Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
DISUSUN OLEH:
RADHI MUAMMAR
12/334854/PA/15043
ROMBONGAN: SELASA (14:00-15:00)
DOSEN PENGAMPU:
SUDIARTONO
YOGYAKARTA
JANUARI
2015
DISUSUN OLEH:
RADHI MUAMMAR
12/334854/PA/15043
ROMBONGAN: SELASA (14:00-15:00)
DOSEN PENGAMPU:
SUDIARTONO
YOGYAKARTA
SEPTEMBER
2014
Tugas yang diberikan pada kesempatan kali ini adalah membuat program
sisir delta dirac dan gelombang sinus, kemudian keduanya dikalikan
sehingga menghasilkan data digital, dibawah ini akan dijabarkan mengenai
program yang saya buat. Jika melihat kepada gambar 1, maka akan dapat
terlihat keberadaan tiga buat grafik, grafik yang terletak diatas merupakan
grafik gelombang sinus dengan amplitudo sebesar 5, sedangkan grafik yang
berada ditengah merupakan sisir delta dirac, dan grafik yang berada paling
bawah merupakan hasil perkalian antara gelombang sinus dengan sisir delta
dirac (data digital) tadi.
Gambar 1-Script yang saya gunakan dalam membuat gelombang sinus, sisir delta
dirac, dan hasil kali antara keduanya (data digital), pada gambar ini juga
ditampilkan hasil yang didapatkan.
PEMBAHASAN
Dari hasil yang didapatkan, dapat terlihat bahwa pada grafik yang paling
bawah yaitu data digital (hasil kali antara sisir delta dirac dengan
gelombang sinus) terdapat gelombang yang amplitudonya memiliki nilai
positif (puncaknya berada diatas), maupun gelombang yang amplitudonya
memiliki nilai negatif (puncaknya berada dibawah), hal tersebut terjadi
karena puncak sisir delta dirac (saat amplitudonya sebesar 1) tidak selalu
berada pada puncak gelombang sinus, namun ada pula yang berada di
KESIMPULAN
Dari hasil praktikum ini, didapatkan kesimpulan bahwa:
1. data digital dapat dibentuk dari hasil perkalian sisir delta dirac dengan
gelombang.
2. nilai data digital yang muncul sangat berkaitan dengan nilai amplitudo
gelombang.
3. sisir delta dirac tidak selalu muncul setiap saat, namun memiliki periodeperiode kemunculan yang tertentu.
4. data digital yang memiliki nilai maksimal didapatkan dari hasil kali sisir
delta dirac dengan puncak gelombang.
5. data digital yang memiliki nilai minimal didapatkan dari hasil kali sisir
delta dirac dengan lembah gelombang.
DISUSUN OLEH:
RADHI MUAMMAR
12/334854/PA/15043
ROMBONGAN: SELASA (14:00-15:00)
DOSEN PENGAMPU:
SUDIARTONO
YOGYAKARTA
SEPTEMBER
2014
Tugas yang diberikan pada kuliah kali ini adalah Mengetahui bentuk ricker
wavelet pada frekuensi, n, dan waktu jeda ( t) tertentu dan perubahan apa
saja yang terjadi jika ketiga variabel tersebut diubah besarannya. Gambar
1 menunjukkan script pada MATLAB yang digunakan untuk mengerjakan
tugas ini, saya menggunakan nilai t sebesar 0.002 sekon, frekuensi
sebesar 20 Hz, dan n sebanyak 100 buah. Hasil plotnya dapat dilihat pada
gambar 2.
Gambar 2-Hasil ricker wavelet yang muncul saat nilai frekuensinya sebesar 20 Hz,
t sebesar 0.002 sekon, dan n sebanyak 100.
Gambar 3-Hasil ricker wavelet yang muncul saat nilai frekuensinya sebesar 50 Hz,
t sebesar 0.002 sekon, dan n sebanyak 100.
Kemudian nilai frekuensi tersebut saya ubah lagi menjadi sebesar 10 Hz,
kedua besaran lainnya saya biarkan tetap, hasilnya dapat dilihat pada
gambar 4.
