Вы находитесь на странице: 1из 30

1

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Penatalaksanaan perioperatif merupakan penatalaksaan anestesia yang
mengevaluasi, memantau dan mengelola pasien pra operatif, intra operatif dan
pasca operatif serta terapi intensif dan pengelolaan nyeri berdasarkan keilmuan
yang multidisiplin.1 Tahapan yang perlu dilakukan dalam persiapan perioperatif
meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang dan penjelasan
mengenai prosedur anestesi yang akan dilakukan berikut manfaat dan resikonya
(informed consent).2
Tujuan dari evaluasi perioperasi adalah untuk memperoleh informasi
terkait terhadap hal yang dapat mengubah respon terhadap obat-obatan anastesi
dan yang dapat meningkatkan risiko komplikasi akibat pengiriman oksigen
jaringan yang terganggu. Kompleksitas medis, sebagaimana dinilai dengan status
fisik American Society of Anesthesiologists (ASA), berkorelasi dengan morbiditas
perioperatif dan kematian.3Umumnya, obat-obatan anestesi dapat dibedakan
menjadi tiga golongan yaitu anestesi lokal, regional, dan umum. Dimana pada
anastesi regional, metode dibagi menjadi dua, yaitu secara blok sentral (anestesi
spinal, epidural, kaudal) dan blok perifer (anestesi regional intravena).3
Traumatic brain injury merupakan salah satu penyebab kematian,
kesakitan, dan kecacatan serta bertangungjawab pada proporsi yang signifikan
terhadap kematian akibat trauma. Salah satu akibat dari traumatic brain injury
adalah epidural hemorrhage.4 Epidural Hemorrhage adalah salah satu jenis
perdarahan intracranial yang paling sering terjadi karena fraktur tulang tengkorak
sehingga pembuluh darah robek dan menimbulkan perdarahan. Otak ditutupi oleh
tulang tengkorak yang kaku dan keras. Ketika seseorang mendapat benturan yang
hebat dikepala kemungkinan akan terbentuk suatu lubang, pergerakan dari otak
mungkin akan menyebabkan pengikisan atau robekan dari pembuluh darah yang
mengelilingi otak dan dura, ketika pembuluh darah mengalami robekan maka

darah akan terakumulasi dalam ruang antara dura dan tulang tengkorak, keadaan
inilah yang dikenal dengan sebutan epidural hemorrhage.1 Di Amerika Serikat, 2%
dari kasus trauma kepala mengakibatkan hematoma epidural dan sekitar 10%
mengakibatkan koma.5
Diagnosis epidural hemorrhage didasarkan pada gejala klinis serta
pemeriksaan penunjang seperti foto rontgen kepala dan CT scan kepaa. Epidural
hemorrhage merupakan suatu kondisi emergensi, dimana diperlukan penaganan
pertama yang benar dan rujukan secepatnya ke fasilitas kesehatan yang memadai.
1.2. Tujuan Penulisan
1. Memahami mengenai penatalaksanaan penatalaksanaan perioperasi
anastesi pada epidural hemorrhage.
2. Meningkatkan kemampuan dalam penulisan karya ilmiah di bidang
kedokteran.
3. Memenuhi salah satu persyaratan kelulusan Program Pendidikan Profesi
Dokter (P3D) di Departemen Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara RSUP Haji Adam Malik
Medan.

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Otak
Otak dilindungi dari cedera oleh rambut, kulit,dan tulang yang
membungkusnya, tanpa perlindungan ini,otak yang lembut yang membuat kita
seperti adanya, akan mudah sekali terkena cedera dan mengalami kerusakan.1
Tepat diatas tengkorak terletak galea aponeurotika, suatu jaringan fibrosa,
padat di gerakkan dengan bebas, yang membantu menyerap kekuatan trauma
eksternal. Diantar kulit dan galea terdapat suatu lapisan lemak dan lapisan
membran dalam yang mengandung pembuluh-pembuluh besar. Bila robek
pembuluh ini sukar mengadakan vasokonstriksi dan dapat menyebabkan
kehilangan darah yang berarti pada penderita dengan laserasi pada kulit
kepala.Tepat di bawah galea terdapat ruang subaponeurotik yang mengandung
vena emisaria dan diploika.1
Pembuluh-pembuluh ini dapat membawa infeksi dari kulit kepala sampai
jauh ke dalam tengkorak, yang jelas memperlihatkan betapa pentingnya
pembersihan dan debridement kulit kepala yang seksama bila galea terkoyak.
Pada orang dewasa , tengkorak merupakan ruangan keras yang tidak
memungkinkan perluasan intracranial. Tulang sebenarnya terdiri dari dua dinding
atau tabula yang di pisahkan oleh tulang berongga.1
Dinding luar disebut tabula eksterna, dan dinding bagian dalam di sebut
tabula interna. Struktur demikian memungkinkan suatu kekuatan dan isolasi yang
lebih besar, dengan bobot yang lebih ringan. Tabula interna mengandung alur-alur
yang berisikan arteria meningea anterior , media, dan posterior. Apabila fraktur
tulang tengkorak menyebabkan terkoyaknya salah satu dari arteri-arteri ini,
perdarahan arterial yang diakibatkannya, yang tertimbun dalam ruang epidural,
dapat menimbulkan akibat yang fatal kecuali bila ditemukan dan diobati dengan
segera. Pelindung lain yang melapisi otak adalah meningens.1

Ketiga lapisan meningens adalah duramater, arakhnoid, dan piamater.1


1. Duramater kranialis, lapisan luar yang tebal dan kuat. Terdiri atas dua
lapisan:
a. Lapisan endosteal (periosteal) sebelah luar dibentuk oleh
periosteum yang membungkus dalam calvaria
b. Lapisan meningeal sebelah dalam adalah suatu selaput fibrosa yang
kuat yang berlanjut terus di foramen magnum dengan duramater
spinalis yang membungkus medulla spinalis
2. Arachnoidea mater kranialis, lapisan antra yang menyerupai sarang labalaba
3. Pia mater kranialis , lapis terdalam yang halus yang mengandung banyak
pembuluh darah.
2.2 Definisi Epidural Hemorrhage
Epidural Hemorrhage adalah salah satu jenis perdarahan intracranial yang
paling sering terjadi karena fraktur tulang tengkorak sehingga pembuluh darah
robek dan menimbulkan perdarahan. Otak ditutupi oleh tulang tengkorak yang
kaku dan keras. Ketika seseorang mendapat benturan yang hebat dikepala
kemungkinan akan terbentuk suatu lubang, pergerakan dari otak mungkin akan
menyebabkan pengikisan atau robekan dari pembuluh darah yang mengelilingi
otak dan dura, ketika pembuluh darah mengalami robekan maka darah akan
terakumulasi dalam ruang antara dura dan tulang tengkorak, keadaan inilah yang
dikenal dengan sebutan epidural hemorrhage.5,7,8
2.3 Epidemiologi Epidural Hemorrhage
Di Amerika Serikat, 2% dari kasus trauma kepala mengakibatkan
hematoma epidural dan sekitar 10% mengakibatkan koma. Orang yang beresiko
mengalami EDH adalah orang tua yang memiliki masalah berjalan dan sering
jatuh.8
60% penderita epidural hemorrhage adalah berusia dibawah 20 tahun, dan
jarang terjadi pada umur kurang dari 2 tahun dan diatas 60 tahun. Angka kematian

