Вы находитесь на странице: 1из 23

ASPEK FARMAKOEKONOMI PADA PERAWATAN PASIEN KANKER

PAYUDARA DALAM SEGI PERAWATAN PALIATIF DAN ISLAM

Abstract
Background: Cancer has long been a health problem and well-known as the silent killer. In women, breast cancer
is the most common worldwide cancer. The main problem in the prevention of cancer is the cost of treatment and a
long time therapy. This is not only caused economic losses for people but also for families and governments. The
purpose of this case report is to present the clinical evidence related Pharmacoeconomics aspects associated with
therapy for breast cancer.
Case presentation: A woman, 52 years old at diagnosis by a doctor since one year ago with terminal breast cancer.
The cancer is in fact already doing metastase to the liver, lungs, bones, and skin tissues as well as to the axillary
lymph nodes. Families of patients had complained about the cost of treatment in patients with cancer who knew
require considerable costs, because at that time the facility for patient service users Health Insurance at the hospital
where patients are treated not yet available. In addition, other treatments such as chemotherapy and radiation also
requires its own costs in the treatment of cancer.
Discussion: In palliative care that emphasizes quality of life of patients, there are aspects that should be noted
Pharmacoeconomics. Pharmacoeconomics aspect considering the issue of the treatment of the results to be
achieved and policies to guide decisions about treatment that should be used in general and must be paid by the
patient and the treatment to be paid by the government or other third-party payers. In some observers,
Pharmacoeconomics problems related treatment in cancer patients not only seen from the common knowledge, but
it can be seen from religious knowledge.
Conclusion and Suggestion: With the increasing attention to the cost of the current health care, health care
providers need data analysis costs to obtain information related to health economics of drug therapy to align costs
provide patients with treatment effectiveness. Should knowledge of Pharmacoeconomics concerning the treatment
of cancer patients is associated with the law regarding the treatment of religious knowledge in Islam
Keywords: Pharmacoeconomics, Breast cancer, Palliative care

ASPEK FARMAKOEKONOMI PADA PERAWATAN PASIEN KANKER


PAYUDARA DALAM SEGI PERAWATAN PALIATIF DAN ISLAM
1

Abstrak
Latar belakang: Kanker telah lama menjadi masalah dalam bidang kesehatan dan terkenal sebagai the silent killer.
Pada wanita, kanker payudara adalah kanker yang paling umum terjadi di seluruh dunia. Masalah utama dalam
penanggulangan penyakit kanker adalah besarnya biaya perawatan dan waktu terapi yang panjang. Hal ini tidak
hanya menimbulkan kerugian ekonomi bagi penderita tetapi juga bagi keluarga dan pemerintah. Tujuan dari
laporan kasus ini adalah untuk menyajikan bukti klinis terkait aspek farmakoekonomi yang berhubungan dengan
terapi untuk kanker payudara.
Presentasi kasus: Wanita, 52 tahun di diagnosis oleh dokter sejak 1 tahun yang lalu dengan kanker payudara
stadium terminal dengan metastasis ke organ hati, paru-paru, tulang dan kelenjar getah bening aksila. Keluarga
pasien sempat mengeluh mengenai biaya pengobatan pada pasien pengidap kanker yang diketahuinya memerlukan
biaya yang cukup banyak, karena pada saat itu fasilitas untuk pasien pemakai layanan Asuransi Kesehatan di rumah
sakit tempat pasien dirawat belum tersedia. Selain itu pengobatan yang lain seperti kemoterapi dan radiasi juga
memerlukan biaya tersendiri dalam pengobatan kanker.
Diskusi: Pada perawatan paliatif yang mengedepankan kualitas hidup pasien, terdapat aspek farmakoekonomi yang
patut pula diperhatikan. Aspek farmakoekonomi mempertimbangkan masalah pengobatan terhadap hasil yang
ingin dicapai untuk memandu keputusan dan kebijakan tentang pengobatan yang harus digunakan secara umum
dan harus dibayar oleh pihak pasien serta pengobatan yang harus dibayar oleh pemerintah atau pembayar pihak
ketiga lainnya. Pada beberapa pengamat, masalah farmakoekonomi terkait pengobatan pada pasien kanker tidak
hanya dilihat dari pengetahuan umum, tetapi dapat dilihat dari pengetahuan agama.
Kesimpulan dan saran: Dengan meningkatnya perhatian terhadap biaya pada pelayanan kesehatan sekarang ini,
penyedia layanan kesehatan membutuhkan data analisa biaya untuk mendapatkan informasi ekonomi kesehatan
yang terkait dengan terapi obat untuk menyelaraskan antara biaya yang pasien sediakan dengan keefektifan
pengobatan. Hendaknya pengetahuan tentang farmakoekonomi menyangkut pengobatan pasien kanker
dihubungkan dengan pengetahuan agama mengenai hukum berobat dalam Islam.
Keywords: Farmakoekonomi, Kanker payudara, Perawatan paliatif

