Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
1. Pengertian
Koagulasi Intrvaskuler Diseminata adalah sindrome yang didapat, dengan
karakteristik aktivasi koagulasi intravaskuler. Penderita KID akan terstimulasi
terjadinya perdarahan dan trombosis sistemik yang menyebabkan terjadinya
kerusakan microvaskuler hingga gagal organ. KID terjadi akibati komplikasi serius
dari kondisi yang mengancam nyawa. KID sering tidak tampak, namun sindrome ini
menghambat upaya diagnostik dan tata laksana pada pasien-pasien kritis secara serius
(The international Society on Thrombosis and Homeostatis).
2. Etiologi
Beberapa kondisi klinis dapat memicu perkembangan KID pada pasien-pasien kritis,
namun faktor pencetus yang sebenarnya belum dapat diidentifikasi. Sepsis yang
disebabkan oleh organisme gram negatif dapat diidentifikasi sebagai penyebab paling
sering terjadinya KID, dimana 20% dari kasus KID pada pasien kritis dilatar
belakangi oleh kondisi sepsis. Dibeberapa instansi, endotoksin yang dilepaskan oleh
organisme penyebab sepsis diduga kuat sebagai faktor pemicu teraktivasinya tissue
factor dan jalur faktor koagulasi eksternal. Kondisi metabolik asidosis dan hipoperfusi
yang muncul pada syock sindrome dapat meningkatkan jumlah radikal bebas dan
merusak jaringan. Teraktivasinya tissue factor menyebabkan terjadinya DIC.
Kerusakan jaringan langsung yang mengaktivasi jalur koagulasi eksternal dan
rusaknya permukaan endotel yang mengaktivasi jalur koagulasi instrinsik yang terjadi
akibat komplikasi luka bakar dan trauma yang massif diasosiasikan kuat dengan
terjadinya DIC. Kegawatan pada Obstetrik (ablasi plasenta, retensi plasenta,
incomplet abortus) juga dihubungkan dengan perkembangan munculnya KID, dimana
plasenta sebagai tempat terkumpulnya tissue factor mengalami kerusakan struktur,
teraktivasinya jalur koagulasi dan terjadilah proses koagulasi.
Sebab Koagulasi Intravaskuler Diseminata
Komplikasi Kehamilan
Ablasio plasenta
Mempertahankan janin mati /IUVD
Sepsis Abortus
Emboli cairan amnion
Toxemia
Infeksi
Meningococemia
Rocky Mountain spotted fever (RMSF)
Histoplasmosis
Aspergillus
Malaria
Neoplasma
Trauma
Luka bakar
Tindakan operasi yang luas/ekstensive
Penyebab lain
akan
mengenai
lapisan
kolagen
dibawahnya
dan
menarik,
mengaktivasi platelet untuk menempel pada kolagen yang terpajan tersebut dan
terjadilah penyumbatan platelet. Dengan tertariknya paltelet pada kolagen
pembuluh darah yang terpajan, mengakibatkan munculnya reaksi aktivasi awal
berupa terlepasnya sejumlah adenosin diphospat yang mengakibatkan peningkatan
jumlah platelet tambahan pada lokasi cidera dan platelet saling menempel. Hal ini
mengakibatkan terlepasnya platelet faktor III dari membran platelet dan
berinteraksi dengan berbagai protein koagulasi (jalur instrinsik dan ekstrinsik) dan
mempercepat proses pembekuan darah.
Secara umum peran platelet dalam proses pembekuan :
1. Sumbatan temporer platelet pada vaskuler daerah luka dan menjadi arsitektur
terbentuknya fibrin
2. Melakukan proses pembekuan melalui jaras intrinsik melalui pelepasan
platelet faktor III.
Faktor-Faktor Pembekuan Darah
No. Faktor
Nama
Fibrinogen
II
Protrombin
III
Tromboplastin
IV
Ion Kalsium
V
VI
Proakselerin
(faktor labil)
tidak
dianggap
skema hemostasis
VII
Prokonvertin
(akselerator
konversi serum
protrombin)
VIII
Faktor
antihemolitik
IX
Plasma
tromboplastin
Protein
plasma
yang
disintetis
dalam
hati
Faktor stuartpower
Protein
plasma
yang
disintetis
dalam
hati
Antoseden
tromboplastin
plasma
XII
Faktor hageman
XIII
Faktor
penstabilan fibrin
b. Jaras Intrinsik
Dalam keadaan normal, faktor-faktor koagulasi darah bersirkulasi di dalam
pembuluh darah dan bersifat inaktif. Ketika muncul stimulus, maka terjadilah
perubahan faktor-faktor koagulasi yang berhubungan dengan enzim dan substrat.