meningkat pada pasien yang berusia kurang dari 5 tahun dan lebih dari 55 tahun.
Lebih banyak terjadi pada laki-laki disbanding perempuan dengan perbandingan
4:1.6
Sebanyak 10-20% dari semua pasien dengan trauma kepala diperhitungkan
mengalami EDH.9
2.4 Etiologi Epidural Hemorrhage
Epidural Hemorrhage dapat terjadi pada siapa saja dan umur berapa saja,
beberapa keadaan yang bisa menyebabkan epidural hemorrhage adalah benturan
pada kepala/trauma tumpul karena pukulan,jatuh, distosia, partus menggunakan
forcep dan lain-lain. Perdarahan epidural terjadi akibat trauma kepala, yang
biasanya berhubungan dengan fraktur tulang tengkorak dan laserasi pembuluh
darah.6,7,9
2.5 Patofisiologi Epidural Hemorrhage
Pada perdarahan epidural, perdarahan terjadi di antara tulang tengkorak
dan duramater. Perdarahan ini lebih sering terjadi didaerah temporal bila salah
satu cabang arteria meningea media robek. Robekan ini sering terjadi bila fraktur
tulang tengkorak di daerah bersangkutan. Hematoma dapat pula terjadi di daerah
frontal atau oksipital.10
Arteri meningea media yang masuk di dalam tengkorak melalui foramen
spinosum dan jalan antara duramater dan tulang di permukaan dan os temporal.
Perdarahan yang terjadi menimbulkan hematom epidural, desakan oleh hematoma
akan melepaskan duramater lebih lanjut dari tulang kepala sehingga hematom
bertambah besar.10
Hematom yang membesar di daerah temporal menyebabkan tekanan pada
lobus temporalis otak kearah bawah dan dalam. Tekanan ini menyebabkan bagian
medial lobus mengalami herniasi dibawah pinggiran tentorium. Keadaan ini
menyebabkan timbulnya tanda-tanda neurologik yang dapat dikenal oleh tim
medis.5

Tekanan dari herniasi unkus pada sirkulasi arteria yang mengurus


formation retikularis dimedulla oblongata menyebabkan hilangnya kesadaran. Di
tempat ini terdapat nuclei saraf cranial ketiga (okulomotor). Tekanan pada saraf
ini mengakibatkan dilatasi pupil dan ptosis kelopak mata. Tekanan pada lintasan
kortikospinalis yang berjalan naik pada daerah ini,menyebabkan kelemahan
respons motorik kontralateral, refleks hiperaktif atau sangat cepat, dan tanda
babinski positif.5
Dengan membesarnya hematoma, maka seluruh isi otak akan terdorong
kearah yang berlawanan, menyebabkan tekanan intracranial antara lain kekakuan
deserebrasi dan ganggguan tanda-tanda vital dan fungsi pernafasan.10
Karena perdarahan ini berasal dari arteri, maka darah akan terpompa terus
keluar hingga makin lama makin besar. Ketika kepala terbanting atau terebentur
mungkin penderita pingsan sebentar dan segera kembali. Dalam beberapa jam
penderita akan merasakan nyeri kepala yang progresif memberat, kemudian
kesadaran berangsur menurun. Masa antara dua penurunan kesadaran ini selama
penderita sadar setelah terjadi kecelakaan di sebut interval lucid. Fenomena lucid
interval terjadi karena cedera primer yang ringan pada Epidural hematom. Sumber
perdarahannya adalah arteri meningea, sinus duramatis, diploe (yang berisi
a.diploica dan vena diploica).10
2.6 Penegakan Diagnosa Epidural Hemorrhage
Langkah-langkah awal yang dilakukan adalah penilaian awal secara
keseluruhan cedera. Diagnosis dan pengobatan dilakukan secara bersamaan pada
pasien luka serius. Evaluasi neurologis yang cepat dan fokus merupakan bagian
dari penilaian awal, termasuk penilaian terhadap komponen GCS, kecukupan jalan
napas dan pernapasan, dan respon cahaya pupil. Pasien idealnya dinilai sebelum
obat pelumpuh dan penenang diberikan. Pasien dinilai ulang pada interval yang
sering (misalnya, setiap 15 sampai 30 menit awalnya, lalu setiap 1 jam setelah
stabilisasi). Perbaikan atau penurunan selanjutnya membantu memperkirakan
keparahan cedera dan prognosis.11

