Вы находитесь на странице: 1из 33

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi Konjungtiva


Konjungtiva adalah membran mukosa yang transparan dan tipis yang
membungkus permukaan posterior kelopak mata (konjungtiva palpebralis) dan
permukaan anterior sklera (konjungtivitis bulbaris), Konjungtiva bersambungan
dengan kulit pada tepi palpebra (suatu sambungan mukokutan) dan dengan epitel
kornea di limbus. Konjungtiva palpebralis melapisi permukaan posterior kelopak
mata dan melekat erat ke tarsus. Konjungtiva bulbaris melekat longgar ke septum
orbitale di forniks dan melipat berkali-kali. Konjungtiva bulbaris juga melekat
longgar pada kapsul tenon dan sklera dibawahnya, kecuali di limbus.6
Konjungtiva terdiri dari 2 lapisan yaitu epitel dan stroma konjungtiva.
Lapisan epitel konjungtiva terdiri atas dua hingga lima lapisan sel epitel silindris
bertingkat, superficial dan basal. Sel-sel epitel superfisial mengandung sel-sel
goblet yang menghasilkan mukus. Mukus yang terbentuk mendorong inti sel
goblet ke tepi dan diperlukan untuk disperesi lapisan air mata prakornea secara
merata. Sel-sel epitel basal terletak didekat limbus dapat mengandung pigmen.
Stroma konjungtiva dibagi menjadi satu lapisan adenoid (superfisial) dan satu
lapisan fibrosa (profundus). Lapisan adenoid mengandung jaringan limfoid.
Lapisan fibrosa terdiri dari jaringan ikat yang diatas tarsus jaringan ini padat dan
di lain tempat longgar.6,7
Kelenjar pada konjungtiva terdiri atas kelenjar Krause dan Kelenjar
Wolfring, yang struktur dan fungsinya mirip kelenjar lakrimal, terletak di dalam

stroma. Sebagian besar kelenjar Krause berada di forniks atas, sisanya diforniks
bawah. Kelenjar Wolfring terletak ditepi atas tarsus atas.6
2.2 Lapisan Air Mata
Air mata merupakan cairan yang membasahi bagian depan bola mata dan
konjungtiva palpebrae. Lapisan air mata merupakan lapisan yang tipis dan
melapisi permukaan kornea, konjungtiva palpebrae, dan konjungtiva bulbi. Tebal
lapisan air mata antara 7-10 mikron. Lapisan air mata normal dari luar ke dalam
adalah :6,8
a. Lapisan Lipid. Lapisan ini merupakan lapisan terluar yang dihasilkan dari
kelenjar meibomian, zeis, dan moll. Lapisan ini mencegah air mata yang
berlebihan, menghambat terjadinya evaporasi dan melubrikasi kelopak mata
saat bergerak.
b. Lapisan Aqueous. Lapisan ini merupakan lapisan tengah, dihasilkan oleh
kelenjar lakrimal utama dan kelenjar aksesorius (Krause dan Wolfring) dan
berfungsi untuk menyediakan nutrisi bagi kornea yang avaskular, membantu
dalam menyingkirkan kotoran ataupun debris dan melindungi permukaan
bola mata dari bakteri ataupun antigen lainnya. Air mata mengandung air dan
sejumlah kecil sodium klorida, gula, urea, protein, alkalin. Selain itu juga
mengandung antibakterial seperti lisozim, betalysin, dan laktoferrin.
c. Lapisan Mukus (musin). Lapisan ini dihasilkan oleh sel goblet yang terletak
di lapisan epitel konjungtiva bulbaris. Mukus juga dihasilkan kelenjar Manz
yang terletak di lapisan epitel sekitar limbus. Lapisan ini berfungsi untuk
membentuk lapisan pelindung hidrofilik tipis bagi permukaan kornea,
membasahi permukaan bola mata, dan mencegah mata permukaan bola mata
menjadi kering.
2.3 Anatomi dan Fisiologi Kornea

Gambar 1. Anatomi kornea


Kornea adalah jaringan transparan dan avaskuler yang berbentuk seperti
kaca arloji. Bentuk kornea agak elips dengan diameter horizontal 12 mm dan
diameter vertikal 11 mm. Jari-jari kurvatura depan 7,84 mm dan jari-jari kurvatura
belakang 7 mm. Sepertiga radius tengah disebut zona optik dan lebih cembung,
sedangkan bagian tepi lebih datar. Tebal kornea bagian sentral 0,6 mm dan tebal
bagian tepi 1 mm.7
Kornea terdiri dari lima lapisan yaitu: 6,7
1. Lapisan epitel mempunyai lima atau enam lapis sel
2. Membran Bowman merupakan selaput tipis terdiri dari jaringan ikat fibrosa
3. Stroma merupakan lapisan paling tebal (90% dari ketebalan kornea) terdiri dari
serabut kolagen yang susunannya sangat teratur dan padat
4. Membran Descement merupakan lamina basalis endotel kornea
5. Endotel merupakan endotel satu lapis, sel-selnya tidak dapat membelah.
Endotel penting perananya dalam mengatur kadar air kornea dengan cara
mengeluarkan air kornea ke kamera okuli anterior dengan tenaga karena
adanya Na-K ATP-ase.

Gambar 2. Lapisan kornea


Sumber-sumber nutrisi untuk kornea adalah pembuluh-pembuluh darah limbus,
humor aqueous, dan air mata. Kornea superfisial juga mendapatkan sebagian
besar oksigen dari atmosfer.6,7
2.4 Anatomi dan Fisiologi Retina
Retina adalah selembar tipis jaringan saraf yang semitransparan dan
multilapis yang melapisi bagian dalam dua per tiga posterior dinding bola mata.
Retina membentang ke depan hampir sama jauhnya dengan korpus siliari dan
berakhir di tepi ora serata. Pada orang dewasa, ora serata berada sekitar 6,5mm di
belakang garis schwalbe pada sisi temporal dan 5,7 mm di belakang garis ini pada
sisi nasal. Di sebagian besar tempat retina dan epitelium pigmen retina mudah
berpisah hingga membentuk suatu ruang subretina, seperti yang terjadi pada
ablasio retina. Tetapi pada diskus dan ora serata, retina dan epitelium pigmen
retina saling melekat kuat, sehingga membatasi perluasan cairan subretina pada
ablasio retina.6

