Вы находитесь на странице: 1из 8

Penyakit Hirschsprung atau mengakolon aganglionik

BAB I
DEFINISI
Penyakit Hirschsprung atau mengakolon aganglionik adalah kelainan bawaan
yang disebabkan oleh kelainan inervasi usus dimulai pada sfingter ani interna dan meluas
ke proksimal, melibatkan panjang usus yang bervariasi (sabiston,1994).

BAB II
EPIDEMIOLOGI
Penyakit Hirschsprung pada penyebab obstruksi usus bagian bawah yang paling
sering pada neonatus, dengan insidens keseluruhan 1:5.000 kelahiran hidup. Laki-laki
lebih banyak dibanding perempuan (4:1), dan ada kenaikan insidens keluarga pada
penyakit segmen panjang (Borhman, 1999).
BAB III
PATOFISIOLOGI
Penyakit Hirschsprung adalah akibat tidak adanya ganglion pada dinding usus,
meluas ke proksimal dan berlanjut mulai dari anus sampai panjang yang bervariasi. Tidak
adanya invasi saraf adalah akibat dari kegagalan perpindahan neuroblast dari usus
proksimal ke distal. Segmen yang aganglionik terbatas pada rektosigmoid pada 75%
penderita; pada 10%, seluruh kolon tanpa sel-sel ganglion. Bertambah banyaknya ujungujung saraf pada usus yang aganglionik menyebabkan kadar asetilkolinesterase tinggi.
Secara histologi, tidak didapatkan pleksus Meissner dan Auerbach dan ditemukan berkasberkas saraf yang hipertrofi dengan konsentrasi asetilkolinesterase yang tinggi diantara

lapisan-lapisan otot dan pada submukosa. Gangguan ini dapat direproduksi pada binatang
percobaan dengan merusak reseptor endothelin B. (Behrman, 1999)
Pada penyakit Hirschsprung segmen pendek, daerah aganglionik meliputi rektum
samapai sigmoid, ini disebut penyakit Hirschsprung klasik. Penyakit ini terbanyak (80%)
ditemukan pada anak laki, yaitu lima kali lebih sering dari pada anak perempuan. Bila
daerah aganglionik meluas lebih tinggi dari sigmoid disebut Hirschsprung segmen
panjang. Bila aganglionosis mengenai seluruh kolon disebut kolon aganglionik total, dan
bila mengenal seluruh kolon dan hampir seluruh usus halus, disebut aganglionosis
universal (De Jong, 2005).

Gambar yang tampak pada foto kolon barium


A. Morbus Hirschprung, rektum yang aganglionik tetap sempit karena tak bisa kembang
(1);megakolon 92),B. Megakolon akuisitum*, anus (1); rektum dan zigmoid besar karena
gangguan defekasi, misalnya strikur (2).

BAB IV
GAMBARAN KLINIK

Gejala-gejala klinis penyakit Hirschsprung biasanya mulai pada saat lahir


dengan terlambatnya pengeluaran mekonium. Sembilan puluh sembilan persen bayi lahir
cukup bulan mengeluarkan mekonium dalam waktu 48 jam setelah lahir. Penyakit
Hirschsprung harus dicurigai apa bila seorang bayi cukup bulan (penyakit ini tidak biasa
terjadi pada bayi kurang bulan) yang terlambat mengeluarkan tinja. Beberapa bayi akan
mengeluarkan mekokium secara normal, tetapi selanjutnya memperhatikan riwayat
konstipasi kronis. Gagal tumbuh dengan hipoproteinemia karena enteropati pembuang-

protein sekarang adalah tanda yang kurang sering karena penyakit Hirschsprung biasanya
sudah dikenali pada awal perjalanan penyakit. Bila yang minum ASI tidak dapat
menampakkan gejala separah bayi yang minum susu formula.
Krgagalan mengeluarkan tinja menyebabkan dilatasi nagian proksimal usus
besar dan perut menjadi kembung. Karena usus besar melebar, tekanan didalam lumen
meningkat, mengakibatkan aliran darah menurun dan perintang mukosa terganggu. Stasis
memungkinkan

