Вы находитесь на странице: 1из 12

ANALISIS RASIO KEUANGAN APBD

A. Analisis Rasio APBD


Analisis keuangan adalah usaha mengindetifikasi ciri-ciri keunagan berdasarkan
laporan keuangan yang tersedia. Penggunaan analisis rasio pada sector public khususnya
terhadap APBD belum banyak dilakukan sehingga secara teori belum ada kesepakatan
secara bulat mengenai kaidah dan pengukurannya.
B. Kegunaan Analisis Ratio pada Sektor Publik (APBD) :
1. Menilai kemandirian keuangan daerah dalam membiayai penyelenggaraan otonomi
dearah
2. Mengukur efektifitas dan efisiensi dalam merealisasikan pendapatan daerah
3. Mengukur sejauhmana aktivitas pemerintah daerah dalam membelanjakan pendapatan
derahnya
4. Mengukur kontribusi masing-masing sumber pendapatan dalam pendapatan daerah
5. Melihat pertumbuhan/perkembangan perolehan pendapatan dan pengeluaran yang
dilakukan selama periode waktu tertentu
C. Analisis Rasio dilakukan dengan :
1. Membandingkan hasil yang dicapai dari suatu periode dibandingkan dengan periode
sebelumnya sehingga dapat diketahui bagaimana kecenderungan yang terjadi
2. Membandingkan dengan rasio keuangan Daerah lain yang terdekat ataupun yang
potensi daerahnya relative sama untuk dilihat bagaimana posisi ratio keuangan
pemerintah dearah tersebut terhadap pemerintah daerah lain .
D. Pihak-pihak yang berkepentingan dengan ratio keuangan pada APBD :
1. DPRD
2. Pihak ekskutif sebagai landasan dalam menyusun APBD berikutnya
3. Pemerintah pusat /Propinsi sebagai bahan masukan dalam pembinaan pelaksanaan
pengelolaan keuangan daerah .
4. Masyarakat dan kreditor , sebagai pihak yang akna turut memiliki saham pemerintah
daerah , bersedia memberi pinjaman ataupun member obligasi.
E. Analisis Rasio Keuangan terdiri dari :
1. Derajat Desentralisasi
Derajat Desentralisasi dihitung berdasarkan perbandingan antara jumlah Pendapatan
Asli Daerah dengan total penerimaan daerah .Rasio ini menunjukkan derajat
kontribusi PAD terhadap total penerimaan daerah . Semakin tinggi kontribusi PAD
maka semakin tinggi kemampuan pemerinah daerah dalam penyelenggraaan
desentralisasi .Rasio dirumuskan sebagai berikut :
Derajat Desentralisasi = Pendapatan Asli Daerah x 100 %
Total pendapatan daerah
2. Rasio ketergantungan Keuangan Daerah

Rasio ketergantungan keuangan daerah dihitung dengan cara membandingkan jumlah


pendapatan transfer yang diterima oleh penerimaan daerah dengan total penerimaan
daerah . Semakin tinggi rasio ini maka semakin besar tingkat ketergantungan
pemerintah daerah terhadap pemerintah pusat atau pemerintahan provinsi . Rasio ini
dirumuskan sebagai berikut :
Rasio Ketregantungan keuangan Daerah =

Pendapatan Transfer x 100%

Total Pendapatan Daerah


3. Rasio kemandirian keuangan Daerah
Rasio kemandirian keuangan daerah dihitung dengancara membandingkan jumlah
penerimaan Pendapatan Asli Daerah dibagi dengan jumlah pendapatan transfer dari
pemerintah pusat dan provinsi serta pinjaman daerah. Semakin tinggi angka rasio ini
menunjukan pemerintah daerah semakin tinggi kemandirian keuangan daerahnya.
Rasio Kemandirian Dearah = Pendapatan Asli Daerah
x 100 %
Transfer pusat + propinsi +pinjaman
4. Rasio Efektivitas dan Efisiensi pendapatan Asli Daerah
Rasio efektivitas PAD dihitung dengan cara membandingkan realisasi penerimaan
PAD dengan target penerimaan PAD dengan target penerimaan PAD (dianggarkan ).
Rasio ini dirumuskan sebagai berikut :
Rasio Efektivitas PAD = Realisasi Penerimaan Pendapatan Asli Daerah x 100%
Target penerimaan PAD
Rasio efektivitas PAD menunjukkan kemampuan pemerintah daerah dalam
memobilisasi peneriman PAD sesuai dengan yang ditargetkan . Secara umum , nilai
efektivitas PAD depat dikatagorikan sebagai berikut :

