Вы находитесь на странице: 1из 11

TUGAS KEPERAWATAN KOMUNITAS

TUMBUH KEMBANG KELUARGA DAN DASAR-DASAR TEORITIS DALAM


KEPERAWATAN KELUARGA

DISUSUN OLEH :
1. ARI YULI HARTATI
2. HELENTINA BUTAR-BUTAR
3. RUSTINI JOHAN
4. JULAEHA
KELAS 2 C PROGRAM S1 TRANSFER
TAHUN AJARAN 2015-2016

BAB I
LATAR BELAKANG
Keluarga merupakan unit pelayanan kesehatan yang terdepan dalam meningkatkan
derajat kesehatan komunitas. Apabila setiap keluarga sehat akan tercipta komunitas keluarga
yang sehat. Masalah kesehatan yang dialami oleh salah satu anggota keluarga dapat

mempengaruhi anggota keluarga yang lain. Masalah kesehatan yang dialami oleh sebuah
keluarga dapat mempengaruhi system keluarga tersebut dan mempengaruhi komunitas
setempat, bahkan komunitas global. Sebagai contoh, apabila ada seorang anggota keluarga
yang menderita penyakit demam berdarah, nyamuk sebagai factor penyebab dapat menggigit
keluarga tetangganya. Hal tersebut dapat mempengaruhi komunitas tempat keluarga tersebut
menetap.
Sehat seharusnya dimulai dengan membangun keluarga sehat sesuai Perawat keluarga
sangat dibutuhkan oleh keluarga untuk membangun keluarga sehat sesuai dengan budayanya.
Perawat berperan sebagai pemberi asuhan keperawatan, konselor, pendidik, atau peneliti agar
keluarga dapat mengenal tanda bahaya dini gangguan kesehatan pada anggota keluarganya.
Dengan demikian, apabila keluarga tersebut mempunyai masalah kesehatan, mereka tidak
datangke pelayanan kesehatan dalam kondisi yang sudah kronis.
Perawat keluarga memiliki peran yang sangat strategis dalam pemberdayaan
kesehatan keluarga ssehingga tercapai Indonesia sehat. Program pemerintah dalam
pemberdayaan keluarga di bidang kesehatan belum mengikutsertakan perawat keluarga
secara optimal. Oleh karena itu, kita perlu mempertimbangkan adanya satu orang perawat
keluarga dalam satu kelurahan atau desa dalam membangun keluarga sehat. Asuhan
keperawatan tersebut tentunya dilaksanakan dengan melibatkan peran serta aktif
keluargadengan budaya keluarga.

BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A.

Definisi keluarga.
Pengertian keperawatan kesehatan keluarga (Family Health Nursing) dapat dinyatakan
berdasarkan berbagai sumber berikut:
Keluarga merupakan sekumpulan orang yang dihubungkan oleh perkawinan, adopsi dan
kelahiran yang bertujuan menciptakan dan mempertahankan budaya yang umum,
meningkatkan perkembangan fisik, mental, emosional dan sosial dari individu-individu yang

ada di dalamnya, terlihat dari pola interaksi yang saling ketergantungan untuk mencapai
tujuan bersama (Friedman, 1998).
Keluarga terdiri dari orang-orang yang disatukan oleh ikatan perkawinan, darah dan
ikatan adopsi yang hidup bersama dalam satu rumah tangga, anggota keluarga berinteraksi
dan berkomunikasi satu sama lain dengan peran sosial keluarga (Burgess dkk, 1963).
B.

BENTUK KELUARGA

Beberapa bentuk keluarga adalah sebagai berikut :


1. Keluarga inti (n u c l e a r f a m i l y )
Adalah keluarga yang dibentuk karena ikatan perkawinan yang direncanakan yang
terdiri dari suami, istri, dan beberapa orang anak, baik karena kelahiran natural
maupun adopsi.
2. Keluarga asal (f a m i l y o f o r i g i n )
Merupakan satu unit kelurga tempat asal seseorang dilahirkan.
3. Keluarga besar (E x t e n d e d f a m i l y )
Keluarga inti ditambah keluarga yang lain (karena hubungan darah), misalnya kakek,
nenek, bibi, paman, sepupu termasuk keluarga modern, seperti orang tua tunggal,
keluarga tanpa anak, serta keluarga pasangan sejenis (guy/lesbian families).
4. Keluarga berantai (s o c i a l f a m i l y )
Keluarga yang terdiri dari wanita dan pria yang menikah lebih dari satu kali dan
merupakan suatu keluarga inti.

