Вы находитесь на странице: 1из 49

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kanker adalah penyakit akibat pertumbuhan tidak normal dari sel-sel
jaringan tubuh yang berubah menjadi sel kanker. Dalam perkembangannya, sel-sel
kanker ini dapat menyebar ke bagian tubuh lainnya sehingga dapat menyebabkan
kematian (Allan et al. 2006; Schiffman et al.2007; Susilawati, 2012). Menurut
National Cancer Institute atau NCI (2009), terdapat lebih dari enam juta penderita
kanker setiap tahunnya, dan dalam sepuluh tahun terakhir ini diperkirakan terjadi
sembilan juta kematian akibat kanker per tahun. Di Indonesia sendiri, saat ini
kanker termasuk di dalam sepuluh besar penyakit utama penyebab kematian.
Terdapat beberapa jenis kanker yang banyak diderita di Indonesia yaitu, kanker
rahim, kanker payudara, kanker kelenjar getah bening, kanker kulit, kanker
rectum. Kasus penyakit kanker yang ditemukan di provinsi Bali pada tahun 2015
sebanyak 13,277 kasus, terdiri dari kanker servik 6,899 kasus (35,13%) kanker
mamae 9,54 kasus (48,59%), kanker hepar 2.242 (11,42%), kanker paru 954 kasus
(4,86%), dan salah Rumah Sakit Swasta di Daerah Denpasar yaitu RS Bhakti
Rahayu ditemukan penyakit kanker .
Salah satu upaya pengobatan kanker di antaranya pembedahan,
kemoterapi, terapi radiasi, dan bioterapi (Otto, 2005). Secara umum biasanya
digunakan lebih dari satu macam cara pengobatan, misalnya pembedahan diikuti
oleh kemoterapi atau radioterapi (Yayasan Kanker Indonesia, 2004). Salah satu
cara pengbatan yang sering dilakukan pada pasien kanker adalah kemoterapi.

Kemoterapi adalah memberikan segolongan obat-obatan sitostatika yang dapat


menghambat pertumbuhan atau bahkan membunuh sel kanker (NHS, 2007).
Kemoterapi mempengaruhi kesehatan sel, begitu juga sel kanker, yang
menyebabkan efek samping yang umumnya tampak pada pengobatan. Hal ini
meliputi rambut rontok, supresi sumsum tulang dan gangguan gastrointestinal
(Gale & Charette ; Irianto, 2014). Kemoterapi tidak seperti radiasi atau operasi
yang bersifat lokal. Kemoterapi merupakan terapi sistemik, yang berarti obat
menyebar ke seluruh tubuh dan dapat mencapai sel kanker yang telah menyebar
jauh atau metastase ke tempat lain (Rasjidi, 2007).
Respon emosional yang secara umum mungkin muncul pada saat dokter
mendiagnosis seseorang menderita penyakit berbahaya (kronis) seperti kanker,
yaitu penolakan, kecemasan, dan depresi (Lubis, 2009). Kecemasan meningkat
pada saat akan dilakukan kemoterapi dan ketika individu membayangkan
terjadinya perubahan dalam hidupnya di masa depan akibat penyakit atau akibat
dari proses penanganan suatu penyakit, serta mengalami kekurangan informasi
mengenai sifat suatu penyakit dan penanganannya (Lubis, 2009).
Pada pasien yang baru pertama kali akan menjalani kemoterapi seringkali
terlalu tinggi menilai bahaya dan terlalu rendah menilai kemampuan diri. Sebelum
kemoterapi pada pasien yang pertama kali menjalani kemoterapi pasien
mengalami ketakutan atau kecemasan terhadap kemoterapi (Desen, 2011).
Kecemasan merupakan gejolak emosi seseorang yang berhubungan
dengan sesuatu di luar dirinya dan mekanisme diri yang digunakan dalam
mengatasi permasalahan (Asmadi, 2009). Kecemasan adalah suatu perasaan takut

yang tidak menyenangkan dan tidak dapat dibenarkan yang sering disertai dengan
gejala fisiologis, sedangkan pada gangguan ansietas terkandung unsur penderitaan
yang bermakna dan gangguan fungsi yang disebabkan oleh kecemasan tersebut
(Tomb, 2004 : Irianto, 2014). Ansietas perlu diatasi untuk mencapai keadaan
homeostastis dalam diri individu, baik secara fisiologis maupun psikologis.
Apabila individu tidak mampu mengatasi ansietas secara konstruktif, maka
ketidakmampuan tersebut dapat menjadi penyebab utama terjadinya perilaku yang
patologis (Asmadi, 2009).
Hasil penelitian tentang kecemasan pada pasien kanker yang menjalani
kemoterapi yang dilakukan Hendianti (2012) menunjukkan bahwa sebanyak
34,28% responden mengalami kecemasan sedang; 12,86% mengalami kecemasan
berat; 4,28% mengalami kecemasan sangat berat. Hal ini juga dipertegas dengan
hasil penelitian yang dilakukan oleh Irianto (2014) yang menyebutkan bahwa
48,9% responden yang akan mengalami kemoterapi mengalami kecemasan
sedang.
Berdasarkan hasil studi pendahuluan terhadap 10 orang responden yang
mengalami kemoterapi di RS Bhakti Rahayu Denpasar,seluruh pasien yang akan
mengalami kemoterapi sebagian mengalami perasaan cemas. Sebagian besar
(80%) pasien kanker mengatakan dukungan dari orang terdekat terutama keluarga
sangat penting selama proses perawatan dan kecemasannya. Hampir setengah dari
pasien mengatakan dukungan dari keluarga kurang adekuat selama proses
perawatan yang dijalani. Pasien mengatakan kurangnya dukungan keluarga akibat
jarak rumah yang jauh, keluarga sibuk dengan pekerjaan dan karena faktor

ekonomi. Menurut Friedman (1998), Dukungan keluarga yang tinggi maka pasien
akan merasa lebih tenang dan nyaman dalam menjalani pengobatan, hal ini sesuai
dengan pendapat yang dikemukakan (Nurpeni, Prapti dan Kusmarjathi, 2014).
Dukungan keluarga dalam hal memotivasi dan meminimalkan rasa cemas
akibat hospitalisai adalah hal yang sangat penting dalam menunjang untuk
memenuhi kebutuhan fisik dan emosional pada saat pasien dirawat inap.
Dukungan keluarga yang baik maka kecemasan akibat dari perpisahan dapat
teratasi sehingga pasien akan merasa nyaman saat menjalani perawatan. Pasien
yang merasa nyaman saat perawatan mencegah terjadinya penurunan sistem imun
sehingga berpengaruh pada proses kesembuhannya (Clancy, 1998 ; Nurpeni,
Prapti dan Kusmarjathi, 2014).
Keluarga merupakan elemen penting yang sangat berperan dalam proses
pengobatan pasien, sejak awal di diagnosis mengidap kanker sampai dengan
pemberian terapi. Keluarga bertugas memberikan dukungan berupa materi dan
psikis dalam kecemasan pasien. Permasalahan psikis tersebut sangat berpengaruh
terhadap kondisi pasien. Keadaan tersebut sangat sulit bagi pasien kanker untuk
dapat menerima dirinya karena keadaan dan penanganan penyakit kanker ini dapat
menimbulkan stres yang terus-menerus, sehingga tidak hanya mempengaruhi
penyesuaian fisik tapi juga penyesuaian psikologis individu (Lehmann dkk, 1978 ;
Nurpeni, Prapti dan Kusmarjathi, 2014). Dukungan keluarga yang adekuat
diharapkan menurunkan kecemasan pasien, sehingga pasien bisa fokus pada
pengobatan dan kesembuhannya.