Gambar 3. Anatomi Retina


Retina mempunyai tebal 0,12 mm pada ora serata dan 0,23 mm pada kutub
posterior. Di tengah kutub posterior terdapat makula yang mengandung
xanthophylls (pigmen kuning). Secara histologis makula terdiri dari dua atau lebih
lapisan sel ganglion dengan diameter 5-6 mm. Makula berwarna kuning akibat
akumulasi dari karotenoid teroksidasi khususnya lutein dan zeaxhantine di tengahtengah makula. Karotenoid ini berperan sebagai antioksidan dan berfungsi untuk
memfilter gelombang sinar biru yang berperan dalam retinitis solar. 6
Di tengah-tengah makula terdapat fovea (fovea sentralis) dengan diameter
1,5 mm dan di dalamnya terdapat fotoreseptor yang berperan dalam ketajaman
pengihatan dan penglihatan warna. Di dalam fovea terdapat foveal avascular
zone. Di tengah-tengah fovea foveola dengan diameter 0,35 dan di dalamnya
tersusun padat sel kerucut. Di sekitar fovea terdapat lingkaran yang berdiameter
0,5 mm yang disebut parafoveal dimana tersusun dari lapisan sel ganglion,
lapisan inti dalam dan lapisan pleksiformis luar yang tebal. Di sekeliling daerah
ini terdapat lingkaran berdiameter 1,5 mm, disebut perifoveal zone.6

Gambar 4. Segmen Posterior Mata


Lapisan-lapisan retina, mulai dari dalam adalah: 6
1. Membran limitans interna
2. Lapisan serat saraf, yang mengandung akson-akson sel ganglion yang
berjalan menuju nervus optikus
3. Lapisan sel ganglion
4. Lapisan pleksiform dalam yang mengandung sambungan sel ganglion dengan
sel amakrin dan sel bipolar
5. Lapisan inti dalam badan-badan sel bipolar amakrin dan horisontal
6. Lapisan pleksiform luar, yang mengandung sambungan sel bipolar dan sel
horosintal dengan fotoreseptor
7. Lapisan inti luar sel fotoreseptor
8. Membran limitans eksterna
9. Lapisan fotoreseptor segmen dalam dan luar batang dan kerucut
10. Epitel pigmen retina

Gambar 5. Lapisan Retina


Sinar yang mengenai retina harus menembus melewati seluruh lapisan retina
untuk mencapai fotoreseptor. Densitas dan distribusi fotoreseptor bervariasi sesuai
dengan topografi di retina. Di fovea, fotoreseptor didominasi oleh sel kerucut,
khususnya yang sensitive terhadap warna merah dan hijau dengan densitasnya
mencapai 140.000 sel kerucut per millimeter persegi. Fovea sentralis hanya
mengandung sel kerucut dan sel muller dan tidak dijumpai sel batang. Jumlah sel
kerucut semakin berkurang menjauhi fovea sentralis, dan pada daerah perifer tidak
dijumpai sel kerucut dan digantikan oleh sel batang dan mencapai densitas
tertinggi yaitu 160.000 sel per millimeter persegi. 6
Lapisan dalam retina (mulai dari lapisan membran limitans interna sampai
lapisan inti dalam) diperdarahi oleh arteri retina sentralis yang berasal dari arteri

optalmika. Lapisan retina sisanya tidak mempunyai pembuluh darah dan


memperoleh nutrisi secara difusi dari lapisan koroid yang kaya akan kapiler.
Arteri retina sentralis memasuki orbita bersama dengan nervus optikus dan
bercabang menjadi empat percabangan yaitu cabang superior-nasal, superior
temporal, inferior-nasal, inferior temporal. Arteri-arteri ini tidak mempunyai
anastomosis sehingga apabila terjadi sumbatan akan menyebabkan infark retina.6
Retina terdiri atas fotoreseptor yang berperan dalam proses penglihatan
yaitu fotoreseptor batang dan kerucut. Kedua fotoreseptor ini mengandung
komponen kimia yang sensitif terhadap cahaya yang berperan dalam proses
penglihatan. Pada sel batang dikenal dengan rodopsin dan pada sel kerucut
dikenal dengan pigmen warna yang mempunyai susunan yang sedikit berbeda
dengan rodopsin.9
Segmen terluar dari sel batang yang mendekati lapisan pigmen retina
mengandung rodopsin sekitar 40%. Rodopsin merupakan kombinasi dari protein
skotopsin dengan pigmen karotenoid retina. Retina mempunyai bentuk rantai 11cis. Bentuk cis ini penting karena hanya bentuk ini yang dapat mengikat skotopsin
untuk membentuk rodopsin.9

10

Gambar 6. Aktivasi rodopsin


Ketika energi cahaya diabsorpsi oleh rodopsin, maka akan terjadi
dekomposisi rodopsin menjadi fraksi yang sangat kecil menjadi barthorhodopsin.
Kemudian barthorhodopsin berubah menjadi lumirhodopsin kemudian menjadi
metarhodopsin I dan terakhir menjadi metarhodopsin II. Bentuk akhir ini,
metarhodopsin, dikenal juga sebagai rodopsin yang teraktivasi yang mengeksitasi
perubahan impuls listrik di dalam sel batang melalui proses hiperpolarisasi sel
batang yang kemudian menyampaikan impuls visual ke system saraf pusat.9
Pembentukan rodopsin diawali dengan isomerisasi rantai all-trans retinal
menjadi rantai 11-cis retina dengan bantuan enzim retinal isomerase. Setelah 11cis retina terbentuk secara otomomatis akan berikatan dengan skotopsin dan
membentuk rodopsin yang akan tetap stabil sampai terjadi dekomposisi kembali
yang dipicu oleh absorbsi energy cahaya.9

