perbaikan klinis, maka terapi OAT dilanjutkan sampai selesai.


Semua bayi dengan reaksi cepat (<2 minggu) saat imunisasi BCG dicurigai telah

terinfeksi TB dan harus dievaluasi dengan sistem skoring TB anak


Jika dijumpai skrofuloderma pasien dapat langsung didiagnosis TB
Untuk daerah dengan fasilitas pelayanan kesehatan dasar yang terbatas (uji tuberkulin
dan atau foto toraks belum tersedia) maka evaluasi dengan sistem skoring tetap
dilakukan, dan dapat didiagnosis TB dengan syarat skor 6 dari total skor 13.

Pada anak yang pada evaluasi bulan ke-2 tidak menunjukkan perbaikan klinis
sebaiknya diperiksa lebih lanjut adanya kemungkinan faktor penyebab lain misalnya
kesalahan diagnosis, adanya penyakit penyerta, gizi buruk, TB MDR maupun masalah

dengan kepatuhan berobat dari pasien. Apabila fasilitas tidak memungkinkan, pasien
dirujuk ke RS. Yang dimaksud dengan perbaikan klinis adalah perbaikan gejala awal
yang ditemukan pada anak tersebut pada saat diagnosis. 5,6
K. Komplikasi
Sejumlah kecil anak-anak (1-2%) mengalami komplikasi setelah vaksinasi BCG.
Komplikasi paling sering termasuk abses lokal, infeksi bakteri sekunder, adenitis supuratif
dan pembentukan keloid lokal. Kebanyakan reaksi akan sembuh selama beberapa bulan. Pada
beberapa kasus dengan reaksi lokal persisten dipertimbangkan untuk dilakukan rujukan.
Begitu juga pada kasus dengan imunodefisiensi mungkin memerlukan rujukan.
Dapat terjadi penyebaran secara limfogen/ hematogen yang akan mengakibatkan TBC
milier, meningitis TBC, bronkogenik, pleuritis, peritonitis, perikarditis, TBC tulang dan sendi.
6

L. Tatalaksana pengobatan tbc anak


a. Tujuan pengobatan TBC anak
1) Menurunkan / membunuh kuman dengan cepat.
2) Sterilisasi kuman untuk mencegah relaps dengan jalan pengobatan:
-

Fase intensif (2 bulan) : mengeradikasi kuman dengan 3 macam obat : INH,


Rifampisim dan Pirazinamid.

Fase pemeliharaan (4 bulan) : akan memberikan efek sterilisasi untuk


mencegah terjadinya relap: menggunakan 2 macam obat : INH & Rifampicin.

3) Mencegah terjadinya resistensi kuman TBC. 6


b. . Prinsip Pengobatan TBC Anak
1) Kombinasi lebih dari satu macam obat. Hal ini untuk mencegah terjadinya
resistensi terhadap obat.
2) Jangka panjang, teratur, dan tidak terputus. Hal ini merupakan masalah kadar
kepatuhan pasien.
3) Obat diberikan secara teratur tiap hari. 7
c. Obat TBC Anak
Regimen dasar pengobatan TBC adalah kombinasi INH dan Rifampicin selama 6
bulan dengan Pirazinamid pada 2 bulan pertama. Pada TBC berat dan ekstrapulmonal
biasanya pengobatan dimulai dengan kombinasi 4-5 obat selama 2 bulan (ditambah
Etambutol dan Streptomisin), dilanjutkan dengan INH dan Rifampicin selama 4-10
bulan sesuai perkembangan klinis. Pada meningitis TBC, perikarditis, TBC milier, dan
efusi pleura diberikan kortikosteroid, yaitu prednison (PRED) 1-2 mg/kgBB/hari
selama 2 minggu, diturunkan perlahan (tapering off) sampai 2-6 minggu. 7

M. Pencegahan tuberkulosis anak


1. Perlindungan terhadap sumber penularan. Prioritas pengobatan sekarang ditujukan
terhadap orang dewasa. Akan tetapi seperti yang telah diterangkan sebelumnya bahwa
TBC anak yang tidak mendapat pengobatan akhirnya menjadi TBC dewasa dan akan
menjadi sumber penularan.
2. Vaksinasi BCG.
Vaksin BCG merupakan suatu attenuated vaksin yang mengandung kultur
strain Mycobacterium bovis dan digunakan sebagai agen imunisasi aktif terhadap
TBC. Walaupun telah digunakan sejak lama, akan tetapi efikasinya menunjukkan hasil
yang bervariasi yaitu antara 0 80% di seluruh dunia. Vaksin BCG secara signifikan
mengurangi resiko terjadinya active tuberculosis dan kematian. Efikasi dari vaksin
tergantung pada beberapa faktor termasuk diantaranya umur, cara/teknik vaksinasi,
jalur vaksinasi, dan beberapa dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Vaksin BCG
sebaiknya digunakan pada infants, dan anak-anak yang hasil uji tuberculinnya negatif
dan yang berada dalam lingkungan orang dewasa dengan kondisi terinfeksi TBC dan
tidak menerima terapi atau menerima terapi tetapi resisten terhadap isoniazid atau
rifampin. Selain itu, vaksin BCG juga harus diberikan kepada tenaga kesehatan yang
bekerja di lingkungan dengan pasien infeksi TBC tinggi. Sebelum dilakukan
pemberian vaksin BCG (selain bayi sampai dengan usia 3 bulan) setiap pasien harus
terlebih dahulu menjalani skin test. Vaksin BCG tidak diindikasikan untuk pasien yang
hasil uji tuberculinnya posistif atau telah menderita active tuberculosis, karena
pemberian vaksin BCG tidak memiliki efek untuk pasien yang telah terinfeksi TBC.
Vaksin BCG merupakan serbuk yang dikering-bekukan untuk injeksi berupa suspensi.
Sebelum digunakan serbuk vaksin BCG harus dilarutkan dalam pelarut khusus yang
telah disediakan secara terpisah. Penyimpanan sediaan vaksin BCG diletakkan pada
ruang atau tempat bersuhu 2 8oC serta terlindung dari cahaya. Pemberian vaksin
BCG biasanya dilakukan secara injeksi intradermal/intrakutan (tidak secara subkutan)
pada lengan bagian atas atau injeksi perkutan sebagai alternatif bagi bayi usia muda
yang mungkin sulit menerima injeksi intradermal. Dosis yang digunakan adalah
sebagai berikut: 6,7
a. Untuk infants atau anak-anak kurang dari 12 bulan diberikan 1 dosis vaksin BCG
sebanyak 0,05ml (0,05mg).
b. Untuk anak-anak di atas 12 bulan dan dewasa diberikan 1 dosis vaksin BCG
sebanyak 0,1 ml (0,1mg).

