Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
Ortopedi Elektif
Operasi ortopedi elektif, seperti artroplasti sendi total, dapat meredakan nyeri dan
meningkatkan kualitas hidup pasien dengan arthritis tahap akhir. Jumlah rata-rata
komplikasi setelah prosedur operasi cukup rendah dan peningkatan kualitas setara
atau lebih setelah prosedur, seperti graft bypass arteri koroner atau dialysis ginjal.
Untuk mengurangi komplikasi post operatif, pasien biasanya dperiksa untuk
mengetahui adanya kondisi-kondisi yang dapat mempengaruhi hasil akhir dari
prosedur elektif. Pemeriksaan tersebut terbukti telah mengurangi jumlah komplikasi
perioperative selama dan sesudah operasi ortopedik elektif. Pasien dievaluasi untuk
mengidentifikasi faktor resiko yang dapat dimodifikasi sehingga dapat dikontrol dan
dioptimalkan sebelum prosedur elektif. Di sini, kami mendeskripsikan beberapa
kondisi ginjal dan gastrointestinal penting yang bisa dioptimalkan sebelum prosedur
elektif. Pasien dengan kondisi ginjal dan gastrointestinal menyumbang sejumlah
komplikasi , termasuk anemia, meningkatnya kehilangan darah perioperatif
disebabkan disfungsi platelet, meningkatnya infeksi, masalah terkait luka, dan
kemungkinan gangguan keseimbangan cairan. Komplikasi lain bergantung pada
masing-masing system organ. Penting untuk mengetahui beberapa pasien dengan
masalah ginjal berat dan atau saluran cerna sebaiknya tidak dilakukan prosedur
ortopedi elektif sampai masalahnya diketahui secara penuh.
Kita percaya bahwa semua pasien yang menjalani operasi elektif dan yang memiliki
resiko gagal ginjal dan saluran cerna yang akan dilakukan prosedur lebih minimal
sebaiknya diperiksa kemungkinan anemia dan disfungsi ginjal. Pasien-pasien tua
berumur >80 tahun, seharusnya dilakukan pemeriksaaan malnutrisi seperti halnya
mereka yang punya index massa tubuh (IMT) < 18,5 kg/m2 dan > 35 kg/m2. Sepeti
diketahui bahwa penambahan evaluasi laboratorium akan menambah biaya.
Pertimbangan Ginjal
Pasien dengan kondisi ginjal memiliki beberapa masalah secara negatif
mempengaruhi hasil akhir prosedur ortopedi. Kewaspadaan terhadap masalah ini
memungkinkan optimalisasi sebelum operasi dilakukan. Pasien dengan diagnosis
insufisiensi ginjal atau dengan gagal ginjal dengan laju filtrasi glomerulus <50 harus
menjalani evaluasi lebih lanjut sebelum menjalani operasi ortopedi elektif.
Insufisiensi ginjal diklasifikasikan berdasarkan GFR 60-89 adalah ringan, 30-59
adalah sedang, 15-29 adalah berat, dan <15 berarti gagal ginjal. Setiap tingkat
penyakit ginjal meningkatkan resiko operasi. Kami merekomendasikan setiap
peningkatan kreatinin dan penurunan GFR selama evaluasi laboratorium
perioperatif diikuti dengan tambahan therapy dari spesialis.
Anemia
Adamya anemia berdampak negatif terhadap hasil luaran tiap prosedur operasi,
termasuk prosedur ortopedi. Studi terbaru pada 13.593 pasien yang menjalani
ortoplasti sendi total, Viola et al, menunjukkan bahwa anemia memiliki tingkat
komplikasi lebih tinggi daripada pasien tanpa anemia. Komplikasi terbesar adalah
kardiovaskular dan timbul pada 26,5% pasien dengan anemia disbanding 11,8%
pada pasien tanpa anemia. Komplikasi saluran kemih terjadi pada 3,9% pasien
anemia dibandingkan 0,9% tanpa anemia menurut studi kohort. Pasien anemia
memiliki resiko 4 kali lipat mengalami infeksi daripada yang tidak anemia. Sebagai
tambahan, lamanya rawat inap di rumah sakit lebih lama pada kelompok yang
anemia dibandingkan dengan yang tidak anemia. Pasien dengan anemia harus
diperiksa dan dioptimalkan kondisinya sebelum menjalani prosedur elektif ortopedi.
Alasan meningkatnya komplikasi pada pasien dengan anemia mungkin multifaktor.