11

Rantai all-trans retinal yang terbentuk dalam proses aktivasi rodopsin dapat
dikonversi menjadi bentuk all-trans retinol yang merupakan salah satu bentuk
vitamin A. Dengan bantuan enzim isomerase all-trans retinol akan dikonversi
menjadi bentuk 11-cis retinol yang kemudian berubah menjadi 11-cis retinal yang
kemudian berikatan dengan skotopsin membentuk rodopsin. Vitamin A yang
terdapat pada sel batang dapat diubah menjadi bentuk retinal apabila dibutuhkan,
dan sebaliknya retinal yang berlebih diretina dapat diubah menjadi vitamin A. Hal
ini penting, karena berhubungan dengan proses penglihatan, seperti yang terjadi
pada rabun senja. Pada rabun senja terjadi defisiensi vitamin A yang berat dan
tanpa vitamin A jumlah retinal dan rodopsin yang terbentuk juga semakin
berkurang. 9
2.5 Defisiensi Vitamin A
Vitamin A diperoleh dari asupan makanan yang mengandung vitamin A.
Terdapat 3 bentuk vitamin A yang penting bagi tubuh yaitu retinol, beta karoten,
dan karotenoid. Dalam tubuh retinol merupakan bentuk dominan dari vitamin A.
Begitu diserap dalam saluran pencernaan, vitamin A dibawa ke hati untuk
disimpan.10 Saat dibutuhkan, vitamin A akan dilepas dalam bentuk retinol yang
akan berikatan dengan protein, bentuk dari ikatan tersebut disebut juga retinol
binding protein (RBP). RBP nantinya akan berikatan dengan sel-sel reseptor yang
dituju kemudian protein akan melepaskan retinol sehingga dapat masuk kedalam
sel yang dituju.11
Defisiensi vitamin A adalah suatu penyakit sistemik yang mempengaruhi sel
dan organ seluruh tubuh, hasil perubahan arsitektur epitel tersebut disebut dengan

12

metaplasia keratinisasi.10 Defisiensi vitamin A menekan imunitas humoral dan


imunitas cell-mediated. Efek utama dari inadekuatnya vitamin A pada fungsi
imun bisa jadi karena konsekuensi dari terganggunya pertumbuhan dan
diferensiasi jaringan myeloid. Vitamin A secara khusus sangat penting untuk
menjaga integritas epitel dan pemeliharaan sekresi di mukosa, jika terganggu, bisa
meningkatkan paparan terhadap mikroorganisme dan risiko infeksi.12
Efek defisiensi vitamin A terhadap pertahanan tubuh sebagai berikut :
1. Keratin yang abnormal pada saluran pernapasan, saluran genitourinary dan
permukaan mata
2. Kehilangan silia dari respiratori epithelium
3. Kehilangan mikrofili dari usus kecil
4. Penurunan sel goblets dan produksi musin dalam mucosal epitel
5. Rusaknya fungsi neutropil
6. Rusaknya fungsi sel Natural killer (NK) dan penurunan jumlah sel NK
7. Rusaknya aspek hematopoisis
8. Perubahan T helper tipe 1 dalam respon imun
9. Penurunan jumlah dan fungsi limfosit B
10. Rusaknya respon antibodi terhadap T-Cell dependen dan antign independen
Pada mata jaringan epitel menjadi rusak pada keadaan defisiensi vitamin A.
Terjadi turnover atau pergantian sel epitel tinggi pada jaringan-jaringan tersebut.
Pada manusia, berbagai penelitian menunjukkan bahwa level vitamin A yang
rendah di sirkulasi berhubungan dengan meningkatnya risiko kerusakan epitel di
mata, Rusaknya integritas epitel dan barier mukosa akan memfasilitasi translokasi
mikroorganisme dan berkontribusi terhadap meningkatnya derajat infeksi.10
Vitamin A memiliki dua peran di metabolisme okuler. Pertama di retina,
vitamin A tersedia sebagai prekursor terhadap pigmen visual fotesensitif yang
berpartisipasi dalam inisiasi impuls saraf dari fotoreseptor. Kedua, vitamin A

13

dibutuhkan untuk sintesis RNA dan glikoprotein sel epitel konjungtiva, yang
membantu memelihara stroma kornea, dan mukosa konjungtiva.10
Pada retina terdapat 2 sistem fotoreseptor yang berbeda, sel kerucut dan sel
batang. Sel batang bertanggung jawab terhadap penglihatan dalam situasi cahaya
yang redup atau rendah, sedangkan sel kerucut bertanggung jawab penglihatan
berwarna dan situasi cahaya yang terang. Vitamin A merupakan kekuatan utama
dari pigmen visual kedua macam sel ini. Perbedaannya terletak pada jenis protein
yang terikat pada retinol. Pada sel batang, bentuk aldehid dari vitamin A (retinol)
dan protein opson bergabung membentuk rhodopsin yang merupakan pigmen
fotosensitif.10
2.6 Xeroftalmia
2.6.1 Definisi
Xeroftalmia adalah istilah yang menerangkan gangguan kekurangan
vitamin A pada mata, termasuk terjadinya kelainan anatomi bola mata dan
gangguan fungsi sel retina yang berakibat kebutaan. Kata Xeroftalmia
(bahasa Latin) berarti mata kering, karena terjadi kekeringan pada selaput
lendir (konjungtiva) dan selaput bening (kornea) mata.2
2.6.2 Epidemiologi
Angka kejadian xeroftalmia akibat defisiensi vitamin A diperkirakan
sekitar 20.000 100.000 kasus baru di seluruh dunia per tahunnya. Menurut
survey nasional xeroftalmia tahun 1992, prevalensi xeroftalmia nasional
adalah 0,33%. Di samping itu, juga dijumpai 50% dari anak balita memiliki
kadar vitamin A yang rendah (< 20 g/dL). Angka kejadian ini semakin

14

meningkat sejalan dengan ditemukannya berbagai faktor yang dapat


mencetuskan terjadinya xeroftalmia. Faktor-faktor tersebut diantaranya:12
1. Usia
Xeroftalmia paling sering ditemukan pada anak-anak usia pra-sekolah,
hal ini berhubungan dengan kebutuhan vitamin A yang tinggi untuk
pertumbuhan. Di samping itu, anak-anak usia ini rentan oleh infeksi dan
gangguan pencernaan yang menganggu penyerapan vitamin A.
2. Jenis Kelamin
Anak laki-laki sering berisiko lebih tinggi terhadapan xeroftalmia (rabun
senja dan bercak bitot) dibanding anak perempuan. Namun, pada
kebanyakan masyarakat, resiko kebutaan xeroftalmia yang berat (ulserasi
kornea dan keratomalasia) sama pada kedua jenis kelamin.
3. Status Fisiologis
Wanita hamil dan wanita menyusui cenderung menderita buta senja atau
bercak bitot karena meningkatnya kebutuhan akan vitamin A. Anak-anak
usia sekolah juga memiliki kecenderungan ini karena tingginya
kebutuhan vitamin A untuk pertumbuhan (adolescent growth spurt).
4. Status Gizi
Xeroftalmia sering kali berhubungan atau didapatkan bersama-sama
dengan kondisi malnutrisi (Kurang Energi Protein).
5. Penyakit Infeksi

