Вы находитесь на странице: 1из 15

Pendahuluan.

Ilmu Penyakit Hutan (Forest Pathology) ialah ilmu yang mempelajari tentang
faktor biotik dan abiotik yang dapat menyebabkan sakit pada
tanaman/tumbuhan hutan dan hasil hutan sehingga timbul kerugian.
Penyakit adalah suatu proses atau akibat dari suatu penyebab penyakit
(patogen). Jadi pernyataan diserang penyakit adalah tidak benar, seharusnya
diserang patogen, diserang jamur, diserang hama dsb.
Penyebab penyakit hutan (patogen) terdiri atas: faktor biotik mikroorganisme
(virus, bakteri, jamur, mikoplasma, spiroplasma, riketsia, nematoda) dan
makroorganisme (kutu, bekicot, cacing, larva, serangga, kumbang, satwa
mamalia, manusia) serta faktor abiotik (cuaca, tanah, api, bahan kimia).
Gejala serangan (symptom): perubahan proses fisiologis dan sifat morfologis dari
normal menjadi tidak normal pada tumbuhan.
Tanda serangan (sign): semua faktor penyebab penyakit (patogen), baik faktor
biotik maupun abiotik.
Macam gejala penyakit:
a. Gejala nekrotik: gejala yang timbul karena kerusakan atau kematian sel.
Contoh:
1. Nekrosis (necrosis): kematian sekumpulan sel
2. Hawar (blight): kematian sekumpulan sel yang lebih luas daripada nekrosis
3. Kanker (canker): kematian sekumpulan sel pada bagian yang berkayu
4. Lodoh (damping off): kematian sekumpulan sel pada benih dan semai
5. Mati pucuk (dieback): kematian sekumpulan sel dimulai dari pucuk
6. Busuk (rot, decay): kematian sekumpulan sel pd bgn yg bnyk mengandung air
7. Terbakar matahari (sun scald): kematian sekumpulan sel akibat sinar mata
hari
8. Terbakar bukan oleh sinar matahari (scorch): kematian sekumpulan sel akibat
api dan bahan kimia.

b. Gejala atrofi: gejala yang menunjukkan adanya pertumbuhan yang terhambat


atau terhenti sama sekali karena proses pembelahan sel terganggu.
Contoh:
1. Kerdil (stunt): tanaman yang tingginya jauh di bawah tinggi yang normal
2. Klorosis (chlorosis): rusaknya klorofil atau daun tdk dpt membentuk klorofil
3. Etiolasi (etiolation): pucuk tanaman pucat
4. Roset (rosette): cabang2 berada dalam jarak yang rapat.

c. Gejala hipertrofi: gejala yang menunjukkan adanya pertumbuhan


yang melebihi dari ukuran normal yang disebabkan oleh proses
pembelahan sel yang tidak normal.
Contoh:
1. Menyapu (witches broom): percabangan yang berlebihan dan kecil2
2. Tumor (gall): pembengkakan bgn tbhan, baik yg berkayu maupun yg tidak
3. Resinosis: pengeluaran getah secara berlebihan pada bagian tumbuhan

Semua jenis tumbuhan dibagi menjadi 2 bagian besar:


a. Autofita (tumbuhan tingkat tinggi)
b. Heterofita (tumbuhan tingkat rendah

II. PENYAKIT HUTAN YANG DISEBABKAN OLEH


MAKROORGANISME (HAMA)

Ilmu Hama Hutan ialah ilmu yang mempelajari tentang binatang/hewan yang
menimbulkan kerusakan yang berarti (merugikan) baik kualitas maupun
kuantitas pada pohon atau tegakan hutan dan hasil hutan.
Bentuk kerusakan yang ditimbulkan oleh hama ialah:
1. Kerusakan langsung:
a. mematikan pohon.
b. merusak sebagian dari pohon.
c. menurunkan kualitas hasil hutan.
d. menurunkan pertumbuhan/riap pohon/tegakan.
e. merusak buah dan biji.
2. Kerusakan tidak langsung:
a. mengubah suksesi dan komposisi tegakan.
b. menurunkan umur tegakan.
c. menyediakan bahan bakar sehingga rentan terhadap kebakaran.
d. mengurangi nilai keindahan (estetika).
e. menyebabkan penyakit lain karena hama sebagai vektor patogen.

