Вы находитесь на странице: 1из 18

NAMA

: Maulana Rahmat Hidayatullah

NIM

: 131614153073
UJIAN TENGAH SEMESTER TEORI KEPERAWATAN

1. Jurnal Terambil :
1) Knowledge Sharing : Nursing Ambience (U. Syed Aktharsa and H. Anisa, 2012. SC MS
Journal of Indian Management, April June, 2012)
2) Nurses as Instruments of Healing Self-Care Practices of Nurses in a Rural Hospital
Setting (Comer, L., & Metcalfe, S. E. (2016). jhn, 221228)
3) Improving Self-Efficacy Using Caring-Based Self-Efficacy Enhancement Intervention
Program In Patients With Type 2 Diabetes Mellitus (Christianto Nugroho, 2015)
4) Virginia Hendersons Principles And Practice Of Nursing Applied To Organ Donation
After Brain Death (Bruce Nicely,RN,BSN,CPTC. And Ginger T. Delario, PhD, MT
(ASCP), CPCT. 2011. Journal Progress in Transplantation, Vol 21, No.1, March 2011)
5) Hiring Nurse Re-Entering The Workforce After Chemical Dependence (Miller. T et al.
2015. Journal of Nursing Education and Practice Vol. 5, No. 11,2015)
6) Testing a Caring Assessment for Care Givers Instrument ( Moses. S.S. et al. 2011.
Journal of Creative Nursing Vol 17, Issue 1, 2011. DOI: 10.1891/1078-4535.17.1.43)
2. Kritisi jurnal Nurses as Instruments of Healing Self-Care Practices of Nurses in a
Rural Hospital Setting dan menentukan konsep, statement, dan teori.
Pada jurnal tersebut menyatakan bahwa tujuan dari penelitian ini adalah
memperbaiki pemahaman teori self-care dan perilaku health-promoting pada perawata
teregistrasi, perawat praktikan, dan asisten perawat di setting rumah sakit pedesaan.
Penelitian ini mengevaluasi seberapa jauh perkembangan program keperawatan holistic pada
staf rumah sakit. Hasil dari penelitian ini akan diperlukan jika program yang dilakukan
diperlukan dan focus pada pelaksanaan program. Penelitian ini menggunakan teory self-care
yang di dalamnya terkandung konsep Self-care, dependent-care, self-care deficit dan
nursing system. Sedangkan teori health-promoting di dalamnya terkandung konsep perilaku
sebelumnya (prior related behavior), faktor personal (personal factor), persepsi terhadap
manfaat tindakan (perceived benefits of action), hambatan yang dirasakan (perceived barrier
to action), kemampuan diri (perceived self efficacy), afek sikap yang berhubungan dengan
aktifitas (activity related affect), pengaruh individu (interpersonal influences), pengaruh
situasi (situational influences), komitmen dengan rencana tindakan (commitment to plan of
action), kebutuhan untuk berkompetisi (immediate competing demans and preferences),
perilaku peningkatan kesehatan (health promoting behavior) .
3. Konsep dilakukan analisis, sintesis, dan derivasi

a. Analisis Konsep
Self Care adalah pengaturan fungsi tubuh yang merupakan sebuah
keharusan bagi individu, dengan perrtimbangan, menunjukkan kepada mereka
sendiri keharusan untuk mempertahankan hidup, sehat, berkembang dan sejahtera.
Self-care terdiri dari kegiatan atau aktivitas yang mendewasakan dan menginisiasi
manusia untuk memulai dan melakukan, dalam kerangka waktu, untuk
kepentingannya dalam mempertahankan hidup, sehat, melanjutkan perkembangan
personal, dan kesejahteraan dengan mengetahui keperluan mereka dalam
pengembangan fungsional.
Self-care defisit adalah istilah yang menggambarkan hubungan antara
kemampuan individu dan kebutuhan dalam perawatannya. Ide utama dari konsep ini
adalah kebutuhan seseorang dalam perawatan dirinya, berhubungan dengan
subjektivitas dan kedewasaan, untuk mendewasakan seseorang yang mempunyai
keterbatasan perilaku atau kemampuan yang berhubungan dengan perawatan
kesehatan. Keterbatasan ini menjadikan mereka tidak mampu mengetahui adanya
kebutuhan pengaturan perawatan diri mereka dan ketergantungan mereka. Mereka
juga mempunyai keterbatasan kemampuan dalam melaksanakan keberlanjutan
perawatan untuk mengontrol atau mengatur faktor-faktor yang mereka miliki atau
ketergantungan dan pengembangannya.
Dependent-Care adalah menunjukkan perawatan yang diberikan kepada
seseorang yang karena faktor usia atau faktor lain yang berhubungan, tidak mampu
untuk melakukan pemenuhan kebutuhan perawatan dirinya dalam rangka
mempertahankan

hidup,

sehat,

melanjutkan

perkembangan

personal,

dan

kesejahteraan. Konsep ini menjelaskan bagaimana sistem perawatan diri


dimodifikasi ketika hal itu ditujukan kepada seseorang yang

memiliki

ketergantungan sosial dan butuh bantuan dalam pemenuhan kebutuhan perawatan


dirinya.
Nursing system menyatakan bahwa keperawatan adalah tindakan manusia,
nursing system adalah tindakan yang dibentuk oleh perawat melalui latihan atau
pengamalan agen keperawatan pada seseorang yang mempunyai keterbatasan
kesehatan dalam perawatan diri atau ketergantungan perawatan. Nursing system
mungkin ditujukan bagi individu, pada seseorang yang merupakan unit dengan
ketergantungan perawatan, bagi kelompok yang anggotanya mempunyai kebutuhan
perawatan diri dengan komponen yang sama atau dengan keterbatasan yang sama

dalam melakukan perawatan diri, dan bagi keluarga atau kelompok-kelompok yang
lain.
Menurut Pender (Tomey & Alligood, 2006), efikasi diri (self efficacy)
adalah keyakinan akan kemampuan individu untuk mengatur atau melakukan
perilaku yang mendukung kesehatan. Nola J. Pender menggambarkan pentingnya
proses kognitif dalam merubah perilaku, dengan efikasi diri sebagai titik sentral
konstruksi teori.
Menurut