Pemeriksaan neurologis lengkap dilakukan segera setelah pasien cukup


stabil. Bayi dan anak-anak harus diperiksa dengan hati-hati untuk perdarahan
retina, yang mungkin mengindikasikan sindrom bayi terguncang (shaken baby
syndrome). Pemeriksaan funduskopi pada orang dewasa dapat mengungkapkan
ablasi retina traumatis dan tidak adanya denyutan vena retina karena peningkatan
ICP, tapi pemeriksaan mungkin normal meskipun terjadi cedera otak. Gegar otak
didiagnosis ketika kehilangan kesadaran atau memori berlangsung <6 jam dan
gejala tidak dapat dijelaskan oleh cedera otak yang terlihat pada neuroimaging.
Diffuse Axonal Injury dicurigai ketika kehilangan kesadaran melebihi 6 jam dan
terlihat microhemorrhages pada CT. Diagnosis jenis lain dari Traumatic Brain
Injury dapat dibuat oleh CT atau MRI.11
Pencitraan harus selalu dilakukan pada pasien dengan gangguan kesadaran,
skor GCS <15, temuan neurologis fokal, muntah terus-menerus, kejang, riwayat
kehilangan kesadaran, atau dicurigai secara klinis patah tulang.11
Meskipun x-ray polos dapat mendeteksi beberapa patah tulang tengkorak,
mereka tidak dapat membantu menilai otak dan dapat menunda pencitraan otak
yang lebih definitif; dengan demikian, x-ray polos biasanya tidak dilakukan. CT
adalah pilihan terbaik untuk pencitraan awal, karena dapat mendeteksi hematoma,
memar, patah tulang tengkorak dan kadang-kadang DAI. Pada CT, memar dan
pendarahan akut muncul buram (padat) dibandingkan dengan jaringan otak.
Hematoma epidural arteri klasik muncul sebagai kekeruhan berbentuk lebih
lenticular dari jaringan otak, sering di wilayah arteri meningeal tengah. Hematoma
subdural klasik muncul sebagai kekeruhan berbentuk bulan sabit di atas jaringan
otak. Sebuah hematoma subdural kronis muncul hipodens dibandingkan dengan
jaringan otak, sedangkan hematoma subdural subakut mungkin memiliki
radiopacity sama seperti jaringan otak (isodense). Hematoma subdural isodense,
terutama jika bilateral dan simetris, dapat muncul hanya secara halus abnormal.
Pada pasien dengan anemia berat, hematoma subdural akut mungkin muncul
isodense dengan jaringan otak. Tanda-tanda efek massa antara lain termasuk
penipisan sulcal, ventrikel dan kompresi cisternal, dan pergeseran garis tengah.

Tidak adanya temuan ini tidak mengecualikan peningkatan ICP, dan efek massa
dapat hadir dengan ICP normal. Pergeseran dari> 5 mm dari garis tengah
umumnya dianggap sebagai indikasi untuk evakuasi bedah hematoma.11
MRI mungkin berguna di kemudian perjalanan klinis untuk mendeteksi
memar lebih halus dan DAI. Hal ini biasanya lebih sensitif dari CT untuk
diagnosis subakut akut atau isodense sangat kecil dan isodense hematoma
subdural kronis. Angiography, CT angiografi, dan magnetic resonance
angiography semua berguna untuk evaluasi cedera vaskular. Misalnya, cedera
vaskular dicurigai bila CT temuan yang tidak konsisten dengan temuan
pemeriksaan fisik (misalnya, hemiparesis dengan CT normal atau nondiagnostik
karena diduga berkembang iskemia sekunder untuk trombosis vaskular atau
emboli dari diseksi arteri karotis).11
2.7 Evaluasi Dan Tatalaksana
Evaluasi dan tatalaksana dilakukan secara bersamaan, dimulai dengan
sistem yang menimbulkan ancaman paling cepat jika rusak. Sebuah mnemonic
yang membantu adalah A, B, C, D, E. Sistem diperiksa cepat untuk kelainan yang
serius (survey primer); pemeriksaan yang lebih rinci (survei sekunder) dilakukan
setelah pasien stabil.11
1. Airway
Patensi jalan napas terancam oleh gumpalan darah, gigi, atau benda asing di
orofaring; dan retraksi posterior lidah disebabkan oleh obtundasi (misalnya, dari
cedera kepala, shock, intoksikasi); dan edema atau hematoma karena trauma leher
langsung. Obstruksi ini dapat segera terlihat pada pemeriksaan langsung dari
mulut atau leher; pasien dapat berbicara cepat mengkonfirmasi bahwa jalan napas
tidak mungkin dalam bahaya langsung. Darah dan bahan asing dihapus oleh
penghisap atau secara manual. pasien dengan patensi jalan napas diragukan dan
pasien dengan cedera orofaringeal signifikan memerlukan intubasi endotrakeal;
biasanya obat pelumpuh dan sedasi diberikan sebelum intubasi. Jika pasien
memerlukan nafas buatan dan intubasi endotrakeal tidak mungkin (misalnya,

karena edema jalan napas yang disebabkan oleh luka bakar) atau kontraindikasi
(misalnya,

karena

cedera

maksilofasial

parah),

cricothyrotomy

bedah

diindikasikan. Ketika mengevaluasi atau memanipulasi jalan napas pasien,


imobilisasi tulang belakang serviks harus dipertahankan (misalnya, dengan kerah
kaku, teknik inline imobilisasi) sampai cedera tulang belakang leher telah
dikeluarkan oleh pemeriksaan, pencitraan, atau keduanya.11
2. Pernapasan
Ventilasi terancam oleh penurunan pusat pernafasan (biasanya dari cedera
kepala, keracunan, atau syok yang hampir fatal) atau cedera dada (misalnya,
hemothorax atau pneumotoraks, beberapa patah tulang rusuk, memar paru).
Kecukupan

pertukaran

udara

biasanya

jelas

pada

auskultasi.

Tension

pneumotoraks dapat menyebabkan trakea menyimpang ke sisi yang berlawanan


cedera, serta penurunan suara nafas dan pembuluh darah leher kadang-kadang
buncit. Pneumotoraks didekompresi oleh tabung dada dan harus disingkirkan
sebelum memulai ventilasi tekanan positif (yang mungkin nyata memperbesar
pneumotoraks dan mengubahnya menjadi pneumothorax ventil). Diduga tension
pneumothorax dapat didekompresi dengan jarum thoracostomy (misalnya, jarum
14-gauge dimasukkan di linea, ruang interkostal 2) untuk menstabilkan pasien jika
tabung dada tidak dapat segera dipasang. Ventilasi yang kurang diatasi dengan
intubasi endotrakeal dan ventilasi mekanik.11
3. Sirkulasi
Perdarahan eksternal yang signifikan dapat terjadi dari setiap pembuluh
darah besar tapi selalu jelas. perdarahan internal yang mengancam jiwa sering
kurang jelas. Namun, perdarahan volum ini dapat terjadi hanya dalam beberapa
kompartemen tubuh: dada, perut, dan jaringan lunak dari panggul atau paha
(misalnya, dari patah tulang panggul atau femur). Pulse dan BP dinilai, dan tandatanda syok dicatat (misalnya, takipnea, warna kehitaman, diaphoresis, perubahan
status mental). distensi abdomen dan nyeri tekan, ketidakstabilan panggul, dan
paha deformitas dan ketidakstabilan sering hadir ketika perdarahan internal yang

