Вы находитесь на странице: 1из 19

BAGIAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN

REFERAT II
SEPTEMBER 2016

UNIVERSITAS PATTIMURA

MENOPAUSE

Disusun Oleh :
Andhika Norris Frabes
(2010-83-017)

Konsulen:
dr. Novy Riyanti, Sp.OG, M.Kes

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PATTIMURA AMBON
2016

PENDAHULUAN
Proses menua adalah suatu proses multifaktorial, yang akan diikuti oleh penurunan fungsifungsi fisiologis organ tubuh yang progresif dan menyeluruh, disertai penurunan kemampuan
mempertahankan komposisi tubuh, serta respon tubuh terhadap stress. Menopause merupakan
suatu bagian dari proses menua yang ireversibel yang melibatkan sistem reproduksi wanita.1
Reproduksi dimulai dengan perkembangan ovum didalam ovarium. Ovum yang dikelilingi
oleh selapis sel granulosa disebut folikel primordial. Selama tahun-tahun reproduksi manusia
dewasa, antara usia sekitar 13 sampai 46 tahun, 400 sampai 500 folikel primordial cukup
berkembang untuk melepaskan ovum satu buah setiap bulan, sisanya berdegenerasi (menjadi
atretik). Pada akhir kemampuan reproduksi (saat menopause), hanya tersisa sedikit folikel
primordial di dalam ovarium, dan bahkan folikel tersebut kemudian segera berdegenerasi.2
Menopause didahului oleh suatu periode kegagalan ovarium progresif yang ditandai oleh
peningkatan daur ireguler dan kemerosotan kadar esterogen. Periode transisi keseluruhan dari
kematangan seksual hingga terhentinya kemampuan reproduksi ini dikenal sebagai klimakterik,
atau perimenopause. Produksi estrogen ovarium menurun dari sebanyak 300 mg per hari menjadi
hampir nol. Namun, wanita pasca menopause bukannya tidak memiliki esterogen sama sekali,
karena jaringan lemak, hati, dan korteks adrenal terus menghasilkan hingga 20 mg esterogen per
hari.3
Selain berakhirnya daur ovarium dan haid, hilangnya esterogen ovarium setelah
menopause menimbulkan banyak perubahan fisik dan emosional. Perubahan-perubahan ini
mencakup kekeringan vagina, yang dapat menimbulkan rasa tidak nyaman selama hubungan seks,
dan atrofi bertahap organ genital.3

MENOPAUSE

A. DEFINISI MENOPAUSE
Menopause adalah fase fisiologis yang ditandai dengan penghentian permanen periode
menstruasi karena hilangnya fungsi folikel ovarium. Selama transisi menopause, wanita
mengalami berbagai perubahan diantaranya fisik, psikologis, dan sosial yang dapat
mempengaruhi kualitas hidup mereka. Menopause menimbulkan beberapa gejala yaitu : hot
flushes, keringat malam, kekeringan vagina, depresi, mudah tersinggung, sakit kepala, dan
gangguan tidur.1, 4, 5, 6
Menopause adalah keaadan dimana ovarium manusia menjadi tidak responsif terhadap
gonadotropin seiring dengan pertambahan usia, dan fungsinya menurun sehingga daur seksual
menghilang. Menopause terjadi pada usia kurang lebih 51 tahun. Klimakterium adalah suatu
masa yang sifatnya fisiologis peralihan antara masa reproduksi dan masa senium. Masa
klimakterium terdiri dari masa pramenopause, menopause dan pascamenopause. Pramenopause
yaitu 4-5 tahun sebelum menopause, mulai ada keluhan klimakterium tetapi estrogen masih
dibentuk. Pascamenopause yaitu 3-5 tahun setelah menopause.4, 5, 7

B. KLASIFIKASI MENOPAUSE
Berdasarkan waktu terjadinya, menopause dapat dibagi menjadi tiga jenis yaitu:
1. Menopause alami (normal). Menopause alami terjadi seiring dengan bertambahnya usia,
ovarium akan mengalami penurunan fungsi yang mengakibatkan terjadinya penurunan
produksi hormon estrogen dan progesterone. Sebagai kompensasinya, tubuh pun
bereaksi dengan melakukan penyesuaian-penyesuaian, diantaranya adalah dengan
berhentinya menstruasi. Menopause alami biasa terjadi pada usia 45-55 tahun.
2. Menopause dini (Surgical menopause/Premature menopause) dapat terjadi karena
buatan, akibat operasi seperti pada pengangkatan ovarium atau akibat obat-obatan
seperti pada terapi radiasi maupun kemoterapi untuk pengobatan tumor pada perempuan
yang masih berovulasi. Atau karena kegagalan ovarium premature pada usia 40, 30,
bahkan 20 tahun. Angka kejadian dari premature menopause meningkat karena
perkembangan dari treatment kanker pada anak, remaja, ataupun wanita usia
3

reproduktif. Hal yang sama juga terjadi pada peningkatan insiden dilakukannya
histerektomi.
3. Menopause terlambat. Bila seorang perempuan masih mendapatkan haid di atas usia 52
tahun maka disebut dengan menopause terlambat. Pada menopause terlambat
diperlukan penelusuran yang lebih lanjut.. Kemungkinan penyebab bisa berupa
konstitusional, fibroma uteri, dan tumor yang menghasilkan estrogen. Pada perempuan
dengan karsinoma endometrium, sering dijumpai adanya menopause yang terlambat.8,9

