Вы находитесь на странице: 1из 26

TUGAS RESUME

Tugas Ini Dibuat Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Teori
Kecakapan Komunikasi

DISUSUN OLEH :
Demi Apriliani

210110140109

Bayu Anindito

210110130427

Muhammad Hafidz Aziz

210110130257

Budiman Kaslan

210110130394

Vito G. Laksana

210110130402

Dosen Pengampu:
Dr. H. Antar Venus, Drs., M.A.
Detta Rahmawan, S.I.Kom., M.A.

PROGRAM STUDI MANAJEMEN KOMUNIKASI


FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS PADJADJARAN
2016

MENCAPAI HUBUNGAN YANG ROMANTIS


Kathryn Dindia
Lindsay Timmerman
Department of Communication, University of Wisconsin Milwaukee

Hubungan personal adalah keterampilan yang harus dicapai. Para ahli


berpendapat bahwa keterampilan sosial memainkan peran penting pada
pengembangan hubungan. Dalam ruang lingkup yang lebih luas, keterampilan
komunikasi lah yang memainkan peran vital dalam pengembangan, pertahanan,
serta pemutusan hubungan.
Karena sebuah hubungan dibentuk dari interaksi, keterampilan interaksi
yang fundamental dibutuhkan untuk mencapai hubungan personal. Sebagai
tambahan

untuk

keterampilan

interaksi

fundamental,

dan

keterampilan

komunikasi yang relevan, hubungan yang romantic melibatkan tugas yang


diperlukan dalam mencapai pengembangan hubungan. Kencan, hingga hubungan
yang romantic merupakan tipikal yang dipahami sebagai perjalanan dari suatu
tempat ke tempat lain, Tugas primer dari hubungan yang romantic adalah untuk
mencapai pengembangan hubungan, hal itu untuk menginisiasi hubungan,
mengeratkan, dan membuat hubungan berjalan seperti yang diinginkan.

PENDEKATAN STRATEGIS
Untuk membuat suatu pemahaman mengenai keterampilan komunikasi,
dibutuhkan suatu pemikiran bahwa hal ini dibutuhkan untuk mencapai
pengembangan hubungan. Kita harus membuat sutau pendekatan strategis dalam
hubungan personal (Burleson, Metts, & Kirch, 2000).

Strategi komunikasi adalah harapan

seorang individu dan perilaku

komunikasi yang actual, dalam rangka mencapai tujuan tertentu (Seibold, Cantrill,
& Meyers, 1994). Penelitian mengenai strategi individu digunakan untuk
mengembangkan, mempertahankan, dan pemutusan hubungan yang berindikasi
pada bagaimana khalayak menggunakan perilaku komunikasi untuk mencapai
pengembangan hubungan.
Sebagai tambahan, dalam penelitian mengenai strategi komunikasi, kita
menggabungkan penelitian pada skrip komunikasi untuk pengembangan
hubungan yang romantic.

Berger dan Kellerman (1984) menyatakan bahwa

tujuan dari effisiensi dan kelayakan sosial menjadi sangat penting untuk
menghantarkan komunikasi yang strategis.

MENCAPAI PENGEMBANGAN HUBUNGAN


Sebuah hubungan tidak dimulai lalu kemudian berkembang ke arah yang
lebih serius dengan sendirinya, dan juga tidak statis dengan sendirinya. Untuk
mengembangkan sebuah hubungan, seseorang harus mampu mempengaruhi
setidaknya tiga dimensi hubungan yang berubah secara sistematis sebagai suatu
pengembangan hubungan.: frekuensi dan durasi interaksi, keintiman, dan
kesukaan atau ketertarikan.

Tiga Dimensi dalam Hubungan


Sebuah hubungan adalah sebuah interaksi. Dimulai dengan interaksi
pertama, dan berakhir dengan interaksi terakhir.itu menjadi satu demonstrari
bahwa frekuensi dan durasi dari interaksi akan berkaitan dengan pengembangan
hubungan.
Keintiminan adalah dimensi mayor dalam hubungan. Hubungan yang
berkembang ke arah yang lebih serius akan menambah pula keintiman dalam
proses pengembanganya. Keintiman dalam hal ini termasuk verbal sharing dari

informasi yang bersifat personal, dan pemahman mengenai informasi personal


pasangan.
Kesukaan atau ketertarikan juga merupakan dimensi mayor dalan
hubungan. Untuk memulai suatu hubungan yang romantic, seseorang harus
memiliki rasa suka untuk mempertahankan hubungan tersebut, dan seseorang lagi
haruslah membantu mempertahankan rasa suka tersebut.
MEMULAI HUBUNGAN YANG ROMANTIS
Untuk memulai hubungan yang romantic, tugas pertama yang harus
dicapai adalah mempunyai interaksi yang baik, dan adanya suatu power untuk
memimpin interaksi di masa depan.
Kemampuan Berinteraksi
Mencapai suatu interaksi yang baik membutuhkan keterampilan interaksi yang
fundamental. David (1973) mengelaborasi 6 tugas yang harus dicapai seorang
individu untuk bisa menarik hati orang lain:
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Qualifiers
Clearance
Opener
Integrating Topic
Come-On Self
Second Encounter

Interaksi
Ada beberapa keterampilan komunikasi yang relevan untuk membuat suatu
interaksi yang baik dengan partner romantic yang potensial. Adapun beberapa cara
yang dibutuhkan dalam membuat suatu interaksi yang baik diantaranya:
1. Planning Meetings.
2. Small Talk
Communicating, Generating, and Assessing Liking

Mengkomunikasikan kesukaan dapat dicapai secara langsung ataupun tidak.


Clark et al. (1999) menemukan bahwa flirting, komunikasi non verbal, dan
perilaku yang menunjukkan rasa ketertarikan dapat disimpulkan sebagai strategi
untuk memulai sebuah hubungan yang romantic. Adapun beberapa strategi primer
yang dapat membantu mengembangkan hubungan yang romantic diantaranya:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

Inclusion of Others
Informasi Acquisition
Self-Disclosure
Self-Presentation
Doing Favors
Communicate Similarity
Other Enhancement
Rewards
Small Talk

COMMUNICATION

SKILLS

TO

INTENSIFY

ROMANTIC

RELATIONSHIP
Hubungan yang beranjak ke arah yang lebih serius dapat ditempuh melalui
beberapa cara:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

The Direct Approach


Indirectness
Increase Frequency and Duration of Contact
Expressions of Affection and Tokens of Affection
Increase Rewards
Self-Disclosure and Personalized Communication
Third Party Assistance

COMMUNICATION SKILLS TO MAINTAIN RELATIONSHIP


Banyak perilaku komunikasi yang berfungsi untuk mempertahankan
hubungan.

Mempertahankan

hubungan

membutuhkan

suatu

perilaku

berkelanjutan yang meliputi: melakukan hal bersama, menunjukkan ketertarikan


baik secara verbal maupun non verbal, hingga menunjukkan keintiman satu sama
lain.