Gambar 4-Hasil ricker wavelet yang muncul saat nilai frekuensinya sebesar 10 Hz,
t sebesar 0.002 sekon, dan n sebanyak 100.
Gambar 5-Hasil ricker wavelet yang muncul saat nilai frekuensinya sebesar 20 Hz,
t sebesar 0.005 sekon, dan n sebanyak 100.
Selanjutnya, nilai t tersebut saya coba ubah lagi menjadi 0.001 sekon,
kedua besaran lainnya saya biarkan tetap, hasilnya dapat dilihat pada
gambar 6 yang ada dibawah ini.
Gambar 6-Hasil ricker wavelet yang muncul saat nilai frekuensinya sebesar 20 Hz,
t sebesar 0.001 sekon, dan n sebanyak 100.
Gambar 7-Hasil ricker wavelet yang muncul saat nilai frekuensinya sebesar 20 Hz,
t sebesar 0.002 sekon, dan n sebanyak 200
PEMBAHASAN
Tinjauan Pada Frekuensi
Jika melihat kepada hasil ricker wavelet awal (gambar 2) dan setelah nilai
frekuensinya diubah (gambar 3 dan 4), maka dapat terlihat bahwa ketika
nilai frekuensinya diperbesar, jumlah gelombang yang ada akan
semakin banyak, hal tersebut disebabkan oleh semakin banyaknya sinyal
getaran yang terjadi pada saat survey seismik berlangsung sehingga
gelombang yang dihasilkan cenderung lebih banyak dan rapat (
mengecil). Namun apabila besar frekuensinya diperkecil, hal yang
sebaliknya pun akan terjadi, gelombang yang muncul akan lebih
sedikit, sementara itu gelombang yang dihasilkan akan semakin
renggang ( membesar). Hal tersebut dapat dijelaskan oleh persamaan
berikut ini:
V
(1)
f
f=
1
(2)
t
dimana f adalah frekuensi dan t adalah waktu jeda. Jika melihat pada
persamaan diatas, maka hasil yang didapat pada praktikum kali ini sudah
sesuai dengan persamaan yang ada. Karena waktu jeda memiliki hubungan
Tinjauan Pada n
Jika membandingkan hasil yang ditunjukkan oleh gambar 2 (hasil awal) dan
gambar 7 (hasil saat nilai n diperbesar), maka dapat terlihat bahwa jumlah
gelombang yang ditunjukkan oleh grafik akan semakin banyak
apabila nilai n diperbesar, hal tersebut terjadi karena besarnya n
mengontrol banyaknya gelombang yang dimunculkan pada saat plot grafik.
Jika nilai n diperbesar atau diperkecil, hal tersebut tidak akan
mempengaruhi panjang gelombang (), waktu jeda (t), maupun frekuensi
(f), karena besarnya n hanya mempengaruhi sampai seberapa banyak
gelombang yang akan dimunculkan, jika n diperbesar maka gelombang
yang ditampilkan akan semakin banyak, namun jika n diperkecil, hal yang
sebaliknya akan terjadi.
KESIMPULAN
Kesimpulan yang didapat dari praktikum kali ini adalah:
1. besarnya frekuensi, waktu jeda, dan n sangat mempengaruhi ricker
wavelet yang muncul pada saat pengeplotan grafik berlangsung.
2. jika frekuensi diperbesar, maka jumlah gelombang yang ada akan
semakin banyak.
3. jika frekuensi diperkecil, maka jumlah gelombang yang ada akan semakin
berkurang.
4. jika nilai t diperbesar, maka jumlah gelombang yang ada akan semakin
berkurang.
5. jika nilai t diperkecil, maka jumlah gelombang yang ada akan semakin
banyak.
6. jika nilai n diperbesar, maka jumlah gelombang yang ada akan semakin
banyak.
7. jika nilai n diperkecil, maka jumlah gelombang yang ada akan semakin
berkurang.