Schwarzer

(1992

dalam

Jerusalem

&

Scwarzer,

1993)

menyampaikan bahwa efikasi diri secara umum (general self efficacy) merefleksikan
sebuah kepercayaan diri yang optimis, bahwa seseorang mampu menyelesaikan
tugas yang sulit atau melakukan koping terhadap masalah yang dihadapi dalam
berbagai situasi.
Antecendent yaitu kejadian atau yang menyebabkan terjadinya suatu teori.
Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi efikasi diri pasien penyakit jantung
koronenr dalam konteks asuhan keperawatan di RSD dr. Soendi Jember (Wantiyah,
Tesis, FIK-UI, 2010). Sebagai contoh: Pengaruh edukasi preoperasi terstruktur
(dengan teori kognitif sosial) terhadap self-efficacy dan perilaku latihan post operasi
pada pasien fraktur dengan pembedahan di Surabaya (Puji Astuti, Tesis, FIK-UI,
2011)
Consequences merupakan kebalikan dari antecendent yaitu suatu kejadian
yang merupakan implikasi dari suatu teori. Sebagai contoh : Analisis hubungan
kesadaran diri pasien dengan kejadian komplikasi diabetes mellitus dlam konteks
asuhan keperawatan di RSUD Dr Adnan W. D. Payakumbuh (Sri Yanti, Tesis, FIKUI, 2009)
b. Sintesis Konsep
Self-care, dependent-care, self-care deficit dan nursing system adalah saling
berhubungan. Empat konsep tersebut yang menjadi bagian dari terbentuknya teori
keperawatan Self-care deficit (SCDNT). Dalam Nursing system berisi tentang Selfcare deficit. Sedangkan Self-care defisit memiliki komponen Self-care. Self-care
deficit dibentuk dari dua komponen yaitu self-care dan care demand, yaitu hubungan
antara kebutuhan perawatan diri individu dan kekuatan dalam mengembangkan
kemampuan untuk memenuhi kebutuhannya.
Lima hal yang menggambarkan manusia merupakan hal yang penting dalam
pengembangan pemahaman konsep yang membangun SCDNT dan untuk

memahami nursing system interpersonal dan sosial. Lima hal tersebut adalah
manusia, agen, pengguna simbol, organisme, dan objek.
Konsep perceived self efficacy (kesadaran akan kemampuan diri) pada teori
HPM disintesis oleh beberapa faktor pembentuk. Menurut Bandura, faktor
pembentuknya yaitu pengalaman pribadi / langsung dan pencapaian prestasi
(enactive attainment and performance accomplishment), pengalaman orang lain
(vicarious experience), persuasi verbal (verbal persuasion), serta kondisi fisik dan
emosional.
Cara paling efektif untuk membentuk efikasi diri yang kuat adalah melalui
pengalaman langsung dan pencapaian prestasi (enactive attainment and performance
accomplishment). Orang yang hanya memiliki pengalaman sukses cenderung
menginginkan hasil yang cepat dan lebih mudah jatuh karena gagal. Hal tersebut
mengajarkan betapa pentingnya usaha dalam pencapaian suatu yang diharapkan,
sehingga memotivasi diri untuk terus bangkit dan berusaha.
Seseorang dapat belajar dari pengalaman orang lain (vicarious experience),
dan membandingkan dan meniru perilakunya untuk mendapatkan seperti yang orang
lain peroleh. Sehingga dapat mengobservasi dari hasil interaksi dalam hubungan
sosial, baik keluarga maupun masyarakat untuk dapat saling bertukar pengalaman
dan informasi yang dibutuhkan.
Persuasi verbal (verbal persuasion) dapat mempengaruhi bagaimana
seseorang bertindak atau berperilaku. Individu akan mendapat pengaruh atau
tersugesti dengan persuasi verbal bahwa ia mampu mengatasi permasalahan yang
dihadapi. Seseorang yang senantiasa diberikan keyakinan untuk sukses, maka akan
menunjukkan perilaku untuk mencapai kesuksesan tersebut. Hal tersebut
kebanyakan dilakukan dalam bentuk peer discussion.
Kondisi fisik yang dapat berupa nyeri dan kelemahan dapat dianggap
sebagai hambatan fisik yang dapat mempengaruhi kemampuan diri (efikasi diri).
Kondisi fisik dapat mempengaruhi kondisi emosional, sehingga keduanya akan
mempengaruhi dalam upaya pengambilan keputusan seseorang terkait efikasi
dirinya.
c. Derivasi Konsep
Teori HPM (Health Promoting Model) menurut Nola J. Pender
mengintegrasi dari teori nilai pengharapan (expectancy-value) dan teori kognitif
sosial (sosial cognitif theory) dalam perspektif keperawatan manusia dilihat sebagai

fungsi yang holistik. Teori kognitif sosial yang dikemukakan oleh Albert Bandura
menyatakan ada tiga faktor yang berperan penting dalam pembelajaran yaitu :
perilaku, person (kognitif), dan lingkungan. Faktor lingkungan mempengaruhi
perilaku,

perilaku

mempengaruhi

lingkungan,

faktor

person

(kognitif)

