Вы находитесь на странице: 1из 9

Pertimbangan Ginjal dan Gastrointestinal pada Pasien yang Menjalani Tindakan

Ortopedi Elektif
Operasi ortopedi elektif, seperti artroplasti sendi total, dapat meredakan nyeri dan
meningkatkan kualitas hidup pasien dengan arthritis tahap akhir. Jumlah rata-rata
komplikasi setelah prosedur operasi cukup rendah dan peningkatan kualitas setara
atau lebih setelah prosedur, seperti graft bypass arteri koroner atau dialysis ginjal.
Untuk mengurangi komplikasi post operatif, pasien biasanya dperiksa untuk
mengetahui adanya kondisi-kondisi yang dapat mempengaruhi hasil akhir dari
prosedur elektif. Pemeriksaan tersebut terbukti telah mengurangi jumlah komplikasi
perioperative selama dan sesudah operasi ortopedik elektif. Pasien dievaluasi untuk
mengidentifikasi faktor resiko yang dapat dimodifikasi sehingga dapat dikontrol dan
dioptimalkan sebelum prosedur elektif. Di sini, kami mendeskripsikan beberapa
kondisi ginjal dan gastrointestinal penting yang bisa dioptimalkan sebelum prosedur
elektif. Pasien dengan kondisi ginjal dan gastrointestinal menyumbang sejumlah
komplikasi , termasuk anemia, meningkatnya kehilangan darah perioperatif
disebabkan disfungsi platelet, meningkatnya infeksi, masalah terkait luka, dan
kemungkinan gangguan keseimbangan cairan. Komplikasi lain bergantung pada
masing-masing system organ. Penting untuk mengetahui beberapa pasien dengan
masalah ginjal berat dan atau saluran cerna sebaiknya tidak dilakukan prosedur
ortopedi elektif sampai masalahnya diketahui secara penuh.
Kita percaya bahwa semua pasien yang menjalani operasi elektif dan yang memiliki
resiko gagal ginjal dan saluran cerna yang akan dilakukan prosedur lebih minimal
sebaiknya diperiksa kemungkinan anemia dan disfungsi ginjal. Pasien-pasien tua
berumur >80 tahun, seharusnya dilakukan pemeriksaaan malnutrisi seperti halnya
mereka yang punya index massa tubuh (IMT) < 18,5 kg/m2 dan > 35 kg/m2. Sepeti
diketahui bahwa penambahan evaluasi laboratorium akan menambah biaya.
Pertimbangan Ginjal
Pasien dengan kondisi ginjal memiliki beberapa masalah secara negatif
mempengaruhi hasil akhir prosedur ortopedi. Kewaspadaan terhadap masalah ini
memungkinkan optimalisasi sebelum operasi dilakukan. Pasien dengan diagnosis
insufisiensi ginjal atau dengan gagal ginjal dengan laju filtrasi glomerulus <50 harus
menjalani evaluasi lebih lanjut sebelum menjalani operasi ortopedi elektif.
Insufisiensi ginjal diklasifikasikan berdasarkan GFR 60-89 adalah ringan, 30-59
adalah sedang, 15-29 adalah berat, dan <15 berarti gagal ginjal. Setiap tingkat
penyakit ginjal meningkatkan resiko operasi. Kami merekomendasikan setiap
peningkatan kreatinin dan penurunan GFR selama evaluasi laboratorium
perioperatif diikuti dengan tambahan therapy dari spesialis.
Anemia
Adamya anemia berdampak negatif terhadap hasil luaran tiap prosedur operasi,
termasuk prosedur ortopedi. Studi terbaru pada 13.593 pasien yang menjalani