Memang, penelitian mengindikasikan bahwa banyak strategi yang


digunakan untuk memulai suatu hubungan yang juga digunakan untuk
mempertahankan hubungan. Sebagai tambahan, untuk mempertahankan kualitas
sebuah hubungan yang berkembang seiring dengan pengembangan hubungan
yang dilakukan, hubungan romantic yang tertutup menunjukkan beberapa fungsi
hubungan itu sendiri.
Mempertahankan Interaksi
Interaksi adalah fondasi sebuah hubungan. Untuk memulai suatu
hubungan, kita harus sepakat untuk membuat sebuah interaksi. Menghabiskan
waktu bersama hingga melakukan segala hal bersama merupakan strategi untuk
mempertahankan

hubungan.

Kedua

hal

tersebut

merupakan

strategi

mempertahankan hubungan yang paling banyak digunakan.


Mempertahankan Kesukaan
Karakteristik yang kedua yang harus dipertahankan adalah kesukaan.
Dindia dan Baxter (1987) menemukan bahwa ekspresi dari kasih sayang
merupakan satu hal yang paling disebut untuk mempertahankan satu hubungan.
Stafford dan Canary (1991) mengemukakan lima relasional strategi
mempertahankan hubungan yang berkaitan dengan faktor analisis: kepositifan,
keterbukaan, jaminan, jaringan, dan sharing tasks.

Mempertahankan Keintiman
Beberapa strategi untuk mempertahankan kesukaan juga berfungsi untuk
mempertahankan keintiman. Sebagai tambahan, self-disclosure pun dapat
berfungsi untuk mempertahankan hubungan.

Jaringan Sosial

Jaringan sosial sempat digunakan sebagai strategi untuk memulai


hubungan dan sebagai upaya mempertahankan hubungan. Stafford dan Canary
(1991) menemukan bahwa jaringan sosial (menghabiskan waktu bersama teman
dan relasi yang sama) adalah strategi untuk mempertahankan hubungan. Jaringan
sosial juga muncul untuk mempertahankan hubungan dengan cara lain, seperti
mengekespresikan perasaan kepada pasangan secara langsung.
Memperbaiki Hubungan
Ada beberapa penelitian yang membahas mengenai memperbaiki
hubungan. Sebagian besar dari penelitian tersebut focus pada memulai,
mempertahankan, dan memutuskan. Secara spesifik, meta-communication
dilaporkan lebih sering saat tujuan untuk memperbaiki hubungan dilakukan
dibandingkan untuk mempertahankan hubungan.
Ekspresi Kecemburuan
Kecemburuan adalah sebuah fenomena interpersonal. Biasanya muncul
ketika hubungan tersebut mendapat ancaman. Komunikasi memainkan peran yang
cukup signifikan berkaitan dengan pengekspresian kecemburuan.
Kecemburuan yang romantic memiliki kekuatan untuk berimbas pada
kelanjutan hubungan. Adapun dua tipe respon untuk kecemburuan:
1. Interactive Responses to Jealousy
2. General Responses to Jealousy

Keterampilan Komunikasi Pasangan:


Ulasan dan Diskusi Perspektif Baru

Adrian B. Kelly
Griffith University, Gold Coast, Queensland

Frank D. Fincham

State University of New York at Buffalo

Steven R. H. Beach
University of Georgia, Athens

Pertama-tama, pernikahan adalah lembaga sosial yang cukup popular dengan


sekitar 80% populasi berniat untuk menikah di beberapa titik dalam kehidupan
mereka (McDonald, 1995). Meskipun kebanyakan hubungan berpasangan dimulai
dengan bahagia, tingkat kepuasan dalam pernikahan mengikis pernikahan dalam
proporsi yang substansial. Pada waktu tertentu, 20% pasangan suami istri
melaporkan ketidakpuasan dalam perkawinan (Reynolds, Rizzo, Gallagher, &
Speedy, 1979), dan di negara-negara barat 40-55% pernikahan berakhir dengan
perceraian (De Guilbert-Lantoine & Monnier, 1992; McDonald, 1995). Kedua,
komunikasi pernikahan lebih dihargai oleh individu yang menikah daripada
komunikasi dengan orang lain; diantara orang-orang yang telah menikah,
pasangan mereka adalah orang yang paling sering dicari untuk dukungan (Beach,
Martin, Blum, & Roman. 1993; Cutrona, 1996; Sarason, Sarason, & Pierce,
1994). Ketiga, eskalasi atau peningkatan konfik menjadi kekerasan sangat umum
dalam pernikahan; agresi fisik terjadi dalam sekitar 30% pernikahan di United
States (Straus, Gelles, & Steinmetz, 1980) dan pasangan yang baru menikah di
United Kingdom (Kelly & Fincham, 1999), berujung pada cidera fisik yang
signifikan dalam sekitar 10% pasangan (Straus & Gelles, 1986; Straus et al.,
1980), dan hal yang paling umum dalam konteks interpersonal di mana
pembunuhan terjadi (National Committee on Violence, 1990). Keempat, konflik
pernikahan berhubungan dengan masalah anak, khususnya ketika anak terpapar
masalah yang belum terselesaikan dan berkala, agresi fisik yang intens, dan tak
terselesaikan (Cummings & Davies, 1994; Fantuzzo, et al., 1991; Grych &
Fincham, 1990, 1992). Terakhir, komunikasi berpasangan yang bermasalah
diasosiasikan dengan indikator penyakit yang berhubungan dengan stres, seperti
respon imun yang buruk (Kiecolt-Glaser et al., 1987) dan peningkatan hormon
yang berkaitan dengan stres yang berkelanjutan.

KONSEPTUALISASI DAN OPERASIONALISASI KEMAMPUAN


KOMUNIKASI BERPASANGAN

Kemampuan komunikasi merujuk pada kemampuan untuk mewujudkan tujuan


komunikatif

dalam interaksi dengan sikap yang dapat diterima secara sosial

(Burleson & Denton, 1997). Dengan demikian, perilaku komunikasi tidak perlu
melibatkan penggunaan keterampilan; namun, dapat diasumsikan bahwa
kemampuan komunikasi melibatkan perilaku komunikasi. Hal tersebut merupakan
perbedaan yang penting karena memiliki keterlibatan dengan bagaimana peneliti
dapat mengkuantifikasi kemampuan komunikasi pasangan suami istri. Teoritisi
berpendapat bahwa diskusi problem-solving, forum paling umum untuk
mengevaluasi komunikasi berpasangan, mungkin menjadi operasionalisasi yang
baik bagi perilaku komunikatif, tetapi tidak untuk mengukur kemampuan
komunikasi (Burleson & Denton, 1997).
Pengukuran kuantitatif kepuasan berhubungan yang paling sering
digunakan adalah Dyadic Adjustment Scale (DAS; Spanier, 1976) dan Marital
Adjustment Test (MAT; Locke & Wallace, 1959). Sebuah fitur dari pengukuranpengukuran tersebut yaitu pengukuran tersebut meliputi gabungan dari beberapa
hal, mulai dari laporan perilaku tertentu yang terjadi dalam pernikahan sampai
dengan kesimpulan evaluatif mengenai pernikahan secara keseluruhan. Sebuah
masalah dari relevansi langsung dari dampak kemampuan komunikasi dalam
kepuasan pernikahan adalah DAS dan MAT mengandung perilaku dan
kemampuan komunikasi. Contohnya, dalam MAT, terdapat pertanyaan Kapan
ketidaksepahaman timbul, hal tersebut muncul atas suami memberikan/istri
memberikan/persetujuan dengan memberi dan menerima secara mutual.
Untuk mengukur perilaku dan kemampuan komunikasi, observasi
dilakukan dengan merekam pasangan yang sedang mendiskusikan masalah
mereka untuk waktu yang singkat (biasanya sekitar 10 menit) dalam keadaan yang
ditentukan peneliti (Weiss & Heyman, 1997). Coder yang terlatih lalu mengukur
kejadian-kejadian berperilaku yang diasumsikan sebagai komunikasi yang
fungsional maupun yang tidak fungsional.