Sangat efektif
Efektif
Cukup Efektif
Kurang Efektif
Tidak Efektif

: .100 %
: 100 %
: 90 % - 99 %
: 75 % - 89 %
: < 75 %

Untuk mengukur kinerja pemerintah daerah dalam memobilisasi penerimaan PAD ,


indicator rasio efektivitasnya PAD saja belum cukup, sebab meskipun jika dilihat dari
rasio efektivitasnya sudah baik tetapi bila ternyata biaya untuk mencapai target
tersebut sngat besar , maka berartipemungutan PAD tersebut tidak efisien . Oleh
karena itu perlu pula dihitung rasio efisiensi PAD . Rasio ini dihitung dengan cara
membandingkan biaya yang dikeluarkan pemerintah daerah untuk memperoleh PAD

dengan realisasi penerimaan PAD . Untuk dapat menghitung rasio efisiensi PAD ini
diperlukan data tambahan yang tidak tersedia di Laporan Realisasi Angggaran , yaitu
data tentang biaya pemungutan PAD
Rasio Efisiensi PAD = Biaya pemerolehan Pendaptan Asli Daerah x 100%
Realisasi Penerimaan Pendaptan Asl Daerah
Semakin kecil nilai rasio ini maka semakin efisien kinerja pemerintah deerah dalam
melakukan pemungutan Pendapatan Pandapatan Asli Daerah . Secara umum , nilai
efisiensi PAD dapat dikatagorikan sebagai berikut :

Sangat efektif
Efektif
Cukup Efekti
Kurang Efektif
Tidak Efektif

: < 10 %
: 10 % - 20 %
: 21 % - 30 %
: 31 % - 40 %
: > 40 %

5. Rasio Efektivitas dan Efisiensi Pajak Daerah


Selain analisis rasio efektivitas dan efisiensi PAD , kita juga dapat melakukan analisis
efektivitas dan efisiensi pajak daerah .
Rasio Efektivitas Pajak Daerah = Realisasi Penerimaan Pajak Daerah x 100 %
Target Penerimaan Pajak Daerah
Rasio efektivitas pajak dearah menunjukkan kemampuan pemerintah daerah dalam
mengumpulkan pajak daerah sesuai sengan jumlah penerimaan pajak daerah yang
ditargetkan . Rasio efektivitas pajak daerah dianggap baik apabila rasio ini mencapai
angka minimal 1 atau 100%
Rasio Efisiensi Pajak Derah =

Biaya Pemungutan Pajak Daerah

x 100 %

Realisasi Penerimaan Pajak Daerah


Kinerja pemerintah daerah dalam melakukan pemungutan pajak daerah dikatagorikan
efisien apabila rasio yang dicapai kurang dari 10 % ( semakin kecil rasio ini semakin
baik ). Sama halnya dengan analisis efisiensi PAD , untuk dapat menghitung rasio
efisiensi pajak deerah diperlukan data tentang biaya pemungutan pajak . Data ini bisa
diperoleh dari Badan Pengelola Keuangan Daerah (BPKD) atau Kantor Pelayanan
Pajak Daerah ( KPPD).
Contoh :

Perhitungan rasio efektivitas dan efisiensi Pendaptan Asli Daerah dan Pajak daerah
yang dicapai oleh Pemerintahan Daerah Kabupaten Nagarakartagama .
Biaya Pemungutan , Target , dan Ralisasi Penerimaan Pajak dan Retribusi
Daerah Tahun Anggaran 2008 dan 2009
Berdsarkan perhitungan tersebut , maka kinerja pemerintah daerah dalam
mengumpulkan pendapatan daerah cukup bagus . Hal itu ditunjukkan dengan adanya
peningkatan penerimaan pendapatan , rasio efektivitas pendapatan yang lebih besar
dari 100% dan nilai efisiensi di bawah 10 % . Selain itu , nilai rasio efisiensi tersebut
juga lebih kecil dari rasio efisiensi yang di anggarkan.
6. Derajat kontribusi BUMD
Rasio ini bermnfaat untuk mengetahui tingkat kontribusi

