Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
Ilmu Penyakit Hutan (Forest Pathology) ialah ilmu yang mempelajari tentang
faktor biotik dan abiotik yang dapat menyebabkan sakit pada
tanaman/tumbuhan hutan dan hasil hutan sehingga timbul kerugian.
Penyakit adalah suatu proses atau akibat dari suatu penyebab penyakit
(patogen). Jadi pernyataan diserang penyakit adalah tidak benar, seharusnya
diserang patogen, diserang jamur, diserang hama dsb.
Penyebab penyakit hutan (patogen) terdiri atas: faktor biotik mikroorganisme
(virus, bakteri, jamur, mikoplasma, spiroplasma, riketsia, nematoda) dan
makroorganisme (kutu, bekicot, cacing, larva, serangga, kumbang, satwa
mamalia, manusia) serta faktor abiotik (cuaca, tanah, api, bahan kimia).
Gejala serangan (symptom): perubahan proses fisiologis dan sifat morfologis dari
normal menjadi tidak normal pada tumbuhan.
Tanda serangan (sign): semua faktor penyebab penyakit (patogen), baik faktor
biotik maupun abiotik.
Macam gejala penyakit:
a. Gejala nekrotik: gejala yang timbul karena kerusakan atau kematian sel.
Contoh:
1. Nekrosis (necrosis): kematian sekumpulan sel
2. Hawar (blight): kematian sekumpulan sel yang lebih luas daripada nekrosis
3. Kanker (canker): kematian sekumpulan sel pada bagian yang berkayu
4. Lodoh (damping off): kematian sekumpulan sel pada benih dan semai
5. Mati pucuk (dieback): kematian sekumpulan sel dimulai dari pucuk
6. Busuk (rot, decay): kematian sekumpulan sel pd bgn yg bnyk mengandung air
7. Terbakar matahari (sun scald): kematian sekumpulan sel akibat sinar mata
hari
8. Terbakar bukan oleh sinar matahari (scorch): kematian sekumpulan sel akibat
api dan bahan kimia.
Ilmu Hama Hutan ialah ilmu yang mempelajari tentang binatang/hewan yang
menimbulkan kerusakan yang berarti (merugikan) baik kualitas maupun
kuantitas pada pohon atau tegakan hutan dan hasil hutan.
Bentuk kerusakan yang ditimbulkan oleh hama ialah:
1. Kerusakan langsung:
a. mematikan pohon.
b. merusak sebagian dari pohon.
c. menurunkan kualitas hasil hutan.
d. menurunkan pertumbuhan/riap pohon/tegakan.
e. merusak buah dan biji.
2. Kerusakan tidak langsung:
a. mengubah suksesi dan komposisi tegakan.
b. menurunkan umur tegakan.
c. menyediakan bahan bakar sehingga rentan terhadap kebakaran.
d. mengurangi nilai keindahan (estetika).
e. menyebabkan penyakit lain karena hama sebagai vektor patogen.
Berat ringannya serangan hama terhadap tegakan hutan tergantung dari: jenis
pohon, kondisi lingkungan tempat tumbuh, kondisi pohon dan kepadatan
populasi hama.
Gejala serangan hama daun adalah hilangnya sejumlah daun, daun berwarna
coklat, daun menggulung, daun melipat, kematian cabang, kematian pucuk
pohon dan kematian pohon.
Gejala serangan hama pucuk adalah berlubang-lubang pada cabang terminal
dan lateral, mati pucuk, riap pohon menurun, menyapu (banyak percabangan)
dan kematian pohon.
Gejala serangan hama kulit adalah hilangnya bagian kulit sebelah dalam dari
batang pohon (phloem), kambium dan bagian luar kayu gubal, kulit pohon
berlubang-lubang dan mengeluarkan getah; bila serangan menggelang batang,
maka pohon akan mati karena aliran makanan dari daun ke akar terhenti.
Gejala serangan hama batang adalah batang berlubang-lubang, keluar getah
pada kulit batang, daun klorosis dan rontok, pohon mati. Serangga
memanfaatkan kayu dan tertarik dengan pohon yang sedang mengalami proses
kematian dan baru ditebang karena pada pohon-pohon demikian ini terjadi
proses fermentasi yang dapat menghasilkan aroma alkohol.
