Вы находитесь на странице: 1из 14

A.

Siklus batuan
B. Pengertian batuan sedimen
Batuan sedimen adalah batuan yang terbentuk di permukaan bumi pada kondisi
temperatur dan tekanan yang rendah. Batuan ini berasal dari batuan yang lebih
dahulu terbentuk, yang mengalami pelapukan, erosi, dan kemudian lapukannya
diangkut oleh air, udara, atau es, yang selanjutnya diendapkan dan berakumulasi
di dalam cekungan pengendapan, membentuk sedimen. Material-material sedimen
itu kemudian terkompaksi, mengeras, mengalami litifikasi, dan terbentuklah
batuan sedimen. Batuan sedimen meliputi 75% dari permukaan bumi.
Diperkirakan batuan sedimen mencakup 8% dari total volume kerak bumi. Ilmu
yang mempelajari batuan sedimen disebut dengan sedimentologi. Batuan sedimen
terjadi akibat pengendapan materi hasil erosi. Materi hasil erosi terdiri atas
berbagai jenis partikel yaitu ada yang halus, kasar, berat dan ada juga yang ringan.
Cara pengangkutannya pun bermacam-macam seperti terdorong (traction),
terbawa secara melompat-lompat (saltation), terbawa dalam bentuk suspensi, dan
ada pula yang larut (solution).
Lapisan horizontal yang ada di batuan sedimen disebut bedding. Bedding
terbentuk akibat pengendapan dari partikel-partikel yang terangkut oleh air atau
angin. Kata sedimen sebenarnya berasal dari bahas latin sedimentum yang
artinya endapan. Batas-batas lapisan yang ada di batuan sedimen adalah bidang
lemah yang ada pada batuan dimana batu bisa pecah dan fluida bisa mengalir.
Faktor-faktor yang mengontrol terbentuknya sedimen adalah iklim, topografi,
vegetasi dan juga susunan yang ada dari batuan, sedangkan faktor yang
mengontrol pengangkutan sedimen adalah air, angin, dan juga gaya gravitasi.
Sedimen dapat terangkut baik oleh air, angin, dan bahkan salju atau gletser.
Pada saat kekuatan untuk mengangkut sedimen tidak cukup besar dalam
membawa sedimen-sedimen yang ada, maka sedimen tersebut akan jatuh atau
mungkin tertahan akibat gaya gravitasi. Setelah itu proses sedimentasi dapat

berlangsung sehingga mampu mengubah sedimen-sedimen tersebut menjadi suatu


batuan sedimen. Material yang menyusun batuan sedimen adalah lumpur, pasir,
kelikir, kerakal, dan sebagainya. Sedimen ini akan menjadi batuan sedimen
apabila mengalami proses pengerasan. Sedimen akan menjadi batuan sedimen
melalui proses litifikasi yang melibatkan proses pemadatan atau kompaksi,
sementasi, dan rekristalisasi. Ciri-ciri batuan sedimen, yaitu:
1.
2.
3.
4.

Berlapis (stratification)
Umumnya mengandung fosil
Memiliki struktur sedimen
Tersusun dari fragmen butiran hasil transportasi.

C. Proses litifikasi
Litifikasi adalah proses sedimen baru yang urai perlahan-lahan berubah menjadi
batuan sedimen. Selama litifikasi terjadi perubahan-perubahan. Keseluruhan
perubahan secara kimia, fisika, dan biologi yang mempengaruhi sedimen sejak
diendapkan. Selama dan setelah litifikasi disebut diagenesis. Perubahan
diagenesis yang utama dan sederhana adalah kompaksi, sementasi, dan
rekristalisasi.
1. Kompaksi
Beban akumulasi sedimen atau material lain menyebabkan hubungan
antarbutir menjadi lebih lekat dan air yang dikandung dalam ruang pori-pori
antarbutir terdesak keluar. Dengan demikian volume batuan sedimen yang
terbentuk menjadi lebih kecil, namun sangat kompak.
2. Sementasi
Dengan keluarnya air dari ruang pori-pori, material yang terlarut di dalamnya
mengendap dan merekat (menyemen) butiran-butiran sedimen. Material
semennya dapat berupa karbonat (CaCO 3), silika (SiO2), oksida (besi), dan
mineral-mineral lempung. Proses-proses ini mengakibatkan porositas sedimen
menjadi lebih kecil dari material semula.

