Вы находитесь на странице: 1из 28

3.

Gagal Jantung Kongestif

3.2.1

Definisi
Gagal jantung kongestif adalah keadaan patofisiologis berupa kelainan fungsi

jantung, sehingga jantung tidak mampu memompa darah untuk memenuhi kebutuhan
metabolisme jaringan atau kemampuannya hanya ada jika disertai dengan peninggian
volume diastolik secara abnormal. Gagal jantung kongestif biasanya disertai dengan
kegagalan pada jantung kiri dan jantung kanan.

3.2.2

Etiologi
Gagal jantung adalah komplikasi tersering dan segala jenis penyakit jantung

kongenital maupun didapat. Mekanisme fisiologis yang menyebabkan gagal jantung


meliputi keadaan-keadaan yang (1) meningkatkan beban awal, (2) meningkatkan
beban akhir, atau (3) menurunkan kontraktilitas miokardium. Keadaan-keadaan yang
meningkatkan beban awal meliputi regurgitasi aorta, dan cacat septum ventrikel; dan
beban akhir meningkat pada keadaan-keadaan seperti stenosis aorta dan hipertensi
sistemik. Kontraktilitas miokardium dapat menurun pada infark miokardium dan
kardiomiopati. Selain ketiga mekanisme fisiologis yang menyebabkan gagal jantung,
terdapat faktor-faktor fisiologis lain yang dapat menyebabkan jantung gagal bekerja
sebagai pompa. Faktor-faktor yang mengganggu pengisian ventrikel (misal, stenosis
katup atrioventrikularis) dapat menyebabkan gagal jantung. Keadaan-keadaan seperti
perikarditis konstriktif dan tamponade jantung mengakibatkan gagal jantung melalui
kombinasi beberapa efek seperti gangguan pada pengisian ventrikel dan ejeksi

ventrikel. Dengan demikian jelas sekali bahwa tidak ada satupun mekanisme
fisiologik atau kombinasi berbagai mekanisme yang bertanggungjawab atas
terjadinya gagal jantung; efektivitas jantung sebagai pompa dapat dipengaruhi oleh
berbagai gangguan patofisiologis. Penelitian terbaru menekankan pada peranan TNF
dalam perkembangan gagal jantung. Jantung normal tidak menghasilkan TNF; namun
jantung mengalami kegagalan menghasilkan TNF dalam jumlah banyak Demikian
juga, tidak satupun penjelasan biokimiawi yang diketahui berperan dalam mekanisme
dasar terjadinya gagal jantung. Kelainan yang mengakibatkan gangguan kontraktilitas
miokardium juga tidak diketahui. Diperkirakan penyebabnya adalah kelainan
hantaran kalsium dalam sarkomer, atau dalam sintesis atau fungsi protein kontraktil
Faktor-faktor yang dapat memicu terjadinya gagal jantung melalui penekanan
sirkulasi yang mendadak dapat berupa (1) disritmia, (2) infeksi sistemik dan infeksi
paru-paru, dan (3) emboli paru. Disritmia akan mengganggu fungsi mekanis jantung
dengan mengubah rangsangan listrik yang memulai respons mekanis; respons
mekanis yang sinkron dan efektif tidak akan dihasilkan tanpa adanya ritme jantung
yang stabil. Respons tubuh terhadap infeksi akan memaksa jantung untuk memenuhi
kebutuhan metabolisme tubuh yang meningkat. Emboli paru secara mendadak akan
meningkatkan resistensi terhadap ejeksi ventrikel kanan, memicu terjadinya gagal
jantung kanan. Penanganan gagal jantung yang efektif membutuhkan pengenalan dan
penanganan tidak saja terhadap mekanisme fisiologis penyakit yang mendasari, tetapi
juga terhadap faktor-faktor yang memicu terjadinya gagal jantung.
3.1.3

Tipe-tipe Gagal Jantung

1.

Gagal jantung Sistolik dan Diastolik


Kedua jens ini terjadi secara tumpang tindih dan sulit dibedakan dari
pemeriksaan fisik, foto thoraks atau EKG dan hanya dapat dibedakan denga
Echocardiography. Gagal jantung sistolik adalah ketidakmampuan kontraksi
jantung memompa sehingga curah jantung menurun dan menyababkan
kelemahan, kemampuan aktivitas fisik menurun dan gejala hipoperfusi
lainnya.
Gagal jantung diastolik adalah gangguan relaksasi dan gangguan pengisian
ventrikel. Gagal jantung diastolk didefinisikan sebagai gagal jantung dengan
fraksi ejeksi lebih dari 50%. Ada 3 macam gangguan fungsi diastolik:
gangguan relaksasi, pseudonormal dan tipe restriktif.

2.

Low Output dan High Output Heart Failure


Low output heart failure disebabkan oleh hipertensi, kardiomiopati dilatasi,
kelainan katup dan perikard. High output heart failure ditemukan pada
penurunan resistensi vaskular sistemik seperti hipertiroidisme, anemia,
kehamilan, fistula A V, beri-beri, dan Penyakit Paget. Secara praktis, kedua
kelainan ini tidak dapat dibedakan.

3.

Gagal Jantung Kiri dan Kanan


Gagal jantung kiri akibat kelemahan ventrikel, meningkatkan tekanan vena
pulmonalis dan paru menyebabkan pasien sesak napas dan orthopnea. Gagal
jantung kanan terjadi kalau kelainannya melemahkan ventrikel kanan seperti
pada hipertensi pulmonal primer/sekunder, tromboemboli paru kronik

sehingga terjadi kongesti vena sistemik yang menyebabkan edema perifer,


hepatomegali, dan distensi vena jugularis. Tetapi karena perubahan biokimia
gagal jantung terjadi pada miokard ke-2 ventrikel, maka retensi cairan pada
gagal jantung yang sudah berlangsung bulanan atau tahun tidak lagi berbeda.
4.