Berat ringannya serangan hama terhadap tegakan hutan tergantung dari: jenis
pohon, kondisi lingkungan tempat tumbuh, kondisi pohon dan kepadatan
populasi hama.
Gejala serangan hama daun adalah hilangnya sejumlah daun, daun berwarna
coklat, daun menggulung, daun melipat, kematian cabang, kematian pucuk
pohon dan kematian pohon.
Gejala serangan hama pucuk adalah berlubang-lubang pada cabang terminal
dan lateral, mati pucuk, riap pohon menurun, menyapu (banyak percabangan)
dan kematian pohon.
Gejala serangan hama kulit adalah hilangnya bagian kulit sebelah dalam dari
batang pohon (phloem), kambium dan bagian luar kayu gubal, kulit pohon
berlubang-lubang dan mengeluarkan getah; bila serangan menggelang batang,
maka pohon akan mati karena aliran makanan dari daun ke akar terhenti.
Gejala serangan hama batang adalah batang berlubang-lubang, keluar getah
pada kulit batang, daun klorosis dan rontok, pohon mati. Serangga
memanfaatkan kayu dan tertarik dengan pohon yang sedang mengalami proses
kematian dan baru ditebang karena pada pohon-pohon demikian ini terjadi
proses fermentasi yang dapat menghasilkan aroma alkohol.
Gejala serangan hama akar adalah akar berbintil-bintil atau bengkak-bengkak,
kulit akar dan atau bagian yang berkayu berlubang-lubang, rusaknya kambium
akar yang dapat menghambat aliran bahan makanan, sehingga pohon dapat
turun riapnya, mudah tumbang dan mati.

III. PENYAKIT HUTAN YANG DISEBABKAN OLEH MIKROORGANISME


A. Penyakit Daun
Gejala penyakit embun tepung (powdery mildew) adalah pucuk dan daun yang
terserang berombak/ mengeriting, berwarna pucat, klorosis dan daun kemudian
rontok. Bibit yang terserang pertumbuhannya terhambat (kerdil).
Gejala penyakit karat daun (rust) / tumor karat (gall rust) adalah daun, tunas dan
pucuk yang terserang berbintil-bintil warna abu-abu sampai coklat, berombak/
mengeriting, pucat dan daun kemudian rontok. Terjadi pada semai dan pohon
yang mengakibatkan pertumbuhan terhambat.
Gejala penyakit bercak daun (leaf spot) adalah daun bercak-bercak berwarna
coklat, kadang daun tetap hijau kadang menjadi klorosis dan rontok,
pertumbuhan tanaman terhambat
B. Penyakit batang dan akar
Gejala penyakit damping off (lodoh) adalah benih busuk, semai mati/rebah yang
mana akar dan pangkal batangnya busuk.
Gejala penyakit merah muda (pink disease) adalah nekrosis pada kulit batang
pohon, tumbuh kallus pada pinggir nekrosis sehingga membentuk kanker, kulit

pohon pecah-pecah dan mengelupas, kadang-kadang keluar getah dari tempat


timbulnya nekrosis atau di sekitarnya, di bawah tempat infeksi tumbuh tunastunas air (epicormic branches) dan akhirnya pohon mati.
Gejala penyakit penyakit kanker batang (stem canker) adalah nekrosis pada kulit
batang pohon, tumbuh kallus pada pinggir nekrosis sehingga membentuk
kanker, kulit pohon pecah-pecah dan mengelupas, kadang-kadang keluar getah
dari tempat timbulnya nekrosis atau di sekitarnya, kayunya lapuk dan batang
pohon bisa patah.
Gejala penyakit tumor (gall) adalah bintil-bintil atau bengkak pada bagian
tumbuhan yang berkayu atau yang tidak berkayu.
Gejala penyakit busuk akar (root rot) adalah daun layu, daun berwarna pucat,
menguning dan akhirnya berwarna coklat dan pohonnya mati.
Tumbuhan heterofita terdiri atas: parasit dan saprofit
Parasit terdiri atas:
a. Parasit obligat ialah organisme yang hidupnya selalu tergantung dari
inangnya, sehingga tidak dapat hidup tanpa inang yang hidup. Contoh: virus,
jamur tepung (powdery mildew), jamur karat (rust).
b. Parasit fakultatif ialah organisme yang biasanya hidup sebagai saprofit, tetapi
dapat menjadi parasit bila mendapatkan inang yang sesuai. Contoh: Fusarium,
Acremonium, bakteri.
Saprofit terdiri atas:
a. Saprofit obligat ialah organisme yang hidupnya hanya menyerap makanan
dari bahan organik yang telah mati. Contoh: jamur kuping (Auricularia auricula),
jamur merang (Volvariella volvacea).
b. Saprofit fakultatif ialah organisme yang biasanya hidup sebagai parasit tetapi
dapat hidup menjadi saprofit bila terpaksa. Contoh: Corticium salmonicolor,
Ganoderma applanatum, Fomes annosus.