ortoplasti sendi total, Viola et al, menunjukkan bahwa anemia memiliki tingkat
komplikasi lebih tinggi daripada pasien tanpa anemia. Komplikasi terbesar adalah
kardiovaskular dan timbul pada 26,5% pasien dengan anemia disbanding 11,8%
pada pasien tanpa anemia. Komplikasi saluran kemih terjadi pada 3,9% pasien
anemia dibandingkan 0,9% tanpa anemia menurut studi kohort. Pasien anemia
memiliki resiko 4 kali lipat mengalami infeksi daripada yang tidak anemia. Sebagai
tambahan, lamanya rawat inap di rumah sakit lebih lama pada kelompok yang
anemia dibandingkan dengan yang tidak anemia. Pasien dengan anemia harus
diperiksa dan dioptimalkan kondisinya sebelum menjalani prosedur elektif ortopedi.
Alasan meningkatnya komplikasi pada pasien dengan anemia mungkin multifaktor.
Pasien membutuhkan transfusi darah allogenik dengan segala konsekuensinya.
Anemia sebagai akibat dari penyakit ginjal merupakan konsekuensi dari
berkurangnya poduksi eritropoietin, hormone yang menstimulasi produksi eritrosit.
Pada ginjal yang rusak, penurunan produksi eritropoetin secara langsung
mempengaruhi fungsi ginjal. Identifikasi dan penatalaksanaan anemia pada
perioperatif dapat menurunkan mortalitas dan berhubungan dengan komplikasi
sepert infeksi. Sehingga semua pasien yang menjalani prosedur elektif ortopedi
harus diperiksa hitung darah lengkap untuk mendeteksi anemia. Pasien dengan
anemia harus dievaluasi dan di terapi. Pemberian hematinik, seperti zat besi dan
vitamin atau eritropoetin sebaiknya dipertimbangkan , dan seluruh usaha harus
dibuat untuk mengembalikan kadar hemoglobin normal sebelum operasi.
Metabolisme vitamin D
Sel stromal sumsum tulang belakang manusia respon terhadap 1, 25dihydroxyvitamin D sewaktu berubah menjadi osteoblas dan secara aktif berperan
dalam metabolism vitamin D dengan merubah 25-dihydroxyvitamin D3 menjadi 1,
25(OH)2D3. Penyakit ginjal kronis berhubungan terhadap peningkatan biosintesa 1,
25(OH)2D3. . Ketiadaan bentuk aktif vitamin D mengarah pada hipokalsemia,
hiperparatiroid sekunder, hipopospatemia dan berakhir dengan osteodistropi ginjal.
Pada pasien ini terjadi penurunan kualitas tulang sebagai akibat dari osteomalacia.
Meskipun tidak mudah dikoreksi pada saat perioperatif, penurunan kualitas tulang
harus diketahui karena meningkatkan resiko terjadinya fraktur iatogenik dan
kesulitan dalam fiksasi tulang. Pasien dengan osteomalacia membutuhkan teknik
operasi yang dimodifikasi dan pemilihan implant untuk mengurangi potensi
komplikasi.
Peningkatan jumlah pasien ortopedi yang beresiko pada defisiensi vit D membuat
pentingnya pemeriksaan kadar vitamin D pada pasien yang menjalani prosedur
ortopedi komplek untuk meyakinkan bahwa ketika diketahui defisiensi vitamin D
dapat dikoreksi sebelum operasi. Pasien ini memiliki resiko tinggi fraktur,
penyembuhan tulang terganggu dan hilangnya fungsi neuromuscular. Juga krusial
untuk melanjutkan penggantian vitamin D dan kalsium setelah operasi sesuai
petunjuk yang telah ada.

Edema dan Asidosis


Penurunan kliren air dan asam memicu kelebihan volume dan edema pada pasien
ginjal kronik. Edema di ekstemitas menempatkan pasien pada resiko komplikasi
penyembuhan luka dan sebaiknya dikoreksi perioperatif menggunakan diuretic dan
dialysis yang sesuai jika mungkin. Edema dan kelebihan volume memicu komplikasi
pada jantung dan paru-paru. Kondisi jantung da paru-paru perlu diperhatikan secara
cermat pada perioperatif, dan pasien dengan masalah ginjal mungkin
membutuhkan perhatian segera setelah operasi. Karena asidosis metabolic dapat
menjadi buruk akibat operasi, hal ini sebaikna diperbaiki saat perioperatif oleh ahli
ginjal berpengalaman.