Gagal Jantung Akut dan Kronik


Contoh gagal jantung akut adalah robekan daun katup secara tiba-tiba akibat
endokarditis, trauma, atau infark miokard luas. Curah jantung yang menurun
secara tiba-tiba menyebabkan penurunan tekanan darah tanpa disertai edema
perifer. Contoh gagal jantung kronik adalah kardiomiopati dilatasi atau
kelainan multivalvular yang terjadi secara perlahan-lahan. Kongesti perifer
sangat menyolok, namun tekanan darah masih terpelihara dengan baik.
Curah jantung yang kurang memadai, juga disebut forward failure, hampir
selalu disertai peningkatan kongesti/ bendungan di sirkulasi vena (backward
failure), karena ventrikel yang lemah tidak mampu memompa darah dalam
jumlah normal, hal ini menyebabkan peningkatan volume darah di ventrikel
pada waktu diastol, peningkatan tekanan diastolik akhir di dalam jantung dan
akhirnya peningkatan tekanan vena . Gagal jantung kongestif mungkin
mengenai sisi kiri dan kanan jantung atau seluruh rongga jantung.

3.1.4

Patofisiologi

A.

Mekanisme Dasar
Kelainan intrinsik pada kontraktilitas miokardium yang khas pada gagal

jantung akibat penyakit jantung iskemik, mengganggu kemampuan pengosongan


ventrikel yang efektif. Kontraktilitas ventrikel kiri yang menurun mengurangi volume
sekuncup, dan meningkatkan volume residu ventrikel. Dengan meningkatnya EDV
(volume akhir diastolik) ventrikel, terjadi peningkatan tekanan akhir diastolik
ventrikel kiri (LVEDP). Derajat peningkatan tekanan bergantung pada kelenturan
ventrikel. Dengan meningkatnya LVDEP, terjadi pula peningkatan tekanan atrium kiri
(LAP) karena atrium dan ventrikel berhubungan langsung selama diastol.
Peningkatan LAP diteruskan ke belakang ke dalam pembuluh darah paru- paru,
meningkatkan tekanan kapiler dan vena paru-paru. Apabila tekanan hidrostatik
anyaman kapiler paru-paru melebihi tekanan onkotik pembuluh darah, akan terjadi
transudasi cairan ke dalam interstisial. Jika kecepatan transudasi cairan melebihi
kecepatan drainase limfatik, akan terjadi edema interstisial. Peningkatan tekanan
lebih lanjut dapat mengakibatkan cairan merembes ke dalam alveoli dan terjadilah
edema paru. Tekanan arteri paru- paru dapat meningkat akibat peningkatan kronis
tekanan vena paru. Hipertensi pulmonalis meningkatkan tahanan terhadap ejeksi
ventrikel kanan. Serangkaian kejadian seperti yang terjadi pada jantung kiri, juga
akan terjadi pada jantung kanan yang akhirnya akan menyebabkan edema dan
kongesti sistemik. Perkembangan dari edema dan kongesti sistemik atau paru dapat
diperberat oleh regurgitasi fungsional dan katup-katup trikuspidalis atau mitralis
secara bergantian. Regurgitasi fungsional dapat disebabkan oleh dilatasi anulus katup

atroventrikularis, atau perubahan orientasi otot papilaris dan korda tendinae akibat
dilatasi ruang.
B.

Mekanisme Kompensasi Pada Gagal Jantung

Bila curah jantung karena suatu keadaan menjadi tidak cukup untuk memenuhi
kebutuhan metabolisme tubuh, maka jantung akan memakai mekanisme kompensasi.
Mekanisme kompensasi ini sebenarnya sudah dan selalu dipakai untuk mengatasi
beban kerja ataupun pada saat menderita sakit. Bila mekanisme ini telah secara
maksimal digunakan dan curah jantung tetap tidak cukup maka barulah timbul gejala
gagal jantung. Mekanisme kompensasi ini terdiri dari beberapa macam dan bekerja
secara bersamaan serta saling mempengaruhi, sehingga secara klinis tidak dapat
dipisah-pisahkan secara jelas. Dengan demikian diupayakan memelihara tekanan
darah yang masih memadai untuk perfusi alat-alat vital.Mekanisme ini mencakup: 1)
Mekanisme Frank-Starling, 2) pertumbuhan hipertrofi venatrikel, dan 3) aktifasi
neurohormonal.
1.

Mekanisme Frank Starling


Gagal jantung akibat penurunan kontrak tilitas ventrikel kiri menyebabkan
pergeseran kurva penampilan ventrikel ke bawah. Karena itu, pada setiap
beban awal, isi sekuncup menurun dibandingkan dengan normal dan setiap
kenaikan isi sekuncup pada gagal jantung menuntut kenaikan volume akhir
diastolik lebih tinggi dibandingkan normal. Penurunan isi sekuncup
mengakibatkan pengosongan ruang yang tidak sempurna sewaktu jantung
berkontraksi; sehingga volume darah yang menumpuk dalam ventrikel semata

diastol lebih tinggi dibandingkan normal. Hal ini bekerja sebagai mekanisme
kompensasi karena kenaikan beban awal (atau volume akhir diastolik)
merangsang isi sekuncup yang lebih besar pada kontraksi berikutnya, yang
membantu mengosongkan ventrikel kiri yang membesar.
2.

Hipertrofi Ventrikel
Pada gagal jantung, stres pada dinding ventrikel bisa meningkat baik akibat
dilatasi (peningkatan radius ruang) atau beban akhir yang tinggi (misalnya
pada stenosis aortik atau hipertensi yang tidak terkendali). Peninggian stres
terhadap dinding ventrikel yang terus menerus merangsang pertumbuhan
hipertrofi ventrikel dan kenaikan massa ventrikel. Peningkatan ketebalan
dinding ventrikel adalah suatu mekanisme kompensasi yang berfungsi untuk
mengurangi stres dinding (ingat bahwa ketebalan dinding adalah faktor
pembagi pada rumus stres dinding), dan peningkatan massa serabut otot
membantu memelihara kekuatan kontraksi ventrikel. Meskipun demikian,
mekanisme kompensasi ini harus diikuti oleh tekanan diastolik ventrikel yang
lebih tinggi dari normal dengan demikian tekanan atrium kiri juga meningkat,
akibat peninggian kekakuan dinding yang mengalami hipertrofi. Pola
hipertrofi yang berkembang bergantung pada apakah beban yang di hadapi
bersifat kelebihan beban volume atau, tekanan yang kronis. Dilatasi ruang
yang kronis akibat kelebihan volume, misalnya pada regurgitasi mitral atau
aorta yang menahun, mengakibatkan sintesis sarkomer-sarkomer baru Secara
seri dengan sarkomer yang lama. Akibatnya radius ruang ventrikel membesar

dan ini berkembang sebanding dengan peningkatan ketebalan dinding. Hal ini
disebut hipertrofi eksentrik. Kelebihan tekanan yang kronis, misalnya pada
hipertensi atau stenosis aortik, mengakibatkan sintesis sarkomer-sarkomer
baru yang berjalan sejajar dengan sarkomer lama, sehingga terjadilah
hipertrofi konsentrik, dimana tebal dinding meningkat tanpa adanya dilatasi
ruang. Dengan demikian stress dinding bisa dikurangi secara bermakna.
3.