IV. KERUGIAN AKIBAT PENYAKIT


Persentase kerusakan tahunan dari pasokan kayu gergajian 43,8 juta kubik feet
akibat berbagai faktor di USA (data tahun 1952
Faktor perusak Penurunan riap tumbuh (%) Mati (%) Jumlah (%)
Mikroorganisme
Makroorganisme (hama)
Api
Cuaca
Lainnya 40

8
15
1
75
11
2
8
3 45
19
17
9
10
Jumlah 71 29 100
Kerugian dalam bentuk tanaman:
a. Kegagalan benih untuk berkecambah
b. Kegagalan bibit di persemaian
c. Kegagalan bibit di pertanaman
d. Kegagalan panen
Faktor-faktor yang menentukan besar kerugian dalam bentuk uang:
a. Jenis tanaman yang ditanam
b. Jenis patogen yang menyerang
c. Organ atau bagian tanaman yang terserang
d. Frekuensi serangan (jumlah tanaman yang terserang)
e. Intensitas serangan (berat ringannya serangan)
f. Umur tanaman
g. Lokasi tanaman
h. Bentuk lahan yang ditanami
i. Cara penyiapan lahan
j. Mutu benih dan cara produksi bibit
k. Intensitas pemeliharaan, cara pemeliharaan, perbaikan kesuburan tanah
Perkiraan kerugian dalam bentuk uang untuk unit HTI seluas 30.000 ha, rotasi 10
tahun, jarak tanam 2x3 m, kegagalan akibat penyakit 10% (Hadi, 1991)

a. Kehilangan benih
Untuk jenis yang berjumlah 30.000 benih/kg, maka setiap tahun diperlukan
3.000 ha : 30.000 benih = 160 kg. Bila harga benih Rp200.000/kg, maka biaya
pembelian benih = Rp32 juta. Kerugian setiap tahun karena kerusakan benih =
10% x Rp32 juta = Rp 3,2 juta
b. Kehilangan bibit di persemaian
Bibit yang diperlukan = 30.000.000 m2 : 6 m2 = 4.800.000 bibit/thn
Bila 10% tidak dapat ditanam karena sakit/rusak, maka kerugian =
10% x 4.800.000 bibit x Rp11 = Rp5,2 juta/thn
c. Kerugian dalam penyiapan lahan dan penanaman
Secara manual: 10% x 3.000 ha x Rp348.900 = Rp104,7 juta/thn
Secara mekanis: 10% x 3.000 ha x Rp671.700 = Rp201,5 juta/thn
d. Kehilangan bibit di pertanaman
Pada akhir tahun ketiga: Rp 1,8 juta (perencanaan) + Rp 104,7 juta (penyiapan
lahan dan penanaman secara mnanual) + Rp80,6 juta (pemeliharaan selama 3
tahun pertama) = Rp187,1 juta

