Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
Disusun Oleh :
Afifah Novita Yuliastuti
G99152006
G99152001
G99152012
Annisa Pertiwi
G99152017
Sabila Fatimah
G99152021
Pembimbing
Dr. Senyum Indrakila, dr., Sp.M
BAB I
PENDAHULUAN
Konjungtiva merupakan membran yang tipis dan transparan melapisi bagian
anterior dari bola mata (konjungtiva bulbi), serta melapisi bagian posterior dari
palpebra (konjungtiva palpebrae). Karena letaknya paling luar itulah sehingga
konjungtiva sering terpapar terhadap banyak mikroorganisme dan faktor lingkungan
lain yang mengganggu. Salah satu penyakit konjungtiva yang paling sering adalah
konjungtivitis.1
Konjungtivitis adalah peradangan selaput bening yang menutupi bagian putih
mata dan bagian dalam kelopak mata. Konjungtivitis adalah penyakit mata paling
umum di dunia. Penyakit ini bervariasi dari hiperemi ringan dengan berair mata
sampai konjungtivitis berat dengan banyak sekret purulen kental. Penyebabnya
umumnya eksogen namun dapat endogen, salah satu di antaranya disebabkan oleh
alergi.2
Konjungtivitis alergi merupakan bentuk radang konjungtiva akibat reaksi
alergi terhadap noninfeksi, dapat berupa reaksi cepat seperti alergi biasanya dan
reaksi lambat sesudah beberapa hari kontak seperti pada reaksi terhadap obat, bakteri
dan toksik. Di negara-negara maju, 20-30% populasi mempunyai riwayat alergi, dan
50% individual tersebut mengidap konjungtivitis alergi. Konjungtivitis alergi bisa
berlangsung dari peradangan ringan seperti konjungtivitis alergi musiman atau bentuk
kronik yang berat seperti keratokonjungtivitis alergi.3,4
Insidensi konjungtivitis di Indonesia berkisar antara 2-75%. Data perkiraan
jumlah penderita penyakit mata di Indonesia 10% dari seluruh golongan umur
penduduk per tahun dan pernah menderita konjungtivitis. Data lain menunjukkan
bahwa dari 10 penyakit mata utama, konjungtivitis menduduki tempat kedua (9,7%)
setelah kelainan refraksi (25,35%).3
BAB II
STATUS PASIEN
I. IDENTITAS
Nama
: sdr. SN
Umur
: 25 tahun
Jenis Kelamin
: Perempuan
Agama
: Islam
Pekerjaan
: Karyawan swasta
Alamat
Tanggal periksa
: 13 Oktober 2016
No. RM
: 01-35-60-62
Cara Pembayaran
: Umum
II. ANAMNESIS
A. Keluhan utama : Mata kanan dan kiri terasa gatal sejak 1 bulan yang lalu
B. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke Poliklinik Mata RS Dr. Moewardi dengan keluhan mata
kanan dan kirinya terasa gatal disertai nyeri sejak 1 bulan yang lalu. Keluhan
mata gatal terutama dirasakan saat terkena debu dan beraktivitas. Selain itu
pasien juga mengeluhkan nrocos, keluar blobok berwarna putih, dan terasa
silau saat melihat cahaya di siang hari. Pasien tidak mengeluhkan adanya
pandangan kabur. Mata merah (-/-), Mata terasa gatal (+/+), cekot-cekot (-/-),
nyeri (-/-), nyerocos (+/+), blobok (-/-), terasa mengganjal (-/-), pusing (-/-).