mempengaruhi perilaku. Dalam model pembelajaran Bandura, faktor person


(kognitif) yang dimaksud adalah self-efficacy.
Pada teori pengharapan (expectancy theory) dikemukakan oleh Feather
(1982) yang menyatakan bahwa aturan, prioritas utama, dan keadaan yang terusmenerus dari perilaku merupakan fungsi positif dari kekuatan motivasi dari dalam
diri seseorang, kekuatan dari harapan motivasi yang memuaskan diperoleh melalui
beberapa instrument action untuk hasil yang dicapai bisa maksimal dan spesifik
pada suatu kondisi. Feather juga berspekulasi tentang faktor personal yang rumit.
Ketika seseorang memiliki motivasi yang baik untuk mencapai kesuksesan maka
dianggap hal positif bagi individu, namun jika motivasi untuk menghindari
kegagalan maka dianggap sebagai hal negatif bagi individu. Feather mencoba
menghubungkan antara motivasi dan pengambilan keputusan sehingga didapatkan
pertimbangan dalam hal program rehabilitasi fisik.
4. Statemen dilakukan analisis, sintesis, dan derivasi
a. Analisis Statement
Analisis statement adalah sebuah proses pemeriksaan pernyataan relasional
untuk menentukan dalam bentuk apa pernyataan tersebut di sajikan dan apa
hubungan konsep dalam pernyataan tersebut satu sama lain. Orem mengemukakan
bahwa self care meliputi self care, Self Care Agency, Self Care Defisit dan Nursing
System. Asuhan keperawatan dilakukan dengan keyakinan bahwa setiap orang
mempelajari kemampuan untuk merawat diri sendiri sehingga membantu individu
memenuhi kebutuhan hidup, memelihara kesehatan dan kesejahteraan. Statement
yang akan dianalisis adalah statement menurut Orem, keperawatan memiliki
perhatian tertentu pada kebutuhan manusia terhadap tindakan perawatan dirinya
sendiri dan kondisi serta penatalaksanaannya secara terus menerus dalam upaya
mempertahankan kehidupan dan kesehatan, penyembuhan dari penyakit, atau cidera,
dan mengatasi hendaya yang ditimbulkannya.
Tahapan analisis statement adalah sebagai berikut :
1. Menseleksi statement

gangguan kesehatan terjadi sepanjang waktu sehingga mempengaruhi


pengalaman mereka dalam menghadapi kondisi sakit sepanjang hidupnya
setiap orang mempunyai kemampuan dalam memenuhi kebutuhan dasarnya
secara mandiri
kemampuan alami setiap klien dalam memenuhi kebutuhanya peran perawat
dalam teori merupakan sebagai agen yang mampu membantu klien dalam
mengembalikan peranya sebagai self care agency
2. Menyederhanakan pernyataan
Self-Care Deficit Nursing Theory meliputi self-care, self-care deficit,
dependent-care, dan nursing system.
3. Mengklasifikasi pernyataan
1) Self care is any necessary human regulatory function which is under
individual control, deliberate and self-initiated
2) Self-care deficit is the impaired ability to perform self -care activities
(bathing, dressing, eating, toileting)
3) Dependent-care adalah menunjukkan perawatan yang diberikan kepada
butuh bantuan dalam pemenuhan kebutuhan perawatan dirinya.
4) Nursing system adalah tindakan yang dibentuk oleh perawat melalui
latihan pada seseorang yang mempunyai keterbatasan kesehatan dalam
perawatan diri
4. Menguji konsep dalam pernyataan
Kebutuhan dasar manusia akan tetap sesuai kebutuhanya dalam kondisi apapun seorang
klien
5. Menetapkan hubungan konsep
Situasi yang mendukung perkembangan perawatan diri melibatkan dalam pengembangan
diri sehingga mencegah atau mengatasi dampak dari situasi individu dan situasi kehidupan
yang mungkin mempengaruhi perkembangan manusia. Proses keperawatan pada pelayanan
terapeutik yang mandiri dengan melibatkan setiap individu agar mampu melakunya secara
mandiri.
6. Menguji secara logika
1) Premis mayor : manusia memiliki kemampuan diri sendiri untuk memenuhi
kebutuhannya
2) Premis minor : lima dasar kebutuhan dasar yaitu kebutuhan fisiologis (makan, minum),
keamanan, cinta, harga diri dan aktualisasi diri
3) Kesimpulan : manusia memiliki kemampuan diri untuk memenuhi kebutuhan dasar
meliputi fisiologis (makan, minum), keamanan, cinta, harga diri dan aktualisasi diri
7. Menentukan testability
1) Perawatan minimal memerlukan waktu 1-2 jam/24 jam
2) Perawatan intermediet memerlukan waktu 3-4 jam/24 jam
3) Perawatan maksimal / total memerlukan waktu 5-6 jam/24 jam
Self-care outcome indicator menurut Almeida Mde A, 2010 yaitu :
1. Self-care: Activities of Daily Living

2. Self-care: Bathing
3. Self-care: Hygiene
4. Self-care: Oral Hygiene

Pengelolaan mandiri DM secara mandiri yang efektif diperoleh jika individu


memiliki pengetahuan, ketrampilan dan self efficacy untuk melakukan perilaku pengelolaan
DM. salah satu cara memperbaiki self efficacy tersebut dengan menerapkan SEEIP (Self
Efficacy Enhancement Intervention Program) berbasis Caring pada penderita DM. Tujuan
penelitian ini adalah membuktikan pengaruh SEEIP berbasis caring terhadap peningkatan
self efficacy pada pasien DM tipe 2.
Seseorang yang hanya memiliki pengetahuan, sikap, dan ketrampilan tertentu tanpa
adanya self efficacy yang tinggi, menunjukkan keyakinan bahwa dirinya mampu untuk
melakukan sesuatu, maka kecil kemungkinan seseorang tersebut akan melakukan tindakan
atau perilaku tersebut (Edberg, 2010).
Berdasarkan penelitian yang terdahulu Wu,et. Al (2011) menyatakan bahwa program
SEEIP mempunyai pengaruh terhadap self efficacy. Damayanti (2012) juga menyatakan hal
sama bahwa self efficacy enhancing intervention program pada pasien DM, program ini
meningkatkan efikasi diri pasien dalam melakukan perawatan mandiri.
SEEIP merupakan salah satu tehnik pembelajaran untuk meningkatkan efikasi diri
pasien yang diadopsi teori kognitif social (social cognitive theory, SCT) yang dikemukakan
oleh Bandura berasal dari empat sumber utama yang berpengaruh, antara lain :
(1)performance accomplishments,(2)vicarious experience (3)verbal persuasion, (4)somatic
and emotional state (Bandura, 1997).
Sedangkan untuk menunjang kesadaran terhadap dirinya sendiri dan orang lain
peneliti menambahkan model caring menurut Jean Watson dengan 10 caritasnya yaitu nilai
nilai kemanusiaan, kepercayaan-harapan, kepekaan terdahap diri sendiri dan orang lain,
hubungan saling percaya dan saling membantu, ungkapan positif dan negatif, metode
penyelesaian masalah sistematis, pengajaran dan pembelajaran melalui hubungan
interpersonal, dukungan, perlindungan mental, fisik, sosial budaya dan lingkungan spiritual,
kebutuhan manusia dan kekuatan eksitensial phenomenological (Alligood, 2014).
Dengan mengadopsi self efficacy dari Bandura dengan teori caring milik Jean
Watson perawat dapat melakukan asuhan keperawatan yang sesuai dan tepat sasaran dalam