C. ETIOLOGI MENOPAUSE
Penyebab menopause adalah matinya (burning out) ovarium. Sepanjang kehidupan
seks seorang wanita, kira-kira 400 folikel primordial tumbuh menjadi folikel matang dan
berovulasi, dan ratusan ribu ovum berdegenerasi. Pada usia sekitar 45 tahun, hanya tinggal
sedikit folikel primordial yang harus dirangsang oleh FSH dan LH. Produksi esterogen dari
ovarium menurun saat jumlah folikel primordial mendekati nol. Ketika produksi esterogen
turun dibawah nilai kritis, esterogen tidak dapat lagi menghambat produksi gonadotropin FSH
dan LH. Sebaliknya, gonadotropin FSH dan LH (terutama FSH) diproduksi sesudah menopause
dalam jumlah besar dan kontinu, tetapi ketika folikel primordial yang tersisa menjadi atretik,
produksi esterogen oleh ovarium benar-benar turun menjadi nol.2, 3

Gambar 1. Sekresi estrogen sepanjang kehidupan seks perempuan2

Pada gambar 1 memperlihatkan:


1) Peningkatan kadar sekresi estrogen pada masa pubertas
2) Variasi siklik selama siklus seks bulanan
3) Peningkatan sekresi estrogen lebih lanjut selama beberapa tahun pertama masa
reproduksi
4) Penurunan progresif sekresi estrogen menjelang akhir masa reproduksi (kehidupan
seksual)
5) Hampir tidar ada sekresi estrogen atau progesterone sesudah menopause.2, 3

Sistem hormonal mengatur komposisi tubuh, deposisi lemak, massa otot, kekuatan otot,
metabolism, berat badan, dan keadaan fisik. Perubahan hormonal akan menyertai
perkembangan usia seseorang. Beberapa manifestasi dari proses menopause disebabkan oleh
defisiensi hormonal yang diakibatkan oleh menurunnya produksi hormone estrogen ovarium
karena berkurangnya jumlah folikel yang aktif sampai menghilangnya produksi estrogen
ovarium akibat sudah tidak ada sama sekali folikel yang masih aktif di ovarium. Keadaan
defisiensi estrogen ini dapat berakibat pada munculnya keluhan jangka pendek ataupun keluhan
jangka panjang.1, 9

D. FISIOLOGI MENOPAUSE

Siklus menstruasi

Siklus Menstruasi
Menstruasi adalah perdarahan periodik dari uterus yang dimulai sekitar 14 hari setelah
ovulasi secara berkala akibat terlepasnya lapisan endometrium uterus.
Ada beberapa rangkaian dari siklus menstruasi, yaitu:
1. Siklus Endomentrium
Siklus endometrium terdiri dari empat fase, yaitu :
a. Fase menstruasi. Pada fase ini, endometrium terlepas dari dinding uterus dengan
disertai pendarahan dan lapisan yang masih utuh hanya stratum basale. Rata-rata fase
ini berlangsung selama lima hari (rentang 3-6 hari). Pada awal fase menstruasi kadar

estrogen, progesteron, LH (Lutenizing Hormon) menurun atau pada kadar terendahnya


selama siklus dan kadar FSH (Folikel Stimulating Hormon) baru mulai meningkat.
b. Fase proliferasi. Fase proliferasi merupakan periode pertumbuhan cepat yang
berlangsung sejak sekitar hari ke-5 sampai hari ke-14 dari siklus haid, misalnya hari
ke-10 siklus 24 hari, hari ke-15 siklus 28 hari, hari ke-18 siklus 32 hari. Permukaan
endometrium secara lengkap kembali normal sekitar empat hari atau menjelang
perdarahan berhenti. Dalam fase ini endometrium tumbuh menjadi setebal 3,5 mm
atau sekitar 8-10 kali lipat dari semula, yang akan berakhir saat ovulasi. Fase
proliferasi tergantung pada stimulasi estrogen yang berasal dari folikel ovarium.
c. Fase sekresi/luteal Fase sekresi berlangsung sejak hari ovulasi sampai sekitar tiga
hari sebelum periode menstruasi berikutnya. Pada akhir fase sekresi, endometrium
sekretorius yang matang dengan sempurna mencapai ketebalan seperti beludru yang
tebal dan halus. Endometrium menjadi kaya dengan darah dan sekresi kelenjar.
d. Fase iskemi/premenstrual. Implantasi atau nidasi ovum yang dibuahi terjadi sekitar 7
sampai 10 hari setelah ovulasi. Apabila tidak terjadi pembuahan dan implantasi,
korpus luteum yang mensekresi estrogen dan progesteron menyusut. Seiring
penyusutan kadar estrogen dan progesteron yang cepat, arteri spiral menjadi spasme,
sehingga suplai darah ke endometrium fungsional terhenti dan terjadi nekrosis.
Lapisan fungsional terpisah dari lapisan basal dan perdarahan menstruasi dimulai.2,3

