Вы находитесь на странице: 1из 6

Bromelin adalah enzim proteolitik yang ditemukan pada bagian batang dan buah nanas (Ananas

comosus).[1][2] Enzim ini diproduksi sebagai hasil sampingan dari pabrik jus nanas.[1] Dalam
memproduksi bromelin, beberapa senyawa yang dapat digunakan untuk presipitasi
(pengendapan) enzim ini adalah amonium sulfat dan alkohol.[1] Beberapa kegunaan dari enzim
ini adalah mengurangi rasa sakit dan pembengkakan karena luka atau operasi, mengurangi
radang sendi, menyembuhkan luka bakar, meningkatkan fungsi paru-paru pada penderita infeksi
saluran pernapasan, dan lain-lain.[1] Untuk meningkatkan kelancaran pencernaan pada manusia,
umumnya digunakan bromelin berdosis 500 mg dalam bentuk kapsul. Apabila konsumsi
bromelin dilakukan bersamaan dengan senyawa anti-koagulan maka risiko terjadinya pendarahan
akan meningkat.[1]
Enzim

Papain dan Enzim Bromelin

Enzim papain diberi kode nomor enzim (Enzim Commission/EC) yaitu EC.3.4.22.2 atau nama
lain dari enzim papain ini adalah papayotin, summetrin, velardon, papaine, ataupun Papaya
peptidase I sedangkan enzim bromelin diberik kode nomor enzim EC.3.4.22.32 atau nama lain
dari stem bromelain(http://www.chem.qmul.ac.uk, 2015). Nomor kode enzim tersebut
menunjukkan tipe reaksi yang dikatalisis. Digit pertama menunjukkan kelompok utama enzim
berdasarkan pada jenis rekasi utama yang dikatalisis. papain dan bromelin memiliki nomor 3
pada digit pertamanya, yang menunjukkan bahwa kedua enzim termasuk ke dalam kelompok
utama hidrolase. Kelompok utama hidrolase mengkatalisis reaksi hidrolase dengan pertolongan
air, atau reaksi transfer suatu gugus dari suatu substrat ke air sebagai aseptor. Sehingga dapat
diketahui bahwa enzim papain dan bromelin akan bereaksi menggunakan air sebagai substratnya.
Hal ini dijelaskan oleh John R. Whitaker, dkk. (2003) bahwa ikatan kovalen enzim asil
membentuk langkah kedua yang dikontrol oleh k2, melepaskan produk pertama. Pada langkah
pengontrolan k3, air diaktifasi untuk melakukan raksi hidrolisis ikatan enzim thionyl untuk
menghasilkan enzim bebas dan produk asam.
Digit kedua pada nomor kode enzim papain menunjukkan subkelas/sub kelompok, substrat atau
jenis reaksi. Nomor kode enzim papain dan bromelin digit kedua yaitu 4. Subkelas nomor 4 dari
reaksi hidrolisis adalah enzim yang aktif pada rantai peptida atau peptidase. Sehingga dapat
diketahui, yang menjadi substrat enzim papain dan bromelin ini adalah ikatan peptida. Peptidase
adalah enzim yang menghidrolisis rantai peptida. Peptidase sangat penting bagi banyak proses
biologi termasuk pencernaan protein makanan, pengaturan perputaran protein intraseluler,