Gejala serangan hama akar adalah akar berbintil-bintil atau bengkak-bengkak,
kulit akar dan atau bagian yang berkayu berlubang-lubang, rusaknya kambium
akar yang dapat menghambat aliran bahan makanan, sehingga pohon dapat
turun riapnya, mudah tumbang dan mati.
8
15
1
75
11
2
8
3 45
19
17
9
10
Jumlah 71 29 100
Kerugian dalam bentuk tanaman:
a. Kegagalan benih untuk berkecambah
b. Kegagalan bibit di persemaian
c. Kegagalan bibit di pertanaman
d. Kegagalan panen
Faktor-faktor yang menentukan besar kerugian dalam bentuk uang:
a. Jenis tanaman yang ditanam
b. Jenis patogen yang menyerang
c. Organ atau bagian tanaman yang terserang
d. Frekuensi serangan (jumlah tanaman yang terserang)
e. Intensitas serangan (berat ringannya serangan)
f. Umur tanaman
g. Lokasi tanaman
h. Bentuk lahan yang ditanami
i. Cara penyiapan lahan
j. Mutu benih dan cara produksi bibit
k. Intensitas pemeliharaan, cara pemeliharaan, perbaikan kesuburan tanah
Perkiraan kerugian dalam bentuk uang untuk unit HTI seluas 30.000 ha, rotasi 10
tahun, jarak tanam 2x3 m, kegagalan akibat penyakit 10% (Hadi, 1991)
a. Kehilangan benih
Untuk jenis yang berjumlah 30.000 benih/kg, maka setiap tahun diperlukan
3.000 ha : 30.000 benih = 160 kg. Bila harga benih Rp200.000/kg, maka biaya
pembelian benih = Rp32 juta. Kerugian setiap tahun karena kerusakan benih =
10% x Rp32 juta = Rp 3,2 juta
b. Kehilangan bibit di persemaian
Bibit yang diperlukan = 30.000.000 m2 : 6 m2 = 4.800.000 bibit/thn
Bila 10% tidak dapat ditanam karena sakit/rusak, maka kerugian =
10% x 4.800.000 bibit x Rp11 = Rp5,2 juta/thn
c. Kerugian dalam penyiapan lahan dan penanaman
Secara manual: 10% x 3.000 ha x Rp348.900 = Rp104,7 juta/thn
Secara mekanis: 10% x 3.000 ha x Rp671.700 = Rp201,5 juta/thn
d. Kehilangan bibit di pertanaman
Pada akhir tahun ketiga: Rp 1,8 juta (perencanaan) + Rp 104,7 juta (penyiapan
lahan dan penanaman secara mnanual) + Rp80,6 juta (pemeliharaan selama 3
tahun pertama) = Rp187,1 juta
VIII. MIKORIZA
Jamur ialah tumbuhan bersel satu atau banyak, tubuhnya tersusun atas hifa
bercabang-cabang, tidak mempunyai klorofil, dapat mengadakan respirasi,
asimilasi dan metabolisme, berkembang biak dengan membelah diri dan dengan
spora.
Mikoriza (mikes = jamur, rhiza = akar) ialah struktur akar yang terbentuk
sedemikian rupa hasil simbiosis mutualistis antara akar dengan jamur.
a. Endomikoriza. Jamur memasuki sel-sel korteks dari akar tumbuhan
(intraselluler) dan tidak menyebabkan pembengkakan sel-sel korteks.
b. Ektomikoriza. Jamur menyelubungi permukaan akar dan masuk di antara
dinding sel korteks (interselluler) dari akar tumbuhan dan membentuk jaring
Hartig (Hartig's net). Akar pendek membesar dan pada akar tumbuhan
tertentu bercabang atau seperti bunga karang.
c. Ektendomikoriza. Gabungan antara kedua kelompok di atas dengan hifa
intra- dan interselluler. Akar ektendomikoriza tidak mengalami
pembengkakan.
Simbiosis mutualistis: hidup bersama yang saling menguntungkan. Jamur
memperoleh karbohidrat yang diproduksi oleh tumbuhan dan tumbuhan
memperoleh tambahan air dan unsur hara dari jamur.