C
C
CHARACTER(LEN=50)::NMFL
NMFL='C:/USERS/USER/DESKTOP/PRAKTIKUM/PRAKTIKUMMAG1/RICKER4.TXT'
OPEN(UNIT=2,FILE=NMFL)
N=55
F1=20
F2=40
F3=50
F4=60
DT=0.002
CALL RICKER(F1,N,DT,R1)
CALL RICKER(F2,N,DT,R2)
CALL RICKER(F3,N,DT,R3)
CALL RICKER(F4,N,DT,R4)
C
MEREKAM KE HARDDISK
DO 20 I=1,N
WRITE(2,100)I,R1(I),R2(I),R3(I),R4(I)
20 CONTINUE
PAUSE
100 FORMAT(I3,5X,4F10.2)
STOP
END
SUBROUTINE RICKER(F,N,DT,R)
DIMENSION RICK(100),R(100)
PHI=3.14
N1=(N+1)/2
DO 10 I=1,N1
B=(PHI*F*(I-1)*DT)**2
RICK(I)=(1-2*B)*EXP(-B)
10 CONTINUE
DO 30 I=1,N1
R(N1+I)=RICK(I)
R(I)=RICK(N1-I+1)
30 CONTINUE
RETURN
END
C
C
DIMENSION R(100),RK(100,50)
CHARACTER(LEN=50)::NMFL
NMFL='C:/USERS/USER/DESKTOP/PRAKTIKUM/PRAKTIKUMMAG1/RICKER10.TX
T'
OPEN(UNIT=2,FILE=NMFL)
N=55
M=10
F=20
DT=0.002
DO 10 I=1,M
CALL RICKER (F,N,DT,R)
DO 11 J=1,N
RK(J,I)=R(J)
11 CONTINUE
F=F+0.5
10 CONTINUE
C
MEREKAM KE HARDDISK
DO 20 I=1,N
WRITE (2,100)(RK(I,J),J=1,M)
20 CONTINUE
PAUSE
100 FORMAT (10F10.2)
STOP
END
SUBROUTINE RICKER(F,N,DT,R)
DIMENSION RICK(100),R(100)
PHI=3.14
N1=(N+1)/2
DO 10 I=1,N1
B=(PHI*F*(I-1)*DT)**2
RICK(I)=(1-2*B)*EXP(-B)
10 CONTINUE
DO 30 I=1,N1
R(N1+I)=RICK(I)
R(I)=RICK(N1-I+1)
30 CONTINUE
RETURN
END
C
===============
DO 20 i=1,n
WRITE (*,13)i
READ (*,14)b(i)
13 FORMAT (2x,Data B Ke-,17,:)
14 FORMAT (F7.0)
20 CONTINUE
Lc=n+m-1
DO 30 K=1,lc
C(k)=0.0
30 CONTINUE
DO 40 i=1,m
DO 50 j=n,1,-1
K=i+j-1
C(k)=c(k)+(a(i)*b(j))
WRITE (*,17)a(i),b(j),c(k)
50 CONTINUE
40 CONTINUE
17 FORMAT (3F7.0)
DO 60 1=1,lc
WRITE (*,15)1,c(l)
60 CONTINUE
15 FORMAT (2x,Hasil Program Konvolusi Ke-,17,:,F7.2)
STOP
END
DISUSUN OLEH:
RADHI MUAMMAR
12/334854/PA/15043
ROMBONGAN: SELASA (14:00-15:00)
DOSEN PENGAMPU:
SUDIARTONO
YOGYAKARTA
SEPTEMBER
2014
SOAL
1. Plot lah data log densitas dan sonik (pada data log)
2v 2 1v 1
R=
2. Plot lah nilai koefisien refleksi (
2v 2+ 1v 1 )
3. Buatlah program ricker wavelet beserta plotnya (pada MATLAB)
4. Buatlah program konvolusi dan sintetik seismogram beserta plotnya
(pada MATLAB)
JAWABAN
1. Data log densitas dan log sonik yang saya plot merupakan data dari
sumur South Barrow 19 yang berlokasi di Alaska pada koordinat latitude
71o1429N dan longitude 156o2001W. Gambar 1 menunjukkan plot nilai
log densitas dan sonik pada sumur tersebut yang titik awal data dimulai
dari kedalaman 1493 ft dan diakhiri pada kedalaman 2294 ft, data diolah
dengan menggunakan program Strater 4.
