Вы находитесь на странице: 1из 7

BAB IV

PEMBAHASAN

Leukemia merupakan keganasan organ pembuat darah, sehingga sumsum


tulang didominasi oleh sel limfoblas abnormal. Pada masa anak, Leukemia
limfoblastik akut (LLA) merupakan keganasan yang paling sering ditemukan,
meliputi 25-30% dari seluruh keganasan pada anak. LLA lebih sering ditemukan
pada anak lelaki daripada perempuan, dan paling banyak ditemukan pada usia 3-4
tahun (FKUI).
Secara allo anamnesis orang tua pada kasus didapatkan seorang anak lakilaki umur 1 tahun 5 bulan dengan keluhan utama perut membesar secara perlahan
2 bulan SMRS. Selain itu juga didapatkan benjolan di perut sebelah kiri bawah
pasien. Keluhan disertai demam tinggi (+), Pucat (+), sering batuk pilek dengan
sekret kekuningan (+), nyeri tulang (+) disertai gusi berdarah (+), sesak nafas (+),
penurunan berat badan (+), epistaksis (-). BAB/BAK normal. Dari keluhan tesebut
dapat diperkirakan adanya suatu keganasan dilihat dari adanya keluhan penurunan
berat badan, pucat, demam, sering mengalami infeksi, gusi berdarah serta adanya
pembesaran perut, meskipun tidak menutup kemungkinan lain adanya infeksi
yang memunculkan keluhan serupa pada pasien tersebut misalnya malaria.
Terlepas daripada itu, dari keluhan pasien yang berupa gambaran adanya
penekanan terhadap sistem hematopoetik (perdarahan gusi, sering demam, pucat),
infiltrasi jaringan ekstrameduler (pembesaran perut dan kelenjar getah bening)
serta keluhan lain seperti berat badan turun, anoreksia dan kelemahan umum maka

pada kasus ini dapat dicurigai adanya keganasan darah dengan diagnosis banding
Leukemia baik itu LLA (Leukemia limfoblastik akut) atau LMA (Leukemia
myeloblastik akut) dan Anemia Aplastik.
Pada anemia aplastik ditemukan adanya gejala penekanan sistem
hemapoetik (gambaran pansitopenia yaitu pucat, demam, perdarahan) tetapi tanpa
adanya organomegali, sedangkan gejala dan tanda leukemia menggambarkan
infiltrasi sel leukemia ke sumsum tulang dan jaringan ekstramedular berupa :

Penekanan terhadap sistem hematopoetik normal dan menyebabkan gejala

seperti pucat, sering demam dan perdarahan.


Infiltrasi jaringan ekstrameduler menyebabkan pembesaran kelenjar getah

bening dan pembesaran perut. Kadang terdapat nyeri tulang.


Biasanya dapat ditemukan gejala berat badan turun, anoreksia dan kelemahan
umum.
Pada pemeriksaan fisik pasien dengan leukemia atau anemia aplastik

didapatkan penampakan lesu, pucat, perdarahan baik pada kulit, jaringan atau
organ lain, sering disertai demam. Tetapi bedanya pada leukemia infiltrasi sel
leukemia ke jaringan ekstrameduler menyebabkan pembesaran kelenjar getah
bening, hati dan limpa. Pada kasus juga didapatkan hal yang serupa, yaitu anak
tampak pucat, perdarahan gusi, demam, pembesaran perut (hepatomegali dan
splenomegali serta pembesaran KGB) (FKUI), sehingga pada kasus ini cenderung
mengarah ke leukemia.
Untuk memastikan apakah pada kasus merupakan leukemia atau tidak maka
diperlukan pemeriksaan penunjang. Dari pemeriksaan penunjang :
1. Darah tepi : terdapat anemia, trombositopenia. Hitung leukosit dapat
leukopenia, normal, atau hiperleukositosis. Pada hitung jenis didapat
dominasi limfosit. Pada gambaran darah tepi ditemukan sel blast.

2. Pungsi sumsum tulang untuk memastikan diagnosis.


3. Lumbal pungsi dilakukan untuk mengetahui ada infiltrasi ke cairan
serebrospinalis
Dari pemeriksaan penunjang pada kasus dari pemeriksaan darah tepi
didapatkan penekanan hematopoetik berupa leukopenia dan trombositopenia,
sedangkan pada pemeriksaan BMA didapatkan kesan leukemia limfoblastik tipe
L1. Dikarenakan BMA merupakan penegak diagnostik pasti, maka pada kasus ini
diagnosis pasien adalah Leukemia limfoblastik akut dan dapat dikatakan alur
penegakan diagnosis pada kasus ini sudah sesuai teori. Pada kasus ini juga
dilakukan pemeriksaan tambahan yaitu USG abdomen dimana didapatkan
pembesaran spleen tanpa adanya pembesaran kelenjar getah bening regional.
Penatalaksanaan LLA secara sederhana dibagi menjadi terapi suportif dan
terapi spesifik. Terapi suportif umum untuk kegagalan sum-sum tulang belakang
mencakup pemasangan kanula vena sentral, pemberian prooduk darah, dan
pencegahan sindrom lisis tumor. Setiap serangan demam harus segera diatasi
Terapi spesifik ALL adalah dengan kemoterapi dan kadang radioterapi.
Terdapat beberapa fase dalam pengobatan yang biasanya memiliki empat
komponen. Protokol-protokol disesuaikan dengan risiko untuk mengurangi
pengobatan yang diberikan kepada pasien dengan prognosis yang baik. Faktor
yang menentukan pengobatan mencakup usia, jenis kelamin, dan hitung sel darah
putih saat datang. Respon awal terhadap pengobatan juga penting karena
lenyapnya blast dan darah atau sum-sum tulang yang berlangsung secara perlahan
satu atau dua minggu setelah terapi induksi atau menetapnya MRD (minimal
residual disease) berkaitan dengan risiko kekambuhan yang tinggi.