LATAR BELAKANG

Kanker payudara adalah jenis kanker yang tidak dapat dikontrol dan tidak dapat
diprediksikan pertumbuhan yang abnormal dari jaringan payudara yang mengganas. Ini adalah
kanker nonskin kedua yang paling umum dan tersering, dengan sekitar 430.000 kasus terjadi
setiap tahun di Europe. Hal ini juga merupakan penyebab utama kedua kematian terkait kanker
pada wanita di dunia Barat setelah kanker paru-paru, dengan sekitar 132.000 kematian setiap
tahun dan sebuah kelangsungan hidup secara keseluruhan lima tahun dari 79,5% .
Pilihan pengobatan saat ini untuk kanker payudara tergantung pada karakteristik
penyakit (misalnya, stadium, grading, status pertanda tumor yang meningkat, jumlah kelenjar
getah bening yang positif, status reseptor hormon pada tumor) dan karakteristik pasien (seperti
usia dan status menopause). Dikatakan sebagai penyakit dengan beban epidemiologi dan
ekonomi yang besar, total biaya kanker payudara tidak hanya mencakup biaya medis (yaitu,
biaya skrining, pencegahan, pengobatan farmasi, intervensi bedah, dan perawatan paliatif) tetapi
juga biaya tidak langsung penyakit dalam hal kehilangan produktivitas dan kematian dini,
mengingat bahwa persentase yang signifikan dari prevalensi kanker payudara yang
mempengaruhi perempuan lebih muda dari 50 tahun.
Mayoritas studi yang melaporkan beban keuangan kanker payudara memperhitungkan
perspektif pembayar, sedangkan estimasi biaya sosial dari penyakit ini jarang diteliti. Namun,
estimasi total biaya menunjukkan bahwa biaya langsung adalah penyumbang terkecil terhadap
total biaya per pasien, tergantung pada tahap penyakit, intervensi terapi, dan usia pasien. Bukti
dari beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa biaya meningkat dengan tahap penyakit dan
usia. Selain itu, perbedaan dalam biaya per pasien juga mungkin timbul dari skema terapi
alternatif.
Pada tulisan yang akan dibahas ini bertujuan untuk menggabungkan dua hal yang
berbeda, namun penting. Pertama, konsep klinis yang berkaitan dengan pengobatan kanker
payudara dan yang kedua yaitu, evaluasi farmakoekonomi dari berbagai pendekatan untuk
pengobatan penyakit umum ini agar terdapat keselarasan antara aspek ekonomi pasien dengan
keefektifan pengobatan.
Topik ini perlu untuk dibahas karena dengan tersedianya berbagai macam obat
memberikan dampak positif untuk menaklukan penyakit yang dihadapi pasien, namun yang
3

menjadi permasalahan manakah obat yang terbaik yang dapat diberikan pada pasien sehingga
pasien dapat merasakan kepuasan baik dari segi ekonomi maupun terapetik dari obat tersebut.
Maka dari aspek inilah kemudian ilmu farmakoekonomi semakin berkembang pada
tahun-tahun terakhir. Dimana pada ilmu farmakoekonomi, akan dibahas tentang biaya atau
rencana anggaran dana dari suatu regimen terapi dengan pula menimbang efek yang
ditimbulkan dari masing-masing obat. Dengan demikian, dokter dapat memberikan pengobatan
dengan pertimbangan bahwa obat yang akan diberikannya merupakan obat yang paling efektif
dengan harga termurah.

PRESENTASI KASUS
4

Seorang wanita berinisial I berumur 52 tahun, berstatus menikah dan mempunyai 2


orang anak. Wanita tersebut sebelum sakit bekerja sebagai guru di salah satu SMA di Jakarta.
Sejak Juli tahun 2013 lalu pasien dinyatakan mengidap kanker payudara stadium terminal
dengan metastasis ke organ hepar, paru-paru, tulang, dan kulit disekitarnya. Beberapa tahun
yang lalu, pasien yang sejak itu mengetahui bahwa ada benjolan pada payudaranya hanya
menangani sakit yang dialaminya dengan meminum ramuan herbal yang diakuinya dapat
menghilangkan benjolan yang ada di payudaranya serta dappat mengurangi nyeri pada bagian
dadanya tersebut. Setelah beberapa lama benjolan tersebut tidak menimbulkan gejala akibat
ramuan herbal yang selalu diminumnya pasien beranggapan ramuan herbal yang diminumnya
memberikan efek yang maksimal pada benjolan yang ada pada payudaranya. Tetapi beberapa
tahun selanjutnya ternyata didapatkan benjolan yang semula kecil dan dapat diatasi dengan
ramuan herbalnya tersebut, berubah menjadi kanker yang sangat ganas yang dinyatakan dengan
kanker payudara stadium terminal dengan metastasis jauh sampai ke hepar dan beberapa organ
di sekitar payudaranya, seperti paru-paru, kelejar getah bening aksila, kulit, tulang serta pada
organ saluran kemih.
Pada anamnesis didapatkan riwayat berhenti merokok pada beberapa tahun lalu dan
tidak terdapat riwayat kanker payudara di keluarga. Pada pemeriksaan fisik terakhir, terdapat
sesak napas dan batuk, gangguan nafsu makan akibat terdapat gangguan pada mulut pasien dan
gangguan menelan. Hal tersebut mengakibatkan berat badan pasien menurun. selain itu terdapat
gangguan pada saluran kemih, gangguan tidur, gangguan mobilisasi, gangguan pada kulit, serta
pasien terlihat cemas. Pasien masih dapat melakukan ibadah solat lima waktu di atas tempat
tidurnya. Pada pemeriksaan laboratorium terakhir, terdapat peningkatan pertanda Ca mammae
dan penurunan fungsi hati.
Pasien diharuskan melakukan perawatan di rumah sakit dengan menjalani serangkaian
perawatan pada ruangan rawat inap. Pada saat itu, keluarga menginginkan fasilitas dari Asuransi
Kesehatan (ASKES) yang selama ini digunakan oleh keluarga. tetapi pada saat ingin
dimasukkan ke ruang inap khusus pasien pengguna ASKES ternyata ruangan yang diinginkan
sudah penuh dan tidak terdapat lagi ruangan yang bisa dipakai untuk pasien melakukan rawat
inap. Setelah dilakukan diskusi, pasien terpaksa ditempatkan pada rawat inap di ruangan biasa
5