Aktifasi neurohormonal
Perangsangan neurohormonal merupakan mekanisme kompensasi yang
mencakup sistim syaraf adrenergik, sistim renin-angiotensin, peningkatan
produksi hormon antidiuretik, semua sebagai jawaban terhadap penurunan
curah jantung. Semua mekanisme ini berguna untuk meningkatkan tahanan
pembuluh sistemik, sehingga mengurangi setiap penurunan tekanan darah
(ingat rumus tekanan darah - curah jantung x tahanan perifer total).
Selanjutnya semua ini menyebabkan retensi garam dan air, yang pada awalnya
bermanfaat meningkatkan volume intravaskuler dan beban awal ventrikel kiri,
sehingga memaksimalkan isi sekuncup melalui mekanisme Frank Starling.
Segi negatif aktifasi neurohormonal yang berlebih adalah seringnya terjadi
akibat yang jelek pada jantung yang sudah payah.

C.

Sistem syaraf adrenergik


Penurunan curah jantung pada gagal jantung dirasakan oleh reseptor- reseptor

di sinus karotis dan arkus aorta sebagai suatu penurunan porfusi. Reseptor-reseptor
ini lalu mengurangi laju pelepasan rangsang sebanding dengan penurunan tekanan

darah. Sinyalnya dihantarkan melalui syaraf kranial ke IX dan X ke pusat


pengendalian kardiovaskuler di medula. Sebagai akibatnya arus simpatis ke jantung
dan sirkulasi perifer meningkat, dan tonus parasimpatis berkurang. Ada tiga hal yang
segeraterjadi:1) peningkatan laju debar jantung,2) peningkatan kontraktilitas
ventrikel, dan 3) vasokonstriksi akibat stimulasi reseptor-resep\ tor alfa pada venavena dan arteri sistemik. Peninggian laju debar jantung dan kontraktilitas ventrikel
secara langsung meningkatkan curah jantung. Vasokonstriksi pada sirkulasi vena dan
arteri juga bermanfaat pada awalnya.
Konstriksi vena mengakibatkan peningkatan aliran balik darah ke jantung,
sehingga meningkatkan beban awal dan meningkatkan isi sekuncup melalui
mekanisme Frank Starling, bila jantung bekerja pada bagian yang menaik pada kurva
penampilan ventrikel. Konstriksi arteriolar pada gagal jantung meningkatkan tahanan
pembuluh perifer Sehingga membantu memelihara tekanan darah. Adanya distribusi
regional reseptor-reseptor alfa sedemikian rupa menyebabkan aliran darah di
redistribusi ke alat-alat vital (jantung dan otak) dan dikurangi ke kulit, organ- organ
splanknik dan ginjal.
D. Sistem Renin Angiotensin
Sistem ini diaktifasi pada gagal jantung. Rangsang untuk mensekresi renin
dan sel-sel jukstaglomerular mencakup : 1) penurunan perfusi arteri renalis
sehubungan dengan curah jantung yang rendah, dan 2) rangsang langsung terhadap
reseptor-reseptor B2 jukstaglomerular oleh sistem syaraf adrenergik yang teraktifasi.
Renin bekerja pada angiotensiogen dalam sirkulasi, menjadi angiotensin I, yang

kemudian diubah dengan cepat oleh ensim pengubah angiotensin (ACE) menjadi
angiotensin II (All), suatu vasokonstriktor yang kuat.
Peningkatan kadar All berperan meningkatkan tahanan perifer total dan
memelihara tekanan darah sistemik. Angiotensin II juga bekerja meningkatkan
volume intravaskuler melalul dua mekanisme yaitu di hipotalamus merangsang rasa
haus dan akibatnya meningkatkan pemasukan cairan, dan bekerja pada korteks
adrenal untuk meningkatkan sekresialdosteron. Aldosteron meningkatkan resorpsi
natrium dan tubuh distal ke dalam sirkulasi. Kenaikan volume intravaskuler lalu
meningkatkan beban awal dan karenanya meningkatkan curah jantung melalui
mekanisme Frank Starling Hormon
E.

Antidiuretlk
Pada gagal jantung, sekresi hormon ini oleh kelenjar hipofisis posterior -

meningkat, mungkin diantarai oleh rangsang terhadap baroreseptor di arteri dan


atrium kiri, serta oleh kadar All yang meningkat dalam sirkulasi. Hormon antidiuretik
berperan meningkatkan volume intravaskuler karena ia meningkatkan retensi cairan
melalui nefron distal. Kenaikan cairan intravaskuler inilah yang meningkatkan beban
awal ventrikel kiri dan curah jantung. Meskipun ketiga mekanisme kompensasi
neurohormonaI yang sudah diuraikan diatas pada awalnya bisa bermanfaat, pada
akhirnya membuat keadaan menjadi buruk. Peningkatan volume sirkulasi dan aliran
balik vena ke Jantung bisa memperburuk bendungan pada vaskuler paru sehingga
memperberat keluhan-keluhan akibat kongesti paru. Peninggian tahanan arteriol

meningkatkan beban akhir dinama jantung yang sudah payah harus berinteraksi,
sehingga pada akhirnya isi sekuncup dan curah jantung menjadi lebih berkurang.
memperlunak mekanisme kompensasi neurohormonal ini.
F.

Peptida natrluretik atrium (atrial natriuretic peptide)


Ini adalah suatu hormon kontraregutasi yang disekresi oleh atrium sebagai

respon terhadap peninggian tekanan intrakardiak. Kerjanya terutama berlawanan


dengan hormon-hormon lain yang diaktifasi dalam keadaan gaga jantung, sehingga
mensekresi natrium dan air, menimbulkan vasodilatasi, inhibisi sekresi renin, dan
mempunyai sifat antagonis terhadap efek All pada vasopresin dan sekresi aldosteron.
Meskipun kadar peptida ini dalam plasma meninggi, efeknya dapat ditumpulkan oleh
berkurangnya respon organ-akhir (misalnya ginjal).
3.2.5

Manifestasi Klinik
Manifestasi klinik gagal jantung harus dipertimbangkan relatif terhadap

derajat latihan fisik yang menyebabkan timbulnya gejala. Pada awalnya, secara khas
gejala hanya muncul saat beraktivitas fisik, tetapi dengan bertambah beratnya gagal
jantung, toleransi terhadap latihan semakin menurun dan gejala-gejala muncul lebih
awal dengan aktivitas yang lebih ringan.
Gejala-gejala dari gagal jantung kongestif bervariasi diantara individu sesuai
dengan sistem organ yang terlibat dan juga tergantung pada derajat penyakit.
1.

