Вы находитесь на странице: 1из 10

MENYINGKAP HARAPAN BARU POTENSI CEKUNGAN

MINYAK DAN GAS BUMI


DI CEKUNGAN AKIMEUGAH PAPUA
Sebagai salah satu Negara kepulauan terbesar di bumi ini, Negara Indonesia
sebenarnya memiliki cekungan sedimen yang potensial dan kemungkinan besar
mengandung hidrokarbon, terutama minyak dan gas bumi. Penelitian geologi dan
geofisika yang telah dilakukan oleh para ilmuwan kebumian baik dari luar negeri
maupun ilmuwan tuan rumah telah mengidentifikasi bahwa di Indonesia terdapat
sekitar 60 cekungan sedimen tersier tersebar di seluruh Indonesia. Di mana 70 persen
terletak di lepas pantai dan lebih dari setengahnya berada di laut dalam (deep water).
Sementara hasil penelitian BPPT pada 1998 dari 60 cekungan minyak yang
terkandung di dalam perut bumi Indonesia, sekitar 70 persen atau sekitar 40 cekungan
terdapat di laut. Dari 40 cekungan, 10 di antaranya telah diteliti secara intensif, 11
diteliti sebagian, sedangkan 29 belum terjamah. Diperkirakan 40 cekungan tersebut
berpotensi menghasilkan 106,2 miliar barel setara minyak. Namun, baru 16,7 miliar
barel yang diketahui pasti, 7,5 miliar barel di antaranya sudah dieksploitasi. Sisanya
sebesar 89,5 miliar barel berupa kekayaan yang belum terjamah, dengan cadangan
diperkirakan 57,3 miliar barel di lepas pantai, dan lebih dari separuhnya atau sekitar
32,8 miliar barel terdapat di laut dalam.
Sementara untuk sumber daya gas bumi, cadangan yang dimiliki Indonesia
sampai 1998 mencapai 136,5 triliun kaki kubik (TKK). Cadangan ini mengalami
kenaikan bila dibandingkan pada 1955 yang hanya sebesar 123,6 TKK. Sementara
potensi kekayaan tambang di dasar laut, seperti aluminium, mangan, tembaga,
zirconium, nikel, kobalt, biji besi non titanium, vanadium, dan sebagainya, yang
sampai sekarang belum teridentifikasi masih memerlukan teknologi maju untuk
mengembangkan potensi tersebut.

Mantan Dirjen Migas Kementerian ESDM, A Edy Hermantoro mengemukakan,


saat ini telah ditandatangani 71 kontrak kerja sama migas di laut dalam. Sebanyak
empat lapangan laut dalam telah disetujui rencana pengembangan lapangan (PoD I)
oleh pemerintah dan menjadi andalan produksi di masa depan. (Dikutip dari majalah
maritime edisi 11 tahun 2014).
Tetapi dalam tahun - tahun terakhir ini Indonesia dihadapkan dengan
permasalahan bahwa cadangan dan produksi minyak bumi semakin menurun.
Produksinya tidak mampu mencapai 1000 juta barel per hari, bahkan di bawah 900
ribu barel per hari. Dikarenakan cekungan-cekungan produktif yang ada di Indonesia
bagian barat sudah semakin menurun cadangannya, sementara untuk cekungancekungan di tapal batas (frontier) Indonesia bagian timur sebagian besar masih belum
banyak disentuh. Hal tersebut dikarenakan untuk kesampaian daerah di Indonesia
bagian timur jauh lebih sulit, sehingga untuk mencapainya diperlukan modal yang
sangat tinggi, belum lagi kalau sumur yang dibor tidak berprospek sesuai dengan
praduga awal.
Cadangan minyak bumi Indonesia saat ini hanya sekitar 3,6 miliar barel, sangat
jauh bila dibandingkan dengan Venezuela yang jumlah cadangannya mencapai 300
miliar barel. Apabila setiap hari diproduksikan sebanyak 800 900 barel, dan tidak
ada penemuan cadangan yang baru, maka dalam 12 tahun kedepan cadangan minyak
bumi Indonesia akan habis (Rubiandini, 2013). Hal ini sangat memprihatinkan,
ditambah lagi dengan kegiatan eksplorasi migas yang cenderung lambat. Selama 21
tahun kegiatan eksplorasi migas, dari tahun 1985 ke 2006 hanya ada tambahan dua
cekungan berproduksi (Sengkang dan Banggai) dan lima cekungan baru dibor
(Satyana, 2006).
Meskipun demikian tentunya masih ada harapan yang sangat besar untuk bisa
mengeksplorasi sekaligus mengeksploitasi cegungan migas di Indonesia bagian timur.
Di Indonesia timur sendiri khususnya di papua, ada suatu cekungan yang
berpotensi besar memiliki kandungan minyak dan gas bumi. Nama cekungan tersebut
adalah cekungan Akimeugah. Dengan kandungan sumber daya minyak bumi sebesar
2

22,70 BBO dan sumber daya gas bumi sebesar 28,92 TCF (Badan Geologi, 2012).
Pada pemboran beberapa sumur di cekungan ini ditemukan adanya kenampakan
minyak dan gas bumi. Bahkan pada Sumur Cross Catalina-1 ditemukan adanya
kolom minyak bumi setebal 50,8 meter, akan tetapi batuan reservoirnya memiliki
porositas yang ketat. Hingga saat ini akumulasi minyak dan gas bumi yang besar
belum ditemukan pada Cekungan ini (Badan Geologi, 2012).