dimana tanpa menggunakan jaminan fasilitas ASKES dengan resikonya perawatan serta
pengobatan yang dijalani pasien selama di rawat inap ditanggung biayanya oleh pihak pasien
pribadi tanpa dibantu oleh pihak pemerintah atau pihak ketiga lainnya. Pada awal perawatan
pihak keluarga pasien belum merasa terbebani pada masalah biaya pengobatan, tetapi setelah
beberapa bulan mereka merasa tidak sanggup menjalani perawatan pada pasien tanpa
menggunakan bantuan jaminan ASKES. Pihak keluarga beranggapan pengobatan pada pasien
kanker yang sudah memasuki stadium akhir akan lebih memerlukan biaya yang cukup banyak
untuk menunjang kualitas hidup pada pasien. Salah satu diantaranya biaya untuk melakukan
pengobatan radiasi dan kemoterapi. Hal tersebut sudah dipikirkan matang-matang oleh pihak
keluarga sehingga pihak keluarga merasa tidak sanggup apabila membayar pengobatan tersebut
dengan biaya pribadi tanpa bantuan jaminan dari ASKES.
Setelah beberapa lama menunggu untuk mendapatkan ruangan rawat inap untuk pasien
ASKES, akhirnya pasien mendapatkan 1 kamar dengan jaminan ASKES. Sampai Januari 2014
pasien dirawat di rumah sakit sebelum akhirnya diputuskan untuk di rawat dirumah dengan
fasilitas Home Care yang disediakan oleh pihak keluarga karena pasien meminta untuk
dilakukan perawatan di rumah saja setelah diperbolehkan oleh dokter. Dokter memperbolehkan
pasien dirawat di rumah apabila pasien sudah bisa menerima asupan makanan dari mulut, tidak
lagi memakai Nasogastric Tube (NGT).
Sampai saat ini, pengobatan yang dilakukan oleh pihak rumah sakit yang datang untuk
melakukan perawatan Home Care ke rumah pasien yaitu dengan perawatan luka pada payudara
(pembersihan luka, penggantian kapas, pemberian obat topikal pada kulit yang terdapat luka
akibat metastasis kanker, dan lain-lain), pengobatan radiasi sebanyak 20 kali, dan kemoterapi
dengan meminum obat (3 tablet pada pagi hari dan 2 tablet pada malam hari) selama 2 minggu
dan di selang 1 minggu untuk istirahat tanpa meminum obat kemoterapi. Pasien tidak dilakukan
operasi atau pengangkatan kanker karena sudah memasuki stadium akhir yang tidak
memungkinkan untuk dilakukan pengangkatan.

DISKUSI

1. Perawatan Paliatif
Palliative Care atau Perawatan Paliatif merupakan pendekatan yang bertujuan
memperbaiki kualitas hidup pasien dan keluarga yang menghadapi masalah yang berhubungan
dengan penyakit yang dapat mengancam jiwa, melalui pencegahan dan peniadaan melalui
identifikasi dini dan penilaian yang tertib serta penanganan nyeri, dan masalah-masalah lain,
fisik, psikososial dan spiritual.
Tujuan perawatan paliatif adalah untuk mencapai kualitas hidup maksimal bagi
penderita dan keluarga. Perawatan paliatif tidak hanya diberikan bagi penderita menjelang akhir
hayatnya, namun sudah dapat dimulai segera setelah diagnosis penyakit (kanker) di tegakkan,
dan dilaksanakan bersama dengan pengobatan kuratif. Lebih lanjut lagi, Organisasi Kesehatan
Dunia menekankan bahwa pelayanan paliatif berpijak pada pola dasar, berikut ini :

Meningkatkan kualitas hidup dan menganggap kematian sebagai proses normal.


Tidak mempercepat atau menunda kematian
Menghilangkan nyeri dan keluhan lain yang menganggu
Menjaga keseimbangan psikologis dan spiritual
Mengusahakan agar penderita tetap aktif sampai akhir hayatnya

2. Farmakoekonomi
Definisi Farmakoekonomi
Farmakoekonomik merupakan salah satu cabang dalam bidang farmakologi yang
mempelajari mengenai pembiayaan pelayanan kesehatan, dimana pembiayaan dalam hal ini
mencakup bagaimana mendapatkan terapi yang efektif, bagaimana dapat menghemat
pembiayaan, dan bagaimana dapat meningkatkan kualitas hidup.

Farmakoekonomik (pharmacoeconomics) adalah suatu metoda baru untuk mendapatkan


pengobatan dengan biaya yang lebih efisien dan serendah mungkin tetapi efektif dalam merawat
penderita untuk mendapatkan hasil klinik yang baik.
Biaya yang dimaksud efisien dan serendah mungkin maksudnya ialah biaya yang
dibutuhkan semenjak pasien mulai menerima terapi sampai pasien sembuh (cost) dan bukan
hanya dilihat dari biaya per item obat yang dikonsumsi pasien (price). Atau dengan kata lain,
metoda ini tidak hanya berhubungan dengan upaya mendapatkan biaya obat yang murah, tetapi
juga berhubungan dengan efisiensi obat, efisiensi peralatan, penyediaan dan monitoring obat
ataupun proses yang berhubungan dengan pemberian obat-obatan.
Farmakoekonomik merupakan suatu analisa ekonomi terhadap upaya pelayanan
kesehatan yaitu dalam penggunaan obat, dengan meninjau dari segi biaya versus dampak.
Dampak yang dapat muncul akibat dari penggunaan obat-obatan dalam proses terapi antara lain
adanya perubahan fisik, emosi, spiritual, finansial dan status sosial pada penderita, masyarakat,
unit pelayanan kesehatan atau penyandang dana (keluarga penderita, pemerintah, kantor,
asuransi).
Farmakoekonomik adalah ilmu yang mengukur biaya dan hasil yang diperoleh
dihubungkan dengan pengunaan obat dalam perawatan kesehatan. Analisis farmakoekonomik
menggambarkan dan menganalisa biaya obat untuk sistem perawatan kesehatan. Studi
farmakoekonomik dirancang untuk menjamin bahwa bahan-bahan perawatan kesehatan
digunakan paling efisien dan ekonomis.
Farmakoekonomik di defenisikan juga sebagai deskripsi dan analisis dari biaya terapi
dalam suatu sistem pelayanan kesehatan, lebih spesifik lagi adalah sebuah penelitian tentang
proses identifikasi, mengukur dan membandingkan biaya, resiko dan keuntungan dari suatu
program, pelayanan dan terapi serta determinasi suatu alternatif terbaik. Evaluasi
farmakoekonomi memperkirakan harga dari produk atau pelayanan berdasarkan satu atau lebih
sudut pandang.
Tujuan dari farmakoekonomik diantaranya membandingkan obat yang berbeda untuk
pengobatan pada kondisi yang sama selain itu juga dapat membandingkan pengobatan
(treatment) yang berbeda untuk kondisi yang berbeda). Adapun prinsip farmakoekonomi
8