practice dimana segala sumber informasi dan sumber potensial untuk proses kesembuhan
terpusat pada pasien dengan caring dari perawat.
1) Teori Dasar Praktik Keperawatan
Pada penelitian tersebut menggabungkan dua teori milik Bandura mengenai kognitif
sosial dan teori caring Jean Watson. Bandura berpendapat, walaupun prinsip belajar cukup
untuk menjelaskan dan meramalkan perubahan tingkah laku, prinsip itu harus
memperhatikan dua fenomena penting yang diabaikan atau ditolak oleh paradigma
behaviorisme. Albert Bandura sangat terkenal dengan teori pembelajaran social, salah satu
konsep dalam aliran behaviorime yang menekankan pada komponen kognitif dari pemikiran,
pemahaman, dan evaluasi.
Menurut Bandura bahwa self efficacy adalah keyakinan individu mengenai
kemampuan dirinya dalam melakukam tugas atau tindakan yang diperlukan untuk mencapai
hasil tertentu. Teori self efficacy merupakan pengembangan dari teori belajar sosial oleh
Bandura. Self efficacy mengacu pada kemampuan yang dirasakan untuk membentuk
perilaku yang relevan pada tugas atau situasi khusus. (Ghufron dan Risnawita, 2011).
Menurut Bandura bahwa self efficacy dapat mempengaruhi setiap tingkat dari
perubahan pribadi, baik saat individu tersebut mempertimbangkan perubahan kebiasaan
yang berkaitan dengan kesehatan, seberapa berat usaha yang dipilih, seberapa banyak
perubahan, dan seberapa baik perubahan yang akan dipelihara. Selain mempengaruhi
kebiasaan yang berkaitan dengan kesehatan, perasaan self efficacy akan meningkatkan
kekebalan terhadap stress dan depresi dan mengaktifkan perubahan- 15 perubahan biokemis
yang dapat mempengaruhi berbagai macam aspek dari fungsi kekebalan (immune function).
Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa self efficacy adalah keyakinan
seorang individu terhadap kemampuannya untuk mengatur dan melaksanakan tindakan
untuk mencapai suatu tujuan dimana individu yakin mampu untuk menghadapi segala
tantangan dan mampu memprediksi seberapa besar usaha yang dibutuhkan untuk mencapai
tujuan tersebut.
Dalam pandangan keperawatan Jean Watson, manusia diyakini sebagai person as a
whole, as a fully functional integrated self. Jean Watson mendefinisikan sehat sebagai
kondisi yang utuh dan selaras antara badan, pikiran, dan jiwa, ini berkaitan dengan tingkat
kesesuaian

antara

diri

yang

Kesenjangan Teori dan Praktik.

dipersepsikan

dan

diri

yang

diwujudkan.

Nilai-nilai yang mendasari konsep caring menurut Jean Watson meliputi:


1.

Konsep tentang manusia


Manusia merupakan suatu fungsi yang utuh dari diri yang terintegrasi (ingin dirawat,

dihormati, mendapatkan asuhan, dipahami dan dibantu)


Manusia pada dasarnya ingin merasa dimiliki oleh lingkungan sekitarnya merasa dimiliki
dan merasa menjadi bagian dari kelompok atau masyarakat, dan merasa dicintai dan merasa
mencintai.
2.

Konsep tentang kesehatan


Kesehatan merupakan kuutuhan dan keharmonisan pikiran fungsi fisik dan fungsi

sosial. Menekankan pada fungsi pemeliharaan dan adaptasi untuk meningkatkan fungsi
dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari. Kesehatan merupakan keadaan terbebas dari
keadaan penyakit, dan Jean Watson menekankan pada usaha-usaha yang dilakukan untuk
mencapai hal tersebut.
3.

Konsep tentang lingkungan


Berdasarkan teori Jean Watson, caring dan nursing merupakan konstanta dalam setiap

keadaan di masyarakat. Perilaku caring tidak diwariskan dari generasi ke generasi


berikutnya, akan tetapi hal tersebut diwariskan dengan pengaruh budaya sebagai strategi
untuk melakukan mekanisme koping terhadap lingkungan tertentu.
4.

Konsep tentang keperawatan


Keperawatan berfokus pada promosi kesehatan, pencegahan penyakit dan caring

ditujukan untuk klien baik dalam keadaan sakit maupun sehat.