10

di daerah cukup besar untuk mengancam nyawa. Perdarahan eksternal


dikendalikan oleh tekanan langsung. Dua infuse bore besar (misalnya, 14- atau
16-gauge) dimulai dengan NaCl 0,9% atau Ringer laktat; infus yang cepat dari 1
sampai 2 L (20 mL / kg untuk anak-anak) diberikan untuk tanda-tanda shock dan
hipovolemia. Selanjutnya, cairan tambahan dan, jika perlu, terapi komponen darah
diberikan sesuai indikasi. Pasien yang ada kecurigaan klinis yang kuat dari
perdarahan intra-abdominal serius mungkin memerlukan laparotomi segera.
Pasien dengan perdarahan intrathoracic besar mungkin memerlukan torakotomi
segera dan mungkin autotransfusi darah melalui tabung thoracostomy.11
4. Disability
Fungsi neurologis dievaluasi untuk defisit serius yang melibatkan otak dan
sumsum tulang belakang. Skala Glasgow Coma dan pupil respon terhadap cahaya
yang digunakan untuk skrining cedera intrakranial serius. gerakan motorik kasar
dan sensasi di setiap ekstremitas dievaluasi untuk menyaring cedera tulang
belakang yang serius. Tulang belakang leher yang teraba kelembutan dan
deformitas dan distabilisasi dengan kerah kaku sampai cedera tulang belakang
leher disingkirkan. Dengan stabilisasi manual yang hati-hati dari kepala dan leher,
pasien dilakukan logrolled ke samping untuk memungkinkan palpasi toraks dan
lumbar tulang belakang, pemeriksaan punggung, dan pemeriksaan dubur untuk
memeriksa tonus (tonus menurun menunjukkan kemungkinan cedera tulang
belakang), prostat, dan adanya darah. Pasien dengan cedera otak traumatis berat
(GCS <9) membutuhkan intubasi endotrakeal, evaluasi bedah saraf, dan terapi
untuk mencegah cedera otak sekunder (misalnya, diuresis osmotik, kadangkadang hiperventilasi untuk pasien dengan tanda-tanda akan terjadinya herniasi
otak).11

5. Paparan / pengendalian lingkungan

11

Untuk memastikan cedera tidak terlewatkan, pasien benar-benar ditelanjangi


(dengan memotong pakaian) dan seluruh permukaan tubuh diperiksa untuk tandatanda trauma tersembunyi. Pasien tetap dijaga hangat (misalnya, dengan selimut
dipanaskan dan dengan hanya menggunakan cairan IV hangat) untuk mencegah
hipotermia.11
Survei sekunder
Setelah ancaman kehidupan dinilai dan pasien stabil, evaluasi yang lebih
menyeluruh dilakukan, dan anamnesis menyeluruh dilakukan. Jika hanya
percakapan terbatas yang memungkinkan, anamnesis "AMPLE" dapat mencakup
informasi penting:11

Alergi
Medikasi/ Obat
Past Medical History/ Riwayat penyakit terdahulu
Last meal/ Makanan terakhir
Events dari cedera
Setelah pasien benar-benar telanjang, pemeriksaan umumnya dari kepala

sampai kaki; itu mencakup semua lubang dan tampilan yang lebih rinci pada
daerah diperiksa dalam survei awal. Semua jaringan lunak diperiksa untuk lesi
dan pembengkakan, tulang-tulang yang teraba nyeri tekan, dan berbagai gerakan
yang

dinilai

dalam

sendi

(kecuali

ada

fraktur

jelas

atau

cacat).

Sebuah kateter kemih biasanya ditempatkan pada pasien terluka parah tanpa ada
bukti dari cedera uretra (misalnya, darah di meatus, ecchymosis perineum, prostat
letak tinggi). pasien luka serius sering juga memiliki dipasang tabung nasogastrik,
asalkan tidak ada midface trauma yang serius.11
Luka terbuka ditutupi dengan perban steril, tapi pembersihan dan perbaikan
ditunda sampai selesai evaluasi dan pengobatan cedera yang lebih serius. dislokasi
Serius yang secara klinis jelas ditandai dengan deformitas atau kelainan
neurovaskular dicitrakan dan dikurangi sesegera setelah ancaman kehidupan
langsung telah ditangani.11

12

Pengujian
CT Kepala biasanya dilakukan pada pasien dengan perubahan status mental
atau kelainan neurologis fokal dan pada pasien yang menderita kehilangan
kesadaran. x-ray polos diperoleh dari setiap patah tulang dicurigai dan dislokasi.11
Tes pencitraan lain diperoleh untuk indikasi tertentu (misalnya, angiografi
untuk mendiagnosis dan kadang-kadang embolisasi cedera vaskular; CT untuk
lebih menggambarkan tulang belakang, panggul, atau kompleks patah tulang
sendi). Tes laboratorium yang mungkin berguna termasuk AGDA untuk PO2,
PCO2, dan defisit basa; Pemeriksaan urine untuk darah; darah lengkap untuk
menentukan baseline untuk memantau perdarahan yang sedang berlangsung;
glukosa untuk mengevaluasi hipoglikemia; dan jenis dan cross-match untuk
kemungkinan transfusi darah. penilaian dari perfusi (serum laktat, defisit basa
pada pengukuran ABG, dan, pada pasien dengan vena sentral kateter, pusat
saturasi O2 vena) dapat membantu mengidentifikasi syok awal atau sebagian yang
sudah ditangani. Tes Lainnya yang diperoleh (misalnya, elektrolit dan kimia
lainnya, studi koagulasi) tidak terlalu membantu kecuali relevan dengan riwayat
medis (misalnya, insufisiensi ginjal, penggunaan diuretik).11
Pengobatan
Pada kasus cedera, jalan napas yang clear dijamin dan perdarahan eksternal
dikendalikan sebelum pasien dipindahkan. Perhatian khusus dilakukan untuk
menghindari pergeseran dari tulang belakang atau tulang lain untuk melindungi
sumsum tulang belakang dan pembuluh darah. Imobilisasi yang tepat harus
dipertahankan dengan cervical collar dan spine board sampai stabilitas seluruh
tulang belakang telah dipastikan oleh pemeriksaan dan pencitraan yang tepat.
Setelah penilaian neurologis awal yang cepat, nyeri harus diatasi dengan opioid
short-acting (misalnya, fentanyl).11
Di rumah sakit, setelah evaluasi awal yang cepat, temuan neurologis (GCS
dan reaksi pupil), BP, nadi, dan suhu harus dicatat sering selama beberapa jam
karena setiap kerusakan menuntut perhatian segera. Serial GCS dan CT hasil