koagulasi aliran darah, kehadiran antigen, dan aktivasi berbagai protein, termasuk enzim,
hormon peptida, dan neotransmiter (Neil D. Rawling, 2007).
Digit ketiga pada nomor kode enzim papain dan bromelin yaitu 22. Digit ketiga pada nomor
kode enzim menunjukkan sub kelas, molekul aseptor, dan jenis-jenis reaksi yang lebih detail
lagi. Nomor 22 pada digit ketiga ini menunjukkan cystein endopeptidase (postfermentation).
Molekul aseptor dari enzim papain dan bromelin adalah sistein endopeptidase. Sistein protease
(EC.3.4.22) adalah molekul protein yang memiliki massa sekitar 21-30 kDa. Mereka
mengkatalisis hidrolase ikatan peptida, amida, ester, thiol ester, dana thiono ester. Jika semua
protein tidak cukup diubah oleh pemanasan dan pendinginan (protein dibutuhkan seluruhnya,
seperti nutrisi ragi, FAN), polipeptida dapat bereaksi secara silang dengan polifenol sampai tahap
akhir dalam memproduksi beer (alkohol) karena tidak diinginkan, jadi diberikan perlakuan
pendinginan (Wolfgang Aehle, 2007).
EC.3.4.22.2 (peptydil peptide hydrolase) memiliki digit keempat yaitu 2. Digit keempat pada
nomor kode enzim menunjukkan nomor seri dalam sub kelas enzim tersebut. Nomor seri enzim
papain dalam subkelas cystein endopeptidase adalah 2 atau papain. Enzim papain merupakan
salah satu enzim yang paling banyak digunakan dalam industri terutama industri pengolahan
makanan terutama digunakan dalam dalam pengempukan daging (John R. Whitaker, dkk., 2003).
Selain di dunia industri, penggunaan enzim papain dari buah ataupun getah daun pepaya telah
sering digunakan dalam pelunakan daging sejak berabad-abad tahun yang lalu secara turuntemurun oleh rumah tangga, khususnya di Indonesia. Enzim papain dapat dengan mudah
didapatkan karena bersumber dari salah satu tumbuhan hortikultura yaitu pepaya (Carica
papaya) yang sangat banyak diproduksi di Indonesia. Papain, diekstraksi dari buah-buahan
Carica papaya, yang efektif pada suhu antara 20-45oC dan kisaran pH 4,0-5,5 (Wolfgang Aehle,
2007).
Enzim bromelin merupakan enzim yang dapat diperoleh dari buah-buahan trofis yaitu buah
nanas (Ananus comosus). Enzim bromelin memiliki angka 32 pada digit keempatnya yang
menunjukkan bahwa nomor seri enzim bromelin pada sub kelasnya adalah nomor seri 32. Enzim
papain (peptidyl peptide hydrolases) termasuk ke dalam keluarga papain. Enzim bromelin adalah
molekul protein rantai tunggal yang diglikosilasi dengan berat 24,5 kDa. Enzim bromelin
mengandung 212 asam amino residu, temasuk tujuh sistein, satu yang terlibat dalam katalisis. pH
optimum aktivitas enzim bromelin yaitu 6-8,5 untuk substrat yang lebih, dan suhu optimum
aktivitas enzim bromelin berkisar antara 50 hingga 60oC (Zbigniew Grzonka, dkk., 2007)
Injeksi Enzim
Daging atau bahan lain yang dijadikan sumber substrat bagi enzim, reaksinya dipengaruhi oleh
berbagai hal seperti pH, suhu, jumlah substrat, konsentrasi enzim. Pada enzim yang dengan
sengaja direaksikan pada sumber substratnya ternyata memiliki faktor lain yang mempengaruhi

