Вы находитесь на странице: 1из 6

LAPORAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA BAYI NY. R II DENGAN BERAT BAYI LAHIR RENDAH (BBLR)


DI RUANG PBRT RSUP DR. KARIADI SEMARANG

Untuk memenuhi kompetensi praktik profesi ners stase keperawatan anak


Pembimbing Akademik: Ns. Elsa Naviati S. Kep., M.Kep., Sp.Kep.An
Pembimbing Klinik: Ns. Nur Hidayah, S.Kep

Disusun oleh:
Siti Munadliroh
22020115220077

PROGRAM PROFESI NERS ANGKATAN XXVII


JURUSAN KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
2016

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) menurut World Health Organization
(WHO) adalah bayi lahir dengan berat kurang dari 2500 gram, yang diukur dalam
24 jam pertama kelahiran (WHO, 2006). Sedangkan berdasarkan Pregnancy
Nutrition Surveillance System (PNSS) BBLR atau Low Birth Weight (LBW)
dikategorikan Moderately Low Birth Weight (MLBW) apabila berat lahir antara
1500 - < 2500 gram dan Very Low Birth Weight (VLBW) apabila berat lahir <
1500 gram (CDC,1995).
BBLR merupakan suatu masalah karena memberikan kontribusi untuk
kematian perinatal, (76%) meninggal pada jam pertama kelahiran dan lebih dari
dua pertiga meninggal pada minggu pertama kehidupan. BBLR memiliki risiko 40
kali lebih tinggi untuk kematian neonatal dibandingkanbayi yang lahir dengan
berat normal, 5 kali memiliki risiko kematian pada masa post neonatal dan
kecenderungan risiko akan menetap seperti keterlambatan pada perkembangan
kognitif, mengalami masalah perkembangan dan kecenderungan sakit pada masa
anak-anak (Depkes,2003). Berdasarkan konseptual framework penyebab kematian
janin neonatal (40-80%) disebabkan oleh BBLR dan merupakan determinan
kematian pada kondisi bayi asfikasi dan trauma lahir, infeksi, cacat lahir dan
lainnya.
Sebagai upaya untuk menurunkan angka kematian bayi di Indonesia yang
masih cukup tinggi akibat BBLR, diperlukan tenaga kesehatan yang terampil
dalam memberikan perawatan pada bayi BBLR. Perawat memiliki peran yang
penting dalam mengelola neonatus dengan kasus BBLR, seperti menangani
kejadian asfiksia, malnutrisi, atau risiko infeksi yang rentan dialami oleh neonatus
BBLR. Perawat diharapkan memiliki kompetensi yang baik dalam melaksanakan
manajemen nutrisi, cairan, dan oksigenasi pada BBLR. Laporan asuhan
keperawatan ini akan membahas mengenai proses keperawatan pada bayi dengan
BBLR yang diharapkan dapat meningkatkan kompetensi perawat dalam
mengelola pasien BBLR.
B. Tujuan
1. Umum

Memaparkan studi kasus melalui proses asuhan keperawatan pada Bayi


Ny. R II dengan berat badan lahir rendah (BBLR) di Ruang PBRT RSUP Dr.
Kariadi Semarang.
2. Khusus
a. Menjelaskan latar belakang pemilihan kasus
b. Menjelaskan tujuan
c. Menjelaskan pengertian, etiologi, manifestasi klinis, pathway, dan
gambaran intervensi keperawatan pada kasus BBLR
d. Menjelaskan proses keperawatan lengkap pada Bayi Ny. R II (pengkajian
hingga evaluasi)
e. Menyajikan pembahasan mengenai konsep BBLR dalam teori dengan
kondisi nyata di dalam kasus kelolaan.