sebagai berikut yaitu menetapkan masalah, identifikasi alternatif intervensi, menentukan


hubungan antara income dan outcome sehingga dapat diambil kesimpulan yang tepat,
identifikasi dan mengukur outcome dari alternatif intervensi, menilai biaya dan efektivitas, dan
langkah terakhir adalah interpretasi dan pengambilan kesimpulan.
Farmakoekonomik diperlukan karena adanya sumber daya terbatas misalnya pada RS
pemerintah dengan dana terbatas dimana hal yang terpenting adalah bagaimana memberikan
obat yang efektif dengan dana yang tersedia, pengalokasian sumber daya yang tersedia secara
efisien, kebutuhan pasien, profesi pada pelayanan kesehatan (Dokter, Farmasis, Perawat) dan
administrator tidak sama dimana dari sudut pandang pasien adalah biaya yang seminimal
mungkin.
Evaluasi farmakoekonomik menggunakan tolak ukur input (cost) dan output (benefit)
selama penggunaan suatu jenis obat, dimana keduanya diharapkan berada dalam posisi
seimbang. Yang termasuk dalam biaya (cost) terdiri dari 3 hal penting yaitu segala bentuk biaya
langsung yang dikeluarkan selama terapi seperti biaya membeli obat-obatan, biaya rumah sakit,
ditambah biaya tidak langsung seperti kehilangan pendapatan karena tidak dapat bekerja,
kehilangan produktivitas, biaya perjalanan ke rumah sakit, dan hal-hal yang tidak berwujud
yang ditimbulkan sebagai akibat dari penyakit maupun pengobatan seperti rasa nyeri, stres pada
pasien maupun keluarga pasien. Hal terakhir ini sulit untuk diukur, menyangkut kualitas hidup
pasien, dan merupakan hal yang penting untuk dimasukkan dalam salah satu poin dalam analisis
farmakoekonomi.

Perspektif Farmakoekonomi
Evaluasi farmakoekonomi dapat dinilai dari satu atau lebih perspektif. Klasifikasi
perspektif penting, karena hasil evaluasi ekonomi sangat tergantung dari perspektif yang
diambil, dikarenakan perspektif menentukan biaya (cost) dan keluaran (consequence) yang akan
dievaluasi. Perspektif yang umum digunakan meliputi:
1) Perspektif Pasien
9

Pada dasarnya, biaya dari perspektif ini adalah segala biaya yang harus dibayarkan pasien
untuk suatu produk atau pelayanan. Akibatnya, dari perspektif ini, seluruh efek klinik baik
positif dan negatif dari suatu program atau alternatif pengobatan dapat diketahui.
2) Perspektif Provider
Biaya dari perspektif ini adalah pengeluaran yang sebenarnya karena produk atau pelayanan
kesehatan. Provider dapat mencakup rumah sakit atau klinik. Dari perspektif ini, biaya
langsung seperti obat, biaya rawat inap, tes laboratorium, biaya jasa petugas kesehatan dapat
diidentifikasi, dinilai dan dibandingkan.
3) Perspektif Payer
Perusahaan asuransi atau pemerintah termasuk dalam payer. Biaya paling penting dalam
perspektif ini adalah biaya langsung, namun biaya tidak langsung seperti hilangnya
produktivitas kerja dapat berpengaruh pada biaya total layanan kesehatan.
4) Perspektif Masyarakat
Perspektif ini merupakan perspektif yang paling luas karena mempertimbangkan keuntungan
pada masyarakat sebagai keseluruhan. Secara teoritis, seluruh biaya langsung dan tak langsung
termasuk dalam evaluasi ekonomi yang dilakukan dengan perspektif masyarakat. Biaya
morbiditas dan mortalitas serta seluruh biaya dari pemberian dan penerimaan pelayanan
kesehatan juga termasuk dalam perspektif ini

Biaya dalam Farmakoekonomi


Evaluasi farmakoekonomi tidak dapat lepas dari isu biaya. Berdasarkan konsep
ekonomi, biaya didasarkan pada penggunaan suatu sumber daya terhadap suatu jalan dengan
mengesampingkan alternatif- alternatif lain. Terdapat beberapa tipe biaya dalam cost analysis
yaitu:
1) Biaya Medik Langsung
10

Biaya medik langsung adalah biaya yang dikeluarkan untuk produk medis dan
pelayanan medis yang digunakan untuk mencegah, mendeteksi, atau mengobati penyakit.
Contoh dari biaya ini adalah biaya untuk obat, alat dan bahan medis, tes diagnosis dan
laboratorium, biaya rawat inap dan biaya kunjungan.
2) Biaya Non-medik Langsung
Biaya ini adalah biaya untuk pelayanan non-medis akibat adanya penyakit namun
tidak termasuk dalam pembayaran pelayanan medis. Contoh dari biaya ini meliputi biaya yanng
dikeluarkan pasien untuk transportasi ke fasilitas pelayanan kesehatan, biaya hidup keluarga,
biaya untuk makanan khusus, dan lainnya.
3) Biaya Tak Langsung (indirect cost)
Biaya tak langsung adalah biaya-biaya dari sudut pandang masyarakat secara
keseluruhan, seperti kehilangan penghidupan, hilangnya produktivitas, ongkos perjalanan ke
rumah sakit dan lainnya. Biaya tersebut tidak hanya meliputi diri pasien tetapi juga masyarakat
dan keluarga pasien.
4) Intangible Costs
Biaya ini meliputi outcome non-finansial lain akibat adanya suatu penyakit. Contoh
dari biaya ini yaitu: nyeri, kecemasan atau tekanan lain yang pasien atau keluarga derita akibat
adanya penyakit. Jenis biaya ini cukup sulit jika dilihat dalam bentuk mata uang namun dapat
terlihat dengan pengukuran kualitas hidup.

