Вы находитесь на странице: 1из 25

Tutorial Klinik

ILMU PENYAKIT MATA


KONJUNGTIVITIS ALERGI

Disusun Oleh :
Afifah Novita Yuliastuti

G99152006

Novy Wahyunengsi Lowa

G99152001

Kartika Yuliana Putri

G99152012

Annisa Pertiwi

G99152017

Sabila Fatimah

G99152021

Pembimbing
Dr. Senyum Indrakila, dr., Sp.M

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT MATA


FAKULTAS KEDOKTERAN UNS / RSUD DR. MOEWARDI
SURAKARTA
2016

BAB I
PENDAHULUAN
Konjungtiva merupakan membran yang tipis dan transparan melapisi bagian
anterior dari bola mata (konjungtiva bulbi), serta melapisi bagian posterior dari
palpebra (konjungtiva palpebrae). Karena letaknya paling luar itulah sehingga
konjungtiva sering terpapar terhadap banyak mikroorganisme dan faktor lingkungan
lain yang mengganggu. Salah satu penyakit konjungtiva yang paling sering adalah
konjungtivitis.1
Konjungtivitis adalah peradangan selaput bening yang menutupi bagian putih
mata dan bagian dalam kelopak mata. Konjungtivitis adalah penyakit mata paling
umum di dunia. Penyakit ini bervariasi dari hiperemi ringan dengan berair mata
sampai konjungtivitis berat dengan banyak sekret purulen kental. Penyebabnya
umumnya eksogen namun dapat endogen, salah satu di antaranya disebabkan oleh
alergi.2
Konjungtivitis alergi merupakan bentuk radang konjungtiva akibat reaksi
alergi terhadap noninfeksi, dapat berupa reaksi cepat seperti alergi biasanya dan
reaksi lambat sesudah beberapa hari kontak seperti pada reaksi terhadap obat, bakteri
dan toksik. Di negara-negara maju, 20-30% populasi mempunyai riwayat alergi, dan
50% individual tersebut mengidap konjungtivitis alergi. Konjungtivitis alergi bisa
berlangsung dari peradangan ringan seperti konjungtivitis alergi musiman atau bentuk
kronik yang berat seperti keratokonjungtivitis alergi.3,4
Insidensi konjungtivitis di Indonesia berkisar antara 2-75%. Data perkiraan
jumlah penderita penyakit mata di Indonesia 10% dari seluruh golongan umur
penduduk per tahun dan pernah menderita konjungtivitis. Data lain menunjukkan
bahwa dari 10 penyakit mata utama, konjungtivitis menduduki tempat kedua (9,7%)
setelah kelainan refraksi (25,35%).3

BAB II
STATUS PASIEN
I. IDENTITAS
Nama

: sdr. SN

Umur

: 25 tahun

Jenis Kelamin

: Perempuan

Agama

: Islam

Pekerjaan

: Karyawan swasta

Alamat

: Cibungur, Parungponteng, Tasikmalaya, Jawa Barat

Tanggal periksa

: 13 Oktober 2016

No. RM

: 01-35-60-62

Cara Pembayaran

: Umum

II. ANAMNESIS
A. Keluhan utama : Mata kanan dan kiri terasa gatal sejak 1 bulan yang lalu
B. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke Poliklinik Mata RS Dr. Moewardi dengan keluhan mata
kanan dan kirinya terasa gatal disertai nyeri sejak 1 bulan yang lalu. Keluhan
mata gatal terutama dirasakan saat terkena debu dan beraktivitas. Selain itu
pasien juga mengeluhkan nrocos, keluar blobok berwarna putih, dan terasa
silau saat melihat cahaya di siang hari. Pasien tidak mengeluhkan adanya
pandangan kabur. Mata merah (-/-), Mata terasa gatal (+/+), cekot-cekot (-/-),
nyeri (-/-), nyerocos (+/+), blobok (-/-), terasa mengganjal (-/-), pusing (-/-).

C. Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat sakit serupa

: disangkal

Riwayat kencing manis

: disangkal

Riwayat hipertensi

: disangkal

Riwayat trauma

: disangkal

Riwayat alergi obat

Riwayat konsumsi obat

Riwayat operasi mata

dan makanan : positif (+) alergi dingin


: disangkal
: disangkal

D. Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat sakit serupa

Riwayat kencing manis

: disangkal

Riwayat hipertensi

: disangkal

Riwayat alergi obat

: disangkal

dan makanan : ibu alergi makanan

E. Kesimpulan
Anamnesis
OD
Inflamasi
Konjungtiva
Alergi
Akut
Belum ditemukan

Proses
Lokalisasi
Sebab
Perjalanan
Komplikasi

OS
Inflamasi
Konjungtiva
alergi
Akut
Belum ditemukan

III. PEMERIKSAAN FISIK


A. Kesan umum
Keadaan umum baik E4V5M6, gizi kesan cukup
T = 120/80 mmHg

N = 76x/menit RR = 18x/menit S= 36,70C

B. Pemeriksaan subyektif
Visus sentralis jauh

OD
6/6

OS
6/6

Pinhole

tidak dilakukan

tidak dilakukan

Refraksi

tidak dilakukan

tidak dilakukan

Konfrontasi test

tidak dilakukan

tidak dilakukan

Proyeksi sinar

tidak dilakukan

tidak dilakukan

Merah

tidak dilakukan

tidak dilakukan

Hijau

tidak dilakukan

tidak dilakukan

Tanda radang

tidak ada

tidak ada

Luka

tidak ada

tidak ada

Parut

tidak ada

tidak ada

Kelainan warna

tidak ada

tidak ada

Kelainan bentuk

tidak ada

tidak ada

Warna

hitam

hitam

Tumbuhnya

normal

normal

sawo matang

sawo matang

dalam batas normal

dalam batas normal

Visus Perifer

Persepsi Warna

C. Pemeriksaan Obyektif
1. Sekitar mata

2. Supercilium

Kulit
Geraknya

3. Pasangan Bola Mata dalam Orbita


Heteroforia

tidak ada

tidak ada

Strabismus

tidak ada

tidak ada

Pseudostrabismus

tidak ada

tidak ada

Exophtalmus

tidak ada

tidak ada

Enophtalmus

tidak ada

tidak ada

Anopthalmus

tidak ada

tidak ada

Mikrophtalmus

tidak ada

tidak ada

Makrophtalmus

tidak ada

tidak ada

Ptosis bulbi

tidak ada

tidak ada

Atrofi bulbi

tidak ada

tidak ada

Buftalmus

tidak ada

tidak ada

Megalokornea

tidak ada

tidak ada

Mikrokornea

tidak ada

tidak ada

Temporal superior

dalam batas normal

dalam batas normal

Temporal inferior

dalam batas normal

dalam batas normal

Temporal

dalam batas normal

dalam batas normal

Nasal

dalam batas normal

dalam batas normal

Nasal superior

dalam batas normal

dalam batas normal

Nasal inferior

dalam batas normal

dalam batas normal

dalam batas normal

dalam batas normal

Edema

tidak ada

tidak ada

Hiperemis

tidak ada

tidak ada

Edema

tidak ada

tidak ada

Hiperemis

tidak ada

tidak ada

Entropion

tidak ada

tidak ada

Ekstropion

tidak ada

tidak ada

4. Ukuran bola mata

5. Gerakan Bola Mata

6. Kelopak Mata
Gerakan

Tepi kelopak mata

7. Sekitar saccus lakrimalis


Edema

tidak ada

tidak ada

Hiperemis

tidak ada

tidak ada

8. Sekitar Glandula lakrimalis


Edema

tidak ada

tidak ada

Hiperemis

tidak ada

tidak ada

kesan normal

kesan normal

tidak dilakukan

tidak dilakukan

9. Tekanan Intra Okuler


Palpasi
Tonometer Schiotz
10. Konjungtiva
Konjungtiva palpebra superior
Edema

tidak ada

tidak ada

Hiperemis

ada

ada

Sekret

ada

ada

tidak ada

tidak ada

ada

ada

Sikatrik
Papil

Konjungtiva palpebra inferior


Edema

tidak ada

tidak ada

Hiperemis

ada

ada

Sekret

ada

ada

tidak ada

tidak ada

Cobble stone

ada

ada

Hipertrofi Papil

ada

ada

tidak ada

tidak ada

Hiperemis

ada

ada

Sekret

ada

ada

Sikatrik

Konjungtiva Fornix
Edema

Sikatrik

tidak ada

tidak ada

Pterigium

tidak ada

tidak ada

Edema

tidak ada

tidak ada

Hiperemis

tidak ada

tidak ada

Sekret

tidak ada

tidak ada

Injeksi konjungtiva

tidak ada

tidak ada

Injeksi siliar

tidak ada

tidak ada

Konjungtiva Bulbi

Caruncula dan Plika Semilunaris


Oedem

tidak ada

tidak ada

Hiperemis

tidak ada

tidak ada

Sikatrik

tidak ada

tidak ada

agak hiperemis

agak hiperemis

tidak ada

tidak ada

Ukuran

12 mm

12 mm

Limbus

normal

11. Sklera
Warna
Penonjolan
12. Kornea
normal

Permukaan

rata, mengkilat

rata, mengkilat

Sensibilitas

normal

normal

Keratoskop (Placido)

tidak dilakukan

tidak dilakukan

Fluoresin Test

tidak dilakukan

tidak dilakukan

Arcus senilis

(-)