BAB IV
PEMBAHASAN

Bayi dengan BBLR termasuk dalam karegori resiko tinggi, sehingga perlu
perawatan yang lebih intensif dibandingkan dengan bayi dengan berat badan lahir
cukup. Hal tersebut dikarenakan bayi BBLR sangat berisiko untuk mengalami gangguan
fungsi organ karena imaturitas organ. Beberapa organ imatur pada bayi BBLR antara
lain hati, paru-paru, otak, usus, dan kulit. Bayi yang mengalami imaturitas hati
berpotensi hiperbilirubin karena konjugasi bilirubin yang belum sempurna. Sedangkan
bayi yang mengalami imaturitas pada paru-paru berpotensi untuk menderita gangguan
nafas ataupun asfiksia, meskipun hal tersebut juga dapat dipengaruhi oleh imaturitas
sistem saraf di otak yang mengatur sistem pernafasan. Imaturitas usus menyebabkan
pencernaan dan absorbsi makanan tidak berlangsung dengan baik sehingga sering
ditemukan cairan lambung yang berwarna hijau akibat refluks makanan dari usus. Hal
ini tentu saja dapat mempengaruhi keseimbangan nutrisi dan cairan pada bayi.
Sedangkan imaturitas jaringan kulit menyebabkan bayi lebih rentan terhadap
hipotermia, dehidrasi, dan risiko infeksi karena fungsi kulit sebagai pertahan tubuh
primer masih belum sempurna.
Pada kasus asuhan keperawatan Bayi Ny. R II di ruang PBRT, ditemukan
beberapa masalah. Bayi lahir dengan BBLR dan asfiksia berat yang dibuktikan dengan
apgar skor 2 pada menit pertama, 3 pada menit kelima dan 4 pada menit kesepuluh.
Pada saat itu, bayi mengalami gangguan pola nafas sehingga memerlukan bantuan
oksigenasi nasal kanul 1 liter per menit agar pernafasan menjadi adekuat. Pada saat
pengkajian yaitu pada hari perawatan ke-29, KU sedang, masalah gangguan nafas sudah
teratasi dengan bantuan O2 nasal kanul, sehingga tidak lagi ditemukan retraksi dada,
sianosis, maupun irama nafas yang ireguler. Namun terdapat masalah pada
gastrointestinal dan integumen. Pasien saat OGT dialirkan, terdapat residu berwarna
merah kecoklatan. Hal tersebut menunjukkan status pencernaan yang kurang baik,
berupa refluks cairan yang gagal dicerna oleh usus kembali masuk ke lambung.
Tindakan yang dilakukan terhadap masalah tersebut adalah dengan mengalirkan cairan
lambung melalui orogastric tube (OGT), dan menunda pemberian nutrisi enteral. Hal
tersebut bertujuan untuk mengistirahatkan sejenak kerja usus, mengingat kondisi pasien
adalah bayi BBLR yang kemungkinan besar mengalami imaturitas organ pencernaan.
Sementara selama nutrisi enteral ditunda, pasien biasanya akan mendapatkan nutrisi
parenteral total (TPN). Cairan yang digunakan untuk TPN di ruang PBRT RSUP Dr.