Metode Evaluasi Farmakoekonomi


Evaluasi ekonomi adalah proses resmi untuk menghitung keuntungan dan biaya dalam
sebuah analisis inkremental. Pada dasarnya merupakan sebuah kerangka yang menyusun
keseimbangan antara keuntungan dan biaya untuk membantu pembuatan keputusan. Metodemetode evaluasi farmakoekonomi tersebut yaitu:
1) Cost-of-Illness (CoI)
11

Evaluasi ini mengidentifikasi dan memperkirakan keseluruhan biaya dari suatu penyakit
pada populasi tertentu, sering juga dianggap sebagai burden of illness. Evaluasi COI tidak
digunakan untuk membandingkan terapi alternatif tetapi untuk memberikan estimasi beban
finansial akibat suatu penyakit.
2) Cost-Minimization Analysis (CMA)
Cost-Minimization Analysis (CMA) didefinisikan sebagai tipe analisis yang memilih
biaya terendah dari dua atau lebih alternatif terapi dengan asumsi besarnya manfaat yang
diperoleh sama. Dengan CMA, alternatif terapi harus memiliki bukti mengenai keamanan,
efikasi serta outcome yang dihasilkan sama atau mirip. Jika terbukti outcome tersebut ekivalen,
biaya diidentifikasi, diukur, dan dibandingkan dalam nilai mata uang yang sesuai.
Contoh dari analisis ini adalah terapi dengan antibiotika generik dengan paten, outcome
klinik (efek samping dan efikasi sama), yang berbeda adalah onset dan durasinya. Maka
pemilihan obat difokuskan pada obat yang biaya perharinya lebih murah.
3) Cost-Benefit Analysis (CBA)
Pada analisis ini, keuntungan (benefit) dihitung sebagai keuntungan ekonomi yang
berhubungan dengan suatu intervensi, sebagai contoh: nilai uang yang diperoleh dari kembali
bekerja. Maka, baik biaya maupun hasil keluaran (outcome) dinilai dalam uang. Keunggulan
dari tipe analisis ini adalah dapat membuat perbandingan antara area yang sangat berbeda, tidak
hanya dalam bidang medis, sebagai contoh: perbandingan

antara memperluas

edukasi

(keuntungan yang diperoleh dari peningkatan edukasi dan produktivitas) dengan menetapkan
pelayanan untuk sakit punggung (meningkatkan produktivitas karena pasien dapat kembali
bekerja).
4) Cost-Effectiveness Analysis (CEA)
Analisis ini digunakan ketika keuntungan kesehatan dapat didefinisikan dan dinilai
dalam unit natural (contoh: berapa tahun umur dapat diselamatkan) dan biaya dinilai dalam
uang. CEA digunakan untuk membandingkan jenis terapi dengan hasil keluaran (outcome)
yang secara kualitatif hampir sama. Tipe analisis ini paling sering digunakan pada analisis
ekonomi dalam literatur, dan terutama dalam terapi dengan obat. Hasil CEA dituliskan sebagai
12

rasio

yaitu average cost-effectiveness ratio (ACER) atau sebagai incremental cost-

effectiveness ratio (ICER). ACER menggambarkan total biaya program atau alternatif terapi
dibandingkan dengan outcome, sehingga menghasilkan rasio harga dalam mata uang per
outcome yang diperoleh.
5) Cost-Utility Analysis (CUA)
Cost-Utility Analysis (CUA) adalah metode untuk membandingkan alternatif terapi
dan HRQOL atau Health Related Quality of Life. CUA mampu membandingkan biaya,
kualitas dan kuantitas. Biaya dinilai dalam mata uang dan hasil terapi dinilai dalam utility yang
diterima pasien bukan unit fisik. Penilaian utility yang digunakan adalah quality-adjusted life
years (QALY) yang diperoleh. QALY merupakan alat ukur status kesehatan dalam CUA,
dikombinasikan dengan data morbiditas dan mortalitas. Walaupun CUA telah berhasil
digunakan untuk membantu memutuskan suatu program kesehatan (misalnya pembedahan atau
kemoterapi), akan tetapi instrumen yang handal dan sensitif masih dibutuhkan untuk mendeteksi
perubahan akibat terapi.

Manfaat dan Kekurangan Farmakoekonomi


Manfaat yang dapat diperoleh dengan penerapan farmakoekonomi antara lain:

Memberikan pelayanan maksimal dengan biaya yang terjangkau. Seiring dengan


perkembangan zaman, maka pengetahuan yang berkaitan dengan penyakit sudah
semakin berkembang. Pengetahuan tentang pengobatan terhadap penyakit-penyakit
tertentu pun tidak ketinggalan, dimana saat ini untuk suatu penyakit tertentu telah
tersedia berbagai macam obat untuk menyembuhkan ataupun sekedar meredakan
13

simptom penyakit tersebut. Hal ini memberikan manfaat, yaitu terdapat banyak
pilihan obat yang dapat diberikan untuk tindakan terapi bagi pasien. Namun,
banyaknya pilihan terapi ini tidak akan bermanfaat apabila ternyata pasien tidak
sanggup membeli karena harganya yang mahal. Oleh karena itu, pertimbangan
farmakoekonomi dalam menentukan terapi yang akan diberikan kepada pasien yang
sangat diperlukan, misalnya dengan penggunaan obat generik. Di Indonesia
khususnya, telah terdapat 232 jenis obat generik yang diregulasi dan disubsidi oleh
pemerintah dengan harga yang jauh lebih murah dibandingkan dengan obat

patennya.
Angka kesembuhan meningkat. Angka kesehatan meningkat dan angka kematian
menurun. Terapi yang diberikan oleh dokter akan berhasil apabila pasien patuh
terhadap pengobatan penyakitnya. Kepatuhan ini salah satunya dipengaruhi oleh
faktor ekonomi. Misalnya saja harga obat yang diresepkan oleh dokter terlalu mahal
maka pasien tidak akan sanggup membeli dan tentu saja tidak dapat mengkonsumsi
obatnya. Dan sebaliknya apabila harga obat terjangkau, maka pasien dapat
mengkonsumsi obatnya dan mengalami kesembuhan. Selain itu ketepatan dokter
dalam memilih terapi yang tepat untuk penyakit pasien atau berdasarkan Evidence
Based Medicine juga berpengaruh. Misalnya saja dokter hanya memberikan obat
yang sifatnya simptomatis kepada pasien, tentu saja penyakit pasien tidak sembuh
dan harus kembali berobat dan biaya yang dikeluarkan untuk mencapai kesembuhan