15

Penyakit-penyakit yang mengganggu pencernaan, pengangkutan,


penyimpanan, pengikatan metabolisme vitamin A, dapat menimbulkan
manifestasi defisiensi vitamin A.
6. Faktor-faktor yang lain
Keadaan yang kurang menguntungkan adalah jumlah keluarga yang
besar, rendahnya pendidikan kepala keluarga, sanitasi yang buruk, serta
sosial ekonomi yang rendah.
2.6.3 Etiologi
Xeroftalmia terjadi akibat tubuh kekurangan vitamin A. Bila ditinjau
dari konsumsi makanan sehari-hari kekurangan vitamin A disebabkan oleh:13
1. Konsumsi makanan yg tidak mengandung cukup vitamin A atau
provitamin A untuk jangka waktu yang lama.
2. Bayi tidak diberikan ASI Eksklusif
3. Menu tidak seimbang (kurang mengandung lemak, protein, seng/Zn atau
zat gizi lainnya) yang diperlukan untuk penyerapan vitamin A dan
penggunaan vitamin A dalam tubuh.
4. Adanya gangguan penyerapan vitamin A atau pro-vitamin A seperti pada
penyakit-penyakit antara lain penyakit pankreas, diare kronik, Kurang
Energi Protein (KEP) dan lain-lain sehingga kebutuhan vitamin A
meningkat.
5. Adanya kerusakan hati, seperti pada kwashiorkor dan hepatitis kronik,
menyebabkan gangguan pembentukan RBP (Retinol Binding Protein) dan
pre-albumin yang penting untuk penyerapan vitamin A.
2.6.4 Klasifikasi
Klasifikasi xeroftalmia menurut WHO/USAID/UNICEF/HKI/IVACG,
1996 sebagai berikut :12,15

16

Tabel 1. Klasifikasi xeroftalmia


XN
buta senja (hemeralopia, nyctalopia)
XIA

xerosis konjungtiva

XIB

xerosis konjungtiva disertai bercak bitot

X2

xerosis kornea

X3A

keratomalasia atau ulserasi kornea kurang dari 1/3 permukaan kornea

X3B

keratomalasia atau ulserasi sama atau lebih dari 1/3 permukaan kornea

XS

jaringan parut kornea (sikatriks/scar)

XF

fundus xeroftalmia, dengan gambaran seperti cendol

Gambar 7. Lesi xeroftalmia


2.6.5 Patogenesis
XN. Rabun senja
Retinol penting untuk elaborasi rodopsin oleh sel batang, yang
merupakan reseptor sensori retina yang bertanggung jawab terhadap
penglihatan dalam cahaya redup. Oleh karena itu defisiensi vitamin A dapat

17

mengganggu produksi rodopsin, menganggu fungsi sel batang sehingga


mengganggu penglihatan saat senja. Buta senja umumnya merupakan
manifestasi defisiensi vitamin A yang paling awal. Bila ringan, buta senja
dapat timbul hanya setelah stres cahaya karena berada dalam cahaya terang.
Anak yang buta senja biasanya tidak akan suka bermain- main setelah senja,
tetapi lebih suka duduk di pojok yang aman, sering tidak mampu untuk
mencari makanan ataupun mainannya. Rabun senja berespon dengan cepat,
biasanya dalam waktu 24-48 jam, terhadap terapi vitamin A.12
X1A,X1B. Xerosis konjungtiva dan Bercak bitot
Epitel konjungtiva pada defisiensi vitamin A berubah bentuknya dari
tipe kolumnar normal menjadi tipe skuamosa bertingkat, dengan akibat
hilangnya sel goblet, pembentukan lapisan sel granular, dan keratinisasi
permukaan.12

18

Gambar 8. Lapisan sel granular

Gambar 9. Keratinisasi permukaan

Secara klinis, perubahan ini ditandai dengan kekeringan yang nyata atau
hilangnya kemampuan membasahi mata, daerah yang terkena tampak lebih
kasar, disertai tetesan-tetesan halus atau gelembung pada permukaan, bukan
permukaan yang licin dan mengkilat. Perubahan ini paling baik dideteksi
dengan pencahayaan dari sisi oblik, perubahan ini sering hampir tidak kentara
dan dapat tidak jelas karena pengeluaran air mata yang hebat. Bila
pengeluaran air mata berhenti, maka daerah yang terkena akan tampak seperti
"beting daerah pasang surut" (sanbank at receding tide).12

19

Gambar 10.
Xerosis konjungtiva
Xerosis konjungtiva awalnya muncul pada kuadran temporal, sebagai
suatu potongan kecil oval atau segitiga yang berbatasan dengan limbus pada
fisura interpalpebral. Hampir selalu ada pada kedua mata. Pada beberapa
individu, keratin dan sel epitel berkumpul pada permukaan xerotik,
memberikan suatu gambaran seperti busa atau kiju. Lesi seperti ini dikenal
dengan bercak Bitot. Bahan yang melapisinya lebih mudah dibersihkan, dan
jumlah yang terbentuk lebih bervariasi dari hari ke hari. Bila defisiensi lebih
berat, lesi akan terbentuk juga di kuadran nasal, walau kurang mencolok.
Bercak Bitot dapat segera dikenali dan merupakan suatu kriteria klinis yang
berguna untuk penilaian status vitamin A suatu populasi.12

20

Gambar 11. Bercak bitot


Xerosis konjungtiva yang menyeluruh, melibatkan kuadran inferior
dan/atau superior, memberi kesan adanya defisiensi vitamin A stadium lanjut.
Seluruh konjungtiva tampak kering, kasar, dan bergelombang, kadang seperti
kulit. Terjadi penebalan dan lipatan konjungtiva yang mencolok. Ini adalah
suatu lesi lanjut, yang hampir selalu disertai oleh keterlibatan seluruh kornea.