Berdasarkan hal tersebut, maka peneliti tertarik untuk meneliti tentang


hubungan dukungan keluarga dengan kecemasan pada pasien kanker yang akan
mengalami kemoterapi di RS Bhakti Rahayu Denpasar.
B. Perumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah Apakah terdapat
hubungan antara dukungan keluarga dengan kecemasan pasien kanker yang
mengalami kemoterapi di RS Bhakti Rahayu Denpasar?
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini terdiri dari tujuan umum dan tujuan
khusus yaitu :
1. Tujuan Umum
Mengetahui hubungan antara dukungan keluarga dengan kecemasan pada
pasien kanker yang mengalami kemoterapi di RS Bhakti Rahayu Denpasar
2. Tujuan Khusus
a. Mengidentifikasi dukungan keluarga pasien kanker yang mengalami
kemoterapi di RS Bhakti Rahayu Denpasar
b. Mengidentifikasi Kecemasan Pasien Kanker yang mengalami kemoterapi
di RS Bhakti Rahayu Denpasar
D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini, diantaranya :
1. Manfaat Teoritis
Diharapkan penelitian ini dapat memberikan sumbangsih

ilmu

pengetahuan dalam bidang keperawatan pada pasien kanker dengan


melibatkan peran keluarga dalam perawatan.
2. Manfaat Praktis
Diharapkan penelitian ini dapat digunakan oleh tenaga keperawatan untuk
mengatasi tingkat kecemasan pasien yang mengalami kemoterapi dengan
melibatkan peran serta aktif keluarga dalam mendukung pengobatan,
sehingga efek negative dari kemoterapi dapat diminimalisasi serta dapat
meningkatkan kesembuhan pasien dalam proses pengobatan kanker.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kemoterapi
1.

Definisi Kemoterapi
Kemoterapi adalah memberikan segolongan obat-obatan sitostatika
yang dapat menghambat pertumbuhan atau bahkan membunuh sel kanker
(NHS, 2007). Dengan demikian, diharapkan pertumbuhan sel kanker
terhambat, metastase dapat dikurangi, sehingga gejala gangguan
metabolisme akibat sel kanker dapat diminimalkan. Kemoterapi dapat
menjadi bentuk terapi primer, atau kombinasi dengan pembedahan atau
terapi radiasi. Kemoterapi efektif untuk menangani kanker pada anak yang
tidak dapat diatasi secara efektif dengan pembedahan atau terapi radiasi
saja (Bowden & Greenberg, 2010)

2. Agen Kemoterapi
Agen kemoterapi secara umum dibedakan menjadi dua golongan,
yaitu agen siklus sel spesifik (cell cycle-specific) dan siklus sel nonspesifik (cell cycle-nonspesific). Agen kemoterapi yang tergolong dalam

agen siklus sel spesifik memberikan efek maksimal selama fase tertentu
dalam siklus sel terutama pembelahan sel (mitosis). Agen kemoterapi
siklus sel spesifik, contohnya adalah alkylating agent, nitrosureas, agen
alkaloid, dan agen anti metabolit.

Selanjutnya agen kemoterapi yang tergolong dalam agen siklus sel


non spesifik bekerja pada satu sel yang tidak spesifik pada fase tertentu,
sehingga bisa mempengaruhi seluruh fase, contohnya adalah agen anti
tumor antibiotik. Agen ini juga menyebabkan gangguan metabolisme sel,
memblok transkripsi DNA dan RNA (Chu & Devita, 2015). Kedua agen
ini dapat menyebabkan kerusakan pada DNA sel tumor ataupun DNA sel
host yang masih sehat sehingga selain menimbulkan efek terapeutik, agen
ini juga menimbulkan efek samping.
3. Prinsip Kerja Kemoterapi
Kemoterapi dapat diberikan sebagai terapi primer, adjuvant,
neoadjuvant, dan terapi kombinasi. Kemoterapi sebagai terapi primer
artinya kemoterapi menjadi terapi utama tanpa pembedahan atau radiasi.
Hal ini biasanya dilakukan untuk menangani kanker darah dan limfoma.
Kemoterapi sebagai adjuvant, artinya kemoterapi digunakan sebagai terapi
tambahan pada pasien yang telah mendapatkan pembedahan dan radiasi,
sedangkan kemoterapi sebagai neoadjuvant, kemoterapi diberikan pada
pasien yang akan mendapat terapi lokal, pembedahan, atau radiasi.

Sebagai kombinasi, artinya kemoterapi diberikan bersamaan dengan terapi


radiasi atau pembedahan (Chu & Devita, 2015).
Pada

prinsipnya,

semua

agen

kemoterapi

didesain

untuk

membunuh sel-sel yang dapat membelah dengan cepat, yaitu sel-sel


kanker, namun ternyata agen kemoterapi belum dapat membedakan antara
sel kanker dengan sel normal yang mengalami pembelahan yang cepat,
seperti sel epitel, mukosa, dan folikel rambut. Oleh karena itu biasanya sel
tersebut akan mendapatkan efek samping kemoterapi yang lebih berat
dibandingkan sel normal lainnya.

4. Efek Samping Kemoterapi


Seperti yang dijelaskan di atas, selain memiliki efek terapeutik,
kemoterapi juga dapat menimbulkan efek samping. Hal ini karena agen
kemoterapi bersifat sitotoksik pada sel-sel yang membelah dengan cepat,
seperti sel kanker, namun sel normal yang memiliki karakteristik
pembelahan yang cepat, seperti epitel, mukosa, dan folikel rambut ikut
mengalami kerusakan. Efek samping kemoterapi yang sering ditemukan
pada anak adalah mual, muntah, diare, kelelahan, kerusakan sistem saraf,
konstipasi, kerusakan folikel rambut, risiko infeksi, dan gangguan
kesehatan mulut, seperti mukositis oral (Bowden & Greenberg, 2010; Chu
& Devita, 2015).
B. Kecemasan
1. Pengertian Kecemasan

Kecemasan adalah satu perasaan subjektif yang dialami seseorang


terutama oleh adanya pengalaman baru, termasuk pada pasien yang akan
mengalami tindakan seperti kemoterapi. Pasien mengalami cemas karena
hospitalisasi,

pemeriksaan

dan

prosedur

tindakan

medik

yang

menyebabkan perasaan tidak nyaman (Puri, 2011).


Kecemasan adalah respon emosional menggambarkan keadaan
khawatir, gelisah, takut, tidak tentram disertai berbagai keluhan fisik.
Keadaan tersebut dapat terjadi dalam berbagai situasi kehidupan maupun
gangguan sakit. Selain itu kecemasan dapat menimbulkan reaksi tubuh
yang akan terjadi secara berulang seperti rasa kosong di perut, sesak nafas,
jantung berdebar, keringat banyak, sakit kepala, rasa mau buang air kecil
dan buang air besar (Semiun, 2006).
Kecemasan merupakan respon yang wajar terjadi apabila kita
berhadapan dengan masalah atau sesuatu yang baru yang bersifat
mengancam kenyamanan atau keamanan kita. Beberapa orang kadang
tidak mampu mengontrol kecemasan yang dihadapi, sehingga terjadi
disharmoni dalam tubuh. Hal ini akan berakibat buruk, karena apabila
tidak segera diatasi akan meningkatkan tekanan darah dan pernafasan yang
dapat menyebabkan pendarahan baik pada saat pembedahan ataupun pasca
operatif.

Intervensi

keperawatan

yang

tepat

diperlukan

untuk

mempersiapkan klien baik secara fisik maupun psikis sebelum dilakukan


operasi (Efendy, 2005).

2.

Faktor- Faktor Yang Mempengaruhi Respon Kecemasan

a. Faktor Predisposisi

Terdapat beberapa bukti pengaruh pewarisan genetik pada


kecenderungan kecemasan, tetapi faktor faktor lingkungan juga penting.
Menurut Stuart and Sundeen (2007), teori yang dikembangkan untuk
menjelaskan penyebab kecemasan adalah :
1) Teori Psikoanalitik

Menurut Freud struktur kepribadian terdiri dari 3 elemen yaitu id,


ego, dan super ego. Id melambangkan dorongan insting dan impuls
primitif, super ego mencerminkan hati nurani seseorang dan dikendalikan
oleh norma- norma budaya seseorang, sedangkan ego digambarkan
sebagai mediator antara tuntutan dari id dan super ego. Kecemasan
merupakan konflik emosional antara id dan super ego yang berfungsi
untuk memperingatkan ego tentang sesuatu bahaya yang perlu diatasi.
2) Teori interpersonal
Kecemasan

terjadi

dari

ketakutan

akan

pola

penolakan

interpersonal. Hal ini juga dihubungkan dengan trauma pada masa


perkembangan atau pertumbuhan seperti kehilangan, perpisahan yang
menyebabkan seseorang menjadi tidak berdaya. Individu yang mempunyai
harga diri rendah biasanya sangat mudah untuk mengalami kecemasan
berat.