semakin besar.
Menghindari tuntutan dari pihak pasien dan asuransi terhadap dokter dan rumah
sakit karena pengobatan yang mahal. Saat ini telah terjadi perubahan paradigma
dalam masyarakat, dimana jasa pelayanan kesehatan tidak berbeda dengan
komoditas jasa lain. Perubahan paradigma ini mengubah hubungan antara pasien,
dokter, dan lembaga pelayanan kesehatan seperti rumah sakit. Seorang pasien
menjadi semakin kritis dan ingin tahu untuk apa saja ia membayar, termasuk dalam
hal obat-obatan atau terapi serta pemeriksaan yang dilakukan. Apabila ada kesan
kelalaian dokter dan pihak rumah sakit, pasien berhak mengajukan tuntutan ke
pengadilan.

14

Apabila dokter telah memberikan obat-obat generik dengan harga yang murah dengan
syarat memang tepat indikasi untuk penyakit pasien, dan rumah sakit selalu menyediakannya,
maka dokter dan rumah sakit akan terhindar dari tuntutan pasien dan pihak asuransi atas biaya
pengobatan yang mahal.
Sedangkan kekurangan atau kendala yang mungkin dihadapi dalam penerapan
farmakoekonomi antara lain:

Untuk mendapatkan manfaat dari farmakoekonomi secara maksimal maka


diperlukan edukasi yang baik bagi praktisi medik termasuk dokter maupun
masyarakat. Dokter harus memperdalam ilmu farmakologi dan memberikan obat
berdasarkan Evidence Based Medicine dari penyakit pasien. Pendidikan masyarakat
tentang kesehatan harus ditingkatkan melalui pendidikan formal maupun informal,
dan menghilangkan pandangan masyarakat bahwa obat yang mahal itu pasti bagus.
Hal ini belum tentu karena obat yang rasional adalah obat yang murah tapi tepat

untuk penyakitnya.
Diperlukan peran pemerintah membuat regulasi obat-obat generik yang bermutu
untuk digunakan dalam pelayanan kesehatan baik tingkat pusat sampai kecamatan
dan desa. Karena dalam banyak kasus, obat-obat non generik yang harganya jauh
lebih mahal terpaksa diberikan karena tidak ada pilihan obat lain bagi pasien.
Terutama bagi pasien yang menderita penyakit berat, seperti kanker. Seperti contoh
obat peningkatan protein jenis albumin dan antibiotik jenis botol ampul yang
harganya bisa mencapai jutaan rupiah.

3. Hukum berobat dalam Islam


Para fuqoha (ahli fiqih) bersepakat bahwa berobat hukum asalnya dibolehkan,
kemudian mereka berbeda pendapat (mengenai hukum berobat) menjadi beberapa pendapat
yang masyhur.
1. Pendapat pertama mengatakan bahwa berobat hukumnya wajib, dengan alasan adanya
perintah Rosululloh shallallahu alaihi wa sallam untuk berobat dan asal hukum perintah

15

adalah wajib, ini adalah salah satu pendapat madzhab Malikiyah, Madzhab Syafiiyah,
dan madzhab Hanabilah.
2. Pendapat kedua mengatakan sunnah/ mustahab, sebab perintah Nabi shallallahu alaihi
wa sallam untuk berobat dan dibawa kepada hukum sunnah karena ada hadits yang lain
Rosululloh shallallahu alaihi wa sallam memerintahkan bersabar, dan ini adalah
madzhab Syafiiyah.
3. Pendapat ketiga mengatakan mubah/ boleh secara mutlak , karena terdapat keterangan
dalil- dalil yang sebagiannya menunjukkan perintah dan sebagian lagi boleh memilih, (ini
adalah madzhab Hanafiyah dan salah satu pendapat madzhab Malikiyah).
4. Pendapat kelima mengatakan makruh, alasannya para sahabat bersabar dengan sakitnya,
Imam Qurtubi rahimahullah mengatakan bahwa ini adalah pendapat Ibnu Masud, Abu
Darda radhiyallahu anhum, dan sebagian para Tabiin.
5. Pendapat ke enam mengatakan lebih baik ditinggalkan bagi yang kuat tawakkalnya
dan lebih baik berobat bagi yang lemah tawakkalnya, perincian ini dari kalangan
madzhab Syafiiyah.
Kesimpulan dari berbagai macam pendapat
Sesungguhnya terdapat berbagai macam dalil dan keterangan yang berbeda- beda tentang
berobat, oleh karena itu sebenarnya pendapat- pendapat di atas tidaklah bertentangan. Akan
tetapi berobat hukumnya berbeda- berbeda menurut perbedaan kondis. Ada yang haram,
makruh, mubah, sunnah, bahkan ada yang wajib.

Islam Memerintahkan Umatnya Untuk Berobat


Berobat pada dasarnya dianjurkan dalam agama islam sebab berobat termasuk upaya
memelihara jiwa dan raga, dan ini termasuk salah satu tujuan syariat islam ditegakkan,
terdapat banyak hadits dalam hal ini, diantaranya;
1.