2) Kesenjangan Teori dengan Praktik


Ekspektasi self efficacy mengacu pada keyakinan seseorang mengenai kemampuanya
untuk berhasil melakukan suatu tugas atau perilaku. Ekspektasi self efficacy terkait dengan
perilaku spesifik dan tidak bersifat umum, maka konsep ini harus mengacu pada perilaku
tertentu agar bermakna. Konsep ekspektasi self efficacy bermanfaat untuk memahami dan
memodifikasi perilaku seseorang. Menurut Bandura (dalam Tarsidi, 2007) bahwa ekspektasi

self efficacy mempunyai sekurang-kurangnya tiga konsekuensi perilaku. Ketiga konsekuensi


perilaku tersebut adalah:
a.Perilaku mendekat atau menghindar (approach versus avoidance behaviour).
b.Keberhasilan kinerja (performance accomplishment) dalam ranah sasaran.
c.Kegigihan (persistence) dalam menghadapi rintangan atau pengalaman yang tidak
diharapkan.
Individu yang memiliki self efficacy tinggi menganggap kegagalan sebagai akibat dan
kurangnya usaha yang keras, pengetahuan, dan keterampilan. Individu yang ragu akan
kemampuan mereka (self efficacy yang rendali) akan menjauhi tugas-tugas yang sulit karena
tugas tersebut dipandang sebagai ancaman bagi mereka. Individu memiliki aspirasi yang
rendah serta komitmen yang rendah dalani mencapai tujuan yang mereka pilih atau mereka
tetapkan. Ketika menghadapi tugas-tugas yang sulit, mereka sibuk memikirkan kekurangankekurangan diri mereka, gangguangangguan yang mereka hadapi, dan semua hasil yang
dapat merugikan mereka. Individu yang memiliki self efficacy yang rendah tidak berpikir
tentang bagaimana cara yang bak dalam menghadapi tugas-tugas yang sulit. Saat
menghadapi tugas yang sulit, mereka mengurangi usaha-usaha mereka dan cepat menyerah.
Mereka juga lamban dalam membenahi ataupun mendapatkan kembali self efficacy mereka
ketika menghadapi kegagalan.
Disinalah seharusnya peran perawat sangat diperlukan untuk memberikan suhan secara
komprehensif untuk mendayagunakan seluruh kemampuan yang dimiliki oleh klien untuk
mencapai kesembuhan dan derajad kesejahteraannya.

3) Evidence Based Practice


Diabetes Mellitus menurut Fauci et al.(2008) dan Whitney et al.(2008) merujuk pada
ketidaksesuaian metabolisme yang ditandai oleh kenaikan konsentrasi gula darah dan
ketidaksusaian metabolisme insulin. Pada tahun 2013, WHO merilis fakta penting mengenai
diabetes mellitus, yaitu 347 juta orang di seluruh dunia mengidap diabetes mellitus dengan
estimasi glukosa puasa 7.0 mmol / L atau sedang dalam pengobatan. Berdasarkan data
IDF pada tahun 2013, Indonesia menduduki peringkat ke-7 dunia dari 10 besar negara
dengan diabetes mellitus tertinggi. Populasi penderita diabetes mellitus di Indonesia pada
tahun 2013 mencapai 5,8% atau sekitar 8,5 juta penduduk dengan rentang usia 20-79 tahun.
Proporsi jumlah penderita diabetes mellitus di Indonesia pada tahun 2013 masih didominasi

oleh kaum perempuan dengan total sebesar 4,9 juta penderita atau lebih besar daripada kaum
laki-laki yakni sebesar 3,6 juta penderita. Diperkirakan pada tahun 2035 dengan asumsi
tanpa adanya perbaikan, angka diabetes mellitus di Indonesia akan meningkat sebesar 165%
pada masing-masing gender. Hal ini sangat memprihatinkan karena diabetes mellitus dapat
meningkatkan resiko penyakit kardiovaskuler yang akan menyebabkan kematian (WHO
2013).
Penderita DM seringkali mengalami kesulitan untuk menerima diagnose DM,
terutama ketika ia mengetahui bahwa hidupnya diatur oleh diet makanan dan obat- obatan
(Kai G.Kahl, 2014). Berdasarkan jurnal tersebut hasil survey pendahuluan penderita DM di
wilayah kabupaten Kediri memiliki self efficacy kurang DMSES (46-58%) dan PTES (3037%). Maka untuk mengatasi permasalahan diabetes mellitus HillBriggs (2003) dan
PERKENI (2011) memaparkan sebuah model skematis perilaku manajemen diri pasien
diabetes mellitus yang meliputi edukasi, diet, aktivitas fisik, obat, dan monitoring. Menurut
Gao et al, (2013) dan Aditama (2011) dalam penerapannya terdapat pengaruh langsung dari
dukungan keluarga dan edukasi pasien oleh tenaga medis.
Pengelolaan mandiri DM secara mandiri yang efektif diperoleh jika individu
memiliki pengetahuan, ketrampilan dan self efficacy untuk melakukan perilaku pengelolaan
DM. salah satu cara memperbaiki self efficacy tersebut dengan menerapkan SEEIP (Self
Efficacy Enhancement Intervention Program) berbasis Caring pada penderita DM. Tujuan
penelitian ini adalah membuktikan pengaruh SEEIP berbasis caring terhadap peningkatan
self efficacy pada pasien DM tipe 2.
Seseorang yang hanya memiliki pengetahuan, sikap, dan ketrampilan tertentu tanpa
adanya self efficacy yang tinggi, menunjukkan keyakinan bahwa dirinya mampu untuk
melakukan sesuatu, maka kecil kemungkinan seseorang tersebut akan melakukan tindakan
atau perilaku tersebut (Edberg, 2010). Berdasarkan penelitian yang terdahulu Wu,et. Al
(2011) menyatakan bahwa program SEEIP mempunyai pengaruh terhadap self efficacy.
Damayanti (2012) juga menyatakan hal sama bahwa self efficacy enhancing intervention
program pada pasien DM, program ini meningkatkan efikasi diri pasien dalam melakukan
perawatan mandiri.
SEEIP merupakan salah satu tehnik pembelajaran untuk meningkatkan efikasi diri
pasien yang diadopsi teori kognitif social (social cognitive theory, SCT) yang dikemukakan
oleh Bandura berasal dari empat sumber utama yang berpengaruh, antara lain :
(1)performance accomplishments,(2)vicarious experience (3)verbal persuasion, (4)somatic
and emotional state (Bandura, 1997). Sedangkan untuk menunjang kesadaran terhadap
dirinya sendiri dan orang lain kami tambahkan model caring menurut Jean Watson dengan

