Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
435440
Copyright 2005 by The American Society of Tropical Medicine and Hygiene
Abstract. To demonstrate the differences of clinical features and hematologic abnormalities between dengue fever
(DF) and dengue hemorrhagic fever (DHF), 359 pediatric patients admitted St. Lukes Medical Center in Quezon City,
between 1999 and 2001 in Metro Manila, and adjoining provinces the Philippines, with a laboratory-confirmed dengue
virus infection were evaluated. One third of the patients had DHF, and most of these patients were without shock.
Restlessness, epistaxis, and abdominal pain were more associated with DHF. The platelet count was significantly lower
in the DHF group than in the DF group before and after defervescence. In the DHF patients, the hematocrit was
significantly increased before defervescence, and decreased the day after due to administration of intravenous fluid.
Coagulation abnormalities associated with most DHF patients were thrombocytopenia and an increased fibrinolysis, but
not disseminated intravascular coagulation. We present recent data on readily obtained clinical and laboratory data that
can be used for early diagnosis and consequently earlier appropriate treatment of dengue virus infections.
PATIENTS AND METHODS
INTRODUCTION
* Address correspondence to Dr. Kazunori Oishi, Department of Internal Medicine, Institute of Tropical Medicine, Nagasaki University,
1-12-4 Sakamoto, Nagasaki 852-8523, Japan. E-mail: oishi-k@
net.nagasaki-u.ac.jp
435
436
TABLE 1
Disseminated intravascular coagulation (DIC) score*
Items
Underlying disease
Clinical symptoms
Hemorrhagic manifestations
Visceral symptoms
Test results
Serum FDP level (g/mL)
Platelet count ( 104/L)
Plasma fibrinogen level (mg/dL)
Prothrombin time ratio
(divided by the normal value)
Test results
Score
Yes
Yes
Yes
1
1
40
20 to < 40
10 to < 20
5
> 5 to 8
> 8 to 12
100
> 100 to 150
1.67
1.25 to < 1.67
3
2
1
3
2
1
2
1
2
1
TABLE 2
Demographic and clinical profile of subjects*
Parameter
DF
(n 239)
9.9 (4.2)
1.49
3.4 (1.3)
4.4 (1.7)
DHF
(n 120)
9.8 (3.8)
1.50
3.5 (1.4)
5.6 (1.7)
Total
(n 359)
9.8 (4.0)
1.49
3.5 (1.3)
4.8 (1.8)
0.877
0.976
0.670
< 0.001
76/238 (31.9)
46/233 (19.7)
55/119 (46.2)
23/119 (19.3)
131/357 (36.7)
69/352 (19.6)
0.008
0.926
0/238 (0.0)
26/236 (11.0)
69/237 (29.1)
195/239 (81.6)
11/232 (4.7)
1/222 (0.5)
0/238 (0.0)
4/119 (3.4)
23/117 (19.7)
51/119 (42.9)
102/120 (85.0)
6/113 (5.3)
2/108 (1.9)
2/119 (1.7)
4/357 (1.1)
49/353 (13.9)
120/356 (33.7)
297/359 (82.7)
17/345 (4.9)
3/330 (0.9)
2/357 (0.6)
0.012
0.027
0.010
0.420
0.819
0.251
0.110
437
FIGURE 1. Distribution of dengue cases by month and year of enrollment. The number of laboratory confirmed dengue cases is plotted at
monthly intervals from January 1999 to December 2001. DF dengue; DHF dengue hemorrhagic fever.
438
FIGURE 2. Comparison of the total white blood cell count (A), lymphocyte count (B), platelet count (C), and the hematocrit (D) in peripheral
blood between pediatric patients with dengue fever (DF) and dengue hemorrhagic fever (DHF). The number of cases with DF and DHF are
shown below each figure. Open circles show cases with DF and filled squares show cases with DHF. Data represent the mean SD *P < 0.05
versus patients with DF.
Platelet score
Clinical score
PT score
Fibrinogen score
FDP score
Total score
DHF
(n 94)
Total
(n 257)
Score
No.
No.
No.
