Вы находитесь на странице: 1из 4

Mungkinkah Membangun Masyarakat Islami Dengan Revolusi

By. Saeif Alemdar


10 November 2013 at 18:30
Akhir-akhir ini, kata-kata revolusi semakin bertambah dekat saja dengan kata-kata
Islam, pertanyaan yang harus kita jawab adalah apakah revolusi itu cocok dengan
manhaj dakwah Islamiyyah atau lebih tepatnya dengan masyarakat Islami?
Kata-kata revolusi dalam pengertian politis moderen adalah perubahan dalam suatu sistem
secara total, baik sistem politik maupun sosial, baik terjadi melalui cara damai maupun
kekerasan dan pertumpahan darah, jalan pintas menuju perubahan tanpa harus melalui
fase-fase tertentu dan waktu yang lama.
Kalau kita melihat sejarah revolusi, mulai dari revolusi Inggris tahun 1215 sampai kepada
revolusi perancis tahun 1789 dan revolusi lainnya yang terjadi, semuanya menyempitkan
makna revolusi, karena semuanya terjadi dengan proses kekerasan dan pertumpahan
darah. Dan pastinya kekerasan yang terjadi tidak sama antara satu revolusi dengan
revolusi yang lainnya,tetapi tetap saja kekerasan dan pertumpahan darah adalah cara
utama dan kesamaan yang terjadi.
Meskipun konsep teoritis revolusi itu bisa dilakukan dengan cara damai dan lembut, tetapi
kenyataan yang terjadi ketika teori revolusi itu diterapkan adalah revolusi itu selalu terjadi
dengan kekerasan dan pertumpahan darah. Pastinya kejadian seperti ini ada sebabnya,
yang bisa dengan mudah kita ketahui, namun sayangnya kita tidak sedang membahas
masalah itu dalam tulisan ini.
Yang perlu kita bahas disini adalah, Apakah konsep perubahan dalam Islam itu senada
dengan konsep perubahan revolusi (yang kenyataannya selalu diterapkan dengan
kekerasan) untuk mendirikan masyarakat Islami?
Mungkin sekilas aku akan mengatakan, masyarakat Islami tidak bisa dibangun dengan
kekerasan, dan belum pernah ada seorangpun yang melakukan hal itu, yaitu membangun
masyarakat Islami atas dasar kekerasan.
Karena, penyebaran Islam dan ajarannya di dalam masyarakat tidak akan bisa kecuali
dengan menanam keyakinan Islam dalam diri dan hati setiap individu muslim, sehingga
ajaran Islam menjadi ruh dalam diri setiap individu muslim, tidak dengan paksaan, itulah
poin penting yang membedakan sistem Islami dengan sistem politik dan sosial lainnya.
Karena sistem lainnya tidak memulai dengan menanam keyakinan pada setiap orang,
tetapi memaksakan mereka memeluk keyakinan itu dengan berbagai cara, dan kekerasan
salah satunya. Berbeda kalau sistem itu senada dengan dengan kemauan dan keinginan
masyarakat yang akan diterapkan pada mereka sistem itu, maka dengan sendirinya mereka
akan ikut dan memeluk sistem itu, tanpa harus dipaksa, itulah yang diinginkan Islam.
Islam itu berdiri atas pilar-pilar halus yang ada dalam jiwa Muslim, yaitu rasa ubudiyyah
kepada Allah yang mereka miliki, keyakinan bahwa Allah itu ada dan selalu mengawasi
mereka, keyakinan bahwa pada akhirnya mereka semua akan kembali kepada Allah dan
Allah akan membalas mereka sesuai apa yang mereka lakukan di dunia. Oleh karena itu
semua hasil usaha manusia tidak ada artinya di depan Tuhan pada hari akhgirat kelak
apabila tidak berlandaskan keimanan, hal itu jelas dikatakan dalam Quran:
Dan kami hadapikan segala amal yang mereka kerjakan, lalu kami jadikan amal itu
(bagaikan) debu yang berterbangan. (Furqan :23 )
Dan orang-orang kafir amal-amal mereka adalah laksana fatamorgana di tanah yang
datar, yang disangka air oleh orang-orang yang dahaga, tetapi bila didatanginya air itu dia
tidak mendapatinya sesuatu apapun. Dan didapatinya (ketetapan) Allah disisinya, lalu Allah
memberikan kepadanya perhitungan amal-amal dengan cukup dan Allah adalah sangat
cepat perhitungan-Nya (Nur 39).

