Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
BAB I
PENDAHULUAN
pelayanannya yaitu pemberian vitamin A. Hal tersebut bersinergis dengan usaha yang
dilakukan oleh pelayanan kesehatan primer yaitu melakukan deteksi dini.
1
1.2 Identifikasi Masalah
a. Bagaimana pelaksanaan program penanggulangan kekurangan Vitamin A di
Puskesmas Cisarua?
b. Berapakah cakupan pelaksanaan program penanggulangan kekurangan Vitamin A
di Puskesmas Cisaruapada September 2012?
BAB II
TEORI DAN PEMBAHASAN
2.1
Vitamin A
2.1.1
Definisi Vitamin A
Vitamin A atau retinal merupakan senyawa poliisoprenoid yang mengandung
cincin sikloheksenil. Vitamin A merupakan salah satu jenis vitamin yang larut lemak.
Vitamin A (Acon, Aquasol) membantu menjaga pertumbuhan jaringan epitel, mata,
rambut, dan tulang. Vitamin A didapat dalam 2 bentuk yaitu preformed vitamin A
(vitamin A, retinoid, retinol, dan derivatnya) dan provitamin A (karotenoid/ karoten dan
senyawa sejenis). Sumber makanan yang mengandung vitamin A antara lain semua jenis
susu, mentega, telur, sayuran dengan daun berwarna hijau dan kuning, buah-buahan,
dan liver. Menurut U.S Recommended Dietary Allowance (RDA) kebutuhan vitamin A
pada pria dewasa sebanyak 1000 µg atau 5000 IU, wanita dewasa 800 µg
atau 4000 IU, pada kehamilan membutuhkan sebanyak 1000 µg atau 5000 IU,
dan pada ibu menyusui 1200 µg atausetara dengan 6000 IU.4
Vitamin A adalah suatu zat gizi yang sangat penting bagi manusia, karena zat
gizi ini tidak dibuat oleh tubuh, sehingga harus dipenuhi dari luar tubuh berupa
makanan yang dikonsumsi. Vitamin A juga merupakan vitamin yang berfungsi bagi
pertumbuhan sel sel epitel, dan sebagai pengatur kepekaan rangsang sinar pada saraf
dan mata.3,5
2.1.2
Manfaat Vitamin A
a.
Penglihatan
Tanda pertama kekurangan vitamin A adalah rabun senja. Suplementasi vitamin A
dapat memperbaiki penglihatan yang kurang bila itu disebabkan karena kekurangan
vitamin A.
b.
c.
Reproduksi
Pembentukan sperma pada hewan jantan serta pembentukan sel telur dan
perkembangan janin dalam kandungan membutuhkan vitamin A dalam bentuk
retinol. Hewan betina dengan status vitamin A rendah mampu hamil akan tetapi
mengalami keguguran atau kesukaran dalam melahirkan. Kemampuan retinoid
mempengaruhi perkembangan sel epitel dan kemampuan meningkatkan aktivitas
sistem kekebalan diduga berpengaruh dalam pencegahan kanker kulit,
tenggorokan, paru-paru, payudara dan kandung kemih.
d.
Fungsi Kekebalan
Vitamin A berpengaruh terhadap fungsi kekebalan tubuh pada manusia. Dimana
kekurangan vitamin A dapat menurunkan respon antibody yang bergantung pada
limfosit yang berperan sebagai kekebalan pada tubuh seseorang.3
2.1.3
Sumber-Sumber Vitamin A
dalam penggunaan vitamin A. Penyakit yang timbul akibat kekurangan vitamin A adalah
Xeropthalmia yaitu keadaan selaput ikat mata yang kering akibat kekurangan vitamin A.
2.1.5
Xeroftalmia
Xeroftalmia adalah istilah yang menerangkan gangguan kekurangan vitamin A
pada mata, termasuk terjadinya kelainan anatomi bola mata dan gangguan fungsi sel
retina yang berakibat kebutaan. Xeroftalmia terjadi karena kekeringan pada selaput
lendir (konjungtiva) dan selaput bening (kornea) mata. Bila ditinjau darikonsumsi
makanan sehari-hari kekurangan vitamin A disebabkan oleh :
1. Konsumsi makanan yg tidak mengandung cukup vitamin A atau provitamin A
untuk jangka waktu yang lama.