Protein koagulasi yang awalnya inaktif (proenzim) diubah menjadi aktif (enzim)
dan akan mengaktifasi faktor koagulasi berikutnya dalam reaksi seperti rantai
yang mengarah pada pembentukan bekuan akhir. Faktor koagulasi ini diberi
simbol dengan angka romawi dan diurutkan berdasarkan faktor-faktor tersebut
pertama kali ditemukan oleh peneliti. Jika faktor tersebut aktif, maka akan
diberikan label a dibelakangnya.
Faktor III yang dilepaskan oleh vaskuler memulai aktivasi jaras instrinsik dengan
mengaktivasi faktor XII (faktor Hageman) dan merupakan komponen yang
diperlukan pada reaksi kompleks pada tingkat faktor V dan faktor VIII. Adapun
aktivator lain yang memicu aktivasi faktor XII meliputi kolagen yang terpajan
cedera, fosfolipid dari granulosit yang cedera, kompleks antigen-antibody dan
endotoksin.
Aktivator ini mengubah faktor (proenzim) XII menjadi enzim XIIa yang bereaksi
pada proenzim berikutnya, yaitu proenzim XI inaktif merubahnya menjadi enzim
XIa aktif. Enzim XIa aktif bertanggung jawab terhadap aktivator proenzim XI dan
memerlukan ion-ion kalsium. Aktivasi faktor berikutnya, faktor X memerlukan
faktor VII dan platelet faktor III. Perubahan protrombin (faktor II) menjadi
trombin (faktor Iia) memerlukan faktor V, platelet faktor III dan ion-ion kalsium.
Trombin bereaksi pada fibrinogen dan mengubahnya menjadi fibrin. Bekuan
fibrin distabilkan oleh faktor XIII dengan adanya kalsium.
Efek pengenalan diri pada jaras instrinsik terjadi sebagai hasil dari siklus aktivasi
faktor X terus menerus melalui efek trombin pada faktor VII sehingga dapat
berinteraksi lebih cepat dengan faktor IXa yang kemudian mengkatalis aktivas
faktor X. Trombin juga berinteraksi dengan platelet, menghasilkan pelepasan
platelet faktor 3 yang mengaktivasi faktor XII.
c. Jalur Ekstrinsik
Peristiwa pemicu jaras ekstrinsik adalah cedera pada jaringan dan pembuluh
darah, mengakibatkan pelepasan faktor III, tromboplastin jaringan ke dalam
sirkulasi. Seperti halnya jalur instrinsik, rantai peristiwa yang terjadi mengarah
pada pembentukan bekuan. Tromboplastin jaringan dikatalisasi oleh faktor VII
yang mengaktivasi faktor X. Dengan adanya ion-ion kalsium, faktor V dan platelet
faktor III, faktor X yang aktif mengakatalisasi perubahan protrombin menjadi
thrombin dan fibrinogen serta fibrinogen menjadi bekuan fibrin.
Hasil interaksi pembuluh darah, platelet dan faktor-faktor koagulasi darah adalah
pembentukan faktor Xa, yang mengubah protrombin menjadi trombin dan
mengakibatkan pembentukan fibrin. Jadi dapat dilihat bahwa faktor Xa, jaras
instrinsik dan ekstrinsik bergabung menjadi satu untuk membentuk suatu jaras
komunis untuk pembentukan bekuan.
keadaan cair dan pembuluh darah tetap paten. Penghambat ini bekerja dengan
membatasi reaksi-reaksi yang menunjang pembekuan dan dengan pemecahan
setiap bekuan yang terbentuk, mencegah oklusi total pembuluh darah.
Penghambatan koagulasi mencakup sestem retikuloendotelia, antitrombin III,
aliran darah yang cukup, sel-sel mast serta sistem fibrinolitik.
1. Sistem Retikuloendotelia
Menghambat koagulasi dengan menyingkirkan faktor-faktor teraktivasi dari
darah, dan mempertahankan aliran darah yang adekuat yang berfungsi untuk
mengencerkan faktor-faktor pembekuan teraktivasi dan dengan cepat
mengalirkannnya ke hepar, tempat bekuan ini disingkirkan dari sirkulasi.
Pelepasan antitrombin III sebagai respon terhadap trombin berperan dengan
menginaktifasi trombin yang bersirkulasi sekaligus menetralisasi faktor-faktor
aktif XII, XI, IX dan X. Hal ini memperlambat perubahan fibrinogen menjadi
fibrin dan menghentikan urutan aktivasi dari faktor-faktor pembekuan. Sel-sel
mast yang terdapat pada kebanyakan jaringan tubuh menghasilkan heparin
dengan suatu aktivasi antikoagulan yang rendah dibandingkan dengan heparin
yang dijual bebas. Akhirnya sistem antagonis (penghambat), sistem
fibrinolotik bercampur dengan trombin di tempat aksi diatas fibrinogen.