: disangkal
: disangkal
Riwayat hipertensi
: disangkal
Riwayat trauma
: disangkal
: disangkal
Riwayat hipertensi
: disangkal
: disangkal
E. Kesimpulan
Anamnesis
OD
Inflamasi
Konjungtiva
Alergi
Akut
Belum ditemukan
Proses
Lokalisasi
Sebab
Perjalanan
Komplikasi
OS
Inflamasi
Konjungtiva
alergi
Akut
Belum ditemukan
B. Pemeriksaan subyektif
Visus sentralis jauh
OD
6/6
OS
6/6
Pinhole
tidak dilakukan
tidak dilakukan
Refraksi
tidak dilakukan
tidak dilakukan
Konfrontasi test
tidak dilakukan
tidak dilakukan
Proyeksi sinar
tidak dilakukan
tidak dilakukan
Merah
tidak dilakukan
tidak dilakukan
Hijau
tidak dilakukan
tidak dilakukan
Tanda radang
tidak ada
tidak ada
Luka
tidak ada
tidak ada
Parut
tidak ada
tidak ada
Kelainan warna
tidak ada
tidak ada
Kelainan bentuk
tidak ada
tidak ada
Warna
hitam
hitam
Tumbuhnya
normal
normal
sawo matang
sawo matang
Visus Perifer
Persepsi Warna
C. Pemeriksaan Obyektif
1. Sekitar mata
2. Supercilium
Kulit
Geraknya
tidak ada
tidak ada
Strabismus
tidak ada
tidak ada
Pseudostrabismus
tidak ada
tidak ada
Exophtalmus
tidak ada
tidak ada
Enophtalmus
tidak ada
tidak ada
Anopthalmus
tidak ada
tidak ada
Mikrophtalmus
tidak ada
tidak ada
Makrophtalmus
tidak ada
tidak ada
Ptosis bulbi
tidak ada
tidak ada
Atrofi bulbi
tidak ada
tidak ada
Buftalmus
tidak ada
tidak ada
Megalokornea
tidak ada
tidak ada
Mikrokornea
tidak ada
tidak ada
Temporal superior
Temporal inferior
Temporal
Nasal
Nasal superior
Nasal inferior
Edema
tidak ada
tidak ada
Hiperemis
tidak ada
tidak ada
Edema
tidak ada
tidak ada
Hiperemis
tidak ada
tidak ada
Entropion
tidak ada
tidak ada
Ekstropion
tidak ada
tidak ada
6. Kelopak Mata
Gerakan
tidak ada
tidak ada
Hiperemis
tidak ada
tidak ada
tidak ada
tidak ada
Hiperemis
tidak ada
tidak ada
kesan normal
kesan normal
tidak dilakukan
tidak dilakukan
tidak ada
tidak ada
Hiperemis
ada
ada
Sekret
ada
ada
tidak ada
tidak ada
ada
ada
Sikatrik
Papil
tidak ada
tidak ada
Hiperemis
ada
ada
Sekret
ada
ada
tidak ada
tidak ada
Cobble stone
ada
ada
Hipertrofi Papil
ada
ada
tidak ada
tidak ada
Hiperemis
ada
ada
Sekret
ada
ada
Sikatrik
Konjungtiva Fornix
Edema
Sikatrik
tidak ada
tidak ada
Pterigium
tidak ada
tidak ada
Edema
tidak ada
tidak ada
Hiperemis
tidak ada
tidak ada
Sekret
tidak ada
tidak ada
Injeksi konjungtiva
tidak ada
tidak ada
Injeksi siliar
tidak ada
tidak ada
Konjungtiva Bulbi
tidak ada
tidak ada
Hiperemis
tidak ada
tidak ada
Sikatrik
tidak ada
tidak ada
agak hiperemis
agak hiperemis
tidak ada
tidak ada
Ukuran
12 mm
12 mm
Limbus
normal
11. Sklera
Warna
Penonjolan
12. Kornea
normal
Permukaan
rata, mengkilat
rata, mengkilat
Sensibilitas
normal
normal
Keratoskop (Placido)
tidak dilakukan
tidak dilakukan
Fluoresin Test
tidak dilakukan
tidak dilakukan
Arcus senilis
(-)
(-)
Isi
jernih
jernih
Kedalaman
dalam
dalam
14. Iris
9
Warna
coklat
coklat
Bentuk
bulat
bulat
Kripte
positif
positif
Ukuran
3 mm
3 mm
Bentuk
bulat
bulat
Tempat
sentral
sentral
(+)
(+)
15. Pupil
Reflek direk
Reflek indirek
(+)
(+)
Reflek konvergensi
baik
baik
Ada/tidak
ada
ada
Kejernihan
jernih
jernih
Letak
sentral
sentral
16. Lensa
Shadow test
tidak dilakukan
tidak dilakukan
tidak dilakukan
tidak dilakukan