5. Keluarga duda atau janda


Keluarga yang terbentuk karena perceraian dan/atau kematian pasangan yang dicintai.
6. Keluarga komposit (composite family)
Keluarga dari perkawinan poligami dan hidup bersama.
7. Keluaga kohabitasi (c o h a b i t a t i o n )
Dua orang menjadi satu keluarga tanpa pernikahan, bisa memiliki anak atau tidak. Di
Indonesia bentuk keluarga ini tidak lazim dan bertentangan dengan budaya timur.
Namun, lambat laun keluarga kohabitasi mulai dapat diterima.
C. STRUKTUR DAN FUNGSI KELUARGA

Struktur kekuatan keluarga meliputi kemampuan berkomunikasi, kemampuan


keluarga untuk saling berbagi, kemampuan system pendukung di antara anggota keluarga,
kemampuan perawatan diri, dan kemampuan menyelesaikan masalah. Menurut Friedman
(1999), lima fungsi dasar keluarga adalah sebagai berikut :
,

1. Fungsi afektif
adalah fungsi internal keluarga untuk pemenuhan kebutuhan psikososial, saling
mengasuh dan memberkan cinta kasih, serta saling menerima dan mendukung.

2. Fungsi sosialisasi
adalah proses perkembangan dan perubahan individu keluarga, tempat anggota
keluarga berinteraksi social dan belajar berperan di lingkungan social.

3. Fungsi reproduksi
adalah fungsi keluarga meneruskan kelangsungan keturunan dan menambah sumber
daya manusia.
4. Fungsi ekonomi

adalah fungsi keluarga untuk memenuhi kebutuhan keluarga, seperti sandang, pangan,
dan papan.
5. Fungsi perawatan kesehatan

adalah kemampuan keluarga untuk merawat anggota keluarga yang mengalami


masalah kesehatan.

D. TUMBUH KEMBANG KELUARGA


Menurut Duval (1997), daur atau siklus kehidupan keluarga terdiri dari delapan tahap
perkembangan yang mempunyai tugas dan resiko tertentu pada tiap tahap perkembangan :

1. Tahap 1
Pasangan baru menikah (keluarga baru).Tugas perkembangan keluarga pada tahap ini
adalah membina hubungan perkawinan yang saling memuaskan, membina hubungan
yang harmonis dengan saudara dan kerabat, dan merencanakan keluarga (termasuk
merencanakan jumlah anak yang diinginkan
2. Tahap 2
Menanti kelahiran (child bearing family) atau anak tertua adalah bayi berusia kurang
dari 1 bulan. Tugas perkembangan keluarga pada tahap ini adalah menyiapkan
anggota keluarga yang baru (bayi dalam keluarga), membagi waktu untuk individu,
pasangan, dan keluarga

3. Tahap 3
Keluarga dengan anak prasekolah atau anak tertua 2,5 tahun sampai dengan 6 tahun.
Tugas perkemmbangan keluarga pada tahap ini adalah menyatukan kebutuhan
masing-masing anggota keluarga, antara lain ruang atau kamar pribadi dan keamanan,

mensosialisasikan anak-anak, menyatukan keinginan anak-anak yang berbeda, dan


mempertahankan hubungan yang sehat dalam keluarga
,

4. Tahap 4
Keluarga dengan anak sekolah atau anak tertua berusia 7 sampai 12 tahun. Tugas
perkembangan keluarga pada tahap ini adalah mensosialisasikan anak-anak termasuk
membantu anak-anak membina hubungan dengan teman sebaya, mempertahankan
hubungan perkawinan yang memuaskan, dan memenuhi kebutuhan kesehatan masingmasing anggota keluarga
5. Tahap 5

Keluarga dengan remaja atau dengan anak tertua berusia 13 sampai 20 tahun. Tugas
perkembangan pada tahap ini adalah mengimbangi kebebasan remaja dengan
tanggung jawab yang sejalan dengan maturitas remaja, memfokuskan kembali
hubungan perkawinan, dan melakukan komunikasi yang terbuka diantara orangtua
dengan anak-anak remaja
6. Tahap 6

Keluarga dengan anak dewasa (pelepasan). Tugas perkembangan keluarga pada tahap
ini adalah menambah anggota keluarga dengan kehadiran anggota keluarga yang baru
melalui pernikahan anak-anak yang telah dewasa, menata kembali hubungan
perkawinan, menyiapkan datangnya proses penuaan, termasuk timbulnya masalahmasalah kesehatan
7. Tahap 7
Keluarga usia pertengahan. Tugas perkembangan keluarga pada tahap ini adalah
mempertahankan kontak dengan anak dan cucu, memperkuat hubungan perkawinan,
dan meningkatkan usaha promosi kesehatan.