Gambar 1-Plot nilai log densitas (RHOB) dan log sonic (DT) pada software Strater 4.
2. Nilai koefisien refleksi (R) yang ada di bawah ini (gambar 2) di plot
dengan menggunakan program Strater 4, nilai R didapat dengan
menggunakan
rumus
R=
2v 2 1v 1
2v 2+ 1v 1 )
yang
perhitungannya
Gambar 2-(Kiri)Data log yang digunakan, data tersebut terdiri dari data nama
sumur, kedalaman, densitas (RHOB), sonic (DT), dan koefisien refleksi (R),
(Kanan)Plot nilai koefisien refleksi pada software Strater4.
Gambar 3-(Kiri)Data nilai koefisien refleksi (R) yang telah dimasukkan kedalam
notepad, file tersebut diberi nama R.txt, (Kanan)Script yang digunakan untuk
membuat ricker wavelet.
Gambar 4-Hasil plot nilai koefisien refleksi (atas), ricker wavelet (tengah) dan
sintetik seismogram (bawah) pada MATLAB.
DISUSUN OLEH:
RADHI MUAMMAR
12/334854/PA/15043
ROMBONGAN: SELASA (14:00-15:00)
DOSEN PENGAMPU:
SUDIARTONO
YOGYAKARTA
SEPTEMBER
2014
Tugas yang diberikan pada kesempatan kali ini adalah melakukan koreksi
NMO (Natural Move Out Correction) pada data sintetik seismik, hal ini dapat
dilakukan dengan mengubah-ubah kecepatan gelombang sampai hasil yang
di plot (Figure 1) menjadi lurus. Dibawah ini (gambar 1) yang menunjukkan
script digunakan dalam MATLAB, beserta plot grafik yang muncul.
Pada gambar 1, hasil trace seismik yang muncul tidaklah datar, hal itu
terjadi karena belum dilakukannya koreksi NMO yang berfungsi untuk
meluruskan trace seismik tersebut. Koreksi NMO dapat dilakukan dengan
menentukan kecepatan gelombang yang melewati sebuah formasi batuan,
jika kecepatan gelombang yang dipilih terlalu tinggi, maka trace seismik
akan bergerak kebawah, namun jika kecepatan gelombang yang dipilih
terlalu rendah, maka trace seismic akan bergerak keatas, untuk lebih
jelasnya, silahkan melihat gambar 2 untuk ilustrasinya.
Gambar 1-Script yang digunakan untuk memunculkan trace seismik pada MATLAB,
script yang ditunjukkan oleh gambar ini belum mengandung proses NMO (ini adalah
script default yang diberikan oleh bapak Sudiartono).
Gambar 2Hasil ketika (A) sebelum melakukan koreksi NMO; (B) kecepatan yang di
pick sesuai; (C) kecepatan yang di pick terlalu rendah; (D) kecepatan yang di pick
terlalu tinggi. (http://www.bairdpetro.com/pdf_files/p58-62.pdf)
Tujuan utama dari praktikum kali ini adalah untuk meluruskan trace seismik
dengan menggunakan besaran kecepatan tertentu, saya menggunakan
kecepatan sebesar 1000 m/s untuk koreksi NMO ini dan dengan
menggunakan rumus pada MATLAB yang ada dibawah ini. Hasil akhir yaitu
trace seismik yang sudah dilakukan koreksi NMO padanya (gambar 3) dapat
dihasilkan trace seismik sudah lurus, saya juga melakukan beberapa
modifikasi pada script yang digunakan.
t(i)=2*sqrt((x^2/v^2)+t0^2);
b(i) =fix((t(i)/dt)+0.5);
Gambar 3-Script akhir yang digunakan untuk koreksi NMO beserta bentuk trace
seismik setelah selesai di koreksi NMO dengan kecepatan sebesar 1000 m/s.