Fungsi mikoriza dalam ekosistem htn: membantu tumbuhan dalam
meningkatkan penyerapan air dan unsur hara dari dalam tanah, shg memacu
pertumbuhan tumbuhan serta untuk mencegah serangan patogen akar.
Akar bermikoriza lebih tahan thd kekeringan tnh shg tanaman dpt bertahan
hidup karena akar-akarnya masih mampu menyerap air dan hara.
Ektomikoriza membantu melindungi akar tumbuhan dengan cara:
a. Perlindungan secara mekanis karena adanya selubung jamur.
b. Memproduksi antibiotik yang dapat mematikan patogen.
c. Persaingan dalam makanan antara jamur mikoriza dengan patogen.
Permukaan akar bermikoriza menjadi lebih luas daripada permukaan tanpa
mikoriza, karena:
Kelemahan:
- Perlu investasi laboratorium dan alat khusus
- Perlu tenaga terampil.
c. Penggunaan spora jamur mikoriza.
Kelemahan:
- Perlu tubuh buah jamur dalam jumlah banyak dengan jenis yang sama.
- Tidak selalu tumbuh setiap saat, melainkan pada waktu-waktu tertentu
misalnya musim hujan.
Pada saat ini jenis-jenis pohon cepat tumbuh ditanam dalam skala luas,
sedangkan jenis-jenis asli seperti dari famili Dipterocarpaceae ditanam dalam
skala kecil. Mereka sebagian besar ditanam dalam bentuk monokultur dan
sebagian kecil dalam bentuk campuran.
Dalam Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita), pemerintah Indonesia telah
mulai melaksanakan pembangunan HTI sejak tahun 1984 dengan menanam
jenis-jenis pohon cepat tumbuh. Tujuan pembangunan HTI adalah sbb:
a. Menunjang kelestarian penyediaan bahan baku untuk industri dalam negeri.
b. Menunjang peningkatan dan kelestarian kayu olahan untuk memenuhi
kebutuhan ekspor.
c. Mengembalikan lahan-lahan yang tidak atau kurang produktif menjadi lahanlahan yang mempunyai produktivitas tinggi.
Penanaman dalam bentuk monokultur baik dengan jenis-jenis asli maupun eksot
menemui beberapa masalah, yaitu:
a. Rentan terhadap penyakit.
b. Kurangnya tenaga yang terampil dan berpengalaman bila dibandingkan
dengan luas
hutannya.
c. Tidak semua jenis pohon mampu beradaptasi dengan habitatnya yang baru.
d. Diperlukan adanya sistem silvikultur yang sesuai untuk mengelola tanaman.
e. Diperlukan pengawasan yang ketat untuk mencegah segala gangguan seperti
kebakaran, pencurian dan penyakit.
Penyakit pada tegakan yang terdiri dari banyak jenis timbul hanya bersifat
sporadis dan
tidak menimbulkan kerusakan berarti, sebaliknya pada tegakan monokultur,
timbulnya
penyakit bersifat epidemi.
Timbul pertanyaan, mengapa hutan alam lebih resisten terhadap gangguan
faktor
biotik dan abiotik daripada hutan tanaman. Secara umum, perbedaan kedua tipe
hutan itu dapat digambarkan sebagai berikut:
Keanekaragaman jenis di hutan alam tinggi dengan banyak variasi bentuk
kehidupan di dalamnya. Jadi suatu organisme (mis: serangga) tidak hanya
tergantung hidupnya dari inangnya, tetapi juga dari organisme lainnya.
Di hutan alam (hutan tropis) terdapat jenis tumbuhan, musuh/lawan, patogen,
parasit dan predator secara berlimpah. Suatu jenis tumbuhan menjadi makanan
banyak patogen dan parasit. Suatu jenis patogen atau parasit ini menjadi
makanan banyak parasit lain dan predator, sedangkan parasit lain dan predator
ini merupakan makanan dari banyak parasit atau predator lainnya lagi. Selain itu
dapat terjadi perkelahian, baik antar jenis sendiri maupun dengan jenis lain pada
parasit atau predator sampai bisa terjadi kematian. Dengan demikian maka tidak
terdapat jumlah individu yang berlebihan (epidemi), sehingga tidak terjadi
kerusakan hutan seperti di hutan tanaman.