3) Teori Perilaku

Kecemasan merupakan hasil frustasi yaitu segala sesuatu yang


mengganggu kemampuan seseorang untuk mencapai tujuan yang

diinginkan. Para ahli perilaku menganggap ansietas merupakan sesuatu


dorongan yang dipelajari berdasarkan keinginan untuk menghindarkan
rasa sakit. Teori ini meyakini bahwa manusia yang pada awal
kehidupannya dihadapkan pada rasa takut yang berlebihan akan
menunjukkan kemungkinan kecemasan yang berat pada kehidupan masa
dewasanya.
4) Teori Keluarga

Intensitas cemas yang dialami oleh individu kemungkinan


memiliki dasar genetik. Orang tua yang memiliki gangguan cemas
tampaknya memiliki resiko tinggi untuk memiliki anak dengan gangguan
cemas. Kajian keluarga menunjukkan bahwa gangguan kecemasan
merupakan hal yang bisa ditemui dalam suatu keluarga.
5) Teori Biologis

Teori biologis menunjukkan bahwa otak mengandung reseptor


khusus benzodiazepines. Reseptor ini membantu mengatur kecemasan.
Penghambat asam aminobutirik-gamma neroregulator (GABA) dan
endorfin juga memainkan peran utama dalam mekanisme biologis
berhubungan dengan kecemasan
b. Faktor presipitasi
Faktor presipitasi meliputi stres dan peristiwa hidup yang baru
terjadi, terutama yang disertai rasa takut kehilangan. Kecemasan adalah
keadaan yang tidak dapat dielakkan pada kehidupan manusia dalam
memelihara keseimbangan. Pengalaman kecemasan seseorang tidak sama

pada beberapa situasi dan hubungan interpersonal. Ada 2 faktor yang


mempengaruhi kecemasan pasien pra operatif :
1) Faktor eksternal
a) Ancaman integritas fisik, meliputi ketidakmampuan fisiologis atau
gangguan terhadap kebutuhan dasar (penyakit, trauma fisik, jenis
pembedahan yang akan dilakukan).
b) Ancaman sistem diri antara lain : ancaman terhadap identitas diri,
harga diri, dan hubungan interpersonal, kehilangan serta perubahan
status atau peran
2) Faktor internal :
Menurut Stuart and Sundeen (2007) kemampuan individu
dalam merespon terhadap penyebab kecemasan ditentukan oleh :
a) Potensi stressor
Stressor psikososial merupakan setiap keadaan atau peristiwa
yang menyebabkan perubahan dalam kehidupan seseorang sehingga
orang itu terpaksa mengadakan adaptasi.
b) Maturitas
Individu yang memiliki kematangan kepribadian lebih sukar
mengalami gangguan akibat kecemasan, karena individu yang matur
mempunyai daya adaptasi yang lebih besar terhadap kecemasan.
c) Pendidikan dan status ekonomi
Tingkat pendidikan dan status ekonomi yang rendah akan
menyebabkan orang tersebut mudah mengalami kecemasan. Tingkat
pendidikan seseorang atau individu akan berpengaruh terhadap
kemampuan berfikir, semakin tinggi tingkat pendidikan akan semakin

mudah berfikir rasional dan menangkap informasi baru termasuk


dalam menguraikan masalah yang baru.
d) Keadaan fisik
Seseorang yang akan mengalami gangguan fisik seperti cidera,
operasi akan mudah mengalami kelelahan fisik sehingga lebih mudah
mengalami kecemasan, di samping itu orang yang mengalami
kelelahan fisik mudah mengalami kecemasan.
e) Tipe kepribadian
Orang yang berkepribadian A lebih mudah mengalami
gangguan akibat kecemasan daripada orang dengan kepribadian B.
Adapun ciri- ciri orang dengan kepribadian A adalah tidak sabar,
kompetitif, ambisius, ingin serba sempurna, merasa diburu waktu,
mudah gelisah, tidak dapat tenang, mudah tersinggung, otot- otot
mudah tegang. Sedang orang dengan tipe kepribadian B mempunyai
ciri- ciri berlawanan dengan tipe kepribadian A. Karena tipe keribadian
B adalah orang yang penyabar, teliti, dan rutinitas.
f) Lingkungan dan situasi
Seseorang yang berada di lingkungan asing ternyata lebih
mudah mengalami kecemasan dibanding bila dia berada di lingkungan
yang biasa dia tempati.

g) Umur

Seseorang yang mempunyai umur lebih muda ternyata lebih


mudah mengalami gangguan akibat kecemasan daripada seseorang
yang lebih tua, tetapi ada juga yang berpendapat sebaliknya.
h) Jenis kelamin
Gangguan panik merupakan suatu gangguan cemas yang
ditandai oleh kecemasan yang spontan dan episodik. Gangguan ini
lebih sering dialami oleh wanita daripada pria.
3.

Tingkat Kecemasan
Stuart (2007) membagi tingkat kecemasan menjadi empat tingkat yaitu :
a.

Kecemasan Ringan
Kecemasan ini berhubungan dengan ketegangan dalam
kehidupan sehari-hari, kecemasan ini menyebabkan individu menjadi
waspada dan meningkatkan lapang persepsinya. Kecemasan ini dapat
memotivasi belajar dan menghasilkan pertumbuhan serta kreativitas.
Respon fisiologis ditandai dengan sesekali nafas pendek, nadi dan
tekanan darah naik, gejala ringan pada lambung, muka berkerut, bibir
bergetar. Respon kognitif merupakan lapang persepsi luas, mampu
menerima rangsangan yang kompleks, konsentrasi pada masalah,
menyelesaikan masalah secara efektif. Respon perilaku dan emosi
seperti tidak dapat duduk tenang, tremor halus pada tangan, suara
kadang-kadang meningkat.

b.

Kecemasan Sedang

Kecemasan

sedang

memungkinkan

seseorang

untuk

memusatkan pada hal yang penting dan mengesampingkan yang lain


sehingga seseorang mengalami perhatian yang selektif namun dapat
melakukan sesuatu yang terarah. Respon fisiologis: sering nafas
pendek, nadi dan tekanan darah meningkat, mulut kering, diare,
gelisah. Respon kognitif; lapang persepsi menyempit, rangsangan luar
tidak mampu diterima, berfokus pada apa yang menjadi perhatiannya.
Respon perilaku dan emosi ; meremas tangan, bicara banyak dan lebih
cepat, susah tidur dan perasaan tidak enak.
c.

Kecemasan Berat
Sangat mengurangi lapang persepsi seseorang terhadap sesuatu
yang terinci dan spesifik dan tidak dapat berpikir tentang hal yang lain.
Semua perilaku ditujukan untuk menghentikan ketegangan. Individu
dengan kecemasan berat memerlukan banyak pengarahan untuk dapat
memusatkan pikiran pada suatu area lain. Respon fisiologi : nafas
pendek, nadi dan tekanan darah meningkat, berkeringat, ketegangan
dan sakit kepala. Respon kognitif : lapang persepsi amat sempit, tidak
mampu menyelesaikan masalah. Respon perilaku dan emosi : perasaan
ancaman meningkat.

d.

Panik
Individu kehilangan kendali diri dan detail perhatian hilang.
Hilangnya kontrol, menyebabkan individu tidak mampu melakukan
apapun meskipun dengan perintah. Respon fisologis : nafas pendek,

rasa tercekik, sakit dada, pucat, hipotensi, koordinasi motorik rendah.


Respon kognitif : lapang persepsi sangat sempit, tidak dapat berpikir
logis. Respon perilaku dan emosi: mengamuk dan marah, ketakutan,
kehilangan kendali.
4.