13

mengelompokkan

keparahan

cedera,

yang

membantu

pengobatan

Landasan manajemen untuk semua pasien adalah pemeliharaan ventilasi yang


cukup, oksigenasi, dan perfusi otak untuk menghindari penghinaan otak sekunder.
Manajemen awal agresif hipoksia, hiperkapnia, hipotensi, dan peningkatan ICP
membantu menghindari komplikasi sekunder. Perdarahan dari cedera (eksternal
dan internal) dengan cepat dikendalikan, dan volume intravaskular segera diganti
dengan kristaloid (misalnya, NaCl 0,9%) atau kadang-kadang transfusi darah
untuk mempertahankan perfusi serebral. cairan hipotonik (terutama D5%)
merupakan kontraindikasi karena mengandung air bebas berlebih, yang dapat
meningkatkan edema otak dan ICP. Komplikasi lain yang harus diperiksa dan
dicegah

antara

lain

hipertermia,

hiponatremia,

hiperglikemia,

dan

ketidakseimbangan cairan.11
Prinsip Pengobatan untuk pasien dengan peningkatan ICP antara lain
termasuk intubasi Orotracheal yang cepat, Ventilasi mekanis, Pemantauan ICP,
sedasi sedang bila diperlukan, Mempertahankan euvolemia dan serum osmolalitas
295-320 mOsm / kg, mungkin CSF drainase, hiperventilasi sementara,
kraniektomi dekompresi, atau pentobarbital.11
2.8 Prognosa Epidural Hemorrhage
Di AS, orang dewasa dengan TBI berat yang dirawat memiliki tingkat
kematian sekitar 25 sampai 33%. Kematian lebih rendah dengan skor GCS lebih
tinggi. tingkat kematian lebih rendah pada anak-anak 5 tahun ( 10% dengan
skor GCS dari 5 sampai 7). Anak-anak secara keseluruhan lebih baik daripada
orang dewasa dengan cedera yang sebanding.11
Sebagian besar pasien dengan ringan TBI mempertahankan fungsi
neurologis yang baik. Dengan TBI sedang atau berat, prognosis tidak baik tapi
jauh lebih baik daripada yang umumnya dipercaya. skala yang paling umum
digunakan untuk menilai hasil pada pasien TBI adalah Glasgow Skala Outcome.
Pada skala ini hasil yang mungkin adalah:11

14

Recovery baik (kembali ke tingkat fungsi sebelumnya)


Kecacatan sedang (mampu perawatan dini)
Kecacatan berat (tidak mampu perawatan dini)
Vegetatif (tidak ada fungsi kognitif)
Kematian

Lebih dari 50% dari orang dewasa dengan TBI berat memiliki pemulihan
yang baik atau cacat moderat. Kejadian dan durasi koma setelah TBI adalah
prediktor kuat dari kecacatan. Dari pasien yang koma melebihi 24 jam, 50%
memiliki gejala sisa neurologis persisten, dan 2 sampai 6% tetap dalam keadaan
vegetatif persisten pada 6 bulan. Pada orang dewasa dengan TBI berat, pemulihan
terjadi paling cepat dalam awal 6 bulan. Perbaikan kecil terus berlanjut mungkin
selama beberapa tahun. Anak-anak memiliki pemulihan segera lebih baik dari TBI
terlepas dari keparahan dan terus membaik untuk jangka waktu yang lama.
defisit kognitif, dengan gangguan konsentrasi, perhatian, dan memori, dan
berbagai perubahan kepribadian adalah penyebab yang lebih umum dari kecacatan
dalam hubungan sosial dan pekerjaan daripada fokus motorik atau gangguan
sensorik. anosmia pasca trauma dan kebutaan traumatis akut jarang menghilang
setelah 3 sampai 4 bulan. Hemiparesis dan afasia biasanya menghilang setidaknya
sebagian, kecuali pada orang tua.11

BAB 3
LAPORAN KASUS

15

3.1.

Anamnesis
Tuan K, 20 tahun, 60 kg, datang ke Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam

Malik dengan keluhan penurunan kesadaran. Hal ini dialami pasien sejak 2 jam
sebelum masuk rumah sakit. Pasien mengalami kecelakaan lalu lintas, saat
berboncengan dengan temannya menaiki sepeda motor, pasien terjatuh akibat
bertabrakan dengan pengendara sepeda motor lain dari arah berlawanan.
Mekanisme trauma tidak jelas. Pasien tidak menggunakan helm pada saat kejadian
kecelakaan. Pasien sudah mendapat pertolongan pertama dari RS luar, dan dirujuk
ke RSUP H. Adam Malik Medan. Riwayat pingsan dijumpai saat terjadinya
kecelakaan dan kesadaran menurun. Riwayat sadar kembali kemudian pingsan
kembali tidak jelas. Riwayat nyeri kepala dijumpai. Riwayat kejang disangkal
oleh keluarga pasien. Riwayat mual muntah proyektil disangkal oleh keluarga
pasien. BAB dan BAK dalam batas normal.
RPT

: Tidak ada

RPO

: Ceftriaxone, Ketorolac, Ranitidine

Time Sequence

9rFi62u0eab1
16

3.2.

Primary Survey

Tanda dan Gejala


Kesimpulan
A (airway)
Airway clear
Snoring (-)
Gargling (-)
Crowing (-)
C- Spine : stabil
Maxillofacial
injury

(+)
B (breathing)
RR: 24 x/menit
Inspeksi
Nafas spontan
Thorax simetris tidak
ada

bagian

yang

ketinggalan

Perkusi:
Sonor kedua lapangan
paru

Auskultasi
SP/ST: vesikuler/(-)
SaO2: 99%
RR : 24 x/menit

Penanganan
Hasil
Intubasi
ETT Airway clear
c-spine stabil
No.7.5 cuff (+)
maxillofacial
injury (+)

Oksigen via ETT RR : 24x/menit


SaO2: 100%
10 l/menit

17

C (circulation)
Hipovolemik
Capillary Refill Time >

Pasang

2 detik
Akral hangat,

line 16G, 18G


Pemberian

pink,

unisokor
Rc : +/+
E (exposure)
Oedema (-)

mmHg

kristaloid dan
darah

Pasien
5 sadar

( E1M3V1 )
AVPU: unresponsive
pupil : 4 mm : 5 mm,

100/60

cairan

kering
T/V lemah/kurang
TD: 85/50mmHg
HR:160-170 x/menit,
regular
Perdarahan : D (disability)
Kesadaran: GCS

2 IV TD:

tidak Mempertahankan
A-B-C
lancar

tetap

Pasien tidak sadar

18

3.3.