Hiperkalemia
Akumulasi dari potassium terjadi pada pasien gagal ginjal kronik. Keseimbangan
potassium terjadi melalui 2 mekanisme. Pertama, kedua Ginjal bertanggung jawab
terhadap ekskresi kelebihan potassium. Prosesnya membutuhkan waktu. Pada
pasien dengan gagal ginjal, proses ini. Akibatnya ekskresi potassium di usus
meningkat, tetapi peningkatan ini menggangu keseimbangan pada gangguan
ekskresi ginjal;oleh karena itu terjadi hiperkalemia. Mekanisme kedua melibatkan
sistem yang lebih kecil dalam mempertahankan keseimbangan potassium melalui
pertukaran potassium intrasel sebagai respon stimulus hormon. Proses ini
berlangsung cepat. Dari seluruh jumlah potassium, 98% berada intrasel, dimana
25% tetap berada extrasel. Distribusi yang berbeda ini berarti dengan sedikit
perpindahan intrasel ke ekstrasel akan menyebabkan hiperkalemia berat, dimana
sedikit perpindahan kedalam sel dapat memperbaiki hiperkalemia. Proses pertama
disebabkan peningkatan potassium serum terlihat pada kasus GGK dan proses
kedua terjadi akibat koreksi cepat dan pengobatan. Penatalaksanaan utama
hiperkalemia pada gagal ginjal kronik adalah dialysis dan mengeluarkan potassium
dari aliran darah. Mempertahankan nilai normal potassium penting karena jika
tidak diobati, hiperkalemia akan memicu gangguan jantung , temasuk aritmia dan
gagal jantung.
Dosis Pengobatan Terhadap Ginjal
Metabolisme dan ekskresi ginjal tehadap beberapa obat yang digunakan pada
operasi ortopedi dan dosisya harus disesuaikan berdasarkan kliren kreatinin.
Beberapa pengobatan perlu dihindari pada pasien dengan GGK. Menghindarkan
antikoagulan yang disekresi di ginjal seperti enoxaparin, penting karena obat-obat
ini dapat terakumulasi di aliran darah da menyebabkan perdarahan pasca operasi.
Antikoagulan alternatif harus digunakan pada pasien GGK. Zat kontras
juga
nefrotoxic dan sebaiknya dihindari pada pasien GGK. Kenyataan ini memaksa dokter
menggunakan pencitraan yang sebenarnya tidak dapat dipercaya dalam pemberian
zat kontras. Banyak antibiotic diberikan saat operasi dan pasca operasi juga