Respon Kecemasan
Kecemasan dapat mempengaruhi kondisi tubuh seseorang, respon
kecemasan menurut Suliswati (2005) antara lain:
a. Respon Fisiologis Terhadap Kecemasan
Secara fisiologis respon tubuh terhadap kecemasan adalah
dengan mengaktifkan sistem saraf otonom (simpatis maupun
parasimpatis). Sistem saraf simpatis akan mengaktivasi proses tubuh,
sedangkan sistem saraf parasimpatis akan meminimalkan respon
tubuh. Reaksi tubuh terhadap kecemasan adalah fight atau flight.
Flight merupakan reaksi isotonic tubuh untuk melarikan diri, dimana
terjadi peningkatan sekresi adrenalin ke dalam sirkulasi darah yang
akan menyebabkan meningkatnya denyut jantung dan tekanan darah
sistolik, sedangkan fight merupakan reaksi agresif untuk menyerang
yang akan menyebabkan sekresi noradrenalin, rennin angiotensin
sehingga tekanan darah meningkat baik sistolik maupun diastolik. Bila
korteks otak menerima rangsang akan dikirim melalui saraf simpatis
ke kelenjar adrenal yang akan melepaskan adrenalin atau epinefrin
sehingga efeknya antara lain napas menjadi lebih dalam, nadi

meningkat. Darah akan tercurah terutama ke jantung, susunan saraf


pusat dan otot. Dengan peningkatan glikogenolisis maka gula darah
akan meningkat.
b. Respon Psikologis Terhadap Kecemasan
Kecemasan dapat mempengaruhi aspek interpersonal maupun
personal. Kecemasan tinggi akan mempengaruhi koordinasi dan gerak
refleks. Kesulitan mendengarkan akan mengganggu hubungan dengan
orang lain. Kecemasan dapat membuat individu menarik diri dan
menurunkan keterlibatan dengan orang lain.
c. Respon Kognitif
Kecemasan dapat mempengaruhi kemampuan berpikir baik
proses pikir maupun isi pikir, diantaranya adalah tidak mampu
memperhatikan, konsentrasi menurun, mudah lupa, menurunnya
lapang persepsi, dan bingung.
d. Respon Afektif
Secara afektif klien akan mengekspresikan dalam bentuk
kebingungan dan curiga berlebihan sebagai reaksi emosi terhadap
kecemasan.
5.

Penilaian Terhadap Kecemasan/Alat Ukur Kecemasan


Menurut Hawari (2008), parameter penilaian tingkat kecemasan
menggunakan Hamilton Rating Scale Anxiety (HRS-A). Hamilton Rating
Scale Anxiety mempunyai lima parameter penilaian tingkat kecemasan,

adapun parameter tersebut yaitu tidak cemas, cemas ringan, cemas sedang,
cemas berat dan cemas sangat berat atau panik. Alat ukur ini terdiri dari 14
kelompok gejala yang masing-masing kelompok dirinci lagi dengan
gejala-gejala yang lebih spesifik sebagai berikut:
a. Perasaan cemas meliputi firasat buruk, takut akan pikiran sendiri, dan
mudah tersinggung
b. Ketegangan meliputi merasa tegang, lesu, mudah terkejut, tidak dapat
istirahat dengan nyenyak, mudah menangis, gemetar dan gelisah
c. Ketakutan meliputi kegelapan, ditinggal sendiri, takut pada orang
asing, pada binatang besar, pada keramaian lalu lintas dan pada
kerumunan banyak orang
d. Gangguan tidur meliputi susah memulai tidur, terbangun malam hari,
tidak pulas, mimpi buruk, dan mimpi yang menakutkan
e. Gangguan kecerdasan meliputi daya ingat buruk, sulit berkonsentrasi,
sering bingung
f. Perasaan depresi meliputi kehilangan minat, sedih, bangun dini hari,
berkurangnya kesukaan pada hobi, perasaan berubah-ubah sepanjang
hari
g. Gejala somatik/otot-otot meliputi nyeri otot, kaku, kedutan otot, gigi
gemertak, dan suara tidak stabil
h. Gejala sensorik meliputi telinga berdengung, penglihatan kabur, muka
merah dan pucat, merasa lemah, dan perasaan ditusuk-tusuk
i. Gejala kardiovaskuler meliputi denyut nadi cepat, berdebar-debar,
nyeri dada, denyut nadi mengeras, rasa lemah seperti mau pingsan,
dan detak jantung hilang sekejap
j. Gejala pernafasan meliputi rasa tertekan di dada, perasaan tercekik,
merasa nafas pendek/sesak, dan sering menarik nafas panjang

k. Gejala gastrointestinal meliputi sulit menelan, mual muntah, berat


badan menurun, konstipasi, perut melilit, gangguan pencernaan
(diare), nyeri lambung sebelum/sesudah makan, rasa panas di perut,
dan perut terasa penuh dan kembung
l. Gejala urogenitalia meliputi sering kencing, tidak dapat menahan
kencing, amenor/menstruasi yang tidak teratur, dan perasaan dingin
(frigiditas)
m. Gejala vegetatif atau autonom meliputi mulut kering, muka kering,
mudah berkeringat, pusing/sakit kepala, dan bulu roma berdiri
n. Gejala perilaku meliputi gelisah, tidak tenang, mengerutkan dahi,
muka tegang, tonus/ketegangan otot meningkat, nafas pendek dan
cepat, muka merah
Masing-masing kelompok gejala diberi penilaian angka (score)
antara 0-4 yang artinya:
Nilai 0 = tidak ada gejala (keluhan)
Nilai 1 = gejala ringan (kurang dari separuh gejala)
Nilai 2 = gejala sedang (separuh gejala)
Nilai 3 = gejala berat (lebih dari separuh gejala)
Nilai 4 = gejala berat sekali (semua gejala yang ada)
6.

Kecemasan terhadap Kemoterapi


Menurut Bintang, Ibrahim, dan Emaliyawati (2014) dalam
penelitiannya yang berjudul GambaranTingkat Kecemasan, Stress dan
Depresi pada Pasien Kanker yang Menjalani Kemoterapi di Salah Satu RS
di Kota Bandung menunjukkan bahwa 34,28% pasien mengalami
kecemasan sedang, 12,86 mengalami kecemasan berat, dan 4,28%

mengalami kecemasan yang sangat berat. Menurut Penelitian yang


dilakukan oleh Yolanda dan Karwur (2013) dalam penelitiannya yang
berjudul Tingkat Kecemasan Pasien Kanker Serviks pada Golongan
Ekonomi Rendah yang Mengikuti Program Kemoterapi di RSUD Dr.
Moewardi menunjukkan bahwa kecemasan pasien yang

melakukan

kemoterapi di RSUD Dr. Moewardi disebabkan oleh beberapa factor yaitu


biaya yang mahal, takut efek samping kemoterapi, pesimis pengobatan
tidak berhasil, pertimbangan dan pergumulan keluarga.

C. Konsep Dukungan Keluarga


1. Pengertian Keluarga
WHO (1969) mendefinisikan keluarga adalah anggota rumah tangga
yang saling behubungan melalui pertalian darah, adopsi atau perkawinan
(Mubarak, 2006). Menurut Dep. Kes RI (1988) keluarga adalah unit terkecil
dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan beberapa orang yang
berkumpul serta tinggal disuatu tempat dibawah satu atap dalam keadaan
saling ketergantungan (Setiawati, 2008). Sedangkan Freidman (1998)
mendefinisikan bahwa keluarga adalah kumpulan dua orang atau lebih yang
hidup bersama dengan keterikatan aturan dan emosional dan individu
mempunyai peran masing-masing yang merupakan bagian dari keluarga.
Pakar konseling keluarga dari Yogyakarta, Sayekti (1994) menulis bahwa
keluarga adalah suatu ikatan/persekutuan hidup atas dasar perkawinan antara
orang dewasa yang berlainan jenis yang hidup bersama atau seorang laki-laki