Gambar 12. Xerosis konjungtiva yang menyeluruh


Bercak bitot yang terisolasi, biasanya di temporal, kadang-kadang
ditemukan tanpa defisiensi vitamin A yang aktif. Individu yang terkena
biasanya pada usia sekolah atau lebih tua dan sebelumnya mempunyai
riwayat pernah menderita rabun senja atau xeroftalmia. Kebanyakan, bercakbercak ini menunjukkan daerah metaplasia skuamosa menetap yang terjadi
selama periode dini defisiensi vitamin A. Satu-satunya cara pasti untuk
membedakan lesi aktif dengan lesi tidak aktif adalah pengamatan dari respon
terhadap terapi vitamin A. Xerosis konjungtiva dan bercak bitot yang aktif
mulai pulih dalam waktu 2-5 hari. Kebanyakan akan menghilang dalam
waktu 2 minggu, walaupun proporsi penting dari lesi temporal dapat menetap,
dalam bentuk berkerut, untuk beberapa bulan.12
21

X2. Xerosis Kornea


Perubahan kornea terjadi pada awal defisiensi vitamin A, jauh sebelum
perubahan kornea dapat dilihat dengan mata telanjang. Banyak anak- anak
dengan rabun senja (tanpa menderita xerosis konjungtiva secara klinis)
mempunyai lesi pungtata superfisial yang khas pada inferior-nasal kornea,
yang berwarna cemerlang dengan fluorsensi. Pada awal penyakit lesi hanya
dapat dilihat dengan menggunakan slitlamp biomikroskop.12
Dengan makin beratnya penyakit, lesi pungtata menjadi lebih banyak,
menyebar ke atas melebihi bagian tengah kornea dan stroma kornea menjadi
bengkak. Secara klinis pada kornea terjadi xerosis klasik, dengan penampilan
yang kabur, tidak bercahaya, kering dan pertama kali tampak dekat limbus
inferior. Plak yang tebal dan mengalami keratinisasi menyerupai bercak Bitot
dapat terbentuk pada permukaan kornea dan sering memadat pada daerah
interpalpebral. Dengan pengobatan, plak kornea mengelupas, kadang
meninggalkan erosi superfisial yang cepat pulih. Xerosis kornea berespon
terhadap terapi vitamin A dalam waktu 2-5 hari, dengan kornea yang
memperoleh kembali penampilannya yang normal dalam waktu 1-2 minggu.12

Gambar 13. Xerosis kornea

22

X3A, X3B. Ulkus kornea dan keratomalasia


Ulkus kornea dan keratomalasia menunjukkan adanya kerusakan
permanen dari sebagian atau keseluruhan stroma kornea, mengakibatkan
perubahan struktural yang permanen.12
Ulkus kornea merupakan hilangnya sebagian permukaan kornea akibat
kematian jaringan kornea.14 Sekeliling kornea pada umumnya mengalami
xerotik tetapi sebaliknya penampilan ulkus yang diinfiltrasi oleh bakteri
terlihat jelas, khas sedikit keabu-abuan. Dapat terjadi lebih dari satu ulkus,
ulkus kecil hampir selalu terbatas pada perifer kornea, terutama kornea bagian
inferior dan nasal. Ulkus dapat dangkal, tetapi lebih sering dalam. Dengan
terapi, ulkus superfisialis sering sembuh menjadi jaringan parut yang kecil,
sedangkan ulkus yang lebih dalam mengalami perforasi, membentuk leukoma
adheren perifer yang padat.12
Keratomalasia yang terlokalisir merupakan kondisi yang secara cepat
dapat memepengaruhi ketebalan kornea. Awalnya muncul berupa penonjolan
opaque yang berwarna keabuan hingga kekuningan atau perlekukan keluar
dari permukaan kornea. Pada stadium penyakit yang lebih lanjut, stroma yang
nekrotik tersebut akan meluruh dan meninggalkan ulkus yang besar dan
dalam atau descemetocele (Herniasi dari membrane Descemet). Sedangkan
ulkus yang lebih kecil biasanya terletak di perifer dan akan sembuh
membentuk leukoma adheren berwarna putih yang padat.12
Ulkus pada umumnya mengenai kurang dari 1/3 permukaan kornea
(X3A) biasanya tidak mengenai zona pupil central dan terapi yang cepat

23

dapat menyelamatkan pengelihatan normal. Perluasan daerah yang terkena


(X3B), terutama pencairan nekrosis yang menyeluruh menyebabkan
perforasi,

pendorongan keluar isi

intraokular,

dan rusaknya bola mata.12

Gambar 14. Ulkus kornea

Gambar 15. Keratomalasia


XS. Jaringan parut kornea (sikatrik)
Gejala sisa yang terjadi setelah sembuh dari penyakit kornea terdahulu
yang berkaitan dengan

24

defisiensi vitamin A termasuk opasitas atau jaringan parut dengan bermacammacam identitas/kepadatan (nebula, makula, leukoma), kelemahan dan
outpouching (penonjolan) lapisan kornea yang tersisa.12

Gambar 16. Sikatrik kornea

XF. Fundus xeroftalmia


Lesi retinal kecil putih yang muncul pada beberapa kasus defisiensi
vitamin A. Lesi tersebut dapat disertai dengan konstriksi lapangan pandang
dan akan menghilang dalam 2-4 bulan setelah diberikan terapi vitamin A.12
Anak-anak dengan suspek atau beresiko xerophtalmia harus diperiksa
dengan cahaya luar yang terang pada kedua mata sambil membelakangi
matahari atau dengan bantuan senter dan lup. Namun, karena adanya nyeri
dan reflex blepharospasmik pada keterlibatan kornea, anak biasanya akan
menutup matanya. Bila perlu, kepala anak dapat distabilkan oleh orang tua
atau asisten sementara dokter pemeriksa perlahan-lahan memisahkan kelopak
mata dengan speculum kelopak.12

25

Gambar 17. Fundus xeroftalmia


2.6.6 Tanda dan Gejala Klinis
Tanda-tanda dan gejala klinis defisiensi vitamin A pada mata menurut
klasifikasi yang ditetapkan oleh WHO/USAID/UNICEF/HKI/IVACG, 1996
sebagai berikut:11,16,17,18,19,20,22
-

XN (Xerosis Nyctalopia)
Tidak terlihat ada tanda klinis
Ketidaksanggupan melihat pada cahaya remang-remang.
Penglihatan menurun pada senja hari, dimana penderita tak dapat

melihat di lingkungan yang kurang cahaya, sehingga disebut buta senja.


Bila anak sudah dapat berjalan, anak tersebut akan membentur/

menabrak benda didepannya, karena tidak dapat melihat.


Bila anak belum dapat berjalan, agak sulit untuk mengatakan anak
tersebut buta senja. Dalam keadaan ini biasanya anak diam memojok
bila di dudukkan ditempat kurang cahaya karena tidak dapat melihat

benda atau makanan di depannya.


X1A (Xerosis Konjungtiva)
Daerah konjungtiva tampak xerotic dan terdapat pigmentasi.
Bila mata digerakkan akan terlihat lipatan yang timbul pada

konjungtiva bulbi.
Rasa tidak nyaman pada mata seperti terasa panas.
Mata terlihat kering
- X1B (Bercak Bitot / bitots spot)

26

Terdapat bercak bitot yaitu bercak putih kekuningan seperti busa atatu

sabun yang umumnya bilateral dengan letak temporal ke arah limbus.