nefrotoxic dan sebaiknya dihindari. Obat-Obat narkotik juga dapat terakumulasi


pada pasien GGK, jadi dosis sebaiknya dihitung dan efeknya diperhatikan oleh
seorang internis untuk menghindari penekanan sistem pernapasan. Pengobatan
yang umum digunakan dalam operasi ortopedi membutuhkan dosis aman untuk
ginjal.
Disfungsi trombosit dan peningkatan resiko perdarahan
Pasien dengan penyakit ginjal secara umum dan yang mengalami dialysis
mempunyai masalah disfungsi trombosit. Mekanismenya berkaitan dengan uremia
atau kerusakan thrombosit sewaktu dialysis atau akibat pemberian antikoagulan
sewaktu dialysis. Jumlah trombosit dan waktu perdarahan dapat diperiksa pada
pasien dengan GGK sebelum operasi ortopedi elektif, khususnya pada pasien
dengan riwayat perdarahan banyak sebelumnya. Bukti menunjukan bahwa populasi
pasien dengan penyakit ginjal resisten terhadap efek antitrombosit aspirin.
Luka berhubungan dengan komplikasi dari penyembuhan yang tertunda
Jumlah masalah luka sebagai komplikasi meningkat pada pasien dengan GGK yang
edema, uremia, kulit kering dan bercak merah di kulit. Hubungan yang erat antara
GGK dan DM dengan adanya penyakit pembuluh darah dan meningkatnya resiko
infeksi juga meningkatkan jumlah komplikasi luka pada pasien dengan GGK.
Sebagai tambahan, pasien yang dialisa telah menunjukkan angiopati kulit, sebuah
penyakit makrovaskular yang memicu tertundanya penyembuhan luka. Pemahaman
fenomena dan pembahasan masalah ini dengan pasien penting untuk mengurangi
luka akibat komplikasi pada pasien dengan GGK dan mereka yang mengalami
dialisa. Preoperatif juga penting, mengurangi edema sistemik dan teknik operasi
yang baik dengan menekankan pada manipulasi jaringan tipis dan menutup luka.
Prosedur ortopedi dapat ditunda jika masalah serius ini tidak diselesaikan.
Jumlah peningkatan infeksi dan kematian
Hal ini telah diketahui bahwa pada pasien dengan GGK mempunyai resiko yang
tinggi terhadap infeksi setelah operasi ortopedi elektif. Penyebab langsung
fenomena ini belum seluruhnya dimengerti tetapi kelihatannya banyak factor.
Pasien dengan gangguan ginjal memiliki banyak komorbid yang berhubungan, yang
meningkatkan komplikasi dan mortalitas disebabkan oleh kelainan yang
mendasarinya.Pasien yang menjalani dialisa bisa menjadi subjek masuknya
pathogen kedalam aliran darah, yang mengakibatkan infeksi. Sebagai tambahan,
pasien yang menjalani dialisa,khususnya yang telah mengalami transplantasi ginjal
mungkin sedang menjalani terapi imunosupresif. Oleh karena mekanisme ini dan
efek langsung dari gangguan ginjal, pasien dengan GGK akan meningkatkan resiko
akan komplikasi da mortalitas. Kenyataan penting lain bahwa bahwa yang menjalani
dialisa biasanya pembawa sifat Staphylococcus-aureus yang resisten terhadap
meticilin. Dengan demikian, antibiotic profilaksis sebaiknya diberikan kepada pasien

yang menjalani dialisa termasuk golongan stapylocccus aureus yang resisten


meticilin.
Munculnya gangguan fungsi ginjal juga berhubungan dengan meningkatnya angka
mortalitas. Hubungan ini tidak mengejutkan karena komplikasi jantung dan paruparu muncul pada pasien dengan gagal ginjal dan bisa berbahaya. Angka kejadian
infeksi yang tinggi pada pasien-pasien ini juga meningkatkan angka mortalitas.
Gagal Ginjal Akut setelah operasi ortopedi
Gagal ginjal akut setelah operasi ortopedi adalah komplikasi yang berbahaya yang
meningkatkan mortalitas. Meskipun dengan pengobatan yang maju, mortalitas pada
pasien dengan gagal ginjal akut oleh semua penyebab sekitar 50% pada akhir 50
tahun ini. Pengenalan pasien yang beresiko GGA adalah penting pada perioperatif
untuk menghindari komplikasi yang sangat berbahaya. Dalam satu studi,
keseluruhan kejadian GGA setelah operasi elektif atau emergensi adalah 8,9%.
Faktor resiko GGA pada studi tersebut meliputi dehidrasi, riwayat DM, Penyakit
ginjal yang mengancam, syok pada perioperatif dan pemakaian NSAID atau
antibiotic yang nefrotoxik. Penulis merekomendasikan melalui evaluasi pada saat
perioperatif dan pengawasa pasca operasi yang ketat terhadap pasien dengan
faktor resiko tersebut. Jafari et all 35 mengevaluasi 17.000 kasus artroplasti sendi
selama 7 tahun di institusinya. Rata-rata angka kejadian GGA yang mereka temukan
lebih kecil dari 8,9% pada 0,55%. Mereka menemukan IMT yang tinggi ,
peningkatan nilai kreatinin preoperative, gagal jantung kongesti, hipertensi dan
penyakit yang disebabkan penyakit jantung sebagai faktor resiko gagal ginjal akut.
Pada studi mereka , gangguan ginjal sangat erat hubungannya dengan angka
lamanya rawatan di RS dan meningkatkan mortalitas di RS.
Penulis
merekomendasikan optimalisasi preoperatif pada pasien dengan faktor resiko
tersebut. Sebagai tambahan pasien dengan transplantasi hati dan ginjal memiliki
resiko terjadinya GGA yang meningkat setelah artroplasti panggul, dan transplantasi
organ solid telah diketahui menjadi faktor resiko independen terjdnya GGA.
Pertimbangan saluran cerna
PAsien yang akan menjalani prosedur ortopedi bisa mempunyai kondisi di saluran
cerna yang mendasari yang dapat berefek pada hasil akhir intervensi pembedahan.
Tabel 4 adalah daftar kondisi saluran cerna yang umum yang bisa muncul pada
pasien ini.
Malnutrisi
Malnutrisi adalah faktor resiko serius pada preoperatif pada pasien yang akan
menjalani operasi elekftif ortopedi tanpa memperhatikan IMT. Banyak studi
memperlihatkan hasil akhir yang berbeda pada pasien dengan gizi tidak baik yang
menjalani operasi elektif ortopedi. Ada hubungan antara malnutrisi, penyembuhan
luka yang jelek dan terjadinya infeksi. Dalam suatu studi, diantara pasien dengan