Sistem fibrinolitik juga melibatkan reaksi rantai dimana aktivasi serangkaian
proenzim menghasilkan enzim litik yang mampu melarutkan bekuan.
2. Sistem Fibrinolitik
Proenzim plasminogen bersirkulasi dalam vaskuler mengganggu aktivasi
pembekuan darah. Sel-sel endotel pembuluh darah melepaskan aktivator
plasminogen yang mengubahnya menjadi plasmin. Selain itu faktor XII yang
teraktivasi, trombin, kalikrein dan substansi dalam jaringan diduga terlibat
dalam pengubahan plasminogen menjadi plasmin. Plasmin merupakan enzim
pelarut yang bereaksi untuk melisiskan fibrin dan menyerang faktor V, VIII,
IX dan fibrinogen. Kadar aktivator plasminogen akan mengalami kenaikan
sementara pada kondisi olah raga, stres, anoksia dan pirogenik.
Lisisnya fibrinogen dan fibrin mengakibatkan pembebasan produk-produk
degradasi. Produk ini dikenal sebagai produk degradasi fibrin (PDF),
menghambat agregasi platelet, memperlihatkan suatu efek antitrombin dan
ikut serta dengan pembentukan fibrin.
e. Penghambat Sitem Fibrinolitik
Sistem fibrinolitik merupakan penghambat terjadinya lisis yang tidak sesuai
dengan pembentukan bekuan yang dibutuhkan. Sistem retikuloendotelia
serebral
6. Dispnea akibat perfusi dan oksigenasi jaringan yang buruk
7. Oliguria akibat penurunan perfusi renal
6. Komplikasi
Pasien dengan KID rentan terhadap berbagai komplikasi terkait dengan perdarahan
atau trombosis.
1. Berhubungan dengan perdarahan
Komplikasi yang berhubungan dengan perdarahan serius adalah hemoragi
intrakranial, yang dapat dimanifestasikan sebagai sakit kepala, kehilangan fungsi
motorik sensorik, perubahan tingkat kesadaran serta reaksi pupil. Hemoragi
gastrointestinal dapat terbukti pada pasien yang mengeluhkan distensi abdomen
dan mengalami distensi, muntah, tanda-tanda hipovolemia dan adanya darah
samar atau jelas pada feses atau muntah. Perdarahan ke dalam kulit akan terlihat
sebagai petekie dan ekimosis
2. Berhubungan dengan Trombosis
Pembentukan trombus pada mikrosirkulasi dapat menyebabkan masalah-masalah
yang berhubungan dengan iskemia. Iskemia vaskuler serebri kemungkinan besar
akan bermanifestasi berupa perubahan tingkat kesadaran, abnormalitas sensorik,
gangguan
penglihatan
atau
kelemahan
motorik.
Iskemia
pada
traktus
Nilai Normal
Nilai KID
150.000-400.000/mm3
200-400 mg/100 ml
7.0-12.0 detik
4 g/ml
23 g/ml
Menurun
Menurun
Memanjang
Menurun
Menurun
Memanjang
a. PT
b. aPTT
c. International normalised ratio (INR)
Fibrinolisis Terakselerasi / Berlebihan
a. FDP
b. Penetapan dimer D
c. Kadar antitrombin III
Efek Klinis Pembekuan Microvaskular
a. Skistosit pada apusan darah tepi
b. Kadar bilirubin
c. BUN
30-40 detik
1,0-1,2 kali normal
Memanjang
Memanjang
< 10 mg/ml
< 50 g/dl
89-120 %
Meningkat
Meningkat
Menurun
0.1-1.2 mg/dl
Ada
8-20 mg/dl
Meningkat
Kreatinin : 0.5 1.5 (mg/dl)
(P)
Meningkat
Kreatinin : 0.5 1.5 (mg/dl)
(W)
Ureum : 15 40 (mg/dl) (P)
Ureum : 15 40 (mg/dl) (W)
Tabel diatas merupakan pemeriksaan yang biasa dilakukan untuk mengkaji adanya
KID. Namun, pemeriksaan ini tidak spesifik, juga tidak sensitif serta hasilnya
beragam
sesuai
perjalanan
penyakit
ini.