X2 (Xerosis Kornea)
Kornea tampak suram dan kering dengan permukaan tampak kasar.
Tampak berupa kekeruhan pada kornea. Kekeruhan akan lebih tampak

jelas ketika mata di tahan untuk berkedip.


Pandangan mata menjadi kabur
Penglihatan pasien menurun pada ruangan terang
Penderita melihat halo pada sekitar objek.
- X3A (Ulkus Kornea/Keratomalasia)
Pada tahap ini mulai terjadi kerusakan lapisan stroma pada kornea yang

umumnya dari daerah inferior ke daerah sentral.


Pada tahap ini, pasien mengalami penurunan penglihatan yang

irreversible.
X3B (Ulkus Kornea/Keratomalasia)
Mulai terlihat nekrosis pada kornea disertai dengan vaskularisasi

kedalamnya.
Ulserasi yang melebihi stadium sebelumnya
Edema pada kornea disertai dengan penonjolan disekitarnya
Luluhnya kornea dengan komplit yang berakhir dengan stafiloma

kornea atau ptisis.


Pada tahap ini pasien tidak dapat melihat apapun (total blindness).
XS (Sikatrik Kornea)
Kornea mata tampak menjadi putih
Bola mata tampak mengecil
Bila luka pada kornea telah sembuh akan meninggalkan bekas berupa

sikatrik atau jaringan parut.


Pada stadium ini gejala yang dirasakan pasien bervariasi tergantung dari
tingkat keparahan penyakitnya. Keparahan gangguan penglihatan

tergantung dari letak sikatriks.


XF (Fundus Xeroftalmia)

27

Pada fundus didapatkan bercak-bercak kuning keputihan yang tersebar


dalam retina, umumnya terdapat di tepi sampai arkade vaskular
temporal.

2.6.7 Diagnosis
A. Anamnesis
Anamnesis yang perlu ditanyakan pada penderita defisiensi vitamin A
yaitu:2
1. Identitas penderita dan Identitas orang tua (pada anak)
2. keluhan utama dan keluhan tambahan penderita
3. Riwayat penyakit yang diderita sebelumnya, seperti campak dalam waktu
< 3 bulan, sering diare atau ISPA, pneumonia, infeksi cacingan, TBC, dll.
4. Kontak dengan pelayanan kesehatan
Pada anak penting ditanyakan apakah anak ditimbang secara teratur
mendapatkan imunisasi, mendapat suplementasi kapsul vitamin A dosis
tinggi dan memeriksakan kesehatan baik di posyandu atau puskesmas (cek
dalam buku KIA/KMS anak).
5. Riwayat Pola Makan, seperti apakah anak mendapatkan ASI eksklusif
selama 6 bulan, Apakah anak mendapatkan MP-ASI setelah umur 6 bulan,
bagaimana jenis dan frekuensi pemberiannya, bagaimana cara memberikan
makan kepada anak: Sendiri / Disuapi.

B. Pemeriksaan Fisik

28

Dilakukan untuk mengetahui adanya penyakit-penyakit yang terkait


langsung maupun tidak langsung dengan timbulnya xeroftalmia seperti gizi
buruk, penyakit infeksi, dan kelainan fungsi hati. Terdiri dari :2
Antropometri: Pengukuran berat badan dan tinggi badan
Penilaian Status gizi
- Apakah anak menderita gizi kurang atau gizi buruk.
- Bila BB/TB : > -3 SD - < -2 SD, anak menderita gizi kurang atau
kurus.
- Bila BB/TB : 3, anak menderita gizi buruk atau sangat kurus.
Pemeriksaan mata (segmen anterior dan posterior) untuk melihat tandatanda xeroftalmia.
Kelainan pada kulit: kering dan bersisik
C. Pemeriksaan Penunjang
A.

Tes adaptasi gelap15,19


Jika pasien menabrak sesuatu ketika cahaya diremangkan tiba-tiba di
dalam ruangan maka kemungkinan pasien mengalami buta senja. Tes
adaptasi gelap juga dapat menggunakan alat yang bernama adaptometri.
Adaptometri adalah suatu alat yang dikembangkan untuk mengetahui
kadar vitamin A tanpa mengambil sampel darah menggunakan suntikan.
Derajat gelap yang dijadikan patokan berdasarkan kondisi seseorang
yang berada di dalam ruang gelap tersebut tidak dapat melihat huruf
berukuran tinggi 10 sentimeter dan tebal 1,5 sentimeter dengan tinta

hitam pada kertas putih.


B. Sitologi impresi konjungtiva19,20
Dari pemeriksaan sitologi konjungtiva didapatkan keberadaan sel
goblet dan sel-sel epitel abnormal yang mengalami keratinisasi.
C. Pemeriksaan Stabilitas film air mata (Tear Film Break Up Time)19,20
Pada pasien xeroftalmia kekurangan musin berakibat tidak stabilnya
lapisan air mata yang mengakibatkan lapisan tersebut mudah pecah. Hal

29

ini mengakibatkan terbentuk Bintik-bintik kering dalam film air mata


(meniskus) sehingga epitel kornea atau konjungtiva terpajan ke dunia
luar. Pada tes ini akan positif didapatkan sel epitel yang rusak dilepaskan
dari kornea sehingga meninggalkan daerah-daerah yang kecil yang dapat
dipulas dan daerah tersebut akan tampak jika dibasahi flourescein
Pada mata normal, TBUT sekitar > 15 detik dan berkurang pada
penggunaan anastetik lokal, manipulasi mata atau dengan menahan
palbebra tetap terbuka. Pasien dengan TBUT kurang dari 3 detik
dklasifikasikan dalam mata kering. Jika terdapat defisiensi air, maka film
air mata akan tampak lebih tipis.
D. Pemeriksaan kornea
Pemeriksaan kornea dengan fluorescein pada pasein xeroftalmia akan
didapatkan positif daerah-daerah erosi dan terluka epitel kornea.
E. Pemeriksaan laboratorium15
- Pemeriksaan serum retinol dengan kromatografi pada keadaan
defisiensi protein maupun infeksi didapatkan kadar serum vitamin A
-

umumnya akan menurun dengan nilai serum retinol < 20 ug/dl.