3. Rekristalisi
Yaitu pengkristalan kembali suatu mineral yang kurang stabil dalam suatu
larutan kimia yang berasal dari pelarutan material sedimen selama diagenesis
atau jauh sebelumnya menjadi yang lebih stabil. Reksriatalisasi sangat umum
terjadi pada pambentukan batuan karbonat.

D. Klasifikasi batuan sedimen


Berdasarkan proses pembentukannya batuan sedimen dibagi menjadi dua, yaitu:
1. Batuan sedimen klastik
Fragmen-fragmen lepas atau urai hasil penghancuran atau rombakan secara
mekanik dari batuan yang sudah ada sebelumnya disebut sedimen klastik.
Sedimen klastik ditransport dalam berbagai cara, dapat bergulir ke bawah
lereng akibat gravitasi, terbawa gletser, angin, dan air.
Saat transportasi berhenti, sedimen akan terendapkan secara mekanik dengan
sistem yang khas sesuai dengan mekanisme transportasinya. Pengendapan
akan terjadi karena energy pembawanya turun. Sedimen yang meluncur,
bergulir ata mengalir, ke bawah lereng baik oleh gravitasi atau gletser pada
umumnya merupakan campuran yang acak dari partikel berbagai ukuran.
Partikel sedimen yang terbawa oleh angin atau air akan terendapkan saat
kecepatan angin atau aliran air berkurang. Ukuran partikel yang terendapkan
berhubungan

dengan

kecepatan

media

pembawanya.

Makin

besar

kecepatannya makin besar partikel yang terbawa. Perbedaan besar butir antara
yang halus dan yang kasar sangat ekstrem.
Batuan sedimen klastik terdiri dari fragmen berbagai ukuran. Butiran yang
besar disebut fragmen dan diikat oleh massa butiran-butiran yang lebih halus,
yang dinamakan matriks. Contoh-contoh batuan sedimen klastik adalah
konglomerat, breksi, dan batupasir.
2. Batuan sedimen nonklastik
Beberapa sedimen tidak terdiri dari partikel-partikel klastik, meskipun
komponennya telah mengalami transportasi. Komponen sedimen semacam ini
larut dalam air dan ditransport sebagai larutan kemudian diendapkan secara

kimia. Sedimen kimiawi/biokimia adalah batuan hasil pengendapan dari


proses kimiawi suatu larutan, atau organisme bercangkang atau yang
mengandung mineral silika atau fosfat. Batuan yang termasuk dalam
kumpulan ini adalah eevaporit, batuan sedimen karbonat (batugamping dan
dolomit), batuan sedimen bersilika (rijang), endapan organik (batubara).

E. Hukum pengendapan
Pada pertengahan abad 17 Nicolaus Steno memperhatikan bahwa sedimen akan
terkumpul oleh proses pengendapan melalui suatu medium, air atau angin.
Endapan ini akan membentuk suatu lapisan-lapisan mendatar atau horizontal,
yang terendapkan terlebih dahulu berada di bawah dan yang kemudian berada di
atasnya. Berdasarkan pengamatan ini, pada tahun 1669, Steno mencetuskan tiga
prinsip dasar pengendapan yang lebih dikenal dengan
Hukum Steno:
1. Hukum superposisi
Dalam suatu urutan perlapisan batuan, maka lapisan batuan yang terletak di
bawah umurnya relatif lebih tua dibanding lapisan di atasnya selama lapisan
batuan tersebut belum mengalami deformasi atau masih dalam keadaan
normal.
2. Hukum horizontalitas
Lapisan-lapisan sedimen diendapkan mendekati horizontal dan pada dasarnya
sejajar dengan bidang permukaan dimana lapisan sedimen tersebut
diendapkan. Susunan lapisan yang kedudukannya tidak horizontal berarti telah
mengalami proses geologi lain setelah pengendapannya, misalnya dipengaruhi
oleh gaya tektonik.
3. Hukum kemenerusan lateral
Lapisan sedimen diendapkan secara menerus dan bersinambungan sampai
batas cekungan sedimentasinya. Lapisan sedimen tidak mungkin terpotong
secara tiba-tiba dan berubah menjadi batuan lain dalam keadaan normal.