V. PERKEMBANGAN BENTUK CAMPUR TANGAN MANUSIA MENURUT WAKTU YANG


BERPENGARUH TERHADAP
TIMBUL DAN BERKEMBANGNYA PENYAKIT HUTAN
Berdasarkan bentuk dan intensitasnya, bentuk campur tangan manusia terhadap
hutan alam adalah sebagai berikut:
a. Sampai thn 1942: htn alam jati diubah menjadi htn tanaman, mahoni dan
kesambi. Htn alam di lereng diganti dgn Agathis dammara, Pinus merkusii,
Acacia decurrens, Di luar Jawa blm tersentuh.
b. Dari 1942-1945: htn jati dikelola lebih intensif utk keperluan perang, di luar
Jawa terjadi perladangan berpindah dan penebangan pohon utk tempat tinggal
sendiri.
c. Dari 1945-1960: penanaman jenis selain jati, yaitu Eucalyptus spp. Gmelina
arborea, Acacia auriculiformis, Manilkara kauki dan Melaleuca leucadendron (M.
cajeputi).
d. Dari 1960-1970: pembalakan htn secara mekanis, baik di tepi sungai maupun
yang jauh. Keluar UU no 5/1967 ttg Ketentuan2 Pokok Kht, PP no 21/1970 ttg
HPH dan HPHH.
e. Dari 1970-1984: SK Dirjen Kht no 35/Kpts/DD/I/1972 ttg Pedoman TPI, THP,
THPA dan Pedoman2 pengawasannya.
f. Dari 1984-sekarang: pembangunan HTI monokultur. Target 6 juta ha pada
tahun 2000 tidak tercapai.

VI. MASALAH SEKARANG DAN LANGKAH DI MASA DATANG


Masalah
a. Kerusakan htn yang ringan belum dianggap penting.
b. Lokasi htn yg menunjukkan gejala sakit jauh dari tempat lembaga yang
memiliki petugas penelitian mengenai penyakit htn.
c. Keterbatasan dana penelitian.
d. Hasil penelitian diharapkan oleh pengelola htn cepat diperoleh agar dpt
digunakan dalam pengelolaan htnnya, sementara itu penelitian yang bagus
memerlukan waktu yang lama.
e. Peneliti lebih tertarik memilih lokasi dan objek yang mudah dijangkau seperti
penyakit benih, mikoriza, semai di persemaian, sedangkan di pertanaman kurang
diminati.
Langkah yang diharapkan di masa datang
a. Peningkatan jumlah tenaga peneliti dalam bidang penyakit hutan.
b. Pengembangan objek penelitian yang diikuti dengan penyediaan peralatan
canggih.
c. Pemanfaatan dana dan sarana penelitian secara optimal.
d. Mempertimbangkan aspek penyakit dalam pengelolaan hutan.
e. Peningkatan jaringan informasi mengenai penyakit htn seperti publikasi,
internet dll.

VII. GANGGUAN PENYAKIT PADA HUTAN DAN


MASALAH PERLINDUNGANNYA
Perkembangan Penyakit pada Hutan Alam yang Belum / Tidak Diusahakan
a. Terjadi suksesi sampai pada tingkat klimaks pada semua organisme.
b. Jenis pohon dan organisme (patogen dan non patogen) yang tdk dpt
beradaptasi dengan lingkungan setempat tdk dpt bertahan hidup dan
berkembang.
c. Terjadi keseimbangan ekosistem antara pohon dengan berbagai jenis
organisme pada tingkat klimaks.
d. Terdapat pohon-pohon sakit atau mati yang tersebar secara sporadis.

Perkembangan Penyakit pada Hutan Alam yang Telah Diusahakan


a. Semula pemanfaatan hasil hanya dilakukan oleh pddk yang tinggal di sekitar
htn, tetapi kemudian pemanfaatan hsl dilakukan secara besar-besaran, sehingga
banyak pohon yang luka dan sakit.
b. Perkembangan penyakit sangat dipengaruhi oleh kegiatan manusia yang tidak
memperhatikan azas kelestarian, sehingga banyak pohon yang sakit pada
tegakan tinggal.
c. Tegakan tinggal yang diharapkan dapat dipanen pada 35 tahun yang akan
datang banyak yang luka kulit batangnya, sehingga terinfeksi oleh jamur pelapuk
kayu teras (LPK).

Perkembangan Penyakit pada Hutan Tanaman


Beberapa kemungkinan mengapa penyakit lebih mudah berkembang di
hutan tanaman:
a. Tersedianya sumber makanan yang berlimpah bagi jenis-jenis patogen
tertentu.
b. Masuknya patogen dari tempat lain karena terbawa melalui bahan tanaman.
c. Kerentanan jenis pohon eksot terhadap patogen lokal.
d. Kesesuaian kondisi lingkungan lokal untuk perkembangan patogen yang baru
masuk.
e. Tersedianya makanan yang berlimpah untuk perkembangan inokulum (bahan
penular)
f. Pemuliaan jenis patogen.