DISUSUN OLEH:
RADHI MUAMMAR
12/334854/PA/15043
ROMBONGAN: SELASA (14:00-15:00)
DOSEN PENGAMPU:
SUDIARTONO
YOGYAKARTA
OKTOBER
2014
Tugas yang diberikan pada kesempatan kali ini adalah mengetahui hasil
stack trace seismic pada fase, frekuensi, dan waktu jeda tertentu, serta
mengidentifikasi perbedaan yang ada apabila ketiga besaran tersebut
divariasikan. Program dasar yang digunakan dapat dilihat pada gambar 1,
pada gambar tersebut, nilai frekuensi yang digunakan adalah sebesar 20
Hz, besarnya waktu jeda (t) adalah 0.002 sekon, dan fase yang dipakai
sebesar 0.5, hasil dari me-run program dengan pengaturan seperti gambar
1 dapat dilihat pada gambar 2.
Gambar 2-Hasil dari me-run program pada gambar 1 dengan ketentuan frekuensi
sebesar 20 Hz, waktu jeda sebesar 0.002 sekon, dan fase sebesar 0.5.
Setelah itu, saya mencoba untuk merubah fase (phs) dari yang awalnya
sebesar 0.5 menjadi 1, namun besaran lainnya saya biarkan tetap, langkah
ini saya lakukan untuk mengetahui perbedaan yang terjadi akibat
pengubahan besaran-besaran tertentu terhadap hasil yang didapatkan.
Gambar 3-Hasil dari me-run program pada gambar 1 dengan ketentuan frekuensi
sebesar 20 Hz, waktu jeda sebesar 0.002 sekon, dan fase sebesar 1.0.
Setelah itu, saya mencoba untuk merubah frekuensi (f) dari yang awalnya
sebesar 20 Hz menjadi 50 Hz, namun besaran lainnya saya biarkan tetap,
langkah ini saya lakukan untuk mengetahui perbedaan yang terjadi akibat
pengubahan besaran-besaran tertentu terhadap hasil yang didapatkan.
Gambar 4-Hasil dari me-run program pada gambar 1 dengan ketentuan frekuensi
sebesar 50 Hz, waktu jeda sebesar 0.002 sekon, dan fase sebesar 0.5.
Setelah itu, saya mencoba untuk merubah waktu jeda (t) dari yang
awalnya sebesar 0.002 sekon menjadi 0.001 sekon, namun besaran lainnya
saya biarkan tetap, langkah ini saya lakukan untuk mengetahui perbedaan
yang terjadi akibat pengubahan besaran-besaran tertentu terhadap hasil
yang didapatkan.
Gambar 5-Hasil dari me-run program pada gambar 1 dengan ketentuan frekuensi
sebesar 20 Hz, waktu jeda sebesar 0.001 sekon, dan fase sebesar 0.5.
PEMBAHASAN
Dari hasil yang didapatkan pada tugas kali ini, dapat terlihat bahwa ketika
frekuensi, waktu jeda, maupun fase gelombang diubah, bentuk gelombang
seismik yang muncul juga akan berubah, perbedaan yang dihasilkan dari
perubahan tiap-tiap besaran tersebut akan dibahas dibawah ini:
1. perubahan fase
ketika fase gelombang ditingkatkan dari 0.5 menuju 1.0, maka dapat terlihat
dengan jelas (gambar 3) bahwa jumlah gelombang yang muncul semakin
banyak (gelombang dipersempit). Pada gambar 2, terlihat bahwa hanya
terdapat 4 buah gelombang disana, namun pada gambar 3 terlihat
keberadaan 6 buah gelombang. Berdasarkan apa yang saya lihat dari
gambar tersebut, terlihat bahwa gelombang yang muncul memiliki bentuk
seperti ditekan kearah tengah, saya memiliki dua buah asumsi disini, yang
pertama adalah gelombang-gelombang yang baru muncul tersebut memang
disebabkan karena fasenya diperbesar, namun asumsi kedua yang saya
miliki adalah sebenarnya sejak awal memang sudah ada 6 gelombang dari
awal, namun dua gelombang yang muncul ketika fasenya diubah memiliki
amplitudo yang sangat kecil , sehingga seolah-olah tidak terlihat oleh mata.