atau seorang perempuan yang sudah sendirian dengan atau tanpa anak, baik
anaknya sendiri atau adopsi, dan tinggal dalam sebuah rumah tangga.
Menurut Undang-Undang No.10 Tahun 1992 tentang perkembangan
kependudukan dan pembangunan keluarga sejahtera, keluarga adalah unit
terkecil dari masyarakat yang terdiri dari suami-istri atau suami-istri dan anakanaknya, atau ayah dan anaknya, atau ibu dan anaknya (Suprajitno, 2004).
Adapun tipe keluarga menurut Suprajitno (2004) dikelompokkan
menjadi dua yaitu:
a. Keluarga inti (nuclear family) adalah keluarga yang hanya terdiri ayah ibu,
dan anak yang diperoleh dari keturunannya atau adopsi atau keduanya.
b. Keluarga besar (extended family) adalah keluarga inti ditambah anggota
keluarga lain yang masih mempunyai hubungan darah (kakek-nenek,
paman-bibi).
2. Dukungan keluarga
Friedman (1998) dalam Murniasih (2007) menyatakan Dukungan
keluarga adalah sikap, tindakan dan penerimaan keluarga terhadap
anggotanya. Anggota keluarga dipandang sebagai bagian yang tidak
terpisahkan dalam lingkungan keluarga. Anggota keluarga memandang
bahwa orang yang bersifat mendukung selalu siap memberikan
pertolongan dan bantuan jika di perlukan.
Dukungan keluarga adalah sebagai suatu proses hubungan antara
keluarga dengan lingkungan (Setiadi, 2008). Menurut Smet (1994) dalam
Christine (2010), Dukungan keluarga didefinisikan sebagai informasi

verbal atau non verbal, saran, bantuan yang nyata atau tingkah laku yang
diberikan oleh orang-orang yang akrab dengan subjek di dalam
lingkungannya atau yang berupa kehadiran dan hal-hal yang dapat
memberikan keuntungan emosional dan berpengaruh pada tingkah laku
penerimanya. Dalam hal ini orang yang merasa memperoleh dukungan
secara emosional merasa lega karena diperhatikan, mendapat saran atau
kesan yang menyenangkan pada dirinya .
3. Komponen dukungan keluarga
Komponen-komponen dukungan keluarga menurut Sarafino,
(1994) dalam Christine (2010), terdiri dari :
a. Dukungan pengharapan
Dukungan pengharapan meliputi pertolongan pada individu
untuk memahami kejadian depresi dengan baik dan juga sumber
depresi dan strategi koping yang dapat digunakan dalam menghadapi
stressor.
Dukungan ini juga merupakan dukungan yang terjadi bila ada
ekspresi

penilaian

yang

positif

terhadap

individu.

Individu

mempunyai seseorang yang dapat diajak bicara tentang masalah


mereka, terjadi melalui ekspresi pengaharapan positif individu kepada
individu lain, penyemangat, persetujuan terhadap ide-ide atau
perasaan seseorang dan perbandingan positif seseorang dengan orang
lain, misalnya orang yang kurang mampu. Dukungan keluarga dapat
membantu meningkatkan strategi koping individu dengan strategi-

strategi alternatif berdasarkan pengalaman yang berfokus pada aspekaspek yang positif.
b. Dukungan nyata
Dukungan ini meliputi penyediaan dukungan jasmaniah
seperti pelayanan, bantuan finansial dan material berupa bantuan
nyata (instrumental support material support), suatu kondisi dimana
benda atau jasa akan membantu memecahkan masalah praktis,
termasuk di dalamnya bantuan langsung, seperti saat seseorang
memberi atau meminjamkan uang, membantu pekerjaan sehari-hari,
menyampaikan pesan, menyediakan transportasi, menjaga dan
merawat saat sakit ataupun mengalami depresi yang dapat membantu
memecahkan masalah. Dukungan nyata paling efektif bila dihargai
oleh individu dan mengurangi depresi individu. Pada dukungan nyata
keluarga sebagai sumber untuk mencapai tujuan praktis dan tujuan
nyata.
c. Dukungan informasi
Jenis dukungan ini meliputi jaringan komunikasi dan
tanggung jawab bersama, termasuk di dalamnya memberikan solusi
dari masalah, memberikan nasehat, pengarahan, saran, atau umpan
balik tentang apa yang dilakukan oleh seseorang. Keluarga dapat
menyediakan informasi dengan menyarankan tentang dokter, terapi
yang baik bagi dirinya, dan tindakan spesifik bagi individu untuk
melawan stressor. Individu yang mengalami depresi dapat keluar dari

masalahnya dan memecahkan masalahnya dengan dukungan dari


keluarga dengan menyediakan feed back (Sheiley, 1995). Pada
dukungan informasi ini keluarga sebagai penghimpun informasi dan
pemberi informasi.
d. Dukungan emosional
Selama depresi berlangsung, individu sering menderita secara
emosional, sedih, cemas, dan kehilangan harga diri. Jika depresi
mengurangi perasaan seseorang akan hal dimiliki dan dicintai.
Dukungan emosional memberikan individu perasaan nyaman, merasa
dicintai saat mengalami depresi, bantuan dalam bentuk semangat,
empati, rasa percaya, perhatian sehingga individu yang menerimanya
merasa berharga. Pada dukungan emosional ini keluarga menyediakan
tempat istirahat dan memberikan semangat.
Keempat komponen tersebut, digunakan dalam penelitian ini dalam
menyusun kuesioner tentang dukungan keluarga untuk pasien dengan kemoterapi.

D. Hubungan Dukungan Keluarga dengan Kecemasan


Menurut Nurpeni, Prapti dan Kusmarjathi (2013) dalam penelitiannya
yang berjudul Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Tingkat Kecemasan Pada
Pasien Kanker Payudara (Ca Mammae) Di Ruang Angsoka Iii Rsup Sanglah
Denpasar menunjukkan bahwa dari 60 responden didapatkan responden terbanyak
dengan dukungan keluarga kurang, mengalami kecemasan berat sebanyak 9
responden (15%) dan responden paling sedikit dengan dukungan keluarga sangat

baik, tidak mengalami kecemasan sebanyak 6 responden (10%). Dukungan keluarga


dalam hal memotivasi dan meminimalkan rasa cemas akibat hospitalisasi adalah hal
yang sangat penting dalam menunjang untuk memenuhi kebutuhan fisik dan
emosional pada saat pasien dirawat inap. Dukungan keluarga yang baik maka
kecemasan akibat dari perpisahan dapat teratasi sehingga pasien akan merasa nyaman
saat menjalani perawatan. Pasien yang merasa nyaman saat perawatan mencegah
terjadinya penurunan sistem imun sehingga berpengaruh pada proses kesembuhannya
(Clancy, 1998).
Keluarga merupakan elemen penting yang sangat berperan dalam proses
pengobatan pasien, sejak awal di diagnosis mengidap kanker sampai dengan
pemberian terapi. Keluarga bertugas memberikan dukungan berupa materi dan psikis
dalam kecemasan pasien. Permasalahan psikis tersebut sangat berpengaruh terhadap
kondisi pasien. Keadaan tersebut sangat sulit bagi pasien kanker untuk dapat
menerima dirinya karena keadaan dan penanganan penyakit kanker ini dapat
menimbulkan stres yang terus-menerus, sehingga tidak hanya mempengaruhi
penyesuaian fisik tapi juga penyesuaian psikologis individu (Lehmann dkk, dalam
Nurpeni, Prapti dan Kusmarjathi, 2013). Dukungan keluarga yang adekuat diharapkan
menurunkan kecemasan pasien, sehingga pasien bisa fokus pada pengobatan dan
kesembuhannya. Dukungan keluarga yang tinggi maka pasien akan merasa lebih
tenang dan nyaman dalam menjalani pengobatan, hal ini sesuai dengan pendapat
yang dikemukakan oleh friedman (1998;196).
Hasil penelitian dari Nurpeni, Prapti dan Kusmarjathi (2013) ada hubungan
antara dukungan keluarga dengan tingkat kecemasan pada pasien kanker payudara.
Dalam penelitian ini berarti peningkatan dukungan keluarga diikuti oleh penurunan

tingkat kecemasan, hal ini menunjukkan semakin baik dukungan keluarga semakin
berkurang tingkat kecemasan pasien kanker payudara (Ca mammae).