Strategi Perlindungan Hutan terhadap Penyakit


Hutan alam
a. Pengawasan secara ketat penebangan pohon serta penyaradan
batang agar pelaksanaannya dilakukan dengan hati-hati sehingga
pohon-pohon dalam tegakan tinggal sesedikit mungkin rusak.
b. Perawatan bagian yang luka pada batang dengan fungisida.
Hutan tanaman
a. Selain jenis eksot hendaknya lebih banyak dicoba jenis-jenis lokal

yang mempunyai potensi untuk dikembangkan dalam pembangunan


HTI.
b. Menanam lebih dari satu jenis pohon dalam satu hamparan HTI dalam
bentuk campuran jenis atau dalam kumpulan blok-blok yang masingmasing terdiri atas jenis pohon tertentu.
c. Penanaman sebanyak mungkin klon jenis pohon tertentu yang
berproduksi tinggi secara campuran atau dalam blok-blok yang terdiri
dari klon yang berbeda.
d. Bahan tanaman yang didatangkan dari tempat lain sebaiknya dalam bentuk
benih dan bukan dalam bentuk bibit.
e. Tunggul2 sisa penjarangan dan pemanenan dibongkar atau diberi jamur
pelapuk kayu. Dalam penjarangan diutamakan terhadap pohon2 yang sakit.
f. Dalam pemuliaan jenis-jenis pohon, hendaknya dimasukkan program untuk
memperoleh keturunan yang tahan terhadap penyakit yang berpotensi
merugikan.
g. Penanaman jenis-jenis unggul yang berasal dari berbagai tempat (provenan)
perlu dilakukan.
h. Hanya klon atau provenan yang nyata dapat berkembang dengan baik dan
tahan terhadap penyakit saja yang dikembangkan dalam pertanaman yang luas.

Masalah yang Berkaitan dengan Kegiatan Perlindungan Hutan


Hutan alam
a. Dalam praktiknya penebangan dengan sistem TPTI tidaklah mudah
dilaksanakan tanpa menimpa dan melukai batang-batang pohon yang ada dalam
tegakan tinggal. Pengusaha biasanya enggan untuk berlaku hati-hati.
b. Lokasi areal penebangan dan penyaradan umumnya tidak mudah dijangkau
oleh para pengawas.
Hutan tanaman
a. Dalam pembangunan HTI belum semua pemegang HPHTI mencoba jenis-jenis
lokal serta melakukan percobaan provenan jenis yang dikembangkan. Dengan
demikian belum diketahui jenis dan provenan mana yang paling sesuai untuk
pertumbuhannya di tiap lokasi, baik dalam kemampuan produksinya maupun
dalam ketahanannya terhadap penyakit.
b. Belum semua pemegang HPHTI mencoba jenis-jenis dalam tegakan campuran
atau jarak tanam bervariasi.