Pasien membutuhkan transfusi darah allogenik dengan segala konsekuensinya.
Anemia sebagai akibat dari penyakit ginjal merupakan konsekuensi dari
berkurangnya poduksi eritropoietin, hormone yang menstimulasi produksi eritrosit.
Pada ginjal yang rusak, penurunan produksi eritropoetin secara langsung
mempengaruhi fungsi ginjal. Identifikasi dan penatalaksanaan anemia pada
perioperatif dapat menurunkan mortalitas dan berhubungan dengan komplikasi
sepert infeksi. Sehingga semua pasien yang menjalani prosedur elektif ortopedi
harus diperiksa hitung darah lengkap untuk mendeteksi anemia. Pasien dengan
anemia harus dievaluasi dan di terapi. Pemberian hematinik, seperti zat besi dan
vitamin atau eritropoetin sebaiknya dipertimbangkan , dan seluruh usaha harus
dibuat untuk mengembalikan kadar hemoglobin normal sebelum operasi.
Metabolisme vitamin D
Sel stromal sumsum tulang belakang manusia respon terhadap 1, 25dihydroxyvitamin D sewaktu berubah menjadi osteoblas dan secara aktif berperan
dalam metabolism vitamin D dengan merubah 25-dihydroxyvitamin D3 menjadi 1,
25(OH)2D3. Penyakit ginjal kronis berhubungan terhadap peningkatan biosintesa 1,
25(OH)2D3. . Ketiadaan bentuk aktif vitamin D mengarah pada hipokalsemia,
hiperparatiroid sekunder, hipopospatemia dan berakhir dengan osteodistropi ginjal.
Pada pasien ini terjadi penurunan kualitas tulang sebagai akibat dari osteomalacia.
Meskipun tidak mudah dikoreksi pada saat perioperatif, penurunan kualitas tulang
harus diketahui karena meningkatkan resiko terjadinya fraktur iatogenik dan
kesulitan dalam fiksasi tulang. Pasien dengan osteomalacia membutuhkan teknik
operasi yang dimodifikasi dan pemilihan implant untuk mengurangi potensi
komplikasi.
Peningkatan jumlah pasien ortopedi yang beresiko pada defisiensi vit D membuat
pentingnya pemeriksaan kadar vitamin D pada pasien yang menjalani prosedur
ortopedi komplek untuk meyakinkan bahwa ketika diketahui defisiensi vitamin D
dapat dikoreksi sebelum operasi. Pasien ini memiliki resiko tinggi fraktur,
penyembuhan tulang terganggu dan hilangnya fungsi neuromuscular. Juga krusial
untuk melanjutkan penggantian vitamin D dan kalsium setelah operasi sesuai
petunjuk yang telah ada.
Hiperkalemia
Akumulasi dari potassium terjadi pada pasien gagal ginjal kronik. Keseimbangan
potassium terjadi melalui 2 mekanisme. Pertama, kedua Ginjal bertanggung jawab
terhadap ekskresi kelebihan potassium. Prosesnya membutuhkan waktu. Pada
pasien dengan gagal ginjal, proses ini. Akibatnya ekskresi potassium di usus
meningkat, tetapi peningkatan ini menggangu keseimbangan pada gangguan
ekskresi ginjal;oleh karena itu terjadi hiperkalemia. Mekanisme kedua melibatkan
sistem yang lebih kecil dalam mempertahankan keseimbangan potassium melalui
pertukaran potassium intrasel sebagai respon stimulus hormon. Proses ini
berlangsung cepat. Dari seluruh jumlah potassium, 98% berada intrasel, dimana
25% tetap berada extrasel. Distribusi yang berbeda ini berarti dengan sedikit
perpindahan intrasel ke ekstrasel akan menyebabkan hiperkalemia berat, dimana
sedikit perpindahan kedalam sel dapat memperbaiki hiperkalemia. Proses pertama
disebabkan peningkatan potassium serum terlihat pada kasus GGK dan proses
kedua terjadi akibat koreksi cepat dan pengobatan. Penatalaksanaan utama
hiperkalemia pada gagal ginjal kronik adalah dialysis dan mengeluarkan potassium
dari aliran darah. Mempertahankan nilai normal potassium penting karena jika
tidak diobati, hiperkalemia akan memicu gangguan jantung , temasuk aritmia dan
gagal jantung.
Dosis Pengobatan Terhadap Ginjal
Metabolisme dan ekskresi ginjal tehadap beberapa obat yang digunakan pada
operasi ortopedi dan dosisya harus disesuaikan berdasarkan kliren kreatinin.