perusahaan daerah

mendukung pendaptan derah .Rasio ini dihitung dengan cara membanding


penerimaaan daerah dari hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dengan
total Penerimaan Pendapatan Asli Daerah.
Derajat Kontribusi BUMD = Penerimaan Bagian Laba BUMD x 100%
Penerimaan PAD
7. Debt Service Coverage Ratio (DSCR)
DSCR sangat diperlukan apabila pemerintah daerah berencana untuk mengadakan
utang jangka panjang . DSCR merupakan rasio untuk mengukur kemampuan
pemerintah daerah dalam membayar kembali pinjamna daerah . Rasio ini dirumuskan
sebagai berikut :
DSCR = ( PAD + ( DBH DBHDR ) + DAU ) Belanja Wajib
Angsuran Pokok Pinjaman + Bunga + Biaya Lain
Ket.:
PAD

: Pajak Asli Daerah

DAU

: dana Alokaasi Umum

DBH

: Dana Bagi Hasil yang merupakan bagian dari PBB , BPHTB , dan bagi hasil SDA

DBHDR

: Dana Bagi Hasil Dana Reboisasi

Belanja Wajib

: Belanja Pegawai dan Belanja Anggota DPRD

Biaya Lain

: Biaya terkait pengadaan pinjaman antara lain Biaya Administrasi , Biaya Provisi

,Biaya komitmen , Asuransi dan Denda

Berdasarkan rasio ini, pemerintah daerah dinilai untuk melakukan pinjaman daerah
apabila dinilai DSCR-nya minimal sebesar 2,5.
Jika nilai DSCR kurang dari 1, maka hal itu mengindikasikan terjadinya arus kas
negative yang berarti pendapatan tidak cukup untuk menutup seluruh beban utang
berupa angsuran pokok dan bunga. Misalnya nilai DSCR sebesar 0,95 berarti
pemerintah daerah hanya memiliki pendapatan setelah dikurangi belanja wajib yang
hanya cukup untuk menutup 95% beban utang pada tahun tersebut.
Contoh Penghitungan DSCR
Untuk memberikan ilustrasi cara penghitungan DSCR, berikut ini disajikan data
pendapatan,

belanja,

surplus/deficit

anggaran

pemerintah

Kabupaten

Nagarakartagama Tahun Anggaran 2009.


Laporan Realisasi Anggran pemerintah kabupaten Nagarakartagama Tahun Anggaran
2009
URAIAN

TAHUN 2009

PENDAPATAN

406,600,500,000

Pendapatan Asli Daerah


Dana Perimbangan

35,000,000,000
371,600,500,000

Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak

20,475,500,000

DAU

325,925,000,000

DAK

10,000,000,000

Bagi Hasil Propinsi

15,200,000,000

BELANJA

416,150,000,000

Belanja operasi

303,750,000,000

Belanja Modal
Transfer ke Desa

75,000,000,000

35,000,000,000
Belanja Tidak Terduga

2,400,000,000

SURPLUS/DEFISIT

(9,459,500,000)

Informasi tambahan:
Dana Bagi Hasil Dana Reboisasi untuk tahun 2009 sebesar Rp 3.000.000.000
Belanja wajib sebesar 60% dari total APBD tahun yang bersangkutan
Angsuran pokok pinjaman untuk tahun 2009 sebesar Rp 5.500.000.000; bunga Rp
1.200.000.000; dan
Biaya lain terkait pinjaman sebesar Rp 100.000.000
Berdasarkan data tersebut, maka DSCR untuk tahun anggaran 2009 dapat di ketahui
sebagai berikut:
DSCR = {PAD + [DBH DBHDR] + DAU} Belanja Wajib
Angsuran Pokok Pinjaman + Bunga + Biaya Lain
={35.000.000.000

[35.675.500.000

3.000.000.000]

325.925.000.000}

249.690.000.000
5.500.000.000 + 1.200.000.000 + 100.000.000

= 21,16
Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh nilai DSCR sebesar 21,16 yanga berarti
pemerintah daerah dilihat dari kemampuan keuangananya layah untuk mengadakan
pinjamna karena pemerintah daerah tersesbut masih memeiiki lemampuan yang cukup
untuk mengemmbalikan pokok pinjamna beserta bunganya . Analisis DSCR ini
bermanfaat bagi pemerintah daerah yang akan menggunakan instrument pembiayaan
anggaran melalui pengadaan pinjaman daerah .