0
1
2
3
0
1
0
1
2
0
1
2
0
1
<7
7
73
39
30
21
23
140
160
3
0
111
43
9
132
31
159
4
44.8
23.9
18.4
12.9
14.1
85.9
98.2
1.8
0.0
68.1
26.4
5.5
81.0
19.0
97.5
2.5
4
15
18
57
12
82
90
3
1
53
27
14
72
22
81
13
4.3
16.0
19.1
60.6
12.8
87.2
95.7
3.2
1.1
56.4
28.7
14.9
76.6
23.4
86.2
13.8
77
54
48
78
35
222
250
6
1
164
70
23
204
53
240
17
30.0
21.0
18.7
30.4
13.6
86.4
97.3
2.3
0.4
63.8
27.2
8.9
79.4
20.6
93.4
6.6
< 0.001
0.762
0.327
0.027
0.403
< 0.001
439
REFERENCES
1. Igarashi A, 1997. Impact of dengue virus infection and its control.
FEMS Immunol Med Microbiol 18: 291300.
2. Guzman MG, Kouri G, 2002. Dengue: an update. Lancet Infect
Dis 2: 3342.
3. Hammon WM, Rudnick A, Sather GE, 1960. Viruses associated
with epidemic hemorrhagic fevers of the Philippines and Thailand. Science 131: 11021103.
4. Venzon EI, Rudnick A, Marchette NJ, Fabie AE, Dukellis E,
1972. The greater Manila dengue hemorrhagic fever epidemic
of 1966. J Philippine Med Assoc 48: 297313.
440
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
25.
26.
27.
28.
29.
Abstrak.
Untuk
memperlihatkan
perbedaan
gambaran
hematologi antara demam dengue (DD) dan demam berdarah dengue (DBD),
dilakukan evaluasi terhadap 359 pasien pediatri dengan infeksi virus dengue yang
telah dikonfirmasi dengan pemeriksaan laboratorium, yang dirawat di Pusat
Kesehatan St.Luke di Kota Quezon, antara tahun 1999 dan 2001 di Metro Manila
dan
provinsi-provinsi yang
berbatasan
dengan Filipina.
keseluruhan pasien menderita DBD, dan sebagian besar dari pasien-pasien ini
tidak dalam keadaan syok. Kegelisahan, epistaksis, dan nyeri abdomen lebih
berkaitan dengan DBD. Jumlah platelet secara signifikan lebih rendah pada
kelompok DBD dibandingkan kelompok DD sebelum dan setelah penurunan
suhu. Pada pasien-pasien DBD, hematokrit secara signifikan meningkat sebelum
penurunan suhu, dan menurun satu hari setelah pemberian cairan intravena.
Kelainan koagulasi berkaitan dengan keadaan dimana sebagian besar pasien
dalam keadaan
fibrinolisis,
trombositopenia
namun
bukan
dan
keadaan
merupakan
dimana
keadaan
terjadi peningkatan
koaagulasi
intravaskular
diseminata. Kami menyajikan data terbaru mengenai data laboratorium dan klinis
yang telah diperoleh, yang dapat digunakan untuk diagnosis dini dan oleh
karenanya memungkinkan pemberian penatalaksanaan yang tepat dengan lebih
dini untuk infeksi virus dengue.
Pendahuluan
Virus Dengue, virus patogen bagi manusia yang ditularkan oleh nyamuk,
akhir-akhir ini telah menimbulkan masalah besar dalam kesehatan masyarakat
khususnya di negara-negara tropis dan subtropis, terutama di daerah perkotaan
dan pinggiran kota. Distribusi geografis virus dengue telah sangat meluas dan
jumlah kasusnya sangat meningkat selama tiga dekade terakhir. 1 Dua setengah
miliar jiwa pada lebih dari seratus negara berisiko untuk mengalami infeksi,
dengan perkiraan terdapat 50 juta infeksi per tahun.2 Sejak laporan pertama
mengenai wabah demam berdarah dengue (DBD) di Filipina tahun 1956,3 epidemi
dengue telah terjadi di dalam negara ini dalam interval lima tahun. 4,5 Laporan
sebelumnya juga telah memberikan pandangan bahwa infeksi virus dengue telah
menjadi hiperendemik dan menjadi penyebab utama rawat inap anak-anak di
rumah sakit selama tahun 1980-an di Filipina.6,7 Meskipun demam dengue (DD)
merupakan penyakit demam yang dapat sembuh dengan sendirinya, DBD ditandai
dengan
manifestasi
perdarahan
yang
menonjol,
peningkatan
permeabilitas
Organisasi
Kesehatan
Dunia
(WHO)
untuk
DBD
hanya
bermanifestasi pada fase akhir dari keadaan kritis penyakit ini.9 Meskipun
laporan-laporan sebelumnya telah mencirikan gambaran klinis DD dan DBD,9,10
perbedaan gambaran-gambaran klinis, yang mencakup kelainan hematologi antara
dua keadaan ini, tidak ditetapkan dengan baik pada pasien-pasien pediatri yang di
rawat di rumah sakit yang diberikan penatalaksanaan yang sesuai menurut
panduan WHO. Oleh karenanya, penelitian prospektif ini dilakukan untuk
menentukan perbedaan gambaran klinis dan kelainan hematologi antara DD dan
DBD pada pasien-pasien pediatri yang dirawat di Metro Manila, Filipina, dari
tahun 1999 hingga 2001.