10 caritasnya yaitu nilai nilai kemanusiaan, kepercayaan-harapan, kepekaan terdahap diri


sendiri dan orang lain, hubungan saling percaya dan saling membantu, ungkapan positif dan
negatif, metode penyelesaian masalah sistematis, pengajaran dan pembelajaran melalui
hubungan interpersonal, dukungan, perlindungan mental, fisik, sosial budaya dan
lingkungan spiritual, kebutuhan manusia dan kekuatan eksitensial phenomenological
(Alligood, 2014).
Desain penelitian menggunakan quasi experiment, dengan rancangan kelompok
eksperimen diberi intervensi SEEIP berbasis Caring, sedangkan kelompok kontrol
menerima perawatan rutin yang dilakukan oleh dokter dan perawat. Sampel penelitian ini
adalah sebagian peserta Prolanis (Program Pengelolaan Penyakit Kronis) berjumlah 17
orang yang dipilih secara simple random sampling. Variabel independennya adalah SEEIP
berbasis Caring dan Variabel dependennya adalah Self Efficacy Pasien DM Tipe 2. Data
dikumpulkan

menggunakan

menggunakan

paired

t-test,

kuesioner

DMSES

independent

t-test,

dan

PTES,

sedangkan

kemudian
variabel

dianalisa

konfounding

menggunakan regresi linear berganda.


Hasil

penelitian

menunjukkan

bahwa

SEEIP

berbasis

Caring

signifikan

mempengaruhi Self Efficacy penderita DM tipe 2, ini dibuktikan dengan adanya perubahan
bermakna setelah dilakukan perlakuan dengan memiliki nilai Self Efficacy (DMSES &
PTES) memiliki nilai

value<0,000, <0,05 yang artinya adanya perubahan yang

bermakna sebelum dan sesudah dilakukan SEEIP dan ditunjang adanya perbedaan antara
kelompok perlakuan dan kontrol yaitu Self Efficacy(DMSES & PTES) pada post1(T2),
post2(T3) memiliki nilai value = 0,000, >0,05 yang artinya bahwa self-efficacy ada
perbedaan yang bermakna antara kelompok perlakuan dan kontrol.
Penerapan SEEIP berbasis Caring ini dapat diterapkan pada institusi pelayanan
kesehatan dengan mengembangkan system pelayanan secara terintegrasi dan menyediakan
sarana untuk Center Self Efficacy Restoration sebagai upaya peningkatan keyakinan diri
pasien DM tipe 2 dalam merawat dirinya. Program SEEIP berbasis Caring dapat diterapkan
pada kasus penyakit kronis lain yang memerlukan perawatan misalnya pasien dengan
hipertensi, stroke, gagal ginjal, dan pada perawatan paliatif.
5. Keterkaitan jurnal Knowledge Sharing : Nursing Ambience dengan riset
keperawatan
Keperawatan sebagai profesi merupakan bagian dari masyarakat, ini akan terus
berubah seirama dengan berubahnya masyarakat yang terus-menerus berkembang dan

mengalami perubahan, demikian pula dengan keperawatan. Keperawatan dapat dilihat dari
berbagai aspek, antara lain keperawatan sebagai bentuk asuhan profesional kepada
masyarakat, keperawatan sebagai iptek, serta keperawatan sebagai kelompok masyarakat
ilmuwan dan kelompok masyarakat profesional (Nursalam, 2008).
Perawat rumah sakit memiliki kaitan yang erat dalam upaya peningkatan untuk
memahami perilaku terhadap pengetahuan (Muafi, 2009). Untuk mencapai tingkat
perkembangan yang diinginkan oleh komunitas profesional, maka upaya yang dapat
dilakukan adalah dengan menghasilkan masalah baru dalam keperawatan melalui proses
berkelanjutan. Dalam proses berkembangnya, ilmu keperawatan dituntut adanya riset dan
pengembangan sehingga diharapkan perawat dapat melakukan penelitian. Penyelidikan yang
dilakukan secara ilmiah merupakan bagian dari suatu penelitian (Kelana, K, 2011). Tujuan
penelitian adalah untuk menjawab pertanyaan, apakah pertanyaan tersebut muncul dari
kebutuhan praktis atau dari keingintahuan yang sederhana (Brink J & Wood J, 2000).
Tidak semua pengetahuan disebut sebagai ilmu atau pengetahuan ilmiah. Sehingga
untuk memperoleh pengetahuan ilmiah, ilmuan harus memahami metode ilmiah dengan
benar. Metode ilmiah adalah salah satu metode untuk mendapatkan pengetahuan. Metode ini
menghasilkan pengetahuan yang disebut sebagai pengetahuan ilmiah yang kita kenal sebagai
ilmu pengetahuan. (Kelana, K, 2011).
Studi ini menggunakan Theory of Planned Behavior (TPB) dari Icek Ajzen untuk
mengembangkan dan menguji model riset pada variabel-variabel yang mempengaruhi
perilaku perawat terhadap budaya diskusi antar perawat maupun dengan profesi lain di
setiap unit di Rumah Sakit. TPB merupakan pengembangan dari theory of reason action
(TRA) dari Fishbein dan Ajzen (1975), TPB muncul sebagai suatu alternatif untuk
memprediksi perilaku secara lebih akurat. TRA menekankan pada rasionalitas perilaku
seseorang dimana tindakan atau perilaku seseorang berada dalam kontrol kesadaran orang
tersebut. Namun pada kenyataannya beberapa perilaku tidak dalam kontrol penuh, dengan
memperluas dan menambah variabel kontrol perilaku inilah
menyempurnakan menjadi Theory of Planned Behavior.