OD
6/6
tidak dilakukan
dalam batas normal
dalam batas normal
dalam batas normal
OS
6/6
tidak dilakukan
dalam batas normal
dalam batas normal
dalam batas normal
orbita
Ukuran bola mata
Gerakan bola mata
Kelopak mata
Sekitar saccus lakrimalis
Sekitar glandula lakrimalis
Tekanan Intra Okuler
10
Konjungtiva palpebra
Konjungtiva forniks
Konjungtiva bulbi
Sklera
Kornea
Camera oculi anterior
Iris
Pupil
Lensa
Corpus vitreum
VII. GAMBAR
11
OD
OS
bonam
bonam
bonam
bonam
Ad fungsionam
bonam
bonam
Ad kosmetikum
bonam
bonam
12
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Konjungtivitis merupakan radang konjungtiva atau radang selaput lendir
yang menutupi belakang kelopak (konjuntiva palpebra) dan bola mata
(konjungtiva bulbaris), dalam bentuk akut maupun kronis2. Gejala yang
ditimbulkan berupa dilatasi pembuluh darah konjungtiva yang menyebabkan
hiperemi dan edema pada konjungtiva, biasanya diikuti dengan sekret.
Konjungtivitis diklasifikasikan ke dalam 2 tipe yaitu infeksi dan non-infeksi.
Konjungtivitis tipe infeksi disebabkan oleh bakteri atau virus, sedangkan tipe
non-infeksi biasanya disebabkan oleh alergi, iritasi, reaksi imun dan neoplasma.5
B. Epidemiologi
Prevalensi konjungtivitis dapat bervariasi tergantung pada penyebab yang
mendasarinya, serta dapat dipengaruhi oleh usia dan musim. Konjungtivitis viral
paling banyak terjadi dibandingkan tipe infeki lainnya, diikuti dengan
konjungtivitis bakterial. Konjungtivitis bakterial lebih banyak menyerang pada
anak-anak. Konjungtivitis tipe non-infeksi yang paling banyak terjadi adalah
konjungtivitis alergi dan biasanya terjadi pada musim tertentu.
C. Anatomi Konjungtiva
Konjungtiva merupakan selaput lendir tipis dan transparan yang melapisi
kelopak mata bagian posterior dan bola mata bagian anterior sampai limbus.
Konjungtiva terbagi menjadi 4 bagian yaitu bagian palpebral, bulbar yang
menutupi bola mata, forniks dan lipatan semilunar medial (Gambar 3).
Konjungtiva palpebra memiliki vaskularisasi bersama dengan kelopak mata,
sedangkan konjungtiva bulbar divaskularisasi oleh arteri siliaris anterior. Saraf
yang menginervasi konjungtiva berasal dari N. Trigeminus oftalmika cabang
infraorbital, supraorbital, lakrimal dan supratroklear.6
Epitel konjungtiva memiliki tebal hanya 2-5 sel dan berlanjut sebagai
epitel kornea pada bagian limbus. Konjungtiva bulbar tersusun atas epitel
13
skuamous berlapis tanpa keratin, sedangkan pada bagian forniks dan tarsal
tersusun atas epitel kuboid dan kolumnar. Pada bagian basal epitel konjungtiva
terdapat sel-sel goblet yang berperan saat terjadi reaksi inflamasi dengan
mensekresikan komponen musin. Komponen ini bersifat membasahi bola mata
terutama kornea. Sel-sel ini tersebar di seluruh bagian konjungtiva dan lebih
banyak pada bagian forniks dan palpebra. Melanosit, sel langerhans dan limfosit
intraepitelial juga terdapat pada epitel konjungtiva. Di bawah epitel terdapat
struktur longgar yang disebut sebagai substansia propia dan tersusun atas
beberapa tipe sel yang berperan dalam respon imun (sel mast, sel plasma,
eosinofil, dan limfosit) serta terdapat jaringan vaskular di sela susunan antar sel.