F. Proses Pelapukan
Pelapukan adalah peristiwa penghancuran massa batuan, baik secara fisika,
kimiawi,

maupun

secara

biologis.

Proses

pelapukan

batuan

membutuhkanwaktu yang sangat lama. Semua proses pelapukan umumnya


dipengaruhi oleh cuaca. Batuan yang telah mengalami proses pelapukan akan
berubah menjadi tanah. Apabila tanah tersebut tidak bercampur dengan
mineral lainnya, maka tanah tersebut dinamakan tanah mineral.
1. Faktor-faktor yang mempengaruhi pelapukan
Ada empat faktor yang mempengaruhi terjadinya pelapukan batuan,
yaitu sebagai berikut:
a. Keadaan struktur batuan
Struktur batuan adalah sifat fisik dan sifat kimia yang dimiliki oleh
batuan. Sifat fisik batuan, misalnya warna batuan, sedangkan sifat kimia
batuan adalah unsur-unsur kimia yang terkandung dalam batuan tersebut.
Kedua sifat inilah yang menyebabkan perbedaan daya tahan batuan
terhadap pelapukan. Batuan yang mudah lapuk misalnya batu lempeng
(batuansedimen), sedangkan batuan yang susah lapuk misalnya batuan
beku.
b. Keadaan topografi
Topografi muka bumi juga ikut mempengaruhi proses terjadinya
pelapukan batuan. Batuan yang berada pada lereng yang curam, cenderung
akan mudah melapuk dibandingkan dengan batuan yang berada di tempat
yang landai. Pada lereng yang curam, batuan akan dengan sangat mudah
terkikis atau akan mudah terlapukkan karena langsung bersentuhan
dengan cuaca sekitar. Tetapi pada lereng yang landai atau rata, batuan
akan terselimuti oleh berbagai endapan, sehingga akan memperlambat
proses pelapukan dari batuan tersebut.
c. Cuaca dan iklim
Unsur cuaca dan iklim yang mempengaruhi proses pelapukan adalah suhu
udara, curah hujan, sinar matahari, angin, dan lain-lain. Pada daerah yang
memiliki iklim lembab dan panas, batuan akan cepat mengalami proses
pelapukan. Pergantian temperatur antara siang yang panas danmalam yang

dingin akan semakin mempercepat pelapukan, apabila dibandingkan


dengan daerah yang memiliki iklim dingin.
d. Keadaan vegetasi
Vegetasi atau tumbuh-tumbuhan juga akan mempengaruhi proses
pelapukan, sebab akar-akar tumbuhan tersebut dapat menembus celahcelah batuan. Apabila akar tersebut semakin membesar, maka kekuatannya
akan semakin besar pula dalam menerobos batuan. Selain itu, serasah
dedaunan yang gugur juga akan membantu mempercepat batuan melapuk.
Sebab, serasah batuan mengandung zat asam arang dan humus yang dapat
merusak kekuatan batuan.

Faktor yang paling berpengaruh dalam mengontrol jenis pelapukan yang


bekerja secara intensif pada suatu daerah adalah iklim. Iklim suatu daerah
ditentukan oleh jumlah curah hujan rata-rata tahunan dan temperatur rata-rata
tahunan, dimana daerah yang:

Panas dan basah pelapukan kimia maksimum.


Dingin dan basah pelapukan fisika maksimum.

Panas dan kering pelapukan fisika lebih dominan.


Dingin dan kering semua jenis pelapukan minimum.