Kebanyakan
pasien
mengalami
dapat mempersingkat masa KID. Tranfusi sel darah merah walapun tidak berguna
dalam pemenuhan koagulasi, namun diberikan untuk meningkatkan kadar
hemoglobin dan kapasitas pembawa oksigen.
Perdarahan terlokalisasi dapat diminimalkan jika memungkinkan. Melalui
penggunaan pungsi vena atau melepaskan akses vaskuler dari sisi yang tertekan,
tekanan diberikan selama sedikitnya 15 hingga 30 menit atau sampai perdarahan
terhenti. Area tersebut sering kali dikaji ulang apakah terjadi perdarahan berulang,
karena bekuan awal akan terlarut jika pasien dalam kondisi kekurangan faktor
yang dibutuhkan untuk mempertahankan hemostasis. Hemostatik topikal dapat
digunakan untuk memberikan efek homeostatis topikal.
c. Terapi Heparin
Heparinisasi sistemik merupakan pengobatan KID yang tidak dapat disingkirkan
penyebabnya. Heparin berfungsi sebagai menghentikan siklus trombosis
hemoragi. Heparin membantu mencegah pembentukan trombus lebih lanjut, tetapi
heparin tidak mengubah bekuan yang sudah terbentuk. Heparin juga
memperlambat koagulasi dan dapat memulihkan protein-protein koagulasi.
Heparin melakukan hal tersebut dengan menggabungkan heparin dengan
antitrombin III, dan dengan adanya trombin, membentuk kombinasi yang dapat
berubah dimana trombin menjadi tidak aktif. Selain itu, kombinasi heparin dan
antitrombin III menetralkan faktor-faktor XII, XI, IX dan X yang teraktivasi,
sehingga memblok kemajuan urutan faktor-faktor koagulasi yang teraktivasi.
Heparin juga menghambat agregasi platelet yang dimediasi trombin dengan
menetralkan efek-efek trombin. Untuk itu, pemberian heparin menghambat
pembentukan trombin, interaksi trombin-fibrinogen serta agregasi platelet.
Dosis heparin yang digunakan harus sesuai dengan status klinis dan kebutuhan
pasien secara individual. Terdapat anjuran untuk pemberian heparin baik rute
subkutan maupun intrakutan. Dianjurkan pemberian heparin intravena dengan
rentang dosis 20.000-30.000 U dalam 24 jam dengan infus kontinue. Dosis
subkutan dianjurkan dosis rendah dengan rentang 2500 sampai 5000 Usetiap 4
sampai 8 jam. Heparin harus terus diberikan sampai penyebab pencetus utama
telah disingkirkan dan data-data klinis maupun laboratoris menunjukan pasien
sedang dalam proses penyembuhan.
d. Konsentrat Antitrombin III
Sejauh ini, beberapa penelitian membuktikan pemberian antitrombin pada pasien
KID berespon baik. Pada masa depan, peneliti mengusahakan membuat konsentrat
antitrombin III yang dapat memulihkan cadangan yang berkurang pada KID.
penyakit
kritis
beresiko
mengalami
KID,
karena
mengalami
tanda dan gejala pembekuan yang tidak tepat; sianosis, ganggren, perubahan status
mental, gangguan tingkat kesadaran, CVA, emboli paru, ischemia dan infark usus
serta insufisiensi atau gagal ginjal. Perawat juga perlu melakukan pemantauan
terhadap terjadinya perdarahan pada pasien, baik melalui hidung, gusi, paru-paru,
saluran cerna, area pembedahan, area injeksi, akses intravena, hematuri, sianosis
akral, ruam petekie dan purpura fulminans. Adapun tanda fisik yang sering
ditemukan berupa :
Tanda-tanda vital : Heart rate > 100 kali/menit, Tekanan darah < 90 mmHg,
Respirasi rate > 20 kali/menit
a. Status neurologis (Brain)
Nyeri kepala baik tumpul (defek trombolitik) maupun akut, tiba-tiba
(hemoragik), Gelisah, ansietas, perubahan tingkat kesadaran, kejang, tidak
berespon
b. Sistem Integumen
Jari tangan dan kaki teraba dingin dan berbintik, ekimosis, petekie, perdarahan
gusi
c. Sistem Kardiovaskuler (Blood)
Takikardia dan murmur mungkin muncul
d. Sitem Pulmoner ( Breathing)
Dispnea, takipnea, hemoptosis
e. Sistem Pencernaan (Bowel)
Hematemesis, melena, nyeri tekan abdomen, parese usus
f. Sistem Perkemihan (Bladder)