Faktor-faktor yang Menentukan Perkembangan dan Penyebaran Penyakit

Penyakit dapat berkembang dengan baik bila patogennya ganas, tanamannya


rentan dan lingkungannya sesuai. Faktor-faktor ini disebut segitiga penyakit
(disease triangle).
a. Patogen
1. Di antara mikroorganisme di alam, hanya sedikit yang bersifat patogen
pada tanaman tertentu.
2. Patogen dapat menghasilkan keturunan yang berbeda sifat virulensinya
dengan induknya. Hanya patogen yang virulen saja yang dapat menyerang
tanaman.
b. Tanaman inang
1. Di antara jenis tanaman terdapat perbedaan dalam kepekaannya terhadap
jenis patogen tertentu (ada yang rentan dan ada yang resisten).
2. Di antara individu di dalam jenis tanaman yang sama juga terdapat perbedaan
dalam kepekaannya terhadap jenis patogen tertentu.
3. Jumlah stomata per satuan luas daun, jumlah lentisel per satuan luas kulit
batang, kemampuan tanaman memproduksi substansi tertentu untuk mencegah
patogen, kecepatan memproduksi substansi tersebut, ketebalan kutikula
berpengaruh thd. kepekaan tanaman.
4. Kepekaan tanaman berbeda menurut perkembangan umurnya. Ada 4
kemungkinan terjadinya penyakit pada suatu jenis tanaman:
a) sewaktu muda resisten tetapi setelah tua rentan,
b) sewaktu muda rentan tetapi setelah tua resisten,
c) sewaktu muda dan tua resisten tetapi rentan pada umur pertengahan,
d) sewaktu muda dan tua rentan tetapi resisten pada umur pertengahan.
c. Lingkungan
Faktor lingkungan abiotik dan biotik dapat berpengaruh thd perkembangan
penyakit.
1. Pengaruh lingkungan abiotik. Contoh: pembentukan spora oleh jamur
dipengaruhi oleh faktor cuaca (kelembapan udara, suhu dan cahaya);
penyebaran spora jamur dan bakteri dipengaruhi oleh tiupan angin, tetesan air
hujan atau serangga.
2. Faktor cuaca dalam jangka panjang (iklim) berpengaruh terhadap terlepasnya
spora ke udara dari tubuh buahnya menurut perubahan cuaca dari waktu ke
waktu.
3. Pengaruh lingkungan biotik. Contoh: kehadiran mikroorganisme antagonis di
tanah dapat mencegah serangan penyakit akar. Jamur mikoriza mencegah akar
dari serangan patogen akar. Beberapa jenis serangga dan nematoda menjadi
vektor virus dan jamur.

4. Lingkungan abiotik juga berpengaruh terhadap kepekaan tanaman. Ketahanan


dan kerentanan tanaman terhadap serangan patogen bukan merupakan suatu
hal yang tetap, melainkan dapat berubah sebagai akibat dari pengaruh faktor
lingkungan. Contoh: pemberian pupuk nitrogen (N) yang terlalu sering
menyebabkan tanaman menjadi lemah dan lebih rentan terhadap serangan
patogen karena pembentukan zat kayu pada dinding selnya terhambat.

VIII. MIKORIZA
Jamur ialah tumbuhan bersel satu atau banyak, tubuhnya tersusun atas hifa
bercabang-cabang, tidak mempunyai klorofil, dapat mengadakan respirasi,
asimilasi dan metabolisme, berkembang biak dengan membelah diri dan dengan
spora.
Mikoriza (mikes = jamur, rhiza = akar) ialah struktur akar yang terbentuk
sedemikian rupa hasil simbiosis mutualistis antara akar dengan jamur.
a. Endomikoriza. Jamur memasuki sel-sel korteks dari akar tumbuhan
(intraselluler) dan tidak menyebabkan pembengkakan sel-sel korteks.
b. Ektomikoriza. Jamur menyelubungi permukaan akar dan masuk di antara
dinding sel korteks (interselluler) dari akar tumbuhan dan membentuk jaring
Hartig (Hartig's net). Akar pendek membesar dan pada akar tumbuhan
tertentu bercabang atau seperti bunga karang.
c. Ektendomikoriza. Gabungan antara kedua kelompok di atas dengan hifa
intra- dan interselluler. Akar ektendomikoriza tidak mengalami
pembengkakan.
Simbiosis mutualistis: hidup bersama yang saling menguntungkan. Jamur
memperoleh karbohidrat yang diproduksi oleh tumbuhan dan tumbuhan
memperoleh tambahan air dan unsur hara dari jamur.
Fungsi mikoriza dalam ekosistem htn: membantu tumbuhan dalam
meningkatkan penyerapan air dan unsur hara dari dalam tanah, shg memacu
pertumbuhan tumbuhan serta untuk mencegah serangan patogen akar.
Akar bermikoriza lebih tahan thd kekeringan tnh shg tanaman dpt bertahan
hidup karena akar-akarnya masih mampu menyerap air dan hara.
Ektomikoriza membantu melindungi akar tumbuhan dengan cara:
a. Perlindungan secara mekanis karena adanya selubung jamur.
b. Memproduksi antibiotik yang dapat mematikan patogen.
c. Persaingan dalam makanan antara jamur mikoriza dengan patogen.
Permukaan akar bermikoriza menjadi lebih luas daripada permukaan tanpa
mikoriza, karena:

a. Umur akar lebih panjang sehingga memungkinkan utk tumbuh terus.