Dari Abu Darda berkata, Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda:


16

Sesungguhnya Allah menurunkan penyakit beserta obatnya, dan Dia jadikan setiap
penyakit ada obatnya, maka berobatlah kalian, tetapi jangan berobat dengan yang haram.
(HR.Abu Dawud 3874, dan disahihkan oleh al-Albani dalam Shahih wa Dhaif al-Jami
2643)
2. Dari Usamah bin Syarik berkata, ada seorang arab baduwi berkata kepada Nabi
shallallahu alaihi wa sallam:
Wahai Rosululloh, apakah kita berobat?, Nabi bersabda,berobatlah, karena
sesungguhnya Alloh tidak menurunkan penyakit, kecuali pasti menurunkan obatnya, kecuali
satu penyakit (yang tidak ada obatnya), mereka bertanya,apa itu ? Nabi
bersabda,penyakit tua. (HR.Tirmidzi 2038, dan disahihkan oleh al-Albani dalam Sunan
Ibnu Majah 3436)
Berobat Hukumnya Berbeda-beda
1. Menjadi wajib dalam beberapa kondisi:
a. Jika penyakit tersebut diduga kuat mengakibatkan kematian, maka menyelamatkan jiwa
adalah wajib.
b. Jika penyakit itu menjadikan penderitanya meninggalkan perkara wajib padahal dia
mampu berobat, dan diduga kuat penyakitnya bisa sembuh, berobat semacam ini adalah
untuk perkara wajib, sehingga dihukumi wajib.
c. Jika penyakit itu menular kepada yang lain, mengobati penyakit menular adalah wajib
untuk mewujudkan kemaslahatan bersama.
d. Jika penyakit diduga kuat mengakibatkan kelumpuhan total, atau memperburuk
penderitanya, dan tidak akan sembuh jika dibiarkan, lalu mudhorot yang timbul lebih
banyak daripada maslahatnya seperti berakibat tidak bisa mencari nafkah untuk diri dan
keluarga, atau membebani orang lain dalam perawatan dan biayanya, maka dia wajib
berobat untuk kemaslahatan diri dan orang lain.
2. Berobat menjadi sunnah/ mustahab

17

Jika tidak berobat berakibat lemahnya badan tetapi tidak sampai membahayakan diri dan
orang lain, tidak membebani orang lain, tidak mematikan, dan tidak menular , maka berobat
menjadi sunnah baginya.
3. Berobat menjadi mubah/ boleh
Jika sakitnya tergolong ringan, tidak melemahkan badan dan tidak berakibat seperti kondisi
hukum wajib dan sunnah untuk berobat, maka boleh baginya berobat atau tidak berobat.
4. Berobat menjadi makruh dalam beberapa kondisi
a. Jika penyakitnya termasuk yang sulit disembuhkan, sedangkan obat yang digunakan
diduga kuat tidak bermanfaat, maka lebih baik tidak berobat karena hal itu diduga kuat akan
berbuat sis- sia dan membuang harta.
b. Jika seorang bersabar dengan penyakit yang diderita, mengharap balasan surga dari ujian
ini, maka lebih utama tidak berobat, dan para ulama membawa hadits Ibnu Abbas dalam
kisah seorang wanita yang bersabar atas penyakitnya kepada masalah ini.
c. Jika seorang fajir/rusak, dan selalu dholim menjadi sadar dengan penyakit yang diderita,
tetapi jika sembuh ia akan kembali menjadi rusak, maka saat itu lebih baik tidak berobat.
d. Seorang yang telah jatuh kepada perbuatan maksiyat, lalu ditimpa suatu penyakit, dan
dengan penyakit itu dia berharap kepada Alloh mengampuni dosanya dengan sebab
kesabarannya.
Dan semua kondisi ini disyaratkan jika penyakitnya tidak mengantarkan kepada kebinasaan,
jika mengantarkan kepada kebinasaan dan dia mampu berobat, maka berobat menjadi wajib.
5. Berobat menjadi haram
Jika berobat dengan sesuatu yang haram atau cara yang haram maka hukumnya haram,
seperti berobat dengan khamr/minuman keras, atau sesuatu yang haram lainnya.

4. Saling tolong menolong dalam Islam


18

Tolong menolong dalam Islam


Allah SWT memerintahkan hamba-hambaNya yang beriman supaya saling tolongmenolong dan bekerjasama, dengan syarat mestilah atas dasar kebenaran dan ketakwaan.

Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan
tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada
Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya [Q.S. Al-Maidah:2]

Berkata Ibnu Katsir rahimahullah:


Artinya: Allah Taala memerintahkan para hamba-Nya yang beriman untuk saling
tolong menolong dalam kebaikan yaitu Al Birr, dan meninggalkan kemungkaran yaitu
takwa dan melarang mereka untuk menolong dalam kebatilan dan dalam dosa dan yang
diharamkan. Lihat tafsir Ibnu Katsir rahimahullah.
Dan terutama kita harus saling tolong menolong yang pertama kepada orang orang
terdekat kita, yaitu tetangga dan saudara. Karena tetangga merupakan kerabat terdekat di
lingkungan rumah. Kita wajib berbuat baik kepada saudara-saudara kita dan kerabatkerabat kita. Mereka dengan kita adalah dari satu nasab keturunan. Kita wajib mencintai
mereka, menghormati yang lebih tua dan menyayangi yang lebih muda. Serta tidak
boleh memutus tali silahturahmi. Rasulullah SAW bersabda :

19

Dari Abu Hurairah, ia berkata : Ada seorang laki-laki bertanya (kepada Rasulullah
SAW), Ya Rasulullah, siapakah orang yang paling berhaq untuk saya santuni ?.
Beliau SAW bersabda, Ibumu, kemudian ibumu, kemudian ibumu, kemudian bapakmu.
Kemudian orang yang paling dekat denganmu, kemudian orang yang paling dekat
denganmu. [HR. Muslim]
Allah SWT memerintahkan supaya berbuat baik kepada kerabat. Firman Allah SWT :

Maka berikanlah kepada kerabat yang terdekat akan haknya, demikian (pula) kepada
fakir miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan. Itulah yang lebih baik bagi
orang-orang yang mencari keridlaan Allah;dan mereka itulah orangorang beruntung.
[QS. Ar-Ruum : 38]
Kerabat lebih berhak mendapatkan zakat dari yang lainnya karena terdapat pahala
sedekah sekaligus pahal menjalin hubungan kekerabatan di dalamnya.
Dari Salman bin Amir, Rasulullah SAW bersabda:
Sesungguhnya sedekah kepada orang miskin pahalanya satu sedekah. Sedangkan
sedekah kepada kerabat pahalanya dua, yaitu pahala sedekah dan pahala menjalin
hubungan kekerabatan.