Jadi, berdasarkan kenyataan ini, perbedaan antara metode Islam dalam perubahan dengan
metode revolusi, maka setiap muslim yang ingin membangun masyarakat Islami, pertama
kali harus berusaha menempuh semua jalur yang bisa membangkitkan akal manusia untuk
memahami hakekat aqidah Islamiyyah berdasarkan dalil ilmiah yang kuat, berusaha
memberantas syubhat-syubhat yang menjadi hambatan dalam usaha ini, dan kemudian
berusaha menempuh segala cara yang bisa menundukkan hati dan nafsu untuk
melaksanakan apa yang sudah diyakini akal. Pastinya jalan yang bisa ditempuh menuju hati
dan akal adalah jalur damai, rahmah, hikmah dan kesabaran, yang jauh dari kekerasan.
Kata-kata Jihad yang disebut dalam Quran semuanya dimulai dengan ajakan untuk
menundukkan hati dan akal manusia, hal ini jelas terlihat dalam firman Allah dlam surat
Nahl: 125:
Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan
bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih
mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui
orang-orang yang mendapat petunjuk
Kalau kamu merasa aneh dengan kenyataan ini, karena yang kamu lihat prakteknya tidak
demikian, maka lihatlah sirah kehidupan Nabi Muhammad, lihatlah setiap periode dari
kehidupan beliau, maka kamu pasti akan menemukan bahwa beliau selalu berada dalam
metode ini sepanjang dakwahnya.
13 tahun beliau berdakwah dan berjihad, beliau berusaha membangunkan akal dan otak
manusia, menyentuh sisi kemanusiaan mereka, menyiram hati mereka yang keras dengan
air hikmah, meskipun bangsa Qurays menyikapi Rasulullah dengan kekerasan dan
permusuhan.
Mungkin sebagian orang akan mengatakan, karena umat Islam masih lemah makanya nabi
tidak mau mengambil jalan kekerasan melawan kaum Qurays, akhirnya mereka memilih
bersabar. Tidak diragukan lagi, ini adalah pendapat yang salah. Kalau memang tidak mau
melawan karena lemah, padahal ingin melawan, maka paling tidak dalam diri beliau dan
sahabat yang tertindas saat itu ada perasaan ingin memberontak, dan keinginan itu bisa
diwujudkan dengan doa, tapi kenyataannya Rasulullah tidak pernah mendoakan yang tidak
baik kepada bangsa Qurays, padahal doa Rasulullah lebih hebat daripada senjata
pemberontak manapun. Itu karena sifat Rasulullah adalah membalas permusuhan dengan
kasih sayang, sifat itulah yang harus kita teladani kalau mau membangun masyarakat
Islami.
Ketika Rasulullah hijrah ke Madinah, kaum Qurays menganggap bahwa Nabi mUhamamd
sudha memiliki tanah air dan pendukung yang seide, mulailah tumbuh rasa dengki dan
memerangi Nabi untuk melindungi kebatilan yang mereka warisi dari nenek moyang
mereka. Jelas bahwa dakwah yang dirancang Nabi Muhammad dengan damai dan bijak
disikapi oleh kafir qurays dengan kekerasan dan permusuhan, bukan Nabi yang menyerang
mereka dengan kekerasan seperti yang dituduhkan oleh sebagian orientalis hari ini,Islam
itu tidak lain adalah revolusi yang dipimpin oleh Muhammad di Jazirah Arab. Kafir qurays
lah yang memberontak, bukan Nabi Muhammad.
Suatu hari dikatakan pada Nabi bahwa penduduk Najed butuh orang yang mengajarkan
mereka Islam, akhirnya beliau mengutus 7 sahabat terkemuka dengan modal kasih sayang
dalam berdakwah, disana para sahabat itu berdakwah, namun kedengkian kafir tak
terpadamkan, akhirnya mereka semua dibunuh.
Kemudian hal yang sama dikatakan lagi pada Rasulullah, beliau tidak mengirim 7 orang,
tapi mengirim 70 sahabat untuk misi dakwah itu, hal yang sama pun terjadi, semua
dibunuh oleh kaum kafir dan hanya satu yang tersisa,yaitu sahabat Amar bin Umayyah
Dhamiry, taqdir menyelamatkannya untuk menjadi saksi menceritakan kepedihan yang
dialami sahabat dalam berdakwah.