Walaupun amplitudo gelombang tersebut berubah secara kontras, namun
amplitudo maksimalnya tetap sebesar 25.
2. perubahan frekuensi
saat frekuensi diperbesar dari 20 Hz menjadi 50 Hz, terdapat perbedaan
yang muncul pada gelombang yang dihasilkan (gambar 4). Perbedaan yang
KESIMPULAN
Dari hasil yang didapat, dapat ditarik beberapa kesimpulan, yaitu:
1. perubahan fase, frekuensi, dan waktu jeda mempengaruhi bentuk dan
jumlah gelombang yang akan didapatkan.
2. semakin besar harga fase gelombang, maka gelombang yang muncul
akan semakin rapat dan amplitudo gelombang yang dihasilkan akan
semakin besar.
3. semakin besar harga frekuensi gelombang, maka gelombang yang
dihasilkan akan memiliki amplitudo yang lebih besar.
4. semakin kecil harga waktu jeda gelombang, maka gelombang yang
dihasilkan akan semakin sedikit dan landai.
DISUSUN OLEH:
RADHI MUAMMAR
12/334854/PA/15043
ROMBONGAN: SELASA (14:00-15:00)
DOSEN PENGAMPU:
SUDIARTONO
YOGYAKARTA
NOVEMBER
2014
Tugas yang diberikan pada kesempatan kali ini adalah (1) membuat
program low pass filter, (2) mencari rumus band pass filter, dan (3)
membuat program bandpass filter dengan menggunakan MATLAB.
Program low pass filter sudah diberikan oleh bapak Sudiartono di
kelas, gambar 1 menunjukkan script low pass filter yang sudah
diberikan. Kemudian tugas berikutnya yang diberikan adalah mencari
rumus band pass filter, jika dibandingkan dengan low pass filter,
bandpass filter dapat dikatakan sebagai gabungan antara low pass
filter dengan high pass filter. Respon impuls yang ada pada band pass
filter ditunjukkan oleh persamaan dibawah ini:
Wo=
H L
N
sementara itu, rumus dari band pass filter (tugas 2) adalah sebagai
berikut:
n
Wn=2
dimana nilai n = 1, 2, 3, dan seterusnya.
Karena band pass filter merupakan gabungan antara low pass filter
dan high pass filter, oleh karena itu efisiensi pem-filter-an noise yang
dilakukan dengan filter jenis ini akan lebih tinggi daripada jika hanya
menggunakan low pass atau high pass filter saja, namun waktu yang
diperlukan untuk mem-filter noise tersebut akan semakin meningkat.
Prinsip kerja dari band pass filter ini adalah seperti trapesium atau
kotak yang akan memfilter seluruh frekuensi yang berada diluar
jangkauannya, namun seluruh frekuensi yang ada didalam
jangkauannya tidak akan dihapus.
Tugas yang diberikan selanjutnya adalah membuat program band
pass filter pada MATLAB, script yang saya buat ditunjukkan oleh
gambar 2. Script band pass filter tersebut merupakan sebuah
modifikasi dari script low pass filter, saya hanya mengubah
persamaan-persamaan di bagian tertentu, seperti persamaan low
pass filter yang saya ganti dengan persamaan band pass filter.
Setelah program low pass dan band pass filter selesai dibuat, hal
yang selanjutnya saya lakukan adalah me-run program tersebut dan
dari hasil run kedua program tersebut, saya mendapatkan beberapa
hasil yang berbeda, namun tidak seluruhnya berbeda. Hasil-hasil
yang saya dapatkan dari hasil me-run program tersebut saya
tunjukkan pada gambar 3 13, keterangan pada setiap gambar sudah
saya tulis dibawah setiap gambar.