(-)

Isi

jernih

jernih

Kedalaman

dalam

dalam

13. Kamera Okuli Anterior

14. Iris
9

Warna

coklat

coklat

Bentuk

bulat

bulat

Kripte

positif

positif

Ukuran

3 mm

3 mm

Bentuk

bulat

bulat

Tempat

sentral

sentral

(+)

(+)

15. Pupil

Reflek direk
Reflek indirek

(+)

(+)

Reflek konvergensi

baik

baik

Ada/tidak

ada

ada

Kejernihan

jernih

jernih

Letak

sentral

sentral

16. Lensa

Shadow test

tidak dilakukan

tidak dilakukan

tidak dilakukan

tidak dilakukan

17. Corpus vitreum


Kejernihan

IV. KESIMPULAN PEMERIKSAAN


Visus Sentralis Jauh
Pinhole
Sekitar mata
Supercilium
Pasangan bola mata dalam

OD
6/6
tidak dilakukan
dalam batas normal
dalam batas normal
dalam batas normal

OS
6/6
tidak dilakukan
dalam batas normal
dalam batas normal
dalam batas normal

orbita
Ukuran bola mata
Gerakan bola mata
Kelopak mata
Sekitar saccus lakrimalis
Sekitar glandula lakrimalis
Tekanan Intra Okuler

dalam batas normal


dalam batas normal
dalam batas normal
dalam batas normal
dalam batas normal
kesan normal

dalam batas normal


dalam batas normal
dalam batas normal
dalam batas normal
dalam batas normal
kesan normal

10

Konjungtiva palpebra
Konjungtiva forniks
Konjungtiva bulbi
Sklera
Kornea
Camera oculi anterior
Iris
Pupil
Lensa
Corpus vitreum
VII. GAMBAR

Hiperemis, sekret, cobble

Hiperemis, sekret, coble

stone, hipertrofi papil


Hiperemis, sekret
dalam batas normal
Agak Hiperemis
dalam batas normal
dalam batas normal
dalam batas normal
dalam batas normal
dalam batas normal
tidak dilakukan

stone, hipertrofi papil


Hiperemis, sekret
dalam batas normal
Agak Hiperemis
dalam batas normal
dalam batas normal
dalam batas normal
dalam batas normal
dalam batas normal
tidak dilakukan

Gambar 1. Oculi Dextra

Gambar 2. Oculi Sinistra

11

VIII. DIAGNOSIS BANDING


1. Konjungtivitis viral
2. Iritasi konjungtiva bulbi
IX. DIAGNOSIS
ODS konjungtivitis alergi
X. TERAPI
Medikamentosa : Convers 2% Eye Drop 4 dd gtt I ODS
Cetirizine 50 mg tablet 2x1
Flumetholone Eye Drop 2 dd gtt I ODS
Non Medikamentosa :
Memberikan komunikasi, informasi, dan edukasi kepada pasien agar :
Jangan mengucek matanya
Menjaga kebersihan mata
Hindari paparan debu terutama saat berkendara
Kompres dingin untuk mengurangi keluhan
XI. PROGNOSIS
Ad vitam
Ad sanam

OD

OS

bonam

bonam

bonam

bonam

Ad fungsionam

bonam

bonam

Ad kosmetikum

bonam

bonam

12

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Konjungtivitis merupakan radang konjungtiva atau radang selaput lendir
yang menutupi belakang kelopak (konjuntiva palpebra) dan bola mata
(konjungtiva bulbaris), dalam bentuk akut maupun kronis2. Gejala yang
ditimbulkan berupa dilatasi pembuluh darah konjungtiva yang menyebabkan
hiperemi dan edema pada konjungtiva, biasanya diikuti dengan sekret.
Konjungtivitis diklasifikasikan ke dalam 2 tipe yaitu infeksi dan non-infeksi.
Konjungtivitis tipe infeksi disebabkan oleh bakteri atau virus, sedangkan tipe
non-infeksi biasanya disebabkan oleh alergi, iritasi, reaksi imun dan neoplasma.5
B. Epidemiologi
Prevalensi konjungtivitis dapat bervariasi tergantung pada penyebab yang
mendasarinya, serta dapat dipengaruhi oleh usia dan musim. Konjungtivitis viral
paling banyak terjadi dibandingkan tipe infeki lainnya, diikuti dengan
konjungtivitis bakterial. Konjungtivitis bakterial lebih banyak menyerang pada
anak-anak. Konjungtivitis tipe non-infeksi yang paling banyak terjadi adalah
konjungtivitis alergi dan biasanya terjadi pada musim tertentu.
C. Anatomi Konjungtiva
Konjungtiva merupakan selaput lendir tipis dan transparan yang melapisi
kelopak mata bagian posterior dan bola mata bagian anterior sampai limbus.
Konjungtiva terbagi menjadi 4 bagian yaitu bagian palpebral, bulbar yang
menutupi bola mata, forniks dan lipatan semilunar medial (Gambar 3).
Konjungtiva palpebra memiliki vaskularisasi bersama dengan kelopak mata,
sedangkan konjungtiva bulbar divaskularisasi oleh arteri siliaris anterior. Saraf
yang menginervasi konjungtiva berasal dari N. Trigeminus oftalmika cabang
infraorbital, supraorbital, lakrimal dan supratroklear.6
Epitel konjungtiva memiliki tebal hanya 2-5 sel dan berlanjut sebagai
epitel kornea pada bagian limbus. Konjungtiva bulbar tersusun atas epitel
13