kecepatan reaksinya, yaitu luas permukaan dan ketebalan sumber substrat tersebut. Misalnya
daging sapi yang direndam pada ekstrak/sari buah nanas atau buah pepaya sapi agar tekstur
daging sapi yang dihasilkan tidak alot. Akan tetapi didapatkan bahwa bagian dalam daging, yang
memiliki ketebalan yang cukup tebal, memiliki tekstur yang masih alot dan warnanya tidak sama
seperti yang di bagian luar. Hal ini memungkinkan adanya reaksi yang secara terus menerus di
bagian luar karena dapat dengan mudah melakukan kontak, akan tetapi di bagian dalam sulit
dijangkau oleh enzim karena memerlukan waktu yang lebih lama untuk merembes terlebih
dahulu pada setiap jaringan baru kemudian dapat bereaksi dengan bagian dalam atau tengah
daging.
Hal ini ditunjukkan pada saat praktikum, baik pada daging yang direndam sari buah nanas
maupun sari buah pepaya. Hanya bagian luar (permukaan) saja yang umumnya mengalami
perubahan baik dari warna maupun teksturnya. Semakin lama waktu yang digunakan pada saat
perendaman maka semakin banyak jaringan yang tertembus oleh sari buah tersebut. Dan
pencapaian enzim bereksi dengan seluruh jaringan pada daging semakin meningkat. Akan tetapi
bagian luarnya menjadi lebih banyak reaksi dibandingkan dengan yang bagian dalam. Hal ini
menyebabkan kematangan atau kealotan atau perubahan warna yang tidak merata pada daging.
Untuk mendapatkan tekstur dan warna yang merata maka dapat digunakan suatu metode
bernama injeksi enzim dan disertai dengan perendaman juga. Metode injeksi ini dapat
menggunakan injeksi yang berisi sari buah (baik sari buah nanas maupun sari buah pepaya)
kemudian diinjeksikan ke potongan daging, kemudian rendama juga dalam sari buah tersebut.
Dengan injeksi enzim akan membuat tekstur dan warnanya merata. Tekstur yang dihasilkan
bukan hanya empuk di luar, akan tetapi di bagian dalamnya juga. Hal ini akan menyebabkan
tingkat kesukaan konsumen terhadap konsumsi daging meningkat. Begitu juga dengan warna
yang dihasilkan akan merata. Dari yang warna awalnya merah keunguna menjadi merah pucat
secara merata. Fungsi perendaman juga bukan hanya meratakan keempukan daging, tetapi
mencegah terjadinya oksidasi mioglobin yang menyebabkan warnanya menjadi merah cerah
bahkan hingga coklat, kuning, atau tidak berwarna.
Mioglobin merupakan pigmen yang menentukan warna daging segar. Mioglobin adalah pigmen
yang berwarna merah keunguan yang dapat mengalami perubahan bentuk akibat reaksi kimia.
Proses pada oksigenasi mioglobin akan mengakibatkan terbentuknya oksimioglobin yang
berwarna merah cerah. Reaksi oksidasi besi dalam mioglobin atau oksimioglobin akan
mengubah keduanya menjadi metmioglobin yang berwarna coklat (Tien R. Muchtadi, 2011).
Pengaruh Enzim Papain dan Bromelin pada Tekstur dan Warna Daging
Berdasarkan hasil pengamatan diketahui bahwa terjadi perubahan pada daging yang direndam
dalam ekstrak nanas yang mengandung enzim bromelin. Pada suhu 4 0C semakin lama waktu

perendaman, tekstur pada daging semakin empuk sedangkan warna yang dihasilkan semakin
memucat, warna merah pada daging memudar. Perubahan yang terjadi pada suhu 4 0C sama
halnya dengan perubahan yang terjadi di suhu 28 0C, semakin lama perendaman tekstur semakin
melunak sedangkan warna semakin memucat, merah pada daging berubah menjadi warna
keunguan. Sementara itu pada suhu 400C proses pengempukan tekstur pada daging hanya sampai
di menit ke-60, setelahnya tekstur pada daging cenderung tetap, sedangkan warna yang
dihasilkan semakin memudar.
Perubahan tekstur keempukan yang terjadi pada daging yang direndam dalam ekstrak nanas yang
mengandung enzim bromelin ini disebabkan pada terjadinya aksi proteolisis pada berbagai fraksi
protein daging oleh enzim bromelin dari nenas yang memecah molekulmolekul protein menjadi
asam amino yang lebih kecil dan juga merusak ikatan kimiawi pada daging sehingga daging
menjadi lunak. Enzim ini merupakan enzim protease (pemecah protein) yang dapat memutuskan
rantai asam amino (ikatan peptida) tertentu dalam kolagen daging yang alot sehingga akan
memperoleh daging yang empuk (Winarno, 1983; Yandri, 1998 dalam Purnamasari, dkk, 2012).
Menurut Lee et al., (1994) dalam Dhiah Putri Utami (2010), enzim protease berfungsi
mengempukkan daging, karena protein pada jaringan ikat dan fragmentasi miofibril dengan
degradasi pada filamen-filamen akan terhidrolisis. Enzim protease yang digunakan semakin
meningkat dapat meningkatkan hidrolisa protein-protein daging. Istika (2009) dalam Dhiah Putri
Utami (2010) menyatakan protein (kolagen dan miofibril) terhidrolisis menyebabkan hilangnya
ikatan antar serat dan pemecahan serat menjadi fragmen yang lebih pendek, menjadikan serat
otot lebih mudah terpisah sehingga daging lebih empuk. Ekstrak buah nanas yang ditambahkan
semakin banyak, maka jaringan ikat yang terhidrolisis semakin banyak dan daging lebih empuk.
Jaringan ikat yang penting adalah serabut kolagen. Serabut kolagen mengandung protein kolagen
yang berwarna putih dan bersifat terhidrolisis oleh panas (Taufik, 2006 dalam Dhiah Putri Utami,
2010). Terdapat tiga hal yang mempengaruhi proses pelunakan daging karena pemasakan yaitu
lemak pada daging meleleh dan memberikan tiga kontribusi terhadap pelunakan daging yaitu
jaringan penghubung kolagen menjadi terlarut, serat-serat otot terpisah dan jaringan menjadi
lebih lunak (Lawrie, 2003 dalam Dhiah Putri Utami, 2010). Menurut Widodo (2010) dalam
Dhiah Putri Utami (2010) panas diperlukan bahan makanan menjadi matang. Pada saat bagian
dalam daging mencapai suhu 60oC akan terjadi perubahan jaringan ikat elastin akan mengkerut
sehingga cairan dalam daging akan keluar. Bersamaan dengan itu jaringan ikat kolagen secara
bertahap akan berubah menjadi gelatin kemudian larut ke dalam cairan yang menyebabkan
serabut daging menjadi terurai sehingga daging menjadi lunak.
Sedangkan perubahan warna daging merupakan hasil kerja enzim Bromelin yang mampu
memperbaiki status kimia mioglobin serta komponen fisik dalam. Sebagaimana Haryanto dan
Hendarto (1996) dalam Purnamasari, dkk (2012) menyatakan bahwa perasan buah nenas berguna