Kariadi adalah cairan aminosteril yang diberikan dengan dosis tertentu sesuai dengan
kebutuhan cairan, kalori, dan protein pasien per 24 jam yang telah dihitung sbelumnya.
kebutuhan cairan pada bayi BBLR harus terpenuhi 100% karena berpengaruh pada
metabolisme tubuh, sedangkan kebutuhan kalori dan protein minimal harus terpenuhi
sebanyak 50% dari total kebutuhan per hari.
Residu lambung yang keluar harus terus dipantau pada jumlah dan warnanya.
jika warna sudah jernih, maka perlu dicoba untuk pemberian nutrisi enteral kembali.
Bayi Ny. R II pada hari perawatan ke-31 pukul 09.00 WIB, tidak ada residu saat OGT
dialirkan kemudian klien diberikan diit neocat. Jumlah yang diberikan untuk percobaan
pertama hanya separuh dari kebutuhannya terlebih dahulu, kemudian dinaikkan secara
bertahap hingga memenuhi jumlah kebutuhan per hari. hal tersebut dilakukan agar
organ organ pencernaan memiliki kesempatan untuk beradaptasi dengan beban kerja
yang diberikan. Perawat harus peka terhadap respon pasien setelah diberikan cairan
enteral. perlu diwaspadai adanya kemungkinan bayi muntah setelah minum susu karena
beresiko terjadi aspirasi.
Program diet pasien adalah 8 x 20 ml / 24 jam. pertama kali pasien mendapat
cairan setelah penundaan diet dalam waktu yang cukup lama adalah 10 ml, yaitu
separuh dari jumlah yang seharusnya diberikan. setelah diobservasi, ternyata pasien
tidak mengalami muntah, sehingga pada 3 jam berikutnya pasien diberikan 15 ml.
Namun ternyata pasien muntah, sehingga pemberiannya diturunkan kembali menjadi 10
ml. Jumlah tersebut dipertahankan dalam 24 jam, setelah itu baru dicoba untuk
dinaikkan kembali menjadi 20 ml, dan ternyata pasien tidak muntah. efek yang
ditimbulkan dari proses tersebut adalah naik turunnya berat badan klien.
Pada hari ke-32 perawatan di ruang PBRT, klien mulai distimulasi untuk
menyusu. Namun ternyata reflek menghisap klien masih lemah sehingga pemberian ASI
secara langsung belum bisa dilakukan. Tindakan yang dilakukan adalah dengan cara
merangsang reflek menghisap bayi secara terus-menerus. Selain itu juga menganjurkan
ibu untuk datang lebih sering agar dapat lebih sering memberikan stimulasi kepada
bayinya.
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Bayi BBLR yang lahir kurang bulan maupun cukup bulan memerlukan
perawatan yang lebih intensif dibandingkan bayi dengan berat badan lahir cukup
(BBLC). Hal-hal yang perlu diwaspadai pada saat perawatan bayi BBLR di ruang
PBRT adalah gengguan oksigenasi, nutrisi cairan, dan risiko infeksi pada pasien.
Selain itu, masalah yang paling sering dialami bayi BBLR adalah belum munculnya
reflek-reflek primitif neonatus seperti reflek menghisap dan reflek rooting yang
menghambat proses menyusui antara ibu dan anak.
BBLR dapat disebabkan oleh berbagai macam faktor yang dapat berasal
dari ibu, janin, maupun dari placenta. Pada kasus ini, bayi Ny. R II lahir dengan
BBLR karena kehamilan gemelli, serta lahir pada usia kehamilan 31 bulan,
sehingga kemungkinan nutrisi pada saat kehamilan tidak terdistribusi secara merata
antara kedua bayi.
Tindak lanjut yang diberikan pada bayi dengan BBLR dapat disesuaikan
dengan masalah yang muncul. Masalah oksigenasi dapat diatasi dengan pemberian
terapi oksigen dan pemantauan yang ketat terhadap munculnya tanda-tanda gagal
nafas. Selain itu, manajemen nutrisi dan cairan dapat dilakukan melalui kolaborasi
dengan tenaga medis mengenai jumlah kebutuhan kalori, cairan, dan protein per 24
jam. Perawat juga harus melakukan pemantauan terhadap tanda-tanda aspirasi,
muntah, ketidakpatenan selang OGT, serta balance cairan per hari. Masalah reflek
primitif yang belum muncul dapat diupayakan dengan melibatkan peran serta ibu
untuk terus memberikan stimulasi bagi bayi.
B. Saran
Pihak rumah sakit diharapkan menyediakan liflet khusus yang berisi
perawatan untuk BBLR untuk memberikan edukasi kepada keluarga, karena insiden
BBLR sudah sangat sering ditemukan di RSUP Dr Kariadi Semarang. Selain itu,
karena perawatan pada BBLR diperlukan perawatan khusus yang berbeda dari bayi
pada umumnya.

Вам также может понравиться