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa komunikasi berpasangan


bervariasi tergantung faktor kontekstual. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa
interaksi pernikahan yang bermasalah terjadi lebih sering di dalam rumah
pasangan tersebut pada kehidupan sehari-hari yang penuh stres dan pada waktu
dan tempat yang penuh tuntutan (Halford, Gravestock, Lowe, & Scheldt, 1992).
Selanjutnya, topik perselisihan pernikahan sering bertepatan dengan aktivitas
yang sedang dilakukan oleh salah satu pasangan (Halford et al., 1992). Bolger,
DeLongis, Kessler, dan Wethington (1989) mengemukakan bahwa perdebatan
dalam pekerjaan berhubungan dengan konflik pernikahan pada malam harinya di
rumah. Tidak diragukan lagi pasangan membawa masalah mereka ke ranah klinik,
tapi dengan begitu beberapa informasi penting dapat hilang karena meneliti
kemampuan komunikasi di luar ekologi alami dari interaksi berpasangan
(Fincham & Beach, 1999a).
Meskipun beberapa informasi dalam konteks interaksi berpasangan hilang,
terdapat bukti yang cukup bahwa observasi klinik yang terstruktur mewakili
interaksi pasangan yang sebenarnya. Contohnya, pasangan suami istri melaporkan
bahwa interaksi klinik mengingatkan mereka dengan bagaimana mereka
berinteraksi di rumah (e.g., Margolin, John, & Gleberman, 1989). Komunikasi
pernikahan di laboratorium tampak serupa dengan interaksi pernikahan di rumah
(Kelly & Halford, 1995; Krokoff, Gottman, & Hass, 1989).
Poin kedua, sistem coding tidak dapat dipungkiri membatasi pandangan
peneliti sehubungan dengan kompleksitas interaksi berpasangan. Ketika pasangan
berkomunikasi, mereka menunjukkan segala macam variabilitas dalam konten
verbal, strategi dalam penyelesaian masalah, kecepatan dalam pertukaran pesan,
postur, gerakan wajah, dan tampilan emosi.
Sistem coding sangat beragam dalam unit coding dan kompleksitas unit
(Floyd, 1989). Contohnya, salah satu unit coding dapat berhubungan dengan
sampling waktu (di mana unit adalah jumlah waktu tertentu) atau event sampling
(di mana durasi unit adalah variabel dan ditentukan oleh batas-batas yang terjadi
secara alami, seperti pernyataan atau unit pemikiran). Beberapa perilaku
didefinisikan a priori dan menyangkut penilaian yang relatif kecil (contohnya

senyum), sedangkan yang lainnya menyangkut penilaian yang besar atau abstraksi
oleh peneliti (contohnya enmeshment; keluarga di mana batas-batas personal
terdifusi)
The Marital Interaction Coding System (MICS-IV; Heyman, Weiss, &
Eddy, 1995) adalah sistem mikroanalitik yang tervalidasi, di mana unit coding
adalah kecil dan perlaku diawasi secara terpisah. Dalam MICS-IV, setiap perilaku
baru diberikan kode, termasuk perubahan dalam konten pembicara, dengan
perilaku verbal dan nonberbal digunakan dalam pengambilan keputusan oleh
coder. Contoh selanjutnya adalah withdrawal atau penarikan, di mana gestalt
perilaku (contohnya, tidak ada respon terhadap partner, tanda tidak tertarik seperti
memutarkan mata, bahasa tubuh tertutup, tidak ada eye contact) digunakan untuk
menilai apakah withdrawal sedang terjadi.
Dalam Marital Interaction Coding System, peringkat perilaku nonverbal
positif, netral, dan negatif. Peringkat ini ditetapkan berdasarkan nada suara,
ekspresi wajah, dan sikap tubuh. Peringkat kasar semacam ini mungkin
kehilangan variabilitas penting dalam perilaku "negatif", seperti apakah pasangan
menunjukkan depresi atau marah. Sebagai contoh, Specific Affect Coding System
(SPAFF; Gottman, McCoy, Coan, & Collier, 1996) dapat digunakan untuk
memberikan kode lima sikap negatif (marah, jijik / penghinaan, sedih, takut, atau
merengek) dan empat sikap positif (kasih sayang / peduli, humor, minat / rasa
ingin tahu, atau sukacita antusiasme). Menggunakan SPAFF itu, Gottman (1994)
menemukan bahwa kebencian dan balas dendam memiliki efek yang lebih korosif
pada kepuasan hubungan daripada bentuk-bentuk lain dari ekspresi kemarahan.
Temuan ini menunjukkan bahwa beberapa bentuk perilaku interaktif tradisional
dipandang sebagai negatif mungkin memiliki efek positif dan bahwa ada utilitas
prediktif dalam menangkap perbedaan kualitatif dalam negatif mempengaruhi
ekspresi. Pada waktu bersamaan, variabilitas dalam besarnya efek pembalikan
tersebut menunjukkan perlunya penelitian pada perilaku interaktif dalam
pernikahan akan lebih baik didasarkan secara teoritis (Fincham & Pantai, 1999b),
titik yang kita kembali nanti.

Pada ekstrem yang berlawanan, sistem macrocoding telah dikembangkan


dan diuji, termasuk Interactional Dimension Coding System (IDC; Julien,
Markman, Lindahl, Johnson, & van Widenfelt, 1987), dan Marital Interactions
Coding System Global (MICS-G; Weiss & Tolman, 1990). sistem Macrocoding
memiliki besar coding unit (biasanya sekitar 3 menit), dan coders membuat rating
Likert keseluruhan berdasarkan frekuensi, intensitas, dan durasi kode ringkasan.
Untuk mengambil satu ini sebagai contoh, MICS-G memiliki kategori enam
Ringkasan: konflik, masalah pemecahan, validasi, pembatalan, fasilitasi, dan
penarikan. Kode Ringkasan digunakan dalam banyak sistem macrocoding
mencerminkan perilaku yang telah ditemukan keterkaitannya dengan kepuasan
pernikahan menggunakan sistem microcoding.
Beberapa keterbatasan empiris dan konseptual tentang sistem coding untuk
beberapa komunikasi telah dikembangkan. Tidak mengherankan, kehandalan
interobserver untuk macrocodes lebih rendah dari sistem microcoding (Floyd,
1989). Tingginya tingkat abstraksi membuat jelas bagaimana coders membuat
penilaian mereka (Floyd, 1989; Weiss, 1989). Pada tingkat konseptual, teori
perkawinan

berpendapat

bahwa

metode

pengkodean

(baik

mikro

dan

macrocoding sistem) liar di beberapa cara dari formulasi perilaku komunikasi


pasangan. Terutama, Jacobson dan Christensen (1996) berpendapat bahwa
pengamatan perilaku sering didasarkan pada pertimbangan nilai tentang apa yang
merupakan "Baik" dan "buruk" komunikasi.
PENEMUAN PENELITIAN KOMUNIKASI BERPASANGAN