pasien didata dan direkrut untuk ikut serta dalam penelitian dan setiap harinya
hingga pasien dipulangkan. Tanda dan gejala klinis, mencakup status gizi,
direkam pada formulir kasus. Hari penurunan suhu, atau dimulainya fase
defervescence ditetapkan sebagai hari 0.11 Satu hari sebelum dan satu hari setelah
penurunan suhu dilaporkan secara berturut-turut sebagai berikut: -2, -1, 0, +1, +2,
dan seterusnya.
Darah diambil pada hari pertama, ketiga, keempat, dan ketujuh selama
perawatan di rumah sakit. Hitung darah lengkap serial dilakukan hingga hari
pemulangan. Uji diagnostik untuk demam terdiri atas reaksi rantai polimerasetranskriptase reverse (RT-PCR) untuk flavivirus dan antibodi IgM untuk virus
dengue dengan pengujian imunosorbent terpaut enzim (ELISA)12,13 . Karena
sensitivitas diagnostik adalah 90-93% untuk pemeriksaan IgM dengan ELISA dan
80-100% untuk RT-PCR, sensitivitas diagnostik gabungan untuk RT-PCR dan
IgM ELISA menjadi lebih dari 90%.14-16
Semua kasus infeksi virus dengue yang telah dikonfirmasi dengan uji
diagnostik apapun dikelompokkan sebagai baik DD atau DBD berdasarkan
kriteria WHO.17 Kriteria diagnostik yang digunakan terdiri atas jumlah platelet
terendah kurang dari 100.000/l, adanya manifestasi perdarahan, dan peningkatan
hematokrit yang lebih dari 20% diatas rerata atau adanya efusi pleura atau asites.
Kasus-kasus DBD kemudian dinilai menjadi stadium I-IV. Sebuah foto polos
thoraks (tampilan posteroanterior) secara rutin dilakukan untuk mendeteksi efusi
pleura pada hari ketiga perawatan. Penatalaksanaan, yang mencakup cairan
intravena (IVF) dan plasma beku segar (FFP) diberikan kepada tiap pasien
berdasarkan panduan WHO,17 dan volume total IVF atau FFP yang diberikan
untuk tiap pasien dicatat.
Skor Koagulasi Intravaskular Diseminata (DIC). Untuk menilai adanya
DIC pada pasien, dilakukan penghitungan skor DIC untuk semua pasien yang
terdata dari September 2000 hingga Desember 2001. 18 Sistem penilaian DIC yang
digunakan disajikan pada tabel 1.
Tabel 1.
Skor Koagulasi Intravaskular Diseminata*
Komponen
Penyakit yang mendasari
Gejala Klinis
Manifestasi Perdarahan
Gejala viseral
Hasil Pemeriksaan
Kadar FDP serum (g/Ml)
Kadar platelet (x 104 /L)
protrombin
(dibadi
dengan
Hasil Pemeriksaan
Ya
Skor
1
Ya
Ya
1
1
40
20 hingga < 40
10 hingga <20
5
> 5 hingga 8
> 8 hingga 12
100
> 100 hingga 150
nilai 1.67
1.25 hingga <
1.67
3
2
1
3
2
1
2
1
2
1
protrombin (PT) (dibagi dengan nilai normal), dan produk degradasi fibrin (FDP).