BAB III
KERANGKA KONSEP
A. Kerangka Teori
Kerangka teori merupakan kerangka hipotesis yang menunjukkan keterangan
situasi masalah yaitu fakto atau factor-faktor yang berhubungan dengan situasi
masalah (Lapau, Buchari, 2015)

Faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan:


1. Faktor Internal
a. Potensi stressor
b. Maturitas
c. Pendidikan dan status ekonomi
d. Keadaan fisik
e. Tipe kepribadian
f. Jenis Kelamin
g. Umur
h. Lingkungan dan situasi
2. Faktor Eksternal
a. Ancaman Integritas Fisik
b. Ancaman system diri

Dukungan Keluarga

Pasien Pra Kemoterapi


kanker

Penurunan Kecemasan

Keterangan :
: yang diteliti
: yang tidak diteliti
B. Kerangka Konsep

Kerangka konsep merupakan kerangka hipotesis yang menunjukkan hubungan


hipotesis antara variable independen (Operasionalisasi fakto-faktor yang
terdapat dalam kerangka teori) dengan variable dependen (Operasionalisasi
dari situasi masalah yang terdapat pada kerangka teori) (Lapau, Buchari,
2015)

Dukungan Keluarga

Variabel Independen

C. Hipotesis

Kecemasan Pasien Pra


Kemoterapi
Variabel Dependen

Setelah masalah penelitian dirumuskan, langkah berikutnya adalah


membuat rumusan hipotesis penelitian. Hipotesis adalah pernyataan sebagai
jawaban sementara atas pertanyaan penelitian, yang harus diuji validitasnya
secara empiris. Jadi hipotesis tidak dinilai benar atau salah, melainkan diuji
apakah valid atau tidak valid (Sastroasmoro, 2008).
Hipotesis merupakan dugaan sementara yang masih dibuktikan
kebenarannya melalui suatu penelitian (Narbuko, 2009). Hipotesis terbentuk
sebagai hubungan antara dua variabel atau lebih. Tujuan hipotesis ini selain
memberi arah peneliti, juga untuk membatasi variabel yang digunakan.
Hipotesis alternatif pada penelitian ini adalah :
Ha: Ada hubungan antara dukungan keluarga dengan kecemasan pada
pasien yang akan melakukan kemoterapi pada pasien kanker

D. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel

1. Definisi Operasional Variabel


Variabel

Definisi

Cara Ukur

Alat Ukur

Penelitian
Dukungan

Operasional
Dukungan yang

Menyebarkan

Kuesioner

Keluarga

diberikan keluarga

Kuesioner

Skala
Ordinal
a. Baik

terhadap

(66-88)

pasien

b. Cukup

Kanker

(49-65)

dalam bentuk

c. Kurang

informasi tentang

(<49)

Kanker
serta
menyediakan sarana

prasarana dalam
mendampingi saat
menjalankan
kemoterapi, sehingga
penderita
Kanker
merasa aman nyaman
yang berpengaruh
Kecemasan

pada emosi.
Gangguan

pasien pra perasaan

alam Mengukur
yang kecemasan

operatif

ditandai

katarak

perasaan takut dan pengisian


kekhawatiran
mendalam
berkelanjutan,

dengan dilakukan
yang oleh

tingkat Penilaian
yang atau

a. Skor < 6

dengan pemakaian
=

HRS-A alat ukur


responden Hamilton

dan sebelum dan setelah Rating


tidak pemberian

terapi Scale

memiliki obyek yang musik rindik

Anxiety

spesifik dan dialami

(HRS-A)

secara subyektif oleh

Ordinal

tidak
ada
kecemas
an.
b. Skor 7
14
=

pasien

kecemas
an
ringan.
c. Skor 15
27
=
kecemas
an
sedang.
d. Skor

>

27
=
kecemas
an berat.

2. Variabel Penelitian
a. Variabel Independen (bebas)
Variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi
sebab perubahannya atau timbulnya variabel terikat (Sugiyono, 2010).
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah dukungan keluarga.
b. Variabel Dependen (terikat)
Variabel terikat merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi
akibat, karena adanya variabel bebas. Variabel terikat dalam penelitian ini
adalah kecemasan pasien kanker yang manjalani kemoterapi..

BAB IV

METODE PENELITIAN
A. Rancangan Penelitian
Penelitian

ini

akan

menggunakan

jenis

penelitian

deskriptif

korelasional,dimana tujuan dari penelitian ini adalah untuk mencari hubungan dua
variable yaitu variable dukungan keluarga sebagai variable bebas dan variable
kecemasan sebagai variable terikat. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian
ini adalah pendekatan cross sectional yaitu pendekatan yang dilakukan dimana
data variable bebas dan variable terikat diambil dalam satu kali waktu penelitian
atau secara bersamaan.
B. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi adalah wilayah keseluruhan yang terdiri atas obyek atau subyek
yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti
untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2010). Populasi
dalam penelitian ini adalah pasien yang mengalami kecemasan sebelum
dilakukan operasi katarak di Rumah Sakit Indera Provinsi Bali pada minggu I
sampai minggu IV Oktober 2012. Berdasarkan rekapitulasi data rekam medis RS
Indera tahun 2009 sampai tahun 2011, jumlah pasien operasi katarak di RS Indera
Provinsi Bali tahun 2009 sebanyak 842 orang,tahun 2010 sebanyak 1056 orang
dan tahun 2011 sebanyak 1699 orang sehingga rata-rata jumlah pasien operasi
katarak setiap tahunnya adalah 1199 orang.
Berdasarkan data hasil penelitian menyebutkan prevalensi kecemasan di
masyarakat umum berkisar antara 2 % - 4%, angka kecemasan pada pasien yang

berkunjung ke sarana pelayanan kesehatan berkisar antara 17% - 27%. Sedangkan


menurut Ferlina (dalam Larasati 2008) sekitar 80% pasien yang mengalami
operasi akan mengalami gangguan kecemasan.
Berdasarkan rata-rata pasien operasi katarak per tahun di RS Indera
Provinsi Bali dari tahun 2009-2011, maka menurut estimasi yang dikemukakan
oleh Larasati (2008), maka populasi pasien yang mengalami kecemasan pra
operatif di RS Indera Provinsi Bali pertahunnya adalah 960 orang (80% dari
1.199). Karena penelitian ini dilakukan selama 1 bulan, maka diperkirakan
populasi dalam penelitian ini berjumlah 80 orang
2. Sampel
Subyek penelitian ini ditetapkan berdasarkan kriteria inklusi dan kriteria
eksklusi.
a. Kriteria Inklusi
1) Bersedia menjadi responden
2) Pasien pra kemoterapi yang mampu membaca dan menulis
3) Pasien pra kemoterapi yang sedang mengalami kecemasan
b. Kriteria Eksklusi
1) Memiliki gangguan pendengaran, seperti presbiakusis (penurunan
pendengaran),

ketidakmampuan

mendeteksi

berkurangnya persepsi terhadap nada tinggi


2) Tidak mampu berkonsentrasi
3. Besar Sampel

volume

suara,

dan

Slovin dalam Prasetya (2005), menghitung jumlah sampel yang digunakan


dalam penelitian dengan rumus sebagai berikut.
N
1 N (e 2 )

Keterangan:

n =Besar Sampel
N =Besar Populasi
e =Tingkat Kesalahan (10%, karena keterbatasan sampel dan waktu penelitian)
Jumlah populasi diperkirakan sebanyak 80 orang. Dari jumlah tersebut
maka dapat dihitung sampel yang akan dipakai dalam penelitian ini sebagai
berikut (Prasetya, 2005) :
n

80
1 80(0,10 2 )

80
1 80.0,01

80
1 0,8

80
1,8

n 44,4

Jadi sampel dalam penelitian adalah berjumlah 44 orang (dibulatkan).

4. Teknik Sampling
Teknik sampling yang akan digunakan adalah Nonprobability Sampling
dengan teknik Purposive Sampling. Pengambilan sampel secara purposive ini
dilakukan dengan cara memilih sampel diantara populasi sesuai dengan yang
dikehendaki

peneliti,

yang

memenuhi

kriteria

inklusi

dan

eksklusi,

(Nursalam, 2003).
C. Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan di Ruang Poliklinik Bedah atau
D. Waktu Penelitian
Penelitian akan dilakukan mulai bulan ..
E. Etika Penelitian
Penelitian keperawatan yang menggunakan manusia sebagai responden,
berisiko menimbulkan permasalahan etik dalam pelaksanaannya. Oleh karena itu
peneliti perlu menerapkan beberapa prinsip etik untuk memberikan perlindungan
terhadap hak-hak individu, baik bagi responden ataupun peneliti sendiri. Dalam
penelitian ini peneliti menggunakan prinsip etik, antara lain self determination,
confidentiality, beneficence, dan justice.
1.