Sebagai kerangka untuk menjelajahi temuan penelitian, kita mengadopsi tipologi


komunikasi Burleson (1992). Dalam tipologi ini, empat proses yang diusulkan:
produksi pesan keterampilan, keterampilan penerimaan pesan, keterampilan
interaksi, dan keterampilan persepsi sosial. Keuntungan dari kerangka ini lebih
dikotomi sederhana lainnya (misalnya, verbal / nonverbal) adalah bahwa peran
kognisi diakui, dan menyediakan kerangka kerja heuristik yang baik untuk
menjelaskan di mana masalah komunikasi terjadi.

Produksi Pesan

Keterampilan produksi pesan berhubungan dengan pembuatan, artikulasi, dan


pemantauan isi pesan. Kami berpendapat bahwa proses kognitif merupakan
bagian integral dari produksi pesan. Untuk berperilaku dengan cara yang
memfasilitasi pemecahan masalah, keterampilan intrapersonal seperti reframing
masalah, pendekatan yang menyenangkan pada masalah, mengelola efek negatif,
dan mengedit impuls destruktif (Halford, Sanders, & Behrens, 1994). Tanggapan
prososial untuk perilaku negatif pasangannya tidak datang secara otomatis, dan
sering respon yang dihasilkan pasangan benar-benar jauh lebih konstruktif dari
tanggapan yang mereka terima di awal (Yovetich & Rusbult, 1994).
Ada beberapa bukti bahwa pasangan tertekan memiliki kepercayaan diri
yang rendah dalam kemampuan mereka untuk secara efektif memecahkan
masalah. Diadaptasi dari Bandura (1977) keberhasilan dengan konteks hubungan,
Notarius dan Vanzetti (1983) mengusulkan membangun potensi relasional, yang
didefinisikan sebagai kepercayaan individu tentang kemampuan pasangan untuk
berhasil menyelesaikan berbagai masalah hubungan (Doherty, 1981; Notarius &
Vanzetti, 1983). Potensi relasional dapat menentukan kegigihan seorang pasangan
dalam resolusi konflik, gaya yang digunakan dalam resolusi konflik, dan
kesediaan untuk terlibat dalam diskusi masalah perkawinan (Fincham &
Bradbury, 1987; Fincham, Bradbury, & Grych, 1990). Baucom dan Epstein (1990)
mendalilkan bahwa bentuk harapan pasangan atas dasar pengalaman interaktif
sebelumnya tentang bagaimana pasangan mereka akan berperilaku dalam berbagai
situasi. Dua penelitian yang diterbitkan telah menilai dampak dari harapan pada
perilaku interaktif. Vanzetti et al. (1992) meneliti frekuensi positif dan perilaku
mitra negatif diprediksi untuk setiap pasangan menggunakan daftar prainteraksi.
Fincham, Garnier, Gano-Phillips, dan Osborne (1995) berpendapat bahwa
konstruksi kognitif seperti harapan yang tidak hanya ukuran sentimen utama
perkawinan, tetapi kontribusi varian unik untuk kepuasan pernikahan di atas
sentimen dominan pernikahan. Sebelum tugas diskusi, Fincham et al. (1995)
pasangan diminta untuk menilai kemungkinan bahwa berbagai kemungkinan
perilaku mitra akan terjadi. Perilaku pasangan termasuk orang-orang yang positif

(misalnya, "Pasangan saya akan mendukung saya dan pandangan saya tentang
masalah ") dan negatif (misalnya," Pasangan saya akan tidak mendengarkan
sepenuhnya dengan apa yang saya katakan "). Pasangan juga menunjukkan sejauh
mana mereka saat ini mengalami berbagai positif dan negatif mempengaruhi
deskripsi (Mis, senang, cemas, dan marah).
Dalam hal produksi pesan yang diamati, hal ini mungkin tidak
mengherankan bahwa ketika pasangan tertekan membahas masalah hubungan,
mereka menunjukkan lebih banyak interupsi (Schaap, 1984), kritik dan mengeluh
(Fichten & Wright, 1983; Revensdorf, Hahlweg, Schindler, & Vogel, 1984), dan
solusi negatif (misalnya, "Mari kita lupakan semuanya "; Weiss & Tolman, 1990).
Gottman (1994) menemukan bahwa pasangan senang menggunakan metakomunikasi untuk memperbaiki perilaku interaktif membantu.
Misalnya, pasangan mungkin menanggapi "Silakan, Anda tidak membiarkan saya
selesai berbicara" dengan "Maaf. . . harap selesaikan apa yang Anda katakan. "
Sebuah ajaran sentral dari teori perilaku berpasangan adalah bahwa
perilaku dan keterampilan komunikasi tidak hanya memprediksi kepuasan
hubungan saat ini, tetapi memprediksi hubungan kepuasan dari waktu ke waktu.
Ada bukti kuat bahwa perilaku komunikasi negatif dari jenis yang dijelaskan di
atas memprediksi perubahan jangka panjang dalam kepuasan perkawinan.
Menggunakan Pearson momen-produk koefisien, Karney dan Bradbury
menemukan bahwa pasangan ' perilaku negatif di Time 1 sangat diprediksi
kualitas perkawinan di Time 2 (rs antara -.30 dan -.42 untuk suami dan istri,
masing-masing). Perilaku positif juga meramalkan baik kepuasan pernikahan dan
stabilitas. Dalam, efek agregat tertentu ukuran r = 0,42 untuk istri dan r = 0,37
untuk suami ditemukan pada prediksi kepuasan pernikahan, dan r = 0,33 untuk
istri dan r = 0,46 untuk suami di prediksi stabilitas perkawinan.
Apa yang luar biasa adalah pasangan yang bahagia akan mengalami
senyum, tertawa, kasih sayang, dan kehangatan. Demikian pula, agitasi, air mata,
kesusahan, kemarahan, dan dingin dialami oleh pasangan yang tertekan. Pasangan
bahagia dan tertekan berbeda dalam perilaku nonverbal mereka selama interaksi
(misalnya, Gottman, 1979; Levenson & Gottman, 1983; untuk review, lihat