2. Bayi tidak diberikan ASI Eksklusif
3. Menu tidak seimbang (kurang mengandung lemak, protein, seng/Zn atau zat gizi
lainnya) yang diperlukan untuk penyerapan vitamin A dan penggunaan vitamin
A dalam tubuh.
4. Adanya gangguan penyerapan vitamin A atau pro-vitamin A seperti pada
penyakit-penyakit antara lain penyakit pankreas, diare kronik, Kurang Energi
Protein (KEP) dan lain-lain sehingga kebutuhan vitamin A meningkat.
5. Adanya kerusakan hati, seperti pada kwashiorkor dan hepatitis kronik,
menyebabkan gangguan pembentukan RBP (Retinol Binding Protein) dan prealbumin yang penting untuk penyerapan vitamin A.
Tanda-tanda dan gejala klinis KVA pada mata menurut klasifikasi
WHO/USAIDUNICEF/HKI/ IVACG, 1996 sebagai berikut :
XN : buta senja (hemeralopia, nyctalopia)
XIA : xerosis konjungtiva
XIB : xerosis konjungtiva disertai bercak bitot
X2
: xerosis kornea
kornea.
X3B : keratomalasia atau ulserasi sama atau lebih dari 1/3 permukaan kornea
XS
XF
yang baik. Pada stadium X2 merupakan keadaan gawat darurat yang harus segera
diobati karena dalam beberapa hari bias berubah menjadi X3.X3A dan X3B bila diobati
dapat sembuh tetapi dengan meninggalkan cacat yang bahkan dapat menyebabkan
kebutaan total bila lesi (kelainan) pada kornea cukup luas sehingga menutupi seluruh
kornea (optic zone cornea).4
Untuk menjaring lebih dini kasus xeroftalmia, perlu diperhatikan berbagai faktor
antara lain :
1. Faktor Sosial budaya dan lingkungan dan pelayanan kesehatan
a. Ketersediaan pangan sumber vitamin A
b. Pola makan dan cara makan
c. Adanya paceklik atau rawan pangan
d. Adanya tabu atau pantangan terhadap makanan tertentu terutama yang merupakan
sumber Vit A.
e. Cakupan imunisasi, angka kesakitan dan angka kematian karena penyakit
campak dan diare
f. Sarana pelayanan kesehatan yang sulit dijangkau
g. Kurang tersedianya air bersih dan sanitasi lingkungan yang kurang sehat
h. Keadaan darurat antara lain bencana alam, perang dan kerusuhan
2. Faktor Keluarga
a. Pendidikan :
Pendidikan orang tua yang rendah akan berisiko lebih tinggi kemungkinan
anaknya menderita KVA karena pendidikan yang rendah biasanya disertai dengan
keadaan sosial ekonomi dan pengetahuan gizi yang kurang.
b. Penghasilan:
Penghasilan keluarga yang rendah akan lebih berisiko mengalami KVA, walaupun
demikian besarnya penghasilan keluarga tidak menjamin anaknya tidak
mengalami KVA, karena harus diimbangi dengan pengetahuan gizi yang cukup
sehingga dapat memberikan makanan kaya vitamin A.
c. Jumlah anak dalam keluarga
Semakin banyak anak semakin kurang perhatian orang tua dalam mengasuh
anaknya.
d. Pola asuh anak.
Kurangnya perhatian keluarga terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak
seperti pasangan suami istri (pasutri) yang bekerja dan perceraian.
3. Faktor individu
a. Anak dengan Berat Badan Lahir Rendah (BB < 2,5 kg).
b. Anak yang tidak mendapat ASI Eksklusif dan tidak diberi ASI sampai usia 2
tahun.
c. Anak yang tidak mendapat MP-ASI yang cukup baik kualitas maupun kuantitas
d. Anak kurang gizi atau dibawah garis merah (BGM) dalam KMS.
e. Anak yang menderita penyakit infeksi (campak, diare, Tuberkulosis (TBC), Infeksi
Saluran Pernafasan Akut (ISPA), pneumonia dan kecacingan.