KESIMPULAN
Pada pasien dalam kasus ini, ada atau tidaknya jaminan Asuransi Kesehatan (ASKES)
sangat berpengaruh dalam masalah biaya pengobatan pasien, karena seperti yang telah
dibahas bahwa pengobatan pada pasien kanker memerlukan biaya yang tidak sedikit.
Masalah farmakoekonomi dalam pengobatan pasien kanker dianggap sebagai cara untuk
memecahkan salah satu pertanyaan mendasar, bagaimana caranya membuat keseimbangan
20

antara biaya yang dibutuhkan untuk pelayanan kesehatan dalam pengobatan pasien kanker
dengan manfaat yang diharapkan untuk menunjang kualitas hidup pasien. Tujuannya adalah
untuk mendapat keuntungan dari evaluasi farmakoekonomi yang sangat membantu dalam
pelaksanaan pelayanan kesehatan profesional dalam memilih pengobatan yang terbaik,
dengan membuat keputusan untuk pengobatan pada pasien yang disesuaikan dengan aspek
farmakoekonomi.
Farmakoekonomi sangat penting bagi semua bidang yang berhubungan dengan hal
tersebut. Informasi dan data yang diperoleh akan sangat bermanfaat bagi pemerintah untuk
menentukan kebijakan obat, bagi para praktisi pelayanan kesehatan dalam pemilihan terapi
obat yang efektif untuk pasien, bagi perusahaan asuransi untuk menentukan mana-mana
obat yang perlu dikelompokan untuk dimasukan ke daftar obat-obat yang akan mereka
tanggung untuk pasien, bagi industri obat untuk melihat apakah obat tersebut memang lebih
life-saving dan cost-saving sehingga lebih laku di pasaran, serta bagi pasien sendiri untuk
persiapan biaya pengobatan yang tidak mahal dan tidak memberatkan.

SARAN
Hendaknya kita harus selalu menjaga kesehatan pribadi demi terhindarnya penyakit
yang sangat membahayakan bagi kualitas hidup kita serta menjauhkan kita dari masalah
biaya untuk pengobatan pada saat sakit. Sebaiknya kita sudah mulai merencanakan
bergabung pada asuransi kesehatan agar dapat terjamin masalah biaya dan keselamatan
21

hidup kita. Apabila ada keluarga atau kerabat yang sakit, hendaknya kita saling membantu
khususnya pada segi financial agar keluarga atau kerabat merasa tidak terlalu berat dalam
masalah biaya untuk pengobatan. Dinas Kesehatan juga hendaknya memperkenalkan
masalah farmakoekonomi pada semua bidang seperti pada praktisi pelayanan kesehatan,
pada industry obat atau apoteker, serta kepada masyarakat agar semua bidang dapat merasa
diuntungkan dengan mengetahui aspek farmakoekonomi tersebut.

UCAPAN TERIMA KASIH


Penulis mengucapkan terima kasih kepada Allah SWT karena atas rahmat dan karuniaNya lah penulis dapat menyelesaikan tugas case report ini. Penulis juga mengucapkan
terimakasih kepada dr. Maria A. Witjaksono, MPALLC, dr. Ririn dan dr. Risma beserta
suster Dwi selaku pihak dari Unit Palliative Care Rumah Sakit Kanker Dharmais, yang telah
membantu dan membimbing dalam pembuatan case report ini. Tak lupa ucapan terimakasih
penulis sampaikan kepada Ny. I beserta keluarga selaku narasumber dan pasien yang terlah
bersedia dikunjungi dan membantu dalam pembuatan case report ini. Penulis mengucapkan
terimakasih pula kepada dr. Hj. Riyani Wikaningrum, DMM. MSc. selaku dosen pengampu
bidang kepeminatan palliative care dan kepada tutor dr. Citra Fitri Agustina, Sp.KJ yang
telah meluangkan waktu untuk membimbing dalam pembuatan case report ini. Dan kepada
teman-teman kelompok 1 Palliative Care yang sudah saling membantu dalam melaksanakan
tugas ini, serta semua pihak yang telah membantu. Semoga pembuatan case repot ini dapat
mendatangkan manfaat bagi penulis dan bagi teman-teman sekalian. Sekali lagi penulis
mengucapkan terimakasih dan mohon maaf jika masih terdapat banyak kekurangan.

DAFTAR PUSTAKA

Henry, David and Carry Taylor. 2014. Pharmacoeconomics of Cancer Therapies:


Considerations With the Introduction of Biosimilars. (41)(2); p. 13-20

(Available in

http://dx.doi.org/10.1053/j)
22

http://almanhaj.or.id/content/2800/slash/0/perintah-untuk-saling-menolong-dalammewujudkan-kebaikan-dan-ketakwaan/ (Diakses pada 12 November 2014 pukul 23:07)


http://maktabahabiyahya.com/2012/05/30/berobat-dalam-islam/

(Diakses

pada

12

November 2014 pukul 22:51)


M.D Tom Walley: Pharmacoeconomics and Economic Evaluation of Drug Therapies :
University of Liverpool, Department of Pharmacology and Therapeutics. (Available in
http://www.iuphar.org/pdf/hum)
Pallis,

Athanasios,

et

al.

2010.

ClinicoEconomic

and

Outcome

Research.

Pharmacoeconomic Considerations in The Treatment of Breast Cancer. (2); p. 47-61


(Available in www.dovepress.com)
Shih, Ya-Chen Tina and Michael T. Halpern. 2008. Economic Evaluations of Medical Care
Interventions for Cancer Patients: How, Why, and What Doest It Mean?. (58);

p. 231-244

(Available in http://CAonline.AmCancer.Soc.org)
Tsokeva, Zh., et al. 2006. Pharmacoeconomics in Evaluating Health Care Decisions. (4)(1);
p. 9-13 (Available in http://www.uni-sz.bg)
Walley, T. and A. Haycox. 1997. Pharmacoeconomics: basic concepts and terminology.
(43); p.343-348

(Available in http://www.ppge.ufrgs.br/ats/disciplinas/2/haycox-walley-

1997.pdf)

23

Вам также может понравиться