8. Debt Servis Ratio


Debt Servis Ratio (DSR) merupakan rasio untuk mengukur kemampuan pemerintah
daerah dalam membayar kembali pinjaman daerah meliputi pkoko dan bunganya
dengan pendapatan daerah yang dimilikinya. Sama halnya ddengan DSCR , DSR
bermanfaat untuk mengukur kemampuan finansial pemerintah daerah dalam
menaggung beban hutang , yaitu pokok dan bunga dengan total pendapatan daerah

yang dimilkinya. Rasio DSR ini dapat digunakan untuk mendukung analisis DSCR.
JIka dibandingkan dengan DSCR , maka DSR kurang detail sebab hanya melihat
besaran makro total pendapatan daerah , sedangkan DSCR mengukurnya berdasarkan
pendaptana daerah setelah dikurangi belanja wajib dan disesuaikan dengan dana bagi
hasil dana reboisasi . Rasio DSR dirumuskan sebgai berikut :
Debt Service Ratio = Total Pendaptan Daerah
Pokok pinjaman + Bunga
Sebagai berikut adalah proyeksi bunga dan pokok utang pemerintah daerah serta perhitungan
debt service ratio :
Keteranga
n
Total

2005

2006

2007

2008

Pokok

13,200,000,000

33,900,000,000

35,500,000,000

40,000,000,000

Bunga
Total

1,827,279,420

4,199,291,322

43,411,293,321

5,041,319,356

dan Bunga
Total

15,027,279,420

38,099,291,322

39,841,129,321

45,041,319,356

Pendapatn
DEBT

393,935,739,496

428,715,390,600

457,855,429,750

489,937,142,500

26,21

11,25

11,49

10,87

Pokok

SERVICE
RATIO

Sama halnya dengan DSCR , nilai DSR yang harus dimiliki pemerintah daerah
minimal sebesar 1. Jika kurang dari 1 maka mengindikasikan adanya kesulitan
keuangan di pemerintah derah . Dengan menggunakan Ilustrasi diatas terkesan
pemerintah daerah sngat ekspansif yang ditandai dengan semakin besarnya hutang dan
adanya kecenderungan menurunnya tingkat DSR. Namun jika melihat besran angka
DSR-nyamaka secara teoritis kondisi keunagan pemerintah daerah msih dalam taraf
yang cukup aman . Pemerintah daerah cukup mampu untu k membayar beban utangya
dengan pendapatan yang dimiliknya
9. Rasio utang Terhadap Pendapatan Daerah
Selain dilihat dari rasio DSCR , kinerja pinjaman daerah juga dapat dilihat dari rasio
utang terhadap pendapatan (debt to income ratio ) . Rasio ini sudah dibahas pada rasio
DSCR yang lebih cenderung dugunakan oleh pihak internal manajemen pemerintah

daerah , sedangkan rasio utang terhadap pendapatan daerah snagat bermanfaat bagi
pihak eksternal terutama calon kreditur untuk menilai lemampuan pemerintah derah
dalam mengembalikan pinjeman .Rumus rasio adalah sebagai berikkut :
Rasio Utang Terhadap pendapatan = Total Uang Pemerintah Daerah
Total Pendapatan daerah
10. Analisi Potensi pendaptan Asli Daerah
Analisi potensi ini bermanfat bagi manjemen pemerintah daerah maupun calon
investor untuk memberikan pertimbangan tentang potensi penrimaan ynag msih dapat
digali dan potensi keuntungan berinvestasi . Analisi potensi PAD dilakukan unttuk
mengetahui jenis pajak daerah dan retribusi daerah tertentu apakah masuk katagori
potensi ,prima , berkembang , taukah terbelakang . Selanjutnya setelah diketahui
potensinya tehap berikutnya dapat diamabil kebijakan untuk jenis pajak dan reribusi
dearah yang dikatagorikan potensi dan berkembang dapat dilakukan intensifikasi dan
ekstensifikasi, untuk katagori prima perlu dilakukan intensifikasi dan untuk katagori
terbelakang dapat