2. Siklus Ovulasi
Ovulasi merupakan peningkatan kadar estrogen yang menghambat pengeluaran FSH,
kemudian hipofise mengeluarkan LH (lutenizing hormon). Peningkatan kadar LH merangsang
pelepasan oosit sekunder dari folikel. Folikel primer primitif berisi oosit yang tidak matur (sel
primordial). Sebelum ovulasi, satu sampai 30 folikel mulai matur didalam ovarium dibawah
pengaruh FSH dan estrogen. Lonjakan LH sebelum terjadi ovulasi mempengaruhi folikel yang
terpilih. Di dalam folikel yang terpilih, oosit matur dan terjadi ovulasi, folikel yang kosong
memulai berformasi menjadi korpus luteum. Korpus luteum mencapai puncak aktivitas
fungsional 8 hari setelah ovulasi, dan mensekresi baik hormon estrogen maupun progesteron.
Apabila tidak terjadi implantasi, korpus luteum berkurang dan kadar hormon menurun. Sehingga
lapisan fungsional endometrium tidak dapat bertahan dan akhirnya luruh.2,3
6

3. Siklus Hipofisis-hipotalamus
Menjelang akhir siklus menstruasi yang normal, kadar estrogen dan progesteron darah menurun.
Kadar hormon ovarium yang rendah dalam darah ini menstimulasi hipotalamus untuk mensekresi
gonadotropin realising hormone (Gn-RH). Sebaliknya, Gn-RH menstimulasi sekresi folikel
stimulating hormone (FSH). FSH menstimulasi perkembangan folikel de graaf ovarium dan
produksi estrogennya. Kadar estrogen mulai menurun dan Gn-RH hipotalamus memicu hipofisis
anterior untuk mengeluarkan lutenizing hormone (LH). LH mencapai puncak pada sekitar hari ke13 atau ke-14 dari siklus 28 hari. Apabila tidak terjadi fertilisasi dan implantasi ovum pada masa
ini, korpus luteum menyusut, oleh karena itu kadar estrogen dan progesteron menurun, maka
terjadi menstruasi.2,3

Klimakterium adalah suatu masa di mana seorang perempuan lewat dari masa reproduksi
ke transisi menopause hingga tahun pascamenopause, terjadi pada umur rata-rata 45-65 tahun.4,
5

Gambar 2. Masa Perimenopause Pascamenopause Senium4

Perimenopause adalah periode selama 2 sampai 8 tahun sebelum menopause dan 1 tahun
setelah menstruasi terakhir. Perimenopause adalah suatu masa peralihan menopause yang
terjadi beberapa tahun sebelum menopause, yang meliputi perubahan dari siklus-siklus
ovulatorik menjadi anovulatorik, dengan tanda ketidakteraturan siklus haid. Berlawanan
dengan kepercayaan di masa lalu, ternyata kadar estradiol tidak turun secara bertahap pada
7

tahun-tahun sebelum menopause, tetapi tetap berada pada kisaran normal, meskipun sedikit
meningkat hingga sekitar 1 tahun sebelum pertumbuhan dan perkembangan folikel berhenti.4,10
Penurunan sekresi inhibin oleh folikel-folikel ovarium dimulai sekitar umur 35 tahun dan
menjadi lebih cepat setelah umur 40 tahun. Penurunan inhibin memungkinkan peningkatan FSH
yang mencerminkan berkurangnya reaktivitas dan kemampuan folikel karena ovarium
menua.3,4
Tahun-tahun perimenopause adalah suatu periode di mana kadar FSH pascamenopause
lebih dari 20 IU/L, meskipun tetap terjadi perdarahan haid, sedangkan kadar LH masih tetap
berada dalam kisaran normal. Kadang-kadang masih terjadi pembentukan folikel dan korpus
luteum sehingga masih mungkin terjadi kehamilan. Oleh karena itu, bijaksanalah kalau tetap
merekomendasikan penggunaan kontrasepsi hingga betul-betul menopause.2,4
Pramenopause adalah suatu masa menjelang menopause yang terjadi pada umur rata-rata
40-50 tahun. Ketika perempuan mencapai umur 40-an, anovulasi menjadi lebih menonjol,
panjang siklus haid meningkat. Durasi fase folikuler adalah penentu utama panjang siklus.
Perubahan siklus haid sebelum menopause ditandai oleh peningkatan kadar hormone
penstimulasi folikel (FSH) dan penurunan kadar inhibin, tetapi dengan kadar hormone
luteinisasi (LH) yang normal dan kadar estradiol yang sedikit meninggi.3,4