Beberapa pengobatan perlu dihindari pada pasien dengan GGK. Menghindarkan
antikoagulan yang disekresi di ginjal seperti enoxaparin, penting karena obat-obat
ini dapat terakumulasi di aliran darah da menyebabkan perdarahan pasca operasi.
Antikoagulan alternatif harus digunakan pada pasien GGK. Zat kontras
juga
nefrotoxic dan sebaiknya dihindari pada pasien GGK. Kenyataan ini memaksa dokter
menggunakan pencitraan yang sebenarnya tidak dapat dipercaya dalam pemberian
zat kontras. Banyak antibiotic diberikan saat operasi dan pasca operasi juga
drainase yang tidak respon dengan irigasi dan debridement, 35% ditemukan gizi
jelek dibandingkan 5% dalam kelompok
yang respon terhadap irigasi dan
debridement. Pada studi observasi, Huang et al 37 melakukan evaluasi >2.000 pasien
yang menjalani total artroplasti sendi dengan kejadian malnutrisi. Pada pasien
dalam studi tersebut, 8,5% ditemukan gizi jelek . Angka kejadian dari seluruh
komplikasi menjadi lebih tinggi pada pasien yang gizi jelek dibandingkan pasien
tanpa malnutrisi (12%:3,9%). Komplikasi termasuk hematom, infeksi dan gangguan
ginjal dan jantung. Mengejutkan, Obesitas yang berarti IMT >30kg/m2 ditemukan
pada 40% pasien gizi jelek, menegaskan pemeriksaan kebutuhan nutrisi pada
pasien yang obese. Obesitas sendiri berhubungan dengan berbagai komplikasi
intraoperatif dan pasca operatif, termasuk bertambahnya lama operasi, drainase
luka yang menetap dan infeksi yang memicu komplikasi terjadinya luka.
Malnutrisi jarang terlihat secara klnis dan sebaiknya dilakukan pemeriksaan
terhadap populasi yang beresiko, termasuk yang berumur >80 tahun dan dengan
IMT >35%kg/m2. Pemeriksaan yang paling sering adalah jumlah limfosit total
serum,yang terlihat pada malnutrisi jika <1.500 sel terlihat /mm3, dan konsentrasi
albmin serum yang positif pada malnutrisi jika konsentrasi <3,5g/dl. Pemeriksaan
prealbumin dan transferin juga dapat dilakukan. Pengukuran antropomorfik
termasuk pengukuran komposisi tubuh seperti lingkar otot betis (<31cm), lingkar
otot lengan (<22mm), dapat menunjukkan malnutrisi. Pemeriksaan ini menunjukkan
status nutrisi jangka panjang yang lebih baik sementara memprediksi perubahan
nutrisi akut. Berbagai jenis penilaian nutrisi juga digunakan seperti Pemeriksaan
nutrisi mini.
Pertimbangan perioperatif pada pasien dengan penyakit hati
Banyak pasien dengan penyakit hati tidak memiliki gejala; sehingga kondisinya
tidak terdeteksi. Dengan demikian, pemeriksaan yang cermat melalui anamneses
dan pemeriksaan fisik direkomendasikan untuk menemukan faktor resiko yang
potensial untuk penyakit hati. Pada saat temuan baru penyakit hati,
direkomendasikan untuk operasi elektif ditunda sampai penyakit penyebab penyakit
hati dapat ditemukan,dihilangkan atau diobati. Sirosis hati memicu sirkulasi
hiperdinamik, dengan peningkatan kardiak output dan penurunan tahan pembuluh
darah perifer. Hipertensi pulmonal, asites, dan varises yang berdarah sering
dijumpai. Oleh karena masalah ini, morbiditas dan mortalitas selama preoperatif
akan meningkatkan resiko sirosis hati. Sirosis hati berhubungan
dengan
peningkatan kejadian infeksi periprostetik sendi, lamanya rawatan di RS , infeksi
saluran kemih, gagal ginjal, transfuse darah, perdarahan usus, operasi dislokasi dan
revisi.Gagal hati aku, hepatitis viral akut, hepatitis alkoholik, kardiomiopati,
hipoksemia dan koagulopati yang sulit diobati adalah berdasarkan kontraindikasi
untuk operasi elektif
Pada pasien dengan penyakit hati, koagulopati disebabkan oleh penurunan produksi
faktor pembekuan yang disebabkan oleh kurangnya fungsi sintesa hati atau deplesi