Ajzen (1989)

Kerangka Konseptual Perilaku Sharing Ilmu Antar Perawat Berdasarkan Analisis Faktor dari Theory
of Planned Behavior (Ajzen, 2005)

Berdasarkan kerangka konsep diatas tergambar variable-variabel yang menjadi fokus


investigasi dalam penelitian. Variabel-variabel ini kemudian didefinisikan secara operasional
sehingga dapat dijadikan landasan dalam mengembangkan instrument penelitian. Skema yang
menjelaskan pentingnya telaah literatur sebagai landasan dalam merumuskan definisi
operasional variable dan menyusun instrument penelitian (Kelana, 2011)
Tujuan dari studi ini adalah menguji secara empiris budaya sharing pengetahuan atau
diskusi di Rumah Sakit yang dipengaruhi oleh sikap, norma subyektif, dan kontrol perilaku
yang dirasakan. Tiga komponen itu juga dipengaruhi oleh faktor latar belakang (background
factors) yaitu, faktor personal adalah sikap umum seseorang terhadap sesuatu, yaitu sifat
kepribadian (personality traits), nilai hidup (values), emosi, dan kecerdasan yang dimilikinya.
Faktor sosial antara lain adalah usia, jenis kelamin (gender), etnis, pendidikan, penghasilan,
dan agama. Faktor informasi adalah pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki setiap
individu. Norma subjektif adalah sejauh mana seseorang memiliki motivasi untuk mengikuti
pandangan orang terhadap perilaku yang akan dilakukannya (normative belief). motivasi
individu (motivation to comply) untuk mematuhi pandangan orang lain yang berpengaruh
dalam hidupnya atau tidak. Dan yang ketiga adalah persepsi terhadap pengendalian
(Perceived Behavioral Control), yaitu keyakinan (beliefs) bahwa individu pernah
melaksanakan atau tidak perilaku sharing pengetahuan tersebut. Faktor ini terdiri dari dua
komponen, yaitu kemampuan dirinya (control belief) apakah dia punya kemampuan atau tidak
memiliki kemampuan untuk sharing pengetahuan. Persepsi individu terhadap kekuatan atau
kemampuan merupakan faktor kendali (perceived power) yang mempengaruhi individu dalam
menentukan niat untuk melakukan atau tidak akan melakukan perilaku tersebut.
Berbagi ilmu hanya dapat dilakukan bila setiap anggota memiliki kesempatan yang
luas dalam menyampaikan pendapat, ide, kritikan dan komentarnya kepada orang lain. Peran
berbagi pengetahuan dan berdiskusi antar perawat dapat meningkatkan kemampuan dan
diharapkan mampu menghasilkan inovasi yang berdampak dengan peningkatan mutu
pelayanan keperawatan di suatu Rumah Sakit. Disinilah riset keperawatan menjadi hal yang
urgent untuk dilaksanakan terkait peningkatan manajemen pelayanan yang didasari oleh teori
yang dapat dibuktikan secara empiris dan metodis.
6. Analisa tingkatan teori pada jurnal terpilih :

1) Virginia Hendersons Principles And Practice Of Nursing Applied To Organ


Donation After Brain Death
2) Hiring Nurse Re-Entering The Workforce After Chemical Dependence
3) Testing a Caring Assessment for Care Givers Instrument
1) Virginia Hendersons Principles and practice of nursing applied to organ donation
after brain death
Virginia henderson merupakan seorang perawat yang dikenal dengan sebutan
First Lady Of Nursing, dengan karya teorinya Principles and practice of nursing
(dasar dasar keperawatan dan praktik keperawatan, dalam teorinya henderson
menjelaskan prinsip dasar praktik keperawatan dan memberikan batasan praktik
keperawatan dengan berbagai profesi kesehatan yang lain. Teori henderson ini termasuk
dalam tingkatan Grand theory, dimana secara umum, definisi teori keperawatan
menurut henderson, keperawatan merupakan penolong individu, saat sakit atau sehat,
dalam melakukan kegiatan tersebut bertujuan untuk kesehatan, pemulihan, atau
kematian yang damai, dan individu akan dapat melakukannya sendiri jika mereka
mempunyai kekuatan, keinginan dan pengetahuan (Harmer dan Henderson, 1955).
Fungsi dari keperawatan sendiri menurut Henderson adalah memenuhi kebutuhan dasar
manusia yang terbagi atas 14 komponen.
Pada jurnal kali ini yang ditulis Nicely dan DeLario tahun 2011, termasuk
dalam kategori middle range theory karena penulis menerapkan teori henderson ini
menjadi acuan dalam praktik pengelolaan organ donor setelah terjadi kematian batang
otak, penulis membatasi penulisannya perawatan donor organ pada kasus setelah terjadi
kematian batang otak, meskipun donor organ dapat dilakukan sebelum kematian donor
organ. Pada praktiknya penulis menerapkan 14 komponen yang terdapat pada teori
Henderson untuk diterapkan pada kasus donor organ, seperti pernafasan/oksigenasi
organ donor, makan / nutrisi organ donor, membuang kotoran/sampah hasil
metabolisme, dan seterusnya. Jurnal ini termasuk dalam tingkatan middle range theory
karena menjadi petunjuk untuk diterapkan pada praktik kasus tertentu, seperti kasus
donor organ jurnal ini. perubahan dari Grand teory menjadi middle range ini merupakan
proses perkembangan deduktif dari teori yang bersifat umum menjadi lebih spesifik
(Liehr dan Smith, 1999) . Teori middle-range memiliki hubungan yang lebih kuat
dengan penelitian dan praktik, hubungan antara penelitian dan praktik menurut Merton
(1968), menunjukkan bahwa Teori Middle-Range amat penting dalam disiplin praktik,

selain itu Walker dan Avant (1995), mendefinisikan middle range theory merupakan
sesuatu yang spesifik pada teori yang dijelaskan dalam kategori Grand theory.
2) Hiring nurses re-entering the workforce after chemical dependence
Kerangka kerja dari penelitian pada jurnal ini adalah berdasarkan teori yang
disampaikan Imogene King. King 1971 memperkenalkan suatu model konseptual yang
terdiri atas tiga sistem yang saling berinteraksi, model keperawatan dari King
memadukan tiga sistem interaksi yang dinamis personal, interpersonal, dan sosial yang
mengarah pada pencapaian tujuan. Imogene King mengembangkan teori yang masih
berupa konseptual sehingga termasuk dalam tingkatan kategori Grand theory , penulis
jurnal tersebut mengaplikasikan teori King dengan menganalogikan tiga sistem interaksi
tersebut yaitu
1

personal atau individu perawat yang kembali bekerja setelah mengalami


penyalahgunaan zat kimia,

Interpersonal (interaksi perawat dengan administrator, atau interaksi perawat


dengan kepala unit perawatan, serta interaksi perawat dengan pasien)