Hasil akhir dari proses pelapukan adalah material lepas berupa tanah dan
sedimen. Tanah terdiri atas kombinasi mineral dan material organic, air, dan
udara yang menopang pertumbuhan tanaman. Faktor yang mengontrol
pembentukan tanah, yaitu:

Material induk (mineralogi)


Iklim/curah hujan
Slope (topografi)
Biota (tanaman, hewan, dan mikroba)
Waktu

Proses pembentukan tanah bekerja dari atas ke bawah membentuk profil tanah
yang terdiri atas beberapa horizon, yaitu:
Horizon A material organic (humus dan mineral).
Horizon B transisi, material mineral yang telah teralterasi dengan sedikit
material organik.
Horizon C batuan dasar (bedrock) yang teralterasi.
Horizon D batuan dasar yang segar (tidak lapuk)
Horizon E partikel mineral berwarna terang, zona evaluasi, dan
pencucian.
2. Jenis-jenis pelapukan
Berdasarkan prosesnya pelapukan dibagi menjadi tiga jenis, yaitu:
a. Pelapukan fisika (mekanik)
Pelapukan mekanik adalah peristiwa hancur dan lepasnya
material batuan, tanpa mengubah struktur kimiawi batuan tersebut.
Pelapukan mekanik

merupakan

penghancuran

menjadi bagian-bagian yang lebih kecil.

bongkah

batuan

Ada beberapa faktor yang menyebabkan pelapukan mekanik, yaitu


sebagai berikut.
1. Akibat perbedaan temperatur.
Batuan akan mengalami proses pemuaian apabila panas dan
sekaligus pengerutan pada waktu dingin. Apabila proses ini
berlangsung terus menerus, maka lambat laun batuan akan
mengelupas, terbelah, dan pecah menjadi bongkah-bongkah kecil.
2. Akibat kegiatan makhluk hidup seperti hewan dan tumbuhtumbuhan.
Akar tumbuhan akan merusak struktur batuan, begitu juga
dengan hewan yang selalu membawa butir-butir batuan dari dalam
tanah ke permukaan. Selain makhluk hidup dan tumbuh-tumbuhan,
manusia juga memberikan andil dalam terjadinya pelapukan
mekanik.
3. Akibat perubahan air garam menjadi kristal.
Jika air tanah mengandung garam, maka pada siang hari airnya
menguap dan garam akan mengkristal. Kristal garam ini tajam

sekali dan dapat merusak batuan pegunungan sekitarnya, terutama


batuan karang.
4. Tekanan es.
Pada saat suhu rendah, melebihi titik beku, air akan membeku
menjadi es. Air yang membeku mempunyai volume yang lebih
besar sekitar 9 persen. Tekanan dari membesarnya volume ini
dapat menghancurkan batuan. Pembekuan air yang terdapat dalam
pori-pori dan rekahan batuan menekan dinding di sekitarnya dan
dapat menghancurkan batuan. Pelapukan mekanik ini umunya
terjadi di daerah pegunungan tinggi atau daerah bermusim dingin.
Penekanan dari pertambahan volume ini paling efektif pada suhu
antara -5C sampai -15C.
5. Rekahan-rekahan
Perubahan secara fisik atau terurainya batuan yang semula massif
dapat terjadi akibat hilangnya tekanan dari beban lapisan di
atasnya yang semula menimbunnya. Akibat lapisan penimbun
tererosi, maka beban yang menekan batuan akan hilang. Dengan
hilangnya beban, maka batuan seolah-olah mendapat tekanan dari
dalam yang menjadikan rekahan-rekahan yang sejajar dengan
permukaan.
b. Pelapukan Kimiawi
Pelapukan kimiawi adalah proses pelapukan massa batuan yang
disertai dengan perubahan susunan kimiawi batuan yang lapuk
tersebut. Pelapukan ini terjadi dengan bantuan air, dan dibantu dengan
suhu yang tinggi. Proses yang terjadi dalam pelapukan kimiawi ini
disebut dekomposisi.
Proses-proses pelapukan secara kimiawi, yaitu:
1. Hidrolisis
Hidrolisis adalah proses penguraian air (H2O) atas unsurunsurnya menjadi ion-ion positif dan negatif. Air melarutkan
kation yang menahan silikat dan menghasilkan mineral residu
seperti mineral lempung.