. 8.

Tahap 8

Keluarga usia lanjut. Tugas perkembangan keluarga pada tahap ini adalah menata
kembali kehidupan yang memuaskan, menyesuaikan kehidupan dengan penghasilan
yang berkurang, mempertahankan hubungan perkawinan, menerima kehilangan
pasangan, mempertahankan kontak dengan masyarakat, dan menemukan arti hidup.

E. Tugas-Tugas Perkembangan Keluarga


a.

Menyeimbangkan kebebasan dan tanggung jawab ketika remaja menjadi dewasa dan

semakin mandiri.
Orangtua harus mengubah hubungan mereka dengan remaja putri atau putranya secara
progresif dari hubungan dependen ke arah suatu hubungan yang semakin mandiri
(independen).

Agar keluarga dapat beradaptasi dengan sukses selama tahap ini, semua anggota
keluarga, khususnya orangtua, harus membuat perubahan sistem utama yaitu membentuk
peran-peran dan norma-norma baru dan membiarkan remaja.
b.

Memfokuskan kembali hubungan perkawinan.


Banyak sekali pasangan suami istri yang telah begitu terikat dengan berbagai tanggung

jawab sebagai orangtua sehingga perkawinan tidak lagi memainkan suatu peran utama dalam
kehidupan mereka.
c.
Berkomunikasi secara terbuka antara orangtua dan anak-anak.
Seringkali terdapat saling tolak-menolak antara orangtua dan remaja menyangkut nilai
dan gaya hidup. Orangtua yang berasal dari keluarga dengan berbagai macam masalah
terbukti seringkali menolak dan memisahkan diri dari anak mereka yang tertua, sehingga
mengurangi saluran-saluran komunikasi terbuka yang mungkin telah ada sebelumnya.
Selain itu dalam buku Komang Ayu (2010) ditambahkan tugas perkembangan keluarga pada
tahap V adalah memberikan perhatian, memberikan kebebasan dalam batasan tanggung
jawab.
Duvall (1977) mengidentifikasi tugas-tugas perkembangan yang penting pada masa ini yang
menyelaraskan kebebasan dengan tanggung jawab ketika remaja menjadi matang dan
mengatur diri mereka sendiri. Friedman (1957) juga mendefinisikan serupa bahwa tugas
orangtua selama tahap ini adalah belajar menerima penolakan tanpa meninggalkan anak.
Ketika orangtua menerima remaja apa adanya, dengan segala kelemahan dan kelebihan
mereka, dan ketika mereka menerima sejumlah peran mereka pada tahap perkembangan ini
tanpa konflik atau sensitifitas yang tidak pantas, mereka membentuk pola untuk semacam
penerimaan diri yang sama. Hubungan antara orangtua dan remaja seharusnya lebih mulus
bila orangtua merasa produktif, puas, dan dapat mengendalikan kehidupan mereka sendiri
(Kidwell et al, 1983) dan orangtua/keluarga berfungsi fleksibel (Preto, 1988).
Shultz (1972) dan lain-lain telah mengungkapkan pandangan mereka bahwa kompleksitas
kehidupan Amerika yang meningkat telah membuat peran orangtua tidak jelas. Orang tua
merasa berkompetisi dengan berbagai kekuatan sosial dan institusi-mulai dari otoritas sekolah
dan konselor hingga keluarga berencana dan seks pranikah dan pilihan kumpul kebo. Faktorfaktor lain menambah pengaruh mereka yang semakin berkurang tersebut. Karena adanya
spesialisasi jabatan dan profesi, orangtua tidak lagi bisa membantu anak-anak mereka dengan
rencana-rencana untuk bekerja. Mobilitas penduduk dan kurangnya hubungan orang dewasa
yang kontinu bagi remaja dan orangtua, selain ketidakmampuan banyak orangtua untuk
mendiskusikan masalah-masalah pribadi, seks, dan masalah-masalah yang berkaitan dengan
obat-obatan secara terbuka dan tidak menghakimi bersama anak-anak mereka juga
memberikan kontribusi pada masalah-masalah orangtua-remaja.