Ketika Rasulullah ingin masuk Mekkah melaksanakan haji, mereka masuk dengan damai
tanpa senjata, namun dilarang oleh Qurays, dan akhirnya mereka kembali ke Madinah dan
disana terjadi Konvensi Hudaibiyah, yang isinya sangat-sangat merugikan sebelah pihak,
yaitu pihak Islam. Namun ketika Nabi berhasil masuk Mekkah pada peristiwa Fathu Mekkah
sebagai pemenang, beliau memilih masuk dengan khusyu dan melepaskan semua kafir
qurays untuk menentukan pilihan masing-masing.
Itulah gambaran perjuangan dakwah Rasulullah, bukankah semuanya penuh dengan
rahmat, perdamaian, kasih sayang, dan usaha menghidupkan hati dan akal manusia dan
membangkitkan perasaan kemanusiaan dan cinta.
****
Tapi ada sedikit masalah yang dipahami oleh sebagaian orang dalam hal ini, yaitu konsep
Jihad dalam Islam. Bukankah jihad salah satu ajaran suci dalam Islam yang berlaku sampai
akhir zaman? Bukankah ini adalah salah satu ibadah terbesar yang pernah diajarkan
Raulullah pada umatnya? Bukankah dikatakan bahwa siapa yang meninggal dan tidak
pernah terbesit dalam hatinya keinginan berjihad, maka dia akan mati membawa sifat
munafik? Bukankah Jihad ini adalah contoh terkongkrit dari revolusi dan pemberontakan
dengan kekerasan yang diajarkan Islam?
Jihad yang disyariatkan dalam Islam dan menjadi salah satu bab penting dalam
pembahasan Fikih Islamy tidak lain adalah seperti apa yang dilakukan oleh negara
demokrasi moderen saat ini, yaitu menguatkan pertahanan diri untuk menjaga stabilitas
dan keamanan dalam negeri. Ini adalah tindakan preventif yang sangat penting selama
pemberontakan, permusuhan dan kezaliman di muka bumi masih ada. Hal ini disepakati
oleh semua filosof dan pakar hukum serta sosiolog.
Adakah negara di dunia saat ini yang tidak menyiapkan tentaranya sekuat mungkin?
Adakah negara yang tidak menjaga stabilitas dan menjaga perbatasannya? Jihad yang
diwajibkan Allah kepada hamba-Nya tidka lebih dari fenomena itu semua, meskipun dalam
prakteknya di lapangan, kamu menemukan berbagai macam model.
Imam Ibnu Rusdy mengatakan dalam Pengantar kitab Mudawwanat Imam Malik: Apabila
tidak ada lagi musuh, semua perbatasan negara Islam telah aman dan terkendali, maka
kewajiban Jihad tidak ada lagi.
Imam Khatib Sharbiny dalam Mughny Muhtaj-nya mengatakan: Jihad akan menjadi fardhu
kifayah apabila Pemerintah bisa menjaga perbatasan dari serangan kafir, dan memiliki
pertahanan militer dan benteng yang kuat.
Perlu diketahui bahwa Jihad perang itu bukan tujuan, tetapi dia adalah sarana yang harus
ditempuh pada kondisi tertentu dengan tujuan kemanusiaan.
Imam Izz bin Abdussalam dalam Qawaid Kubra-nya mengatakan: Jihad tidak menjadi
sarana mendekatkan diri pada Allah kalau dia merusak (ifsad), tetapi Jihad itu dijadikan
saran mendekatkan diri pada Allah saat jihad itu bertujuan darul mafasid wa jalbul
mashalih.
Ini berarti seperti yang dikatakan mayoritas Fuqaha - bahwa hukum dasar adalah
perdamaian dan menjauhi pertumpahan darah. Perang tidak diwajibkan kecuali kalau hanya
peranglah satu-satunya cara yang bisa menjaga perdamaian dan menjaga pertumpahan
darah lebih banyak. Pada saat kondisi demikian, mau tidak mau kita harus memakai qaidah
fiqhiyyah yuhtamalu dharar akhaf daran li dharar adham, menanggung kerusakan kecil
demi menghindari kerusakan yang lebih besar.
Berdasarkan itu, para Fuqaha Fiqih Islamy menyatakan bahwa motif perang yang termasuk
dalam definisi jihad adalah mencegah terjadinya perang, dan tindakan melindungi jalan