Gambar 3. Kadar FSH dan LH dari bayi baru lahir sampai pascamenopause4

Segera sesudah menopause tidak ada folikel ovarium yang tersisa. Terjadi peningkatan
FSH 10-20 kali lipat dan peningkatan LH sekitar 3 kali lipat dan kadar maksimal dicapai 1-3
tahun pascamenopause, selanjutnya terjadi penurunan yang bertahap, walaupun sedikit pada

kedua gonadotropin tersebut. Peningkatan kadar FSH dan LH pada saat kehidupan merupakan
bukti pasti terjadinya kegagalan ovarium. Segera sesudah menopause ovarium menyekresi
terutama androstenedion dan testosterone. Kadar androstenedion yang disirkulasi adalah satu
setengah kali sebelum menopause. Androstenedion pascamenopause sebagian besar berasal
dari kelenjar adrenal, sebagian kecil dari ovarium. Produksi testosterone turun sekitar 25%
pascamenopause, produksi estrogen oleh ovarium tidak berlanjut setelah menopause. Namun,
kadar estrogen tetap bermakna terutama karena konversi ekstraglandular dari androstenedion
dan testosterone menjadi estrogen.2,4

E. GEJALA KLINIS MENOPAUSE


Tidak semua perempuan menopause mempunyai keluhan. Sekitar 18% tanpa keluhan, 56%
dengan keluhan dalam 1-5 tahun setelah menopause dan 26% setelah lebih dari 5 tahun.9,12

Sindroma menopause terwujud dalam bentuk:


1) Gangguan neurovegetatif/vasomotor-hipersimpatokinetik.
Gejala: Gejolak panas (hot flushes), keringat banyak, rasa kedinginan, sakit kepala, telinga
berdenging, berdebar-debar, susah bernafas, dll. 4, 5, 12, 13
Hot flushes beberapa derajat dan berkeringat, dipandang sebagai ciri khas
klimakterium yang dialami oleh sebagian besar perempuan pasca menopause, berupa
dimulainya kulit kepala, leher dan dada kemerahan secara mendadak disertai perasaan
panas yang hebat dan kadang-kadang diakhiri dengat berkeringat banyak. Lamanya
bervariasi dari beberapa detik hingga beberapa menit bahkan satu jam walaupun jarang.
Frekuensinya dapat jarang, sehingga berulang setiap beberapa menit. Lebih sering dan
berat dimalam hari (menyebabkan sering terbangun dari tidur) atau saat-saat stress. Di
cuaca dingin lebih jarang, lebih ringan dan lamanya lebih pendek dibandingkan
dilingkungan yang lebih hangat. Perempuan pramenopause menderita hot flushes kurang
lebih 15-25% dan frekuensinya lebih tinggi pada pramenopause yang menderita sindroma
prahaid. Segera setelah menopause frekuensi menjadi 50% dan setelah 4 tahun
pascamenopause akan menjadi 20%. Angka kejadian ini bervariasi setiap bangsa ataupun
ras.1,4