Gejala awal dari gagal jantung kongestif adalah kelelahan. Meskipun


kelelahan adalah gejala yang umum dari gagal jantung kongestif, tetapi gejala
kelelahan merupakan gejala yang tidak spesifik yang mungkin disebabkan

oleh banyak kondisi-kondisi lain. Kemampuan seseorang untuk berolahraga


juga berkurang. Beberapa pasien bahkan tidak merasakan keluhan ini dan
mereka tanpa sadar membatasi aktivitas fisik mereka untuk memenuhi
kebutuhan oksigen.
2.

Dispnea, atau perasaan sulit bernapas adalah manifestasi gagal jantung yang
paling umum. Dispnea disebabkan oleh meningkatnya kerja pernapasan akibat
kongesti vaskular paru yang mengurangi kelenturan paru.meningkatnya
tahanan aliran udara juga menimbulkan dispnea. Seperti juga spektrum
kongesti paru yang berkisar dari kongesti vena paru sampai edema interstisial
dan akhirnya menjadi edema alveolar, maka dispnea juga berkembang
progresif. Dispnea saat beraktivitas menunjukkan gejala awal dari gagal
jantung kiri. Ortopnea (dispnea saat berbaring) terutama disebabkan oleh
redistribusi aliran darah dari bagian-bagian tubuh yang di bawah ke arah
sirkulasi sentral.reabsorpsi cairan interstisial dari ekstremitas bawah juga akan
menyebabkan kongesti vaskular paru-paru lebih lanjut. Paroxysmal Nocturnal
Dispnea (PND) dipicu oleh timbulnya edema paru intertisial. PND merupakan
manifestasi yang lebih spesifik dari gagal jantung kiri dibandingkan dengan
dispnea atau ortopnea.

3.

Batuk non produktif juga dapat terjadi akibat kongesti paru, terutama pada
posisi berbaring.

4.

Timbulnya ronki yang disebabkan oleh transudasi cairan paru adalah ciri khas
dari gagal jantung, ronki pada awalnya terdengar di bagian bawah paru-paru
karena pengaruh gaya gravitasi.

5.

Hemoptisis dapat disebabkan oleh perdarahan vena bronkial yang terjadi


akibat distensi vena.

6.

Gagal pada sisi kanan jantung menimbulkan gejala dan tanda kongesti vena
sistemik. Dapat diamati peningkatan tekanan vena jugularis; vena-vena leher
mengalami bendungan . tekanan vena sentral (CVP) dapat meningkat secara
paradoks selama inspirasi jika jantung kanan yang gagal tidak dapat
menyesuaikan terhadap peningkatan aliran balik vena ke jantung selama
inspirasi.

7.

Dapat terjadi hepatomegali; nyeri tekan hati dapat terjadi akibat peregangan
kapsula hati.

8.

Gejala saluran cerna yang lain seperti anoreksia, rasa penuh, atau mual dapat
disebabkan kongesti hati dan usus.

9.

Edema perifer terjadi akibat penimbunan cairan dalam ruang interstisial.


Edema mula-mula tampak pada bagian tubuh yang tergantung, dan terutama
pada malam hari; dapat terjadi nokturia (diuresis malam hari) yang
mengurangi retensi cairan.nokturia disebabkan oleh redistribusi cairan dan
reabsorpsi pada waktu berbaring, dan juga berkurangnya vasokontriksi ginjal
pada waktu istirahat.

10.

Gagal jantung yang berlanjut dapat menimbulkan asites atau edema anasarka.
Meskipun gejala dan tanda penimbunan cairan pada aliran vena sistemik
secara klasik dianggap terjadi akibat gagal jantung kanan, namun manifestasi
paling dini dari bendungan sistemik umumnya disebabkan oleh retensi cairan
daripada gagal jantung kanan yang nyata.

11.

Seiring dengan semakin parahnya gagal jantung kongestif, pasien dapat


mengalami sianosis dan asidosis akibat penurunan perfusi jaringan. Aritmia
ventrikel akibat iritabilitas miokardium dan aktivitas berlebihan sietem saraf
simpatis sering terjadi dan merupakan penyebab penting kematian mendadak
dalam situasi ini.

3.2.6 Diagnosis
Diagnosis gagal jantung kongestif didasarkan pada gejala-gejala yang ada dan
penemuan klinis disertai dengan pemeriksaan penunjang antara lain foto thorax,
EKG, ekokardiografi, pemeriksaan laboratorium rutin, dan pemeriksaan biomarker.
Kriteria Framingham dipakai untuk diagnosis gagal jantung kongestif.
Kriteria Major :

4.
5.
6.
7.
8.

1. Paroksismal nokturnal dispnea


2. Distensi vena leher
3. Ronki paru
Kardiomegali
Edema paru akut
Gallop S3
Peninggian tekana vena jugularis
Refluks hepatojugular

Kriteria Minor :

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Edema eksremitas
Batuk malam hari
Dispnea deffort
Hepatomegali
Efusi pleura
Penurunan kapasitas vital 1/3 dari normal
Takikardi(>120/menit)

Diagnosis

gagal jantung ditegakkan minimal ada 1 kriteria major dan 2 kriteria

minor.
Klasifikasi menurut New York Heart Association (NYHA), merupakan
pedoman untuk pengklasifikasian penyakit gagal jantung kongestif berdasarkan
tingkat aktivitas fisik, antara lain:
1)

NYHA class I, penderita penyakit jantung tanpa pembatasan dalam kegiatan


fisik serta tidak menunjukkan gejala-gejala penyakit jantung seperti cepat

2)

lelah, sesak napas atau berdebar-debar, apabila melakukan kegiatan biasa.