proliferasi

bakteri,

sehingga

dapat

menyebabkan

enterokolitis

(Clostridium difficile, Staphylococcus aureus, anaerob, koliformis) dengan disertai sepsis


dan tanda-tanda obstruksi usus besar. Pengenalan dini penyakit Hirschsprung sebelum
serangan enterokolitis sangat penting untuk menurunkan morbiditas dan mortalitas.
(Behrman, 1999)
Penyakit Hirschsprung pada penderita yang lebih tua harus dibedakan dari
penyebab perut kembung lain dan konstopasi kronis.
Membedakan Tanda-tanda Penyakit Hirschsprung dan Konstipasi Fungsional.
Variabel
Riwayat

Fungsional (Didapat)

Penyakit Hirschsprung

Mulai konstipasi

Setelah umur 2 tahun

Saat lahir

Enkopresis

Lazim

Sangat jarang

Gagal tumbuh

Tidak lazim

Mungkin

Enterokolitis

Tidak

Mungkin

Nyeri perut

Lazim

Lazim

Pemeriksaan

Perut kembung

Jarang

Lazim

Penambahan BB jelek

Jarang

Lazim

Tonus anus

Normal

Normal

Pemeriksaan rektum

Tinja di ampula

Ampula kosong

Laboratorium
Manometri anorektum

Rektum mengembang karena Tak


relaksasi sfingter interna

ada

relaksasi

sfingter

atau

paradoks

atau

tekanan naik
Tak ada sel ganglion
Normal
Biopsi rektum

Pewarna

asetilkolinesterase

meningkat
Daerah
Jumlah tinja banyak, tidak

peralihan,

pengeluaran tertunda (lebih


dari 24 jam)

Enema barium
ada daerah peralihan

BAB V
DIAGNOSA
Anamnesis perjalanan penyakit yang khas dan gambaran klinis perut membuncit
seluruhnya merupakan kunci diagnosis. (De Jong, 2005)

Pemeriksaan penunjang yang dapat membantu menegakkan diagnosis ialah


pemeriksaan radiologik dengan enema barium. Disini akan terlihat gambaran klasik
seperti daerah transisi dari lumen sempit kedaerah yang melebar. Pada foto 24 jam
kemudian terlinat retensi barium dan gambaran mikrokolon pada Hirschsprung segmen
panjang. (Behrman, 1999)
Enema barium pada seorang anak laki-laki berumur 1-4 tahun dengan konstipasi berat.
Dilatasi rektum dan kolon distal yang sangat besar adalah khas mengakolon fungsional
didapat.
Pandangan lateral enema narium pada seorang anak wanita umur 3 tahun dengan
penyakit Hirschsprung. Segmen distal yang tanpa ganglion sempit, dengan usus
berganglion yang mengembang normal di atasnya.
Manometri

dan

biopsi-isapan

rektum

merupakan

indikator

penyakit

Hirschsprung yang paling mudah dan paling dapat dipercaya. Manometri anorektal
mengukur tekanan sfingter ani interna saat balon dikembangkan di rektum. Pada indivudu
normal, penggembungan rektum mengawali refleks penurunan tekanan sfingter interna.
Pada penderita penyakit Hirschsprung, tekanan gagal menurut, atau ada kenaikan tekanan
paradoks karena rektum dikembangkan. Ketepatan uji diagnostik ini lebih dari 90%,
tetapi secara teknis sulit pada bayi muda. Respons normal pada evaluasi manometri ini
menyingkirkan diagnosis penyakit Hirschsprung; hasil meragukan atauu respons
sebaliknya membutuhkan biopsi rektum.
Biopsi-isap rektum hendaknya tidak dilakukan kurang dari 2 cm dari linea dentata
untuk menghindari daerah normal hipoganglionosis di pinggir anus. Biopsi harus
mengandung cukup sampel submukosa untuk mengevaluasi adanya sel ganglion. Biopsi
dapat diwarnai untuk asetilkolinesterase, untuk mempermudah interprestasi. Penderita
dengan agangliomosis menunjukkan banyak sekali berkas saraf hipertrofi yang terwarnai
positif untuk asetilkolinesterase dan tidak ada sel ganglion. (Behrman, 1999)
Pemeriksaan biopsi hisap rektum dapat digunakan untuk mencari tanda histologik
yang khas, yaitu tidak adanya sel ganglion parasimpatik dilapisan muskularis mukosa,