skuamous berlapis tanpa keratin, sedangkan pada bagian forniks dan tarsal
tersusun atas epitel kuboid dan kolumnar. Pada bagian basal epitel konjungtiva
terdapat sel-sel goblet yang berperan saat terjadi reaksi inflamasi dengan
mensekresikan komponen musin. Komponen ini bersifat membasahi bola mata
terutama kornea. Sel-sel ini tersebar di seluruh bagian konjungtiva dan lebih
banyak pada bagian forniks dan palpebra. Melanosit, sel langerhans dan limfosit
intraepitelial juga terdapat pada epitel konjungtiva. Di bawah epitel terdapat
struktur longgar yang disebut sebagai substansia propia dan tersusun atas
beberapa tipe sel yang berperan dalam respon imun (sel mast, sel plasma,
eosinofil, dan limfosit) serta terdapat jaringan vaskular di sela susunan antar sel.
Paparan infeksi atau alergen terus menerus pada lapisan ini dapat menimbulkan
reaksi inflamasi.6
Lapisan di bawah konjungtiva berupa jaringan fibroelastik yang disebut
sebagai kapsul Tenon yang mengelilingi bola mata dari corneoscleral junction
sampai nervus optikus. Kapsul Tenon pada anak-anak lebih tebal dari pada
dewasa dan mengandung lebih banyak fibroblast.6

Gambar 3. Anatomi Konjungtiva

14

D. Klasifikasi
Konjungtivitis diklasifikasikan ke dalam 2 tipe yaitu infeksi dan noninfeksi. Konjungtivitis tipe infeksi disebabkan oleh bakteri atau virus, sedangkan
tipe non-infeksi biasanya disebabkan oleh alergi, iritasi, reaksi imun dan
neoplasma.
1. Konjungtivitis tipe Infeksi
a. Konjuntivitis bakterial
Konjungtivitis bakterial disebabkan oleh infeksi stafilokokus,
gonokokus, meningokokus, hemofilus dan Escherchia coli memberikan
gejala sekret mukopurulen dan purulen, kemosis konjungtiva, edema
kelopak, kadamg-kadang disertai keratitis dan blefaritis. Konjungticitis
bakteri mudah menular pada satu mata ke mata sebelahnya dan
menyerang ke orang lain. Terdapat 2 bentuk konjungtivitis akut (dapat
sembuh sekitar 14 hari) dan biasanya sekunder terhadap penyakit
palpebra/obstruksi duktus nasolakrimalis2
b. Konjungtivitis Viral
Sekitar lebih dari 80% penyebab konjungtivitis adalah diakibatkan
oleh infeksi virus. Penyebab paling sering adalah adenovirus.5 Gejala
khas yang ditimbulkan adalah mata berair, mata merah dan gatal.
Konjungtivitis viral akut yang disebabkan adenovirus tipe 8 dapat
memberikan reaksi folikuler di konjungtiva tarsal. Gejala lain yaitu
nodus limfatikus aurikuler membesar. Konjungtivitis viral merupakan
self-limiting disease sehingga tidak membutuhkan terapi antibiotik
kecuali jika muncul infeksi bakteri sekunder.7
2. Konjungtivitis tipe Non-Infeksi
a. Konjungtivitis Alergi
Bentuk radang konjungtiva akibat reaksi alergi dapat berupa
reaksi cepat seperti alergi biasa dan reaksi lambat sesudah beberapa hari
terpapar. Tipe ini merupakan reaksi antibodi humoral terhadap alergen,
biasanya dengan riwayat atopi seperti rinitis alergi dan asma. Gejala
utama penyakit ini adalah radang (merah, sakit, bengkak dan panas),
gatal, silau berulang dan sudah terjadi menahun. Konjungtivitis alergi
15