Bradbury & Fincham, 1987). Birchler, Weiss, dan Vincent (1975) menemukan
bahwa pasangan tertekan berperilaku dengan kurang humor, persetujuan,
tersenyum, dan tawa dari pasangan bahagia.
Untuk menggambarkan komunikasi fungsional dan disfungsional sebagai
variabel terpisah untuk menghilangkan kemungkinan bahwa setiap orang dapat
menenangkan orang lain. Pasangan dengan tingkat yang sama negatif mungkin
berbeda jauh dalam kepuasan perkawinan jika ada perbedaan positif pengalaman
(Fincham et al., 1997). Ini masuk akal intuitif dan didukung oleh beberapa
penelitian. Ada bukti yang baik bahwa rasio positif untuk perilaku negatif
bervariasi di seluruh pasangan bahagia dan tidak bahagia. Misalnya, Birchler et al.
(1975) menemukan bahwa rasio positif dengan perilaku negatif adalah sekitar 30
untuk pasangan tidak tertekan dan sekitar 4 untuk pasangan tertekan.
Penerimaan Pesan

Pesan penerimaan berkaitan dengan kehadiran, pemahaman, penafsiran, dan


penyimpanan pesan dari orang lain (Burleson & Denton, 1997). Kognisi yang
paling diselidiki secara ekstensif dipelajari dalam pernikahan adalah atribusi
pasangan membuat acara perkawinan. Sejumlah besar penelitian telah
menunjukkan bahwa pasangan tertekan, relatif terhadap pasangan tidak tertekan,
membuat atribusi kausal maladaptif yang menonjolkan dampak peristiwa
perkawinan negatif dan meminimalkan dampak peristiwa positif (lihat Fincham,
di tekan, untuk review). Akhirnya, Fincham dan Bradbury (1987) menemukan
bahwa atribusi, tetapi tidak keyakinan realistis, memprediksi kepuasan pernikahan
12 bulan kemudian. Hasil ini telah direplikasi dan independen dari suami-istri
yang depresi (Fincham & Bradbury, 1993) dan kekerasan perkawinan (Fincham,
Bradbury, Arias, Byrne, & Karney, 1997).

Keterampilan Interaksi

Keterampilan interaksi berhubungan dengan kelancaran dan pertukaran informasi


(Burleson & Denton, 1997). Sering digambarkan sebagai "tanda" proses

komunikasi

dalam

pasangan

tertekan,

pasangan

tertekan

menunjukkan

kemungkinan yang lebih besar dari perilaku negatif oleh salah satu pasangan
(misalnya, kritik) yang diikuti oleh respon negatif (misalnya, kritik, penolakan
tanggung jawab, atau gangguan) oleh pasangan (Gottman, 1994; Margolin &
Wampold, 1981). Gottman (1994) mengartikan fenomena ini sebagai masalah
terjebak dalam hubungan yang destruktif, di mana pasangan yang tertekan,
tidak seperti pasangan bahagia, tidak dapat keluar.
Timbal balik negatif telah terbukti memiliki dampak negatif pada
kepuasan pernikahan dari waktu ke waktu. Julien, Markman, dan Lindahl (1989)
meneliti interaksi pranikah dari 59 pasangan, Peringkat interaksi mereka untuk
eskalasi positif dan negatif dan menghubungkan peringkat ini dengan kepuasan
hubungan 18, 36, dan 48 bulan kemudian. tingkat yang lebih tinggi dari eskalasi
negatif pada waktu 1 covaried dengan tingkat yang lebih rendah dari kepuasan
secara bersamaan (R42) dan pada titik waktu kemudian (r = -. 23, -. 30, dan-.30
masing-masing), meskipun korelasinya sederhana.
Selain timbal balik negatif, timbal balik positif (kemungkinan peningkatan
tanggapan positif ketika pasangan berperilaku positif) telah dilaporkan terkait
dengan penurunan kepuasan pernikahan (Filsinger & Thoma, 1988). Analisis post
hoc pada mereka yang mempertahankan pernikahan dan mereka yang berpisah 60
bulan kemudian mengungkapkan bahwa tingkat yang lebih tinggi dari timbal balik
positif pada penilaian awal lebih berkarakter dari hubungan yang telah berakhir 60
bulan daripada mereka yang tinggal bersama. Penemuan timbal balik positif
memprediksi ketidakstabilan perkawinan mungkin tampak berlawanan dengan
intuisi; namun, konsisten dengan interpretasi Weiss dan Heyman (1997) dan
Gottman (1994), hasil ini menunjukkan bahwa pasangan tertekan terkunci ke
dalam urutan tingkah laku.
Sebuah proses interaksional kunci yang umum diamati pada pasangan
tertekan adalah bahwa tekanan salah satu pasangan menekan pasangannya dengan
tuntutan, keluhan, dan kritik, sedangkan pasangan menarik diri dengan defensif
dan bertindak pasif. Pola interaksi ini sering disebut sebagai pola demandwithdraw (Christensen, 1987, 1988). Christensen dan Heavey (1990) merekam

interaksi keluarga membahas topik yang berkaitan dengan perilaku orang tua.
Ditemukan bahwa frekuensi tuntutan oleh pasangan wanita dan penarikan oleh
pasangan laki-laki berhubungan negatif dengan kepuasan pernikahan.
Bahwa perempuan-demand dan laki-withdraw perilaku yang terkait
dengan kepuasan perkawinan yang rendah konsisten dengan beberapa penelitian
lain dari perbedaan gender dalam tingkah laku interaktif. Secara khusus, wanita
menampilkan lebih banyak pengaruh dan perilaku negatif dari yang dilakukan pria
(Margolin & Wampold, 1981; Notarius & Johnson, 1982; Schaap, 1982), dan
pasangan laki-laki membuat pernyataan yang lebih sugestif pada withdrawal,
seperti tidak menanggapi dan membuat komentar yang tidak relevan (Schaap,
1982; Schaap, Buunk, & Kerkstra, 1988). Pada pasangan tertekan, wanita
meminta perubahan lebih dalam pasangan mereka daripada sebaliknya dan juga
melaporkan menginginkan derajat lebih tinggi dari perubahan dibandingkan lakilaki (Margolin, Talovic, & Weinstein, 1983).
Teori perkawinan telah berspekulasi bahwa pria menemukan konflik
intrinsik lebih menyedihkan daripada wanita, dan ini adalah mengapa pria
cenderung menarik diri dari diskusi konfliktual (Gottman, 1994). Pandangan ini
telah dikritik dengan alasan bahwa demand dan withdraw dapat bervariasi sesuai
dengan yang mitra menginginkan perubahan (Heavey, Layne, & Christensen,
1993). Selain itu, perempuan tampaknya lebih reaktif terhadap konflik dengan
pasangan romantis daripada pria di sejumlah indeks fisiologis (Kiecolt-Glazer et
al., 1996).
Untuk memperjelas masalah ini, Heavey, Christensen, dan Malamuth
(1995) mengeksplorasi bagaimana pola demand-withdraw bervariasi sesuai
dengan masalah yang dibahas. Ketika membahas masalah suami, tidak ada
perbedaan sistematis dalam peran yang diambil oleh masing-masing pasangan.
Ketika membahas masalah istri, namun, wanita yang jauh lebih mungkin untuk
menuntut dan laki-laki lebih mungkin menarik dari sebaliknya. Demikian pula,
Klinetob dan Smith (1996) menemukan bahwa pola demand-withdraw beralih
polaritas ketika topik yang dipilih untuk diskusi jelas berfokus pada isu perubahan
untuk setiap pasangan. Kedua studi menunjukkan bahwa kecenderungan untuk