Total retinol binding protein (RBP). Pemeriksaan dilakukan dengan
imunologik assay. RBP merupakan komponen yang lebih stabil dari
retinol namun nilainya kurang akurat karena dipengaruhi oleh serum
protein

2.6.8 Penatalaksanaan
1. Pemberian Vitamin A
Pemberian vitamin A akan memberikan perbaikan nyata dalam 1-2
minggu. Vitamin A dapat diberikan dengan dosis 30.000 unit/hari selama 1

30

minggu. Kebutuhan vitamin A adalah 1500-5000 IU/hari (anak sesuai usia)


dan 5000 IU (dewasa).15
Tabel 2. Jadwal dan Dosis Pemberian Kapsul Vitamin A pada anak penderita
Xeroftalmia2

Pada wanita dalam usia reproduktif (baik hamil atau tidak) yang
menderita rabun senja, bercak bitot hingga xerosis konjungtiva perlu diberikan
vitamin A dengan dosis 100.000 IU secara oral setiap harinya selama 2 minggu.
Sedangkan pada penderita dengan gangguan pada korneanya diberikan dosis
vitamin A sesuai dengan dosis pada anak diatas 1 tahun
Anak dengan diare dapat mengalami penurunan absorbsi vitamin A,
namun masih dapat menyerap lebih dari cukup untuk mengatasi defisiensi jika
dosis rekomendasi diberikan. Namun, anak xeroftalmia dengan malnutrisi
energi protein berat butuh dimonitor secara hati-hati sebab status vitamin A
tidak stabil dan dapat secara cepat memburuk, walaupun ditatalaksana sesuai
rekomendasi. Dosis tambahan dapat digunakan terhadap grup yang rentan
ini.12
31

Pemberian vitamin A akan memberikan perubahan atau perbaikan pada


penderita kekurangan vitamin A dalam waktu 1 2 minggu, berupa:

Mikrovili kornea akan timbul kembali sesudah 1 7 hari

Keratinisasi yang terjadi menghilang

Sel goblet konjungtiva kembali normal dalam 2 4 minggu

Tukak kornea memperlihatkan perbaikan, sehingga dapat direncanakan


keratoplasti.

2. Pemberian Obat Mata


Pada bercak Bitot tidak memerlukan obat tetes mata, kecuali ada infeksi
yang menyertainya. Obat tetes/salep mata antibiotik tanpa kortikosteroid
(Tetrasiklin 1%, Khloramfenikol 0.25-1% dan Gentamisin 0.3%) diberikan
pada penderita X2, X3A, X3B dengan dosis 4 x 1 tetes/hari dan berikan juga
tetes mata atropin 1 % 3 x 1 tetes/hari.2
Pengobatan dilakukan sekurang-kurangnya 7 hari sampai semua gejala
pada mata menghilang. Mata yang terganggu harus ditutup dengan kasa
selama 3-5 hari hingga peradangan dan iritasi mereda. Gunakan kasa yang
telah dicelupkan kedalam larutan Nacl 0,26 dan ganti kasa setiap kali
dilakukan pengobatan.2
3. Terapi Gizi Medis
Terapi Gizi Medis adalah terapi gizi khusus untuk penyembuhan kondisi
atau penyakit kronis dan luka-luka serta merupakan suatu penilaian terhadap

32

kondisi pasien sesuai intervensi yang diberikan agar klien serta keluarganya
dapat meneruskan penanganan diet yang telah disusun.2
Tujuan :2

Memberikan makanan yang adekuat sesuai kebutuhan untuk mencapai

status gizi normal.


Memberikan makanan tinggi sumber vit. A. untuk mengoreksi kurang
vitamin A.

Syarat :2
a. Energi/ Karbohidrat
Energi diberikan cukup untuk mencegah pemecahan protein menjadi
sumber energi dan untuk penyembuhan. Pada kasus gizi buruk, diberikan
bertahap mengikuti fase stabilisasi, transisi dan rehabilitasi, yaitu 80-100
kalori/kg BB, 150 kalori/ kg BB dan 200 kalori/ kg BB.
b. Protein
Protein diberikan tinggi, peranannya dalam pembentukan Retinol Binding
Protein dan Rodopsin. Pada gizi buruk diberikan bertahap yaitu : 1-1,5 gram/
kg BB / hari ; 2-3 gram/ kg BB/ hari dan 3-4 gram/ kg BB/ hari
c. Lemak
Lemak diberikan cukup agar penyerapan vitamin A optimal. Pemberian
minyak kelapa yang kaya akan asam lemak rantai sedang (MCT=Medium
Chain Tryglycerides). Penggunaan minyak kelapa sawi yang berwarna merah
dianjurkan, tetapi rasanya kurang enak.
d. Vitamin A

33

Diberikan tinggi untuk mengoreksi defisiensi. Sumber vitamin A yaitu


ikan, hati, susu, telur terutama kuning telur, sayuran hijau (bayam, daun
singkong, daun katuk, kangkung), buah berwarna merah, kuning, jingga
(pepaya, mangga dan pisang raja ), waluh kuning, ubi jalar kuning, Jagung
kuning.
e. Bentuk makanan
Mengingat kemungkinan kondisi sel epitel saluran cerna juga telah
mengalami gangguan, maka bentuk makanan diupayakan mudah cerna.
4. Mengobati penyakit infeksi ataupun gangguan yang mendasarinya
Anak dengan xeroftalmia, terutama rabun senja, seringkali sakit berat,
malnutrisi, dan dehidrasi. Tatalaksana umum, rehidrasi, dan diet tinggi protein
yang mudah diserap (jika diperlukan via pipa nasogastik) akan membantu
memperbaiki keadaannya. Penyakit penyerta, seperti infeksi respiratori dan
gastrointestinal, tuberkulosis, cacing, dan amobasis dapat ditatalaksana
dengan obat yang sesuai (antibiotik , anticacing, dan lain-lain).12
2.6.9 Komplikasi
Pada awal perjalanan xeroftalmia, penglihatan sedikit terganggu. Pada
kasus lanjut dapat timbul ulkus kornea, penipisan kornea dan perforasi.
Sesekali dapat terjadi infeksi bakteri sekunder dan berakibat jaringan parut
serta vaskularisasi pada kornea yang memperberat penurunan penglihatan.
Untuk komplikasi infeksi bakteri sekunder diberikan antibiotik berupa topikal
maupun sistemik. Antibiotik topikal yang dapat diberikan seperti
ciprofloxacin (0.3%) atau ofloxacin (0.3%). Sedangkan antibiotik sisitemik