Yang dimaksudkan dengan penyakit yang mendasari (poin 1) pada sistem
pemberian skor DIC untuk tujuan penelitian ini adalah infeksi virus dengue.
Konsentrasi fibrinogen dihitung dengan reagen Dadethrombin (Dade Behring, Inc,
Newark, DE), dan PT ditentukan dengan reagen Thromborel S (Dade Behring,
Inc). Darah yang tersitrasi digunakan untuk menentukan rasio PT dan kadar
fibrinogen. Konsentrasi FDP ditentukan dengan sarana peralatan yang tersedia
secara komersial (Eiken Chemical Co., Ltd, Jepang). Protokol penelitian telah
ditinjau dan disetujui oleh Dewan Peninjau Etik Institusional dari Pusat Kesehatan
St.Luke.
Analisis Statistik. Semua data dinyatakan sebagai rerata SD atau sebagai
frekuensi dan proporsi. Perbedaan data laboratorium antara pasien dengan DD dan
HASIL
Karakteristik Subjek. Dari 503 subjek yang diperiksa, sebanyak 359
(71.4%) subyek telah dikonfirmasi mengalami infeksi virus dengue: sebanyak 322
(89.7%) dikonfirmasi berdasarkan hasil IgM-Capture ELISA dan sebanyak 139
(38.7%) berdasarkan hasil RT-PCR. Sebanyak 102 (28.4%) subjek menunjukkan
hasil yang positif untuk kedua cara pengujian. Dari 359 kasus yang dikonfirmasi
dengan data laboratorium, sebanyak 239 (66.6%) kasus didiagnosis sebagai DD
dan 120 (33.4%) kasus didiagnosis sebagai DBD (Tabel 2). Empat puluh dua
pasien (23 dengan DD dan 19 dengan DBD) diikutsertakan ke dalam penelitian
pada tahun 1999, 75 (37 dengan DD dan 38 dengan DBD) pada tahun 2000, dan
242 (179 dengan DD dan 63 dengan DBD) pada tahun 2001. Proporsi DBD
berbeda pada tiap tahunnya (45.2% pada tahun 1999, 50.6% pada tahun 2000, dan
26.0% pada tahun 2001). Distribusi serotipe virus dengue secara berturut-turut
dengan urutan (DEN1, DEN2, DEN3, DEN4) yang ditentukan dengan RT-PCR
adalah (6, 1, 1, dan 1) pada tahun 1999, (7, 5, 0, dan 1) pada tahun 2000, dan (24,
84, 4, dan 0) pada tahun 2001. Reaksi yang positif ganda untuk dua serotipe pada
pemeriksaan RT-PCT terjadi pada 10 kasus untuk serotipe DEN 1 + 2, satu kasus
untuk serotipe DEN 1 + 3 dan DEN 1 + 4, dan tiga kasus untuk serotipe DEN 2 +
3. Suatu wabah penyakit dengue terjadi antara Juni dan Oktober 2001 (Gambar 1).
Kasus-kasus ini terutama terkait dengan DEN 2 dan DEN 1. Usia rerata semua
subjek adalah 9.8 tahun. Sehubungan dengan keparahan penyakit, 120 pasien yang
didiagnosis menderita DBD selanjutnya dikelompokkan sebagai berikut: DBD I
(n = 7), DBD II (n=110), DBD III (n=2), dan DBD IV (n=1). Meskipun terdapat
satu kasus kematian pada DBD stadium IV, sebagian besar pasien DBD tidak
dalam keadaan syok. Dari jumlah tersebut di atas, 57 (47.5%) kasus berkaitan
dengan efusi pleura.
Durasi lamanya perawatan di rumah sakit secara signifikan lebih lama pada
mereka dengan DBD dibandingkan mereka dengan DD (p < 0.001; Tabel 2).
Suatu peningkatan yang signifikan dalam hal nyeri abdomen ditemukan pada
kelompok DBD sebelum masuk rumah sakit (P=0.008) dan pada waktu masuk ke
rumah
sakit
(p=0.010),
dibandingkan
dengan
kelompok
DD.