2) Gangguan psikologis
Gejala: Kecapaian, vertigo, iritabilitas, ketakutan, insomnia, tegang, cemas, libido
berkurang, rasa kosong, kurang konsentrasi, sakit kepala, dipsnea. 4, 5, 12, 13
Gangguan psikiatrik. Pendapat bahwa menopause memiliki efek yang merugikan
pada kesehatan jiwa tidak didukung dalam kepustakaan psikiatrik. Pada awal
pascamenopause sering dijumpai kelelahan, gugup, nyeri kepala, insomnia, depresi,
iritabilitas, nyeri sendi dan otot, pusing berputar, dan berdebar-debar. Namun, tampaknya
hal-hal tersebut tidak memiliki hubungan kausal dengan estrogen. Pada usia ini baik lakilaki maupun perempuan yang mengalami keluhan adalah akibat dari peristiwa-peristiwa
kehidupan sebelumnya.5,12
Stabilitas emosional selama perimenopause dapat diganggu oleh pola tidur yang
buruk, hot flushes sendiri berdampak buruk pada kualitas tidur. Perimenopause bukanlah
penyebab depresi, tetapi emosi yang labil dapat membaik dengan pemberian hormone.
Penyebab gangguan mood perimenopause, paling sering karena depresi yang memang
sudah ada sebelumnya, walaupun ada populasi perempuan yang mood-nya sensitif
terhadap perubahan-perubahan hormonal.3,4,12
Kognisi dan penyakit Alzheimer. Efek yang menguntungkan dari estrogen pada
kognisi khususnya pada memori verbal. Akan tetapi, pada perempuan sehat efeknya tidak
mengesankan, nilai klinisnya kecil. Perempuan tiga kali lebih banyak yang menderita
Alzheimer dibanding laki-laki. Estrogen mampu melindungi fungsi sistem saraf pusat
melalui melalui berbagai mekanisme. Estrogen melindungi terhadap sitotoksitas neuron
yang diinduksi oleh oksidasi, menurunkan konsentrasi komponen amyloid P serum
(glikoprotein pada pengerutan neurofiblier penderita Alzheimer), meningkatkan
pertumbuhan sinaps dan neuron khususnya densitas spina dendritic, melindungi terhadap
toksisitas serebrovaskuler yang dipicu oleh peptide-peptida amyloid, memicu
pembentukan sinaps serta pertumbuhan dan ketahanan hidup neuron. 4,12

3) Gangguan organic
Gejala: Disparenia, pruritus vulva, pruritus vagina, stress inkontinensia, angina,
kekeroposan tulang, fraktur tulang. 3, 4, 5, 12, 13

10

Atrofi genitourinaria menyebabkan berbagai gejala yang mempengaruhi kualitas


hidup. Uretritis dengan dysuria, inkontinensia urgensi, dan meningkatnya frekuensi
berkemih merupakan gejala lanjutan dari penipisan mukosa uretra dan kandung kemih.
Karena kehabisan estrogen, vagina kehilangan kolagen, jaringan adipose, dan kemampuan
untuk mempertahankan air. Ketika dinding vagina mengerut, rugae akan mendatar dan
lenyap. Relaksasi vagina dengan sistokel, rektokel, prolapses uteri, dan distrofi vulva
bukan konsekuensi dari penurunan estrogen. Penurunan pada kandungan kolagen kulit,
elastisitas dan ketebalan kulit yang terjadi oleh karena penuaan adalah akibat kekurangan
estrogen.3,4
Penyakit jantung coroner. Di Amerika Serikat kematian karena penyakit jantung
coroner pada perempuan sekitar 3 kali lipat dari angka kematian karena kanker payudara
dan kanker paru. Satu dari lima perempuan menderita salah satu jenis penyakit jantung atau
pembuluh darah. Sebagian besar penyakit kardiovaskuler disebabkan oleh ateroskelrosis
pada pembuluh darah mayor. Faktor-faktor resikonya sama dengan laki-laki, misalnya
riwayat penyakit kardiovaskuler pada keluarga, tekanan darah tinggi, merokok, diabetes
mellitus, profil kolesterol/lipoprotein yang abnormal, serta obesitas. Mortalitas akibat
stroke dan penyakit jantung coroner telah sangat berkurang karena perawatan medis dan
bedah serta tindakan-tindakan preventif, misalnya penghentian merokok, penurunan
tekanan darah dan penurunan kolesterol, serta pencegahan primer khususnya penghentian
merokok dan penurunan berat badan.3,4,12
Osteoporosis. Karena estrogen memiliki efek fisiologik yang luas di luar sistem
reproduksi maka penurunan drastis esterogen ovarium pada menopause mempengaruhi
sistem tubuh lain, terutama tulang. Estrogen membantu pembentukan tulang yang kuat,
melindungi wanita pramenopause dari osteoporosis yang menyebabkan penipisan tulang.
Penurunan esterogen pascamenopause meningkatkan aktivitas osteoklas pelarut tulang dan
menurunkan aktivitas osteoblast penghasil tulang. Akibatnya adalah berkurangnya
kepadatan tulang dan meningkatnya insidens fraktur tulang.1,12
Tulang adalah organ yang sangat aktif, mempunyai proses berkelanjutan yang
disebut remodeling tulang, yang melibatkan resorpsi (aktivitas osteoklastik) dan formasi
(aktivitas osteoblastik) yang konstan. Osteoblast ataupun osteoklas berasal dari progenitorprogenitor sumsum tulang, osteoblast dari sel-sel induk mesenkimal, dan osteoklas dari
11

turunan sel darah putih hematopoietic. Sitokin terlibat dalam proses perkembangan ini,
sebuah proses yang diregulasi oleh steroid-steroid seks. Penuaan dan hilangnya estrogen,
keduanya menyebabkan aktivitas osteoklastik berlebihan. Penurunan asupan dan atau
absorpsi kalsium menurunkan kadar kalsium terionisasi dalam serum. Hal ini menstimulasi
sekresi hormone paratiroid (PTH) untuk memobilisasi kalsium dari tulang melalui
stimulasi langsung pada aktivitas osteoklastik. Peningkatan PTH juga menstimulasi
produksi vitamin D untuk meningkatkan absorpsi kalsium usus. Defisiensi estrogen
berhubungan dengan responsivitas tulang yang lebih besar terhadap PTH. Kadar PTH
berapa pun, lebih banyak kalsium yang diambil dari tulang, meningkatkan kalsium serum,
yang pada gilirannya menurunkan PTH dan menurunkan vitamin D serta absorpsi kalsium
oleh usus.3, 4, 12