2.1.6
10
2.1.7
mengalami kebutaan sehubungan dengan defisiensi vitamin A, karena alasan ini vitamin
A dosis tinggi harus diberikan secara rutin untuk semua anak yang mengalami gizi
kurang pada hari pertama, kecuali bila dosis yang sama telah
diberikan pada bulan yang lalu. Dosis tersebut adalah sebagai berikut: 50.000 IU untuk
bayi berusia < 6 bulan, 100.000 IU untuk bayi berumur 6 - 12 bulan , dan 200.000 IU
untuk anak berusia > 12 bulan. Jika terdapat tanda klinis dari defisiensi vitamin A
(seperti rabun senja, xerosis konjungtiva dengan bitots spot, xerosis kornea atau
ulceration, atau ketomalasia), maka dosis yang tinggi harus diberikan untuk dua hari
pertama, diikuti dosis ketiga sekurang-kurangnya 2 minggu kemudian.3
2.1.8
yang lama dapat menjadi toksin (racun) bagi tubuh. Hipervitaminosis A banyak
dijumpai pada anak-anak dengan tanda-tanda cengeng, bengkak disekitar tulang-tulang
yang panjang, kulit kering dan gatal.
Hipervitaminosis A dapat terjadi dalam 2 tingkat :
11
Hipervitaminosis A kronis, yaitu jika bayi dan balita mengkonsumsi > 25.000 IU
tiap hari selama > 3 bulan atau beberapa tahun baik yang berasal dari makanan
maupun dari pemberian vitamin A dosis tinggi. Biasanya hanya terjadi pada orang
dewasa.
1) Pada anak usia muda dan bayi biasanya dapat menyebabkan anoreksia, kulit
kering, gatal-gatal serta kemerahan di kulit, peningkatan intracranial, bibir
pecah-pecah, tungkai dan lengan lemah dan bengkak.
2) Pengobatannya sama dengan hipervitaminosis A akut.3,6
12
13
14
b. Pemberian kapsul vitamin A bayi dan anak balita yang dilaksanakan di di klinik
bidan/dokter, rumah sakit, dan lain-lain harus dicatat dan dilaporkan oleh
puskesmas.
c. Pemberian kapsul vitamin A yang dilaksanakan di posyandu dan tempat lainnya
seperti TK, Pos PAUD direkapitulasi di tingkat desa dan dilaporkan menjadi
laporan tingkat puskesmas.
d. Hasil rekapitulasi tingkat puskesmas dilaporkan ke kabupaten/kota oleh pengelola
program gizi setelah berkoordinasi dengan pengelola program KIA.
5. Evaluasi
Kegiatan pemantauan dan evaluasi dilakukan di posyandu sampai dinas kesehatan
kabupaten/kota. Hasilnya dilaporkan secara berjenjang dan disertai umpan balik.
Kegiatan ini dibutuhkan untuk mengatur kegiatan suplementaasi vitamin A agar berjalan
sesuai dengan rencana, sehingga bila ada masalah dapat ditemukan dan ditangani sejak
dini.
15
DESA
SISA PKM YG
LALU
TERIMA
JUMLAH
DIPAKAI
SISA
6-11
12-59
6-11
12-59
6-11
12-59
6-11
12-59
6-11
12-59
PASIR
HALANG
150
500
150
500
48
414
102
86
JAMBUDIPA
150
900
150
900
125
721
25
179
PADA ASIH
150
900
150
900
118
808
32
92
KERTAWANGI
150
900
150
900
90
523
60
377
600
3200
600
3200
381
2466
219
734
JUMLAH
c) Distribusi
16
DESA
S PROYEKSI
S RIIL
YG MENDAPAT
CAKUPAN
%
6-11
12-59
6-11
12-59
6-11
12-59
6-11
12-59
93.9%
PASIR HALANG
62
441
48
414
48
414
77.4%
JAMBUDIPA
141
1002
125
721
125
721
88.7%
72.0%
PADA ASIH
137
790
118
808
118
808
86.1%
102.3%
KERTAWANGI
130
1181
90
523
90
523
69.2%
44.3%
JUMLAH
470
3414
381
2466
381
2466
81.1%
72.2%
e) Evaluasi
Dari setiap langkah yang dilakukan dilakukan pencatatan yang kemudian
dikumpulkan sebagai umpan balik pada program di masa selanjutnya.