Frekuensi
kegelisahan (p=0.012) dan epistaksis (p = 0.027) pada saat masuk rumah sakit
pada kelompok DBD juga secara signifikan lebih tinggi daripada kelompok DD.
Tidak terdapat perbedaan yang signifikan dalam hal status gizi antara kelompok
DD dan DBD menurut klasifikasi Pusat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit
(CDC).19
Tabel 2
Profil demografi dan klinis subjek
Parameter
Rerata usia (tahun) (SD)
Rasio pria:wanita
Jumlah hari demam sebelum MRS (SD)
Durasi dirawat di RS, jumlah hari, (SD)
Gejala sebelum MRS, jumlah/jumlah
total (%)
Nyeri abdomen
Epistaksis
Gejala pada saat MRS, jumlah/jumlah
total (%)
Kegelisahan
Epistaksis
Nyeri abdomen
Petekie
Perdarahan gusi
Hematemesis
Sesak napas
DD
(n=239)
9.9 (4.2)
1.49
3.4 (1.3)
4.4 (1.7)
DBD
(n=120)
9.8 (3.8)
1.50
3.5 (1.4)
5.6 (1.7)
Total
(n=359)
9.8 (4.0)
1.49
3.5 (1.3)
4.8 (1.8
76/238
(31.9)
46/233
(19.7)
55/119
(46.2)
23/
(19.3)
131/357
(36.7)
69/352
(19.6)
0.008
0/238 (0.0)
26/236
(11.0)
69/237
(29.1)
195/239
(81.6)
11/232 (4.7)
1/222 (0.5)
0/238 (0.0)
4/119 (3.4)
23/117
(19.7)
51/119
(42.9)
102/120
(85.0)
6/113 (5.3)
2/108 (1.9)
2/119 (1.7)
4/357 (1.1)
49/353
(13.9)
120/356
(33.7)
297/359
(82.7)
17/345 (4.9)
3/330 (0.9)
2/357 (0.6)
0.012
0.027
119
P
0.877
0.976
0.670
<
0.001
0.926
0.010
0.420
0.819
0.251
0.110
DBD
DD
Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Juni
Juli
Agst
Sept
O kt
Nov
Des
Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Juni
Juli
Agst
Sept
O kt
Nov
Des
Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Juni
Juli
Agst
Sept
O kt
Nov
Des
Gambar
Nilai prediksi positif untuk nyeri abdomen sebelum masuk ke rumah sakit
terhadap terjadinya DBD adalah 42.0% dan nilai prediksi negatifnya adalah
71.7%. Tepat pada saat masuk rumah sakit, nilai prediksi positif nyeri abdomen
terhadap terjadinya DBD adalah 42.5% dan nilai prediksi negatifnya adalah 71.2
persen, untuk gejala kegelisahan nilai prediksi positifnya adalah 100% dan nilai
prediksi negatifnya adalah 69.0% serta untuk gejala epistaksis, nilai prediksi
positifnya adalah 46.9% dan nilai prediksi negatifnya adalah 69.1%.
Data laboratorium. Meskipun jumlah sel darah putih (WBC) perifer semua
subjek umumnya dibawah kadar normal sebelum hari penurunan suhu, jumlah
WBC perifer secara signifikan lebih tinggi pada kelompok DBD dibandingkan
pada kelompok DD pada hari -1, 0, +1, +2, dan +3 sejak hari penurunan suhu
(gambar 2A). Fraksi limfosit pada jumlah WBC perifer juga secara signifikan
lebih tinggi pada kelompok DBD daripada kelompok DD dari hari -1 hingga +2
(Gambar 2B). Tidak terdapat perbedaan jumlah monosit, eosinofil dan basofil
absolut pada kedua kelompok. Data laboratorium juga mengonfirmasi bahwa
jumlah platelet secara signifikan lebih rendah pada kelompok DBD daripada
kelompok DD dari hari -3 hingga +3 (Gambar 2C). Kadar platelet terendah
tercatat pada hari +1 untuk kedua kelompok. Kadar platelet terendah (x 103/L)
adalah 113.8 58.3 pada kelompok DD dan 58.5 84.1 pada kelompok DBD,
secara berturut-turut. Hematokrit secara signifikan lebih tinggi pada kelompok
DBD dari hari -2 hingga +0 (Gambar 2D). Peningkatan maksimum hematokrit
secara signifikan lebih tinggi pada kelompok DBD (24.3 13.8%) dibandingkan
kelompok DD (11.4% 7.7%) (P < 0.001). Menariknya, suatu penurunan
hematokrit yang signifikan juga ditemukan pada kelompok DBD, dibandingkan
dengan kelompok DD pada hari +4. Selain akibat pergeseran cairan ke ruang
intravaskular saat terjadi pemulihan penyakit pada pasien DBD, temuan ini bisa
dipengaruhi oleh koreksi cairan intravena yang sebelunya telah diberikan. Oleh
karena itu, kami membandingkan volume total IVF atau FFP yang diberikan pada
tiap pasien saat masuk antara kelompok DD dan DBD. Volume total IVF yang
diberikan pada tiap pasien secara signifikan lebih tinggi pada kelompok DBD (
n=117, 3.265 1.560 Ml) daripada kelompok DD (n= 230, 2.687 1.216 Ml)
selama mereka tinggal di rumah sakit dalam penelitian ini ( p < 0.001).