untuk meningkatkan kualitas daging (melunakan serta mempertahankan) warna, cita rasa daging
selama penyimpanan.
Seperti halnya reaksi kimia yang dipengaruhi oleh suhu maka aktivitas katalis enzim juga
dipengaruhi oleh suhu enzim. Sebagian protein akan mengalami denaturasi bila suhunya
dinaikkan yang mengakibatkan konsentrasi efektif enzim akan menurun dan daya kerja enzim
akan menurun pula. Suhu optimum enzim bromelin adalah 50 sampai 60oC, tetapi pada kisaran
30 sampai 60oC enzim masih bisa bekerja dengan baik (Winarno et al., 1980 dalam Dhiah Putri
Utami, 2010). Hal tersebut adalah menjadi salah satu sebab bahwa pada suhu 60 0C tidak terjadi
perubahan tekstur setelah menit ke-60 hal ini dikarenakan enzim telah mencapi suhu
optimumnya.
Menurut Fisher (2009) dalam Dhiah Putri Utami (2010) faktor yang sangat berpengaruh terhadap
kecepatan hidrolisis yaitu konsentrasi enzim yang ditambahkan, waktu hidrolisis (inkubasi), dan
suhu. Astutiamins (2009) dalam Dhiah Putri Utami (2010) menyatakan pertambahan konsentrasi
enzim akan menaikkan kecepatan reaksi (hidrolisis jaringan ikat), pada batas konsentrasi tertentu
tidak terjadi kenaikan jumlah jaringan ikat yang terhidrolisis walaupun konsentrasi enzim
diperbesar. Arindradita (2009) dalam Dhiah Putri Utami (2010) menyatakan waktu hidrolisis
merupakan faktor yang berpengaruh terhadap banyaknya jaringan ikat yang terhidrolisis, waktu
yang lebih lama menyebabkan jaringan ikat yang terhidrolisis lebih banyak. Penambahan enzim
pada kosentrasi tertentu membutuhkan waktu untuk inkubasi tertentu. Reaksi katalis juga lebih
cepat apabila suhu dinaikkan, enzim umumnya hanya berlaku sampai suhu 60 oC, di atas suhu ini
akan menonaktifkan enzim, enzim menjadi lambat dan terhenti pada suhu 70 sampai 80 oC, hal
ini sesuai dengan hasil penelitian Sebayang (2006) dalam Dhiah Putri Utami (2010) enzim
ekstrak buah nanas pada suhu 60oC masih menunjukkan aktivitas, pemasakan pada suhu 50 dan
60oC enzim memiliki aktivitas hampir sama. Siswanto dan Soedarto (2008) dalam Dhiah Putri
Utami (2010) menyatakan peningkatan panas (suhu) sampai batas tertentu akan meningkatkan
aktivitas enzim dalam hidrolisis protein. Menurut hasil penelitian Nurhasanah dan Herasari
(2008) dalam Dhiah Putri Utami (2010) suhu yang lebih rendah dari suhu optimum, aktivitas
enzim juga rendah dan sebaliknya. Pada penelitian ini hubungannya belum tampak nyata. Tidak
adanya interaksi antara penambahan ekstrak buah nanas dan waktu pemasakan terhadap nilai
keempukan daging dimungkinkan karena faktor tersebut.
Dan berdasarkan hasil pengamatan pada daging yang direndam dalam ekstrak pepaya yang
mengandung enzim papain, diketahui bahwa terjadi perubahan tekstur dan warna pada daging.
Lain halnya dengan enzim bromelin, pada suhu 40C semakin lama perendaman tekstur pada
daging bukan semakin empuk melainkan semakin alot, hal yang sama terjadi pada suhu 28 0C
tekstur yang dihasilkan semakin alot seiring dengan lamanya perendaman. Sementara itu pada
suhu 400C berbeda dengan yang terjadi pasa suhu 4 dan 280C, di suhu ini tekstur pada daging
yang direndam di ekstrak pepaya yang megandung enzim papain semakin empuk seiring dengan
lamanya perendaman. Hal ini berarti bahwa suhu optimum enzim papain adalah 40 0C. Menurut