Paparan infeksi atau alergen terus menerus pada lapisan ini dapat menimbulkan
reaksi inflamasi.6
Lapisan di bawah konjungtiva berupa jaringan fibroelastik yang disebut
sebagai kapsul Tenon yang mengelilingi bola mata dari corneoscleral junction
sampai nervus optikus. Kapsul Tenon pada anak-anak lebih tebal dari pada
dewasa dan mengandung lebih banyak fibroblast.6
14
D. Klasifikasi
Konjungtivitis diklasifikasikan ke dalam 2 tipe yaitu infeksi dan noninfeksi. Konjungtivitis tipe infeksi disebabkan oleh bakteri atau virus, sedangkan
tipe non-infeksi biasanya disebabkan oleh alergi, iritasi, reaksi imun dan
neoplasma.
1. Konjungtivitis tipe Infeksi
a. Konjuntivitis bakterial
Konjungtivitis bakterial disebabkan oleh infeksi stafilokokus,
gonokokus, meningokokus, hemofilus dan Escherchia coli memberikan
gejala sekret mukopurulen dan purulen, kemosis konjungtiva, edema
kelopak, kadamg-kadang disertai keratitis dan blefaritis. Konjungticitis
bakteri mudah menular pada satu mata ke mata sebelahnya dan
menyerang ke orang lain. Terdapat 2 bentuk konjungtivitis akut (dapat
sembuh sekitar 14 hari) dan biasanya sekunder terhadap penyakit
palpebra/obstruksi duktus nasolakrimalis2
b. Konjungtivitis Viral
Sekitar lebih dari 80% penyebab konjungtivitis adalah diakibatkan
oleh infeksi virus. Penyebab paling sering adalah adenovirus.5 Gejala
khas yang ditimbulkan adalah mata berair, mata merah dan gatal.
Konjungtivitis viral akut yang disebabkan adenovirus tipe 8 dapat
memberikan reaksi folikuler di konjungtiva tarsal. Gejala lain yaitu
nodus limfatikus aurikuler membesar. Konjungtivitis viral merupakan
self-limiting disease sehingga tidak membutuhkan terapi antibiotik
kecuali jika muncul infeksi bakteri sekunder.7
2. Konjungtivitis tipe Non-Infeksi
a. Konjungtivitis Alergi
Bentuk radang konjungtiva akibat reaksi alergi dapat berupa
reaksi cepat seperti alergi biasa dan reaksi lambat sesudah beberapa hari
terpapar. Tipe ini merupakan reaksi antibodi humoral terhadap alergen,
biasanya dengan riwayat atopi seperti rinitis alergi dan asma. Gejala
utama penyakit ini adalah radang (merah, sakit, bengkak dan panas),
gatal, silau berulang dan sudah terjadi menahun. Konjungtivitis alergi
15
F. Tanda Konjungtivitis
Gejala klinis konjungtivitis
alergi
berbeda-beda
sesuai
dengan
18
19
menimbulkan
efek
samping
sedasi/mengantuk,
seperti:
seperti:
astemisol,
loratadin,
terfenadin,
dan
cetrisin.
Antihistamin biasanya diberi per oral namun juga bisa diberikan dalam
bentuk tetes mata, yang biasanya dikombinasikan dengan vasokonstriktor
untuk mengurangi kemerahan.
b. Golongan penghambat sel mast
Sedangkan penghambat sel mast yang biasanya diberikan adalah
Sodium kromolin 4% dengan dosis 1 tetes 4-6 kali sehari terbukti
bermanfaat memiliki efek profilaktis pada konjungtivitis alergika. Sodium
kromolin ini juga bermanfaat karena kemampuannya sebaga pengganti
steroid bila pasien sudah dapat dikontrol. Ini juga berarti dapat membantu
mengurangi kebutuhan akan pemakaian steroid. Sodium kromolin
berperan sebagai stabilisator sel mast, mencegah terlepasnya beberapa
mediator yang dihasilkan pada reaksi alergi tipe I, namun tidak mampu
menghambat pengikatan IgE terhadap sel maupun interaksi sel IgE
dengan antigen spesifik. Titik tangkapnya, diduga sodium kromolin
memblok kanal kalsium pada membrane sel serta menghambat pelepasan
histamine dari sel mast dengan cara mengatur fosforilasi. Biasanya
digunakan sebagai pencegahan jika penderita akan mengadakan kontak
dengan suatu alergen. Umumnya 1-2 minggu penyakitnya membaik
secara simtomatis.