Dilakukan peninjauan ulang atau bahkan penghapusan . Untuk

dapat memetakan katgori potensial , prima , berkembang , dan terbelakang tersebut


perlu dibuat matriks potensi pajak dan tretribusi sebagai berikut :
PROPORSI

Yi > 1

PRIMA

POTENSIAL

Yi> 1

PERKEMBANGA
N

TERBELAKANG

Ket. :
Yi

:Penerimaan pajak atau retribusi I pada tahun t

: NIlai rata- rata pajak atau retribusi pada tahun t

Yi

: Tambahan Penerimaan jenis pajak atau retribusi I pada tahun t

: Tambahan Penerimaan Pajak atau retribusi pada tahun t

Sementara itu , untuk mengetahui Yi dan Y dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Yi

=Y i , tahun t - Y i , tahun (t-1) x 100 %


Y i , tahun t

= Y , tahun t - Y tahun (t-1) x 100 %


Y tahun t

Yi

: Proposi suatu jenis pajak atau retribusi I dari rerata pajk atau retrebusi Y

Yi

: Proporsi tambahan suatu jenis atau retribusi dari total tambahan penerimaan

pajak atau retribusi Y


Semakin besa proporsi suatu pajak atau retribusi dari rerata pajak atau retribusi , maka
semakin layak pajak atau retribusi tersebut untuk diupayakan di masa mendatang .
Sebaliknya , semakin kecil proporsi pajak atau retribusi tersebut maka upaya
identifikasi mengenai kelayakan untuk dijadikan sumber penerimaan di masa datang
perlu diintensifkan . Sementara untuk proporsi tambahan , semakin besar proporsi
tambahan suatu pajak atau retribusi dari total penerimaan pajak atau retribusi , maka
semakin layak pajak atau retribusi tersebut untuk diupayakan peningkatannya.
Sebaliknya , semakin kecil proporsi tambahan suatu jenis pajak atau retribusi maka
upaya identifikasi mnegenai kelayakan untuk dijadikan mengenai kelayakan untuk
dijadikan sumber penerimaan di masa mendatang perlu diintensifkan .
11. Rasio Standar Penerimaan Pendapatan
Rasio standart penerimaan pendapatan bermanfaat untuk pengawawan dan
pengendaliian manajemen pemerintah daerah dalam pelaksanaan pemungutan
pendapatan daerah . Rasio srandar penerimaan pendapatan meliputi :
a. Rasio Cakupan (Coverage Ratio )
b. Rasio Biaya Pemungutan
c. Rasio Biaya Pelayanan
d. Rasio pemungutan
Rasio Cakupan
Rasio cakupan merupakan rasio yang digunakan untuk mengetahui tingkat
keefektivan pemerintah daerah dalam merealisasikan potensi pendapatannya . Rasio
cakupan ini merupakan stnadar keefektivan dalam pendaftaran dan pendataan subyek
dan obyek pendapatan dibandingkan dengan potensi pendapatannya. Rasio cakuan
dirumuskan sebagai berikut :
Rasio Cakupan pendapatan = Subjek / Objek Pendapatan Yang Terdaftar x100 %
Potensi Subjek / Objek pendapatan