dakwah mengenalkan Islam kepada seluruh umat manusia dan memastikan keamanan
setiap muslim untuk bisa melaksanakan dakwah tersebut dengan aman. Jihad bukan hanya
sekedar karena lawan adalah kafir.
Bukti nyata dari itu terwujud dalam larangan Rasulullah untuk membunuh pendeta, anak
kecil, wanita, orangtua dan sipil tak bersenjata dalam setiap perang melawan kafir, begitu
juga yang dilakukan oleh penerus beliau para Khulafa Rasyidin. Kalau seandainya motif
memerangi hanya karena dia kafir, maka orang-ornag yang disebut dalam larangan
dibunuh tadi harus bunuh juga.
Tapi ini juga tidak berarti bahwa Jihad dalam Islam terbagi dua, seperti yang dikatakan oleh
para orientalis Barat, yaitu perang offensif dan perang defensif. Pembagian ini tidak ada
dasarnya dalam Islam, tidak ada tanggungjawab ilmiah dalam pembagian yang mereka
lakukan.
***
Kemudian, sebelum menutup pembahasan ini, kita harus mengaskan 3 poin penting yang
mungkin sangat perlu diketahui oleh setiap muslim yang semangat untuk berdakwah
membangun masyarakat Islami.
Zaman kita sekarang, banyak tumbuh pergerak-pergerakan dakwah yang memilih revolusi
sebagai sarana melakukan perubahan, hal ini tumbuh dari berbagai sebab dan latar
belakang, tetapi ada persamaan dalam gerakan itu, yaitu pergolakan dan kekerasan yang
terjadi dan usaha balas dendam. Mungkin sebagian gerakan masih bisa kita terima sebab
yang mungkin melegalkan mereka melakukan hal itu, seperti mereka yang dijajah dan
ditindas. Dan ini sangat wajar kalau mereka marah dan ingin balas dendam. Tetapi bagi
mereka yang hanya bergerak di medan dakwah saja, harus hati-hati jangan sampai
mengambil langkah yang diambil kelompok tersebut atas. Karena mustahil Islam akan
bangkit dengan cara seperti itu. Mungkin sistem lain memaksakan masyarakat memeluk
ideologi yang mereka usung dengan paksaan, tapi Islam hanya akan tumbuh kalau kita
menanam Aqidah Islamiyyah dalam hati dan jiwa setiap individu masyarakat, kemudian kita
sirami dengan pemeliharaan dan pengajian, dan ini tidak akan berhasil kecuali dengan
pengorbanan individu-individu setiap dai yang mengemban misi ini.
Masyarakat Islami hanya bisa tumbuh kalau setiap individu yang membentuk masyarakat
itu sudah muslim dan shaleh, kewajiban kita hanya itu saja. Apabila setiap individu sudah
berusaha menjadi manusia shaleh dan taat dengan ikhlas, maka sisanya akan diwujudkan
oleh Allah, Allah akan memuliakan mereka dengan sebuah negara Islam yang diridhoi-Nya.
Ini poin penting lainnya yang harus diperhatikan oleh dai yang mengemban misi dakwah,
yaitu tidak terlena saat melihat banyak orang masuk Islam, banyak anak-anak muda
antusias dengan ajaran Islam, akhirnya mereka puas dengan itu dan lupa pada kewajiban
untuk terus memupuk jiwa-jiwa itu, dan serta merta mereka ingin menuju puncak dan
mengumumkan Kita dirikan Daulah Islamiyyah yang undang-undangnya Kitab dan
Sunnah.. Jangan lupa di sisi lain ada kekuatan yang menunggu kesempatan untuk
menghancurkan usaha-usaha itu, sehingga saat mereka menyerang dengan berbagai
senjata, para aktifis dakwah yang tadinya semangat menjadi putus asa, mereka kehilangan
apa yang telah mereka capai, dan tidak bisa meraih impian yang ingin mereka wujudkan.
Itulah yang banyak terjaid pada gerakan-gerakan dakwah Islamiyyah di berbagai negara.
Setiap muslim yang memikul beban dakwah harus hati-hati terhadap dirinya, harus selalu
menajag dirinya, jangan sampai dalam berdakwah dia salah jalan, dikiranya membela
agama Allah, tapi tanpa dia sadari dia membela dirinya sendiri (itisharun lizzat), karena
antara membela agama Allah dengan membela diri sangat tipis bedanya. Tetapi perbedaan
kecil itu sangat berpengaruh dan sangat krusial. Kalau sampai dia lupa akan batasan itu,
dia akan jauh kehilangan pegangan, dan semua usahanya akan sia-sia dibawa angin riya
dan kesombongan.
Aku sendiri tidak tahu, apakah selama ini aku benar-benar menjaga diri untuk tidak
melewati batasan itu..tapi aku selalu berdoa semoga terhindar dari itu, Wa auzubillah min
fitnatin nafsi wal hawa.

Вам также может понравиться