Self determination
Pasien dan keluarga memiliki otonomi untuk berpartisipasi atau tidak

dalam penelitian ini. Sebelum diberikan kuesioner, peneliti memiliki kewajiban


untuk menjelaskan tujuan, manfaat penelitian, prosedur penelitian, dan
kemungkinan efek samping yang terjadi.
Setelah penjelasan diberikan, pasien dan keluarga diberikan kesempatan
untuk memilih bersedia menjadi responden atau menolak berpartisipasi. Bila

bersedia, pasien akan memberikan pernyataan persetujuan dalam lembar informed


consent. Selain penjelasan prosedur penelitian, dalam lembar informed consent
juga dijelaskan mengenai manfaat penelitian, kemungkinan risiko dan
ketidaknyamanan yang dapat ditimbulkan, persetujuan peneliti untuk menjawab
pertanyaan responden terkait prosedur penelitian, persetujuan responden dapat
mengundurkan diri kapan saja, dan jaminan anonimitas atau kerahasiaan.
2. Confidentiality
Dalam menjalankan prinsip kerahasiaan, peneliti tidak akan menampilkan
informasi mengenai nama lengkap, alamat asal responden dalam kuesioner,
maupun alat ukur apapun untuk menjaga anonimitas dan kerahasiaan identitas
responden. Oleh karena itu peneliti menggunakan inisial atau koding responden.
Peneliti juga hanya menggunakan seluruh data yang didapat dari penelitian untuk
kepentingan akademik peneliti.
3. Beneficence
Untuk memberikan manfaat dan meminimalisasi dampak yang merugikan
bagi pasien, peneliti menyusun protokol pelaksanaan pemberian kuesioner sebagai
panduan pelaksanaan prosedur penelitian.
4.

Justice
Prinsip keadilan memiliki konotasi keterbukaan dan adil. Untuk memenuhi

prinsip

keadilan,

lingkungan

penelitian

dikondisikan

memenuhi

prinsip

keterbukaan, yaitu peneliti menjelaskan prosedur penelitian dengan jujur dan


sejelas-jelasnya. Peneliti juga memastikan setiap responden mendapat hak dan

perlakuan yang sama baik sebelum, selama, dan sesudah berpartisipasi dalam
penelitian tanpa membedakan gender atau status sosial.
F. Alat Pengumpul Data
1. Instrumen Penelitian
a. Alat Ukur Kecemasan dan Reabilitas Instrumen
Kecemasan dapat diukur dengan pengukuran kecemasan menurut alat ukur
kecemasan yang disebut HRS-A (Hamilton Rating Scale Anxiety). Skala HRS-A
merupakan pengukuran kecemasan yang didasarkan pada munculnya symptom
pada individu yang mengalami kecemasan. Menurut skala HRS-A terdapat 14
syptoms yang nampak pada individu yang mengalami kecemasan. Setiap item
yang diobservasi diberi 5 tingkatan skor antara 0 (Not Present) sampai dengan 4
(severe). Skala HRS-A telah dibuktikan memiliki validitas dan reliabilitas cukup
tinggi untuk melakukan pengukuran kecemasan pada penelitian trial clinic yaitu
0,93 dan 0,97.
Penilaian kecemasan dengan menggunakan HRS-A adalah dengan
memberikan nilai dengan kategori:
0 = tidak ada gejala sama sekali
1 = Satu dari gejala yang ada
2 = Sedang/separuh dari gejala yang ada
3 = berat/lebih dari gejala yang ada
4 = sangat berat/panik semua gejala ada
Setelah responden menjawab 14 gejala yang ada pada HRS-A, selanjutnya
skor tiap item yang telah diperoleh berdasarkan kategori di atas dijumlahkan dan
penentuan derajat kecemasan dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut :

e. Skor < 6

= tidak ada kecemasan.

f. Skor 7 14

= kecemasan ringan.

g. Skor 15 27

= kecemasan sedang.

h. Skor > 27

= kecemasan berat.

Instrumen HRS-A dalam penelitian ini dilakukan beberapa modifikasi


sehingga untuk itu instrument HRS-A dalam penelitian ini dilakukan uji validitas
dan reabilitas instrumen.
1) Uji Validitas
Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan kevalidan dan kesahihan
suatu instrument. Uji coba instrument dilakukan pada 30 orang pra operatif
katarak yang dilakukan operasi keliling. Uji validitas dilakukan dengan analisis
butir kuesioner menggunakan rumus Pearson Product

Moment yang mana

rumusnya sebagai berikut :

Keterangan :
r

= koefisien korelasi

Xi

= jumlah skor item

= jumlah responden

Yi

= jumlah skor total item

2) Uji Reabilitas
Reabilitas adalah suatu kesamaan hasil apabila pengukuran dilaksanakan
oleh orang ataupun waktu yang berbeda (Setiadi, 2007). Sebagai patokan dasar
dapat ditentukan ukuran indeks reabilitas sebagai berikut :
< 0,59
0,60 0,89
0,90 1,00
Uji reabilitas

= reabilitas rendah
= reabilitas sedang
= reabilitas tinggi
pada instrument ini dilakukan dengan menggunakan rumus

Alpha yang rumusnya sebagai berikut :

rii =

Dimana :
rii

= reabilitas instrument

= banyaknya butir pertanyaan

ab

= jumlah varians butir

at

= varians total

Langkah-langkah yang dilakukan untuk menguji validitas dan reabilitas


dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1) Menentukan nilai r table, dari r table Product Moment dengan tingkat
signifikan 5% untuk 30 orang sampel adalah 0,361

2) Mencari r hasil dari 30 responden dilakukan dengan bantuan program


3)
a)
b)
c)

komputer yaitu uji Pearson Product Moment


Dasar pengambilan keputusan
Jika r hasil positif, serta r hasil > r table, item pertanyaan tersebut valid
Jika r hasil negatif, serta r < table, maka item pertanyaan tersebut tidak valid
Jika r hasil > r table tapi berharga negatif item pertanyaan tersebut tetap

ditolak
d) Sedangkan nilai reabilitas, jika nilai alpha menunjukkan nilai > 0,60 berarti
kuesioner reliabel
b. Alat Ukur Dukungan Keluarga
Alat ukur dukungan keluarga penderita kanker berupa kuesioner dengan
skala Likert (Sugiyono, 2009). Bentuk kuesioner ini ada empat alternatif jawaban
yaitu selalu diberi skor 4, sering diberi skor 3, kadang-kadang diberi skor 2, dan
tidak pernah diberi skor 1. Ada dua tipe pertanyaan yaitu favourable (bersifat
positif) dan unfavorable (bersifat negatif). Hasil ukur dari kuesioner ini
menggunakan skala ordinal dengan kategori baik dengan nilai 41, cukup dengan
nilai 21-40, kurang dengan nilai 20.
Kuesioner dukungan keluarga yang digunakan dalam penelitian ini
menggunakan

kuesioner

yang

digunakan

oleh

Siburian

(2012)

dalam

penelitiannya yang berjudul Hubungan Dukungan Keluarga dengan Harga Diri


Pasien Kanker Payudara yang Menjalani Kemoterapi di Bagian Kemoterapi
RSUP H. Adam Malik Medan. Hasil uji validitas kuesioner menunjukkan dari 16
kuesioner diperoleh seluruh kuesioner valid dengan nilai r>0,90 dan dinyatakan
reliable dengan nilai alpha croncbach sebesar 0,955 (Siburian, 2012).

G. Prosedur Pengambilan Data

1. Jenis Data Yang Dikumpulkan


Data yang dikumpulkan adalah data primer dan sekunder. Data primer
adalah data yang didapat secara langsung yaitu melalui penilaian kecemasan
menggunakan Hamilton Rating Scale Anxiety (HRS-A) dan dukungan keluarga
dengan kuesioner dukungan keluarga. Data ini diperoleh secara bersamaan.