NYHA class II, penderita dengan sedikit pembatasan dalam kegiatan fisik.
Mereka tidak mengeluh apa-apa waktu istirahat, akan tetapi kegiatan fisik
yang biasa dapat menimbulkan gejala-gejala insufisiensi jantung seperti

3)

kelelahan, jantung berdebar, sesak napas atau nyeri dada.


NYHA class III, penderita penyakit dengan pembatasan yang lebih banyak
dalam kegiatan fisik. Mereka tidak mengeluh apa-apa waktu istirahat, akan
tetapi kegiatan fisik yang kurang dari kegiatan biasa sudah menimbulkan

4)

gejala-gejala insufisiensi jantung seperti yang tersebut di atas.


NYHA class IV, penderita tidak mampu melakukan kegiatan fisik apapun
tanpa menimbulkan keluhan, yang bertambah apabila mereka melakukan
kegiatan fisik meskipun sangat ringan.

3.2.7

Pemeriksaan Penunjang
Ketika pasien datang dengan gejala dan tanda gagal jantung, pemeriksaan

penunjang sebaiknya dilakukan.

a. Pemeriksaan Laboratorium Rutin :


Pemeriksaan darah rutin lengkap, elektrolit, blood urea nitrogen (BUN),
kreatinin serum, enzim hepatik, dan urinalisis. Juga dilakukan pemeriksaan
gula darah, profil lipid.

b. Elektrokardiogram (EKG)
Pemeriksaan EKG 12-lead dianjurkan. Kepentingan utama dari EKG adalah
untuk menilai ritme, menentukan adanya left ventrikel hypertrophy (LVH) atau
riwayat MI (ada atau tidak adanya Q wave). EKG Normal biasanya
menyingkirkan kemungkinan adanya disfungsi diastolik pada LV. 11, 12
c. Radiologi
Pemeriksaan ini memberikan informasi berguna mengenai ukuran jantung dan
bentuknya, distensi vena pulmonalis, dilatasi aorta, dan kadang-kadang efusi

pleura. begitu pula keadaan vaskuler pulmoner dan dapat mengidentifikasi


penyebab nonkardiak pada gejala pasien. . 11, 12, 13
d. Penilaian fungsi LV :
Pencitraan kardiak noninvasive penting untuk mendiagnosis, mengevaluasi,
dan

menangani

echocardiogram

gagal
2D/

jantung.
Doppler,

Pemeriksaan
dimana

dapat

paling

berguna

memberikan

adalah

penilaian

semikuantitatif terhadap ukuran dan fungsi LV begitu pula dengan menentukan


keberadaan abnormalitas pada katup dan/atau pergerakan dinding regional
(indikasi adanya MI sebelumnya). Keberadaan dilatasi atrial kiri dan
hypertrophy LV, disertai dengan adanya abnormalitas pada pengisian diastolic
pada LV yang ditunjukkan oleh pencitraan, berguna untuk menilai gagal
jantung dengan EF yang normal. Echocardiogram 2-D/Doppler juga bernilai
untuk menilai ukuran ventrikel kanan dan tekanan pulmoner, dimana sangat
penting dalam evaluasi dan penatalaksanaan cor pulmonale. MRI juga
memberikan analisis komprehensif terhadap anatomi jantung dan sekarang
menjadi gold standard dalam penilaian massa dan volume LV. Petunjuk paling
berguna untuk menilai fungsi LV adalah EF (stroke volume dibagi dengan enddiastolic volume). Karena EF mudah diukur dengan pemeriksaan noninvasive
dan mudah dikonsepkan. Pemeriksaan ini diterima secara luas oleh para ahli.
Sayangnya, EF

memiliki beberapa keterbatasan sebagai tolak ukur

kontraktilitas, karena EF dipengaruhi oleh perubahan pada afterload dan/atau


preload. Sebagai contoh, LV EF meningkat pada regurgitasi mitral sebagai
akibat ejeksi darah ke dalam atrium kiri yang bertekanan rendah. Walaupun
demikan, dengan pengecualian jika EF normal (> 50%), fungsi sistolik
biasanya adekuat, dan jika EF berkurang secara bermakna (<30-40%).

3.2.8

Penatalaksanaan
Penatalaksanaan penderita dengan gagal jantung meliputi

penalaksanaan secara non farmakologis dan secara farmakologis.


Penatalaksanaan gagal jantung baik akut maupun kronik ditujukan
untuk mengurangi gejala dan memperbaiki prognosis, meskipun
penatalaksanaan secara individual tergantung dari etiologi serta
beratnya kondisi.
a.
Non Farmakalogi :
Anjuran umum :
1)

Edukasi

terangkan hubungan keluhan,

2)

pengobatan.
Aktivitas sosial

dan

pekerjaan

gejala

diusahakan

agar

dengan
dapat

dilakukan seperti biasa. Sesuaikan kemampuan fisik dengan


3)

profesi yang masih bisa dilakukan.


Gagal jantung berat harus menghindari
panjang.

Tindakan Umum :

penerbangan

1)

Diet (hindarkan obesitas, rendah garam 2 g pada gagal


jantung ringan dan 1 g pada gagal jantung berat, jumlah
cairan 1 liter pada gagal jantung berat dan 1,5 liter pada

2)
3)

gagal jantung ringan.


Hentikan rokok
Hentikan alkohol pada kardiomiopati. Batasi 20-30 g/hari pada

4)

yang lainnya.
Aktivitas fisik (latihan jasmani : jalan 3-5 kali/minggu selama
20-30 menit atau sepeda statis 5 kali/minggu selama 20
menit dengan beban 70-80% denyut jantung maksimal pada

5)

gagal jantung ringan dan sedang).


Istirahat baring pada gagal jantung

b.

eksaserbasi akut.
Farmakologi

akut,

berat

dan

Terapi farmakologik terdiri atas ; panghambat ACE, Antagonis


Angiotensin II, diuretik, Antagonis aldosteron, -blocker, vasodilator
lain, digoksin, obat inotropik lain, anti-trombotik, dan anti-aritmia.
1)

Diuretik.

Kebanyakan

pasien

dengan

gagal

jantung

membutuhkan paling sedikit diuretik reguler dosis rendah.


Permulaan dapat digunakan loop diuretik atau tiazid. Bila
respon tidak cukup baik, dosis diuretik dapat dinaikkan,
berikan diuretik intravena, atau kombinasi loop diuretik
dengan tiazid. Diuretik hemat kalium, spironolakton, dengan
dosis 25-50 mg/hari dapat mengurangi mortalitas pada pasien

dengan gagal jantung sedang sampai berat (klas fungsional


2)

IV) yang disebabkan gagal jantung sistolik.