PEMBAHASAN
KESIMPULAN
Dari hasil dan pembahasan
kesimpulan, yaitu:
diatas,
dapat
ditarik
beberapa
1. low pass filter hanya memfilter noise yang memiliki frekuensi yang
lebih besar daripada frekuensi yang ditetapkan.
2. band pass filter memfilter noise dalam range-range tertentu,
sehingga noise yang di filter akan lebih banyak.
3. dalam kegiatan prosesing data seismik refleksi, filter band pass
lebih baik untuk digunakan karena dapat mengurangi noise, namun
biaya dan waktu yang dibutuhkan lebih tinggi daripada menggunakan
filter low pass.
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1-Script low pass filter yang diberikan bapak Sudiartono di kelas.
Gambar 2-Script band pass filter yang didapatkan dari hasil modifikasi script
low pass filter diatas.
Gambar 9-Setengah ricker wavelet yang dihasilkan oleh program band pass
filter pada n sebesar 128.
Gambar 10- Plot besarnya hp pada program band pass filter berdasarkan
jumlah n sebanyak 128.
Gambar 11- Plot besarnya nilai x (sumbu y) terhadap waktu (sumbu x) pada
program band pass filter.
DISUSUN OLEH:
RADHI MUAMMAR
12/334854/PA/15043
ROMBONGAN: SELASA (14:00-15:00)
DOSEN PENGAMPU:
SUDIARTONO
YOGYAKARTA
NOVEMBER
2014
Tugas yang diberikan pada kesempatan kali ini adalah membuat program
gelombang kotak dan gelombang segitiga. Dikarenakan script yang
digunakan terlalu panjang (4 halaman) oleh karena itu, saya tidak menaruh
skrinsut script dari MATLAB, namun saya langsung menuliskan script yang
saya gunakan dibawah ini:
%Gelombang Kotak
ys=0.0;
for i=1:length(t)
ys=ys+(sin(deg2rad((2*i-1)*2*pi*f*t)))/(2*i-1);
end
zs=(4/pi)*ys;
%Gelombang Segitiga
yt=0.0;
for i=0:length(t)
yt=yt+(((-1)^i)*((sin(deg2rad(2*pi*(2*i+1)*f*t)))/((2*i+1)^2)));
end
zt=(8/(pi*pi))*yt;
figure
subplot(2,1,1); plot(zs);title('Gelombang Kotak')
subplot(2,1,2); plot(zt);title('Gelombang Segitiga')
n = 1024;
dt = 0.005;
fs = 1/dt;
t = (0:n-1)/fs;
fn = fs/2;
Nn = 512;
fi = fs/Nn;
f = (0:Nn-1)*fi;
figure
subplot(3,1,1);
plot(zs);
title('Gelombang Kotak');
Y = fft(zs,Nn);
P = Y.*conj(Y)/Nn;
subplot(3,1,2);
plot(f,P);
xlabel('Frekuensi (Hz)');
ylabel('Power');
title('Spektrum Amplitudo');
Y0 = fftshift(Y);
f0 = (-Nn/2:Nn/2-1)*(fs/Nn);
P0 = Y0.*conj(Y0)/Nn;
subplot(3,1,3);
plot(f0,P0);
xlabel('Frekuensi (Hz)');
ylabel('Power');
title('Spektrum Amplitudo (Pusat di 0)');
PH = unwrap(angle(Y0));
figure;
plot(f0,PH*180/pi);
xlabel('Frekuensi (Hz)');
ylabel('Fase (Derajat)');
title('Plot Fase');
grid on;
figure
subplot(3,1,1);
plot(zt);
title('Gelombang Segitiga');
Ya = fft(zt,Nn);
Pa = Ya.*conj(Ya)/Nn;
subplot(3,1,2);
plot(f,Pa);
xlabel('Frekuensi (Hz)');
ylabel('Power');
title('Spektrum Amplitudo');
Y01 = fftshift(Ya);
f01 = (-Nn/2:Nn/2-1)*(fs/Nn);
P01 = Y01.*conj(Y01)/Nn;
subplot(3,1,3);
plot(f01,P01);
xlabel('Frekuensi (Hz)');
ylabel('Power');
title('Spektrum Amplitudo (Pusat di 0)');
PH1 = unwrap(angle(Y01));
figure;
plot(f01,PH1*180/pi);
xlabel('Frekuensi (Hz)');
ylabel('Fase (Derajat)');
title('Plot Fase');
grid on;
Gambar 1-Plot gelombang kotak dan gelombang segitiga pada MATLAB, kedua
gambar ini dihasilkan oleh script yang saya tuliskan diatas.