34

yang dapat diberikan seperti ciprofloxacin 750 mg dua kali dalam sehari atau
sefalosporin.12
2.6.10 Prognosis
Prognosis pada stadium XN, X1A, X1B, dan X2 adalah baik, dengan
syarat pengobatan harus dilakukan secara dini dan harus dilakukan dengan
tepat. Sedangkan pada stadium yang lebih lanjut dimana telah terjadi
kerusakan kornea dan dapat menyebabkan kebutaan yang tidak dapat
disembuhkan lagi, maka prognosisnya jauh lebih buruk.12

35

Вам также может понравиться

  • Patofisiologi, Gejala Klinis New
    Patofisiologi, Gejala Klinis New
    Документ4 страницы
    Patofisiologi, Gejala Klinis New
    alifiah nabilla
    Оценок пока нет
  • Bab 1
    Bab 1
    Документ4 страницы
    Bab 1
    alifiah nabilla
    Оценок пока нет
  • Referat
    Referat
    Документ21 страница
    Referat
    alifiah nabilla
    Оценок пока нет
  • 1232 2169 1 SM PDF
    1232 2169 1 SM PDF
    Документ12 страниц
    1232 2169 1 SM PDF
    Fahrudin Rahman
    Оценок пока нет
  • Kanker Serviks
    Kanker Serviks
    Документ25 страниц
    Kanker Serviks
    alifiah nabilla
    Оценок пока нет
  • Lampiran PDF
    Lampiran PDF
    Документ18 страниц
    Lampiran PDF
    alifiah nabilla
    Оценок пока нет
  • Bab 3 HT
    Bab 3 HT
    Документ3 страницы
    Bab 3 HT
    alifiah nabilla
    Оценок пока нет
  • 4 11 1 PB PDF
    4 11 1 PB PDF
    Документ7 страниц
    4 11 1 PB PDF
    alifiah nabilla
    Оценок пока нет
  • Daftar Isi
    Daftar Isi
    Документ1 страница
    Daftar Isi
    alifiah nabilla
    Оценок пока нет
  • Laporan Kasus Individu Hiperemesis Gravidarum: Tri Unika Rizka Ramadhani Kelompok G-26 / 201610401011042
    Laporan Kasus Individu Hiperemesis Gravidarum: Tri Unika Rizka Ramadhani Kelompok G-26 / 201610401011042
    Документ26 страниц
    Laporan Kasus Individu Hiperemesis Gravidarum: Tri Unika Rizka Ramadhani Kelompok G-26 / 201610401011042
    alifiah nabilla
    Оценок пока нет
  • Daftar Pustaka
    Daftar Pustaka
    Документ1 страница
    Daftar Pustaka
    alifiah nabilla
    Оценок пока нет
  • Preeklampsia
    Preeklampsia
    Документ24 страницы
    Preeklampsia
    alifiah nabilla
    Оценок пока нет
  • Daftar Isi
    Daftar Isi
    Документ1 страница
    Daftar Isi
    alifiah nabilla
    Оценок пока нет
  • Abortus TF
    Abortus TF
    Документ9 страниц
    Abortus TF
    alifiah nabilla
    Оценок пока нет
  • Cover
    Cover
    Документ4 страницы
    Cover
    alifiah nabilla
    Оценок пока нет
  • Cracked Nipple
    Cracked Nipple
    Документ26 страниц
    Cracked Nipple
    Tegar Pamungkas
    100% (1)
  • Kuliah Luka Bakar
    Kuliah Luka Bakar
    Документ43 страницы
    Kuliah Luka Bakar
    alifiah nabilla
    Оценок пока нет
  • Devisi Kesehatan Survey
    Devisi Kesehatan Survey
    Документ1 страница
    Devisi Kesehatan Survey
    alifiah nabilla
    Оценок пока нет
  • TINJAUAN - PUSTAKA Perdoski
    TINJAUAN - PUSTAKA Perdoski
    Документ7 страниц
    TINJAUAN - PUSTAKA Perdoski
    alifiah nabilla
    Оценок пока нет
  • Materi Kuliah Blok Ikd 1
    Materi Kuliah Blok Ikd 1
    Документ3 страницы
    Materi Kuliah Blok Ikd 1
    alifiah nabilla
    Оценок пока нет
  • Materi Kuliah Blok Trauma Dan Kegawatdaruratan
    Materi Kuliah Blok Trauma Dan Kegawatdaruratan
    Документ6 страниц
    Materi Kuliah Blok Trauma Dan Kegawatdaruratan
    DeaSaf
    Оценок пока нет
  • Bab 1
    Bab 1
    Документ23 страницы
    Bab 1
    alifiah nabilla
    Оценок пока нет
  • 2344 5795 1 PB
    2344 5795 1 PB
    Документ10 страниц
    2344 5795 1 PB
    Flonisya
    Оценок пока нет
  • Laporan Kasus Gonore: Pembimbing: Dr. Andri Catur Jatmiko, Sp. KK Disusun Oleh: Radityo Haryo Yudhanto 201620401011074
    Laporan Kasus Gonore: Pembimbing: Dr. Andri Catur Jatmiko, Sp. KK Disusun Oleh: Radityo Haryo Yudhanto 201620401011074
    Документ57 страниц
    Laporan Kasus Gonore: Pembimbing: Dr. Andri Catur Jatmiko, Sp. KK Disusun Oleh: Radityo Haryo Yudhanto 201620401011074
    alifiah nabilla
    Оценок пока нет
  • Glikogenolisis Di Hati
    Glikogenolisis Di Hati
    Документ5 страниц
    Glikogenolisis Di Hati
    alifiah nabilla
    Оценок пока нет
  • Bab Ii - 2
    Bab Ii - 2
    Документ15 страниц
    Bab Ii - 2
    william28asshole
    Оценок пока нет
  • Resusitasi Neo 2013 Mel
    Resusitasi Neo 2013 Mel
    Документ87 страниц
    Resusitasi Neo 2013 Mel
    alifiah nabilla
    Оценок пока нет
  • Jurnal Kulit 1
    Jurnal Kulit 1
    Документ16 страниц
    Jurnal Kulit 1
    Echa Ayiimm
    Оценок пока нет
  • P-Drug Anak
    P-Drug Anak
    Документ19 страниц
    P-Drug Anak
    alifiah nabilla
    Оценок пока нет
  • Nefrotik Sindrom
    Nefrotik Sindrom
    Документ48 страниц
    Nefrotik Sindrom
    DevyLianto
    Оценок пока нет