F. DIAGNOSIS MENOPAUSE
Diagnosis menopause dapat ditegakkan baik dengan cara sederhana maupun dengan cara
yang canggih. Perempuan menopause ada yang mengalami gejala dan juga yang tidak. Bila
pasien sudah lebih dari satu tahun memasuki menopause, pemeriksaan hormone tidak mutlak.
Diagnosis dapat ditegakkan bila ditemukan usia 48-49 tahun, haid mulai tidak teratur, darah
haid mulai sedikit atau banyak, haid berhenti sama sekali, timbul keluhan klimakterik atau tanpa
keluhan klimakterik.1, 9

Anamnesis dan pemeriksaan:

Anamnesis harus mencakup riwayat keluarga, riwayat pemakaian obat-obatan serta riwayat
sosial ekonomi.

Meneliti faktor-faktor risiko untuk terjadinya:


o Kanker endometrium
o Kanker payudara
o Kerapuhan tulang/osteoporosis: Pemeriksaan densitometer
o Penyakit kardiovaskuler.

Pemeriksaan fisik diagnostic lengkap

Pemeriksaan laboratorium terutama untuk lipid, gula darah, kalsium, fungsi hati dan ginjal.

Paps Smear, kalau mungkin dengan mammogram


12

Bila perlu lakukan biopsy endometrium terutama bila ada riwayat perdarahan pervaginam
yang tidak teratur.1, 5, 9

Diperlukan pemeriksaan hormonal (FSH dan E2) dan pemeriksaan densitometer untuk
melihat densitas tulang. Diagnosis pasti ditegakkan bila usia >40 tahun, tidak haid >6 bulan,
dengan atau tanpa keluhan klimakterik, kadar FSH >40 mIU/ml, E2 <30 pg/ml.1, 9

G. TERAPI MENOPAUSE
Pada wanita pascamenopause, sumber estrogen utama adalah jaringan adipose dan organ
selain ovarium, sedangkan estrogen disintesis dari dehidroepiandrosteron dari korteks adrenal.
Terdapat beberapa pilihan efektif yang dapat dipertimbangkan untuk meringankan gejala
menopause. Terapi hormonal seringkali merupakan pilihan terapi paling efektif, namun tidak
selalu diperlukan. Terapi esterogen dapat meringankan gejala hot flushes. Terapi progesterone
saja juga dapat digunakan pada wanita yang menolak pemberian esterogen.1, 11

Prinsip pengelolaan menopause :


o Estrogen hanya digunakan bila ada indikasi, dengan dosis rendah dan dalam waktu
sesingkat mungkin sesuai dengan keluhan.
o Estrogen dapat digunakan untuk mengobati/mencegah gangguan vasomotor, atrofi
genital, osteoporosis serta penyakit jantung arteriosklerosik.
o Bila uterus utuh sebaiknya estrogen dikombinasikan dengan progestin pada setiap akhir
siklus (7-10 hari).
o Preparat estrogen topical baik untuk kasus atrofi vulvovagina.
o Bila timbul perdarahan pervaginam, harus diperiksa dengan teliti.
o Setiap tahun pasien yang diobati dengan preparat estrogen harus diperiksa keadaan
panggul, mammae, tekanan darah dan pemeriksaan sitology.
o Terapi estrogen tidak boleh diberikan pada wanita dengan estrogen dependent tumor.
o Sebelum terapi hormonal pengganti dilaksanakan, pasien harus diberikan penerangan
mengenai keuntungan dan kerugiannya.5,11

13

Pemberian hormon pengganti


o Indikasi :

Belum merupakan kebijakan umum bahwa setiap wanita menopause mendapatkan


hormone pengganti sebagai upaya pencegahan sindroma menopause.