menarik lebih besar untuk pria dan wanita berkaitan dengan masalah pasangan.
Konsisten dengan Burleson dan Denten (1997), temuan tersebut menunjukkan
bahwa perilaku demand-withdraw sangat dipengaruhi oleh motivasi untuk
perubahan dan mungkin kurang manifestasi dari defisit keterampilan komunikasi.
Empat langkah fisiologis diambil untuk setiap mata pelajaran, dan ukuran
timbal balik interspousal dihitung (disebut linkage fisiologis). Keterkaitan
termphysiological didefinisikan sebagai probabilitas bahwa perubahan respon
fisiologis dalam satu pasangan akan diikuti oleh yang sama perubahan mitra
(sementara memperhitungkan autokorelasi). Temuan pusat adalah bahwa untuk
diskusi masalah, ada korelasi negatif yang signifikan antara ukuran rata-rata
linkage fisiologis (menggunakan semua empat langkah fisiologis) dan kepuasan
pernikahan. Semakin kuat korelasi gairah fisiologis antara mitra ketika
mendiskusikan masalah, semakin besar tekanan perkawinan mereka. Khususnya,
ini Rata-rata ukuran linkage fisiologis menjelaskan 60% dari varians dalam saat
kepuasan pernikahan. Juga, negatif mempengaruhi timbal balik menjelaskan 16%
dari varians dalam hubungan skor perubahan kepuasan lebih yang dijelaskan
dengan menggunakan indikator fisiologis gairah. Membangun temuan ini,
Gottman dan koleganya menggunakan ini sebagai lanjut bukti bahwa pasangan
tertekan yang terjerat dalam siklus negatif.
Persepsi Pasangan

Persepsi sosial berkaitan dengan apa yang menghadiri atau tayangan salah satu
bentuk lain. Hal ini juga ditetapkan bahwa pasangan tertekan melihat tingkah laku
pasangan mereka dan peristiwa hubungan berbeda dari satu sama lain. Pasangan
dalam hubungan tertekan menunjukkan perjanjian yang rendah dalam laporan
mereka kejadian hubungan (Christensen & Nies, 1980; Elwood & Jacobson,
1982), dan bahkan dengan kesepakatan pelatihan yang ekstensif tarif tetap jauh di
bawah standar konvensional untuk observasi terpercaya (Elwood & Jacobson,
1988). Teori perkawinan mengusulkan bahwa perjanjian interspousal rendah
mungkin lebih merupakan fungsi dari berbagai filter kognitif dan bias yang
mengubah kenangan pernikahan peristiwa dan kurang fungsi dari perilaku

interaksional sebenarnya (Floyd & Markman, 1983). Juga, pasangan tertekan


memiliki persepsi yang lebih negatif dari perilaku pasangan mereka daripada
pengamat obyektif (Christensen, Sullaway, & King, 1983)
Bias positif dapat berkontribusi untuk pelaksanaan keterampilan interaksi
fungsional dan kepuasan hubungan yang tinggi. Murray, Holmes, dan Griffin
(1996) menyelidiki sejauh mana ideal kualitas suami-istri (mis, kebaikan, kasih
sayang, keterbukaan, kesabaran, pengertian, responsif, toleransi, dan penerimaan)
adalah karakteristik happy kencan dan pasangan yang sudah menikah. Keyakinan
tentang pasangan dibandingkan dengan keyakinan mitra tentang dirinya sendiri.
Penelitian telah secara konsisten menunjukkan bahwa perkiraan timbal balik yang
dirasakan berdasarkan laporan salah satu pasangan ini lebih besar dari yang timbal
balik yang sebenarnya berdasarkan laporan terpisah kedua pasangan '(Acitelli &
Antonucci, 1994; Acitelli, Douvan, & Veroff, 1993).
Integrasi

Sebagian besar penelitian observasional telah difokuskan pada pasangan


bagaimana tertekan dan tidak tertekan mendiskusikan isu-isu masalah. Dalam hal
produksi pesan, pasangan tertekan menunjukkan harapan hasil negatif dan efikasi
relasional rendah. ini intrapersonal karakteristik dapat menunjukkan defisit dalam
keterampilan reframing masalah positif dan impuls editing untuk berperilaku
dengan cara yang konsisten dengan harapan negatif dan rendah self efficacy.
Kedua, pasangan tertekan berperilaku dengan cara yang konsisten dengan
keterampilan miskin di deskripsi masalah, mendengarkan aktif, dan menghasilkan
solusi yang konstruktif. Ketiga, mereka menunjukkan frekuensi tinggi dari
perilaku yang menghambat masalah yang efektif pemecahan, seperti crossmengeluh dan kritik dan ekspresi nonverbal kemarahan, kesedihan, dan depresi.
Keempat, pasangan tertekan mungkin kekurangan keluar siklus negatif
mempengaruhi dan mengelola gairah fisiologis selama masalah pemecahan.
Akhirnya, pasangan tertekan selektif hadir untuk perilaku negatif dan memiliki
gaya

atribusi

disfungsional,

sebuah

temuan

memperhitungkan masuk akal variabel ketiga.

yang

memegang

setelah

Burleson dan Denton (1997) mengeksplorasi asosiasi keterampilan


komunikasi dan beberapa kepuasan hubungan menggunakan variasi pada tugas
interaksional standar. Mereka menilai efektivitas komunikasi, akurasi persepsi,
dan prediksi akurasi menggunakan metodologi kotak komunikasi (misalnya,
Denton & Widmer, 1994).
Burleson dan Denton (1997) menemukan hubungan yang signifikan antara
tiga keterampilan komunikasi dan kepuasan hubungan untuk pasangan tidak
tertekan. Untuk pasangan tertekan, ada beberapa positif dan beberapa asosiasi
negatif keterampilan dan kepuasan komunikasi. Khususnya, keterampilan dalam
maksud prediksi di suami tertekan secara negatif berhubungan dengan kepuasan
hubungan. Ini Temuan menunjukkan bahwa keterampilan komunikasi yang efektif
kadang-kadang memperkuat agak dari mengurangi tekanan untuk mitra maritally
sumbang.

KONSTRUKSI

BARU

PADA

KETERAMPILAN

KOMUNIKASI

PASANGAN

Kebanyakan penelitian tentang komunikasi pasangan telah berfokus pada


bagaimana pasangan menangani masala, besar pengaruh hubungan antara pemecahan dan
kepuasan pernikahan yang sederhana.
Dukungan Pasangan Suami Istri
keterampilan komunikasi pasangan sebagian besar berdasarkan padda penelitian
pemecahan masalah. Beberapa kategori perkawinan komunikasi telah ditetapkan atas
dasar fungsi pemecahan masalah mereka. Kategori Fokus pada masalah dan menghindari
konflik lainnya mencerminkan upaya pasangan untuk mengatasi atau tidak untuk
mengatasi masalahnya sendiri. Sedangkan kategori konstruktif fasilitatif dan non
mewakili perilaku pasangan yang kondusif (koperatif) atau koersif (kompetitif) untuk
setiap diskusi atau upaya pemecahan masalah. Keterampilan mitra dalammemberikan
dukungan adalah ekspansi konsepsi besar dalam komunikasi pasangan karena pasangan
adalah orang yang paling pertama ditemui dan berkomunikasi saat stres melanda.