Secondary Survey

B1 : airway clear dengan ETT No. 7.5 cuff terpasang, RR : 16x/menit, SP :


vesikuler, ST : - , S/G/C =

-/-/-, Riw asma/sesak/batuk/alergi : -/-/-/- ;

MLP : I
B2 : akral : H/P/K, TD : 90/60, HR : 130-140x/menit, T/V : kuat/cukup ,

CRT: < 2 detik, T : 37.0C


B3 : Sens : GCS 3T (E1, M2, VT) ; pupil : unisokor, diameter kiri 4mm/

kanan 5mm; RC: +/+


B4 : BAK (+) vol : 200cc, warna : kuning jernih
B5 :abdomen : soepel, peristaltik (+) normal
B6 : oedem(-), fraktur : (+)

19

.4.

Penanganan IGD

20

Membebaskan jalan nafas dengan melakukan intubasi ETT no 7,5 cuff.

Pemasangan IV line dengan bore besar yakni 16 G, 18 G untuk melakukan


resusitasi dan persiapan operasi

Pemasangan kateter urine dan memantau urine output

Pemasangan OGT

Menilai derajat kelas perdarahan

IVFD R-SOL

Inj Ranitidin 50mg/12 jam

Inj Ceftriaxon 1gr/12 jam

Inj ketorolac 30 mg/ 8 jam

Pasang foley catheter untuk memantau urine output

Pemeriksaan laboratorium, foto thoraks, head ct-scan, cross match, dan


persiapan darah

3.5.

Pemeriksaan Penunjang

3.5.1. Laboratorium IGD


Jenis pemeriksaan
HEMATOLOGI
Hemoglobin (HGB)
Leukosit (WBC)
Hematokrit
Trombosit (PLT)
FAAL HEMOSTASIS
PT
APTT
TT
INR
GINJAL
Ureum
Kreatinin

Hasil

Rujukan

9.4 g%
12150 mm3
27%
225 x 103

11,715,5
4,511,0x103
3844%
150450x103

13.3 (13.9) detik


29.7 (32.8) detik
14.4 (17) detik
1.35
30 mg/dL
0.84 mg/dL

<50 mg/dL
0,500,90 mg/dL

21

ELEKTROLIT
Natrium (Na)
143 mEq/L
Kalium (K)
3.5 mEq/L
Klorida (Cl)
105 mEq/L
METABOLISME KARBOHIDRAT
Glukosa Darah (Sewaktu) 191 mg/dL

135155 mEq/L
3,65,5 mEq/L
96106 mEq/L
<200 mg/dL

Kesimpulan:
Anemia normokrom normositer + leukositosis
Klasifikasi Pendarahan: Kelas III
EBV : 70 ml x 60 = 4200cc
Persentase Blood loss : 30 40 % = (30-40) / 100 x 4200cc
= 1260 - 1680 cc
Kristaloid : RSol 3000 cc
Tranfusi darah : WB : 5x (10-9,4) x 60 = 180 cc 1 bag WBC
3.6.

Diagnosis
Head Injury GCS 3T ( E1M2VT) + EDH o/t (L) FTP + Contusio Brain

Stem, direncanakan untuk dilakukan craniotomy evakuasi EDH, dengan tindakan


anastesi GA ETT.

3.7.

Follow-Up Pasien

10 Februari 2016

S : penurunan kesadaran

22

O:

B1 : airway clear dengan ETT No. 7.5 cuff terpasang, RR : 16x/menit,


SP : vesikuler, ST : - , S/G/C =

-/-/-, Riw asma/sesak/batuk/alergi :

-/-/-/- ; MLP : I
B2 : akral : H/P/K, TD : 90/60, HR : 130-140x/menit, T/V : kuat/cukup ,

CRT: < 2 detik, T : 37.0C


B3 : Sens : GCS 3T (E1, M2, VT) ; pupil : unisokor, diameter kiri 4mm/

kanan 5mm; RC: +/+


B4 : BAK (+) vol : 200cc, warna : kuning jernih
B5 :abdomen : soepel, peristaltik (+) normal
B6 : oedem(-), fraktur : (+)

A: Head Injury GCS 3T ( E1M2VT) + EDH o/t (L) FTP + Contusio Brain
Stem
P:
Pre Operasi:
Head up 30
Kontrol ventilasi tekanan positif dengan manual bagging O2 10 liter per menit
Premedikasi Inj. Fentanyl 120 ug
Induksi Inj.Rocuronium 60 mg
Inhalasi anestesi dengan sevoflurane 1 %, O2 2 liter/menit : Air 2 liter/menit
Maintenance dengan fentanyl 50mcg/30 menit, Rocuronium 10mg/ 20menit
Cairan Pre-Operasi : R-Sol 500 cc
Durante Operasi :
Lama operasi : 3 jam (180 menit)
TD
: 113138/ 58 72 mmHg
HR
: 128 139 x/menit
SpO2
: 99 100%
Perdarahan
: 1000 ml
Cairan Durante operasi : R-SOL 2500 cc, PRC 350 cc

23

Post operasi :
Pemeriksaan Fisik post operasi:
B1 : Airway : clear, terintubasi, ETT No.7,5 cuff (+), MV: CMV, Rate:
14x/i, TV: 450 ml, FiO2: 50%, PEEP: 5 cmH20, SP vesikuler, ST - / B2 : A: CRT < 2 detik, H/M/K, TD : 103/66 mmHg, HR 124 x/mnt,
T/V : kuat/cukup , reg, Temp : 36,6 C SpO2 99%
B3 : Sens: DPO, pupil: 4mm : 4mm, isokor, RC: + : +, LO tertutup
verban ,
B4 : BAK (+), Volume : 50 cc/jam, warna: kuning jernih
B5 : Abdomen soepel, peristaltik (+)

24

B6 : Edema (-)
Tatalaksana post operasi:
Bed rest, head up 300
Diet SV 1500 kkal + 60 gr protein
IVFD R-SOL 20 gtt/mnt
IVFD Manitol 125cc/6 jam
Inj. Midazolam 15mg + Inj. Fentanyl 200 mcg / 50cc NaCl 0,9% via SP, 5
cc/jam
Inj. Atracurium 4 cc/jam via SP
Inj. Ceftriaxone 1000 mg/12 jam IV
Inj. Ranitidin 50 mg/12 jam IV
Rencana pemeriksaan Darah Rutin, AGDA, KGD ad random, Albumin,
Elektrolit, HST, RFT post operasi
Bila Hb < 10 g/ dL transfusi dengan target hematokrit > 33%
Monitoring kesadaran, RR, HR, TD, SaO2 , UOP selama di ruang ICU

25

BAB 4
DISKUSI
No
.
1.