Penghambat ACE bermanfaat untuk menekan

aktivitas

neurohormonal, dan pada gagal jantung yang disebabkan


disfungsi sistolik ventrikel kiri. Pemberian dimulai dengan
dosis rendah, dititrasi selama beberapa minggu sampai dosis
3)

yang efektif.
Penyekat Beta bermanfaat sama seperti penghambat ACE.
Pemberian dimulai dosis kecil, kemudian dititrasi selama
beberapa

minggu

dengan

kontrol

ketat

sindrom

gagal

jantung. Biasanya diberikan bila keadaan sudah stabil. Pada


gagal jantung klas fungsional II dan III. Penyekat Beta yang
digunakan

carvedilol,

bisoprolol

atau

metaprolol.

Biasa

digunakan bersama-sama dengan penghambat ACE dan


4)

diuretik.
Angiotensin II antagonis reseptor dapat digunakan bila ada

5)

intoleransi terhadap ACE ihibitor.


Digoksin diberikan untuk pasien simptomatik dengan gagal
jantung disfungsi sistolik ventrikel kiri dan terutama yang
dengan fibrilasi atrial, digunakan bersama-sama diuretik, ACE

6)

inhibitor, beta blocker.


Antikoagulan dan antiplatelet. Aspirin diindikasikan untuk
pencegahan emboli serebral pada penderita dengan fibrilasi
atrial dengan fungsi ventrikel yang buruk. Antikoagulan perlu

diberikan pada fibrilasi atrial kronis maupun dengan riwayat


emboli, trombosis dan Trancient Ischemic Attacks, trombus
7)

intrakardiak dan aneurisma ventrikel.


Antiaritmia tidak direkomendasikan
asimptomatik

atau

aritmia

untuk

ventrikel

pasien

yang

yang

menetap.

Antiaritmia klas I harus dihindari kecuali pada aritmia yang


mengancam nyawa. Antiaritmia klas III terutama amiodaron

8)

dapat digunakan untuk

terapi aritmia atrial dan tidak

digunakan untuk

aritmia atrial dan tidak

terapi

dapat

digunakan untuk mencegah kematian mendadak.


Antagonis kalsium dihindari. Jangan menggunakan kalsium
antagonis untuk mengobati angina atau hipertensi pada gagal
jantung.

Pada penderita yang memerlukan perawatan, restriksi cairan


(1,5 2 l/hari) dan pembatasan asupan garam dianjurkan pada
pasien. Tirah baring jangka pendek dapat membantu perbaikan
gejala karena mengurangi metabolisme serta meningkatkan perfusi
ginjal. Pemberian heparin subkutan perlu diberikan pada penderita
dengan

imobilitas.

Pemberian

antikoagulan

diberikan

pada

penderita dengan fibrilasi atrium, gangguan fungsi sistolik berat


dengan dilatasi ventrikel.

Penderita gagal jantung akut datang dengan gambaran klinis


dispneu, takikardia serta cemas,pada kasus yang lebih berat
penderita tampak pucat dan hipotensi. Adanya trias hipotensi
(tekanan darah sistolik < 90 mmHg), oliguria serta cardiac output
yang rendah menunjukkan bahwa penderita dalam kondisi syok
kardiogenik. Gagal jantung akut yang berat serta syok kardiogenik
biasanya timbul pada infark miokard luas, aritmia yang menetap
(fibrilasi atrium maupun ventrikel) atau adanya problem mekanis
seperti ruptur otot papilari akut maupun defek septum ventrikel
pasca infark.
Gagal jantung akut yang berat merupakan kondisi emergensi
dimana

memerlukan

penatalaksanaan

yang

tepat

termasuk

mengetahui penyebab, perbaikan hemodinamik, menghilangan


kongesti paru, dan perbaikan oksigenasi jaringan. Menempatkan
penderita

dengan

posisi

duduk

dengan

pemberian

oksigen

konsentrasi tinggi dengan masker sebagai tindakan pertama yang


dapat dilakukan. Monitoring gejala serta produksi kencing yang
akurat dengan kateterisasi urin serta oksigenasi jaringan dilakukan
di ruangan khusus. Base excess menunjukkan perfusi jaringan,
semakin

rendah

menunjukkan

adanya

asidosis

laktat

akibat

metabolisme anerob dan merupakan prognosa yang buruk. Koreksi

hipoperfusi

memperbaiki

asidosis,pemberian

bikarbonat

hanya

diberikan pada kasus yang refrakter.


Pemberian loop diuretik intravena seperti furosemid akan
menyebabkan

venodilatasi

yang

akan

memperbaiki

gejala

walaupun belum ada diuresis. Loop diuretik juga meningkatkan


produksi prostaglandin vasdilator renal. Efek ini dihambat oleh
prostaglandin inhibitor seperti obat antiflamasi nonsteroid, sehingga
harus dihindari bila memungkinkan.
Opioid parenteral seperti morfin atau diamorfin penting dalam
penatalaksanaan

gagal

jantung

akut

berat

karena

dapat

menurunkan kecemasan, nyeri dan stress, serta menurunkan


kebutuhan oksigen. Opiat juga menurunkan preload dan tekanan
pengisian ventrikel serta udem paru. Dosis pemberian 2 3 mg
intravena dan dapat diulang sesuai kebutuhan.
Pemberian

nitrat

(sublingual,

buccal

dan

intravenus)

mengurangi preload serta tekanan pengisian ventrikel dan berguna


untuk pasien dengan angina serta gagal jantung. Pada dosis rendah
bertindak sebagai vasodilator vena dan pada dosis yang lebih tinggi
menyebabkan vasodilatasi arteri termasuk arteri koroner. Sehingga
dosis pemberian harus adekuat sehingga terjadi.keseimbangan
antara dilatasi vena dan arteri tanpa mengganggu perfusi jaringan.

Kekurangannya

adalah

teleransi

terutama

pada

pemberian

intravena dosis tinggi, sehingga pemberiannya hanya 16 24 jam.


Sodium nitropusside dapat digunakan sebagai vasodilator
yang diberikan pada gagal jantung refrakter, diberikan pada pasien
gagal

jantung

yang

disertai

krisis

hipertensi.