drainase yang tidak respon dengan irigasi dan debridement, 35% ditemukan gizi
jelek dibandingkan 5% dalam kelompok
yang respon terhadap irigasi dan
debridement. Pada studi observasi, Huang et al 37 melakukan evaluasi >2.000 pasien
yang menjalani total artroplasti sendi dengan kejadian malnutrisi. Pada pasien
dalam studi tersebut, 8,5% ditemukan gizi jelek . Angka kejadian dari seluruh
komplikasi menjadi lebih tinggi pada pasien yang gizi jelek dibandingkan pasien
tanpa malnutrisi (12%:3,9%). Komplikasi termasuk hematom, infeksi dan gangguan
ginjal dan jantung. Mengejutkan, Obesitas yang berarti IMT >30kg/m2 ditemukan
pada 40% pasien gizi jelek, menegaskan pemeriksaan kebutuhan nutrisi pada
pasien yang obese. Obesitas sendiri berhubungan dengan berbagai komplikasi
intraoperatif dan pasca operatif, termasuk bertambahnya lama operasi, drainase
luka yang menetap dan infeksi yang memicu komplikasi terjadinya luka.
Malnutrisi jarang terlihat secara klnis dan sebaiknya dilakukan pemeriksaan
terhadap populasi yang beresiko, termasuk yang berumur >80 tahun dan dengan
IMT >35%kg/m2. Pemeriksaan yang paling sering adalah jumlah limfosit total
serum,yang terlihat pada malnutrisi jika <1.500 sel terlihat /mm3, dan konsentrasi
albmin serum yang positif pada malnutrisi jika konsentrasi <3,5g/dl. Pemeriksaan
prealbumin dan transferin juga dapat dilakukan. Pengukuran antropomorfik
termasuk pengukuran komposisi tubuh seperti lingkar otot betis (<31cm), lingkar
otot lengan (<22mm), dapat menunjukkan malnutrisi. Pemeriksaan ini menunjukkan
status nutrisi jangka panjang yang lebih baik sementara memprediksi perubahan
nutrisi akut. Berbagai jenis penilaian nutrisi juga digunakan seperti Pemeriksaan
nutrisi mini.
Pertimbangan perioperatif pada pasien dengan penyakit hati
Banyak pasien dengan penyakit hati tidak memiliki gejala; sehingga kondisinya
tidak terdeteksi. Dengan demikian, pemeriksaan yang cermat melalui anamneses
dan pemeriksaan fisik direkomendasikan untuk menemukan faktor resiko yang
potensial untuk penyakit hati. Pada saat temuan baru penyakit hati,
direkomendasikan untuk operasi elektif ditunda sampai penyakit penyebab penyakit
hati dapat ditemukan,dihilangkan atau diobati. Sirosis hati memicu sirkulasi
hiperdinamik, dengan peningkatan kardiak output dan penurunan tahan pembuluh
darah perifer. Hipertensi pulmonal, asites, dan varises yang berdarah sering
dijumpai. Oleh karena masalah ini, morbiditas dan mortalitas selama preoperatif
akan meningkatkan resiko sirosis hati. Sirosis hati berhubungan
dengan
peningkatan kejadian infeksi periprostetik sendi, lamanya rawatan di RS , infeksi
saluran kemih, gagal ginjal, transfuse darah, perdarahan usus, operasi dislokasi dan
revisi.Gagal hati aku, hepatitis viral akut, hepatitis alkoholik, kardiomiopati,
hipoksemia dan koagulopati yang sulit diobati adalah berdasarkan kontraindikasi
untuk operasi elektif
Pada pasien dengan penyakit hati, koagulopati disebabkan oleh penurunan produksi
faktor pembekuan yang disebabkan oleh kurangnya fungsi sintesa hati atau deplesi