Evaluasi tersebut dituangkan dalam pelaporan yang dilakukan oleh tenaga
pelaksana gizi di Puskesmas Cisarua setelah kegiatan dilakukan.
f. Market
Sasaran program ini adalah semua balita (6-59 bulan) yang ada di wilayah kerja
Puskesmas Cisarua.
g. Minute (Waktu)
Waktu pelaksanaan program:
- Pelayanan program dilakukan pada bulan Februari dan September
- Oleh Bidan desa yang dibantu kader saat program berjalan selama jam kerja
- Sweeping dilakukan setelah jam kerja dengan kunjungan rumah oleh bidan
desa dan kader
2.3.2 Proses
a. Planing
17
setempat
Pencatatan dan Pelaporan
b. Organizing
Untuk melaksanakan program ini, dilakukan koordinasi pihak Puskesmas
Cisarua dengan para bidan desa melalui pertemuan berkala satu bulan satu kali
serta kerjasama lintas sektoral dengan aparat pemerintahan dan tokoh
masyarakat di wilayah kerja puskesmas namun belum ada koordinasi yang
pelayanan kesehatan swasta (praktek dokter ataupun bidan swasta).
c. Actuating
Aktifitas yang dilaksanakan Puskesmas Cisarua untuk mencapai cakupan
program ini adalah:
- Kegiatan pemeriksaan status gizi
o Dilaksanakan di dalam gedung puskesmas setiap hari selasa dan kamis
selama jam kerja
o Dilaksanakan di luar gedung puskesmas oleh bidan desa di rumah dan
setiap kegiatan posyandu, dimana posyandu dilaksanakan setiap 1 kali
-
18
setempat
Pencatatan dan Pelaporan
Program penanggulangan kekurangan vitamin A di Puskesmas Cisarua ini
ialah melalui pemeriksaan status gizi yang dilaksanakan setiap hari Selasa
dan Kamis selama jam kerja serta pencatatan dan pelaporannya sudah baik,
namun peran serta masyarakat serta kerjasama lintas sektoral dengan aparat
19
kesehatan
Kurangnya pengetahuan masyarakat tentang pentingnya pemeriksaan balita
c. Accesibility
Kegiatan pemeriksaan balita dilakukan di Posyandu yang diadakan di tempattempat yang strategis di RW tersebut, misalnya di rumah Kepala RW, lapangan,
sekolah, ataupun balai desa, sehingga Posyandu menjadi mudah dijangkau.
d. Accountability
Sudah jelasnya perencanaan, pelaksanaan, dan pendataan, memudahkan untuk
pertanggung jawabannya baik dari pemegang program ke kepala puskesmas
e. Continuity
Keberlangsungan kegiatan pemeriksaan balita ini cukup baik, karena sudah
dilakukan setiap satu minggu sekali.
f. Care
20
Perhatian dari pihak posyandu dinilai cukup baik, karena para kader aktif
memberi tahu jadwal kegiatan pemeriksaan balita tiap minggunya kepada warga,
tetapi masih ada saja ibu yang tidak datang membawa anaknya untuk ditimbang.
g. Competency
Kemampuan yang dibutuhkan oleh para pelaksana kegiatan ini tidaklah terlalu
menjadi masalah, karena untuk bidan kemampuannya sudah tidak diragukan
lagi, tetapi untuk kader, akan sangat tergantung tingkat pendidikan kader dan
keaktifan kadernya.
h. Comprehensibility
Pemahaman mengenai kegiatan ini tidaklah terlalu sulit, karena kegiatan
pemeriksaan balita ini hanya membutuhkan data sasaran, penimbangan,
pencatatan, dan pelaporan hasil kegiatan.
21
BAB III
PENUTUP
19
19
22
Daftar Kepustakaan