biasanya dapat sembuh sendiri namun dapat memberikan keluhan yang


memerlukan pengobatan2.
b. Konjungtivitis yang berhubungan dengan penyakit sistemik
Beberapa penyakit sistemik seperti pemfigoid, Sindroma
Sjgren, Penyakit Kawasaki, dan Sindroma Steven-Johnson dapat
memberikan gejala konjungtivitis seperti mata merah dan sekret7.
E. Patofisiologi
Konjungtivitis terjadi karena kerusakan jaringan akibat masuknya benda
asing ke dalam konjunctiva akan memicu suatu kompleks kejadian yang
dinamakan respon radang atau inflamasi. Tanda-tanda terjadinya inflamasi pada
umumnya adalah kalor (panas), dolor (nyeri), rubor (merah), tumor (bengkak)
dan fungsiolesa.
Masuknya benda asing ke dalam konjungtiva tersebut pertama kali akan
di respon oleh tubuh dengan mengeluarkan air mata Air mata diproduksi oleh
Apartus Lakrimalis, berfungsi melapisi permukaan konjungtiva dankornea
sebagai Film air mata. Fungsi air mata:
1.
2.
3.
4.
5.

Menghaluskan permukaan air kornea


Memberi nutrisi pada kornea
Anti bakteri
Perlindungan mekanik terhadap benda asing
Lapisan Akuos (berada di tengah)
Terjadinya suatu peradangan pada konjungtiva juga akan menyebabkan

vasokonstriksi segera pada area setempat, peningkatan aliran darah ke lokasi


(vasodilatasi) dalam hal ini adalah a. ciliaris anterior dan a. palpebralis sehingga
mata terlihat menjadi lebih merah, terjadi penurunan velocity aliran darah ke
lokasi radang (leukosit melambat dan menempel diendotel vaskuler), terjadi
peningkatan adhesi endotel pembuluh darah (leukosit dapat terikat pada endotel
pembuluh darah), terjadi peningkatan permeabilitas vaskuler (cairan masuk
ke jaringan), fagosit masuk jaringan (melalui peningkatan marginasi dan
ekstravasasi), pembuluh darah membawa darah membanjiri jaringan kapiler
16

jaringan memerah (rubor) dan memanas (kalor), peningkatan permeabilitas


kapiler, masuknya cairan dan sel darikapiler ke jaringan terjadi akumulasi cairan
(eksudat) dan bengkak (edema), peningkatan permeabilitas kapiler, penurunan
velocity darah dan peningkatan adhesi, dan migrasi leukosit(terutama fagosit)
dari kapiler ke jaringan.
Inflamasi diawali oleh kompleks interaksi mediator-mediator kimiawi
yakni:
1. Histamin
Dilepaskan oleh sel merangsang vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas
kapiler.
2. Lekotrin
Dihasilkan dari membran sel meningkatkan kontraksi otot polos mendorong
kemotaksisuntuk netrofil.
3. Prostaglandin
Dihasilkan dari membran sel meningkatkan vasodilatasi, permeabilitas
vaskuler mendorong kemotaksis untuk neutrofil.
4. Platelet aggregating factors
Menyebabkan agregasi platelet mendorong kemotaksis untuk neutrofil
5. Kemokin
Dihasilkan oleh sel pengatur lalu lintas lekosit di lokasi inflamasi) beberapa
macamkemokin: IL-8 (interleukin-8), RANTES (regulated upon activation
normal T cellexpressed and secreted), MCP (monocyte chemoattractant
protein).
6. Sitokin
Dihasilkan oleh sel-sel fagosit di lokasi inflamasi pirogen endogen yang
memicudemam melalui hipotalamus, memicu produksi protein fase akut oleh
hati, memicu peningkatan hematopoiesis oleh sumsum tulang : leukositosis
beberapa macamsitokin yaitu: IL-1 (interleukin-1), IL-6 (interleukin-6),
TNF-a (tumor necrosis factor alpha).
7. Mediator lain (dihasilkan akibat proses fagositosis). Beberapa mediator lain:
nitrat oksida, peroksida dan oksigen radikal. Oksigen dan nitrogen
merupakan intermediat yang sangat toksik untuk mikroorganisme
Pada konjungtivitis alergi dapat berupa reaksi hipersensitivitas tipe 1 (tipe
cepat) yang berlaku apabila individu yang sudah tersentisisasi sebelumnya
17