Ionescu et al. (2005) dalam Ika Mardiyani (2011) enzim papain memotong ikatan peptida pada
residu Arg, Lys, dan Giy. Sebanyak 42% residu ini mengakibatkan perubahan pada struktur
miofibril yang terdiri dari protein aktin dan miosin. Soeparno (2005) dalam Ika Mardiyani (2011)
menyatakan perubahan struktur miofibrial mempengaruhi keempukan daging. Suhartatik (2002)
dalam Ika Mardiyani (2011) menambahkan bahwa peningkatan keempukan terjadi karena
melemahnya ikatan kepala miosin ke aktin. Oleh karenanya, enzim papain dapat meningkatkan
keempukan daging dan terjadi peningkatan keempukan daging dengan semakin meningkatnya
dosis hal ini karena perubahan struktur miofibril menjadi rantai peptida yang lebih pendek
(Istika, 2009 dalam Ika Mardiyani, 2011).
Berdasarkan hasil pengamatan pada menit ke-30, enzim papain optimal pada suhu 28 0C,
sementara itu pada menit ke-60 suhu optimum enzim papain adalah pada suhu 40 0C dan pada
menit ke-90 suhu optimum enzim papain adalah di suhu 40 0C. Sementara itu pada enzim
bromelin, suhu optimum di menit ke-30 adalah 400C, sedangkan di menit ke-60 suhu optimum
enzim bromelin adalah suhu 40C dan di menit ke-90 suhu optimum enzim bromelin adalah 40C.
Dalam hal ini optimum yang dimaksud adalah kemampuan enzim untuk bereaksi mengempukan
daging. Kecepatan reaksi enzim dipengaruhi oleh beberapa faktor yakni subtrat, pH (keasaman),
waktu, jumlah enzim, suhu dan produk akhir (Winarno, 1983 dalam Purnamasari, dkk, 2012).
Lamanya waktu kerja enzim juga mempengaruhi keaktifannya. Kecepatan katalis enzim akan
meningkat dengan lamanya waktu reaksi (Ferdiansyah, 2005 dalam Dhiah Putri Utami, 2010).
Ketika daging direndam oleh ekstrak enzim terjadi perubahan yang jelas pada tekstur dan warna,
namun pada beberapa perlakuan suhu dan waktu daging yang mengalami perubahan tekstur dan
warna tersebut mengalami perubahan kembali ketika dilakukan penyimpanan kontak langsung
dengan udara. Salah satu sebabnya adalah karena terjadinya oksidasi mioglobin. Mioglobin yang
merupakan pigmen pada otot daging, juga dapat mengalami oksidasi. Jika mioglobin mengalami
oksidasi berlebihan maka berubah menjadi metmioglobin yang berwarna coklat. Hal itu
menandakan bahwa daging mengalami kerusakan.
Jika dibandingkan antara enzim papain dan bromelin, dapat disimpulkan bahwa pada proses
pengempukan daging enzim yang paling optimum untuk menjadikan tekstur empuk pada daging
adalah enzim bromelin.
https://yunisuryani2013.wordpress.com/2015/07/23/aplikasi-enzim-papain-danbromelin-pada-pengempukan-daging/

Вам также может понравиться