Perlindungan yang diberikan oleh vaksin BCG dapat bertahan untuk 10 15


tahun. Sehingga re-vaksinasi pada anak-anak umumnya dilakukan pada usia 12 -15
tahun. Vaksin BCG dikontra-indikasikan untuk pasien yang mengalami gangguan
pada kulit seperti atopic dermatitis, serta baru saja menerima vaksinasi lain (perlu ada
interval waktu setidaknya 3 minggu). Vaksin BCG juga tidak diberikan untuk : 6,7
1) Pasien dengan gangguan imunitas (immunosuppressed) seperti pasien HIV, pasien
yang mengkonsumsi obat-obat kortikosteroid (immunosuppressan), atau baru saja
menerima transplantasi organ.
2) Wanita hamil dan menyusui, walaupun belum ada data yang menunjukkan efek
bahaya dari pemberian vaksin BCG terhadap wanita hamil dan menyusui.
Beberapa adverse reaction yang mungkin terjadi setelah pemberian vaksin BCG
antara lain: 5,6
Nyeri pada tempat injeksi, terjadi ulcer atau keloid karena kesalahan pada saat
injeksi.
Kelebihan dosis dan pemberian vaksin pada pasien dengan tuberculin positif.
Sakit kepala, demam, dan timbul reaksi alergi
Beberapa contoh vaksin BCG yang tersedia di Indonesia adalah : Vaksin BCG kering
(Bio Farma) dan BCG Vaccine SSI (Statent Serum Institut Denmark). 6
-

Kemoprofilaksis primer maupun sekunder. yang digunakan adalah INH 510mg/kgBB/hari selama 6-12 bulan. 7

Pengobatan terhadap infeksi dan penemuan sumber penularan.

Pencegahan terhadap menghebatnya penyakit dengan diagnosis dini.

Penyuluhan dan pendidikan kesehatan.

N. Prognosis
Semakin dini deteksi, penanganannya, kerja sama yang baik dari pasien, semakin baik
prognosisnya. Begitu sebaliknya.
O. Kesimpulan
TB masih merupakan masalah utama di negara-negara berkembang termasuk Indonesia.
TB merupakan penyakit yang dapat dicegah dengan pemberian imunisasi BCG pada anak
dan pengobatan sumber infeksi, yaitu penderita Tb dewasa. Disamping itu dengan adanya

penyakit karena HIV, maka perhatian pada penyakit TB harus lebih ditingkatkan.
Diagnosis TB pada anak sering sulit karena gambaran rontgen paru dan gambaran klinis
tidak selalu khas dan sedangkan penemuan basil TB sulit, sehingga diagnosis TB anak
menggunakan skoring TB.
Daftar pustaka
1.

Welsby PD. Pemeriksaanfisikdan anamnesis klinis. Jakarta: Penerbit Buku

Kedokteran EGC; 2010.


2. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia.. Petunjuk Teknis Manajemen Tb Anak. Jakarta.
Kementerian Kesehatan RI; 2013
3. Rahajoe N, Supriyanto B, Setyono D. Dalam Kartasamita C Tuberkulosis. Buku Ajar
Respirologi Anak Edisi Pertama. Jakarta. IDAI; 2010.
4. Berman, Kliegman, Arvin. Dalam: Starke J Tuberculosis. Ilmu Kesehatan Anak Nelson
Edisi 15. Jakarta: EGC; 2000.
5. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia. 2012. Petunjuk Teknis Tata Laksaana Klinis KO- Infeksi
TB-HIV .Jakarta.: Kementerian Kesehatan RI ; 2012
6. Illu D, Picauly I, Ramang R.. Faktor-Faktor Penentu Kejadian Tuberkulosis Paru pada
Penderita Anak Yang Pernah Berobat

Di Rsud W.Z Yohanes Kupang. Kupang.

Program Studi Ilmu Lingkungan Program Pascasarjana, Universitas Nusa Cendana;


2012.
7. Gupte S. Panduan Perawatan Anak.Jakarta: Pustaka Populer Obor; 2004.

Вам также может понравиться