Gambar 2. Perbandingan jumlah sel darah putih total (A), jumlah limfosit (B),
jumlah platelet (C), dan hematokrit (D) pada darah perifer antara pasien pediatri
dengan DD dan DBD. Jumlah kasus DD dan DBD diperlihatkan di bagian bawah
masing-masing gambar. Lingkaran yang berwarna putih tanpa isi menunjukkan
kasus DD dan kotak terisi warna hitam menunjukkan kasus DBD. Data
menggambarkan rerata SD. *P<0.05 berbanding pasien dengan DD. Tidak
terdapat perbedaan yang signifikan dalam hal FFP yang digunakan antara
kelompok DD ( n =11, 307 133 Ml) dan kelompok DBD (n=38.401 471 Ml).
FDP dan PT dengan tidak adanya perbedaan yang signifikan dalam skor ini antara
kedua kelompok. Akibatnya, frekuensi kasus-kasus dengan skor DIC 7 secara
signifikan lebih tinggi pada kelompok DBD dibandingkan dengan kelompok DD
(p< 0.001). Dari 17 kasus dengan skor DIC 7, sebanyak 13 subjek adalah pasien
DBD dan 4 subjek adalah pasien DD. Dari 13 kasus DBD, 11 pasien mengalami
DBD stadium II dan 1 pasien masing-masing mengalami DBD stadium I dan IV.
Hanya terdapat satu kematian, yaitu satu kasus DBD stadium IV, yang berkaitan
dengan peningkatan rasio PT yang sangat besar. Dua kasus DBD berkaitan
dengan peningkatan ringan rasio PT. Hanya 7 dari 17 kasus yang berkaitan
dengan peningkatan ringan FDP.
PEMBAHASAN
Temuan-temuan disini berfungsi untuk menunjukkan perbedaan gambaran
klinis dan laboratorium antara DD dan DBD selama masuk rumah sakit dibawah
penatalaksanaan yang sesuai dengan panduan WHO. Nyeri abdomen dan
epistaksis seringkali berkaitan dengan pasien-pasien DBD selama fase akut
penyakit dalam penelitian ini, meskipun penelitian sebelumnya melaporkan data
yang bertentangan mengenai data frekuensi nyeri abdomen dan manifestasi
perdarahan.5,6 Karena nyeri perut dan epistaksis juga ditemukan pada DD, nilai
diagnostik
Meskipun DBD membutuhkan waktu perawatan di rumah sakit yang lebih lama,
DD juga membutuhkan perawatan di rumah sakit yang lebih dari empat hari.