Contoh: Kalium feldspar lapuk dengan melarutkan ion potassium


dan membentuk mineral lempung (kaolinit).
KAlSi3O8 + H2CO3 + H2O
Al 2Si2O5(OH)4+2K++2HCO3+4SiO2
2. Oksidasi
Oksidasi

adalah

proses

pengkaratan

besi.

Batuan

yang

mengalami proses oksidasi umumnya akan berwarna kecoklatan,


sebab kandungan besi dalam batuan mengalami pengkaratan.
Proses pengkaratan ini berlangsung sangat lama, tetapi pasti
batuan akan mengalami pelapukan.
3. Karbonasi
Karbonasi adalah pelapukan batuan

oleh

karbondioksida

(CO2). Gas ini terkandung pada air hujan ketika masih menjadi uap
air. Jenis batuan yang mudah mengalami karbonasi adalah batuan
kapur. Reaksi antara CO2 dengan batuan kapur akan menyebabkan
batuan menjadi rusak. Pelapukan ini berlangsung dengan batuan
air dan suhu yang tinggi. Air yang banyak mengandung CO 2 (Zat
asam arang) dapat dengan mudah melarutkan batu kapur (CaCO2).
Peristiwa ini merupakan pelarutan dan dapat menimbulkan gejala
karst. Proses pelapukan batuan secara kimiawi di daerah karst
disebut kartifikasi.
c. Pelapukan biologi
Pelapukan biologi adalah pelapukan batuan oleh makhluk hidup.
Pelapukan jenis ini dapat bersifat kimiawi ataupun mekanis. Adapun
yang menjadi pembedanya adalah subyek yang melakukannya, yaitu
makhluk hidup berupa manusia, hewan ataupun tumbuhan. Contohnya
lumut, cendawan, ataupun bakteri yang merusak permukaan batuan.

G. Erosi
Erosi adalah salah satu dari kelompok proses eksogen dan merupakan yang
terpenting dalam proses denudasi. Prosesnya menguraikan batuan secara fisik
dan kimia serta mentransport material yang dihasilkannya dengan media yang

bergerak, yaitu air, angin, dan es yang semuanya tentu di bawah pengaruh
gaya gravitasi. Erosi dibagi menjadi tiga jenis, yaitu:
1. Erosi air
Erosi air sudah dimulai sebelum air mengalir. Butir-butirair hujan yang
jatuh menghantam permukaan tanah dan melemparkan partikel tanah ke
segala arah. Air hujan yang mengalir di atas permukaan tanah membawa
partikel-partikel tersebut. Air yang mengalir lambat, partikel-partikelnya
juga bergerak lambat dan sejajar, arus air demikian dinamakan arus
laminer. Meningkatnya kecepatan menjadikan gerak partikelnya tidak
beraturan dan kompleks, berputar, dan arus berlawanan arah menajdi arus
turbulen.
Kecepatan aliran dalam suatu saluran sudah cukup untuk terjadinya arus
turbulen, hanya selapisan tipis pada dinding saluran yang berkecepatan
rendah sebagai akibat gaya gesekan terdapat arus laminer.
Kemampuan arus untuk mengambil dan membawa partikel sedimen dari
salurannya bergantung pada turbulensi dan kecepatan arusnya. Makin
cepat arusnya maka makin besar kemampuan arus turbulen mengangkat
partikel yang lebih besar. Kecuali lempung dan lanau, karena gaya
kohesinya besar sehingga butiran-butirannya melekat kuat pada tubuh
batuan induknya. Mineral-mineral pipih juga memerlukan waktu lebih
lama untuk mengendap.
a. Transportasi partikel
1. Suspensi
Ini umumnya terjadi pada sedimen-sedimen yang sangat kecil
ukurannya (seperti lempung, lanau, lumpur, dan pasir halus)
sehingga mampu diangkut oleh aliran air atau angin yang ada.
Beban arus ini terbawa dari regolit berbutir halus yang tersapu
karena tidak tertutup oleh vegetasi dan sedimen yang dierosi arus
itu sendiri sepanjang tepi alur aliran. Beban dapat terangkut akibat
kuat arus ke atas dalam arus turbulen melebihi dari kecepatan
dimana partikel-partikel lempung dan silt mengendap akibat gaya