Rasio Biaya Pemungutan


Rasio biaya pemungutan sama dengan rasio efisiensi penerimaan pendapatan
sebagaimana sudah dijelaskan pada awal pembahasn . Rasio ini dihitung dengan cara
membandingkan biaya yang dikeluarkan dalam rangka memperoleh pendaptan dengan
pendapatan yang diperoleh , Agar rasio biaya pemungutan ini baik dalam arti efisien,
maka biaya pemungutan harus ditekan seefisien mungkin agar pendapatan versih
meningkat . Beberapa pemeintah daerah dalam rangka meningkatkan efisiensi
pendapatan melakukan strategi outsourcing kepada pihak ketiga untuk penariakan
pajak dan retribusi daerah tertentu , seperti pajak hotel dan restoran , retribusi parker ,
dan sebagainya . Bahkan outsourcing tersebut tidak terbatas pada level pemungutan
(koleksi) , tetapi juga tahap pendataan .
Rasio biaya Pelayanan
Rasio biaya pelyanan digunakan untuk mengukur efisiensi dalam penerimaan retribusi
daerah . Rasio ini diukur dengan cara membandingkan biaya pelayanan yang
dikeluarkan pemerintah daerah untuk memberikan pelayanan tertentu dengan
pendapatan retribusi yang dipungut atas pelayanan tersebut . Idealnya pendapatan
retribusi dapat mencukupi untuk menutup biaya pelayan yang telah dikeluarkan (cost
recovery) bahkan diupyakan lebih besar agar diperoleh keuntungan . Rasio biya
pelayanan dirumuskan sebgai berikut :
Rasio Biaya Pelayana Y =

Biaya Pelayanan Yx 100 %


Pendapatan Retribusi Y

Rasio Pemungutan
Rasio pemungutan merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur realisasi
pemungutan pajak daerah dibandingkan dengan tunggakan dan tagihan baru . Rasio
pemungutan ini juga merupakan bentuk dari rasio efektivitas pajak daerah . Rasio
pemungutan dirumuskan sebagai berikut :
Rasio pemungutan = Realisasi Penerimaan Pajak Daerah x100%
Tunggakan + Tagihan Baru
Atau dengan rumus lain :

Rasio Pemungutan = Hasil tahun sekarang + tagihan tahun lalu x 100 %


Target tahun sekarang + tunggakan tahun lalu
Dari keempat jenis rasio standart tersebut , nilai yang menjadi standar untuk masingmasing rasio adalah sebagai berikut
RASIO

STANDAR

PENERIMAAN
PENDAPTAN
Rasio Cakupan (Coverage ratio )
Rasio Biaya pemungutan
Rasio Biaya pelayanan
Rasio Pemungutan

NILAI
95%
10%
90%
95%

RINGKASAN

Pendapatan merupakan semua penerimaan Rekening Kas Umum Negara /Daerah yang
menambah ekuitas dana lancer dalam periode tahun anggran bersangkutan yang menjadi hak
pemerintah dan tidak perlu dibayar kembali oleh pemerintah . Pendaptan derah tidak sma

dengan pemerintah daerah, bedanya terletak pada pengaruh terhadap ekuitas dana
Analisi pendaptan daerah dapat digunakan untuk mengavaluasi kinerja pemerintah daerah
dalam melaksankan anggaran . Secara umum realisasi pendaptan dearah dinilai baik apabila
melampaui target anggran , sebab anggaran pendpatan merupakan bats minimal yang harus

dicpai daerah
Berdasarkab data pendapatan daerah yang disajikan dalam Laporan Realisasi Anggran ,
pembaca laporan keuangan dapat membuat berbagai analisi rasio keunagan berupa :
-Rasio kemandirian daerah
-Rasio Ketergatungan Daerah
-Derajat Dsentralisasi
-Rasio Efektivitas PAD
-Rasio Efisiensi PAD
-Rasio Efektivitas Pajak daerah
-Rasio Efisiensi Pajak Daerah
-Derajat Kontribusi BUMD
-Derajat Kontribusi BUMD
- Rasio Kemampuan Mengembalikan Pinjaman (Debt Service Coverage Ratio )
-Rasio pendapatan terhadap Utang

4)

Debt Service Coverage Ratio (DSCR)

DSCR merupakan perbandingan antara penjumlahan Pendapatan Asli Daerah (PAD), Bagian
Daerah (BD) dan Pajak Bumi dan Bangunan, Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan
(BPHTB), penerimaan Sumber daya Alam dan bagian daerah lainnya serta Dana Alokasi
Umum setelah dikurangi Belanja Wajib, dengan penjumlahan angsuran pokok, bunga dan
biaya pinjaman lainnya yang jatuh tempo.

Sumber Bacaan :
http://teguhariy.blogspot.co.id/2015/04/analisis-rasio-keuangan-apbd.html

Вам также может понравиться