Gambar 1. Peta indeks Cekungan Akimeugah (Badan Geologi, 2009).

Cekungan Akimeugah terletak di paling timur selatan Provinsi Papua.


Cekungan ini berasosiasi dengan Cekungan Papua di Negara Papua Nugini (PNG)
yang sudah menghasilkan minyak dan gas bumi, serta berasosiasi dengan cekungancekungan di Australia yang sudah berproduksi hidrokarbon, seperti Cekungan
Carnavon, Cekungan Bonaparte, dan Cekungan Canning pada bagian selatan bawah
papua (menuju ke Australia).
Pembentukan Cekungan Akimeugah
Cekungan Akimeugah ini berkembang sejak zaman Pra-Tersier hingga Tersier,
dan diklasifikasikan sebagai cekungan foreland yang telah mengalami rifting.
Foreland basin pada cekungan ini analogi terbentuknya sebagai hasil tanggapan
litosfir terhadap beban pada sabuk anjakan. Litosfir akan melengkung dan amblas
akibat beban baru yang diletakkan di atas litosfir itu melalui proses pensesaran naik.
Subsidensi tidak sama di setiap empat. Subsidensi paling tinggi terjadi pada pusat
beban. Sedimen pengisi cekungan ini memiliki ciri khas, yaitu bentuknya
membaji, dimana ketebalan sedimen bertambah ke arah sabuk anjakan. Lebar
cekungan ini sebanding dengan ketegaran litosfir yang ada

di bawah sabuk

anjakan, sedangkan kedalamannya sebanding dengan besarnya beban. Bagian


timur kedua cekungan sedimen ini terletak di daerah perbatasan dengan PNG.

Gambar 2. Ilustrasi skematik dari elemen fundamental suatu sistem cekungan foreland-orogen:
orogen kompresional dan sabuk thrust serta cekungan foreland yang dimana erosi, transport sedimen, dan
pengendapan terjadi. Cekungan ini dapat terisi dengan intensitas berbeda-beda di sepanjang zona strike
tergantung pada masa relatif dari influx yang masuk ke zona orogen, denudasi dan sedimentasi oleh proses
permukaan, kompensasi isostatik, dan perubahan eustatik muka laut.(Johnson, D. D., dan C. Beaumont,
1995, Prelimenary result from a planform kinematic model of orogen evolution, surface processes and
development of clastic foreland basin statigraphy, dalam Dorobek, S. L., dan G. M. Ross(eds.),
Stratigraphic evolution of foreland basin: SEPM Spec. Publ. 52, Gambar 1, Hal. 4)

Petroleum System di Cekungan Akimeugah


Cekungan Akimeugah ini adalah salah satu cekungan di Indonesia bagian timur
yang berkembang mulai dari masa Paleozoikum sampai dengan masa Tersier. Di
cekungan ini bisa dijumpai dan ditemukan beberapa formasi yang berfungsi sebagai
batuan induk (source rock) hidrokarbon (minyak dan gas bumi), yakni anatara
lain Formasi Tipuma, Formasi Aiduna, Formasi Piniya, batulumpur pada Formasi
Woniwogi, dan Formasi Buru.
Kemudian litologi yang berpotensi sebagai batuan reservoir yakni antara lain
terdiri atas batupasir pada Formasi Kopai, Formasi Woniwogi, Formasi Ekmai, dan
batugamping pada Formasi Waripi dan Batugamping Yawee, sedangkan batuan yang

berfungsi sebagai batuan tudung atau dijumpai pada satuan-satuan berbutir halus,
seperti batulumpur pada Formasi Kopai dan Formasi Piniya.
Sistem petroleum yang bekerja pada Cekungan Akimeugah terdapat pada Grup
Kembelangan yang berumur Mesozoikum. Grup Kembelangan terdiri atas empat
formasi, yaitu: Formasi Kopai, Formasi Woniwogi, Formasi Piniya, dan Formasi
Ekmai. Formasi Kopai merupakan batuan sumber dengan tipe kerogen II dan III, Ro
lebih besar dari 0.6 %, dan TOC berkisar antara 1 10 % pada Paparan Sahul.
Formasi Woniwogi merupakan batuan reservoir dengan porositas berkisar antara 12
14 % dengan permeabilitas antara 200 500 mD (Meizarwin, 2003). Formasi Piniya
merupakan batuan tudung yang tersusun oleh batulempung dengan ketebalan
mencapai 900 meter (Panggabean dan Hakim, 1986). Formasi Ekmai merupakan
batuan reservoir pada Lapangan Bayu Undan, akan tetapi pada Cekungan
Akimeugah batuan ini bukan merupakan batuan reservoir yang bagus.