b. Percabangan lebih banyak.
c. Terbentuknya selubung jamur.
d. Perbesaran diameter akar krn sel-sel korteks dan epidermis membesar.
Masalah mikoriza menjadi penting dalam:
a. Reboisasi lahan kosong atau ilalang, karena pada lahan-lahan tersebut tidak
ada jamur mikoriza, atau ada tetapi tidak sesuai bagi tanaman inangnya.
b. Penanaman jenis-jenis eksotik, karena mungkin saja terjadi bahwa jenis-jenis
jamur mikoriza yang ada di lahan yang akan ditanami tidak sesuai dengan jenis
tanaman yang akan ditanam.
c. Produksi bibit di persemaian, untuk menghasilkan bibit yang sehat yang
nantinya akan dipindahkan ke lapangan yang mungkin tidak ada jamur
mikorizanya.
Tidak hadirnya jamur mikoriza di lapangan disebabkan oleh beberapa faktor,
yaitu:
a. Lapangan tanam sering mengalami perlakuan, misalnya untuk pertanian,
perladangan, peternakan dan perkebunan.
b. Lapangan tanam telah lama tidak ditumbuhi tumbuhan hutan, melainkan telah
menjadi padang alang-alang, padang rumput, tanah-tanah gersang atau gundul,
sering mengalami erosi dan kebanjiran.
c. Lapangan tanam yang semula berupa hutan tetapi dalam persiapan tanam
diperlakukan dengan menebang habis, dibakar atau dikeruk dengan traktor,
sehingga memusnahkan jamur mikoriza yang ada di tempat itu.
d. Lapangan tanam yang berupa hutan atau bekas hutan biasanya banyak
terdapat jamur mikoriza, tetapi tidak sesuai untuk jenis-jenis yang ditanam.
e. Lapangan tanam yang terbuka menyebabkan suhu udara dan suhu tanah
tinggi, sehingga dapat membunuh jamur mikoriza yang telah bersimbiosis
dengan akar semai yang telah ada sejak di persemaian. Hal ini terjadi kalau
penanaman semai tidak dalam dan tanahnya tidak dipadatkan, sehingga tanah
cepat mengering.
Inokulasi jamur mikoriza pada bibit di persemaian dapat dilakukan dengan cara:
a. Penggunaan tanah dari tegakan tua (biasanya sudah bermikoriza).
Kelemahan:
- Jenis jamur mikoriza yang ada di dalam tnh kemungkinan tidak tepat
dan bisa terbawa patogen akar.
- Inokulum (bahan inokulasi) terlalu banyak dengan biaya angkut yang
besar.
b. Penggunaan biakan murni (miselium) jamur mikoriza.

Kelemahan:
- Perlu investasi laboratorium dan alat khusus
- Perlu tenaga terampil.
c. Penggunaan spora jamur mikoriza.
Kelemahan:
- Perlu tubuh buah jamur dalam jumlah banyak dengan jenis yang sama.
- Tidak selalu tumbuh setiap saat, melainkan pada waktu-waktu tertentu
misalnya musim hujan.

d. Penggunaan pohon induk (mother tree).


Kelemahan:
- Proses penularannya sangat lambat.
- Bila kelamaan, akar bibit bisa tumbuh ke luar polybag, sehingga dalam
pemindahannya bisa memutuskan akar dan bibit bisa layu, dari akar
yang luka bisa terinfeksi patogen.