cadangan vitamin K. Penyakit hati juga disebabkan oleh koagulopati intravascular


diseminata ringan yang memicu trombositopenia. Penyebab lain trombositopenia
termasuk sequestrasi limpa terhadap trombosit dan suppresi sumsum tulang oleh
karena alcohol.
Untuk memastikan Hasil akhir dari prosedur ortopedi, optimalisasi pasien dengan
penyakit hati harus dijamin bersama dengan internis. Pemeriksaan resiko terhadap
pasien yang akan menjalani operasi elektif dapat dilakukan dengan metode yang
sudah ditetapkan seperti model dari penyakit hati tingkat akhir dan klasifikasi childpough.
KOnsumsi alcohol
KOnsumsi alcohol yag belebihan (>40unit per minggu, dmana sama dengan 400gm
alcohol murni) berhubungan dengan meningkatnya resiko komplikasi infeksi dan
noninfeksi pasca operasi. Alkohol memicu aktifitas enzim hati, dimana memicu
peningkatan kebutuhan agen anestsi dan menurunkan efek dari obat lain karena
meningkatkan kerusakan. Sekurang-kurangnya 4 minggu tanpa konsumsi alcohol
disarankan untuk mengubah patofisiologi yang meningkatkan resiko morbiditas dan
mortalitas pasca operasi pada pasien dengan konsumsi alcohol berlebihan.
Hepatitis Viral
Seperti yang sudah dibahas sebelumnya, Hepatitis viral akut adalah kontraindikasi
dari operasi elektif. Hepatitis kronik berhubungan dengan meningkatnya resiko
komplikasi perioperatif. Untuk diketahui, tidak ada panduan pengobatan yang
optimal yang tersedia untuk pasien dengan hepatitis kronik. Dalam satu studi,
pasien dengan hepatitis c kronik memiliki resiko tinggi untuk infeksi dan
perdarahan. Pada saat ini, imunoterapi telah menarik perhatian dalam pengobatan
hepatitis; beberapa zat diusulkan menjadi obat pada kondisi ini. Hal ini penting
bahwa pasien dengan hepatitis dirujuk ke ahli hati untuk pengobatan sebelum
prosedur elektif ortopaedi.
Dosis pengobatan pada kondisi penyakit Hati
Penyakit hati memicu meningkatnya durasi efek dari berbagai obat karena
kurangnya aktifitas metabolic hati dan rendahnya nilai serum albumin normal. Hal
ini juga memicu penurunan durasi efek sebagai akibat meningkatnya distribusi
volume akibat asites. Hal ini penting untuk diikuti oleh ketetapan dosis obat pada
pasien dengan penyakit hati untuk menghindari overdosis. Kenyataannya perhatian
harus dilakukan untuk mengurangi penggunaan benzodiaepin dan opioid pada
pasien dengan penyakit hati.
Penyakit infeksi usus
Penyakit infeksi usus kronik (PIUK) termasuk penyakit Chron dan colitis ulseratif,
dapat merupakan berbagai masalah pada perioperatif, termasuk peningkatan