Kasus

Teori

Pasien, laki-laki berusia 20 Epiedmiologi


tahun.

Penderita epidural hemorrhage biasanya


berusia dibawah 20 tahun, dan jarang
terjadi pada umur kurang dari 2 tahun

2.

dan diatas 60 tahun.


Pasien mengalami kecelakaan Etiologi
lalu lintas saat berboncengan Beberapa

keadaan

dengan temannya mengendara menyebabkan


sepeda motor.

yang

epidural

bisa

hemorrhage

adalah benturan pada kepala/trauma


tumpul karena pukulan,jatuh, distosia,
partus menggunakan forcep dan lain-

3.

lain.
Pemeriksaan yang dijumpai Penegakan diagnosa

Pasien

dengan

GCS 5 (E1M3V1).
Pemeriksaan neurologis:

pada pasien:

masuk

dilakukan segera
Pemeriksaan darah lengkap untuk

diameter pupil anisokor:

menentukan

4mm/5mm,

memantau perdarahan yang sedang

Refleks

cahaya +/+
Berdasarkan pemeriksaan
darah

lengkap:

normokrom

Penilaian terhadap komponen GCS


Pemeriksaan neurologis lengkap

leukositosis
Pada pemeriksaan

CT

mengevaluasi hipoglikemia
Cross-match untuk kemungkinan

transfusi darah
CT adalah pilihan terbaik untuk

scan dijumpai hemorrhage

pencitraan

pada

mendeteksi

pons

epidural

hemorrhage pada frontal

untuk

berlangsung.
Pemeriksaan

anemia

normositer+

baseline

KGD

awal,

karena

hematoma,

untuk

dapat
memar,

patah tulang tengkorak. memar dan

26

dan temporal kiri + fraktur

pendarahan akut muncul buram

pada temporal dan spinoid

(padat)

kiri+ herniasis subfalcine

jaringan otak.
MRI mungkin berguna di kemudian

ke

kanan

serebri+

edema

dibandingkan

dengan

perjalanan klinis untuk mendeteksi

hematoma

memar lebih halus..

didalam sinus ethmoidalis


kiri.
4.

Penatalaksanaan Awal

Airway:

Airway

clear,

ETT

No.7,5

terancam oleh gumpalan darah,

stabil,

gigi, atau benda asing di orofaring;

terintubasi
cuff,

Penatalaksanaan Awal

c-spine

maxillofacial injury (+)


Breathing:
RR 24x/I,

dan

cedera

kepala,

langsung.
Breathing : Ventilasi terancam oleh

100/60mmHg, HR:160-170

penurunan

x/menit, regular, dilakukan

(biasanya

pemasangan IV line dengan

keracunan, atau syok yang hampir

bor besar yakni 18G dan

fatal) atau cedera dada.


Circulation: Perdarahan eksternal

16G dan diberikan IVFD

obtundasi

hematoma karena trauma leher

Refill Time > 2 detik, Akral:

dari

lidah

shock, intoksikasi); dan edema atau

Capillary

H/P/K ,T/V kuat/cukup,TD:

posterior
oleh

(misalnya,

SaO2 100%
Circulation:

retraksi

disebabkan

Oksigen via ETT 10L/I,

Airway : Patensi jalan napas

pusat
dari

pernafasan

cedera

RSol sebanyak 3000cc.


Disability: Kesadaran: GCS

dikendalikan

5 ( E1M3V1 ), AVPU:

(misalnya,

unresponsive, pupil : 4

dimulai dengan NaCl 0,9%

mm : 5 mm, anisokor, Rc :

Ringer laktat; infus yang cepat dari

+/+
Exposure:

1 sampai 2 L (20 mL / kg untuk

oedema(-)

fraktur

(+),

oleh

kepala,

tekanan

langsung. Dua infuse bore besar


14-

atau

16-gauge)
atau

anak-anak) diberikan untuk tandatanda shock dan hipovolemia.

27

Disability:

Fungsi

neurologis

dievaluasi untuk defisit serius yang


melibatkan otak dan sumsum tulang

belakang.
Exposure:

Untuk

memastikan

cedera tidak terlewatkan, pasien


benar-benar ditelanjangi (dengan
memotong pakaian) dan seluruh
permukaan tubuh diperiksa untuk
5.

Menilai

derajat

tanda-tanda trauma tersembunyi


kelas Evaluasi Awal

perdarahan

Imobilisasi

yang

tepat

harus

IVFD R-SOL

dipertahankan

Inj Ranitidin 50mg/12 jam

collar dan spine board sampai

Inj Ceftriaxon 1gr/12 jam

stabilitas seluruh tulang belakang

Inj ketorolac 30 mg/ 8 jam

Premedikasi operasi: Inj

telah dipastikan.
Nyeri harus diatasi dengan opioid

short-acting (misalnya, fentanyl).


Manajemen awal agresif hipoksia,

fentanyl 120 ug

dengan

hiperkapnia,

cervical

hipotensi,

dan

peningkatan ICP.
Pengobatan untuk pasien dengan
peningkatan

ICP

antara

lain

termasuk intubasi Orotracheal yang


cepat,

Ventilasi

mekanis,

Pemantauan ICP, sedasi sedang


bila diperlukan.

BAB 5
KESIMPULAN

28

Tn K, 20 tahun, 60 kg, datang ke Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam


Malik dengan keluhan penurunan kesadaran. Hal ini dialami pasien sejak 2 jam
sebelum masuk rumah sakit. Pasien mengalami kecelakaan lalu lintas, saat
berboncengan dengan temannya menaiki sepeda motor, pasien terjatuh akibat
bertabrakan dengan pengendara sepeda motor lain dari arah berlawanan.
Mekanisme trauma tidak jelas. Pasien tidak menggunakan helm pada saat kejadian
kecelakaan. Pasien sudah mendapat pertolongan pertama dari RS luar, dan dirujuk
ke RSUP H. Adam Malik Medan. Riwayat pingsan dijumpai saat terjadinya
kecelakaan dan kesadaran menurun. Riwayat sadar kembali kemudian pingsan
kembali tidak jelas. Riwayat nyeri kepala dijumpai. Riwayat kejang dan mual
muntah proyektil disangkal oleh keluarga pasien. BAB dan BAK dalam batas
normal.
Berdasarkan pemeriksaan fisik dan Head CT Scan, pasien didiagnosa
dengan Head Injury GCS 3T ( E1M2VT) + EDH o/t (L) FTP + Contusio
Brain Stem. Pada pasien ini dilakukan tindakan Craniotomy evakuasi EDH .
Penatalaksanaan perioperatif berupa:
Pre operasi:

Dilakukan teknik anastesi GA, premedikasi Inj. Fentanyl 120 ug


Induksi Inj.Rocuronium 60 mg
Inhalasi anestesi dengan sevoflurane 1 %, O2 2 liter/menit : Air 2 liter/menit
Maintenance dengan fentanyl 50mcg/30 menit, Rocuronium 10mg/ 20menit

Durante Operasi :
Lama operasi : 3 jam (180 menit)
TD
: 113138/ 58 72 mmHg
HR
: 128 139 x/menit
SpO2
: 99 100%
Perdarahan
: 1000 ml
Cairan Durante operasi : R-SOL 2500 cc, PRC 350 cc
Post Operasi :

Bed rest, head up 300


Diet SV 1500 kkal + 60 gr protein

29

IVFD R-SOL 20 gtt/mnt


IVFD Manitol 125cc/6 jam
Inj. Midazolam 15mg + Inj. Fentanyl 200 mcg / 50cc NaCl 0,9% via SP, 5

cc/jam
Inj. Atracurium 4 cc/jam via SP
Inj. Ceftriaxone 1000 mg/12 jam IV
Inj. Ranitidin 50 mg/12 jam IV
Rencana pemeriksaan Darah Rutin, AGDA, KGD ad random, Albumin,

Elektrolit, HST, RFT post operasi


Bila Hb < 10 g/ dL transfusi dengan target hematokrit > 33%
Monitoring kesadaran, RR, HR, TD, SaO2 , UOP selama di ruang ICU

DAFTAR PUSTAKA

1. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2011. Peraturan Menteri


Kesehatan Republik Indonesia Nomor 519/Menkes/Per/Iii/2011 Tentang
Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Anestesiologi Dan Terapi Intensif
Di Rumah Sakit.

30

2. Dzulfikar, 2010. Persiapan Perioperatif Pada Pasien Gawat Darurat.


Available

from:

http://pustaka.unpad.ac.id/wp-

content/uploads/2014/04/pustaka_unpad_Persiapan-Perioperatif.pdf
3. Miller, R.D., Eriksson, L.I., Fleisher, L.A., et al. (2009). Miller: Millers
Anesthesia (7th ed.), Churchill Livingstone, New York.
4. National center for injury prevention and control ,2007. Traumatic Brain
Injury. Available from: http://www.cdcgov.ncipc/factsheet/tbi.htm
5. Anderson S. McCarty L., Cedera Susunan Saraf Pusat, Patofisiologi,
Edisi 4, Anugrah P. EGC, Jakarta, 1995, 1014-1016.
6. Mc.Donald D., Epidural Hematoma, Available from: www.emedicine.com
7. Anonym,
Epidural
Hematoma,
Available
from:
www.braininjury.com/epidural-subdural-hematoma.html.
8. Anonym, Epidural Hematoma, Available from:www.nyp.org
9. Liebeskind DS. 2014. Epidural Hematoma. USA:medscape. Available
from:www.medscape.com
10. Hafid A,2004. Epidural Hematoma, Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi Kedua,
Jong W. D. EGC, Jakarta, 818-19.
11. Porter, RS, and Kaplan JL.2011. The Merck Manual Of Diagnosis and
Therapy, Nineteenth Edition. Whitehouse Station, NJ: Merck & Co.

Вам также может понравиться

  • Bab 1
    Bab 1
    Документ2 страницы
    Bab 1
    Anusha Chandransikaran
    Оценок пока нет
  • Patofisiologi Retensio Plasenta
    Patofisiologi Retensio Plasenta
    Документ1 страница
    Patofisiologi Retensio Plasenta
    Anusha Chandransikaran
    Оценок пока нет
  • Atrial Septal Defect
    Atrial Septal Defect
    Документ6 страниц
    Atrial Septal Defect
    Anusha Chandransikaran
    Оценок пока нет
  • Bab 1
    Bab 1
    Документ13 страниц
    Bab 1
    Anusha Chandransikaran
    Оценок пока нет
  • Lapkas 1
    Lapkas 1
    Документ33 страницы
    Lapkas 1
    Anusha Chandransikaran
    Оценок пока нет
  • Limfa
    Limfa
    Документ2 страницы
    Limfa
    Anusha Chandransikaran
    Оценок пока нет
  • Fraktur Definisi
    Fraktur Definisi
    Документ6 страниц
    Fraktur Definisi
    Anusha Chandransikaran
    Оценок пока нет
  • MANUS
    MANUS
    Документ20 страниц
    MANUS
    Anusha Chandransikaran
    Оценок пока нет
  • Hernia
    Hernia
    Документ14 страниц
    Hernia
    Anusha Chandransikaran
    Оценок пока нет
  • Trauma Abdomen
    Trauma Abdomen
    Документ8 страниц
    Trauma Abdomen
    Anusha Chandransikaran
    Оценок пока нет
  • Bab 2
    Bab 2
    Документ16 страниц
    Bab 2
    Anusha Chandransikaran
    Оценок пока нет
  • Laporan Kasus Paru COPD
    Laporan Kasus Paru COPD
    Документ15 страниц
    Laporan Kasus Paru COPD
    Zeeii ZieZie'
    Оценок пока нет
  • Uas Ganjil Bbc-1 ST 2012
    Uas Ganjil Bbc-1 ST 2012
    Документ11 страниц
    Uas Ganjil Bbc-1 ST 2012
    Anusha Chandransikaran
    Оценок пока нет
  • Makalah Infeksi Saluran Kemih
    Makalah Infeksi Saluran Kemih
    Документ26 страниц
    Makalah Infeksi Saluran Kemih
    Sarita Amelia
    50% (2)
  • Final MS 1
    Final MS 1
    Документ8 страниц
    Final MS 1
    Anusha Chandransikaran
    Оценок пока нет
  • Laporan Kasus Copd
    Laporan Kasus Copd
    Документ32 страницы
    Laporan Kasus Copd
    Anusha Chandransikaran
    Оценок пока нет
  • Laporan Kasus Copd
    Laporan Kasus Copd
    Документ32 страницы
    Laporan Kasus Copd
    Anusha Chandransikaran
    Оценок пока нет
  • Midterm Ms 2
    Midterm Ms 2
    Документ7 страниц
    Midterm Ms 2
    Anusha Chandransikaran
    Оценок пока нет
  • KEJANG
    KEJANG
    Документ3 страницы
    KEJANG
    Ayu Fadhilah
    Оценок пока нет