Paskah dan Bradbury (1998) menunjukkan bahwa dukungan perilaku suami-istri


(dengan menggunakan kode SSICS) memprediksi perubahan kepuasan pernikahan antara
pengantin baru selama periode 2 tahun. Penyediaan dukungan dan ajakan pasangan
suami-istri adalah aspek komunikasi pasangan yang unik dan mungkin merupakan
keterampilan yang menentukan kepuasan hubungan dari waktu ke waktu.
Penerimaan
Sebuah fitur umum dari interaksi pasangan yang dalam posisi tertekan berfokus
pada perubahan perilaku pasangan. Menerima didefinisikan dalam pengaturan terapeutik
sebagai menyerah dalam perjuangan menjadi rasa ingin mengubah pasangan menjadi
sikap yang diinginkan pasangan lainnya dan dalam beberapa kasus aspek-aspek pasangan
tersebut telah pemicu konflik. Masalah perilaku sebelumnya seringkali dilihat sebagai
positif. Sebagai contoh, sebuah mitra perhatian awalnya mungkin telah dilihat sebagai
romantis dan berkomitmen, tetapi kemudian menjadi posesif atau menyesakkan.
Meskipun keterampilan pasangan mengakuisisi untuk meringankan penderitaan
hubungan mungkin cukupberbeda dari karakteristik pasangan bahagia umumnya.
Informasi lebih lanjut tentang peran penerimaan dalam meningkatkan kepuasan hubungan
diperoleh dari literatur hasil pengobatan pada terapi emosional terfokus.
Terdapat beberapa indikator perilaku yang didasarkan dari penerimaan. Misalnya,
penerimaan dapat dioperasionalkan sebagai penggunaan bahasa di mana pasangan
berbicara tentang pengalaman mereka sendiri daripada menjelaskan bagaimana pasangan
itu berpikir atau merasa, dan penggunaan pengungkapan yang halus daripada keras (yang
sering melibatkan kemarahan, kekuasaan, dan kontrol). Keterampilan yang terkait dengan
penerimaan adalah mampu melakukan analisis intelektual suatu permasalahan, di mana
masalah ini digambarkan sebagai "itu," bukan sebagai "Anda" atau "Saya."
Pembatasan Diri
Sebuah fitur umum dari interaksi pasangan yang mengalami tekanan adalah
respon yang kaku dan tidak fleksibel. Dengan kata lain, siklus konflik dapat diprediksi,
dan siklus ini sulit dihindari oleh pasangan yang sedang mengalami tekan. Karoly (1993)
mendefinisikan self-regulation sebagai proses-proses internal dan atau transaksional,
yang memungkinkan seorang individu untuk memandu kegiatan yang diarahkan pada
tujuan nya sendiri dari waktu ke waktu dan adanya perubahan keadaan. Peraturan
menyiratkan modulasi pemikiran, pengaruhi, perilaku, atau perhatian. Definisi ini

menekankan keluwesan gaya respon dinamis, bukan template yang ditentukan dari suatu
komunikasi fungsional dan disfungsional. Apa yang fungsional dalam satu pengaturan
bisa jadi tidak fungsional pada pengaturan yang lain.
Kekuatan
Dalam literatur, penelitian, dan teori pernikahan telah lama dibahas peran
kekuasaan. ketidakseimbangan disfungsional kekuasaan dalam hubungan pernikahan
yang paling sering diterapkan adalah pengambilan keputusan non egaliter, dominasi
percakapan, dan dukungan percakapan yang lemah. Akhirnya, penahanan solusi potensial
untuk masalah bisa menjadi keuntungan strategis untuk pasangan. Penarikan diri dari
percakapan adalah tanggapan yang digunakan oleh beberapa pasangan yang berkonflik
untuk mempertahankan struktur kekuasaan hubungan yang sulit mereka ubah.
Keterikatan
Ketika pasangan yang bahagia mengenang peristiwa positif, rasa keterikatan
mereka sering terlihat. Misalnya ketika mengingat liburan saat berselancar, mitra dapat
berbagi kenangan tentang kegembiraan menaklukkan ombak yang tinggi, kemudian bisa
menertawai hal-hal lucu yang terjadi saat mereka ada disana. Sebaliknya, sangat sedih
ketika melihat komunikasi antara pasangan yang kurang bahagia ketika mereka
mengingat peristiwa positif. Ada kemiskinan informasi, sebuah pemisah atau tidak
samanya perasaan positif yang mereka rasakan saat menyampaikan pengalaman terkait.
Ketika pasangan berbicara tentang kejadian positif dalam hubungan mereka, ada
perbedaan antara pasangan tertekan dan tidak tertekan. Pasangan yang bahagia
menunjukkan tingkat perilaku dan gairah positif yang lebih tinggi dibandingkan pasangan
yang tertekan selama interaksi saat mengenang hal yang positif. Pasangan bahagia juga
menunjukkan tingkat yang lebih tinggi dalam bercanda saat percakapan dari pasangan
yang kurang bahagia.
Integrasi
Ulasan sejauh telah menyoroti berbagai konstruksi perilaku yang menjanjikan
dalam memperdalam pemahaman kita tentang jenis pola komunikasi dan keterampilan
dapat memprediksi kualitas pernikahan. Konstruksi ini meliputi dukungan pasangan,
pembatasan diri, kekuatan, penerimaan, dan keterkaitan. Pengoperasian konstruksi
lainnya, seperti pembatasan diri, penerimaan, dan keterkaitan berada dalam tahap awal

pengembangan. Mendapatkan langkah-langkah yang valid dan reliabel pada konstruksi


baru ini akan menjadi tantangan karena sebagian besar langkah-langkah kontekstual itu
sudah ditentukan dan tidak bisa dirubah. Artinya, insiden pembatasan diri, penerimaan,
dan keterkaitan dengan pasangan ditentukan oleh perilaku pasangan. Sebagai contoh
sederhana, penerimaan oleh salah satu pasangan mungkin tergantung pada penjelasan
pasangannya tentang karakteristik negatif dirinya sendiri.
PENGHITUNGAN VARIABILITAS DI KETERAMPILAN KOMUNIKASI
PASANGAN
Pada bagian ini, akan diberikan gambaran tentang faktor-faktor utama yang
mempengaruhi keterampilan komunikasi dalam pasangan. Untuk memberikan analisis
struktur akan digunakan struktur Karney dan Bradbury (1995) yaitu model pernikahan
vulnerabilitystressadaptation (VSA). Model VSA menarik teori perkembangan dengan
variabel kepuasan perkawinan dan stabilitas, termasuk mereka yang menekankan sejarah
hubungan awal dan karakteristik individu yang stabil.
Menjaga Kerentanan Hubungan
Sebuah studi terbaru menggambarkan peran faktor individu yang stabil dalam
menjaga kualitas hubungan adalah studi longitudinal empat gelombang mencakup 12
tahun di mana kepuasan perkawinan seluruh seri pernikahan diperiksa. Penulis
menemukan bahwa bagi mereka yang menikah lagi dari waktu ke waktu ini, kepuasan
pernikahan pertama pernikahan dapat memprediksi kepuasan pernikahan dalam
pernikahan berikutnya, yang menunjukkan bahwa faktor individu yang "dibawa" dari satu
hubungan ke yang berikutnya.
Meskipun studi ini tidak mengungkap apa saja faktor-faktor individu tersebut,
hasil menunjukkan bahwa perlu bagi kita untuk memperpanjang konsepsi untuk
mempertahankan faktor individu sebagai penentu baiknya komunikasi pasangan.
Suatu penelitian kecil telah dieksplorasi tentang hubungan pada menjaga
kerentanan hubungan dan komunikasi pada pasangan. Untuk prediksi diskrit, poin
penelitian yang tersedia untuk hubungan yang signifikan. Misalnya, laporan pasangan
dari pengalaman keluarga dikaitkan dengan jumlah keluhan yang spesifik tentang
pernikahan mereka sendiri.
Halford, Sanders, dan Behrens (2000) menemukan hubungan signifikan antara
paparan laki-laki kekerasan dalam keluarga dan sikap non verbal yang negatif