kejadian tromboembolisme. Anemia biasanya ditemukan pada pasien ini dengan


segala alas an, termasuk meningkatnya kejadian perdarahan usus dan penurunan
absorpsidari hematinik dan nutrisi melalui usus kecil dan kondisi penyakit kronik.
Pasien ini lebih rentan untuk infeksi dan penyembuhan luka yang jelek. Kenyataan
ini sebagai akibat dari autoimun atau penggunaan obat imunosuppresif. Beberapa
jenis obat yang digunakan untuk pengobatan PIUK sama dengan obat anti rematoid
yang dimodifikasi yang digunakan dalam penatalaksanaan artropati inflamasi.
Walaupun pengobatan optimal pada pasien dengan DMARD belum diketahui,
hubungan antara meningkatnya resiko infeksi dan buruknya infeksi ketika terjadi,
mempengaruhi consensus internasiona dalam infeksi sendi periprostetik untuk
merekomendasikan DMARD dilanjutkan sebelum artroplasti elektif.
Pencegahan Ileus
Pasca operasi ileus, diartikan sebagai terhentinya gerakan usus umumnya terjadi
setelah prosedur ortopedi, khususnya setelah operasi tulang belakang. Ileus terjadi
dengan terlambatnya pasase buang angin dan kotoran akibat peningkatan tekanan
abdomen. Ileus sebagai hasil dari stress simpatis akibat pembedahan, sebagai
akibat zat endogen dan pemakaian opiod pada gerakan usus, imobilisasi, berbaring
lama dan manipulasi usus pada operasi tulang belakang melalui abdomen. Ileus
juga berhubungan dengan hipokalemia. Pasca operasi ileus berkaitan dengan
pengurangan intake pasca operasi, lama rawatan RS, ketidaknyamanan pasien,
peningkatan nyeri, komplikasi paru-paru, tertundanya penyembuhan luka dan
mahalnya biaya operasi. Semua hal tersebut, perhatian sebaiknya pada
pencegahan ileus melalui mobilisasi awal pada pasien kapanpun dimungkinkan,
pemberian obat-obatan untuk meningkatkan gerakan saluran cerna, minimalisasi
penggunaan opioid untuk mengurangi nyeri, dan keseimbangan nutrisi yang baik
Anemia dan perdarahan saluran cerna
Anemia sebagai hasil dari gangguan saluran cerna tidak kalah pentingnya karena
sering dapat dikoreksi dan memiliki potensi menjadi tatalaksana pada anemia jenis
lain menjadi tidak efektif jika tidak dikoreksi. Sebagai tambahan, penyebabnya telah
dijelaskan sebelumnya , anemia dapat terjadi karena kekurangn absorpsi zat besi
atau zat lainyang penting dalam pergantian sel darah merahdan regenerasi.
Masalah malabsorpsi dapat dengan mudah dikoreksi dengan menatalaksana
inflamasi usus atau dengan pemberian supermen besi dan asam folat. Sebagai
tambahan, penting untuk mengenali anemia defisiensi besi sebagai hubungan
dengan penyebab anemia lain karena pengobatan eritropoetin dapat tidak efektif
dalam defisiensi besi dan pemberian zat besi dapat diperlukan.
Perdarahan saluran cerna adalah penyebab lain dari anemia khususnya pasien usia
tua. Pemeriksaan pada penyakit reflux gastroesofageal dan menanyakan symptom
kepada pasien dengan anemia adalah penting. Stres pada pembedahan dapat
meningkatkan gejala reflux gastroesofageal dan menyebabkan perdarahan usus.

Penatalaksanaan preoperative yang sesuai dan profilaksis saat perioperatif sangat


direkomendasikan. Tes guaiac kotoran dapat mendeteksi adanya darah dalam
kotoran. Tes ini dapat dilakukan dengan mudahen dengan anemia selia selama
preoperative.
Kesimpulan
Evaluasi dan pemeriksaan seksama pada pasien, dengan fokus pada pengenalan
dan optimalisasi pada organ ginjal dan saluran cerna pada anemia, malnutrisi dan
penyalahgunaan alcohol sangat penting untuk meningkatkan hasil akhir dari operasi
ortopedi secara elektif.

Вам также может понравиться