2. Cara Pengumpulan Data


Pengumpulandatamerupakankegiatanpenelitianuntukmengumpulkan
data (Hidayat, 2009). Peneliti dalam penelitian ini melakukan langkah
pengumpulandatasebagaiberikut:
a. Penelitimembawasuratijinpenelitianyangdipersiapkanolehinstitusikepada
Kesbanglinmas Provinsi Bali untuk diteruskan ke Direktur Rumah Sakit

b. Setelah surat ijin dikeluarkan, selanjutnya peneliti melakukan pendekatan


kepadaKepalaSeksiRawatJalan
c. Melakukanpendekatanterhadapsampelpenelitiansesuaikriteriainklusiyaitu
pasienyangakandilakukankemoterapi.Setelahsampeldiperoleh,dilakukan
penyampaianmaksuddantujuanpenelitikepadapasienyangakanmenjalani
kemoterapi untuk kesediannya secara sukarela menjadi responden dalam
penelitianinidenganmenandatanganiinformedconsent.
d. Mengukurkecemasandandukungankeluargadengankuesioner
e. Penelitimengumpulkandatayangtelahdidapat

f. Melakukantabulasidananalisisdata
g. Apabila peneliti berhalangan hadir maka sudah disiapkan 2 orang peneliti
pendampingyangmemilikipersepsiyangsamadenganpeneliti.
H. Pengolahan Data
Langkahlangkahdalampengolahandata:
a. Editing
Dengan memeriksa kelengkapan jawaban responden pada kuesioner,
memperjelas, apabila ditemukan kejanggalan hasil kuesioner atau terdapat
kuesioner yang tidak diberi jawaban akan dilakukan klarifikasi danresponden
dimintauntukmenjawabulang.
b.

Scoringdancoding
Angket yang sudah terkumpul diperiksa kelengkapannya, kemudian

jawabanrespondendiberiskorsesuaidenganketentuandandiberikankodesesuai
denganketentuanpeneliticontoh:untukjeniskelamin:kode1untuklakilaki,2
untukperempuan.
c. Entry
Kegiatanmemasukkandatakedalamprogramkomputeruntukmencegah
risikokehilangandata.
d.

Tabulasidata
Melakukantabulasidatakedalammastertabelyangtelahdibuat.

I. Rencana Analisis Data

Analisis dalam penelitian ini dilakukan dengan analisis univariat dan bivariat
yang dapat dijelaskan sebagai berikut :
a.

Analisis Univariat
Analisis univariat dilakukan dengan mendeskripsikan data krakteristik

responden dan variabel dalam penelitian ini dilakukan dengan menghitung nilai
prosentase masing-masing karakteristik karena semua data dalam penelitian ini
adalah data katagorik. Data yang telah diperoleh disajikan dalam bentuk tabel
distribusi frekuensi.
b.

Analisis Bivariat
Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan antara dukungan

keluarga dengan tingkat kecemasan. Untuk mengetahui hubungan variable


tersebut dilakukan dengan uji korelasi rank spearman.

DAFTAR PUSTAKA
Azwar, S. 2005. Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Effendy , OnongUnchjana. 2005. Ilmu Telekomunikasi Teori dan Praktek.
Bandung: PT Remaja Rosda Karya.
Guyton, A.C dan John E.H. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Terjemahan oleh
Irawati Setiawan dkk. 2006. Ed. 11. Jakarta: EGC.

Notoatmodjo,S. 2005. Metodogi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.


Nursalam. 2003. Konsep dan Penerapan Metodelogi
Keperawatan. Edisi Kedua. Jakarta: Salemba Medika.

Penelitian

Ilmu

Potter, P.A. dan Perry, A.G. 2006. Fundamental Keperawatan. Volume 2. Edisi 4.
Jakarta: EGC.
Prasetya. 2005. Metode Penelitian Kuantitatif, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Prasetyo, E. 2009. Peran Musik Sebagai Fasilitas Dalam Produk Dokter Gigi
Untuk
Mengurangi
Kecemasan
Pasien,
(online),
(http://www.journal.unair.ac.id, diakses tanggal 27 Juli 2012)
Puri, B.K. 2011. Buku Ajar Psikiatri. Edisi Kedua. Jakarta: EGC.
Rothrock, Jane C. 2010. Perencanaan Asuhan Keperawatan Perioperatif. Jakarta:
EGC.
Sastroasmoro, S. 2002. Dasar- Dasar Metodelogi Penelitian Klinis. Edisi Dua,
Jakarta: Sagung Seto.
Schwartz. 2007. Ilmu Bedah. Jakarta: EGC.
Semiun, Yustinus. 2006. Kesehatan Mental. Yogyakarta: Kanisius.
Setiadi. 2007. Konsep dan Penulisan Riset Keperawatan. Yogyakarta: Graha Ilmu
Smeltzer, S.C. dan Bare, B.G. 2002. Keperawatan Medikal Bedah. Volume 1.
Edisi 8. Jakarta: EGC.
Soekardi, Istiantoro. 2004. Transmisi Menuju Fakoemulsifikasi. Jakarta: Granit.
Stuart dan Sunden. 2007. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC.
Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kualitatif,
Kuantitatif, dan R & D). Bandung: Alfabeta.
Suliswati dkk. 2005. Konsep Dasar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC.

Lembar Kuesioner

Umur

: tahun

Pendidikan

: SD

SLTP SLTA Diploma/Sarjana

Jenis Kelamin

: Pria

Wanita

Pekerjaan

Jenis Operasi

: .

Apakah saat ini saudara mengalami gejala-gejala berikut ?


Perasaan cemas, ditandai dengan :

Firasat buruk
Takut akan pikiran sendiri
Mudah tersinggung

Ketegangan yang ditandai oleh :

Merasa tegang
Lesu

SKORE

Mudah terkejut
Tidak dapat istirahat dengan nyenyak
Mudah menangis
Gemetar
Gelisah

Ketakutan ditandai oleh :

Ketakutan pada gelap


Ketakutan ditinggal sendiri
Ketakutan pada orang asing
Ketakutan pada binatang besar
Ketakutan pada keramaian lalu lintas
Ketakutan pada kerumunan banyak orang

Gangguan tidur ditandai oleh :

Sukar memulai tidur


Terbangun malam hari
Tidak pulas
Mimpi buruk
Mimpi yang menakutkan

Gangguan kecerdasan ditandai oleh :

Daya ingat buruk


Sulit berkonsentrasi

Sering bingung

Perasaan depresi ditandai oleh :

Kehilangan minat
Sedih
Bangun dini hari
Berkurangnya kesukaan pada hobi
Perasaan berubah-ubah sepanjang hari

Gejala somatik (otot-otot) ditandai oleh :

Nyeri pada otot


Kaku
Kedutan otot
Gigi gemeretak
Suara tidak stabil

Gejala Sensorik ditandai oleh :

Tinitus/telinga berdengung
Penglihatan kabur
Muka merah dan pucat
Merasa lemah
Perasaan ditusuk-tusuk

Gejala Kardiovaskuler ditandai oleh :

Takikardia/denyut nadi cepat


Berdebar-debar
Nyeri dada
Denyut nadi mengeras
Rasa lemas seperti mau pingsan
Detak jantung hilang sekejap

Gejala pernafasan ditandai oleh :

Rasa tertekan di dada


Perasaan tercekik
Merasa nafas pendek/sesak
Sering menarik nafas panjang

Gejala Gastrointestinal ditandai oleh :

Sulit menelan
Mual
Berat badan menurun
Konstipasi/sulit buang air besar
Perut melilit
Gangguan pencernaan
Nyeri lambung sebelum atau sesudah makan
Rasa panas di perut
Perut terasa penuh/kembung

Gejala Urogenital ditandai oleh :

Sering kencing
Tidak dapat menahan kencing
Amenorrhoe/menstruasi yang tidak teratur
Frigiditas

Gejala Otonom ditandai oleh :

Mulut kering
Muka kering
Mudah berkeringat
Pusing, sakit kepala
Bulu roma berdiri

Perilaku sewaktu wawancara, ditandai oleh :

Gelisah
Tidak tenang
Mengerutkan dahi , muka tegang
Tonus/ketegangan otot meningkat
Nafas pendek dan cepat
Muka merah

Teknik Pengisian Skore :

Skor 0 : tidak ada gejala sama sekali

Skor 1 : 1 dari gejala yang ada

Skor 2 : separuh dari gejala yang ada

Skor 3 : lebih dari separuh gejala yang ada

Skor 4 : Semua gejala ada

Penilaian hasil yaitu dengan menjumlahkan nilai skor seluruh item

Вам также может понравиться