c. Golongan Anti-Inflamasi Nonsteroid (AINS)
Obat ini menghambat aktivitas siklooksigenase, salah satu yang
bertanggung jawab untuk konversi asam arakidonat ke enzim
prostaglandin. Ketorolak trometamin 0,5% dan diklofenak natrium 0,1%
20
I. Komplikasi
Komplikasi pada konjungtivitis alergi sangat jarang terjadi. Namun
peradangan mata yang tidak segera ditangani atau diobati bisa menyebabkan
kerusakan pada mata atau gangguan pada mata dan menimbulkan komplikasi
berupa ulkus kornea atau keratoconus. Komplikasi konjungtivitis vernal adalah
pembentukan jaringan sikratik yang dapat mengganggu penglihatan. Pada
konjungtivitis giant papillary, iritasi kronis akan menyebabkan keratitis yaitu
21
inflamasi pada kornea dan dapat menyebabkan kebutaan permanen karena terjadi
ulserasi pada permukaan kornea. Pada keratokonjungtivitis vernal juga dapat
menyebabkan keratitis jika tidak ditatalaksana.2
J. Prognosis
Prognosis penderita konjungtivitis baik karena sebagian besar kasus dapat
sembuh spontan (self-limited disease), namun komplikasi juga dapat terjadi
apabila tidak ditangani dengan baik.3
22
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan oftalmologi, pasien didiagnosa
dengan konjungtivitis alergi pada mata kanan dan kiri. Pada kasus ini diberikan
penatalaksanaan medikamentosa Convers 2% ED 4 dd gtt 1 dan edukasi kepada
pasien.
B. Saran
Hendaknya pasien menghapus air mata dengan bahan yang bersih dari
kontaminasi.
Menghindari memegang mata yang sakit dengan tangan atau bahan yang tidak
bersih.
Hendaknya mata yang sakit ditutup sementara waktu untuk menghindari
23
DAFTAR PUSTAKA
1. Schwab IR, Dawson CR. 2000. Konjungtiva dalam: Oftalmologi Umum.
Edisi 14. Jakarta: Widya Medika.
2. Ilyas S. Mata merah dengan penglihatan normal. Ilyas S, editor. Dalam: Ilmu
Penyakit Mata Edisi ke-3. Jakarta: FKUI; 2009. h116-46.
3. Vaughan, Daniel G., Asbury Taylor, Riordan Eva-Paul. Ofthalmologi Umum.
Edisi 14. Jakarta: Widya Medika ; 2000. h. 5-6, 115.
4. Ilyas S, Sukardi I, Harmani B, Sudiro SH, Gondowiardjo TD. 2000. Prosedur
Diagnostik dan Penatalaksanaan Pengobatan di Sub Bagian Kornea, Lensa,
dan Bedah Refraktif. Jakarta: Bagian Ilmu Penyakit Mata FKUI. p23-31
5. Amir A et al. Conjunctivitis : A Systematic Review of Diagnosis and
Treatment. JAMA 2013;310(16):1721-1729
6. Prajna V, Rajamani M. Conjunctiva and Subconjunctival Tissue. AECS
2016;2(16):7-18
7. Cronau H et al. Diagnosis and Management of Red Eye in Primary Care. Am
Fam Physician.2010;81(2):137-144,145
8. Khurana AK. Diseases of the conjunctiva. Dalam : Khurana AK, editor.
Comprehensive Ophtalmology. Ed. 4. New Delhi: New Age ; 2010. h. 51-88.
24