Gambar 2-Plot spektrum amplitudo dari gelombang kotak pada MATLAB, ketiga
gambar ini dihasilkan oleh script yang saya tuliskan diatas.
Gambar 3-Plot fase dari gelombang kotak pada MATLAB, gambar ini dihasilkan oleh
script yang saya tuliskan diatas.
Gambar 4-Plot spektrum amplitudo pada gelombang segitiga pada MATLAB, ketiga
gambar ini dihasilkan oleh script yang saya tuliskan diatas.
Gambar 5-Plot fase dari gelombang segitiga pada MATLAB, gambar ini dihasilkan
oleh script yang saya tuliskan diatas.
DISUSUN OLEH:
RADHI MUAMMAR
12/334854/PA/15043
ROMBONGAN: SELASA (14:00-15:00)
DOSEN PENGAMPU:
SUDIARTONO
YOGYAKARTA
NOVEMBER
2015
Tugas yang diberikan pada kesempatan kali ini adalah pembuatan slant
stack yang berasal dari ricker wavelet yang telah dibuat. Slant stack
disebut juga sebagai Transformasi Radon yakni adalah sebuah teknik
penjumlahan trace-trace seismik (stack) pada sudut tertentu yang memiliki
tujuan untuk memperjelas keberadaan reflektor miring, selain itu, tujuan
lainnya dari slant stack ini adalah untuk meningkatkan signal to noise ratio
yang mana berfungsi untuk memperkuat sinyal seismik dan mengurangi
noise yang ada. Terdapat dua tahap dalam melakukan slant stack ini, yang
pertama adalah koreksi LMO (linear moveout) yaitu sebuah proses untuk
memproyeksikan trace-trace seismik pada CDP atau CMP dengan sudut
tertentu. Sudut yang dimaksud tadi memiliki hubungan dengan ray (p) dan
offset (x). Dengan menggunakan langkah pertama ini (LMO), kita akan
dapat memperoleh reflektor dengan waktu tertentu (), persamaannya
ditunjukkan dibawah ini
=tpx
dimana t adalah waktu tempuh, p adalah parameter sinar (ray), dan x
adalah offset geophone. Tahap selanjutnya dalam proses slant stack ini
adalah proses stacking atau penjumlahan trace-trace seismik tadi, langkah
kedua ini hanya dapat dilakukan jika langkah pertama (LMO) sudah
dilakukan dengan benar. Dari hasil kedua langkah tersebut, akan didapatkan
slant stack.
Dibawah ini akan saya lampirkan script yang saya gunakan untuk membuat
slant stack tersebut pada MATLAB.
sl=importdata('data_rick.TXT');
dx=0.0; dt=0.002;
t=0:dt:2;
n=55;
for i=1:n;
for j=1:n;
y(j)=sl(j,i);
end;
hold on;
axis ij;
plot(y(1:n)+dx,t(1:n));
title 'Plot Data Slant-Stack';
dx=dx+0.1;
end;
dan hasil yang saya dapat, ditunjukkan oleh gambar 1 yang ada pada
halaman selanjutnya.
Gambar 1-Plot data slant stack yang diturunkan dari data ricker wavelet pada
MATLAB.