dan adanya serabut saraf yang menebal. Pada pemeriksaan histokomia, aktivitas
kolinesterase meningkat.
Diagnosis banding. Pada masa neonatus, harus dipikirkan kemungkinan atresia
ileum atau sumbatan anorektum oleh mekonium yang sangat padat (meconium plug
dindrome). Penyakit ini hampir tidak pernah dijumpai di Indonesia. Sedangkan pada
masa bayi dan anak, obstipasi dapat disebabkan oleh obstipasi detik, retardasi mental,
hipotiroid, dan psikogenetik. (De Jong, 2005)

BAB VI
PENATALAKSANAAN
Prinsip

penanganan

adalah

mengatasi

obstruksi,

mencegah

terjadinya

enterokolitis, membuang segmen aganglionik, dan mengembalikan kontinuitas usus.(De


Jong, 2005)
Untuk mengobati gejala obstipasi dan mencegah enterokolitis dapat dilakukan
bilasan kolon dengan cairan garam faali. Cara ini efektif pada segmen aganglionik yang
pendek. Tujuan yang sama juga dapat dicapai dengan tindakan kolostomi didaerah yang
ganglioner.
Membuang segmen aganglionik dan mengembalikan kontinuitas usus dapat
dikerjakan satu tahap atau dua tahap. Langkah ini disebut operasi definitif yang
dikerjakan bila berat badan bayi sudah cukup (>9kg). Pada waktu itu mengkolon dapat
surut. Mencapai kolon ukuran normal.(De Jong, 2005)
Pilihan-pilihan operasi adalah melakukan prosedur definitif sesegera mungkin
setelah diagnosis ditegakkan atau melakukan kolostomi sementara dan menunggu sampai
bayi berumur 6-12 bulan untuk melakukan operasi definitif. Ada tiga pilihan dasar
operasi. Prosedur bedah pertama yang berhasil, yang tidak berganglion dan melakukan
anastomosis usus besar proksimal yang normal dengan rektum 1-2cm diatas garis batas.

Operasi ini secara teknis sulit dan mengarah pada pengembangan dua prosedur lain.
Duhamel menguraikan prosedur untuk menciptakan rektum baru, dengan menarik
turunan usus besar yang berinervasi normal ke belakang rektum yang tidak berganglion.
Rektum baru yang dibuat pada prosedur ini mempunyai setengah agangkionik anterior
dengan sensasi normal dan setengah gangkiomik posterior dengan propulsi normal.
Prosedur endorectal pullthrough yang diuraikan oleh Boley meliputi pengupasan
mukosa rektum yang tidak bergangkion dan membawa kolon yang berinervasi normal ke
lapisan otot yang terkelupas tersebut, dengan demikian memintas usus yang abnormal
dari sebelah dalam. (Behrman,1999)

BAB VII
PROGNOSA
Prognosis penyakit Hirschsprung yang diterapi dengan bedah umumnya
memuaskan; sebagian besar penderita berhasil mengeluarkan tinja (kontinensia). Masalah
pascabedah meliputi enterokolitis berlubang, striktur, prolaps, abses perianal, dan
pengotoran tinaj. (Behrman, 1999)

KESIMPULAN
Etiologi
-

Agangliosis pleksus mienterikus

Gejala dan tanda

Konstipasi disertai diare berkala

Toksemia karena enterokolitis

Diagnosis
-

Foto Rontgen barium

Biopsi rektum

Manometri

Penanganan
-

Kolostomi sementara

Prosedur tarik terobos Terakhir Diperbaharui ( Tuesday, 18 November 2008 )


http://viacom-bondowoso.net/v2/content/view/153/29/

Вам также может понравиться