Indikasi utama adalah pada wanita dengan pengangkatan (pembedahan) kedua


indung telur pada usia reproduksi, serta wanita dengan risiko osteoporosis dan
penyakit kardiovaskuler, disamping wanita yang mendapatkan keluhan/gejala
sindroma menopause yang banyak macamnya serta dirasakan mengganggu
kehidupan sehari-hari.

o Kontraindikasi :
1) Perdarahan per vaginam yang belum diketahui sebabnya.
2) Thrombosis emboli vaskuler akut.
3) Riwayat kanker payudara dan kanker endometrium.1,5

Absolut
Kanker

payudara

dengan

Relatif
esterogen

Penyakit hati kronik


Hipertrigliseridemia berat

reseptor
Kanker endometrium

Endometriosis

Perdarahan vagina belum terdiagnosis

Riwayat penyakit tromboemboli

Penyakit tromboemboli aktif

Penyakit kantung empedu

Riwayat melanoma maligna


Tabel 1. Kontraindikasi Terapi Sulih Hormon1

Jenis estrogen yang dipakai :


a) Estrogen alami: estradiol 17-beta, estrone, estriol.
b) Estrogen konjugasi: estro sulfat, equilin, equilenin.
c) Estrogen sintesis: etinil estradiol, mestranol, dietilstillbestrol, dienestrol, dll.5, 11

Jenis progesterone yang dipakai :


a) Progesterone alami: 17-alfa hidroksi progesterone valerat, kaproat.
d) Progesterone sintesis: MPA.5, 11
14

PEMBERIAN
Estrogen Oral

PREPARAT
Estrogen konjugasi

DOSIS
0,3 mg, 0,625 mg, 0,9 mg, 1,25 mg, 2,5
mg

Estrogen Sistemik

Estrogen Vagina

Progesteron Oral

Progesteron Injeksi

Estradiol micronized

1 mg, 2 mg

Estropipat

0,625 mg, 1,25 mg, 2,5 mg, 5 mg

Etinil estradiol

0,02 mg, 0,05 mg, 0,5 mg

Quinestrol

100 g

Klorotrianisen

12 mg, 25 mg

Dietilstilbestrol

1 mg, 5 mg

Estradiol transdermal

0,05 mg, 0,1 mg

Estradiol valerat injeksi

20mg/10ml, 40mg/10ml, 4mg/10ml

Poliestradiol fosfat injeksi

40 mg

Estrogen konjugasi

0,625 mg/gram (salep)

Estradiol micronized

0,1 mg/gram

Estropipat

1,5 mg/gram

MPA

2,5 mg, 5 mg, 10 mg

Megestrol asetat

20 mg, 40 mg

Noretindron

0,35 mg

Noretindron asetat

5 mg

Depoprovera

100 mg/ml, 400 mg/ml

Tabel 2. Preparat estrogen dan progestin yang diperbolehkan sebagai terapi hormone pengganti5

Pola pemakaian :
o Pemberian secara berkala (sekuensial) :
Pemakaian estrogen selama 21-25 hari, dikombinasikan dengan pemakaian
progesterone selama 10-12 hari.

15

Ada beberapa cara pemberian :


a) Cukup diberikan estrogen saja selama 3 minggu (terutama estriol), kemudian 1
minggu istirahat. Masa istirahat ini untuk melihat ada tidaknya keluhan. Bila
keluhan hilang, dosis dapat diturunkan.
b) Pemberian estrogen selama 4 minggu, ditambah progesterone hari 1-14.
c) Pemberian estrogen hari 1-21 dan ditambah progesterone hari ke 10-21.
d) Pemberian estrogen selama 4 minggu dan ditambah progesterone hari ke 12-25.
e) Pemberian estrogen hari 1-14 dilanjutkan pemberian progesterone hari ke 15-21.5
o Pemberian berkesinambungan (continuous) :
Pemberian terus menerus tanpa sela dengan maksud untuk mencegah terjadinya
perdarahan lecut (withdrawl bleeding).1,5,11

Hal-hal yang dapat timbul selama pengobatan :


o Perdarahan bercak
Bila disebabkan dosis estrogen rendah, dosis dinaikkan tablet. Bila karena dosis
progesterone tinggi, maka dosisnya dikurangi.
o Perdarahan banyak
Perdarahan banyak biasanya disebabkan estrogen tinggi. Tindakan yang dilakukan
adalah kuretase dan pemeriksaan PA untuk menyingkirkan keganasan. Bila hasil PA
menunjukkan

hyperplasia,

maka

pengobatan

dilanjutkan

dengan

pemberian

progesterone dengan dosis 2x50mg selama 3 bulan. Setelah 3 bulan dilakukan kuretase
ulang, bila sembuh pengobatan dilanjutkan selama 3 bulan lagi untuk mencegah residif.
Bila ternyata kambuh lagi, maka sebaiknya pertimbangkan histerektomi.
o Mual
Disebabkan karena dosis estrogen yang tinggi. Dapat diatasi dengan mengurangi dosis
atau dengan cara pemberian obat setelah makan. Bila tetap ada keluhan, pikirkan cara
pemberian obat dengan metode lain (misalnya transdermal).
o Sakit kepala, nyeri payudara, lekore, peningkatan berat badan