F.

Tingkat Pencegahan Dalam Perawatan Keluarga


Pelayanan keperawatan keluarga, berfokus pada tiga level prevalensi yaitu :
1.

Pencegahan primer (primary prevention)

Merupakan tahap pencegahan yang dilakukan sebelum masalah timbul, kegiatannya


berupa pencegahan spesifik (specific prevention) dan promosi kesehatan (health promotion)
seperti pemberian pendidikan kesehatan, kebersihan diri, penggunaan sanitasi lingkungan
yang bersih, olahraga, imunisasi, perubahan gaya hidup.
2.

Pencegahan sekunder (secondary prevention)


Yaitu tahap pencegahan kedua yang dilakukan pada awal masalah timbul maupun saat

masalah berlangsung, dengan memiliki deteksi dini (early diagnosis) dan melakukan
tindakan penyembuhan (promp treatment) seperti screening kesehatan, deteksi dini adanya
gangguan kesehatan.
3.

Pencegahan tersier (tertiary prevention)

Merupakan pencegahan yang dilakukan pada saat masalah kesehatan telah selesai, selain
mencegah komplikasi juga meminimalkan keterbatasan (disability limitation) dan
memaksimalkan fungsi melalui rehabilitasi (rehabilitation) seperti melakukan rujukan
kesehatan,

melakukan

konseling

kesehatan

bagi

yang

bermasalah,

memfasilitasi

ketidakmampuan dan mencegah kematian.


G.

Peran Perawat Komunitas dalam Asuhan Keperawatan Keluarga.


Dalam melaksanakan asuhan keperawatan keluarga, perawat keluarga perlu memperhatikan
prinsip-prinsip berikut: (a) melakukan kerja bersama keluarga secara kolektif, (b) memulai
pekerjaan dari hal yang sesuai dengan kemampuan keluarga, (c) menyesuaikan rencana
asuhan keperawatan dengan tahap perkembangan keluarga, (d) menerima dan mengakui struktur keluarga,
dan (e) menekankan pada kemampuan keluarga.
Peran perawat komunitas dalam asuhan keperawatan keluarga meliputi:
1.

Pendidik (educator)

Peran perawat komunitas dalam asuhan keperawatan keluarga sebagai pendidik (educator),
diharapkan perawat komunitas harus mampu memberikan informasi kesehatan yang
dibutuhkan keluarga melalui pendidikan kesehatan. Pendidikan kesehatan dapat dilakukan di
rumah pada saat kunjungan rumah (home visit) atau pada institusi formal dan pilihan sesuai
dengan tingkatan kemampuan masyarakat (Stanhope & Lancaster, 2000). Fokus dan isi
pendidikan kesehatan kepada keluarga meliputi peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit,
dampak dari penyakit (Friedman, Bowden & Jones, 2003).

2.

Peneliti (researcher)

Peran sebagai peneliti ditunjukkan oleh perawat komunitas dengan berbagai aktivitas
penelitian yang berfokus pada individu, keluarga, kelompok atau komunitas. Perawat dapat
mengidentifikasi

masalah,

mengumpulkan

data,

analisis

data,

interprestasi

data,

mengaplikasikan penemuan, mengevalusi, desain dan menerapkan hasil temuan dalam


pengembangan dan perbaikan praktik keperawatan komunitas. Perawat komunitas
mengaplikasikan hasil riset dalam praktik keperawatan keluarga, mengumpulkan data,
merancang dan mendesiminasikan hasil riset.
3.

Konselor (counselor)

Peran perawat komunitas dalam asuhan keperawatan keluarga, mendengar keluhan keluarga
secara objektif, memberikan umpan balik dan memberikan informasi serta membantu
keluarga melalui proses pemecahan masalah dan mengidentifikasi sumber yang dimiliki
keluarga (ICN, 2002). Perawat memberikan bantuan secara professional dengan metode yang
disesuaikan kebutuhan dan masalah yang dihadapi keluarga, sehngga keluarga memahami
dan menggunakan pengertiannya atas tujuan yang ditetapkan bersama secara wajar, dan
akhirnya keluarga dapat menjadi lebih produktif. Perawat membantu mengindentifikasi
alternatif solusi, membuat keluarga menyadari proses pemecahan masalah yang dihadapinya.
4.