Temuan ini menunjukkan bahwa DD dan DBD memberikan beban yang cukup
besar pada sistem pelayanan kesehatan di Metro Manila, Filipina. Meskipun
etiologi nyeri abdomen pada penyakit akibat infeksi dengue masih tidak jelas,
Setiawan dan kawan-kawan melaporkan bahwa sebagian besar pasien pediatri
dengan DBD dan nyeri abdomen juga memiliki peningkatan kadar amilase atau
lipase serum dan pembesaran pankreas. 20 Penelitian lainnya melaporkan gastritis
hemoragik sebagai temuan yang paling sering dari gastroendoskopi pada pasienpasien dengan demam dengue di Taiwan. 21
10
Skor DD (n=163)
DBD (n=94) Total (n=257) P
Jumlah %
Jumlah %
Jumlah %
Skor Platelet
0
73
44.8 4
4.3 77
30.0 <0.001
1
39
23.9 15
16.0 54
21.0
2
30
18.4 18
19.1 48
18.7
3
21
14.1 12.
12.8 35
13.6
Skor klinis
0
23
14.1 12
12.8 35
13.6 0.762
1
140
85.9 82
87.2 222
86.4
Skor PT
0
160
98.2 90
95.7 250
97.3 0.327
1
3
1.8 3
3.2 6
2.3
2
9
5.5 14
14.9 23
8.9
Skor Fibrinogen 0
111
68.1 53
56.4 164
63.8 0.027
1
43
26.4 27
28.7 70
27.2
2
9
5.5 14
14.9 23
8.9
Skor FDP
0
132
81.0 72
76.6 204
79.4 0.403
1
31
19.0 22
23.4 53
20.6
Skor Total
<7
159
97.5 81
86.2 240
93.4 <0.001
7
4
2.5 13
13.8 17
6.6
DIC = Koagulasi intravaskular diseminata; DD = demam dengue, DBD = Demam
berdarah dengue, PT = waktu protrombin, FDP = Produk degradasi fibrin
Karena kami tidak dapat menetapkan alasan yang pasti untuk nyeri abdomen
dalam penelitian ini, penelitian lebih lanjut akan dibutuhkan. Sementara nyeri
abdomen atau epistaksis menghasilkan nilai prediksi positif yang rendah untuk
terjadinya DBD, kegelisahan berkaitan dengan tingginya nilai prediksi negatif.
Oleh karena itu, gejala yang jarang ini dapat digunakan sebagai prediktor DBD.
Data laboratorium kami mengonfirmasi peningkatan rerata jumlah WBC
dan limfosit total yang mendekati kadar normal di sekitar pada hari penurunan
suhu (gambar 2A dan B). Temuan ini bersesuaian dengan laporan-laporan
sebelumnya, meskipun pemeriksaan untuk limfosit atipikal tidak dilakukan. 22-24 .
Peningkatan hematokrit maksimum pada kelompok DBD lebih tinggi dari 20%,
dan secara signifikan lebih tinggi daripada mereka yang berada dalam kelompok
DD pada penelitian ini, yang mendukung definisi DBD menurut WHO.17
Peningkatan permeabilitas vaskular akan memungkinkan plasma mengalir ke
kompartemen intravaskular, yang menyebabkan syok hipovolemik. Penelitian ini
juga menujukkan bahwa volume IVF yang diberikan untuk mencegah syok
11
hipovolemi pada
kelompok
DBD
secara
signifikan
lebih
tinggi daripada
terhadap
257
pasien
dengan
infeksi
virus
dengue. 18
Meskipun
peningkatan
mengenai DBD.25,
peningkatan
fibrinolisis,
27, 28
waktu
yang
sesuai
dengan
temuan
sebelumnya
tromblopastin
penurunan
kadar
fibrinogen pada pasien dengan DD dan DBD. 29 Peneliti ini menyatakan bahwa
aktivasi
platelet,
bukan
koagulopati konsumtif,
kemungkinan
menyebabkan
12
gejala klinis, seperti kegelisahan, epistaksis dan nyeri abdomen antara pasien
dengan DD dan DBD. Pemberian IVF dengan penambahan jumlah volume selama
periode peningkatan permeabilitas vaskular, saat terdapat gambaran patofisiologis
tipikal DBD pada 2-3 hari setelah penurunan suhu, dapat mencegah sindroma
syok dengue. Jumlah platelet yang sangat rendah dan peningkatan fibrinolisis
pada darah perifer ditemukan pada kelompok DBD saat dibandingkan dengan
kelompok DD. Kelainan koagulasi pada sebagian besar pasien melibatkan
kombinasi trombositopenia dan peningkatan fibrinolisis, namun tidak merupakan
DIC klasik.
13