berkontak dengan antigenyang spesifik. Respon alergi pada mata merupakan


suatu rangkaian peristiwa yangdikoordinasi oleh sel mast. Beta chemokins
seperti eotaxin dan MIP-alpha diduga memulaiaktifasi sel mast pada permukaan
mata. Ketika terdapat suatu alergen, akan terjadi sensitisasi yang akan
mempersiapkan sistem tubuh untuk memproduksi respon antigen spesifik. Sel
Tyang berdiferensisasi menjadi sel TH2 akan melepaskan sitokin yang akan
merangsang produksi antigen spesifik imunoglobulin E (IgE). IgE akan berikatan
dengan IgE reseptor pada permukaan sel mast. Kemudian smemicu pelepasan
sitokin, prostaglandin dan plateletactivating factor. Sel mast menyebabkan
peradangan dan gejala-gejala alergi yang diaktivasioleh sel inflamasi. Ketika
histamin dilepaskan oleh sel mast. Histamin akan berikatan denganreseptor H1
pada ujung saraf dan menyebabkan gejala pada mata berupa gatal. Histamin
jugaakan akan berikatan dengan reseptor H1 dan H2 pada pembuluh darah
konjungtiva danmenyebabkan vasodlatasi. Sitokin yang dipicu oleh sel mast
seperti chemokin, interleukin IL-8 terlibat dalam memicu netrofil.Sitokin TH2
seperti IL-5 akan memicu eosinofil dan IL-4,IL-6,IL-13 yang akan memicu
peningkatan sensitivitas 8.

F. Tanda Konjungtivitis
Gejala klinis konjungtivitis

alergi

berbeda-beda

sesuai

dengan

subkategorinya. Pada konjungtivitis alergi musiman dan alergi tumbuh-tumbuhan


keluhan utama adalah gatal, kemerahan, air mata, injeksi ringan konjungtiva, dan
sering ditemukan kemosis berat. Pasien dengan keratokonjungtivitis vernal sering
mengeluhkan mata sangat gatal dengan kotoran mata yang berserat, konjungtiva
tampak putih susu dan banyak papila halus di konjungtiva tarsalis inferior.
Sensasi terbakar, pengeluaran sekret mukoid, merah, dan fotofobia merupakan
keluhan yang paling sering pada keratokonjungtivitis atopik. Ditemukan jupa
tepian palpebra yang eritematosa dan konjungtiva tampak putih susu. Pada kasus

18

yang berat ketajaman penglihatan menurun, sedangkan pada konjungtiviitis


papilar raksasa dijumpai tanda dan gejala yang mirip konjungtivitis vernal3.
G. Diagnosis
Diperlukan riwayat alergi baik pada pasien maupun keluarga pasien serta
observasi pada gejala klinis untuk menegakkan diagnosis konjungtivitis alergi.
Gejala yang paling penting untuk mendiagnosis penyakit ini adalah rasa gatal
pada mata, yang mungkin saja disertai mata berair, kemerahan dan fotofobia3.
H. Penatalaksanaan
1. Non medikamentosa
Penanganan dari konjungtivitis alergi adalah berdasar pada identifikasi
antigen spesifik dan eliminasi dari patogen spesifik. Terapi utama untuk alergi
adalah menghindari pencetus alergi. Penderita dan keluarganya diberikan
pendidikan untuk mampu mengenali pemicu alergi karena sifatnya sangat
individual dan alergi sangat sulit disembuhkan, hanya mampu dijaga agar
tidak muncul. Pengenalan pemicu ini sangat penting dalam penanganan reaksi
anafilaksis.
Beberapa edukasi yang dapat diberikan pada pasien antara lain:
a. Obat tetes mata untuk penggunaan di rumah tidak boleh digunakan
lebih lama dari 4 minggu setelah dibuka
b. Menghindarkan penyebab pencetus penyakit
c. Kompes dingin untuk menghilangkan edema
2. Medikamentosa
Pada penatalaksanaan farmakologis konjungtivitis alergi dapat
diberikan obat-obat seperti kortikosteroid, antiinflamasi non-steroid (AINS),
antihistamin, dan stabilisator sel mast.
a. Golongan antihistamin

19

Golongan antihistamin serta penghambat sel mast merupakan


pilihan untuk terapi konjungtivitis alergi. Antihistamin generasi lama
selalu

menimbulkan

efek

samping

sedasi/mengantuk,

seperti:

klorfeniramin maleat (CTM), dimenhidrinat, triprolidin, dan prometasin.


Antihistamin generasi baru sebagian besar tidak menimbulkan rasa
ngantuk,

seperti:

astemisol,

loratadin,

terfenadin,

dan

cetrisin.