Manajer kasus (case manager)


Perawat komunitas dapat mengkaji dan mengidentifikasi kebutuhan kesehatan keluarga,
merancang rencana keperawatan untuk memenuhi kebutuhan keluarga, mengawasi dan
mengevaluasi dampak terhadap pelayanan yang diberikan. Perawat perlu menunjukan
kemampuan dalam mengidentifikasi sumber daya dan sumber dana keluarga, memotivasi dan
melakukan koordinasi dalam memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan keluarga.

5.

Kolaborator (collaborator)
Peran sebagai koaborator dapat dilaksanakan antara perawat dengan keluarga dalam
memberikan pelayanan kesehatan keluarga secara komperhensif. Perawat komunitas dapat
berpartisipasi bekerjasama membuat keputusan, kebijakan, berkomunikasi dengan anggota
tim kesehatan, berpartisipasi bekerjasama melaksanakan tindakan untuk menyelesaikan
masalah keluarga. Perawat harus mampu melakukan komunikasi secara lebih efektif.
Kolaborasi yang efektif dapat dilihat dari komunikasi dengan keluarga, kelompok dan tim
serta pemecahan masalah yang dilakukan (Clark, 199).

6.

Penghubung (liaison)
Perawat sebagai peran penghubung membantu mempertahankan kontinuitas diantara petugas
professional dan non professional. Perawat komunitas diharapkan merujuk permasalahan
klien kepada sarana pelayanan kesehatan serta sumber yang ada di masyarakat seperti
Puskesmas, RS, tokoh agama, tokoh masyarakat (Alender & Spradley, 2001).

7.

Pembela (advocate)
Peran sebagai advocate ditunjukan oleh perawat yang tanggap terhadap kebutuhan komunitas
dan mampu mengkomunikasikan kebutuhan tersebut kepada pemberi pelayanan secara tepat.
Advokasi ditujukan untuk mempengaruhi kebijakan bagi decision maker (pengambil
kebijakan).

8.

Pemberi perawatan langsung


Perawat komunitas memberikan asuhan keperawatan pada keluarga secara lengsung dengan
menggunakan prinsip tiga tingkatan yaitu pencegahan primer, sekunder dan tersier.

9.

Role model
Dengan menampilkan perilaku yang dapat dipelajari oleh orang lain, menjadi panutan bagi
keluarga, memberikan contoh yang benar bagi keluarga.

10. Referral resourse


Dengan membuat rujukan dan follow up rujukan ke pelayanan kesehatan lain atau ke tenaga
kesehatan lain yang diperlukan keluarga.
11. Pembaharu (inovator)
Dengan cara membantu melaksanakan perubahan kearah yang lebih baik untuk perbaikan dan
kepentingan kesehatan keluarga.

KESIMPULAN DAN SARAN


Dari uraian yang telah dijelaskan di atas kesimpulan yang dapat diambil adalah bahwa
setiap keluarga mempunyai tahap-tahap perkembangannya. Seiring dengan hal itu tugas-tugas
perkembangannya pun semakin bervariasi sesuai dengan tahap yang di lewati. Masalahmasalah kesehatannya pun bervariasi. Disini dibutuhkan suatu kejelihan dari petugas
kesehatan pada umumnya dan perawat komunitas pada khususnya untuk menganalisa apa
masalah dan bagaimana solusi yang tepat untuk mengatasi masalah-masalah tersebut. Salah
satu hal yang menjadi prioritas adalah kita harus bisa menanamkan prinsip preventif. Hal
yang juga perlu di pahami oleh perawat adalah, keluarga merupakan factor yang sangat
berpengaruh terhadap kepribadian seseorang termasuk mengenai prilaku hidup sehat setiap
anggota keluarganya. Oleh karena penanaman budaya sehat perlu di mulai dari keluarga. Hal
itu bisa dicapai dengan cara memberikan penyuluhan-penyuluhan kesehatan secara berkala.

DAFTAR PUSTAKA
Soetjiningsih. (2004). Tumbuh Kembang Remaja dan Permasalahannya. Jakarta : Sagung
Seto.
Komang Ayu Henny Achjar. (2010). Asuahan Keperawatan Keluarga. Denpasar : Sagung
Seto.
Ina Debora R.L Dan Drs.Yoakim Asy. (1998). Keperawatan Keluarga Teori dan Praktik.
Jakarta : EGC.
http://informasi-kesehatan-remaja.blogspot.com/2012/09/masalah-kesehatan-remaja.html

Вам также может понравиться