Produksi urin < 0.5 cc/kgBB/jam, hematuria
g. Sistem Muskuloskeletal (Bone)
Kelemahan secara umum
2. Diagnosa Keperawatan
a. Defisit Volume Cairan yang berhubungan dengan hemoragi, perembesan darah
dari tempat pungsi, kongesti jaringan dan perlambatan volume darah
bersirkulasi
b. Penurunan curah jantung yang berhubungan dengan kehilangan faktor-faktor
koagulasi yang diakibatkan oleh hemoragi, disritmia, asidosis laktat dan
trombi intravaskuler
c. Perubahan perfusi jaringan yang berhubungan dengan defisit volume
intravaskuler, trombosis dan hemoragi intravaskuler
d. Kerusakan pertukaran gas yang berhubungan dengan defisit volume
intravaskuler, penurunan curah jantung, hipertensi pulmonal, hemoragi
pulmonal dan trombosis intravaskuler
e. Resiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan
keadaan syok, hemoragi kongesti jaringan dan penurunan perfusi jaringan
Kriteria Hasil
Mempertahankan status
hemodinamik yang
adekuat
Intervensi Keperawatan
1. Kaji tanda vital setiap jam
2. Kaji parameter hemodinamik
(TAP, TVS) setiap jam
3. Kaji dan pantau jantung terhadap
frekuensi dan irama jantung
4. Evaluasi haluran urin setiap jam
5. Kaji bunyi nafas setiap 4 jam
6. Kaji kualitas, keberadaan nadi
perifer setiap 4 jam
7. Pertahankan masukan, haluran
yang akurat
8. Berikan larutan IV sesuai instruksi
9. Berikan plasma ekspander dan
produk-produk darah sesuai
instruksi
10. Evaluasi nilai hasil laboratorium
(Hb, Ht, Na, K, Cl, PT, PTT,
jumlah platelet, produk split fibrin,
fibrionogen dan sisa pembekuan
11. Pertahankan tirah baring
Penurunan curah
Pertahankan stabilitas
jantung yang
hemodinamik
berhubungan dengan
kehilangan faktor-faktor
koagulasi yang
diakibatkan oleh
hemoragi, disritmia,
3. Kaji parameter-parameter
hemodinamik setiap 2 jam
4. Kaji dan monitor frekuensi dan
irama jantung
5. Evaluasi jumlah dan berat jenis
urine setiap jam
6. Tetapkan status asam basa dengan
pemeriksaan AGD
7. Pertahankan Oksigen sesuai
instruksi
8. Pertahankan akses IV dengan
jarum berdiameter besar yang
adekuat untuk pengganti produkproduk darah
9. Pertahankan masukan dan
haluaran yang adekuat
10. Laporkan temuan-temuan
abnormal pada dokter
Perubahan perfusi
jaringan yang
berhubungan dengan
defisit volume
intravaskuler, trombosis
dan hemoragi
intravaskuler
Pertahankan sirkulasi
sistemik yang adekuat
tidak bebas
8. Pertahankan oksigen sesuai
instruksi
9. Evaluasi semua keluhan-keluhan
simptomatik yang bersifat
subjektif
10. Mempertimbangkan kemungkinan
kegagalan pada banyak organ dan
melaporkan semua hal yang
abnormal
11. Kaji kulit etrhadap adanya petekie,
ekimosis atau merembesnya darah
dari tempat pungsi
12. Beri pada tempat pungsi, balutan
bertekanan pada semua tempat
pungsi
13. Pertahankan akses IV
Kerusakan pertukaran
gas yang berhubungan
dengan defisit volume
intravaskuler,
penurunan curah
jantung, hipertensi
pulmonal, hemoragi
pulmonal dan trombosis
intravaskuler
Pertahankan oksigenasi
yang adekuat dan status
asam basa yang adekuat
(per sample AGD dengan
tambahan O2
instruksi
11. Cegah atelektasi dengan TC dan
DB tiap 2 jam
12. Atur posisi pasien untuk
membantu pertukaran gas
(tinggikan posisi kepala, tempat
tidur sesuai toleransi)
Resiko tinggi terhadap
kerusakan integritas
kulit yang berhubungan
dengan keadaan syok,
hemoragi kongesti
jaringan dan penurunan
perfusi jaringan
mengakibatkan
hemoragi atau
trombosis
Pasien akan
mengekspresikan
ansietasnya kepada
narasumber yang cocok
Aktivasi kalikrein
Melepas kinin
Meningkatkan permeabilitas
vascular & vasodilatasi
Hipotensi
Ikatan HbO2 menurun
Asidosis darah
Ketidakseimbangan perfusi
dan ventilasi
Kolaps alveoli
MK: Penurunan
curah Jantung
PK: Trombositopenia
Patofisiologi KID