gravitasi. Dengan demikian partikel-partikel itu dapat lebih lama


berada dalam suspense daripada dalam air yang nonturbulen dan
akan terendapkan apabila arus menurun dan turbulensinya reda,
seperti danau atau laut.
2. Saltasi
Saltasi yang dalam bahasa latin artinya meloncat. Gaya arus cukup
besar untuk mengangkat partikel maka pergerakannya akan
menjadi meloncat-loncat dalam jarak pendek. Umumnya terjadi
pada sedimen berukuran pasir dimana aliran fluida yang ada
mampu menghisap dan mengangkut sedimen pasir sampai
akhirnya karena gaya gravitasi yang ada mampu mengembalikan
sedimen pasir tersebut ke dasar.
3. Bed load
Ini terjadi pada sedimen yang relatif lebih besar (seperti pasir,
kerikil, kerakal, bongkah) sehingga gaya yang ada pada aliran yang
bergerak dapat berfungsi memindahkan pertikel-partikel yang
besar di dasar. Pergerakan dari butiran pasir dimulai pada saat
kekuatan gaya aliran melebihi kekuatan inertia butiran pasir
tersebut pada saat diam. Gerakan-gerakan sedimen tersebut bisa
menggelundung, menggeser, atau bahkan bisa mendorong sedimen
yang satu dengan lainnya. Kecepatan geraknya lebih lambat dari
kecepatan arusnya karena penggerakannya tidak kontinu, secara
berputar/menggelundung (rolling) atau meluncur (sliding). Apabila
gaya arus cukup besar untuk mengangkat partikel maka
pergerakannya akan menjadi meloncat-loncat dalam jarak pendek.
2. Erosi angin
Angin berhembus karena ada perbedaan tekanan udara yang diakibatkan
oleh adanya perbedaan suhu. Sesuai kaidah fisika, pada suhu rendah
tekanan udara lebih tinggi daripada daerah bersuhu lebih tinggi dan udara
menggalir sebagai angin. Seperti halnya air, angin mengangkut partikelpartikel sesuai dengan kecepatannya. Partikel yang terbawa mengabrasi

material yang dilaluinya. Contohnya monument atau tiang-tiang pagar di


tempat terbuka, bagian bawahnya akan lebih gugus dibandingkan atasnya.
Partikel yang lebih besar terbawa angin pada bagian bawah karena lebih
berat sehingga mengabrasi lebih cepat daripada partikel yang halus.
Namun demikian, pengaruh angin terhadap perombakan muka bumi
sangat kecil dibandingkan dengan air dan es.
3. Erosi es/gletser
Gletser adalah massa es yang terbentuk dari salju yang turun di permukaan
bumi dan bergerak ke bawah akibat beratnya sendiri. Salju tidak hanya
terdapat di kutub atau daerah bermusim dingin saja. Di daerah ekuator pun
pada elevasi di atas 4000 meter dijumpai salju. Batas ketinggian dimana
terdapat salju abadi disebut garis batas salju.
Erosi gletser sangat mencolok karena yang bergerak adalah massa es yang
sangat besar, sambil bergerak mengabrasi dan menyeret batuan dasar
seolah-olah mengelupas. Hasil erosinya berupa cekungan melingkar,
berbentuk huruf U atau tapal kuda, bagian terbukanya mengarah ke
lembah disebut cirque. Endapannya merupakan campuran bongkah
beraneka ukuran disebut till. Dataran yang dibentuk till dinamakan
moraine.

Daftar Pustaka

https://id.wikipedia.org/wiki/Batuan_sedimen
http://www.academia.edu/8911923/Batuan_endapan_atau_batuan_sedime
n_adalah_salah_satu_dari_tiga_kelompok_utama_batuan
http://petroclanlaboratory.weebly.com/diagenesa.html
http://www.academia.edu/6338097/Hukum_dasar_geologi
http://www.softilmu.com/2014/07/pelapukan.html

Вам также может понравиться