Antihistamin biasanya diberi per oral namun juga bisa diberikan dalam
bentuk tetes mata, yang biasanya dikombinasikan dengan vasokonstriktor
untuk mengurangi kemerahan.
b. Golongan penghambat sel mast
Sedangkan penghambat sel mast yang biasanya diberikan adalah
Sodium kromolin 4% dengan dosis 1 tetes 4-6 kali sehari terbukti
bermanfaat memiliki efek profilaktis pada konjungtivitis alergika. Sodium
kromolin ini juga bermanfaat karena kemampuannya sebaga pengganti
steroid bila pasien sudah dapat dikontrol. Ini juga berarti dapat membantu
mengurangi kebutuhan akan pemakaian steroid. Sodium kromolin
berperan sebagai stabilisator sel mast, mencegah terlepasnya beberapa
mediator yang dihasilkan pada reaksi alergi tipe I, namun tidak mampu
menghambat pengikatan IgE terhadap sel maupun interaksi sel IgE
dengan antigen spesifik. Titik tangkapnya, diduga sodium kromolin
memblok kanal kalsium pada membrane sel serta menghambat pelepasan
histamine dari sel mast dengan cara mengatur fosforilasi. Biasanya
digunakan sebagai pencegahan jika penderita akan mengadakan kontak
dengan suatu alergen. Umumnya 1-2 minggu penyakitnya membaik
secara simtomatis.
c. Golongan Anti-Inflamasi Nonsteroid (AINS)
Obat ini menghambat aktivitas siklooksigenase, salah satu yang
bertanggung jawab untuk konversi asam arakidonat ke enzim
prostaglandin. Ketorolak trometamin 0,5% dan diklofenak natrium 0,1%

20

efektif dalam mengurangi tanda-tanda dan gejala berhubungan dengan


konjungtivitis alergi.
d. Golongan Kortikosteroid
Indikasi pemberian kortikosteroid topikal adalah peradangan
segmen depan bola mata. Beberapa antara lainnya adalah konjungtivitis
alergika, uveitis, episkleritis, skleritis, fliktenulosis, keratitis pungtata
superfisial, konjungtivitis vernal. Pemberian kortikosteroid ini perlu
diperhatikan karena dapat meningkatkan aktivitas virus herpes simpleks
yang menyebabkan ulkus dendritik, pada keratitis herpes simpleks dapat
menyebabkan perforasi kornea. Efek samping lainnya adalah tumbuhnya
jamur secara berlebihan. Kortikosteroid ini juga memperburuk kondisi
yang dapat berakhir hilangnya penglihatan. Penggunaan jangka lama
dapat menyebabkan glaukoma steroid sehingga pemberian kortikosteroid
ini harus dibawah pengawasan dokter. Sebagian daftar kortikosteroid
topikal untuk penggunaan oftalmologis yaitu:

Hidrokortison asetat, larutan 2,5 %.

Prednisolon asetat larutan 0,125% dan 1 %.

Prednisolon sodium fosfat, larutan 0,125 % dan 1 %.

Deksametason sodium fosfat, larutan 0,1 %.

Medrison larutan 1%.

Fluorometolon larutan 1%.

I. Komplikasi
Komplikasi pada konjungtivitis alergi sangat jarang terjadi. Namun
peradangan mata yang tidak segera ditangani atau diobati bisa menyebabkan
kerusakan pada mata atau gangguan pada mata dan menimbulkan komplikasi
berupa ulkus kornea atau keratoconus. Komplikasi konjungtivitis vernal adalah
pembentukan jaringan sikratik yang dapat mengganggu penglihatan. Pada
konjungtivitis giant papillary, iritasi kronis akan menyebabkan keratitis yaitu

21

inflamasi pada kornea dan dapat menyebabkan kebutaan permanen karena terjadi
ulserasi pada permukaan kornea. Pada keratokonjungtivitis vernal juga dapat
menyebabkan keratitis jika tidak ditatalaksana.2
J. Prognosis
Prognosis penderita konjungtivitis baik karena sebagian besar kasus dapat
sembuh spontan (self-limited disease), namun komplikasi juga dapat terjadi
apabila tidak ditangani dengan baik.3

22

BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan oftalmologi, pasien didiagnosa
dengan konjungtivitis alergi pada mata kanan dan kiri. Pada kasus ini diberikan
penatalaksanaan medikamentosa Convers 2% ED 4 dd gtt 1 dan edukasi kepada
pasien.
B. Saran

Hendaknya pasien menghapus air mata dengan bahan yang bersih dari

kontaminasi.
Menghindari memegang mata yang sakit dengan tangan atau bahan yang tidak

bersih.
Hendaknya mata yang sakit ditutup sementara waktu untuk menghindari

kontaminasi dari lingkungan luar.


Pasien diminta membatasi mobilitas/bepergian jauh sampai dengan mata
kembali normal.