Gambar 2. Kolomstratigrafi Cekungan Akimeugah yang menggambarkan keberadaan batuan


induk, batuan waduk, dan batuan tudung minyak dan gas bumi (Panggabean dan Hakim, 1986).

Sampai saat ini keberadaan formasi-formasi yang ada Cekungan Akimeugah


yang dapat berperan sebagai batuan induk atau sorce rock yakni batuan batupasir
pada Formasi Kopai, Formasi Woniwogi, Formasi Ekmai, dan batugamping pada
Formasi Waripi dan Batugamping Yawee. Batuan seal, dan batuan tudung di
Cekungan Sah Akimeugahul belum banyak terungkap. Namun, jika kita melihat
posisi Cekungan Sahul yang sama-sama terletak di Paparan Arafura Papua seperti
halnya Cekungan Akimeugah, diperkirakan stratigrafinya tidak jauh berbeda,
demikian pula dengan sistem migasnya. Di samping keberadaan batuan induk, batuan
waduk, dan batuan tudung, di daerah Papua juga dijumpai struktur antiklin dan ramp
anticline (Panggabean dan Hakim, 1986) yang besar potensinya sebagai perangkap
struktral hidrokarbon.

Gambar 3. Peta wilayah penyebaran lokasi ladang gas dan minyak bumi.

Australia dan Papua New Guinea telah memproduksikan


minyak dan gas bumi dari sistem cekungan yang sama yaitu
cekungan foreland, batuan reservoir yang sama yaitu batupasir
yang berumur Jura Tengah Kapur, dan boleh disimpulkan sistem
petroleum yang sama. Cadangan minyak dan gas bumi Indonesia
yang semakin menurun merupakan tanggung jawab bersama,
apalagi geologist merupakan kunci untuk menemukan potensi
tersebut. Dengan konsep baru, data yang lebih lengkap, dan
interpretasi yang lebih mendalam terhadap data yang ada, maka
potensi cadangan minyak dan gas bumi di Cekungan Akimeugah
dapat ditemukan. Harapan minyak dan gas bumi itu ada di Timur
Indonesia, tepatnya di Cekungan Akimeugah Pulau Papua.
Sehingga

walaupun

cekungan

pada

tempat

ini

belum

diekploitasi, jika dilihat dari korelasi dengan daerah di sekitarnya

yakni pada papua new guinea (PNG) yang sama litostratigrafiya.


Maka dapat diperkirakan bahwasanya cekungan ini memiliki potensi
sumber

daya

minyak

dan

gas

bumi

yang

lumayan

besar

cadangannya. Sehinnga nantinya bila tahun - tahun yang akan


datang bila cekungan di Indonesia bagian barat mulai akan atau
sudah habis maka cekungan Akimeugah bisa dimanfaatkan guna
memenuhi kebutuhan bahan bakar minyak (BBM) di Indonesia.
kendala - kendala eksplorasi di cekungan Indonesia timur antara
lain Biaya yang diperlukan untuk mengeksplorasi laut dalam lebih
besar dibandingkan di darat. Selain itu, sumber daya manusianya
juga lebih sedikit karena itu membutuhkan keahlian yang lebih
spesifik dan ketersediaan teknologi untuk melakukan pengeboran di
laut dalam. Maka dari itu sembari masih focus untuk pengeboran di
Indonesia bagian barat, maka kendala - kendala untuk beralih
eksplorasi di wilayah timur bisa dipersiapkan. Sehingga pada
akhirnya Indonesia bisa madiri energy melalui ketahanan energy di
negeri ini.

DAFTARA PUSTAKA
Abdurahman, Oman.2012. Cekungan Akimeugah dan Sahul Harapan Baru
Penemuan Migas. Geomagz vol. 2 no. 3, september 2012.
http://geomagz.geologi.esdm.go.id/cekungan-akimeugah-dan-sahul-harapan-barupenemuan-migas/ (Diakses pada tanggal 29 mei 2016 pukul 20.00 WIB)
http://geostudyustjpapua.blogspot.co.id/2015/04/bacaan-migas-papua.html

(Diakses

pada tanggal 29 mei 2016 pukul 20.00 WIB)


http://maritimemagz.com/eksplorasi-minyak-dan-gas-indonesia-timur-banyakkendala/ (Diakses pada tanggal 29 mei 2016 pukul 20.00 WIB)
https://ghozaliq.com/2015/01/25/minyak-bumi/ (Diakses pada tanggal 29 mei 2016
pukul 20.00 WIB)

10

Вам также может понравиться