IX. HUTAN ALAM VERSUS HUTAN TANAMAN


Pertambahan jumlah penduduk menyebabkan meningkatnya kebutuhan kayu
dari tahun ke tahun. Dengan pertambahan jumlah penduduk ini juga, areal hutan
tropis berkurang sekitar 7 juta ha per tahun.
Kebutuhan kayu di dalam negeri tahun 1984 mencapai 40 juta m3/tahun,
sedangkan produksi kayu dari hutan alam hanya 38,4 juta m3/tahun.
Diperkirakan mulai tahun 2000 hutan produksi di Indonesia seluas 64 juta ha itu
sudah tidak lagi mampu menutupi kekurangan terhadap kebutuhan kayu yang
mana pada tahun 2000 produksi kayu dari hutan alam hanya 60 juta m3/tahun,
sedangkan kebutuhan kayu sudah mencapai 80 juta m3/tahun.
Oleh karena itu pembangunan Hutan Tanaman Industri (HTI) adalah mutlak perlu
dilaksanakan.
Tidak hanya di Indonesia saja yang membangun hutan tanaman, melainkan juga
di negara-negara lain di daerah tropis dan subtropis dengan sistem yang sama,
yaitu monokultur.
Direncanakan sampai tahun 2000, HTI di Indonesia sudah mencapai luas sekitar
6,2 juta ha, di antaranya termasuk hutan tanaman yang sudah ada seluas 1,8
juta ha, yang terdiri dari tegakan jati (Tectona grandis) dan tusam (Pinus
merkusii). Direncanakan pula 10 tahun setelah dimulainya HTI kayunya sudah
dapat dipanen dan mulai tahun 2015 diharapkan produksinya sudah dapat
mencapai kira-kira 90 juta m3/tahun.

Pada saat ini jenis-jenis pohon cepat tumbuh ditanam dalam skala luas,
sedangkan jenis-jenis asli seperti dari famili Dipterocarpaceae ditanam dalam
skala kecil. Mereka sebagian besar ditanam dalam bentuk monokultur dan
sebagian kecil dalam bentuk campuran.
Dalam Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita), pemerintah Indonesia telah
mulai melaksanakan pembangunan HTI sejak tahun 1984 dengan menanam
jenis-jenis pohon cepat tumbuh. Tujuan pembangunan HTI adalah sbb:
a. Menunjang kelestarian penyediaan bahan baku untuk industri dalam negeri.
b. Menunjang peningkatan dan kelestarian kayu olahan untuk memenuhi
kebutuhan ekspor.
c. Mengembalikan lahan-lahan yang tidak atau kurang produktif menjadi lahanlahan yang mempunyai produktivitas tinggi.
Penanaman dalam bentuk monokultur baik dengan jenis-jenis asli maupun eksot
menemui beberapa masalah, yaitu:
a. Rentan terhadap penyakit.
b. Kurangnya tenaga yang terampil dan berpengalaman bila dibandingkan
dengan luas
hutannya.
c. Tidak semua jenis pohon mampu beradaptasi dengan habitatnya yang baru.
d. Diperlukan adanya sistem silvikultur yang sesuai untuk mengelola tanaman.
e. Diperlukan pengawasan yang ketat untuk mencegah segala gangguan seperti
kebakaran, pencurian dan penyakit.
Penyakit pada tegakan yang terdiri dari banyak jenis timbul hanya bersifat
sporadis dan
tidak menimbulkan kerusakan berarti, sebaliknya pada tegakan monokultur,
timbulnya
penyakit bersifat epidemi.
Timbul pertanyaan, mengapa hutan alam lebih resisten terhadap gangguan
faktor
biotik dan abiotik daripada hutan tanaman. Secara umum, perbedaan kedua tipe
hutan itu dapat digambarkan sebagai berikut:
Keanekaragaman jenis di hutan alam tinggi dengan banyak variasi bentuk
kehidupan di dalamnya. Jadi suatu organisme (mis: serangga) tidak hanya
tergantung hidupnya dari inangnya, tetapi juga dari organisme lainnya.
Di hutan alam (hutan tropis) terdapat jenis tumbuhan, musuh/lawan, patogen,
parasit dan predator secara berlimpah. Suatu jenis tumbuhan menjadi makanan
banyak patogen dan parasit. Suatu jenis patogen atau parasit ini menjadi

makanan banyak parasit lain dan predator, sedangkan parasit lain dan predator
ini merupakan makanan dari banyak parasit atau predator lainnya lagi. Selain itu
dapat terjadi perkelahian, baik antar jenis sendiri maupun dengan jenis lain pada
parasit atau predator sampai bisa terjadi kematian. Dengan demikian maka tidak
terdapat jumlah individu yang berlebihan (epidemi), sehingga tidak terjadi
kerusakan hutan seperti di hutan tanaman.

Вам также может понравиться