23

DAFTAR PUSTAKA
1. Schwab IR, Dawson CR. 2000. Konjungtiva dalam: Oftalmologi Umum.
Edisi 14. Jakarta: Widya Medika.
2. Ilyas S. Mata merah dengan penglihatan normal. Ilyas S, editor. Dalam: Ilmu
Penyakit Mata Edisi ke-3. Jakarta: FKUI; 2009. h116-46.
3. Vaughan, Daniel G., Asbury Taylor, Riordan Eva-Paul. Ofthalmologi Umum.
Edisi 14. Jakarta: Widya Medika ; 2000. h. 5-6, 115.
4. Ilyas S, Sukardi I, Harmani B, Sudiro SH, Gondowiardjo TD. 2000. Prosedur
Diagnostik dan Penatalaksanaan Pengobatan di Sub Bagian Kornea, Lensa,
dan Bedah Refraktif. Jakarta: Bagian Ilmu Penyakit Mata FKUI. p23-31
5. Amir A et al. Conjunctivitis : A Systematic Review of Diagnosis and
Treatment. JAMA 2013;310(16):1721-1729
6. Prajna V, Rajamani M. Conjunctiva and Subconjunctival Tissue. AECS
2016;2(16):7-18
7. Cronau H et al. Diagnosis and Management of Red Eye in Primary Care. Am
Fam Physician.2010;81(2):137-144,145
8. Khurana AK. Diseases of the conjunctiva. Dalam : Khurana AK, editor.
Comprehensive Ophtalmology. Ed. 4. New Delhi: New Age ; 2010. h. 51-88.

24

Вам также может понравиться

  • Pembahasan Odgj
    Pembahasan Odgj
    Документ5 страниц
    Pembahasan Odgj
    Annisa Pertiwi
    Оценок пока нет
  • Kascil Dr. Gusjat 4
    Kascil Dr. Gusjat 4
    Документ31 страница
    Kascil Dr. Gusjat 4
    Annisa Pertiwi
    Оценок пока нет
  • Odgj Tipus
    Odgj Tipus
    Документ4 страницы
    Odgj Tipus
    Annisa Pertiwi
    Оценок пока нет
  • Kespro Keluarga
    Kespro Keluarga
    Документ79 страниц
    Kespro Keluarga
    Annisa Pertiwi
    Оценок пока нет
  • Kasber
    Kasber
    Документ30 страниц
    Kasber
    Annisa Pertiwi
    Оценок пока нет
  • Terapi Steroid Pada Autoimun
    Terapi Steroid Pada Autoimun
    Документ39 страниц
    Terapi Steroid Pada Autoimun
    Annisa Pertiwi
    Оценок пока нет
  • CC Tim Jaga 16 Januari 2017
    CC Tim Jaga 16 Januari 2017
    Документ14 страниц
    CC Tim Jaga 16 Januari 2017
    Annisa Pertiwi
    Оценок пока нет
  • Steroid Autoimun
    Steroid Autoimun
    Документ3 страницы
    Steroid Autoimun
    Annisa Pertiwi
    Оценок пока нет
  • KASBER
    KASBER
    Документ88 страниц
    KASBER
    Annisa Pertiwi
    Оценок пока нет
  • CC 2 Nov
    CC 2 Nov
    Документ18 страниц
    CC 2 Nov
    Annisa Pertiwi
    Оценок пока нет
  • Jurnal Reading
    Jurnal Reading
    Документ14 страниц
    Jurnal Reading
    Annisa Pertiwi
    Оценок пока нет
  • Laporan Kasus Ca Mammae
    Laporan Kasus Ca Mammae
    Документ41 страница
    Laporan Kasus Ca Mammae
    Mahardhika Kartikandini
    Оценок пока нет
  • Jurnal Reading
    Jurnal Reading
    Документ14 страниц
    Jurnal Reading
    Annisa Pertiwi
    Оценок пока нет
  • Refrat ACS
    Refrat ACS
    Документ42 страницы
    Refrat ACS
    Annisa Pertiwi
    Оценок пока нет
  • Konjungtivitis Alergi
    Konjungtivitis Alergi
    Документ25 страниц
    Konjungtivitis Alergi
    Annisa Pertiwi
    Оценок пока нет
  • Pusing Berputar
    Pusing Berputar
    Документ48 страниц
    Pusing Berputar
    Annisa Pertiwi
    Оценок пока нет
  • Status Pasien Katarak
    Status Pasien Katarak
    Документ7 страниц
    Status Pasien Katarak
    Annisa Pertiwi
    Оценок пока нет
  • Profil Dokter Layanan Primer Indonesia Pada Tahun 2011
    Profil Dokter Layanan Primer Indonesia Pada Tahun 2011
    Документ3 страницы
    Profil Dokter Layanan Primer Indonesia Pada Tahun 2011
    Annisa Pertiwi
    Оценок пока нет
  • Leaflet
    Leaflet
    Документ2 страницы
    Leaflet
    Annisa Pertiwi
    Оценок пока нет
  • Responsi
    Responsi
    Документ21 страница
    Responsi
    Annisa Pertiwi
    Оценок пока нет
  • Laporan SK 2 KK
    Laporan SK 2 KK
    Документ30 страниц
    Laporan SK 2 KK
    Annisa Pertiwi
    Оценок пока нет
  • Responsi
    Responsi
    Документ21 страница
    Responsi
    Annisa Pertiwi
    Оценок пока нет