Pemberian

nitropusside dihindari pada gagal ginjal berat dan gangguan fungsi


hati. Dosis 0,3 0,5 g/kg/menit.
Nesiritide

adalah

peptide

natriuretik

yang

merupakan

vasodilator. Nesiritide adalah BNP rekombinan yang identik dengan


yang

dihasilkan

ventrikel.

Pemberiannya

akan

memperbaiki

hemodinamik dan neurohormonal, dapat menurunkan aktivitas


susunan saraf simpatis dan menurunkan kadar epinefrin, aldosteron
dan endotelin di plasma. Pemberian intravena menurunkan tekanan
pengisian ventrikel tanpa meningkatkan laju jantung, meningkatkan
stroke volume karena berkurangnya afterload. Dosis pemberiannya
adalah bolus 2 g/kg dalam 1 menit dilanjutkan dengan infus 0,01
g/kg/menit.
Pemberian inotropik dan inodilator ditujukan pada gagal
jantung akut yang disertai hipotensi dan hipoperfusi perifer. Obat
inotropik dan / atau vasodilator digunakan pada penderita gagal
jantung akut dengan tekanan darah 85 100 mmHg. Jika tekanan

sistolik

<

85

mmHg

maka

inotropik

dan/atau

vasopressor

merupakan pilihan. Peningkatan tekanan darah yang berlebihan


akan dapat meningkatkan afterload. Tekanan darah dianggap cukup
memenuhi perfusi jaringan bila tekanan arteri rata - rata > 65
mmHg.
Pemberian dopamin 2 g/kg/mnt menyebabkan vasodilatasi
pembuluh darah splanknik dan ginjal. Pada dosis 2 5 g/kg/mnt
akan

merangsang

reseptor

adrenergik

beta

sehingga

terjadi

peningkatan laju dan curah jantung. Pada pemberian 5 15


g/kg/mnt akan merangsang reseptor adrenergik alfa dan beta
yang

akan

meningkatkan

laju

jantung

serta

vasokonstriksi.

Pemberian dopamin akan merangsang reseptor adrenergik 1 dan 2,


menyebabkan

berkurangnya

tahanan

vaskular

sistemik

(vasodilatasi) dan meningkatnya kontrkatilitas. Dosis umumnya 2


3 g/kg/mnt, untuk meningkatkan curah jantung diperlukan dosis
2,5 15 g/kg/mnt. Pada pasien yang telah mendapat terapi
penyekat beta, dosis yang dibutuhkan lebih tinggi yaitu 15 20
g/kg/mnt.
Phospodiesterase inhibitor menghambat penguraian cyclicAMP menjadi AMP sehingga terjadi efek vasodilatasi perifer dan
inotropik jantung. Yang sering digunakan dalam klinik adalah

milrinone

dan

enoximone.

Biasanya

digunakan

untuk

terapi

penderia gagal jantung akut dengan hipotensi yang telah mendapat


terapi penyekat beta yang memerlukan inotropik positif. Dosis
milrinone intravena 25 g/kg bolus 10 20 menit kemudian infus
0,375 075 g/kg/mnt. Dosis enoximone 0,25 0,75 g/kg bolus
kemudian 1,25 7,5 g/kg/mnt.
Pemberian

vasopressor

ditujukan

pada

penderita

gagal

jantung akut yang disertai syok kardiogenik dengan tekanan darah


< 70 mmHg. Penderita dengan syok kardiogenik biasanya dengan
tekanan darah < 90 mmHg atau terjadi penurunan tekanan darah
sistolik 30 mmHg selama 30 menit.Obat yang biasa digunakan
adalah epinefrin dan norepinefrin. Epinefrin diberikan infus kontinyu
dengan dosis 0,05 0,5 g/kg/mnt. Norepinefrin diberikan dengan
dosis 0,2 1 g/kg/mnt.
Penanganan yang lain adalah terapi penyakit penyerta yang
menyebabkan

terjadinya

gagal

jantung

akut

de

novo

atau

dekompensasi. Yang tersering adalah penyakit jantung koroner dan


sindrom koroner akut. Bila penderita datang dengan hipertensi
emergensi pengobatan bertujuan untuk menurunkan preload dan
afterload. Tekanan darah diturunkan dengan menggunakan obat
seperti lood diuretik intravena, nitrat atau nitroprusside intravena

maupun natagonis kalsium intravena(nicardipine). Loop diuretik


diberkan pada penderita dengan tanda kelebihan cairan. Terapi
nitrat untuk menurunkan preload dan afterload, meningkatkan
aliran darah koroner. Nicardipine diberikan pada penderita dengan
disfungsi diastolik dengan afterload tinggi. Penderita dengan gagal
ginjal,diterapi sesuai penyakit dasar. Aritmia jantung harus diterapi.
Penanganan invasif yang dapat dikerjakan adalah Pompa balon
intra aorta, pemasangan pacu jantung, implantable cardioverter
defibrilator, ventricular assist device. Pompa balon intra aorta
ditujukan

pada

penderita

gagal

jantung

berat

atau

syok

kardiogenik yang tidak memberikan respon terhadap pengobatan,


disertai

regurgitasi

mitral

atau

ruptur

septum

interventrikel.

Pemasangan pacu jantung bertujuan untuk mempertahankan laju


jantung dan mempertahankan sinkronisasi atrium dan ventrikel,
diindikasikan pada penderita dengan bradikardia yang simtomatik
dan blok atrioventrikular derajat tinggi. Implantable cardioverter
device bertujuan untuk mengatasi fibrilasi ventrikel dan takikardia
ventrikel. Vascular Assist Device merupakan pompa mekanis yang
mengantikan sebgaian fungsi ventrikel, indikasi pada penderita
dengan syok kardiogenik yang tidak respon terhadap terapi
terutama inotropik.

3.2.9

Prognosis
Meskipun penatalaksanaan pasien dengan gagal jantung telah sangat

berkembang, tetapi prognosisnya masih tetap jelek, dimana angka mortalitas setahun
bervariasi dari 5% pada pasien stabil dengan gejala ringan, sampai 30-50% pada
pasien dengan gejala berat dan progresif. Prognosisnya lebih buruk jika disertai
dengan disfungsi ventrikel kiri berat (fraksi ejeksi< 20%), gejala menonjol, dan
kapasitas latihan sangat terbatas (konsumsi oksigen maksimal < 10 ml/kg/menit),
insufisiensi ginjal sekunder, hiponatremia, dan katekolamin plasma yang meningkat.
Sekitar 40-50% kematian akibat gagal jantung adalah mendadak. Meskipun beberapa
kematian ini akibat aritmia ventrikuler, beberapa diantaranya merupakan akibat infark
miokard akut atau bradiaritmia yang tidak terdiagnosis. Kematian lainnya adalah
akibat gagal jantung progresif atau penyakit lainnya. Pasien-pasien yang mengalami
gagal jantung stadium lanjut dapat menderita dispnea dan memerlukan bantuan terapi
paliatif yang sangat cermat.