mempengaruhi perilaku negatif dalam manajemen konflik pasangan terlibat. Studi


tersebut konsisten dengan pernyataannya dimana peran dan pengalaman pasangan dapat
memvariasikan berbagai cara berkomunikasi dalam hubungan.
Situasi yang Menekan
Bahwa peristiwa stres sering kali disangkal pada beberapa titik selama
perkawinan . Karena komunikasi dengan pasangan sebagian besar telah diteliti tanpa
mengambil faktor-faktor kontekstual seperti peristiwa stres yang diperhitungkan,
mungkin terjadi bahwa perubahan dalam perkawinan kepuasan lebih menjurus pada
fungsi dari stres dibanding masalah komunikasi.
Broman, Riba, dan Trahan (1996) menemukan bahwa orang-orang yang pernah
mengalami peristiwa traumatis seperti kematian seorang anak, penyakit yang mengancam
jiwa, dan serangan fisik dilaporkan tingkat kepuasan hubungannya lebih rendah. Karena
ini studi kemudian adalah retrospektif dan menyimpang, yang arah kausal yang
menghubungkan peristiwa stres dan kepuasan pernikahan yang tidak jelas. Juga, karena
penelitian ini tidak mengukur komunikasi, tidak jelas apa peran

komunikasi dalam

mengurangi dampak peristiwa stres pada pernikahan.


Cohan

and

Bradbury

(1997)

mengusulkan

bahwa

komunikasi

dapat

mempengaruhi hubungan antara peristiwa stres dan kepuasan pernikahan dalam tiga cara.
Pertama, mereka mengusulkan bahwa komunikasi dapat menyangga, atau menengahi,
efek dari stres yang terjadi dalam peristiwa pada konflik pemenuhan kepuasan
perkawinan. Kedua, mereka mengusulkan bahwa komunikasi dapat

meningkatkan

kepuasan perkawinan ketika peristiwa stres terjadi. Ketiga, mereka mengusulkan bahwa
komunikasi dapat memediasi peristiwa stres dan kepuasan pernikahan.
Integrasi
Konsisten dengan model VSA (Karney & Bradbury, 1995), studi yang berbeda
memiliki keterkaitan pada faktor sejarah, peristiwa stres, dan kepuasan hubungan.
Namun, penelitian tentang kerentanan hubungan dan komunikasi terus berkembang,
dengan penelitian yang tersedia dan konsisten dengan hipotesis bahwa faktor-faktor ini
sangat signifikan, meskipun sederhana, peran ini sangat mendukung dalam menentukan
kualitas komunikasi pasangan. Dukungan awal untuk hipotesis yang lebih tinggi (yang
melibatkan mediasi dan efek moderasi) mulai muncul. Misalnya, pemecahan masalah
menengah pada efek peristiwa kehidupan pada kepuasan perkawinan.

IMPLIKASI UNTUK PENCEGAHAN STRES DALAM PERKAWINAN


Strategi untuk mengubah pola komunikasi telah lama menjadi bagian integral
dari bentuk yang paling banyak diteliti pada terapi perilaku pasangan. Terdapat beberapa
terapi perilaku dengan tujuan utamanya adalah untuk meningkatkan kepuasan perkawinan
dengan meningkatkan keterampilan komunikasi, seperti keterampilan mendengarkan
secara aktif, keterampilan ekspresif, dan kemampuan menyunting. Terapi yang
dibutuhkan di sini karena banyak temuan yang menyimpulkan bahwa mengubah cara
komunikasi tidak membantu dan ada cara yang lebih baik memberikan intervensi
tersebut. Ketika ada efek yang jelas terlihat, sulit untuk menyimpulkan bahwa perubahan
dalam keterampilan komunikasi adalah mekanisme perubahan. Banyak faktor-faktor lain
(seperti efek seleksi mandiri dalam kelompok, intervensi harapan) juga dapat
memperhitungkan efek intervensi.
Beberapa interaksi tersebut mungkin belum terlalu optimal, bahkan untuk
pasangan yang sangat puas dengan hubungan mereka. Frekuensi mutlak dari beberapa
perilaku kecil tersebut pada pasangan tertekan dan bahagia.
Pengungkapan diri dan kepuasan hubungan tidak berhubungan dalam sampel
pada pasangan yang ingin meningkatkan hubungan mereka, dan tingkat keterbukaan diri
tidak berhubungan dengan terapi perbaikan hubungan.
Hanya karena kebanyakan pasangan bahagia mungkin tidak menggunakan
keterampilan komunikasi tidak berarti bahwa pelatihan keterampilan komunikasi tersebut
tidak membantu. Demikian juga, meskipun pasangan tidak cocok baik ke normatif pada
model komunikasi khususnya, intervensi tersebut dapat memastikan maksimalisasi
penguatan positif dan kemungkinan minimalisasi hukuman dalam pernikahan.
Kesimpulan
Dalam bab ini, kami telah menyediakan kesimpulan temuan pada asosiasi
komunikasi dan kepuasan perkawinan, dan menjanjikan perilaku konstruksi yang
berorientasi, dieksplorasi hipotesis rangka dasar dan tinggi mengenai perkembangan
masalah komunikasi, dan mengevaluasi peran komunikasi pelatihan keterampilan dalam
konteks pasangan.
Hubungan antara komunikasi dan kepuasan cenderung bervariasi menurut
kontekeks stres, motivasi untuk menggunakan keterampilan komunikasi, transisi

perkembangan , jenis kelamin, dan periode duniawi atas yang kepuasan sedang
diprediksi.
Fokus untuk memadamkan hal negatif tampaknya diperlukan tetapi tidak cukup
untuk sebagian besar pasangan yang mengikuti terapi.
keterampilan komunikasi yang terbatas

Juga, efektivitas pelatihan

mungkin karena kegagalan secara memadai

untuk mengatasi ketakutan eksistensial konflik hubungan yang mendasari.

Вам также может понравиться