Definisi risiko pengobatan, disebut risiko tinggi bila pada saat didiagnosis
pasien memiliki kriteria sebagai berikut:
1. umur < 1 tahun atau >10 tahun
2. leukosit > 50.000 x 109/L
3. massa mediastinum >2/3 dari diameter rongga thorax
4. terdapat > 15/3 (5m) sel leukemia di cairan liquor serebrospinal
5. T cell leukemia
6. Mixed leukemia
7. Terdapat lebih dari 1000 sel blast/m3 pada pemeriksaan darah tepi setelah
satu minggu mulai terapi pada ALL kelompok risiko biasa.
Disebut risiko standar bila tidak didapatkan tanda-tanda dari risiko tinggi.

Gambar 4.1. Alur Penggunaan Protokol ALL Indonesia 2013


Penilaian respon steroid dilakukan dengan menghitung jumlah sel balst
darah tepi pada hari ke-8. Bila didapatkan jumlah sel blast>1000/mm 3
dikategorikan sebagai steroid poor response maka pasien digolongkan sebagai

risiko tinggi dan selanjutnya diterapi dengan menggunakan protokol pengobatan


risiko tinggi. Sedangkan bila blast <1000/mm3, maka tetap berada sesuai
kelompok risiko.
Sebelum pemberian sitostatika, untuk mencegah kerusakan ginjal lebih
lanjut karena pengrusakan oleh sel leukemia selama induksi lakukan hidrasi yang
adekuat dengan mempertahankan diuresis 1-2 ml/kgBB/jam, transfusi dianjurkan
untuk mempertahankan kadar Hb >10 g/dl selama pelaksanaan kemoterapi.
Pada kasus sudah diberikan terapi suportif baik berupa hidrasi cairan,
pemberian komponen darah, serta obat simptomatik bila demam berupa
paracetamol dengan dosis 160 mg/8 jam. Pasien mengalami perbaikan keadaan
umum setelah dirawat selama 11 hari di ruang perawatan dan direncanakan untuk
program kemoterapi LLA setelah keadaan umum stabil.
Selain diperlukannya pengobatan yang adekuat, maka perlu juga dilakukan
pemantauan efek samping obat dengan cara pemeriksaan darah tepi berkala, cek
fungsi hati dan ginjal.
Apabila melihat prognosis pada kasus ini dapat dikatakan dubia ad malam
tergantung dari respon pasien terhadap kemoterapi. Pada tabel 4.2 dibagi dua
prognosis yaitu baik dan buruk berdasarkan indikator-indokator tertentu.
Tabel 4.2 Prognosis Pada Akut Limfositik Leukemia (ALL)
Indikator
Sel darah putih

Baik
Rendah

Buruk
Tinggi

Jenis Kelamin
Imunofenotipe
Usia
Sitogenetika

109/L
Anak perempuan
Anak laki-laki
B-ALL
T-ALL (pada anak)
Anak
Dewasa (bayi <1 tahun)
Normal/
hiperdiploidi; Philadelphia, tata ulang

(misal

>50

tata ulang TEL

11q23
Tata ulang gen MLL
Hipodiploid (kromosom

Waktu

untuk <1 minggu

<44)
>1 minggu

menghilangkan sel blast


dari darah
Waktu untuk mencapai <4 minggu

>4 minggu

remisi
Kelainan

Ada

SSP

saat Tidak ada

datang
Minimal residual disease Negatif pada 1 bulan

Masih positif pada 3-6


bulan

BAB V
PENUTUP
Telah dilaporkan sebuah kasus anak laki-laki 1 tahun 1 bulan dengan
diagnosis leukemia limfoblastik akut. Pasien datang dengan keluhan perut
membesar perlahan kurang lebih 2 bulan SMRS disertai demam, pucat, sering
mengalami infeksi saluran pernapasan atas serta mengalami pendarahan gusi.
Pasien berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik didiagnosis banding dengan
LLA, LMA dan Anemia Aplastik. Sudah dilakukan pemeriksaan penunjang
berupan pemeriksaan darah rutin, pungsi sumsum tulang dan USG abdomen
dimana didapatakan diagnosis pasti pasien adalah leukemia limfoblastik tipe L1.
Pada kasus sudah dilakukan pemberian terapi suportif seperti hidrasi cairan,
pemberian antipiretik dan pemberian komponen darah. Pasien mengalami
perbaikan keadaan umum setelah dirawat selama kurang lebih 11 hari dan
dipersiapkan untuk kemoterapi.

Вам также может понравиться