Sosial (interaksi perawat denga tatanan yang lebih luas seperti pada ruang
lingkup profesi, atau perawat dengan lingkungan kerja)

Penulis mencatat setiap interaksi yang diperoleh berdasarkan risetnya sehingga


diakhir tulisan sang penulis menambahkan gagasan yang bisa dijadikan solusi tentang
pengelolaan perawat yang memiliki riwayat penyalahgunaan zat kimia. Namun hal ini
belum terdapat derivasi teori apalagi sintesis teori dari teori yang dijadikan framework,
sehingga pada jurnal ini masih tetap dalam lingkup tingkatan Grand theory.
3) Testing a Caring Assessment for Care Givers Instrument
Pada jurnal ini penulis menguji coba instrumen Caring Assessment for the Direct
Care Giver (CACG) yang disampaikan oleh Swanson kepada 52 orang perawat sebagai
care giver, Teori caring Kristen Swanson 1991, mengemukakan lima proses caring yaitu
(a) Maintaining Belief, (b) Knowing, (c) Being With, (d) Doing For, and (e)
Enabling/Informing. Dari 2 yang pertama Maintaining Belief and Knowing merupakan
dasar hubungan antara pasien dengan keluarga, sedangkan 3 yang lain merupakan dasar

atau cara pemberi layanan(caregiver) memberikan asuhan keperawatannya (Koloroutis,


2009). Penulis, praktis hanya mengadopsi murni intrumen tersebut tanpa memodifikasi,
sehingga teori caring Swanson yang termasuk dalam tingkatan middle range theory
dalam jurnal ini termasuk juga dalam tingkatan middle range theory, pada tatanan
praktik middle range theory memang sangat sering digunakan, karena memang teori
yang bersifat aplikatif, tidak abstrak, banyak para peneliti merujuk pada teori-teori
tertentu yang termasuk dalam tingkatan kategori

middle range theory ini. Pada

kesimpulan jurnal ini, penulis mereinforcemen dan merekomendasikan instrumen ini


untuk digunakan serupa pada tatanan organisasi atau uni pemberi layanan sehingga
praktis tidak terdapat teori baru, derivasi bahkan sintesis.

DAFTAR RUJUKAN
ADA, 2012. Diagnosis and Classification of Diabetes Melitus. Diabetes Care, II(1), p.35.
Alligood, Martha R., 2014. Nursing Theorist and Their Work. 8th ed. United Satates of America:
Elsevier.
Atak, N. Gurkan,T. & Kose,K., 2006. The effect of education on knowledge, self management
behaviour and self efficacy of patient with type 2 diabetes. Australian journal of advanced
nursing , pp.66-74.
Ajzen, I & Fishbein, M. 2005. Theory-based Behavior Change Interventions: Comments on Hobbis
and Sutton. Journal of Health Psychology, Vol. 10, No. 1, 2731.
Brink J & Wood J. 2000. Langkah Dasar Dalam perencanaan Riset Keperawatan. Jakarta:
EGC.
Bandura, A., 1977. Self-efficacy: Toward a unifying theory of behavioral change. New York:
Psychological Review.
Bandura, A., 1994. Self-efficacy. 1st ed. New York: Academic Press.
Bandura, A., 1997. Self-Efficacy: The exercise of kontrol. New York: Academic Press.

Dharma, K, Kelana. 2011. Metodologi Penelitian Keperawatan. Jakarta: Trans info media.
Damayanti, S., 2012. Analisis Praktik Residensi Keperawatan Medikal Bedah: Penerapan teori
adaptasi Roy pada pasien dengan gangguan sistem endokrin. Jakarta: Universitas Indonesia.
Edberg, M., 2010. Buku Ajar Kesehatan Masyarakat; Teori Sosial dan Perilaku. Jakarta: EGC.
Kai G.Kahl, Ulrich, Christoph, Conrad, Marie, Michael, Peter., 2014. Depression, anxiety disorder,
and metabolic sydrome in a population at risk for type 2 Diabetes Melitus. Brain and
Behaviour, pp.1-7.
Muafi. 2009. A Configuration and Contingency Approach to Understanding Export Performance,
International Review of Business Research Paper Volume 10, No. 1, Maret 2011.
Nursalam. 2008. Konsep dan Penerapan Metodelogi Penelitian Ilmu Keperawatan Pedoman
Skripsi, Tesis, dan Instrumen Penelitian Keperawatan. Salemba Medika. Jakarta.
Patricia A Potter, A.G.P., 2009. Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Jakarta: EGC.
Sandhi W.Nyut, Nopporn H, Nawarat S, Thiltipat R., 2010. self-efficacy, self-care behaviour and
glycemic kontrol among type-2 diabetes patients attending two private clinic in
yangon,myanmar. Southeas Asian J Trop Med Public Health, pp.943-51.
Shu-Fang V.W, Mei-chen L,Shu-Yuan L, Yu-Ying L, Tsae J.W, Heng H T., 2011. Effectiveness of a
self-efficacy program for persons with diabetes: A randomized kontrolled trial. Nursing and
Health Science, pp.335-43.

Вам также может понравиться