Вам также может понравиться

  • Presentasi Modul 4
    Presentasi Modul 4
    Документ5 страниц
    Presentasi Modul 4
    NhaNa HikmAtul
    Оценок пока нет
  • Jump 1, 4, 5
    Jump 1, 4, 5
    Документ4 страницы
    Jump 1, 4, 5
    NhaNa HikmAtul
    Оценок пока нет
  • Tutorial
    Tutorial
    Документ1 страница
    Tutorial
    NhaNa HikmAtul
    Оценок пока нет
  • JUMP 1,4,5. Modul 1 Blok 2.2
    JUMP 1,4,5. Modul 1 Blok 2.2
    Документ5 страниц
    JUMP 1,4,5. Modul 1 Blok 2.2
    NhaNa HikmAtul
    Оценок пока нет
  • Adneksa Kulit
    Adneksa Kulit
    Документ10 страниц
    Adneksa Kulit
    NhaNa HikmAtul
    Оценок пока нет
  • Genitalia Pleno
    Genitalia Pleno
    Документ41 страница
    Genitalia Pleno
    NhaNa HikmAtul
    Оценок пока нет
  • Perubahan anatomi dan fisiologi sirkulasi janin-neonatus
    Perubahan anatomi dan fisiologi sirkulasi janin-neonatus
    Документ5 страниц
    Perubahan anatomi dan fisiologi sirkulasi janin-neonatus
    NhaNa HikmAtul
    Оценок пока нет
  • Presentation1 Richy
    Presentation1 Richy
    Документ7 страниц
    Presentation1 Richy
    NhaNa HikmAtul
    Оценок пока нет
  • Jaringan Pendukung
    Jaringan Pendukung
    Документ1 страница
    Jaringan Pendukung
    NhaNa HikmAtul
    Оценок пока нет
  • Presentation1 Richy
    Presentation1 Richy
    Документ7 страниц
    Presentation1 Richy
    NhaNa HikmAtul
    Оценок пока нет
  • Jump 1,4,5 Pleno Modul 4 Blok 2.2
    Jump 1,4,5 Pleno Modul 4 Blok 2.2
    Документ5 страниц
    Jump 1,4,5 Pleno Modul 4 Blok 2.2
    NhaNa HikmAtul
    Оценок пока нет
  • JUMP 1,4,5. Modul 1 Blok 2.2
    JUMP 1,4,5. Modul 1 Blok 2.2
    Документ5 страниц
    JUMP 1,4,5. Modul 1 Blok 2.2
    NhaNa HikmAtul
    Оценок пока нет
  • Metabolisme lipid
    Metabolisme lipid
    Документ33 страницы
    Metabolisme lipid
    Yuniar
    33% (3)
  • Pleno 2.1 Parasit
    Pleno 2.1 Parasit
    Документ54 страницы
    Pleno 2.1 Parasit
    NhaNa HikmAtul
    Оценок пока нет
  • FISIOLOGI GINJAL
    FISIOLOGI GINJAL
    Документ40 страниц
    FISIOLOGI GINJAL
    Amanda Fairuz
    Оценок пока нет
  • Sistem Urinaria PDF
    Sistem Urinaria PDF
    Документ40 страниц
    Sistem Urinaria PDF
    NhaNa HikmAtul
    Оценок пока нет
  • Pleno 6
    Pleno 6
    Документ44 страницы
    Pleno 6
    NhaNa HikmAtul
    Оценок пока нет
  • KlasifikasiHormon
    KlasifikasiHormon
    Документ3 страницы
    KlasifikasiHormon
    NhaNa HikmAtul
    Оценок пока нет
  • Pleno 3 Lek-1
    Pleno 3 Lek-1
    Документ54 страницы
    Pleno 3 Lek-1
    NhaNa HikmAtul
    Оценок пока нет
  • Pleno Zat Gizi Utama
    Pleno Zat Gizi Utama
    Документ45 страниц
    Pleno Zat Gizi Utama
    NhaNa HikmAtul
    Оценок пока нет
  • CDH
    CDH
    Документ18 страниц
    CDH
    Rycco Darmareja
    Оценок пока нет
  • Koenzim Dan Kofaktor 2013 Copy 1 PDF
    Koenzim Dan Kofaktor 2013 Copy 1 PDF
    Документ32 страницы
    Koenzim Dan Kofaktor 2013 Copy 1 PDF
    NhaNa HikmAtul
    Оценок пока нет
  • Hemostasis
    Hemostasis
    Документ11 страниц
    Hemostasis
    NhaNa HikmAtul
    Оценок пока нет
  • Bab 1 Pendahuluan
    Bab 1 Pendahuluan
    Документ2 страницы
    Bab 1 Pendahuluan
    NhaNa HikmAtul
    Оценок пока нет
  • Kuliah Ekspresi Gen
    Kuliah Ekspresi Gen
    Документ28 страниц
    Kuliah Ekspresi Gen
    NhaNa HikmAtul
    Оценок пока нет
  • Interaksi Obat 2010 Akhir
    Interaksi Obat 2010 Akhir
    Документ30 страниц
    Interaksi Obat 2010 Akhir
    riamelati
    Оценок пока нет
  • Terapi Gen
    Terapi Gen
    Документ43 страницы
    Terapi Gen
    NhaNa HikmAtul
    Оценок пока нет
  • 1 Sampul-Referat
    1 Sampul-Referat
    Документ1 страница
    1 Sampul-Referat
    NhaNa HikmAtul
    Оценок пока нет
  • Anatomi Jantung
    Anatomi Jantung
    Документ16 страниц
    Anatomi Jantung
    Ahmad Fauzi
    Оценок пока нет
  • Konsep Dasar Kelainan Sistem Endokrin
    Konsep Dasar Kelainan Sistem Endokrin
    Документ24 страницы
    Konsep Dasar Kelainan Sistem Endokrin
    NhaNa HikmAtul
    100% (1)