16

Disebabkan karena dosis estrogen yang tinggi/penggunaan terapi hormonal pengganti


terlalu lama. Dapat diatasi dengan mengurangi dosis. Bila keluhan masih ada, dapat
dicoba dengan preparat estrogen lemah (estriol). Bila masih ada keluhan, sebaiknya
pemberian estrogen dihentikan.5,11,12

Terapi tambahan
Terdiri dari diet dan olahraga. Sebagian besar pasien dengan sindroma klimakterium
mengalami hipokalsemia, hiperkolesterolemia serta memiliki risiko terjadinya kanker
endometrium. Untuk mencegah hipokalsemia, perlu intake kalsium 1.000-1.500 mg/hari
(setara dengan 1 liter susu perhari), olahraga rutin. Pemberian preparat estrogen selama
beberapa tahun akan menurunkan kejadian patah tulang 50-60% dan mencegah penyakit
kardiovaskuler 45-50%.5,6

17

KUNJUNGAN PERTAMA

1 minggu

Anamnesis
Pemeriksaan Fisik
Pap Smear
Pemeriksaan Laboratorium
Konseling, informasi, edukasi

KUNJUNGAN KEDUA
4 minggu

KUNJUNGAN KETIGA
3 bulan

KUNJUNGAN KEEMPAT

Penilaian klinis
Penilaian laboratorium
Pemberian terapi hormonal pengganti
Penilaian klinis
Penambahan estrogen atau progesteron
Penilaian klinis

6 bulan

KUNJUNGAN KELIMA
12 bulan

KUNJUNGAN KEENAM
setiap tahun

KUNJUNGAN ULANG

Penilaian klinis
Mammogram
Penilaian klinis
Pemeriksaan laboratorium ulangan
Biopsi endometrium
Penilain klinis
Evaluasi hasil pengobatan

Penanganan Menopause5

18

DAFTAR PUSTAKA
1) Soewondo, Pradana. Menopause, Andropause dan Somatopause Perubahan Hormonal
Pada Proses Menua dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi V. Jakarta:
Interna Publishing. 2010. Hal 2078-2082.
2) Guyton AC, Hall JE. Fisiologi Sebelum Kehamilan dan Hormon-Hormon Perempuan
dalam Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 12. Penterjemah: dr. M. Djauhari
Widjajakusumah. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2007. Hal 1069-1085.
3) Sherwood, Lauralee. Sistem Reproduksi dalam Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem Edisi
6. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2012. Hal 810-870.
4) Noerpramana, NP. Perempuan Dalam Berbagai Masa Kehidupan dalam Ilmu Kandungan
Edisi ke-3. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 2011. Hal 92-110.
5) Martaadisoebrata D. dkk. Menopause dalam Pedoman Diagnosis dan Terapi Obstetri dan
Ginekologi, RSUP dr.Hasan Sadikin. Bagian II Ginekologi. Bandung: SMF Obstetri dan
Ginekologi Fakultas Kedokteran Univ. Padjajaran, RSUP dr.Hasan Sadikin. 1997. Hal 4753.
6) Kim M-J, Cho J, Ahn Y, Yim G, Park H-Y. Association between physical activity and
menopausal symptoms in perimenopausal women. BMC Womens Health. 2014. (Diakses
24 April 2015 pukul 19.00 WIB)
7) Ganong, W. F. Gonad: Perkembangan & Fungsi Sistem Reproduksi dalam Buku Ajar
Fisiologi Kedokteran. Edisi 22. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2003. Hal 428470.
8) Shuster, Lynne T. et al. Premature Menopause or Early Menopause: Long-Term Health
Consequences. Maturitas 65.2 (2010): 161. PMC.
9) Loho MF, Wantania J. Gangguan Pada Masa Bayi, Kanak-Kanak, Pubertas,
Klimakterium, dan Senium dalam Ilmu Kandungan. Edisi ke-3. Jakarta: PT Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo. 2011. Hal 186-196.
10) Li, Ying et al. Use Acupuncture to Relieve Perimenopausal Syndrome: Study Protocol of
a Randomized Controlled Trial. Trials 15 (2014): 198. PMC.
11) Suherman, SK. Estrogen dan Progestin, Agonis dan Antagonisnya dalam Farmakologi dan
Terapi. Ed Ke 5. Jakarta : Dept Farmakologi dan Terapeutik FKUI. 2007. Hal 455-467.
12) Burbos N, Morris EP. Menopausal symptoms. BMJ Clinical Evidence. 2011.
13) Aidelsburger, Pamela et al. Alternative Methods for the Treatment of Post-Menopausal
Troubles. GMS Health Technology Assessment 8 (2012): Doc03. PMC.

19

Вам также может понравиться